Anda di halaman 1dari 30

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP INFARK MIOKARD AKUT (IMA)


A. DEFINISI

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat


iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan
adanya trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Selama
berlangsungnya proses agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2
dan serotonin. Ketiga substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah koroner yang aterosklerotik. (Kabo : 2011)

Infark miokard akut adalah nekrosis daerah miokardial yang biasanya


disebabkan oleh suplai darah yang terhambat atau terhenti terlalu lama akibat adanya
trombis akut atau mendadak pada coronary artherosclerotic stenosis dan manifestasi
klinis pertamanya adalah iskemia jantung atau adanya riwayat angina pectoris
(Rilantono : 2011)

B. ETIOLOGI

Berdasarkan klasifikasi :

1. Infark miokard spontan yang berkaitan dengan iskemia karena kejadian


serangan jantung seperti erosi dan/atau pecah plak atau diseksi.
2. Infark miokard sekunder sampai iskemia karena meningkatnya kebutuhan
oksigen atau berkurangnya pasokan, misalnya: spasme arteri koroner,
emboli koroner, anemia, aritmia, hipertensi atau hipotensi.
3. Kematian jantung mendadak yang tak terduga, termasuk serangan jantung,
sering dengan gejala yang menunjukkan iskemia miokard, beriringan dengan
elevasi ST yang mungkin baru, atau LBBB baru, atau bukti trombus segar
dalam arteri koroner dengan angiografi dan/atau otopsi, tapi kematian
terjadi sebelum sampel darah diperoleh, atau pada suatu waktu sebelum
munculnya tanda biologis jantung dalam darah.
4. Infark miokard yang berkaitan dengan IKP (Intervensi Koroner Perkutan)
5. Infark miokard yang berkaitan dengan trombosis stent yang
didokumentasikan dengan angiografi atau pada otopsi.
6. Infark miokard berkaitan dengan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)

1
MCI terjadi saat iskemia miokard berlangsung. Iskemia miokard yang berat
dapat terjadi karena meningkatnya metabolisme miokard, penurunan suplai
oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui sirkulasi koroner, atau keduanya.
Gangguan dalam suplai oksigen miokard dan nutrisi terjadi ketika thrombus yang
terlepas pada plak aterosklerosis ulserasi atau tidak stabil sehingga
mengakibatkan oklusi koroner. Stenosis arteri koroner (>75%) yang disebabkan oleh
aterosklerosis atau stenosis dinamis yang terkait dengan vasospasme koroner dapat
mengurangi pasokan oksigen dan nutrisi dan menimbulkan infark miokard. Kondisi
yang berhubungan dengan meningkatnya metabolisme miokard yaitu kegiatan fisik
yang ekstrim, hipertensi berat, dan stenosis katup aorta yang berat. (Rampengan :
2016)

C. FAKTOR RESIKO
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Orang yang usianya semakin meningkat kemungkinan mereka
akan mendapatkan penyakit jantung koroner dan menderita serangan
jantung fatal.
b. Jenis kelamin

waktu enam tahun setelah mengalami serangan jantung, 18%


pria akan mengalami serangan jantung lagi, dengan 8% mengalami
stroke, 7% mengalami kematian jantung mendadak dan 22% menjadi
cacat dengan gagal jantung. Pria di bawah usia 75 tahun memiliki proporsi
yang lebih tinggi mengalami kejadian penyakit jantung daripada wanita.
Usia rata-rata untuk pria yang memiliki serangan jantung pertama
mereka adalah 65.8 tahun, sedangkan usia rata-rata untuk wanita adalah
70.4 tahun.

c. Ras-Etnis

Ras-etnis yang minoritas beresiko untuk penyakit jantung dan


pembuluh darah. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama
kematian di antara Afrika-Amerika dibandingkan dengan ras Kaukasia.
Hal ini terjadi karena non-kulit putih (terutama Afrika-Amerika)
memiliki faktor risiko lebih tinggi untuk menjadi overweight dan
obesitas, diabetes dan tekanan darah tinggi, yang merupakan salah satu
faktor risiko penyakit ini.

2
d. Herediter/riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga memilki penyakit kardiovaskular


yang terbukti secara klinis (angina, infark miokard, serangan iskemik
transien, atau stroke iskemik) pada orang tua atau saudara sebelum usia 60
tahun, mempunyai risiko penyakit jantung koroner menjadi sekitar dua kali
lipat daripada mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi :


a. Dislipidemia

Dislipidemia adalah faktor resiko yang disebabkan oleh trigliserida


lipid yang terlalu tinggi atau terlalu rendahnya high-density lipoprotein
(HDL) kolesterol. Dislipidemia merupakan faktor resiko utama penyakit
ini.

b. Merokok

Perokok yang menderita penyakit jantung memiliki sekitar dua


kali risiko untuk meninggal mendadak akibat serangan jantung
dibandingkan bukan perokok.

c. Hipertensi
d. Diabetes

Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko


kematian akibat kardiovaskular yang dua sampai enam kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak diabetes. Lebih dari
seperempat dari semua kejadian kardiovaskular (sindrom koroner akut
atau kematian akibat kardiovaskular) terjadi di kalangan penderita dengan
diabetes.

e. Rasio Pinggang

Obesitas sentral, yang diukur dengan lingkar pinggang, adalah


indikator yang lebih baik untuk risiko kardiovaskular daripada BMI.
Obesitas sentral terjadi jika lingkar pinggang ≥ 102 cm pada laki-laki
(≥ 90 cm pada pria Asia) dan ≥ 88 cm pada wanita (≥ 80 cm pada
wanita Asia).

f. Pola Diet

3
Nutrisi yang buruk mencetuskan penyakit jantung dan gizi
sehat mencetuskan kesehatan secara menyeluruh, kebugaran,
kesejahteraan dan menurunkan risiko penyakit jantung.
g. Aktivitas Fisik

Melakukan aktivitas fisik secara teratur, fitness, dan olahraga


merupakan dasar untuk menciptakan, mempertahankan dan
mendapatkan kesehatan serta kesejahteraan bagi masyarakat dari segala
usia. Orang yang secara fisik tidak aktif hampir dua kali lebih
mungkin untuk mencetuskan penyakit jantung daripada orang yang
melakukan aktivitas fisik secara teratur.

h. Alkohol
(Rampengan : 2016)
D. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Reperfusi

Untuk pasien yang mengalami infark miokard akut dengan waktu


onset gajala kurang dari 12 jam, Percutaneous Coronary Intervention (PCI),
Coronary Artery Bypass Graft (CABG), ataupun reperfusi farmakologis
(fibrinolitik) harus dilakukan sedini mungkin.

2. Bukan Terapi Reperfusi


American College of Cardiology (ACC)/American Heart Association
(AHA) dan European Society of Cardiology (ESC) merekomendasikan
dalam tata laksana pasien dengan infark miokard diberikan terapi dengan
menggunakan anti platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti
koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH)/Low Molecular Weight
Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACEinhibitor, dan Angiotensin
Receptor Blocker.
3. Tata laksana pasca serangan
Tata laksana pasca serangan, antara lain :
a. Pemberian morfin untuk mengurangi nyeri dada (2 – 4 mg) dapat
diulang 5 – 15 menit.
b. Pemberian O2 selama 6 jam pertama apabila saturasi oksigen <90%
c. Nitrat (0,4 mg) untuk menanggulangi spasme arteri dan menurunkan
miokard, menurunkan tekanan baik preload maupun afterload.
d. Aspirin dengan dosis 160 – 325 mg

4
e. Kegiatan fisik harus dibatasi paling sedikit 12 jam.
f. Rasa sakit/kecemasan harus diminimalkan dengan analgesik yang
sesuai.
g. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien MCI diantaranya
yaitu :
1) Memberikan informasi penanganan dalam menghadapi stress.
2) Berikan penjelasan tentang bahaya merokok pada pasien,
menganjurkan untuk berhenti merokok pada pasien perokok
dan menganjurkan untuk tidak mulai merokok bagi pasien
yang bukan perokok.
3) Pengaturan diet : konsumsi kalori tubuh yang proporsional
sesuai arahan dari petugas kesehatan (gizi), membatasi asupan
kolesterol dan intake natrium.
4) Menganjurkan untuk melakukan olah raga teratur dan aktivitas
fisik secara normal sesuai kemampuan pasien.
5) Menjaga berat badan dalam batas normal dan kestabilan
tekanan darah serta gula darah.
6) Mengurangi aktivitas seksual.
7) Mengecek secara rutin nilai laboratorium seperti kolesterol,
gula darah, LDL dan HDL.
2.2 Rehabilitasi Pasca Serangan MCI
A. Definisi

Definisi rehabilitasi jantung menurut World Health Organization (WHO)


adalah gabungan dari beberapa aktifitas dan intervensi yang dibutuhkan untuk
memastikan tercapainya kondisi fisik, mental dan sosial terbaik yang dapat diraih,
sehingga penderita dengan kelainan kronik ataupun yang telah melewati fase akut
kelainan kardiovaskular dapat mencapai atau melanjutkan kehidupan sosial yang
selayaknya, dan berperan aktif dalam kehidupan, dengan usahanya sendiri.

B. Tujuan
Tujuan dari suatu rehabilitasi jantung adalah untuk meminimalisasi efek
samping secara fisiologis maupun psikologis dari penyakit jantung, untuk
menurunkan angka meninggal mendadak, infark ulangan, untuk mengurangi gejala
penyakit jantung, untuk menstabilkan atau memutar balikkan proses atherosklerosis,
dan mengembalikan status psikologis penderitanya. Dalam pelaksanaan rehabilitasi
5
jantung diarahkan oleh dokter, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan oleh berbagai
praktisi profesional kesehatan.

C. Program Rehabilitasi
1 Tahapan
Setelah pasien menderita MCI bebas dari gejala, maka program rehabilitasi
aktif harus dimulai. Tujuan rehabilitasi bagi pasien MCI adalah mengembangkan
dan memperbaiki kualitas hidupnya. Tujuan jangka pendeknya adalah
mengembalikan sesegera mungkin ke gaya hidup normal atau mendekati normal.
Tujuan tersebut hanya bias dicapai dengan mendorong aktivitas fisik dan
penyesuaian fisik, memberi pendidikan terhadap pasien maupun keluarganya dan
memulai penyuluhan psikososial dan bimbingan bila diperlukan.

Tahap-tahap rehabilitasi jantung biasanya terjadi dalam 4 tahap. Tahap 1


dimulai segera setelah terjadi episode akut penyakit, biasanya pada pasien pada
saat diunit perawatan jantung.

Tahap 2 terjadi pada saat menjelang pemulangan pasien, selama tahap kedua
ini perawat dapat membantu pasien kearah mencapai tujuan untuk hidup mandiri,
meskipun masih dalam tirah baring ketat. Tahap ini dicapai dengan mengarahkan
fikiran pasien dimana ia akan dapat aktif kembali. Tujuan disini bukan untuk
merubah gaya hidup pasien secara total, tetapi mendorong penyesuaian yang
diperlukan. Sebaiknya hindari perhatian terhadap hal-hal yang tidak dapat
dilakukan pasien. Melaikan dorongan pencapaian jangka pendek dan jangka
panjang berdasarkan kebutuhan masing-masing individu. Perjalanan penyakit
perlu diperjelaskan, jawab semua pertanyaan dengan jujur, dan beri keyakinan
kepada pasien bahwa kebanyakan orang mampu beraktivitas kembali setelah MI.
Pendekatan yang positif ini akan membatu pasien agar tidak mengalami defek
jantung.

Tahap 3 dimulai saat pasien pulang kerumah dan berlangsung selama masa
pemuliha. Tujuan tahap 3 adalah mengembalikan aktivitas pasien dalam tingkat
yang memungkinkanya bekerja atau kembali ke aktivitas yang biasa dilakukan
sebelum terjadi penyakit. Tahap ini biasanya dilakukan dengan mendaftarkan
pasien pada suatu program rehabilitasi formal yang mengawasi aktifitas dan
latihan secara bertahap. Program rehabilitasi rawat jalan pasien jantung ini
dirancang untuk membantu terlaksananya jadwal kerja dan aktivitas pasien.
Kebanyakan program seperti ini menjadwalkan pertemuan pada pagi hari, sore

6
hari atau malam sehingga pasien yang telah kembali bekerja dapat menyusun
jadwal pertemuan sesuain aktuvitas harian mereka.

Tahap 4 difokuskan pada penyesuaian jangka panjang dan pada pemeliharaan


stabilitas kardiovaskuler. Pada tahap ini pasien biasanya sudah mampu mengatur
diri sendiri dan tidak memerlukan program pengawasan. Tujuan tiap tahap
ditentukan dan didasarkan pada pencapaian pasien tahap sebelumnya.

2 Pemantauan
Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua
kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau
aritmia dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Pasien dipantau
dengan ketat terhadap:

a. Perubahan frekuensi, irama, bunyi jantung


Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus.
Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi
antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain
selain oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum
terakhir (Smeltzer & Bare, 2010).
b. Tekanan darah
Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon
terhadap nyeri dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator.
c. Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi
gangguan pada saluran percernaan seperti mual, muntah. Rasa tidak nyaman
didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.
d. Status pernafasan
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi
akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan
saturasi oksigen arteri < 90%. Pemberian oksigen harus diberikan bersama
dengan terapi medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal.
e. Haluaran urine
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari kelebihan
7
cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria)
yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik.
f. Suhu, warna kulit, perubahan penginderaan.
g. Perubahan nilai laboratorium
Creatinfosfakinase (CPK). Isoenzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi
karena kerusakan otot, makaenzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah.
Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama (kurang
lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali kenilai normal pada hari ke-
3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari
12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah
serangan dan akan kembali kenilai normal pada hari ke-4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar
enzim baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali kenilai normal antara
hari ke-7 dan 12.
3 Konseling Gizi (Diet Nutrisi)
Nutrisi merupakan bagian penting dari program rehabilitasi jantung.
Perencanaan nutrisi yang baik dapat mencegah terjadinya serangan jantung, pasien
boleh mengkonsumsi makanan apapun, terutama sayur, buah, berbagai jenis padi,
kacang dan biji-bijian. Selama minggu pertama periode serangan jantung, pasien
hanya diperbolehkan mengkonsumsi sedikit daging rendah garam, menghindari
minuman dingin, mengkonsumsi lebih banyak sayuran (kembang kol, asparagus,
wortel). Mencegah daging berwarna merah mengandung banyak lemak, margarin
dan makanan yang diproses ulang yang banyak mengandung asam lemak.
Terapi nutrisi dengan metode reversal dapat ditentukan dengan pendeteksian
awal dengan menggunakan PET (Positron Emission Tomography) scan. Tindakan
selanjutnya diikuti dengan obat penurun kolesterol yang dikombinasi dengan diet
rendang lemak, pengontrolan BB (penurunan intake kalori karbohidrat, latihan,
manajemen sters, dan berhenti merokok dan minum alkohol). Hal diatas
merupakan langkah alternatif yang efektif untuk revaskularisasi pada hampir
semua pasien. Kunci dari reversal terapi adalah menurunkan kadar lemak dan
kolesterol.
Mengkonsumsi magnesium yang terdapat pada tahu, tepung, brokoli, kentang,
lobak, bayam dapat membantu mengatur aktivitas jantung, kemudian
mengkonsumsi bawang putih dan 3 butir cengkeh sehari dapat menurunkan
kolesterol dan trigliserida, mencegah pembentukan trombus, dan menurunkan
8
tekanan darah. Bawang merah mengadung antioksidan, lada merah dapat
menurunkan kolesterol, melebarkan arteri, meningkatkan aliran darah,
menghambat pengumpulan platelet darah. Konsumsi lada merah sebanyak 1 sdt
dicampur 1 gelas air pada saat serangan awal akan dapat mengurangi nyeri.
Para peneliti menemukan bahwa dengan mengkonsumsi walnuts 1 ons setiap
hari (7 biji) dpat menurunkan resiko serangan jantung sebanyak 8-10%. Untuk
menguatkan jantung, pasien dapat mengkonsumsi 1 sdt madu 3 kali sehari selama
beberapa minggu (kontaindikasi untuk pasien DM).
Diet untuk pasien dengan MCI menurut Donna&Warkman (2006) terdiri dari:
1) Kalori sejumlah 50%-55% karbohidrat, 30%-35% karbohidrat kompleks, 10%
gula sederhana, kurang dari 30% lemak, 15% lemak mono ansaturated, 10%
lemak poli ansaturated, 12-20% protein.
2) Batasi intake kolesterol kurang dari 300mg/hari, batasi intake sodium
4 Latihan Progresif
Tujuan dari program latihan fisik rehabilitatif bagi penderita gangguan
jantung yaitu:
1) Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh
2) Memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan
3) Membantu pasien untuk kembali dapat beraktivitas fisik seperti sebelum
mengalami gangguan jantung.
Manfaat latihan fisik pada penderita gangguan jantung yaitu:

1) Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit.
2) Dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis penderita.
3) Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada level
aktivitas sebelum serangan jantung (Lavie : 1993)
Untuk mencegah terjadinya serangan ulang, perlu diperhatikan kontraindikasi
dalam melakukan latihan fisik pada rehabilitasi penderita gangguan jantung,

9
diantaranya

5 Program Rehabilitasi
Secara umum, program rehabilitasi dibagi menjadi 4 tahap, diantaranya :
1) Program Inpatient (di dalam Rumah Sakit)
Program latihan inpatientdilakukan terbatas pada aktivitas sehari-
hari seperti menggerakkan tangan dan kaki dan pengubahan postur. Latihan
ini dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan jantung sepanjang tidak
terdapat ada kontraindikasi. Pada fase ini perlu dilakukan monitoring ECG
untuk menilai respon terhadap latihan. Manfaat dari latihan fisik pada fase ini
adalah sebagai bahan survailance tambahan, melatih pasien untuk dapat
menjalankan aktivitas pada aktivitas sehari-hari, dan untuk menghindari efek
fisiologis dan psikologis negatif pada bedrest.
Tujuan dari latihan fisik fase pertama ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Pasien dengan aktivitas rendah hanya memerlukan latihan
fisik untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Pasien dengan kapasitas fisik yang
lebih baik dapat menjalankan program latihan untuk pencegahan tertier dan
10
mengikuti program jangka panjang untuk meningkatkan ketahanan
kardiorespirasi, komposisi tubuh, fleksibilitas dan ketahanan otot
(Marchionnietal : 2003).
Pemantauan lebih lanjut perlu dilakukan pada pasien dengan tanda dan
gejala : peningkatan denyut andi melebihi batas yang ditetapkan, peningkatan
tekanan darah sebagai respon latihan, sesak napas, iskemia myocardial,
disritmia, angina pectoris dan kelelahan berat.
Pasien dapat memulai latihan dari berbaring menuju ke duduk dan
kemudian berdiri. Latihan ortostatik perlu dilakukan dalam program latihan.
Latihan ortostatik meliputi berdiri dengan gerakan otot selama1 sampai 2
menit dengan monitor denyut nadi dan tekanan darah. Respon terhadap latihan
ini diperlukan untuk menilai respon tubuh terhadap berbagai jenis
vasodilatator dan beta bloker. Pada hari ke 3 sampai 5 paskainfarkpostcardial
atau gangguan kardiovaskular lain, mulai dapat dilakukan latihan dengan
berjalan, treadmill, atau ergometri (Oldridge : 1988).
2) Program out-patient (pulang dari RS sampai dengan 12 minggu)
Program ini dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah
sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan
kemampuan fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah
mengalami infarkmyocard dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang
lebih besar untuk mengalami dysritmia, dypnea dan angina. Pada pasien yang
pernah menjalani operasi bypass sering terjadi rasa pusing dan
diyrrhitmiasupraventricular sedangkan pasien yang pernah mengalami
infarkmyocard sering mengalami perubahan segmen ST pada EKG. Hal inilah
yang mendorong perlunya pengawasan program latihan pada orang dengan
riwayat gangguan jantung tersebut (Jolliffeetal., 2001:87).
Fase II dimulai pada minggu kedua atau ketiga setelah serangan
myocardialinfark. Program ini diharapkan dapat memberi dukungan dan dapat
membimbing penderita gangguan jantung untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatannya. Idealnya, program fase II dijalankan di fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas EKG untuk pengawasan latihan, peralatan dan staf yang
dapat mengatasi kondisi darurat. Apabila fase rehabilitasi ini terpaksa
dijalankan di rumah ataupun di tempat dengan sarana minimal, harus tetap
dilakukan pemeriksaan periodik pada pusat-pusat kesehatan. Pada prinsipnya,
tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan rehabilitasi fisik seseorang

11
penderita gangguan jantung agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari seperti sedia kala.
Ades (2001:894) memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat
dilakukan secara mandiri terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tiap latihan
dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dan dilakukan dua kali sehari. Pada
tiap latihan dilakukan pengaturan nafas yang baik karena apabila dilakukan
penahanan nafas dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan meningkatkan
beban kerja jantung. Pada hari ke 4 dan ke 5 dapat ditambahkan beban sebesar
250 gram pada tangan. Pada hari ke 6 beban dapat ditingkatkan menjadi 500
gram.

12
13
14
15
16
17
3) Fase Pemeliharaan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase
pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasitas
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa
kesulitan yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki
responhemodinamik dan kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapkan
sudah memiliki pengetahuan dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan
terapi yang dapat dilakukan, karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta
rentang aktivitas yang aman untuk dilakukan (Oldridge : 1988).
18
Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan
individu normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik. Pada pasien
dengan kapasitas fungsional diatas 5METS, pemrograman latihan dengan
menggunakan frekuensi denyut jantung dan RPE (rating of perceive dexertion)
dapat dilakukan. Frekuensi latihan sebaiknya sekitar 3 sampai 4 kali dalam
seminggu. Durasi latihan dapat dimuai dari 10 menitan kemudian dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan mencapai 60 menit.
Beberapa metode latihan yang dapat dijalankan pada penderita
gangguan jantung diantaranya :
a. Latihan interval, yaitu latihan yang kemudian diikuti oleh periode istirahat.
Beberapa manfaat dari jenis latihan ini adalah (1) dapat dilakukannya
latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase aktif dan (2) secara
keseluruhan intensitas latihan rata-rata meningkat.
b. Latihan sirkuit merupakan latihan dengan melakukan beberapa jenis
aktivitas fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi latihan
beban dengan sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis ini
adalah dapat melatih otot tangan dan kaki.
c. Latihan sirkuit interval merupakan latihan tipe sirkuit dimana seseorang
menjalankan beberapa aktivitas akan tetapi diselingi oleh istirahat pada
saat dilakukan peralihan aktivitas. Manfaat dari latihan jenis ini meliputi
manfaat yang didapat dari latihan sirkuit dan interval.
d. Latihan kontinyu menekankan penggunaan energi submaksimal yang
dijaga terus sampai dengan latihan berakhir. Manfaat dari latihan jenis ini
adalah bahwa latihan ini lebih mudah untuk dijalankan.
4) Fase Perawatan Jangka Panjang
Setelah melewati intervensi formal pada fase III, maka fase ini
memfokuskan pada perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga
gaya hidup sehat, dan menghindari kemunduran dari target-target yang
sebelumnya telah tercapai, seperti tingkat tingkat kesegaran fisik,
mempertahankan berat badan, dan melanjutkan stop merokok.
6 Manajemen Stres
Menurut National Safety Council (2004) manajemen stres dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu : keterampilan coping yang efektif, teknik relaksasi,
dan gaya hidup yang lebih sehat seperti tidak merokok dan menerapkan program
pengurangan resiko. Menurut Dittmann (2002) manajemen stres dan gaya hidup

19
mengubah program dapat membantu mengurangi jumlah kematian akibat penyakit
jantung sebesar 34%.
7 Seksualitas
Ueno mendapatkan hasil kurang dari 1% pasien mati mendadak di Jepang
dialami pada saat coitus, sementara berbagai studi menunjukkan tenaga yang
dibutuhkan pada saat aktifitas seksual adalah sekitar 2 – 5 METs. Pemanasan
(foreplay) sebelum hubungan dinyatakan aman dan baik untuk mencegah
ketakutan dalam kegagalan berhubungan, sementara posisi berhubungan paling
baik dilakukan dalam posisi yang sudah biasa / sering dilakukan. Rekomendasi
lama menganjurkan hubungan baru dapat dicoba kembali setelah 8 – 12 minggu
setelah serangan, tapi rekomendasi terbaru menunjukkan penderita infarkmyokard
tanpa komplikasi dapat melaksanakan hubungan kembali bila merasa nyaman,
biasanya sekitar 4 minggu setelah infarkmyokard. Ketika mengobati disfungsi
ereksi, dapat dipergunakan fosfodiesterasetype 5 (PDE5) setelah 6 bulan
paskainfarkmyokard dan dalam kondisi stabil. Penggunaan PDE5 harus dihindari
pada pasien yang mengkonsumsi nitrat karena dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah.
8 Pengurangan Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko IMA terbagi menjadi dua kelompok yaitu :

Non modifiable Modifiable

Usia Hipertensi

Jenis kelamin Diabetes mellitus

Ras Dislipidemia

Riwayat keluarga Obesitas

Riwayat merokok

Faktor psikososial

Program program rehabilitasi diharapkan akan memperbaiki kontrol


glikemi, mengurangi lemak tubuh dan IMT, serta memperbaiki kapasitas
latihan. Adapun pelaksanaan pengurangan faktor resiko, terdapat dalam tabel
berikut.
20
21
D. DISCHARGE PLANNING

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemulangan pasien,
diantaranya : kondisi klinis, aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas pada waktu luang,
istirahat, bekerja, aktivitas seksual, gejala dan rujukan pada fase rehabilitasi dengan
pengawasan.

Pada saat pemulangan, pasien harus mendapatkan informasi mengenai :

a. Patofisiologi dan karakteristik MCI dan gangguan yang dialaminya sehingga


dapat memahami gangguan jantung yang terjadi pada dirinya dan keadaan-
keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya atherosklerosis.
b. Sebaiknya, hal-hal perawatan diri mendasar seperti mandi, mengenakan baju
makan dan minum sudah dapat dilakukan secara mandiri.
c. Jumlah waktu istirahat juga harus secara jelas disampaikan. Istirahat yang
dianjurkan dapat meliputi tidur dan atau istirahat berbaring atau duduk
tenang.
d. Jenis pekerjaan yang tidak disarankan adalah yang meliputi mengangkat beban
dan pekerjaan yang melibatkan pasien untuk menahan nafas.
e. Pasien yang merasakan gejala palpitasi, dyspnea, tidak bisa tidur, kelelahan
berat harus berkonsultasi kepada dokter.
f. Sebelum fase I/fase inpatient berakhir, pasien harus sudah mendapatkan
penjelasan tentang program fase selanjutnya (Lavie et al., 1993)
2.3 Asuhan Keperawatan MCI
A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn.Edo
2. Usia : 68 tahun.
3. Jenis kelamin : Laki – laki.
B. Keluhan Utama
1. Mengeluh nyeri dada sebelah kiri setelah aktivitas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Akut anterior miokard infrak.
2. Faktor resiko terjadinya arterosklerosis.
D. Riwayat Penyakit Sebelumnya

22
1. Merokok
2. DM type 2.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Tidak ada murmur.
2. Tidak ada galop.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ejection fraction 30%
2. Total koleterol 220 md/dL.
G. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Mengeluh nyeri dada sebelah 1. Tidak ada murmur
kiri setelah aktivitas. 2. Tidak ada galop
2. Riwayat merokok dan DM type 3. Ejection fraction 30%
2. 4. Total kolesterol 220 mg/dL
3. Mengatakan bingung bagaimana
pola makan dirumah.
H. Diagnosa Keperawatan
No Data Masalah Etiologi Diagnosa
Keperawatan
1. DS : Penurunan Perubaha Penurunan
1. Mengeluh nyeri dada curah n curah jantung
sebelah kiri setelah jantung kontaktil b.d perubahan
aktivitas. itas kontaktilitas
2. Riwayat merokok dan
DM type 2
DO :
1. Tidak ada murmur
2. Tidak ada galop
3. Ejection fraction 30%
4. Total kolesterol 220
mg/Dl
2. DS : Intoleransi Ketidaks Intoleransi
1. Mengeluh nyeri dada aktivitas eimbang aktivitas b.d
sebelah kiri setelah an antara ketidakseimba
aktivitas. suplai ngan antara

23
DO : dan suplai dan
1. Tidak ada murmur kebutuha kebutuhan O2
2. Tidak ada galop n O2
3. Ejection fraction 30%
3. DS : Defisit Kurang Defisit
1. Pasien mengatakan pengetahu terpaparn pengetahuan
bingung bagaimana an ya b.d kurang
pola makan dirumah. informas terpaparnya
DO : i informasi.
1. Total kolesterol 220
mg/dL.

I. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontaktilitas
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi.
J. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Penurunan NOC Cardiac Care
curah 1. Cardiac Pump 1. Catat dan pantau HR, TD,
jantung b.d Effectiveness RR terutama adanya
perubahan hipotensi, waspadai
kontaktilitas Kriteria hasil: penurunan sistol/diastole.
1. Hemodinamik 2. Pantau irama jantung,
stabil (tekanan disritmia.
darah dalam batas 3. Observasi respon pasien
normal (TDS terhadap disritmia contoh
100-130, TDD penurunan tekanan darah.
60-90). 4. Observasi perubahan status
2. Asupan dan mental/orientasi/gerakan
haluaran sesuai. reflex tubuh/ gelisah.
3. Nadi normal (60- 5. Catat suhu kulit dan
100x/menit) tidak kualitas nadi perifer.
ada disritmia). 6. Ukur dan catat asupan dan

24
4. Produksi urine haluaran cairan
0,5 - 1 7. Observasi adanya infark
cc/kgBB/jam miokard melalui
5. CRT < 2 detik pemeriksaan EKG berkala.
6. Suhu normal (36- 8. Observasi perdarahan,
37 derajat drainase darah terus-
Celcius) menerus, CVP rendah,
7. RR normal (12- takikardia.
20 X/menit). 9. Observasi adanya gagal
8. Drainase dada jantung:
melalui selang hipotensi,peningkatan
pada 4-6 jam PAWP, CVP dan tekanan
pertama < 300 cc. atrium kiri, takikardia,
gelisah, sianosis, distensi
vena, dipsnea, asites.
10. Persiapkan pemberian
diuretik dan
digitalis.
2. Intoleransi NOC Activity Therapy
aktivitas b.d 1. Energy 1. Kolaborasikan dengan
ketidakseim conservation tenaga rehabilitasi medik
bangan 2. Activity tolerance dalam merencanakan
antara 3. Self Care: ADLs program terapi yang tepat
suplai dan 2. Bantu klien untuk
kebutuhan Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktivitas
O2 1. Berpartisipasi yang mampu dilakukan
dalam aktivitas 3. Bantu untuk memilih
fisik tanpa aktivitas konsisten yang
disertai sesuai dengan kemampuan
peningkatan fisik, psikologi dan social
tekanan darah, 4. Bantu untuk
nadi dan RR mengidentifikasi dan
2. Mampu mendapatkan sumber yang
melakukan diperlukan untuk aktivitas

25
aktivitas sehari- yang diinginkan
hari (ADLs) 5. Bantu untuk mendapatkan
secara mandiri alat bantuan aktivitas
3. Tanda-tanda vital seperti kursi roda, krek
normal 6. Bantu untuk
4. Energy mengidentifikasi aktivitas
psikomotor yang disukai
5. Level kelemahan 7. Bantu klien untuk membuat
6. Mampu jadwal latihan diwaktu
berpindah: luang.
dengan atau tanpa 8. Bantu pasien / keluarga
bantuan alat untuk mengidentifikasi
7. Status kekurangan dalam
kardiopulmunari beraktivitas.
adekuat 9. Sediakan penguatan positif
8. Sirkulasi status bagi yang aktif beraktivitas.
baik 10. Bantu pasien untuk
9. Status respirasi : mengembangkan motivasi
pertukaran gas diri dan penguatan.
dan ventilasi 11. Monitor respon fisik,
adekuat emosi, social dan spiritual.
3. Defisit NOC Teaching : Disease Proses
pengetahua 1. Knowledge : 1. Berikan penilaian tentang
n b.d Disease Process tingkat pengetahuan pasien
kurang 2. Knowledge : tentang proses penyakit
terpaparnya Health Hehavior yang spesifik.
informasi. 2. Jelaskan patofisiologidari
Kriteria Hasil : penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan ini berhubungan dengan
keluarga anatomi dan fisiologi,
menyatakan dengan cara yang tepat.
pemahaman 3. Gambarkan tanda dan
tentang penyakit, gejala yang biasa muncul
kondisi, pada penyakit, dengan cara

26
prognosis, dan yang tepat.
program 4. Identifikasi kemungkinan
pengobatan. penyebab, dengan cara yang
2. Pasien dan tepat
keluarga mampu 5. Sediakan informasi pada
melaksakan pasien tentang  kondisi,
prosedur yang dengan cara yang tepat.
dijelaskan secara 6. Hindari jaminan yang
benar. kosong.
3. Pasien dan 7. Sediakan bagi keluarga atau
keluarga mampu SO informasi tentang
menjelaskan kemajuan pasien dengan
kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan 8. Diskusikan perubahan gaya
perawat/tim hidup yang mungkin
kesehatan diperlukan untuk mencegah
lainnya. komplikasi dimasa yang
akan datang dan ata proses
pengontrolan penyakit.
9. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
10. Diskusi pilihan terapi
diet nutrisi yang sesuai.
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
local, dengan cara yang
tepat
13. Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala
27
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tn. Edo 68 tahun mengalami nyeri dada sebelah kiri setelah beraktivitas dan
di diagnnosa Akut Anterior Miokard Infark. Infark miokard akut adalah nekrosis
daerah miokardial yang biasanya disebabkan oleh suplai darah yang terhambat
atau terhenti terlalu lama akibat adanya trombis akut atau mendadak pada
coronary artherosclerotic stenosis dan manifestasi klinis pertamanya adalah
iskemia jantung atau adanya riwayat angina pectoris. Tn, Edo mempunyai riwayat
merokok dan riwayat DM tipe 2, kemudian ketika dilakukan pemeriksaan
laboratorium hasil lab total kolestrol 220 mg/dl.

28
Kemudian Tn. Edo dilakukan rehabilitasi Akut Miokard Infark, yang terdiri
dari empat tahapan rehabilitasi beserta latihannya, manajemen stres, konseling
gizi, seksualitas dan dilakukan discharge planning berupa konseling diet untuk
pola makan Tn Edo di rumah yaitu untuk minggu pertama periode serangan
jantung pasien hanya diperbolehkan mengkonsumsi sedikit daging rendah garam,
menghindari minuman dingin , mengkonsumsi lebih banyak sayuran ( kembng
kol, asparagus, wortel). Mencegah daging berwarna merah mengandung banyak
lemak, margarin, dan makanan yang telah di proses ulang.
Lalu, dilakukan asuhan keperawatan dari pengkajian-evaluasi dimana
didapatkan diagnosa penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, dan deficit
pengetahuan.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih focus dan detail dalam melakukan diskusi kelompok agar kasus yang
diberikan dapat terbahas sempurna dan dapat memberikan banyak pengehatuan.
Untuk pembaca dapat memberiksan kritik dan saran agar menjadikan penulis lebih
baik kedepannya.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ades, P. A. 2001. "Cardiac rehabilitation and secondary prevention of coronary
heart disease." The New England journal of medicine 345(12): 892.
2. Almatsier, Sunita. 2009. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka.
3. Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
4. Fathoni M., 2011. Penyakit Jantung Koroner : patofisiologi, Disfungsi Endotel dan
Manifestasi Klinis. Surakarta: UNS Press.
5. Kabo. 2011. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional.
Jakarta : FKUI.
6. Moorhoed, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement Of
Health Outcomes. Edition. Missouri : Elseiver Mosby
7. NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
8. Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.
9. Rampengan, SH. 2016. Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : FKUI.
10. Riulantono. 2011. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : FKUI.
11. Smeltzer & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
12. Tim pokja. 2016. SDKI. PPNI.

30

Anda mungkin juga menyukai