Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DIAGNOSA MEDIS “TYPHOID FEVER”

Di Susun Oleh:

ALFIAN WARIYANTO (C2014201102)

HELDIANA TANGADATU (C2014201125)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji Dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas Berkat Perlindungan Dan Karunia-Nya
Sehingga kami Dapat Menyelesaikan makalah ini Dengan Judul “TYPHOID FEVER”

Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi mata kuliah komunitas.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwah makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Makassar, April 2021

Penulis

Kelompok VI
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
C. Tujuan Penulisan .................................................................................
D. Manfaat Penulisan................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ......……………………………….........................................
B. Etiologi .......….………..…………………………………………….
C. Patofisiologi ………..………………………....….............................
D. Bagan Pathoflow Diagram Dampak Pada KDM ……………..……....
E. Manifestasi Klinis……………………………………………………
F. Respon Tubuh Setiap Sistem…………………………………………
G. Komplikasi ......……………………………………….......…............
H. Pemeriksaan Diagnostik……………….. ..…………………..............
I. Penatalaksanaan ……………………………………………………..
J. Discharge Planning …………………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………….................
B. Saran ………………………………………………...........................
DAFTAR PUSTAKA …………………………………................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belkang
Menurut Darmawan dkk, (2012:2) Penyakit Demam Typhoid (Typhoid fever)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya
turunannya yaitu Salmonella typhoid terutama menyerang bagian saluran pencernaan.
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di
Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Profil Kesehatan, 2009:22).
Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi dan persisten 7-10 hari, disertai sakit kepala,
malaise, gangguan efekasi (obstipasi atau diare) (Prawirohardjo, 2010:24). Demam typhoid
biasanya diikuti dengan demam, sakit kepala dan ruam, yang paling sering disebabkan oleh
Salmonella typhoid dan merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang sering
menyerang anak anak bahkan juga orang dewasa serta merupakan penyakit endemik
(penyakit yang selalu ada di masyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian
yang kecil)(selvi okta yusidha 2016).
Demam tifoid dan paratifoid adalah infeksi enterik yang disebabkan oleh bakteri
Salmonellaenterica serovar Typhi (S. Typhi) dan Paratyphi A, B, dan C (S. Paratyphi A,
B, dan C), masing- masing, secara kolektif disebut sebagai Salmonella tifoid, dan penyebab
demam enterik. Manusia adalah satu-satunya reservoir untuk Salmonella Typhi dengan
penularan penyakit yang terjadi melalui rute fecal-oral, biasanya melalui konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi oleh kotoran manusia (Radhakrishnan et al.,2018).
Setelah S. typhi dicerna, ia mencapai epitel usus, di mana ia menjajah makrofag dan sel
dendritik dalam lamina propria tetapi hal itu gagal untuk menghancurkan bakteri.
Selanjutnya, bakteri menyerang aliran darah, berkembang biak dan menyebar ke kelenjar
getah bening, limpa dan hati, menyebabkan penyakit multi-sistemik (Aslami 2019).
Diperkirakan 17 juta kasus demam tifoid dan paratiphoid. penyakit terjadi secara global
pada tahun 2015, sebagian besar di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika sub-Sahara,
dengan beban dan insiden terbesar terjadi di Asia Selatan.Jika tidak diobati, baik demam
tifoid dan paratipoid menyebabkan kefatalan, dengan 178.000 kematian diperkirakan di
seluruh dunia pada 2015 (Radhakrishnan et al.,2018).
Di Indonesia, demam tifoid termasuk penyakit endemik dan menjadi masalah serius
yang
harus mendapat perhatian, karena demam tifoid termasuk dalam kategori penyakit yang
sangat mudah menular.Karena itu demam tifoid dapat menyebabkan terjadinya wabah.
Sedangkan prevalensi di Indonesia sendiri terdapat 81% kasus per 100.000
(DEPKES,2013).
Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang mengancam jiwa. Tanpa perawatan,
tingkat fatalitas kasus demam tifoid 10-30%, dan jika dengan penanganan yang tepat turun
menjadi 1-4%. Anak kecil berisiko paling besar. Gejala umumnya yaitu demam
berkelanjutan, menggigil dan rasa sakit perut.(WHO,2018). Prevalensi dari 91% kasus
terjadi pada anak usia 3-19 tahun, meningkat pada usia 5 tahun. (IDAI,2009) di seluruh
dunia terdapat sekitar 17 juta pertahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam
typhoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (WHO, 2008 dalam Depkes RI, 2013:4).
Pada tahun 2011 di Indonesia memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak
pada mahasiswa rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar
5,13%. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi
sebesar 0,67%. Kasus penderita demam tiphus atau typhoid di Indonesia grafiknya terus
meningkat. Setiap tahunnya sekitar 50.000 orang meninggal dari jumlah penderita typhoid
antara 350-810 orang per 100.000 populasi penduduk Indonesia (Prawirohardjo, 2010:15).
Rata- rata di Indonesia, orang yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91%
terhadap kasus demam thypoid (WHO, 2012:2). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2010 penderita demam typhoid dan paratyphoid yang dirawat inap di Rumah Sakit
sebanyak 41.081kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2010).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa saja konsep dasar medis THYPOID FIVER?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan THYPOID FIVER?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar medis THYPOID FIVER?
2. Untuk mengetahui Keperawatan THYPOID FIVER?
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang Konsep Dasar Medis pada
THYPOID FIVER.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentag Konsep Keperawatan THYPOID
FIVER.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS THYPOID
1. Defenisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran, demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella tyhpi (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan gangguan kesadaran (Wijayaningsih Kartika Sari. 2013).
2. Etilogi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, begerak dengan rambut getar, tidak
berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu :
a. Aglutinin O ( antigen somatic) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman)
b. Aglutinin H (antigen flagella) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman)
c. Agglutinin VI (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen
VI (berasal dari simpai kuman)
Dalam serum penderita, terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakulatatif anaerob pada suhu 15-41
derajat celcius (optimum 37 derajat celcius) dan pH Pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus
lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman
yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari Titik, 2016).
3. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasannya > 10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asal HCL lambung dan sebagia lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia
dan berkembangbiak di jaringan plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hyperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegaly) dengan indiltasi limfosit, zat plasma dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splemomegali), di
organ ini, kuman salmonella thypi berkembangbiak dan masuk sirkulasi darah lagi,,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malise, myalgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vakuler dan
gangguan mental koagulasi) (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kariovaskuler, pernapasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit terjadi hyperplasia
plak peyeri, di susul kembali terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan userasi plak
peyeri pada minggu ke tiga, selanjutnya dalam minggu ke empat akan terjadi proses
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan perut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses (Lestari Titik, 2016).
4. Bagian Pathoflow Diagram Dampak Pada KDM
5. Manifestasi Klinis
1. Gejala pada anak : inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke-4, kecuali demam tidak tetangani akan menyebabkan
syok, stupor, dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala dan nyeri perut
6. Kembung, mual muntah, diare dan konstipasi
7. Lidah yang berselaput
(Nurarif & Kusuma, 2015)
6. Respon Tubuh Setiap Sistem
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan
suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi ungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah. Di samping gejala-gejala
yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama demam.
Kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan
epistaksis.
Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda
Keluhan dan Gejala Demam Tifoid

Minggu Keluhan Gejala Patologi

Minggu pertama Panas berlangsung Gangguan saluran bakteremia


insidioud, tipe cerna
panas stepladder
yang mencapai 39-
40ºC, menggigil,
nyeri kepala.
Minggu kedua Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,
abdomen, diare splenomegali, hiperplasi pada
atau konstipasi, hepatomegali payer’s patches,
delirium nodul tifoid pada
limpa dan hati.

Minggu ketiga Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada


perdarahan saluran ketegangan payer’s patches,
cerna, perforasi, abdomen, koma. nodul tifoid pada
syok. limpa dan hati.

Minggu keempat, Keluhan menurun, Tamak sakit berat, Kolelitiasis, carrier


dst relaps, penurunan kakeksia. kronik.
BB.

7. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal :
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
thrombosis, tromboplebitis
2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan syndrome uremia
hemolitik
3. Komplikasi paru : pneumonia, empyema, dan pleuritic
4. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis
5. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pylonepritis dan perinepritis
6. Komplikasi pada tulang : osteomyelitis, osteoporosis, spondylitis dan arthritis
7. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis.
(Lestari Titik, 2016).
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatatn SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella thypi. Uji
widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita
demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella thypi maka penderita membuat
antibody (agglutinin)
4. Kultur
a. Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga ketiga
5. Anti salmonellathypi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella thypi,
karena antibody igM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
9. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet; diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesua dengan
tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
2. farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau
IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol
dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hariterbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama
14 hari.
c. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
e. Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral.
f. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
g. Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4
dosis.
h. Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
i. Antipiretik seperlunya.
j. Vitamin B kompleks dan vitamin C.
k. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
10. Discharge Planning
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi.
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelolah makanan.
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat.
5. Diet lunak yang tidak merangsang dan rendah serat.
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN THYPOID
1. Pengakajian Keperawatan
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan
kemampuan dalam merawat diri.
b. Pola nutrisi dan metabolic
 Penurunan nafsu makan selama sakit
 Lidah kotor dan rasa pahit pada waktu makan
c. Pola eliminasi
 Kebiasaan dalam buang BAK dan BAB
 Konsitensi, warna
d. Pola aktivitas dan latihan
pasien akan terganggu aktivitasnnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya
e. Pola istirahat dan tidur
 Waktu tidur malam/siang pasien
 Pasien lebih suka terang/gelap
 Ativitas pasien sebelum tidur
 Suhu badan yang meninggkat membuat pasien gelisah pada waktu tidur
f. Pola persepsi kognitif
Dalam perubhan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya
g. Pola peran dan hubungan dengan sesame
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
peran serta mengalai tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit
h. Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan
terjadi perubahan
i. Pola koping dan toleransi terhadap stress
Pasien lebih cenderung mengurng diri dikamar, stress timbul apabila seoarang
pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya
j. Pola konsep diri
Adanya perubahan penampilan pada pasien
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas
dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
4. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapr informasi

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI

1 Hipovolemia Status cairan Manajemen Hipovolemia


berhubungan dengan - Turgor kulit 1. Pemeriksaan tanda dan
kehilangan cairan aktif - Membrane mukosa gejala hypovolemia
2. Monitor intake dan
output cairan
3. Berikan asupan cairan
oral
4. Anjurkan perbanyak
asupan cairan
5. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
6. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
2 Hipertermia Termogulasi Manajemen hipertermia
berhubungan dengan - Suhu tubuh
proses penyakit
1. Identifikasi
penyebab
hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Loggarkan atau
lepaskan pakaian
4. Basahi dan kipas
bagian tubuh
5. Anjurkan tira baring
6. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena jika perlu
3 Nyeri akut berhubugan Tingkatan Nyeri Manajemen nyeri
dengan pencedera - Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis - Meringis karateristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
identitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Idntifikasi respon
nyeri non verbal
4. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
7. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
4 Deficit pengetahuan Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan
berhubungan dengan - Kemampuan 1. Identifikasi
kurang terpapar menjelaskan kesiapan dan
informasi pengetahuan kemampuan
tentang suatu topik menerima informasi
- Kemampuan 2. Identifikasi faktor-
menggambarkan faktor yang dapat
pengalaman meningkatkan dan
sebelumnya dengan menurunkan
sesuai topik motivasi perilaku
hidup bersih dan
sehat
3. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
4. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
5. Ajarkan startegi
yang dpat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
BAB III

PENUTUP

A. Kaesimpulan
Penyakit Demam Typhoid (Typhoid fever) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella typhoid terutama
menyerang bagian saluran pencernaan. Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa (Profil Kesehatan, 2009:22). Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi dan
persisten 7-10 hari, disertai sakit kepala, malaise, gangguan efekasi (obstipasi atau diare)
(Prawirohardjo, 2010:24). Demam typhoid biasanya diikuti dengan demam, sakit kepala
dan ruam, yang paling sering disebabkan oleh Salmonella typhoid dan merupakan suatu
penyakit pada saluran pencernaan yang sering menyerang anak anak bahkan juga orang
dewasa serta merupakan penyakit endemik (penyakit yang selalu ada di masyarakat
sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian yang kecil)
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca
untuk menambah wawasan kita terutama di dalam dunia kesehatan. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan di dalamnya, besar
harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang
bermanfaat untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aslami, Fitra. 2019. “Faktor Yang Mempengaruhi Demam Tifoid Ditinjau Dari Gaya Hidup
Pada Mahasiswa.” 000: 5–10.
Azizah, Rostikawaty. “‘Demam Tifoid Pada Anak.’”
Budiman Eka Arif. 2017. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Demam Thyopid Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh di
Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan.
http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/152/1/ARIF%20EKA%20BUDIMAN%20%28141210004%29.pdf
diakses 6 April 2021
Handu Kristina. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak
Dengan Demam Thypoid di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/405/1/SELESAI.pdf diakses 8 April 2021

Nurairf. Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diangnosa Nanda, Nic, Noc, Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilit 2. Yogyakarta:
Medi Action
selvi okta yusidha. 2016. Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember
Jember Learners of English Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas
Jember Jember.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diangnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indicator Diangnostik. Ed 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan. Ed 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Kriteria
Hasil Keperawatan. Ed 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai