Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS


THYPOID

Disusun untuk memenuhi tugas tugas kelompok mata kuliah

Keperawatan Anak Sehat Sakit

Dosen Pengampu: Indah Wasliah Ners, M.Kep.,Sp.Kep.,An

NAMA KELOMPOK :

1. Siti Sartika 143STYC21


2. Rofikah Rizki Amalia 129STYC21
3. Raodiatun 115STYC21
4. Sohibul Hamdi 144STYC21
5. Sry wahyuningsih 145STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK

TAHUN AJARAN

2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen yangkemudian dilanjutkan dengan penyusunan makalah yang berjudul “KONSEP
DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS THYPOID”.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kritik serta saran yang membangun
sangat kami harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusun mengharapkan semoga nantinya dapat diambil hikmah serta memberikan


manfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan serta kedamaian di
negeri kita tercinta Indonesia.

Mataram, 28 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ...............................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................................iv

BAB I PENAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................4

A. Definisi ...................................................................................................................4
B. Etiologi....................................................................................................................4
C. Manifestasi klinis.....................................................................................................5
D. Anatomi fisiologi.....................................................................................................6
E. Patofisiologi.............................................................................................................9
F. Pathway...................................................................................................................10
G. Penatalaksanaan.......................................................................................................11
H. Pemeriksaan penunjang...........................................................................................11
I. Pengobatan...............................................................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................14

A. Pengkajian...............................................................................................................14
B. Diagnosa keperawatan.............................................................................................16
C. Intervensi keperawatan............................................................................................16
D. Implementasi...........................................................................................................20
E. Evaluasi...................................................................................................................21

BAB IV PANKES ASKEP..................................................................................................22

A. Edukasi pasien.........................................................................................................22
B. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.......................................................22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................25

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan dapat menular melalui makanan

atau minuman yang tercemar kuman tersebut. Kasus penyakit typhoid sendiri

memiliki angka tinggi di wilayah negara-negara berkembang yang beriklim tropis,

seperti di wilayah asia, salah satunya di Indonesia.

Penderita Typhoid sebagian besar berusia > 9tahun (10–12 tahun) sedangkan

sebagian besar berusia ≤ 9 tahun (7–9 tahun) tidak terdiagnosis menderita typhoid

dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki lebih banyak terdiagnosis menderita

demam typhoid dibandingkan berjenis kelamin perempuan. (Hilda dan Fariani,

2016)

Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di

seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal

karena Typhoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (WHO, 2008 dalam

Depkes RI, 2013).

Insidens Typhoid tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia

Selatan, Asia Tenggara dan kemungkinan Afrika Selatan (insidens > 100 kasus

per 100.000 populasi per tahun). Incidents Typhoid yang tergolong sedang (10-

100 kasus per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika,

Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru). (Djoko

Widodo, 2014)

Indonesia sendiri mempunyai insidens Typhoid yang banyak dijumpai pada

1
populasi dengan usia 3-9 tahun. Kejadian Typhoid di Indonesia juga berkaitan

dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena

Typhoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang

sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah.

(Djoko Widodo, 2014). Dalam buku yang ditulis oleh Marni (2016), Khan, dkk

(2013) menurut penelitianya menyatakan bahwa kejadian Typhoid di Indonesia

mencapai 148,7 per 100.000 penduduk. (Marni, 2016). Ditjen Bina Upaya

Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI, melaporkan Typhoid

menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap

rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus). (Djoko Widodo, 2014)

Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan

yang ditandai dengan demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan

dapat pula terjadi gangguan kesadaran pada penderita. (Arfiana dan Arum, 2016).

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yang menyerang usus halus khususnya daerah

ileum. (Bachrudin dan Najib, 2016) Typhoid atau typhoid fever ialah suatu

sindrom sistemik yang terutama disebabkan oleh Salmonella typhi. Typhoid

merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enteric

adalah demam paratyphoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri

(semula S. paratyphi B), dan S.hirschfeldii (semula S. parathypi C).Typhoid

memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain.

(Widagdo, 2014) Penanganan yang tidak adekuat atau terlambat akan

menyebabkan komplikasi di usus halus, diantaranya perdarahan, perforasi, dan

peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri hebat juga dapat mengalami syok

neurogenic, komplikasi dapat menyebar di luar usus halus, misalnya bronkitis,

2
kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis. (Marni, 2016).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dasar penyakit typoid?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada kasus typoid?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit pada kasus typoid
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan paa kasus typoid

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endhotelia atau endokardial
dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati,
limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain
melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Amin Huda & Hardhi Kusuma, 2015)
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh
Salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi. (Dewi & Meira, 2016)
Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan terkadang pada
aliran darah, yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi
A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan
makanan) dan septicemia (tidak menyerang usus). Menurut Ardiansyah (2012) dalam
buku yang di tulis oleh Dewi & Meira (2016).
Typhoid ialah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan yang
ditandai dengan demam yang berlangsung lebih dari satu minggu, gangguan
pencernaan dan bisa sampai terjadi gangguan kesadaran. (Arfiana & Arum L, 2016)
Kesimpulan dari pengertian diatas dapat disimpulkan, typhoid merupakan
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri usus halus Salmonella typhi
dengan ditandai panas berkepanjanga dan dapat pula menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan serta gangguan kesadaran, yang dapat menular melalui oral, fekal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi
B. Etiologi
Typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella thyposa/Eberthela thyposa yang
merupakan mikroorganisme pathogen yang berada di jaringan limfatik usus halus,
hati, limpa, dan aliran darah yang terinfeksi. Kuman ini berupa gram negative yang
akan nyaman hidup dalam suhu tubuh manusia. Kuman ini akan mati pada suhu 70o C
dan dengan pemberian antiseptic. Masa inkubasi penyakit ini antara 7-20 hari.
Namun, ada juga yang memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling
panjang yaitu 60 hari. (Marni, 2016)

4
Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu
1) Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen (tidak menyebar)
2) Antigen H : Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
3) Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap fagositosis. (Marni, 2016)
C. Manifestais Klinis
Dewi dan Meira (2016) mengungkapkan gejala klinis penyakit typhoid pada
anak biasanya lebih ringan dibandingkan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-
20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, jika infeksi melalui minuman mana tunas terlama berlangsung 30 hari.
Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul
Dengan gejala-gejala klinis sebagai berikut:

a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris
remitten dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Minggu ketiga
suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor,
anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung,
hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor,
koma, atau gelisah. (Ardiansyah, 2012)Menurut pendapat Padila dari buku
yang di tulis Dewi dan Meira (2016) masa tunas typhoid adalah sekitar 10-14
hari dengan rincian sebagai berikut :
1) Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik,terutama pada sore hari dan
malam hari.dengan keluhan dan gejala demam,nyeri otot, nyeri

5
kepala,aneroksia, dan mual, batuk, epistaktis, obstipasi, atau
diare,perasaan tidak enak di perut.
2) Minggu ke – 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran. (Dewi dan Meira, 2016)
D. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1

Pencernaan makanan adalah proses mengubah makanan, dari ukuran

besar menjadi ukuran yang kecil dan halus. Proses tersebut juga meliputi

pemecahan molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang lebih

sederhana dengan bantuan enzim dan organ-organ pencernaan.

Zat makanan yang sudah dicerna akan diserap oleh tubuh. Proses

pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua macam,

yaitu :

1) Proses pencernaan mekanik

6
Proses mengubah makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi
bentuk kecil dan halus.
2) Proses pencernaan kimiawi
Proses mengubah makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang
lebih sederhana dengan bantuan enzim.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat

pencernaan makanan. Alat-alat pencernaan dapat dibedakan menjadi saluran

pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran Pencernaan Saluran

pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar

dan mempersiapkannya untuk diserap tubuh. Proses pencernaan meliputi

proses mengunyah, menelan, dan mencampur dengan enzim-enzim yang

diproduksi, mulai dari mulut sampai anus.

a) Mulut

Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam

mulut. Rongga mulut merupakan bagian pertama dari tabung

pencernaan. Fungsi utamanya adalah untuk melayani sebagai

pintu masuk dari saluran pencernaan dan untuk memulai proses

pencernaan dengan air liur dan tenaga penggerak dari pencernaan

bolus ke faring. Bagian-bagian mulut meliputi : bibir, rongga

mulut, palatum, faring, gigi, lidah dan kelenjar ludah

b) Kerongkongan

Kerongkongan (esophagus) merupakan saluran

penghubung antara rongga mulut dengan lambung.

Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah

dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot kerongkongan dapat

berkontraksi secara bergelombang, sehingga mendorong

makanan masuk ke dalam lambung, gerakan kerongkongan ini

7
disebut gerak peristalsis. Gerak ini terjadi karena otot yang

memanjang dan melingkari dinding kerongkongan mengerut

secara bergantian.

c) Lambung

Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang

terletak disebelah kiri rongga perut. Ini adalah tempat sejumlah

proses pencernaan berlangsung. Lambung terdiri dari tiga

bagian, yaitu bagian atas (kardiak), letaknya berdekatan dengan

hati dan berhubungan dengan kerongkongan, bagian tengah

(fundus), yang berbentuk membulat, serta bagian bawah

(pylorus), yang berhubungan langsung dengan usus dua belas

jari

Ujung kardiak dan pylorus terdapat klep atau sfingter

yang mengatur masuk dan keluarnya makanan ke dan dari

lambung.

d) Usus halus

Usus halus (intestinium) merupakan tempat penyerapan sari

makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling

panjang. Usus halus terdiri dari, usus duabelas jari (duodenum),

usus kosong, usus penyerap (jejenum), dan usus penyerap (ileum)

e) Usus besar

Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya

selulosa, bersama dengan lender akan menuju ke usus besar

menjadi feses, didalam usus besar terdapat bakteri Escherichia

Coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa

8
makanan menjadi feses.

f) Anus

Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.

Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu

pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka

otot spinker rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.

E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit demam typhoid berawal dari kuman masuk melalui
mulut sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakterimia
primer), dan mencapai sel-sel endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya. Proses
ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk
kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama
limpa, usus, dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia
plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat
terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai 8 perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar
mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil,
sedangkan kelainan pada saluran disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi &
Yuliani, 2010).

9
F. Pathway

10
G. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
1) Bedrest
2) Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah
serat.
b. Farmakologi
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian,
oral atau IV selama 14 hari.
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis
200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intervena saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilan dengan dosis
100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
3) Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/kali
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari,
intravena, selama 5-7 hari.
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.(Amin & Kusuma , 2015)
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2011) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien demam thypoid antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah Untuk mengindentifikasi adanya anemia karena asupan
makanan yang terbatas, malabsorspi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum, dan penghancuran sel darah merah dalam pendarahan darah.
Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000- 4000 mm3 ditemukan pada
fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinophil dari darah tepi. Trombositopenia
terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin laju
endap darah meningkat.

11
b. Pemeriksaan Leukosit
Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi dalam batas normal, malahan kadang terdapat leukositosis,
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
c. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
pada usus dan perforasi.
d. Tes widal
Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan ati bodi
(aglutinin). Agglutinin yang spesifik terhadap sallmonela terdapat dalam
serum pasien demam thypoid, juga pada orang yang pernah ketularan
salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam thypoid.
Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud tes widal adalah untuk
menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita
demam thypoid. Akibat infeksi oleh kuman salmonella, pasien membuat anti
bodi (agglutinin), yaitu:
1) Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella
kuman).
3) Aglutinin V, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang


ditentukan tinternya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, kemungkinan
makin besar pasien menderita demam thypoid. Pada pasien yang aktif, titer
uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
paling sedikit 5 hari.

e. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan darah
negative tidak menyingkirkan demam thypoid, karena pada pemeriksaan

12
minggu pertama penyakit berkurang dan pada minggu-minggu berikutnya
pada waktu kambuh biakan akan terjadi positif lagi
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah adanya kelainan atau
komplikasi akibat demam thypoid.
I. Pengobatan
1. Antibiotik menjadi satu-satunya pengobatan paling efektif untuk demam tifoid.
Biasanya dokter akan meresepkan berbagai antibiotik. dan ada beberapa
penangaan yang dapat dilakukan yaitu :
2. Minum banyak air
Minum air saat sakit tipes membantu mencegah dehidrasi yang diakibatkan oleh
demam dan diare yang berkepanjangan. Jika mengalami dehidrasi parah, doker
akan memberikan cairan melalui pembuluh vena (infus).
3. Bed rest
Supaya lekas sembuh istirahat merupakan hal yang membantu proses pemulihan
penyakit ini. Usahakan untuk tidak melakukan berbagai kegiatan berat yang
menguras tenaga agar kondisi tubuh bisa segera fit dan terhindar dari komplikasi
tipes.
4. Makan makanan yang mudah dicerna
Tipes merupakan salah satu penyakit gangguan pada usus, maka untuk itu
dianjurkan makan makanan yang mudah dicerna, seperti bubur dan makanan
lunak lain. Dengan begitu, kerja usus menjadi lebih ringan. Makan makanan yang
mudah dicerna juga membuat nutrisi di dalam makanan lebih cepat diserap oleh
tubuh.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Langkah awal pada proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data
yang akurat dari pasien untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada. Perawat
harus dapat menciptakan hubungan saling membantu, membangun kepercayaan
dalam melakukan pengkajian atau melakukan pemeriksaan fisik keperawatan
(Hidayat Alimul, 2012).
Demam thypoid pada umumnya menyerang anak-anak dan anak muda antara
umur 5-19 tahun.Pada anak umur 5 tahun keatas merupakan masa anak mulai mengenal
lingkungan dan mengkonsumsi makanan serta minuman yang belum diketahui kebersihannya
secara jelas.
Riwayat penyakit :
1. Keluhan utama : Pada umumnya klien dengan demam thypoid mengeluh
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, kurang semangat serta nafsu
makan berkurang (pada masa inkubasi).
2. Riwayat kesehatan sekarang : Apa yang dirasakan atau dialami klien hingga
masuk rumah sakit (perjalanan penyakit).
3. Riwayat kesehatan dahulu : Apakah sudah pernah mengalami sakit demam
thypoid sebelumnya dan pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit
yang sama.
a) Riwayat kehamilan dan kelahiran :
Keadaan ibu saat hamil, gizi dan obat-obatan yang pernah dikonsumsi.
b) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Imunisasi
Apakah anak mendapat imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya
dan jadwal pemberian serta efek sampingnya seperti panas dan alergi.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah di dalam keluarga pasien ada yang pernah mengalami demam
thypoid.

14
e) Riwayat psikososial
Psikososial sangat mempengaruhi terhadap psikologi pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang di alami.Apakah pasien dapat menerimanya.
a. Dasar data pengkajian
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi penurunan nafsu makan karena terjadi gangguan pada
usus halus.
2) Pola eliminasi alvi dan urine
Penderita mengalami konstipasi karena tirah baring dan
diare.Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
3) Pola istirahat tidur
Selama sakit penderita merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasa sakit perutnya mual.
4) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pasien akan terganggu katena tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan pasien dibantu.
5) Pola kognitif
Apakah pasien mengalami keluhan tentang panca indera.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum
Mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Kepala
Rata-rata rambutnya tipis dan agak kemerahan jika anak
mengalami kekurangan nutrisi.
3) Mata
Jika hemoglobin rendah maka konjungtiva akan pucat, pupil
isokor.
4) Hidung
Tidak ada nyeri tekan, mukosa lembab dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
5) Mulut
Mukosa bibir kering, bibir pecah-pecah dan lidah tampak kotor.
6) Toraks dan paru

15
Tidak ada keluhan sesak nafas, bentuk dada simetris, irama nafas
teratur.

7) Abdomen
Di dapat limpa hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen.Perkusi di dapatkan perut kembung
serta pada auskultasi pristaltik usus meningkat.
8) Ekstremitas dan persendian
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstremitas, turgor
menurun, akral hangat, pasien lemah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi b.d asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
2. Hipertermia b.d proses penyakit Salmonella Typhi.
3. Defisit pengetahuan b.d ketiadaan atau kurangnnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik
C. Intervensi

N Diagnosa Tujuan Dan Kriteria intervensi


O Keperawatan Hasil
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Edukasi Nutrisi Anak
[SDKI D.0019] tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam - Identifikasi kesiapan
diharapkan masalah kemampuan menerima
keperawatan deficit informasi
nutrisi kurang dari Terapeutik
kebutuhan meningkat - Sediakan materi dan
dengan kriteria hasil: media pendidikan
1. Porsi makanan kesehatan
yang dihabiskan - Jadwalkan pendidikan
meningkat kesehatan sesuai
2. Kekuatan otot kesepakatan
mengunyah - Berikan kesempatan
meningkat untuk bertanya

16
3. Kekuatan otot Edukasi
menelan - Jelaskan kebutuhan
Serum albumin gizi pada anak
meningkat - Jelaskan pentingnya
4. Verbalisasi pemberian makanan
keinginan untuk mengandung vitamin
meningkatkan D dan zat besi pada
nutrisi meningkat masa pra pubertas dan
5. Pengetahuan pubertas, zat besi
pemilihan terutama pada anak
makanan yang perempun yang telah
sehat meningkat menstruasi
6. Pengetahuan - Anjurkan
pemilihan menghindarkan
minuman yang makanan jajanan yang
sehat meningkat tidak sehat (mis,
7. Pengetahuan mengandung pemanis
tentang asupan buatan, pewarna
nutrisi yang tepat buatan, pengawet,
meningkat penyedap.)
8. Penyiapan dan - Ajarkan ibu
penyimpanan mengidentifikasi
makanan yang makanan gizi
sehat meningkat seimbang
9. Penyiapan dan - Ajarkan perilaku
penyimpanan hidup bersih dan sehat
minuman yang (PHBS) (mis, cuci
aman meningkat tangan sebelum dan
10. Sikap terhadap sesudah makan,cucii
makanan/minum tangan dengan sabun
an sesuai dengan setelah ke toilet)
tujuan kesehatan
11. Perasaan cepat
kenyang

17
menurun
12. Nyeri abdomen
menurun
13. Sariawan
menurun
14. Indeks masa
tubuh
membaik(IMT)
15. Frekuensi makan
membaik
16. Nafsu makan
membaik
17. Tebal lipatan
kulit trisep
membaik
18. Membran
mukosa membaik
2. Hipertemia Setelah dilakukan Manajemen hipertemia
[SDKI D.0130] tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam - Identifikasi penyebab
diharapkan masalah hipertemia (mis,
keperawatan hipertemia dehidrasi, terpapar
membaik dengan kriteria lingkungan panas,
hasil: penggunaan incubator)
1. Suhu tubuh - Monitor suhu tubuh
membaik - Monitor kadar
2. Suhu kulit elektrolit
membaik - Monitor haluan urine
3. Kadar glukosa - Monitor komplikasi
darah mebaik akibat hipertemia
4. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik - Sediakan lingkungan
5. Ventilasi yang dingin

18
membaik - Longgarkan atau
6. Tekanan darag lepaskan pakaian
membaik - Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
- (keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan
eksternal ( mis,
selimut hipertemia
atau kompres dingin
padadahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

3. Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan


Pengetahuan tindakan keperawatan Observasi
[SDKI D.0111] selama 3x24 jam - Identifikasi kesiapan
diharapkan masalah dan kemampuan
keperawatan Defisit menerima informasi
pengetahuan meningakat - Identifikasi faktor-

19
dengan kriteria hasil: faktor yang dapat
1. Kelembapan meningkatkan dan
membrane menurun motivasi
mukosa perilaku hidup bersih
meningkat dan sehat
2. Kelembapan kulit Terapeutik
kognitif - Sediakan materi dan
meningkat media pendidikan
3. Hemoglobin kesehatan
membaik - Jadwalkan pendidikan
4. Hematocrit kesehatan sesuai
membaik kesepakatan
5. Tekanan darah - Berikan kesempatan
membaik untuk bertanya
6. Denyut nadi Edukasi
apikasi membaik - Jelaskan faktor resiko
7. Suhu tubuh - Ajarkan perilaku
membaik hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkat perilaku
hidup bersih dan sehat

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dimana intervensi atau rencana keperawatan
dilaksanakan yaitu melakukan rencana yang telah ditentukan. Intervensi yang dibuat
dan aktivitas yang telah direncanakan oleh perawat akan menghasilkan implementasi
perencanaan yang tepat efektif. Tahap pertama adalah mengidentifikasi prioritas
perawatan klien. Setelah selesai melakukan perawatan, kemudian memantau dan
mencatat respon pasien. Kemudian dengan menggunakan data sebelumnya dapat
mengevaluasi intervensi dalam tahap proses keperawatan (Dongoes & Marylin, 2000).

20
Sedangkan menurut Mitayani (2009) implementasi merupakan cakupan
tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi yang telah dilakukan. Tindakan
keperawatan yang berdasarkan analisis oleh perawat itu sendiri tanpa tenaga
kesehatan yang lain merupakan tindakan mandiri. Sedangkan tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau tenaga kesehatan
lainnya merupakan tindakan kolaborasi. Implementasi harus sesuai intervensi
keperawatan yang telah direncanakan.
E. Evaluasi
Menurut Potter & Perry (2006) evaluasi merupakan tahap
akhir dalam proses keperawatan. pada tahap ini semua harus dievaluasi dari tahap
keperawatan yang melibatkan pasien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya,
untuk menilai apakah tujuan dapat tercapai sesuai rencana atau tidak untuk
melakukan pengkajian jika perencaannya telah tercapai atau untuk tidak melakukan
pengkajian ulang jika tindakan belum berhasil.
Sedangkan menurut Padila (2013) evaluasi adalah tahap akhir dalama proses
keperawatan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi keperawatan
yang sudah dilakukan dapat sesuai dengan tujuan atau sebaliknya. Evaluasi yang
diharapkan pada pasien demam tifoid adalah tanda-tanda vital stabil, terpenuhinya
kebutuhan cairan, terpenuhinya kebutuhan nutrisi, tidak terjadi hipertermia, klien
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan
keluarga klien mengerti tentang penyakitnya.

21
BAB IV

PANKES ASKEP ANAK DENGAN TYPHOID

Edukasi yang tepat mengenai penyakit demam thypoid sangat penting. Pasien dan
keluarga harus memahami dengan baik proses penularan demam tifoid sehingga pencegahan
penularan ke orang sekitar dapat lebih optimal. Selain dengan pola hidup bersih dan sehat,
pencegahan demam tifoid dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi tifoid, terutama pada
orang yang akan melakukan perjalanan ke daerah endemik demam tifoid atau rentan
mengalami kontak dengan bakteri Salmonella typhi.

A. Edukasi Pasien
Edukasi modifikasi gaya hidup merupakan hal utama dalam terapithypoid.
Beberapa hal yang perlu disampaikan kepada pasien terkait nutrisi dan perilaku
makan antara lain:
1. Makan makanan yang telah dimasak hingga matang dan masih hangat saat
dihidangkan

2. Menghindari konsumsi susu mentah. Sebaiknya hanya mengonsumsi susu yang


telah menjalani teknik perebusan atau pasteurisasi

3. Hindari minum es kecuali es tersebut dibuat dari air yang bersih dan aman.

4. Bila ragu terhadap kebersihan air minum, sebaiknya air direbus terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi

5. Mencuci tangan dengan air dan sabun terutama setelah berkontak dengan hewan
peliharaan, hewan ternak atau setelah keluar dari kamar mandi

6. Sebelum dikonsumsi, sayur dan buah harus dicuci dengan baik, bila
memungkinkan setiap sayur dan buah yang akan dikonsumsi harus dikupas
terlebih dahulu

7. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin dan proteinTidak mengandung


banyak serat

8. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas Makanan lunak


diberikan selama istirahat.

B. Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit


Edukasi yang cocok diberikan kepada pasien adalah edukasi bertahap. Selain
kepada pasien typhoid, ternyata keluarga pasien juga harus diedukasi mengenai
typhoid dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dengan penyakit
typhoid serta mengurangi faktor risiko ikut terserang penyakit yang sama.

22
1. Menjaga kebersihan
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit
ini adalah mencuci tangan dengan rutin sebelum dan sesudah makan, setelah
melakukan kegiatan dan saat melakukan penyajian makanan/memasak.
Bersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir. Dalam keadaan darurat,
tangan dapat dibersihkan dengan hand sanitizer yang mengandung setidaknya
70% alkohol. Selain itu, menjaga kebersihan diri terutama setelah bepergian ke
luar rumah apalagi pasar. Usahakan untuk tidak menyentuh mata, hidung, dan
mulut dengan tangan yang kotor. Pastikan juga untuk mencuci kaki setiap
habis keluar rumah.
2. Hindari kontak dengan orang sakit
Bakteri sangat mudah menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Untuk itu,
hindari kontak terlalu dekat dengan orang yang sedang sakit. Berciuman dan
menggunakan peralatan makan atau mandi yang sama dengan orang sakit
dapat meningkatkan risiko penularan penyakit.
3. Mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya
Makanan dan minuman menjadi salah satu media penularan yang paling sering
untuk tipes. Maka dari itu, usahakan untuk selalu makan dan minum yang
telah terjaga kebersihannya. Makan makanan yang dimasak dan disajikan
panas jauh lebih baik dibandingkan dengan makanan mentah atau setengah
matang.
4. Tidak menyiapkan/menyajikan makanan ketika masih sakit
Usahakan untuk tidak memasak atau menyiapkan makanan sampai dokter
menyatakan bahwa bakterinya tak akan lagi menular. Agar tidak menularkan /
menginfeksi penyakit tipes kepada orang lain.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

DARI, P. K. N. K., ARFIANSYAH, M. R. I., & P1337420515051, N. I. M. Laporan Kasus.

Fadillah, S. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA


THYPOID FEVER DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI Di Ruang Mas
mansyur RSU Muhammadiyah Ponorogo (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).

Mahesti, K. A. I. (2018). GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DEMAM


TYPHOID DENGAN DEFISIT NUTRISI DI RUANG ANGGREK BRSU TABANAN
TAHUN 2018 (Doctoral dissertation, Jurusan Keperawatan 2018).

NINGSIH, W. Y. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid Dengan Masalah


Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Ruang Seruni Rsud
Jombang (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang)

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

7
8

Anda mungkin juga menyukai