Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan
suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner
akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan. (Prasetya,2003).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi
dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak
menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Sudoyo, 2009).

B. Etiologi
Menurut Faqih, (2006) NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis
jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST,
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
1. Faktor resiko
a. Yang tidak dapat diubah
1) Umur
2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
3) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia
muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau
anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).

1
4) Hereditas
Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Yang dapat diubah
1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas,
Diet tinggi lemak jenuh, kalori.
2) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif,
stress psikologis berlebihan.
2. Faktor penyebab
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak
sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi
trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang
mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya
petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b. Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan
oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga adalah penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien
dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
d. Inflamasi dan atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis.
Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan
dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA.
e. Faktor atau keadaan pencetus

2
Penyebab ke lima adalah yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik

C. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya, Erosi, fisur, atau
ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri koroner)
mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor jaringan)
ke dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta
pembentukan fibrin, membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus
yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi
koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis
yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan tidak
sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil
dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit.
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral
atau lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka
akan timbul. (Sudoyo Aru W, 2009)
D. Pathway

3
Kelainan Metabolisme( Lemakkoagulasi darah dan Faktor Pencetus
keadaan biofisika danbiokimia dinding arter i Hiperkoles terolemia
DM
mer okok
Arteros klerosis Hipertens i
Usia L anjut
Akumulasi/penimbu nan atr eoma Kegemukan
atauplakdi arteri

ruptur plaque faktor pendukung


dekompensasi cordis
Aktivitas f aktor dan
pembekuan dari platelet

pengeluar an tiss ue faktor

prod uks i trombin terjadi adhesi danagregrasi

pembentukan trombus

penurunan aliran darah koroner mengganggu abs or bs i nutr ien


danoksigen
Is kemik
pembuluh darah nekrotik
keburuhan O2 NSTEMI
metabolisme anaerob lumen sempit dan kaku
Kontraksi miocard
produksi as laktat alirandarahtersumbat

merangs ang TD naik Cardiac output turun


nos iseptor
penur unan penu runan curah gangguan perf us i
respon angina kemampuan tubuh jantung jaringan
psikologis pektor is menyediakanenergi

ganggu an perf us i suplai O2 ke


cemas/khawatir Nyeri Akut kelemahan organ ginjal par uturun

ans ietas intoleransi retensi Na dan air takipneu/dipsneu


aktivitas
penurunanprotein plasma
peningkatan hidros tatik ketidakefektifan
pola naf as

menyer apcair an
instertinal

keleihan v olume
cairan

E. Manifestasi Klinis
Menurut Chung, (2000) Tanda gejala NSTEMI antara lain:
1. Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang
dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan

4
istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada
itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya
sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM
berkaitan dengan neuropathy.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3. Gangguan Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
4. Tanda Gejala Lain
Palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, gelisah henti
jantung atau gagal jantung akut.

F. Komplikasi
Menurut Kurniasih (2006) adapun komplikasi yang terjadi pada pasien
NSTEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Gagal jantung

5
4. Syok kardiogenik
5. Perluasan IM
6. Emboli sitemik/pilmonal
7. Perikardiatis
8. Ruptur
9. Ventrikrel
10. Otot papilar
11. Kelainan septal ventrikel
12. Disfungsi katup
13. Aneurisma ventrikel
14. Sindroma infark pascamiokardias

G. Penatalaksanan
1. Non farmakologi
a. Memeriksa tanda tanda vital
b. Pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan irama jantung.
c. Harus istirahat di tempat tidur (Bed rest)
d. Posisikan Semifowler
e. Berikan O2

2. Farmakologi
Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap
pasien NSTEMI yaitu :
a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi Antitrombotik
d. Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Prasetya, (2003).

H. Pemeriksaan penunjang
1. Biomarker Jantung:
a. Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang
sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita
Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas
97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I
memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
b. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

6
c. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika
terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan
biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini
tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-
MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya
menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan),
atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir
diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi
tidak normal.
4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan.
Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien
harus di intervensi dengan pemasangan stent.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Umur Klien dewasa cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
b. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah nyeri dada tidak
kunjung sembuh, sesak nafas disertai rasa dingin ditubuh. kesadaran

7
biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem saraf pusat. Berbagai
etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pernah mempunyai riwayat penyakit jantung seperti Angina, IMA,
PJK
d. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan
mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya
ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan
disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena
terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada
saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark
miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
2) B2 (Blood)
a) Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan
lokasi nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri atas
pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan
tangan.
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
c) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung
tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada
IMA tanpa komplikasi.
d) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
3) B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien,
yaitu wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan
menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat

8
infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah
takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien
dengan IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi
abdomen ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan
peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA.
6) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering
merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria
d. kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air ,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran
alveolar- kapiler
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis

3. Intervensi

9
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
1) Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di
RS
2) Kriteria Hasil:
a) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2
ke 1
b) ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
c) tidak gelisah
d) nadi 60-100 x / menit,
e) TD 120/ 80 mmHg
3) Intervensi :
a) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa
nyeri dada tersebut.
Rasional: Data membantu mengetahui penyebab dan efek
nyeri dada serta merupakan garis besar untuk mengetahui
tingkat nyeri
b) Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada
serangan dan istirahat.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri akibat kontraksi jantung yang
berlebihan
c) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis; nafas dalam,
perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
Rasional: Membantu mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
rasa nyaman pasien
d) Pertahankan Oksigenasi dengan alat bantu nafas
Rasional: Terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen
ke jantung bila saturasi oksigen sebenarnya di bawah normal
e) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
Rasional: Terapi obat merupakan pertahanan petama untuk
menjaga jaringan jantung, dan efek obat sangat berbahaya
maka respon pasien harus dikaji
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
1) Tujuan
Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
2) Kriteria hasil

10
Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala
gagal jantung.
3) Rencana tindakan
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat
kelemahan dalam memompa. Irama gallop sering ada (S2 dan
S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena
peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak
bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut
pada arteri radialis, poplitea,dorsalis pedis dan posttibial.
Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin juga
terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut
yang lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer
sebagai akibat sekunder dari ketidakadekuatnya CO
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy,
kebingungan, disoientasi cemas dan depresi.
Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi
cerebralsebagai akibat sekunder dari penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker
sesuai indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan
myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan
pada pasien cardiac out put yang relative normal yang di sertai
oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan
mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin

11
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan
menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng periode
retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi
jantung/cardiac out put.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria
1) Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan di RS.
2) Kriteria Hasil:
a) Daerah perifer hangat
b) tak sianosis
c) gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
d) RR 16-24 x/ menit
e) tak terdapat clubbing finger
f) kapiler refill 3-5 detik
g) nadi 60-100x / menit
h) TD 120/80 mmHg
3) Intervensi :
a) Observasi warna kulit.

Rasional: Warna kulit khas terjadi pada saat sianosis , kulit


dingin. Selama perubahan warna, bagian yang sakit menjadi
dingin kemudian berdenyut dan sensasi kesemutan.
b) Catat penurunan TTV, perubahan trafik kulit(tak berwarna,
mengkilat/tegang).
Rasional: Perubahan ini menunjukkan kemajuan atau proses
kronis.
c) Lihat dan kaji kulit untuk ulserasi, lesi, area gangren.
Rasional: Lesi dapat terjadi dari ukuran jarum peniti sampai
melibatkan seluruh ujung jari dan dapat mengakibatkan infeksi
atau kerusakan/kehilangan jaringan serius.
d) Dorong nutrisi dan vitamin yang tepat.

12
Rasional: Keseimbangan diet yang baik meliputi protein dan
hidrasi adekuat, perlu untuk penyembuhan.
e) Pantau tanda-tanda kecukupan perfusi jaringan.
Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda dini dari gangguan
perfusi.
f) Dorong pasien melakukan latihan jalan atau latihan
ekstremitas bertahap.
Rasional: Untuk melancarkan sirkulasi
g) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker
sesuai indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan
myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia
d. kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air ,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
1) Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama
dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
2) Kriteria Hasil :
a) tekanan darah dalam batas normal
b) tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
c) paru bersih
d) berat badan ideal ( BB ideal TB –100 ± 10 %)
3) Intervensi :
a) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif
(pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap
hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi,
terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap
terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut. Catatan: penurunan
volume sirkulasi (perpindahan cairan) dapat mempengaruhi
secara langsung fungsi/haluaran urine, mengakibatkan sindrom
hepatorenal

13
b) Awasi tekanan darah dan CVP. Catat JVD/Distensi vena
Rasional : Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan
dengan kelebihan volume cairan, mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi juguler
eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti
vaskuler.
c) Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi nafas dan
terjadinya bunyi tambahan (contoh krekels)
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi, (contoh
edema paru)
d) Awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat
terjadinya irama gallop S3/S4
Rasional : Mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan perfusi
arteri koroner, dan ketidakseimbangan elektrolit
e) Kaji derajat perifer/edema dependen
Rasional : Perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat
retensi natrium dan air, penurunan albumin, dan penurunan
ADH
f) Kolaborasikan dalam pemberian terapi pengobatan diuretik
Rasional : Digunakan dengan perhatian untuk mengontrol
edema dan asites. Menghambat efek aldosteron, meningkatkan
ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi
g) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema
( pembatasan diet dan penggunaan dosis dan efek samping
obat yang diprogramkan.
Rasional : pasien memahami tentang penyebab dan cara
mengatasi edema

14
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran
alveolar- kapiler
1) Tujuan
Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
2) Kriteria hasil
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,
pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
3) Rencana tindakan:
a) Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat
mengambil tindakan yang tepat
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa maksimal
d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional: Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas
pada bagian paru-paru
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebih efektif
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan serta foto thorax

15
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban
pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.
Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard
1) Tujuan
Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
2) Kriteria hasil
Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup
3) Rencana tindakan
a) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan
tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
b) Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan
mandiri
c) Awasi Px saat melakukan aktivitas
Rasional: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam
perawatan selanjutnya.
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu
beraktivitas secara penuh.
e) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat
Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan
metabolisme
f) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara
bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis
1) Tujuan

16
Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga
tidak terjadi kecemasan.
2) Kriteria hasil
Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks
dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit,
nadi 80-90 kali permenit
3) Rencana tindakan
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya
dengan semi fowler.
b) Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti
sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
c) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d) Bantu dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional: Pemanfaatan sumber koping yang ada secara
konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
e) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien
Rasional: Hubungan saling percaya membantu proses
terapeutik
f) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional: Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan
dalam mengurangi kecemasan
g) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila
sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu
dapat diketahui.

4. Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri
1) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1,
ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang, tidak gelisah, nadi 60-100
x / menit, TD 120/ 80 mmHg

17
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard
1) Tidak ada edema, Tidak ada disritmia, Keluaran urin normal, TTV
dalam batas normal
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria
1) Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak
menunjukan perluasan infark, RR 16-24 x/ menit, tak terdapat
clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD
120/80 mmHg
d. kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air ,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
1) tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi vena perifer/
vena dan edema dependen, paru bersih, berat badan ideal ( BB
ideal TB –100 ± 10 %)
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran
alveolar- kapiler
1) Tidak sesak nafas, tidak gelisah, GDA dalam batas Normal ( pa O2
<>2 > 45 mmHg dan Saturasi 100
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
1) klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien,
frekuensi jantung 60-100 x/ menit, TD 120-80 mmHg
g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis
1) Klien tampak rileks, Klien dapat beristirahat, TTV dalam batas
normal

18

Anda mungkin juga menyukai