Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEHILANGAN

MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

ALYSKA FADHILATUL RIDHA

MIRA TANIA

M. FAISAL ARIF

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Kehilangan” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 18 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN TEORITIS...................................................................................................6
2.1. Definisi...................................................................................................................6
2.2.Rentang Respon dan Proses Kehilangan dan Berduka.......................................7
2.3. Sifat- sifat Kehilangan......................................................................................9
2.4. Jenis Kehilangan............................................................................................10
2.5. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka..............11
2.5.1. Pengkajian....................................................................................................11
2.5.2. Diagnosa Keperawatan: Berduka Disfungsional.......................................15
2.5.3. Kemungkinan Etiologi (“Yang Berhubungan Dengan”)...........................15
2.5.4. Batasan Karakteristik (“Dibuktikan Dengan”).........................................15
2.5.5. Sasaran/Tujuan Dan Intervensi Keperawatan...........................................16
2.5.6.Prinsip Tindakan Keperawatan pada klien dengan respon kehilangan.. .21
2.5.7. Evaluasi.........................................................................................................23
BAB III...........................................................................................................................24
PENUTUP.......................................................................................................................24
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................24
3.2. Saran...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam
perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka
sedikit demi sedikit mulai maju.
Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk
mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka
sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang
sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi
dengan klien dankeluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting
bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan makalah ini adalah
bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien dengan kehilangan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada , baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda (Direja,2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kehilangan adalah suatu keadaan yang dialami oleh individu yang berpisah
akan suatu hal yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang
diakibatkan persepsi seorang terhadap kejadian) dalam rentang
kehidupannya.
S. Sundeen (1995: 426) menyatakan :
Loss of attachment: the loss may be real or imagined and may
include the loss of love, a person, physical functioning, status or self
esteem. Many losses take on importance because of their symbolic
meanig. May involve the loss of old friend, warm memories, and
neighborhood association. The ability to sustain, integrate and rocover
from loss, however is a sign of personal maturity and growth.
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui, atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat
distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak dapat menimbulkan
distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara
berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang
yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress
emosional yang lebih besar dibanding dengan saudara yang sudah tidak
pernah bertemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya
untuk proses berduka; namun erawat harus mengenali bahwa setiap
interpretasi sesorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis.
2.2.Rentang Respon dan Proses Kehilangan dan Berduka

Denial Anger Bergaining Depresssion acceptance

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri HDR KerancuanIdentitas Dispersonalisasi

Gambaran rentang respon individu terhadap kehilangan dan


berduka menurut Kublier-rose, 1969 :
1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, “ Itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase peenginkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu berbuat apa.
Reaksi tersebut cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang orang
tertentu atau ditujukan kepada dririnya sendiri. Tidak jarang menunjukkan
perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter
dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang terjadi pada fase ini
antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase Tawar Menawar (bargaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ Kalau
saja kejadian ini bisa ditunda maka saya yang akan sering berdoa” Apabila
proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut
sering dijumpai “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”.
4. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunujukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mau bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik
dan menurut, atau dengan ungkapan-ungkapan yang menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering
diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.
5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang objek atau irang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima biasanya
dinyatakan dengan kata-kata “Saya betul-betul menyayangi baju saya yang
hilang tapi baju saya yang baru manis juga,” atau “Apa yang dapat saya
lakukan agar saya dapat cepat sembuh?”. neurobiologik yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku individu
(Direja, 2011)2.
2.3. Sifat- sifat Kehilangan
Sifat-sifat kehilangan pada umumnya ada 2 yakni:
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan
yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984)

Menurut Burgers dan Lazare tahun 1976, karakteristik berduka antara lain:
1. Berduka yang menunjukkan reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka yang menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila teringat
tentang kehilangan orang yang disayangi.
3. Berduka yang menunjukkan perasaan tidak nyaman dan sering disertai
dengan menangis, serta keluhan-keluhan sesak pada dada, rasa tercekik,
napas pendek.
4. Mengenang almarhum terus menerus.
5. Memperoleh pengalaman perasaan berduka.
6. Cenderung menjadi mudah tersinggung dan marah.

Sedangkan karakteristik dari jenis kehilangan antara lain:


1. Kehilangan orang bermakna, misalnya akibat kematian atau dipenjara.
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita penyakit,
amputasi, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri,
kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan dan kehilangan kemampuan
seksual.
3. Kehilangan milik pribadi
2.4. Jenis Kehilangan
Menurut Maslow (1954) tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki
kebutuhan, Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi oleh
kebutuhan harga diri yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Apabila
kebutuhan manusia tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan,
individu mengalami suatu kehilangan. Contoh kehilangan yang relevan dengan
hierarki maslow :
1. Kehilangan fisiologis : Kehilangan pertukaran udara yang adekuat,
kehilangan fungsi pankreas yang adekuat,kehilangan suatu ekstremitas, dan
gejala atau kondisi somatik lain yang menandakan kehilangan fisiologis.
2. Kehilangan keselamatan : Kehilangan lingkungan yang aman, seperti
kekerasan dalam rumah tanggadan kekerasan publik, dapat menjadi titik
awal proses dukacita yang panjang misalnya, sindrom stres pascatrauma.
Terungkapnya rahasia dalam hubungan profesional dapat dianggap sebagai
suatu kehilangan keselamatan psiokologis sekunder akibat hilangnya rasa
percaya antara klien dan pemberi perawatan.
3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki : Kehilangan terjadi ketika
hubungan berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan
kematian. Ketika makna suatu hubungan berubah, peran dalam keluarga atau
kelompok dapat hilang. Kehilangan seseorang yang dicintai memengaruhi
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
4. Kehilangan harga diri : Kebutuhan harga diri terancam atau dianggap
sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu
dalam pekerjaan dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat
tertantang atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika presepsi diri sendiri
berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga kehilangan presepsi dan harga
diri karena keterkaitannya dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan
dengan kematian seseorang yang dicintai.
5. Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri : Tujuan pribadi dan
potensi individu dapat terancam atau hilang ketika krisis internal atau
eksternal. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup
gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk
menikah dan berkeluarga, atau seseorang kehilangan penglihatan atau
pendengaran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau komposer.
Tabel 1.1 Contoh stressor dan bentuk kehilangan di indonesia

NO. JENIS STRESSOR JENIS KEHILANGAN


1. Gempa dan tsunami aceh Rumah, orang yang berarti, pekerjaan,
2. Lumpur lapindo bagian tubuh
3. Gempa di Yogyakarta Rumah, tetangga yang baik
Rumah, makna rumah yang lama, orang
4. Jatuhnya pesawat Adam Air yang berarti bagian tubuh, dan pekerjaan
5. Tenggelamnya kapal Levina Orang yang berarti, bagian tubuh
6. Sampah longsor rumah Orang yang berarti
7. Banjir bandang Orang yang berarti
8. PHK di IPTN Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan
9. Banjir jakarta Pekerjaan, status, harga diri
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan

2.5. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka.


2.5.1. Pengkajian
Terdapat 7 faktor yang mempengaruhi rentang respon kehilangan,
yakni:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau
perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanakanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif,
perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang
rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih iagno secara nyata ataupun imajinasi individu
seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi:
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
3. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan
pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
4. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
5. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem iagno dan endokrin
6. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu
atau benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
7. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
8. Perilaku Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku
seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau iagnos
7) Kemungkinan melakukan iagnos, upaya bunuh diri atau
pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian:


1. Perawat mengkaji pasien berduka dan anggota keluarga yang
mengalami kehilangan untuk menentukan tingkatan berduka.
2. Pengkajian terhadap gejala klinis berduka (Schulz, 1978) yang
mencangkup: sesak di dada, napas pendek, berkeluh kesah, perasaan
penuh di perut, kehilangan kekuatan otot, distress perasaan yang hebat.
3. Enam karakteristik berduka (Burgers dan Lazare, 1976) juga dikaji:
respons fisiologis, respons tubuh terhdapa kehilangan atau mengetahui
lebih dulu kehilangan dengan suatu reaksi stress. Perawat dapat
mengkaji tanda klinis respons tersebut.
4. Factor yang memengaruhi suatu reaksi kehilangan yang bermakna
bergantung pada persepsi individu terhadap pengalaman kehilangan,
umur, kultur, keyakinan spiritual, peran seks, status sosial-ekonomik.
5. Factor presdiposisi yang memengaruhi reaksi kehilangan yang
mencakup genetic, kesehatan fisik, kesehatan mental, pengalaman
kehilangan di masa lalu.
6. Factor pencetus mencakup perilaku yang ditunjukkan oleh individu
yang mengalami kehilangan, dan mekanisme koping yang sering
digunakan oleh individu.

2.5.2. Diagnosa Keperawatan: Berduka Disfungsional


Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun
yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses
berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka
yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang
mengganggu fungsi kehidupan.
Adapun beberapa diagnose yang berkaitan dengan kondisi berduka
dan kehilangan, antara lain: a) Isolasi Sosial b) Gangguan Konsep Diri c)
Defisit Perawatan diri
2.5.3. Kemungkinan Etiologi (“Yang Berhubungan Dengan”)
1. Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk
individu
2. Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan
multiple yang belum terselesaikan)
3. Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
4. Tidak adanya antisipasi proses berduka
5. Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan
konsep kehilangan.
2.5.4. Batasan Karakteristik (“Dibuktikan Dengan”)
1. Idealisasi kehilangan (konsep)
2. Mengingkari kehilangan
3. Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat
4. Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau
5. Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan
tidak sesuai dengan ukuran situasi.
6. Regresi perkembangan
7. Gangguan dalam konsentrasi
8. Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
9. Afek yang labil
10. Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat
aktivitas, libido.

2.5.5. Sasaran/Tujuan Dan Intervensi Keperawatan


Tujuan keperawatan agar individu yang mengalami proses berduka
secara normal, melakukan koping terhadap kehilangan secara bertahap dan
menerima kehilangan sebagai bagian dari kehilangan yang nyata dan harus
dilalui.
Diagnosa (Dx) Tujuan Tindakan Rasional
Klien dengan Sasaran jangka Tentukan tahap Pengkajian data
Kehilangan dan pendek : berrduka pasien yang akurat penting
beduka Pasien akan terfiksasi. untuk perencannaan
disfungsional mengekspresikan Identifikasi keperawatan yang
kemarahan perilaku yang erfektif.
terhadap konsep berhubungan
kehilangan dalam dengan tahap ini
1 minggu Kembangkan Rasa percaya
hubungan saling merupakan suatu
Sasaran jangka percaya dengan dasar hubungan
panjang : pasien. Perhatikan yang terapeutik.
Pasien mampu empati dan
secara verbal perhatian jujur dan
perilaku yang tepati janji
berhubungan Sikap menerima Meyakinkan pasien
dengan tahap dan membolehkan bahwa diri anda
berduka yang pasien untuk bermakna,
normal . Pasien mengekspresikan meningkatkan rasa
akan mampu perasaannya secara percaya.
mengakui terbuka
posisinya sendiri Dorong pasien Pengungkapan
dalam proses untuk secara verbal
berduka sehingga mengungkapkan perasaaan dapat
ia mampu dengan rasa marah kepada membantu pasien
langkahnya sendiri obyek yang sampai pada
terhadap dimaksud. hubungan persoalan
pemecahan yang belum
masalah. mengancam.
Bantu pasien Latihan fisik
untuk memberikan suatu
mengeluarkan metode yang aman
kemarahan dan efektif untuk
terpendam dengan mengeluarkan
aktivitas motorik kemarahan yang
kasar (mis, terpendam.
jogging, bolavoli,
dll)
Ajarkan tahap Pengetahuan
beruduka yang tentang perasaan
normal dan yang wajar dengan
perilaku yang berduka yang
berhhubungan normaldapat
setiap tahap. menolong
mengurangi
beberapa perasaan
bersalah .
Dorong pasien Pasien harus
untuk meninjau menghentikan
hubungan dengan presepsi idealisnya
konsep yang mampu
kehilangan. menerima aspek
Dengan dukungan positif maupun
sensivitas, negatif dari konsep
menunjukkan kehilangan sebelum
realitas situasi proses berduka
dalam area dimana selesai seluruhnya.
kesalahan
presentasi
diekspresikan.
Komunikasikan Umpan balik positif
kepada pasien meningkatkan
bahwa menangis harga diri
merupakan hal
yang dapat
diterima.
Menggunakan
sentuhan saat
komunikasi
terapeutik.
Bantu pasien Dan mendorong
dalam pengulangan
memecahkan perilaku yang
masalahnya diharapkan. Dorong
sebagai usaha pasien untuk
untuk menentukan menjangkau
metode adaptif dukungan spiritual ,
terhadap kaji kebutuhan
pengalaman spiritual pasien,
kehilangan. bantu untuk
memenuhi
kebutuhantersebut.
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah/ kronis.
1) Tujuan Umum : Klien dapat berintervensi dengan orang lain.
2) Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah.
c. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
d. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan
terbuka.
e. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan
perbaikan komunikasi dengan orang lain.
3) Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
Rasional : Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik
yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
b. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan
perasaannya.
Rasional : Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
c. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional : dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan perasaannya.
d. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak
menghakimi.
Rasional : empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap
perawatan klien, tetapi tidak terlihat secara emosi.
e. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif
dari dirinya.
Rasional : meningkatnya harga diri.
f. Berikan dukungan, support dan pujian setelah klien mampu
melakukanaktivitasnya.
Rasional : pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi
2. Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tidak efetif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan
1) Tujuan:
a. Klien merasa harga dirinya naik
b. Klien menggunakan koping yang adaptif
c. Klien menyadari dapat mengntrol perasaannya
2) Intervensi:
a. Merespon kesadaran diri dengan cara:
a) Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan
b) Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang
dimilikinya
c) Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan teraeutik
Rasional: Kesadaran diri sangan diperlukan dalam membina
hubungan terapeutik perawat/ klien
b. Menyelidiki diri dengan cara:
a) Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya
b) Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya
dengan orang lain melalui keterbukaan
c) Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan
untuk berubah ada pada klien
Rasional: Klien yang dapat memahami perasaannya
memudahkan dalam penerimaan terhadap dirimya sendiri
c. Mengevaluasi diri dengan cara:
a) Membantu klien menerima perasaan dan pikiran
b) Mengekspresikan respon koping adaptif terhadap masalahnya
Rasional: Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam
penyelesaian masalah secara konstruktif
d. Membuat perencanaan yang realistik:
a) Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan
masalah
b) Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik
Rasional: Klien membutuhkan bantuan perawat untuk
mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan
perencanaan yang realistik
e. Bertanggung jawab dalam bertindak:
a) Membuat klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk
merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon oping
yang adaptif
Rasional: Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam
proses penyelesaian masalah klien
f. Mengobserfasi tingkat depresi:
a) Mengamati perilaku klien
b) Bersama klien membahas perasaannya
Rasional : Dengan mengobservasi tingkat depresi maka
rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.
g. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
a) Menghargai persaan klien
b) Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan
terhadap kenyataan
c) Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
d) Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul
Rasional: Individu dalam keadaan terduka sering
mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang
hilang
3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Intoleransi Aktivitas
1) Tujuan Umum: Klien mampu melakukan perawtan diri secara optimal
2) Tujuan Khusus:
a. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan
b. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih
c. Klien dapat menyikat giginya dengan bersih
d. Klien dapat merawat kukunya sendiri
3) Intervensi:
a. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan
Rasional: Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses
menyembuhkannya
b. Menganjurkan klien untuk mandi
Rasional: Pengertian yang baik dapat menbantu klien dapat
mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri
c. Menganjurkan klien untuk mencuci baju
Rasional: Diharapkan klien mandiri
d. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri
Rasional: Diharapkan klien mandiri
e. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi
Rasional: Diharapkan klien mandiri

2.5.6.Prinsip Tindakan Keperawatan pada klien dengan respon kehilangan.


1. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap penyangkalan adalah
memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaanya
Tindakan Keperawatan:
1) Doronglah pasien untuk mengungkapkan perasaan dukanya.
2) Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan,
kehilangan, apabila ia sudah siap secara emosional.
3) Dengarkan pasien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum
atau menghakimi.
4) Jelaskan kepada pasien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang
yang mengalami kehilangan.
5) Beri dukungan kepada pasien secara nonverbal, seperti memegang
tangan, menepuk bahu, merangkul.
6) Jawab pertanyaan pasien dengan bahasa sederhana, jelas dan singkat.
7) Amati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
8) Tingkatkan secara bertahap kesadaran pasien terhadap kenyataan.
2. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap marah adalah member dorongan,
member kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal,tanpa melawan dengan kemarahan. Perawat harusmenyadari
bahwa perasaan marah adalah ekspresi dari perasaan frustasi dan
ketidakberdayaan.
Tindakan keperawatan:
1) Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihannya (misalnya marah,
menangis)
2) Dengarkan dengan empati, jangan member respons yang mencela.
3) Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
3. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap tawar menawar adalah
membantu pasien mengidentifikasikan rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
Tindakan keperawatan:
1) Amati perilaku pasien.
2) Diskusikan bersama pasien mengenai perasaannya.
3) Tingkatkan harga diri pasien.
4) Cegah tindakan merusak diri
4. Prinsip tindakan keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi
rasa bersalah.
Tindakan Keperawatan:
1) Amati periaku pasien.
2) Diskusikan bersama pasien mengenai perasaanya.
3) Cegah tindakan merusak diri.
4) Hargai perasaan pasien.
5) Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif yang terkait dengan
kenyataan.
6) Beri kesempatan pada pasien mengungkapkan perasaannya, bila perlu
biarkan ia menangis sambil tetap didampingi.
7) Bahas pikirann yang selalu timbul bersama dengan pasien.
5. Prinsip tindakan perawatan tahap penerimaan adalah membantu pasien
untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan.
Tindakan keperawatan:
1) Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
2.5.7. Evaluasi
1. Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
2. Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
3. Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
4. Memanfaatkan faktor pendukung.
5. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
6. Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
7. Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
8. Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan
bahwa kehilangan adalah suatu keadaan yang dialami oleh individu yang
berpisah akan suatu hal yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan
(yang diakibatkan persepsi seorang terhadap kejadian) dalam rentang
kehidupannya. Gambaran rentang respon individu terhadap kehilangan dan
berduka menurut Kublier-rose (1969) dibagi mejadi 4 yaitu : Fase
Pengingkaran (denial), Fase Marah (anger), Fase Tawar Menawar
(bargaining), dan Fase Depresi (depression) Fase Penerimaan. Selain itu
terdapat dua sifat-sifat kehilangan secara umum yaitu Tiba – tiba (Tidak dapat
diramalkan) dan Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan).

Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan


prinsipprinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang
tua dengan respon kehilangan (kematian anak). Pengkajian yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor predisposisi dan factor
presipitasi. Dimana factor predisposisi meliputi Genetic, Kesehatan Jasmani,
Kesehatan Mental, Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu dan Struktur
Kepribadian.impuls yang tidak dapat diterima dari dirinya sendiri (Nurarif &
Kusuma, 2015).

3.2. Saran
Makalah ini masih memiliki kekurangan, maka kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah ini sangat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Budi, Anna Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC

Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification. Singapore :


Elsevier

Dalami, Ermawati,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah


Psikososial. Jakarta :CV Trans Info Media

Direja,A.H.S.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Nuha


Medika

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Videbeck, sheila. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2015-


2017 10th edisi. Jakarta:EGC

Moorhedd, Sue dkk. 2016. Nursing Out Classification Edisi 5th. Singapore :
Elsevier

SDKI DPP PPNI, Tim Pokja. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia’Definisi dan Indikator Diagnostik’. Edisi 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Suliswati, dkk, 2010. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yoseph, Iyus dan Titin Sutini.2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT
Refika Aditama

Wong,Florence. 2014 .Helping a Child Cope with Loss by Using Grief Therapy.

Yosep I.2009.Keperawatan Jiwa. Bandung:refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai