Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL

a. Masalah utama
Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri
b. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian masalah utama
Kerusakan interaksi social merupakan jumlah yang tidak mencukupi atau
berlebih atau kualitas pertukaran social tidak efektif.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain (Rawlins, 1993).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain
(DepKes,1998).

Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga tidak aman
dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya pasien berasal dari lingkungan
yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kecemasan, dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain terutama dengan tokoh ibu. Dalam situasi lingkungan yang demikian, seorang
anak tidak mungkin mempunyai penghayatan diri (self image) rasa percaya diri,
menentukan identitas diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan
dengan orang lain dan mempelajari cara berhubungan dengan orang lain yang
menimbulkan rasa aman (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1983).

2. Penyebab
Menurut Stuart dan Sundeen (2006), faktor predisposisi dari gangguan hubungan
sosial adalah :
a) Faktor predisposisi
1. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu, ada perkembangan tugas yang harus
terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan social. Tugas
perkembangan ini masing-masing pada tahap tumbuh kembang yang
mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada fase oral dalam dimana
tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak terpenuhi, akan
menghambat fase perkembangan selanjutnya.
2. Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori
ini termasuk komunikasi yang tidak jelas (double find) dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang sering bertentangan dalam waktu
yang bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga untuk
berhubungan diluar lingkungan keluarga.
3. Faktor sosial keluarga
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan satu
faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain
(lingkungan sosial). Misalnya pada usia lanjut, penyakit kronis dan
penyandang cacat, tidak nyata dalam hubungan sosial dengan orang lain
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
4. Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan fakor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami perubahan
adalah otak. Misalnya pada pasien skizofrenia terdapat abnormal dari organ
tersebut adalah atropi otak, menurunkan berat otak secara dramatis,
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam.
b) Faktor presipitasi
1. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan mencetuskan
seseorang sehingga masalah respon social maladaptive. System keluarga
yang mengganggu dapat menujang perkembangan respon maladaptif
beberapa orang percaya bahwa individu mempunyai masalah ini adalah
orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma
keluarga mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain
diluar keluarga. Peran keluarga seringkali tidak jelas. Orang tua pecandu
alcohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon
social maladaptif. Organinisasi anggota keluarga bekerjasama dengan
tenaga profesional untuk mengembangkan yang lebih tepat tentang
hubungan antara kelainan jiwa dengan stress keluarga. Pendekatan
kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga
profesional.
2. Faktor sosial kultural
Menurunnya stabilitas unit keluarga. Berpisah dengan orang yang berarti
dalam kehidupannya, missal karena dirawat di rumah sakit.
3. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasi. Sehingga memunculkan stress.

3. Rentang respon

Respon Adaptif Respo Maladaptif

- Solitude - Kesepian - Manipulasi

- Otonomi - Menarik diri - Impulsif

- Kebersamaan - Ketergantungan - Narkisme

- Saling ketergantungan

Gambar 1. Rentang respon Sosial (Stuart dan Sundeen, 2006)

a. Rentang Respon Adaptif


1) Menyendiri ( Solitute)
Merupakan respon yang dibutuhkan eseorang untuk merenungkan
seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya.

2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide-ide, pikiran perasaan dalam hubungan social.

3) Kebersamaan
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.

b. Rentang respon maladaptif


1) Kesepian
Merupakan kondisi klien yang sendiri tanpa teman.

2) Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

3) Ketergantungan
Terjadi apabila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

4) Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan social yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada
pengendalian dan individu berorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.

5) Impulsif
Yaitu suatu keadaan dimana klien tidak mampu merencanakan suatu,
tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan tak
dapat diandalkan

6) Narkisme
Merupakan suatu keadaan dimana harga diri klien rapuh, secara terus
menrus berusaha mendapatkan penghargaan pujian, sikap egosentris,
pencemburu dan marah jika orang tidak mendukung.

4. Manifestasi klinik
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
Tidur berlebihan
Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama
Banyak tidur siang
Kurang bergairah
Tidak memperdulikan lingkungan
Kegiatan menurun
Ekspresi muka tegang
Tidak dapat memusatkan perhatian
Jika ditanya jawabannya singkat (Budi Anna Keliat, 1999).

5. Kemungkinan penyebab
Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir
terabaikan.
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinisnya antara lain : 
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. ( Budi Anna Keliat,
1999)
6. Kemungkinan akibat bila masalah utama tidak teratasi
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas
yang maladaptif, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/ rangsangan eksternal
 Gejala Klinis :
Bicara, senyum dan tertawa sendiri
Menarik diri dan menghindar dari orang lain
Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
Tidak dapat memusatkan perhatian
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung. (budi anna keliat, 1999).

7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Haloperidol (HPD)
a) Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan, menilai realitas dalam fungsi internal
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.

b) Mekanisme kerja
Obat anti psikosi dalam memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinoptik neuron di otak khususnya system limbic dan system ekstra
piramidal.

c) Efek samping
Sedasi gangguan otonomik, gangguan endokrin.

d) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, dan kelainan jantung.

2) Trihexipenidyl (THP)
a) Indikasi
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca encephalitis dan
idiopatik.
b) Mekanisme kerja
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresi dan anti kolinergik lainnya.

c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, binggung,
takikardi, retensi urine.

d) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap trihexipenidyl, psikosis berat, psikoneurosis, dan
obstruksi saluran cerna.

3) Risperidone
a) Indikasi
Untuk skizofreniaakut dan kronik, keadaan psikotik lain dengan gejala
(halusinasi, delusi, curiga, gangguan emosi) atau mengurangi gejala
afektif berhubungan dengan skizofrenia.

b) Efek samping
Insomnia, agitasi, cemas, sakit kepala, somnolen, lelah, takikardi.

c) Kontra indikasi
Hipotensi, penyakit ginjal, lanjut usia, Parkinson, epilepsi.

b. Psikoterapi
Psikoterapi dapat membantu klien adalah terapi suportif individu atau kelompok
serta bimbingan praktis. Menatik diri seharusnya didekati dan diajak bicara,
berkumpul (bersosialisasi) dengan orang lain secara langsung. Perawat berusaha
agar secara langsung atau secara bertahap klien kea rah realita.

c. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan suatu aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan kemampuan
seseorang dan untuk mempermudah belajar fungsi sehari-hari dan ketrampilan
yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri denganlingkungan.

d. Terapi kelompok
Suatu terapi yangdilakukan atas kelompok penderita bersama-sama dengan
jalan diskusi satu sama lainnya, yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang
terapis yang membangkitkan motivasi bagi kemajuan kognitif dan afektif (W.F.
Maramis, 1998).
c. Masalah keperawatan dan data yang dikaji
1. Pengkajian Fokus
Menurut Mc Farland & Mc Farlane, 1993 perlu ditegakkan sejarah sosial dimana
perlindungan atau batas-batas antara identifikasi, kebisaan berhubungan dengan
yang lain. Faktor fisiologi, psikologi dan sosial budaya adalah pencetus
ketidakmampuan individu untuk berkembang dan memelihara hubungan dengan
orang lain.
a) Data subyektif : meliputi ekspresi perasaan sendiri, tidak ada keinginan untuk
kontak dengan sesama, kehilangan orang yang dekat, memiliki tameng untuk
berhubungan dengan orang lain, perubahan dalam rencana hidup dan support
system yang adekuat.
b) Data obyektif : berfokus pada pembatasan fisik, ketidakmampuan dan issue di
masyarakat.
2. Penemuan karakteristik
a) Data fisik atau ketrampilan mental atau perubahan status kesehatan.
b) Kurang perhatian dan aktivitas untuk tahap pertumbuhan mental dan usia.
c) Sedih atau apek dangkal.
d) Tidak adanya support/ dukungan dari orang lain (keluarga, teman atau
kelompok sosial).
e) Menarik diri dan ketidakmampuan atau gangguan dalam komunikasi.
f) Ketidakmampuan mengekspresikan atau kehilangan tujuan hidup.
g) Tingkah laku sulit menerima orang lain.
h) Tidak ada kontak mata.
i) Menyendiri.
j) Isolasi dalam tingkah laku pilihan.
k) Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan kesendirian dengan orang lain.
l) Ekspresi menjadi “berbeda” dan ketidak mampuan untuk bertemu dengan yang
lain.
m) Gangguan dalam situasi sosial

Berhubungan dengan faktor :

1) Perubahan dalam kesehatan.


2) Defisit sensori.
3) Gangguan mobilitas.
4) Gangguan perkembangan .
5) Perubahan fisik.
6) Inadekuat atau kehilangan sumber diri.
7) Ketergantungan kimiawi.
8) Perhatian kurang.
9) Pertukaran dalam status mental.
10) Ketidakmampuan bersosialisasi.
11) Gangguan komunikasi.
12) Ketidakmampuan mengembangkan perasaan puas dalam hubungan sosial.
13) Perceraian.
14) Homoseksual.
15) Kemiskinan.

d. Diagnosa keperawatan : NANDA


1. Kerusakan interaksi sosial
2. Gangguan persepsi sensori (spesifik: Visual, auditori, pengecapan, taktil,
penciuman)
3. Kerusakan komunikasi verbal

e. Rencana tindakan ( NCP: NIC, NOC)


No Perencanaan
TGL Diagnosa Keperawatan NOC NIC
DX
1 Kerusakan interaksi social b/d Setelah dilakukan intervensi selama x pertemuan Socialization enhancement
kurang pengetahuan dalam interaksi social optimal dengan kreteri hasil : 1. Dukung pengembangan keterlibatan dalam
meningkatkan kualitas, isolasi Family Environment Internal (2601) hubungan yang telah terbina
terapetik, ketidakcocokan social 1. Ikut serta dalam kegiatan bersama 2. Meningkatkan kesabaran dalam mengembangkan
kultural, perubahan proses piker keluarga hubungan
Gangguan konsep diri 2. Pasien dapat berkomunikasi dengan 3. Meningkatkan hubungan dengan orang yang
keluarga mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama
3. mampu menerima kunjungan dari teman 4. Dukung aktifitas sosial dan komunitas
atau anggota keluarga 5. Dukung pasien untuk mau berbagi masalah yang
4. Saling mendukung dengan anggota dimiliki dengan orang lain
keluarga 6. Dukung kejujuran dalam menunjukkan jati diri
Skala penilaian pasien paa orang lain.
1 : Tidak ditunjukkan 7. Dukung ketertarikan baru secara menyeluruh
2 : Jarang ditunjukkan 8. Dukung menghormati orang lain
3 : Kadang ditunjukkan 9. Rujuk pasien pada grup analisis transaksional atau
4 : Sering ditunjukkan program dimana memahami transaksi dapat
5 : Selalu ditunjukkan ditingkatkan dengan tepat
10. Beri umpan balik dari kemajuan dalam perawatan
mengenai penampilan personal atau aktivitas lain
11. Bantu pasien meningkatkan kesadaran mengenai
kekuatan dan batasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
12. Gunakan bermain peran untuk mempraktekkan
peningkatan keterampilan dan teknik komunikasi
13. Sediakan model peran yang mengekspresikan
marah dengan cara yang tepat
14. Mengkonfrontasi mengenai kerusakan penilaian
oleh pasien
15. Beri umpan balik pada saat pasien mampu
memahami hal yang lain

Social Interaction skills Behavior modification:social skill


1. Kerjasama 1. Bantu pasien
2. Sensitive mengidentifikasi masalah dari kurangnya
3. Kemampuan untuk berhubungan dengan ketrampilan sosial.
orang lain 2. Dukung pasien untuk
4. Kemampuan untuk menjalin hubungan memverbalisasikan perasaannya berkaitan dengan
dengan orang lain masalah interpersonal.
5. Kehangatan 3. Bantu pasien
6. Kemampuan untuk bersikap relaks mengidentifikasi hasil yang diinginkan dalam
hubungan interpersonal atau situasi yang
Dengan skala : problematik.
1. Tidak pernah 4. Bantu pasien
2. Terbatas mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan
3. Kadang-kadang konsekuensi dari hubungan interpersonal/
4. Sering sosialnya.
5. Selalu 5. Identifikasi ketrampilan
sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus
training.
6. Bantu pasien
mengidentifikasi step tingkah laku untuk mencapai
ketrampilan sosial.
7. Sediakan model yang
menunjukkan step tingkah laku dalam konteks
situasi yang berarti bagi pasien.
8. Bantu pasien bermain peran
dalam step tingkah laku.
9. Sediakan umpan balik
(penghargaan atau reward) bagi pasien jika pasien
mampu menunjukkan ketrampilan sosial yang
ditargetkan.
10. Didik orang lain yang
signifikan bagi pasien (keluarga, grup, pimpinan)
dengan cara yang tepat mengenai tujuan dan
proses training ketrampilan sosial.
11. Libatkan orang lain yang
signifikan bagi pasien dalam session trai ning
ketrampilan sosial (bermain peran) dengan pasien,
dengan cara yang tepat.
12. Sediakan umpan balik untuk
pasien dan orang lain yang signifikan tentang
ketepatan dari respon sosial dalam situasi training.
13. Dukung pasien dan orang
lain yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari
interaksi sosial, memberikan reward pada diri
sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian
masalah yang hasilnya masih kurang dari yang
diharapkan.
Activity Therapy
1. Berkolaborasi dengan terapis lain dalam
memberikan terapi aktivitas
2. Ajak pasien untuk berkomitmen tentang
peningkatan jumlah aktivitas
3. Ajak pasien untuk mengenal aktivitas yang
disenangi
4. Identifikasi adanya penurunan minat pada saat
beraktivitas
5. Ajak pasien untuk ikut serta dalam terapi aktivitas
kelompok
6. Berikan terapi yang tidak berkompetisi dan aktif
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam aktifitas
8. Bantu pasien membuat jadwal periode yang
spesifik dalam hal aktivitas
9. Sediakan aktifitas motorik untuk menghilangkan
ketegangan otot
10. Bantu dalam aktifitas fisik teratur
11. Berikan reinforcement positif atas apa yang telah
dicapai pasien
12. Monitor keadaan respon emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap aktivitas yang dilakukan

Mood management
1. Menentukan apakah pasien saat ini berada pada
resiko keamanan pada diri atau orang lain
2. Memulai tindakan pencegahan yang dibutuhkan
untuk mengamankan pasien atau orang lain dari
bahaya kerusakan fisik
3. Monitor kemampuan perawatan diri
4. Monitor asupan cairan dan nutrisi
5. Bantu pasien untuk memelihara hidrasi yang
adekuat
6. Monitor status fisik dari pasien
7. Monitor dan mengatur tingkat aktivitas dan
stimulasi lingkungan sesuai dengan kebutuhan
pasien
8. Bantu pasien dalam memelihara siklus normal dari
tidur/bangun
9. Sediakan kesempatan untuk aktivitas fisik
10. Monitor fungsi cogniti
11. Bantu pasien dalam menaidetifikasi pemicu dari
moodnya yang terganggu
12. Dukung pasien dengan cara yang tepat untuk
mengambil peran aktif dalam penanganan dan
rehabilitasi
13. Bantu mengidentifikasi sumber yang tersedia dan
kekuatamn pribadi
14. Ajarkan koping baru keterampilan pemecahan
2 Gangguan sensori persepsi: masalah
halusinasi (audiotori, visual, 15. Sediakan restrukturisasi kognitif yang tepat
perabaan, pengecapan, dan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 16. Bantu pasien untuk secara sadar memonitor
pengidu) b.d perubahan x pertemuan diharapkan klien mampu perasaan
penerimaan sensori, transmisi dan menetapkan dan mengerti realita/kenyataan serta
integrasi, perubahan sensori menyingkirkan kesalahan persepsi sensori dengan
persepsi, stress psikologis, kriteria hasil :
stimulus lingkungan berlebih, Distorted Thought Control (1403): Hallucination Management
stimulus lingkungan tidak 1. Klien mampu mengenal halusinasi - Bina rasa saling percaya pada pasien
mencukupi, ketidakseimbangan 2. Klien mampu mengendalikan halusinasi - Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
biokimia penyebab distorsi sensori 3. Klien mampu menyebutkan frekuensi dari - Rekam hal hal yang dilakukan pasien pada saat
(illusi, halusinasi), halusinasi berhalusinasi
ketidakseimbangan elektrolit, 4. Klien mampu menggambarkan isi dari - Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
ketidakseimbangan biokimia. halusinasi perasaannya saat alami halusinasi.
5. Klien melaporkan penurunan halusinasi - Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan
6. Klien mampu bertanya mengenai validitas bila sedang mengalami halusinasi.
dari realita - Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
7. Klien mampu menjalin hubungan dengan - Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika
orang lain mengalami Halusinasi
- Berikan intake nutrisi dan istirahat yang adekuat
- Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk
Skala penilaian: mengontrol Halusinasi
1: Tidak pernah - Bantu klien menggunakan obat secara benar
ditunjukkan - Ajarkan klien teknik relaksasi diri (misalnya
2: Jarang ditunjukkan mendengarkan musik )
3: Kadang ditunjukkan
4: Sering ditunjukkan Cognitive stimulation
5: Selalu ditunjukkan 1. Konsultasikan dengan keluarga untuk membangun
dasar kognitif klien
Cognitive orientation 2. Informasikan pada pasien mengenai kejadian yang
1. Mengidentifikasi diri tidak mengancam baru-baru ini
2. Mengenali orang yang penting 3. Tawarkan stimulasi lingkungan melalui kontak
3. Mengidentifikasi tempat sekarang dengan personel yang bervariasi
4. Mengidentifikasi hari yang benar 4. Munculkan perubahan secara berangsur
5. Mengidentifikasi bulan yang benar 5. Sediakan kalender
6. Mengidentifikasi tahun yang benar 6. Stimulasi memori dengan mengulang pikiran pasien
7. Mengidentifikasi musim yang benar terakhir yang diekspresikan
Skala : 7. Bicara pada pasien
1: Tidak pernah 8. Sediakan rencana stimulasi persepsi
ditunjukkan 9. Gunakan tv, radio, atau music sebagai bagian dari
2: Jarang ditunjukkan program stimulasi
3: Kadang ditunjukkan 10. Ijinkan periode istirahat
4: Sering ditunjukkan 11. Tempatkan objek familiar dan foto dilingkungan
5: Selalu ditunjukkan pasien
12. Gunakan pengulangan untuk menyampaikan materi
Cognitive ability baru
1. Komunikasi yang jelas sewajarnya untuk 13. Metode bervariasi dalam menyampaikan materi
umur dan kemampuan 14. Gunakan alat bantu memori: ceklist, jadwal dan
2. Mendemonstrasikan control terhadap pengumuman
kejadian dan situasi 15. Kuatkan atau ulangi informasi
3. Memperhatikan 16. Sampaikan informasi sedikit dan konkrit
4. Konsentrasi 17. Minta pasien untuk mengulang informasi
5. Mendemonstrasikan ingatan pendek atau 18. Gunakan sentuhan terapeutik
segera 19. Sediakan komunikasi verbal dan instruksi tertulis
6. Mendemonstrasikan ingatan terbaru
7. Memproses informasi Environmental management
8. Membuat keputusan penting 1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
Skala : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan
1 : Sangat berkompromi tinga fungsi fisik dan cogniti dan riwayat tingkah
2 : Pada intinya berkompromi laku masa lalu
3 : Sedang berkompromi 3. Pindahkan lingkungan yang berbahaya
4 : Sedikit berkompromi 4. Pindahkan obyek yang berbahaya dari lingkungan
5 : Tidak berkompromi 5. Amankan dengan menggunaka penghalang tempat
tidur jika tepat
6. Awasi pasien selama aktifitas diluar ruangan dengan
cara yang tepat
7. Sediakan tempat tidur dengan ketinggian yang rendah
dengan cara yang tepat
8. Sediakan alat bantu dengan cara yang tepat
9. Tempatkan sehingga dapat dijangkau
10. Sediakan objek ruangan sendiri jika diindikasikan
11. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
12. Turunkan stimulus lingkungan dengan cara yang
tepat
13. Hindari tereksposure yang tidak diperlukan aliran
udara terlalu panas, atau kipas angin
14. Control atau cegah suara yang berlebihan atau yang
tidak diinginkan jika memungkinkan
15. Batasi pengunjung

Reality orientation
1. Penggunaan pendekatan yang konsisten pada saat
interaksi dengan pasien dan merefleksikan kebutuhan
utama dan kemampuan pasien
2. Informasika kepada pasien tentang orang, tempat dan
waktu
3. Hindari frustasi pasien dengan pertanyaan tentang
orientasi yang membingungkan yang tidak dapat
dijawabsediakan lingkungan fisik yang konsisten dan
rutinitas harian
4. Sediakan akses bagi objek yang familiar
5. Hindari situasi yang tidak familiar
6. Siapkan pasien untuk perubahan yang akan
datangpada rutinitas yang bias dilakukan dan
perubahan pada lingkungan sebelum terjadi
7. Sediakan pemberi perawatan yang familiar dengan
pasien
8. Sediakan objek yang mensimbolkan identitas gender
9. Dukung penggunaan alat yang dapat meningkatkan
input sensori (missal kacamata, alat bantu dengar)
10. Sediakan istirahat tidur yang adekuat
11. Sediakan akses untuk kabar kejadian terbaru
12. Dekati pasien dari depan dengan pelan
13. Sapa klien dengan namanya saat interaksi
14. Unakan pendekatan kalem dan tidak terburu buru
pada saat berinteraksi dengan pasien
15. Bicara dengan pasien dengan perilaku yang pealn
dengan volume yang tepat
16. Ulangi verbalisasi jika diperlukan
17. Beri perintah sederhana pada suatu waktu
18. Libatkan pasien dalam hal aktifitas yang konkret
misal ADLs
19. Libatkan pasien pada grup
20. Monitor untuk perubahan sensasi dan orientasi

3. Koping tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Anxiety reduction
dengan hambatan psikologi X pertemuan diharapkan koping indifidu efektif.
1. gunakan pendekatan yang kalem dan memberikan
(psikosis, kurang stimulus). Kriteria hasil :
jaminan
Aggresion control 2. jelaskan tingkah laku pasien yang diharapkan
3. jelaskan semua prosedur, meliputi sensasi yang
1. mengungkapkan kebutuhan secara tepat
mungkin dialami selama prosedur
(5)
4. pahami perspektif pasien atau situasi yang penuh
2. mengungkapkan perasaan secara tepat (5)
3. mengungkapkan control impuls (5) stress
4. identifikasi kemarahan (5) 5. sediakan informasi factual tentang diagnosis,
5. identifikasi frustasi (5) penanganan dan proknosis
6. identifikasi situasi sebagai pencetus (5) 6. temani pasien untuk mendukung keamanan dan
7. identifikasi pentingnya control respon (5) menurunkan rasa takut
Coping 7. sediakan objek yang menandakan keamanan
8. dukung aktifitas yang tidak kompetitif, dengan cara
1. identifikasi koping yang efektif (5)
yang tepat
2. identifikasi koping yang tidak efektif (5)
9. jagalah alat penanganan jauh dari pandangan
3. mengungkapkan kemampuan
10. dengarkan dengan penuh perhatian
mengendalikan diri (5)
11. kuatkan tingkah laku dengan cara yang benar
4. mengungkapkan kemungkinan masalah
12. ciptakan atmosfer untuk memfasilitasi rasa percaya
(stress) (5)
13. dukung verbalisasi dari perasaan, persepsi, dan rasa
5. penerimaan keadaan (5)
takut
6. mencari informasi tentang penyakit dan
14. identifikasi kapan saat tingkat cemas berubah
terapi (5)
15. tentukan kemampuan pasien untuk mengambil
7. modifikasi gaya hidup (5)
keputusan
8. dukungan social adekuat (5)
9. kebutuhan akan bantuan (5)
Complex relationship building ( membina hubungan
Information processing yang kompleks)
1. Identifikasi perilaku sendiri terhadap pasiern dan
1. identifikasi objek sederhana (5)
situasi
2. paham kalimat singkat/paragraph (5)
2. Mengatur perasaan pribadi yang ditimbulkan oleh
3. mengungkapkan pesan secara koheren (5)
pasien yang mempunyai efek negative pada
4. menunjukkan proses pikir yang utuh (5)
interaksi terapeutik
5. menunjukan proses pikir yang logis (5)
3. Ciptakan iklim yang hangat dan menerima secara
Skala
tepat
1 = tidak pernah 4. Sediakan kenyamanan fisik sebelum berinteraksi
5. Diskusikan kerahasiaan informasi yang
2 = jarang
disampaikan, dengan cara yang tepat
3 = kadang-kadang 6. Monitor pesan nonverbal klien
7. Mencari klarifikasi dari pesan nonverbal secara
4 = sering
tepat
5 = selalu 8. Berespon pada pesan nonverbal klien dengan cara
yang tepat
9. Atur jarak fisik antar perawat dank lien dengan
cara yang tepat
10. Memelihara postur tubuh terbuka
11. Gunakan periode diam untuk mengkomunikasikan
ketertartarikan dengan cara yang tepat
12. Berikan jaminan klien tentang ketertarikan anda
padanya dengan cara yang tepat
13. Gunakan membuka diri dengan cara yang tepat
14. Bina persetujuan yang saling dapat diterima dalam
hal waktu pertemuan dan dalam pertemuan dengan
cara yang tepat
15. Bantu klien untuk mengidentifikasi perasaan
16. Atur pembatasan dari tingkah laku yang dapat
diterima selama sesi terapeutik dengan cara yang
tepat
17. Repleksikan ide utama kembali kepada klien
dengan kata-kata kita sendiri
18. Identifikasi topic dari ketertarikan
19. Kenalkan dirimu pada SO klien dengan cara yang
tepat
20. Buatlah waktu untuk interaksi berikutnya sebelum
sesaat meninggalkan klien
21. Simpulkan pembicaraan pada akhir dari diskusi
22. Gunakan kesimpulan untuk memulai pembicaraan
selanjutnya
23. Kembali pada waktu yang telah dibuat sebelumnya
untuk mendemonstrasikan ketertarika anda pada
klien
24. Diskusikan tanggung jawab klien untuk
berhubungan 1-1 perawat klien
25. Siapkan terminasi dengan cara yang tepat
26. Sampaikan pengakuan dan penyelesaian selama
hubungan
27. Fasilitasi usaha klien untuk mereview pengalamn
hubungan terapeutik
28. Dukung klien utnuk berinteraksi dengan yanmg
lain dengan menggunaklan perilaku yang positif.
Coping enhancement
1. hargai penilaian klien terhadap perubahan dalam
gambaran diri sesuai indikasi
2. hargai dampak dari situasi hidup klien terhadap
peran dan hubungan
3. dukung klien untuk mengidentifikasi deskripsi
realistis dalam perubahan peran
4. hargai pemahaman klien tentang proses penyakit
5. hargai dan diskusikan alternative respon terhadap
situasi
6. gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan
jaminan
7. sediakan atmosfer penerimaan
8. Bantu pasien dalam mengembangkan penghargaan
yang objektif terhadap kejadian
9. Bantu pasien mengidentifikasi informasi yan
paling menarik untuk didapatkan
10. sediakan informasi factual tentang diagnosis,
penanganan, dan prognosis
11. sediakan pilihan yang realistic tentang aspek
perawatan saat ini
12. dukung perilaku dan harapan yang realistic sebagai
jalan untuk mengatasi perasaan tidak ada yang
membantu
13. evaluasi kemampuan klien membuat keputusan
14. cari pemahaman perspektif pasien terhadap situasi
stressful
15. turunkan kegiatan pengambilan keputusan saat
klien berada pada stress berat
16. dukung penguasaan situasi secara berangsur
17. dukung kesabaran dalam mengembangkan
hubungan
18. dukung hubungan dengan seseorang yang
mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama
19. dukung aktivitas social dan komunikasi
20. dukung penerimaan terhadap adanya keterbatasan
pada orang lain
21. akui latar belakang spiritual/budaya
22. dukung menggunakan sumber spiritual, jika
diinginkan
23. eksplorasi prestasi sukses pasien sebelumnya
24. eksplorasi alas an mengkritis diri klien
25. konfrontasi ambivalen klien
26. dorong mengeluarkan marah dan bermusuhan
dengan kontruktif
27. menatur situasi yang mendukung otonom pasien
28. Bantu klien dalam mengidentifikasi respon positif
dari orang lain
29. dukung identifikasi nilai hidup spesifik
30. eksplorasi bersama klien metode untuk mengatasi
masalah hidup sebelumnya
31. kenalkan pasien pada orang yang pernah
mengalami kesuksesan dengan pengalaman yang
sama
32. dukung penggunaan mekanisme defensive yang
tepat
33. dukung verbalisasi perasaan, persepsi dan takut
34. diskusikan konsekuensi bila tidak mengatasi rasa
bersalah dan malu
35. dukung klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kemampuan diri
36. Bantu klien mengidentifikasi tujuan jangka pendek
dan jangka panjang yang tepat
37. Bantu klien memecah tujuan yang kompleks
menjadi lebih kecil dengan tahapan yang dapat
diatur
38. Bantu pasien memeriksa sumber-sumber untuk
memenuhi tujuan
39. menurunkan stimuli lingkungan yang dapat
disalahartikan sebagai ancaman
40. hargai kebutuhan/keinginan klien mendapatkan
dukungan social
41. Bantu klien untuk mengidentifikasi dukungan
social yang tersedia
42. tentukan resiko aktivitas menyakiti diri pasien
43. sediakan latihan ketrampilan social yang tepat
44. Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatasi keterbatasan dan
mengelola gaya hidup atau perubahan peran
45. Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah
dengan menggunakan tingkah laku yang
konstruktif
46. dukung pasien untuk mengevaluasi tingkah laku
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Caplan ,Sadock Benjamin J; Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta, 1998

Direktorat Kesehatan Jiwa, Pedoman Perawatan Psikiatrik, Direktorat Jenderal Pelayanan


Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, 1983

Johnson Marion, dkk, 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby

Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta

McCloskey, Joanne C, dkk. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC).

Rawlins, R.P, dan Heacock, P.E. (1993). Clinical Mannual of Psychiatric Nursing. St.
Louis: Mosby Year Book.

Santosa, Budi. 2010. Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing
Intervention

Stuart GW, Sundeen, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta

WF. Maramis, Catatan Ilmu Kesehatan Jiwa, Airlangga University Press, Ssurabaya, 1998

Anda mungkin juga menyukai