PEMBAHASAN
B. ETIOLOGI
Berdasarkan klasifikasi :
1
MCI terjadi saat iskemia miokard berlangsung. Iskemia miokard yang berat
dapat terjadi karena meningkatnya metabolisme miokard, penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui sirkulasi koroner, atau keduanya.
Gangguan dalam suplai oksigen miokard dan nutrisi terjadi ketika thrombus yang
terlepas pada plak aterosklerosis ulserasi atau tidak stabil sehingga
mengakibatkan oklusi koroner. Stenosis arteri koroner (>75%) yang disebabkan oleh
aterosklerosis atau stenosis dinamis yang terkait dengan vasospasme koroner dapat
mengurangi pasokan oksigen dan nutrisi dan menimbulkan infark miokard. Kondisi
yang berhubungan dengan meningkatnya metabolisme miokard yaitu kegiatan fisik
yang ekstrim, hipertensi berat, dan stenosis katup aorta yang berat. (Rampengan :
2016)
C. FAKTOR RESIKO
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Orang yang usianya semakin meningkat kemungkinan mereka
akan mendapatkan penyakit jantung koroner dan menderita serangan
jantung fatal.
b. Jenis kelamin
c. Ras-Etnis
2
d. Herediter/riwayat keluarga
b. Merokok
c. Hipertensi
d. Diabetes
e. Rasio Pinggang
f. Pola Diet
3
Nutrisi yang buruk mencetuskan penyakit jantung dan gizi
sehat mencetuskan kesehatan secara menyeluruh, kebugaran,
kesejahteraan dan menurunkan risiko penyakit jantung.
g. Aktivitas Fisik
h. Alkohol
(Rampengan : 2016)
D. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Reperfusi
4
e. Kegiatan fisik harus dibatasi paling sedikit 12 jam.
f. Rasa sakit/kecemasan harus diminimalkan dengan analgesik yang
sesuai.
g. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien MCI diantaranya
yaitu :
1) Memberikan informasi penanganan dalam menghadapi stress.
2) Berikan penjelasan tentang bahaya merokok pada pasien,
menganjurkan untuk berhenti merokok pada pasien perokok
dan menganjurkan untuk tidak mulai merokok bagi pasien
yang bukan perokok.
3) Pengaturan diet : konsumsi kalori tubuh yang proporsional
sesuai arahan dari petugas kesehatan (gizi), membatasi asupan
kolesterol dan intake natrium.
4) Menganjurkan untuk melakukan olah raga teratur dan aktivitas
fisik secara normal sesuai kemampuan pasien.
5) Menjaga berat badan dalam batas normal dan kestabilan
tekanan darah serta gula darah.
6) Mengurangi aktivitas seksual.
7) Mengecek secara rutin nilai laboratorium seperti kolesterol,
gula darah, LDL dan HDL.
2.2 Rehabilitasi Pasca Serangan MCI
A. Definisi
B. Tujuan
Tujuan dari suatu rehabilitasi jantung adalah untuk meminimalisasi efek
samping secara fisiologis maupun psikologis dari penyakit jantung, untuk
menurunkan angka meninggal mendadak, infark ulangan, untuk mengurangi gejala
penyakit jantung, untuk menstabilkan atau memutar balikkan proses atherosklerosis,
dan mengembalikan status psikologis penderitanya. Dalam pelaksanaan rehabilitasi
5
jantung diarahkan oleh dokter, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan oleh berbagai
praktisi profesional kesehatan.
C. Program Rehabilitasi
1 Tahapan
Setelah pasien menderita MCI bebas dari gejala, maka program rehabilitasi
aktif harus dimulai. Tujuan rehabilitasi bagi pasien MCI adalah mengembangkan
dan memperbaiki kualitas hidupnya. Tujuan jangka pendeknya adalah
mengembalikan sesegera mungkin ke gaya hidup normal atau mendekati normal.
Tujuan tersebut hanya bias dicapai dengan mendorong aktivitas fisik dan
penyesuaian fisik, memberi pendidikan terhadap pasien maupun keluarganya dan
memulai penyuluhan psikososial dan bimbingan bila diperlukan.
Tahap 2 terjadi pada saat menjelang pemulangan pasien, selama tahap kedua
ini perawat dapat membantu pasien kearah mencapai tujuan untuk hidup mandiri,
meskipun masih dalam tirah baring ketat. Tahap ini dicapai dengan mengarahkan
fikiran pasien dimana ia akan dapat aktif kembali. Tujuan disini bukan untuk
merubah gaya hidup pasien secara total, tetapi mendorong penyesuaian yang
diperlukan. Sebaiknya hindari perhatian terhadap hal-hal yang tidak dapat
dilakukan pasien. Melaikan dorongan pencapaian jangka pendek dan jangka
panjang berdasarkan kebutuhan masing-masing individu. Perjalanan penyakit
perlu diperjelaskan, jawab semua pertanyaan dengan jujur, dan beri keyakinan
kepada pasien bahwa kebanyakan orang mampu beraktivitas kembali setelah MI.
Pendekatan yang positif ini akan membatu pasien agar tidak mengalami defek
jantung.
Tahap 3 dimulai saat pasien pulang kerumah dan berlangsung selama masa
pemuliha. Tujuan tahap 3 adalah mengembalikan aktivitas pasien dalam tingkat
yang memungkinkanya bekerja atau kembali ke aktivitas yang biasa dilakukan
sebelum terjadi penyakit. Tahap ini biasanya dilakukan dengan mendaftarkan
pasien pada suatu program rehabilitasi formal yang mengawasi aktifitas dan
latihan secara bertahap. Program rehabilitasi rawat jalan pasien jantung ini
dirancang untuk membantu terlaksananya jadwal kerja dan aktivitas pasien.
Kebanyakan program seperti ini menjadwalkan pertemuan pada pagi hari, sore
6
hari atau malam sehingga pasien yang telah kembali bekerja dapat menyusun
jadwal pertemuan sesuain aktuvitas harian mereka.
2 Pemantauan
Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua
kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau
aritmia dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Pasien dipantau
dengan ketat terhadap:
1) Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit.
2) Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita.
3) Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada level
aktivitas sebelum serangan jantung (Lavie : 1993)
Untuk mencegah terjadinya serangan ulang, perlu diperhatikan kontraindikasi
dalam melakukan latihan fisik pada rehabilitasi penderita gangguan jantung,
9
diantaranya
5 Program Rehabilitasi
Secara umum, program rehabilitasi dibagi menjadi 4 tahap, diantaranya :
1) Program Inpatient (di dalam Rumah Sakit)
Program latihan inpatientdilakukan terbatas pada aktivitas sehari-
hari seperti menggerakkan tangan dan kaki dan pengubahan postur. Latihan
ini dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak
terdapat ada kontraindikasi. Pada fase ini perlu dilakukan monitoring ECG
untuk menilai respon terhadap latihan. Manfaat dari latihan fisik pada fase ini
adalah sebagai bahan survailance tambahan, melatih pasien untuk dapat
menjalankan aktivitas pada aktivitas sehari-hari, dan untuk menghindari efek
fisiologis dan psikologis negatif pada bedrest.
Tujuan dari latihan fisik fase pertama ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Pasien dengan aktivitas rendah hanya memerlukan latihan
fisik untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Pasien dengan kapasitas fisik yang
lebih baik dapat menjalankan program latihan untuk pencegahan tertier dan
10
mengikuti program jangka panjang untuk meningkatkan ketahanan
kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas dan ketahanan otot
(Marchionnietal : 2003).
Pemantauan lebih lanjut perlu dilakukan pada pasien dengan tanda dan
gejala : peningkatan denyut andi melebihi batas yang ditetapkan, peningkatan
tekanan darah sebagai respon latihan, sesak napas, iskemia myocardial,
disritmia, angina pectoris dan kelelahan berat.
Pasien dapat memulai latihan dari berbaring menuju ke duduk dan
kemudian berdiri. Latihan ortostatik perlu dilakukan dalam program latihan.
Latihan ortostatik meliputi berdiri dengan gerakan otot selama1 sampai 2
menit dengan monitor denyut nadi dan tekanan darah. Respon terhadap latihan
ini diperlukan untuk menilai respon tubuh terhadap berbagai jenis
vasodilatator dan beta bloker. Pada hari ke 3 sampai 5 paskainfarkpostcardial
atau gangguan kardiovaskular lain, mulai dapat dilakukan latihan dengan
berjalan, treadmill, atau ergometri (Oldridge : 1988).
2) Program out-patient (pulang dari RS sampai dengan 12 minggu)
Program ini dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah
sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan
kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah
mengalami infarkmyocard dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang
lebih besar untuk mengalami dysritmia, dypnea dan angina. Pada pasien yang
pernah menjalani operasi bypass sering terjadi rasa pusing dan
diyrrhitmiasupraventricular sedangkan pasien yang pernah mengalami
infarkmyocard sering mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Hal inilah
yang mendorong perlunya pengawasan program latihan pada orang dengan
riwayat gangguan jantung tersebut (Jolliffeetal., 2001:87).
Fase II dimulai pada minggu kedua atau ketiga setelah serangan
myocardialinfark. Program ini diharapkan dapat memberi dukungan dan dapat
membimbing penderita gangguan jantung untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatannya. Idealnya, program fase II dijalankan di fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas EKG untuk pengawasan latihan, peralatan dan staf yang
dapat mengatasi kondisi darurat. Apabila fase rehabilitasi ini terpaksa
dijalankan di rumah ataupun di tempat dengan sarana minimal, harus tetap
dilakukan pemeriksaan periodik pada pusat-pusat kesehatan. Pada prinsipnya,
tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan rehabilitasi fisik seseorang
11
penderita gangguan jantung agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari seperti sedia kala.
Ades (2001:894) memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat
dilakukan secara mandiri terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tiap latihan
dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dan dilakukan dua kali sehari. Pada
tiap latihan dilakukan pengaturan nafas yang baik karena apabila dilakukan
penahanan nafas dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan meningkatkan
beban kerja jantung. Pada hari ke 4 dan ke 5 dapat ditambahkan beban sebesar
250 gram pada tangan. Pada hari ke 6 beban dapat ditingkatkan menjadi 500
gram.
12
13
14
15
16
17
3) Fase Pemeliharaan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase
pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasitas
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa
kesulitan yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki
responhemodinamik dan kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapkan
sudah memiliki pengetahuan dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan
terapi yang dapat dilakukan, karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta
rentang aktivitas yang aman untuk dilakukan (Oldridge : 1988).
18
Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan
individu normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik. Pada pasien
dengan kapasitas fungsional diatas 5METS, pemrograman latihan dengan
menggunakan frekuensi denyut jantung dan RPE (rating of perceive dexertion)
dapat dilakukan. Frekuensi latihan sebaiknya sekitar 3 sampai 4 kali dalam
seminggu. Durasi latihan dapat dimuai dari 10 menitan kemudian dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan mencapai 60 menit.
Beberapa metode latihan yang dapat dijalankan pada penderita
gangguan jantung diantaranya :
a. Latihan interval, yaitu latihan yang kemudian diikuti oleh periode istirahat.
Beberapa manfaat dari jenis latihan ini adalah (1) dapat dilakukannya
latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase aktif dan (2) secara
keseluruhan intensitas latihan rata-rata meningkat.
b. Latihan sirkuit merupakan latihan dengan melakukan beberapa jenis
aktivitas fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi latihan
beban dengan sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis ini
adalah dapat melatih otot tangan dan kaki.
c. Latihan sirkuit interval merupakan latihan tipe sirkuit dimana seseorang
menjalankan beberapa aktivitas akan tetapi diselingi oleh istirahat pada
saat dilakukan peralihan aktivitas. Manfaat dari latihan jenis ini meliputi
manfaat yang didapat dari latihan sirkuit dan interval.
d. Latihan kontinyu menekankan penggunaan energi submaksimal yang
dijaga terus sampai dengan latihan berakhir. Manfaat dari latihan jenis ini
adalah bahwa latihan ini lebih mudah untuk dijalankan.
4) Fase Perawatan Jangka Panjang
Setelah melewati intervensi formal pada fase III, maka fase ini
memfokuskan pada perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga
gaya hidup sehat, dan menghindari kemunduran dari target-target yang
sebelumnya telah tercapai, seperti tingkat tingkat kesegaran fisik,
mempertahankan berat badan, dan melanjutkan stop merokok.
6 Manajemen Stres
Menurut National Safety Council (2004) manajemen stres dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu : keterampilan coping yang efektif, teknik relaksasi,
dan gaya hidup yang lebih sehat seperti tidak merokok dan menerapkan program
pengurangan resiko. Menurut Dittmann (2002) manajemen stres dan gaya hidup
19
mengubah program dapat membantu mengurangi jumlah kematian akibat penyakit
jantung sebesar 34%.
7 Seksualitas
Ueno mendapatkan hasil kurang dari 1% pasien mati mendadak di Jepang
dialami pada saat coitus, sementara berbagai studi menunjukkan tenaga yang
dibutuhkan pada saat aktifitas seksual adalah sekitar 2 – 5 METs. Pemanasan
(foreplay) sebelum hubungan dinyatakan aman dan baik untuk mencegah
ketakutan dalam kegagalan berhubungan, sementara posisi berhubungan paling
baik dilakukan dalam posisi yang sudah biasa / sering dilakukan. Rekomendasi
lama menganjurkan hubungan baru dapat dicoba kembali setelah 8 – 12 minggu
setelah serangan, tapi rekomendasi terbaru menunjukkan penderita infarkmyokard
tanpa komplikasi dapat melaksanakan hubungan kembali bila merasa nyaman,
biasanya sekitar 4 minggu setelah infarkmyokard. Ketika mengobati disfungsi
ereksi, dapat dipergunakan fosfodiesterasetype 5 (PDE5) setelah 6 bulan
paskainfarkmyokard dan dalam kondisi stabil. Penggunaan PDE5 harus dihindari
pada pasien yang mengkonsumsi nitrat karena dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah.
8 Pengurangan Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko IMA terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
Usia Hipertensi
Ras Dislipidemia
Riwayat merokok
Faktor psikososial
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemulangan pasien,
diantaranya : kondisi klinis, aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas pada waktu luang,
istirahat, bekerja, aktivitas seksual, gejala dan rujukan pada fase rehabilitasi dengan
pengawasan.
22
1. Merokok
2. DM type 2.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Tidak ada murmur.
2. Tidak ada galop.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ejection fraction 30%
2. Total koleterol 220 md/dL.
G. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Mengeluh nyeri dada sebelah 1. Tidak ada murmur
kiri setelah aktivitas. 2. Tidak ada galop
2. Riwayat merokok dan DM type 3. Ejection fraction 30%
2. 4. Total kolesterol 220 mg/dL
3. Mengatakan bingung bagaimana
pola makan dirumah.
H. Diagnosa Keperawatan
No Data Masalah Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1. DS : Penurunan Perubaha Penurunan
1. Mengeluh nyeri dada curah n curah jantung
sebelah kiri setelah jantung kontaktil b.d perubahan
aktivitas. itas kontaktilitas
2. Riwayat merokok dan
DM type 2
DO :
1. Tidak ada murmur
2. Tidak ada galop
3. Ejection fraction 30%
4. Total kolesterol 220
mg/Dl
2. DS : Intoleransi Ketidaks Intoleransi
1. Mengeluh nyeri dada aktivitas eimbang aktivitas b.d
sebelah kiri setelah an antara ketidakseimba
aktivitas. suplai ngan antara
23
DO : dan suplai dan
1. Tidak ada murmur kebutuha kebutuhan O2
2. Tidak ada galop n O2
3. Ejection fraction 30%
3. DS : Defisit Kurang Defisit
1. Pasien mengatakan pengetahu terpaparn pengetahuan
bingung bagaimana an ya b.d kurang
pola makan dirumah. informas terpaparnya
DO : i informasi.
1. Total kolesterol 220
mg/dL.
24
4. Produksi urine haluaran cairan
0,5 - 1 7. Observasi adanya infark
cc/kgBB/jam miokard melalui
5. CRT < 2 detik pemeriksaan EKG berkala.
6. Suhu normal (36- 8. Observasi perdarahan,
37 derajat drainase darah terus-
Celcius) menerus, CVP rendah,
7. RR normal (12- takikardia.
20 X/menit). 9. Observasi adanya gagal
8. Drainase dada jantung:
melalui selang hipotensi,peningkatan
pada 4-6 jam PAWP, CVP dan tekanan
pertama < 300 cc. atrium kiri, takikardia,
gelisah, sianosis, distensi
vena, dipsnea, asites.
10. Persiapkan pemberian
diuretik dan
digitalis.
2. Intoleransi NOC Activity Therapy
aktivitas b.d 1. Energy 1. Kolaborasikan dengan
ketidakseim conservation tenaga rehabilitasi medik
bangan 2. Activity tolerance dalam merencanakan
antara 3. Self Care: ADLs program terapi yang tepat
suplai dan 2. Bantu klien untuk
kebutuhan Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktivitas
O2 1. Berpartisipasi yang mampu dilakukan
dalam aktivitas 3. Bantu untuk memilih
fisik tanpa aktivitas konsisten yang
disertai sesuai dengan kemampuan
peningkatan fisik, psikologi dan social
tekanan darah, 4. Bantu untuk
nadi dan RR mengidentifikasi dan
2. Mampu mendapatkan sumber yang
melakukan diperlukan untuk aktivitas
25
aktivitas sehari- yang diinginkan
hari (ADLs) 5. Bantu untuk mendapatkan
secara mandiri alat bantuan aktivitas
3. Tanda-tanda vital seperti kursi roda, krek
normal 6. Bantu untuk
4. Energy mengidentifikasi aktivitas
psikomotor yang disukai
5. Level kelemahan 7. Bantu klien untuk membuat
6. Mampu jadwal latihan diwaktu
berpindah: luang.
dengan atau tanpa 8. Bantu pasien / keluarga
bantuan alat untuk mengidentifikasi
7. Status kekurangan dalam
kardiopulmunari beraktivitas.
adekuat 9. Sediakan penguatan positif
8. Sirkulasi status bagi yang aktif beraktivitas.
baik 10. Bantu pasien untuk
9. Status respirasi : mengembangkan motivasi
pertukaran gas diri dan penguatan.
dan ventilasi 11. Monitor respon fisik,
adekuat emosi, social dan spiritual.
3. Defisit NOC Teaching : Disease Proses
pengetahua 1. Knowledge : 1. Berikan penilaian tentang
n b.d Disease Process tingkat pengetahuan pasien
kurang 2. Knowledge : tentang proses penyakit
terpaparnya Health Hehavior yang spesifik.
informasi. 2. Jelaskan patofisiologidari
Kriteria Hasil : penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan ini berhubungan dengan
keluarga anatomi dan fisiologi,
menyatakan dengan cara yang tepat.
pemahaman 3. Gambarkan tanda dan
tentang penyakit, gejala yang biasa muncul
kondisi, pada penyakit, dengan cara
26
prognosis, dan yang tepat.
program 4. Identifikasi kemungkinan
pengobatan. penyebab, dengan cara yang
2. Pasien dan tepat
keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada
melaksakan pasien tentang kondisi,
prosedur yang dengan cara yang tepat.
dijelaskan secara 6. Hindari jaminan yang
benar. kosong.
3. Pasien dan 7. Sediakan bagi keluarga atau
keluarga mampu SO informasi tentang
menjelaskan kemajuan pasien dengan
kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan 8. Diskusikan perubahan gaya
perawat/tim hidup yang mungkin
kesehatan diperlukan untuk mencegah
lainnya. komplikasi dimasa yang
akan datang dan ata proses
pengontrolan penyakit.
9. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
10. Diskusi pilihan terapi
diet nutrisi yang sesuai.
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
local, dengan cara yang
tepat
13. Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala
27
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tn. Edo 68 tahun mengalami nyeri dada sebelah kiri setelah beraktivitas dan
di diagnnosa Akut Anterior Miokard Infark. Infark miokard akut adalah nekrosis
daerah miokardial yang biasanya disebabkan oleh suplai darah yang terhambat
atau terhenti terlalu lama akibat adanya trombis akut atau mendadak pada
coronary artherosclerotic stenosis dan manifestasi klinis pertamanya adalah
iskemia jantung atau adanya riwayat angina pectoris. Tn, Edo mempunyai riwayat
merokok dan riwayat DM tipe 2, kemudian ketika dilakukan pemeriksaan
laboratorium hasil lab total kolestrol 220 mg/dl.
28
Kemudian Tn. Edo dilakukan rehabilitasi Akut Miokard Infark, yang terdiri
dari empat tahapan rehabilitasi beserta latihannya, manajemen stres, konseling
gizi, seksualitas dan dilakukan discharge planning berupa konseling diet untuk
pola makan Tn Edo di rumah yaitu untuk minggu pertama periode serangan
jantung pasien hanya diperbolehkan mengkonsumsi sedikit daging rendah garam,
menghindari minuman dingin , mengkonsumsi lebih banyak sayuran ( kembng
kol, asparagus, wortel). Mencegah daging berwarna merah mengandung banyak
lemak, margarin, dan makanan yang telah di proses ulang.
Lalu, dilakukan asuhan keperawatan dari pengkajian-evaluasi dimana
didapatkan diagnosa penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, dan deficit
pengetahuan.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih focus dan detail dalam melakukan diskusi kelompok agar kasus yang
diberikan dapat terbahas sempurna dan dapat memberikan banyak pengehatuan.
Untuk pembaca dapat memberiksan kritik dan saran agar menjadikan penulis lebih
baik kedepannya.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ades, P. A. 2001. "Cardiac rehabilitation and secondary prevention of coronary
heart disease." The New England journal of medicine 345(12): 892.
2. Almatsier, Sunita. 2009. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka.
3. Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
4. Fathoni M., 2011. Penyakit Jantung Koroner : patofisiologi, Disfungsi Endotel dan
Manifestasi Klinis. Surakarta: UNS Press.
5. Kabo. 2011. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional.
Jakarta : FKUI.
6. Moorhoed, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement Of
Health Outcomes. Edition. Missouri : Elseiver Mosby
7. NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
8. Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
9. Rampengan, SH. 2016. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : FKUI.
10. Riulantono. 2011. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : FKUI.
11. Smeltzer & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
12. Tim pokja. 2016. SDKI. PPNI.
30