Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Syock Hemoragic


A. Definisi
Syok hemoragik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma
di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma
yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional,
dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus syok hemoragik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik.
Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ
tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada
pembuluh arteri utama.
B. Klasifikasi dan Maniferstasi Klinis
Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis
tersebut.
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga
maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau
gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan
nafas masih dalam kedaan normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%.
Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama
sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan
frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%.
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi
nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi
nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%.
Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah
sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus
memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan
penurunan kesadaran atau letargik.Stadium-I.

Selebihnya tanda-tanda klinis pada syok hemoragik dapat dilihat pada tabel.

Tanda dan Stadium- I Stadium-II Stadium-III Stadium-IV


Pemeriksaan
Klinis

Kehilangan 15% 15-30% 30-40% >40%


Darah (%)

Kesadaran Sedikit cemas Cemas Sangat Cemas/ Letargi


Bingung

Frekuensi <100x/menit >100- >120- >140x/menit


Jantung atau 120x/menit 140x/menit
Nadi

Frekuensi Nafas 14-20x/menit 20-30x/menit 30-40x/menit >35x/menit

Refiling Kapiler Lambat Lambat Lambat Lambat

Tekanan Darah Normal Normal Turun Turun


Sistolik

Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun

Produksi Urin >30ml/Jam 20-30ml/Jam 5-15ml/Jam Sangat sedikit

2.2 Patofisiologi ( Proses Penyakit )


Fraktur basis cranii terjadi karena faktor benturan secara langsung dan tidak
langsung yang diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas maupun faktor lainnya. Benturan
yang mengenai bagian kepala, didaerah durameter akan mengakibatkan robekan sehingga
terjadi perdarahan diotak yang akan mengalami gangguan autoregulasi sehingga aliran
darah ke otak menurun dan suplai oksigen menurun sehingga otak pun akan mengirimkan
sinyal kejantung untuk melalukan kompensasi tubuh agar dapat memenuhi kebutuhan
oksigen maka jantung pun akan memompa darah dengan cepat sehingga terjadi
peningkatan detak jantung yang akan mempercepat denyut nadi.
Ketika tubuh kekurangan oksigen dan darah maka akan mengganggu sirkulasi
oksigen didalam tubuh sehingga oksigen ditubuh lebih sedikit co2 mengakibatkan darah
menjadi lebih asam sehingga terjadi hipoperfusi oksigen di alveoli dan nafas menjadi
cepat. Sedangkan jika terjadi di gastrointestinal, ketika sirkulasi oksigen terganggu maka
akan terjadi iskemik gastro yang akan mengakibatkan ulserasi atau luka karena lambung
mengalami stress akibat peningkatan asam didalan lambung sehingga lambung akan
meningkatkan produksi asam lambung. Jika asam meningkat maka akan terjadi mual
muntah.
Perdarahan di otak akan menimbulkan beberapa gejala.
1. Renorhea terjadi karena fraktur di fossa anterior yang mengakibatkan perdarahan di
hidung.
2. Othorrhea bisa terjadi karena fraktur di fossa media yang mengalami kerusakan di
meatus acusticus akan menimbulkan perdarahan di telinga
3. Racoon eye positif terjadi di pars obitas of frontal mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva

Fraktur femur terjadi karena benturan secara langsung maupun tidak langsung
yang dapat diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas maupun faktor lainnya. Benturan yang
mengenai bagian femur maka akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas tulang sehingga
terjadi perubahan jaringan disekitar fraktur yang menyebabkan laserasi pada kulit.
Fragmen tulang yang patah akan menembus ke kulit dan otot maka akan mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah arteri dan vena pada femur sehingga terjadi perdarahan
yang menyebabkan kehilangan volume cairan sehingga pasien akan mengalami
hipovolemi. Jika terjadi hipovolemi maka volume intravascular menurun yang
mengakibatkan curah jantung menurun, karena curah jantung menuruh maka tekanan
darah juga akan turun seperti yang terjadi pada tn R TD 70/50 mmHg. Curah jantung
yang menurun mengakibatkan suplai darah ke otak juga menurun sehingga terjadi
perubahan tingkat kesadaran yang menyebabkan kesadaran menurun pada Tn R
kesadaran sopor koma. Selain itu, menurunnya suplai darah ke otak menyebabkan
vasokontriksi kulit sehingga kulit menjadi dingin.

Ketika darah keluar dari tubuh maka tubuh pun akan melakukan kompensasi untuk
dapat memenuhi kebutuhan oksigen sehingga akan mengakibatkan peningkatan nadi
untuk dapat mengalirkan darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Ketika terjadi perdarahan
maka tubuh akan menghemat darah dan oksigen sehingga darah dan oksigen hanya akan
diberikan ke organ yang penting seperti otak dan jantung sehingga akan mengalami
vasokontriksi pembuluh darah atau penurunan perfusi perifer maka menimbulkan CRT >
3 detik dan akral dingin.

Setelah 3 jam penanganan di IGD Tn R dilakukan operasi craniostomi untuk


menangani fraktur basis cranii dan revisi fraktur femur untuk menangani fraktur femur
terbuka 1/3 distal. Setelah luka post operasi craniotomy maka akan terpasang selang
drainage dan setelah operasi fraktur femur maka akan dilakukan perawatan luka jika
perawatan luka tidak baik maka akan terjadi infeksi Nosokomial di Rs sehingga kuman
masuk ke pembuluh darah yang menyebbakan terjadi invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik sehingga terjadi infeksi yang menyebakan terjadi sepsis. Pada Tn R ditandai
dengan adanya pus pada luka fraktur femur, hasil pemeriksaan lab ditemukan kultur darah
positif pseudomonas aeruginosa, PCT 10 microgram/L, kadar leukosit 19 ribu uL dan
suhu 39 C.

Infeksi luka operasi (ILO) adalah infeksi organisme pathogen yang berkembang
pada luka operasi yang akan menimbulkan tanda gejala seperti panas dan kemerahan.
Penyebab ILO terbanyak adalah Pseudomonas sp 29, 27 %, staphylococcus epidermisis
21,95%, dan kleb sill sp 14, 62 %. Pseudomonas sp bakteri gram negative ditemukan
pada usus dan kulit manusia. Bakteri yang sering dijumpai adalah pseudomonas
aeruginosa, suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan pus hijau
kebiruan (Ryan, Roy 2014).

Saat terjadi sepsis maka membuat kadar leukosit meningkat dan terjadi pelepasan
endotoksin. Sehingga kadar oksigen ke jaringan menurun dan terjadi hipoksia sel maka
mekanisme tubuh dengan kompensasi yang menyebakan pernafasan 28-40 X/ menit.
Selain itu hipoksia sel meyebabkan terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCo2 menurun
dan PH tinggi sehingga terjadi asidosis respiratorik.

2.3 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan


A. Primary Assessment
Pengkajian primer (CAB) ditujukan pada kondisi yg mengancam hidup (termasuk
perdarahan).
a. Circulation: Kaji perdarahan, Nadi, TD, CRT, apakah pucat?
Pada kasus, Klien mengalami perdarahan massif karena fraktur femur terbuka 1/3
distal, Nadi 115x/mnt, TD 70/50mmHg, RR 28x/mnt, CRT >3dtk, perifer dingin
(Tanda Syok Hemoragik Kelas II karena perdarahan estimasi fraktur femur 1-2
liter, RR sudah>20, Nadi sudah >100
b. Airway: Kaji dan pastikan jalan napas bebas / tanpa sumbatan
Pada Kasus tidak ada sumbatan jalan napas tapi ada fraktur basis cranii (yang
memungkinkan klien depresi pernapasan)
c. Breathing: Kaji kemampuan bernapas, apakah spontan? sesak? RR?, penggunaan
otot bantu? bunyi napas?
Pada Kasus RR 28x/mnt
d. Disability : Kaji tingkat kesadaran (GCS)
Pada Kasus kesadaran klien spoor koma E3M4V3
e. Expose : Buka semua pakaian klien agar semua luka terlihat dan mudah dikaji
Penatalaksanaan :
1. Karena pasien memiliki tanda tanda fraktur basis cranii (raccoon eye, otorrhea,
rhinorrhea)
a. Maka imobilisasi dan fiksasi manual bagian kepala dan leher.
b. Lalu pasang collar neck
c. Pasang ETT dan berikan oksigenasi 95-100 persen (karena dikhawatirkan klien
depresi pernapasan)
d. Lakukan CT Scan kepala
e. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur :
1) Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau
larutan Ringer Laktat : cairan isotonis lebih efektif mengganti volume
intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan cairan ii tidak menambah
edem serebri
2) Lakukan pemeriksaan hamatokrit, periksa darah perifer lengkap,
trombosit, kimia darah : glukosa, ureum, dan kreatinin, masa
protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan
kadar alcohol bila perlu.
f. Konsul dokter bedah saraf untuk OP Craniotomi
2. Menghentikan Perdarahan Pada Fraktur Femur:
a. Tekan langsung dengan kasa steril
b. Jika darah merembes (jangan diganti) tambahkan lagi kasa
c. Jika perdarahan lebih berat, tinggikan bagian luka diatas jantung
d. Jika perdarahan masih berlanjut, tambahkan kasa dan balut (ikat) lalu tekan
dengan kuat
e. Jika penekanan langsung, meninggikan bagian luka dan balut tekan gagal,
lakukan penekanan kuat pada suatu titik (arteri) agar arteri berhenti
mengeluarkan darah
f. Dapat pula dikompres es dengan tekanan langsung.
3. Segera Lakukan Resusitasi Cairan Kristaloid
a. Estimasikan kehilangan darah (Estimated Blood Loss) : Fr Femur 1-2liter dan
klasifikasi syok hemoragik kelas 2 kehilangan darah sekitar 7-30%
b. Kehilangan 10% - 30% EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat.
c. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan yang lebih dari 10%
EBV berkisar antara 2-4 x volume yang hilang.
d. Jumlah cairan yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada awal
evaluasi penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volulme kristaloid
yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap millimeter darah yang
hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi volume
plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal
sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”).
e. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremia, hipokhloremia, atau alkalosis metabolik. Larutan RL
adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan eksraseluler. RL dapat
diberikan dengan aman dalam jumlah besasr kepada pasien dengan kondisi
seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombusio, dan sindrom syok.
f. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus
g. Dosis awal adalah 1-2 liter (diberikan dalam 30-60 menit pertama)
4. Monitor Hemodinamik Klien
Setelah pemberian resusitasi, lihat respon hemodinamik klien :
a. Bila telah jelas ada perbaikan hemodinamik (tekanan sistolik ≤100 , nadi
≤100, perfusi hangat, urin 0,5 ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan
biasanya transfusi tidak diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem
paru, terutama pasien geriatri.
b. Namun jika hemodinamik memburuk, teruskan cairan (2-4x
estimatedbloodloss), jika membaik tetapi Hb < 8 gr, Ht 25%, beri transfusi
darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap buruk, segera diberikan transfusi.

Jika kondisi yang mengancam hidup sudah teratasi, maka lakukan pengkajian
sekunder

B. Secondary Assessment
1. Lakukan pemeriksaan fisik head to toe, kaji apakah ada :
a. Pembengkakan
b. Laserasi
c. Abrasi
d. Hematoma
e. Warna
f. Pergerakan
g. Deformitas
h. Crepitus
2. Tentukan Klasifikasi Tipe Fraktur :
Pada kasus, klien termasuk dalam klasifikasi Fraktur Femur Terbuka kelas IIIC
(Dengan kontaminasi parah, luka >10cm, bone expose dan injury neurovascular)
berarti diperlukan segera untuk tindakan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation )
3. Jika klien sadar, lakukan pengkajian nyeri, kaji status neurovascular ekstremitas
dan otot yang terlibat (pulse, pergerakan, sensasi)
C. Tata Laksana Medikamentosa
1. Fentanyl 2mcg/kgBB/hari
Fentanyl adalah obat pereda nyeri yang digunakan untuk meredakan rasa sakit
yang hebat. Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat bius ketika pasien akan
menjalani operasi. Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem
saraf pusat terhadap rasa sakit.
2. Triofusin
Merupakan larutan karbohidrat mengandung fruktosa, dekstrosa dan xylitol
dengan rasio 2:1:1 dan diadaptasi sesuai kebutuhan metabolisme
pascatrauma/stres/sepsis. Triofusin digunakan untuk nutrisi parenteral.
3. Meropenem
Meropenem dalah antibiotik yang digunakan untuk menangani berbagai kondisi
yang diderita akibat adanya infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara mencegah
pertumbuhan bakteri dan membunuh penyebab infeksi tersebut
2.4 Pemeriksaan Penunjang Pada Kasus
Pemriksaana penunjang pada fraktur basis cranii
1. Konvensional radiografi (X-ray)
Patah tulang tengkorak, bahkan tanpa gejala klinis, merupakan penanda risiko
independent untuk lesi intrakranial (Adams, 2012). Namun, film tengkorak
terutama digunakan untuk identifikasi patah tulang tengkorak dan tidak untuk
evaluasi dari patologi intrakranial.
2. Computed Tomography Scanner (CT Scan)
Pemeriksaan CT scan kepala masih merupakan gold standard bagi setiap pasien
dengan cedera kepala, dan merupakan modalitas pilihan karena cepat, digunakan
secara luas, dan akurat dalam mendeteksi patah tulang tengkorak dan lesi
intrakranial. CT scan dapat memberikan gambaran cepat dan akurat lokasi
perdarahan, efek penekanan, dan komplikasi yang mengancam serta apabila
membutuhkan intervensi pembedahan segera.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang
sering luput pada pemeriksaan CT scan. (Wilberger dkk., 2003 dalam
Sastrodiningrat, 2009)
4. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
5. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
6. Hitung darah kapiler
7. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
8. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
9. Kadar Ca kalsium, Hb.. (Lukman dan Ningsih 2009)
2.5 Asuhan Keperawatan
A. Informasi pasien
Nama pasien : Tn. R
Umur : 24 tahun
Tanggal pasien masuk RS : 1 Januari 2015
Melalui : poliklinik/IGD/RWI
Tanggal masuk ICU : 1 Januari 2015
Jenis kelamin : P/L
B. Pengkajian primer
1. Keluhan utama : Korban KLL
2. Circulation
TD 70/50 mmHg, N 115x/menit, sinus ritme, perifer dingin, CRT > 3 detik, P battle
sign (-), raccoon eye (+), torrhea, renorrhea, ring sign (+), perdaraah ++
3. Airway : Tidak ada gangguan
4. Breathing : 2x/menit
5. Disability : Soporkoma, E3M4V3
C. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan fisik (bentuk dan fungsi) saat ini

Kepala (kepala, mata, telinga, Raccoon eye, otorrhea, raccoon eyes


hidung rambut)
Ekstremitas Fraktur femur terbuka 1/3 distal, CRT > 2 detik

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. 3 januari 2015 : AGD : pH 7,355 ; Pa CO2 40 ; Pa O2 100; HCO3- 25 mmol/L;
Base Excess (BE) +1
b. 4 januari 2015 : AGD : pH 7,355 ; Pa CO2 40 ; Pa O2 100; HCO3- 25 mmol/L;
Base Excess (BE) +1
c. Urea dan elektrolit : Natrium 141 mmol/L, Kalium 3,9 mmol/L, Chlorida 105,
Kalsium 2,3 mmol/L, Phospat 1,06 mmol/L, Urea 4,7 mmol/L, Kreatinin 49
mmol/L, Albumin 16 mmol/L
d. Datah lengkap : Haemoglobin 4,8 g/dL, Leukosit 9,7, Hematokrit 0,28, Trombosit
66
e. 14 januari 2015
1) AGD : PH 7,48, PCO2 25 mmHg, PO2 110 mmHg, HCO3 60 mmol/L;, BE+1
2) Urea dan elektrolit : ureum 75 mg/dL, creatinin 2,0 gr/dL, PCT 10 microgram/L
3) Darah lengkap : Hb 13 g/dl, Hematokrit 40%, eritrosit 6juta, leukosit 19 ribu
uL, trombosit 350 uL, GD 100 mg/dL, SGOT 100 uL, SGPT 120
D. Ringkasan riwayat pasien sebelum masuk ICU/ICCU hingga saat ini (anamnesa,
pemeriksaan fisik, data penunjang):
Tn R usia 24 tahun adalah korban kecelakaan lalu lintas (KLL) yang diterima di
Instalasi Gawat darurat tanggal 1 Januari 2015 pkl 03.00 dengan kondisi kesadaran
spoor koma, E3M4V3, TD 70/50mmHg, N 115x/menit sinus ritme, P 28x/menit,
perifer dingin, CRT > 3 detik, P battle sign negative, raccoon eye positif, otorrhea,
renorrhea (kemerahan), ring sign positif, fraktur femur terbuka 1/3 distal dan
perdarahan ++. Pasien dimasukkan ke zone merah.

Pada tanggal 1 januari 2015 pkl 13.00 pasien masuk ke ICU dari kamar operasi
dengan kesadaran tidak dapat dinilai karena dalam pengaruh obat (DPO). Saat masuk
ICU pasien sudah terpasang ETT dengan bagging; TD 120/70 mmHg, N 100x/menit,
saturasi perifer 98%. Pasien menggunakan ventilator mode CMV dengab fraksi
oksigen 100%, 5 cm H2O PEEP, a mandatory respiratory rate 12 x/menit dan tidal
volume (Vt) 700 mL (BB pasien 70 Kg).

Pada tanggal 3 januari 2015 pkl 16, sedasi tidak berubah namun ventilasi Tn. R
berubah menjadi SIMV 10 , namun kosentrasi oksigennya dapat diturunkan ke 60 %
(0,6 Fi O2). Pada tanggal 4 januari 2015 sedasi di stop dan kosentrasi oksigen inspirasi
turun sampai 40 % (0,4 Fi O2). Tn R sadar cepat setelah sedasi distop dan mulai
dilakukan Weaning aktif. AGD alkalosis metabolik

E. Anlalisa Data
Tanggal Data-data Diagnosa
keperawatan

1-01 2015 DS : Kecelakaan lalu lintas Hypovolemia b.d


kehilangan cairan aktif
Di IGD DO : Soporkoma, GCS10, TD 70/50, N
115x/menit, P 28x/menit, raccon eye, renorrhea,
(03.00)
otorrhea, ring sign (+), fraktur femur terbuka 1/3
distal

1-01 2015 DO : Somnolen, TD 90/50-100/60 mmHg, N 115-

Di IGD 130x/menit, P 28-35x/menit, operasi kraniotomi


dan revissi fraktur
(06.00)

1-01 2015 DO : TD 120/70, N 100x/menit, intrsuksi knock Pola napas tidak


down, diberikan terapi farma, terpasang ventilator efektif b.d depresi
Di ICU
CMV 12 pusat pernapasan
(13.00)

3-01 2015
DO : pH 7,35, PaCO2 40, PaO2 100, HCO3- 25 Resiko syok d.d sepsis
Di ICU mmoL, BE +1

(10.00)

4-01-2015 DO : sedasi di stop, pasien sadar, FiO2 40%,


Di ICU weaning ktif, SID 39,9 , residu cairan NGT merah
(06.00) segar, pH 7,48, PCO2, kalsium 2,3 mmol/L, fospat
1,6 mmol/L, urea 4,7 mmol/L, kreatinin 49
mmol/L, albumin 16 mmol/L, Ht 0,28, trombosit 66

10-01-15
DO : TD 110/60, N 120-130, P 35-40, pH 7, 48,
Di ICU PCO2 25, PO2 100, HCO3- 60, BE (+), HT 40%,

(09.00) leukosit 19rb, SGOT 100, SGPT 120, ureum 75,


kreatinin 2,0

F. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
3. Resiko syok
G. Rencana dan Intervensi Keperawatan

DX SLKI SIKI

1. 1) Status cairan 1) Manajemen syok hipovolemik


Setelah dilakukan asuhan Observasi :
keperawatan selama 1x30 menit
a. Monitor status kardiopulmonal
diharapkan hypovolemia dapat
(TTV,MAP)
diatasi dengan KH :
b. Monitor status O2 (Oksimetri,
a. Kekuatan nadi meningkat nadi, AGD)
b. Turgor kulit dan pengisian vena c. Monitor status cairan (turgor kulit,
meningkat CRT)
c. Dyspnea menurun d. Periksa tingkat kesadaran
Terapeutik
d. Frekuensi nadi, tekanan darah a. Pertahankan jalan napas
dan pernapasan membaik b. Berikan O2 > 94% dan ventilasi
e. Oliguria dan suhu tubuh mekanik
membaik c. Berikan posisi syok (tendelenberg)
f. Tingkat kesadaran meningkat d. Pasang IV line, kateter urine dan
NGT
e. Ambil sample darah lengkap dan
elektroloit
Kolaborasi

a. Pemeriksaan cairan kristaloid 1-2L


untuk orang dewasa
b. Pemeriksaan transfuse darah

2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Manajemen jalan napas


selama 1x24 jam diharapkan pola napas Observasi
dapat diatasi dengan KH :
a. Monitor pola napas (frekuensi,
1) Pola napas kedalaman, usaha napas)
a. Ventilasi semenit menigkat b. Monitor bunyi napas tambahan
b. Dyspnea menurun c. Monitor sputum (jumlah,warna,
c. Frekuensi napas membaik aroma)
2) Keseimbangan asam basa
a. Frekuensi napas membaik
Terapeutik
b. pH membaik
c. kadar O2 membaik a. Pertahankan kepatenan jalan
d. kadar fospat, natrium, klorida napas dengan head tilt chin lift
dan Hb membaik (jaw thrust jika curigai trauma
servikal)
b. Posisikan semi fowler atau
fowler
c. Berikan oksigen jika perlu
2) Pemantauan respirasi
Observasi

a. Monitor nilai AGD


b. Monitor saturasi O2
c. Monitor ventilator mekanik
3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Manajmen perdarahan
selama 1x24 jam diharapkan tingkat Observasi
syok pasien menurun dapat diatasi
a. Monitr terjadinya perdarahan
dengan KH:
b. Monitor nlai Hb dan Ht sebelum
1) Tingkat syok dan setelah kehilangan darah
a. Kekuatan nadi meningkat c. Monitor intake dan output cairan
b. Akral dingin menurun d. Monitor koagulasi darah
c. TD, nadi dan pernafasan Terapeutik
membaik
a. Istirahatkan area yang perdarahan
b. Lakukan penekanan atau balut
tekan jika perlu
c. Elevasi bagian fraktur
d. Pertahankan akses IV
2) Pencegahan infeksi
Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi


local dan sistemik
Terapeutik

a. Cuci tangan sebelum dan sesudah


kontak dgn pasien
b. Pertahankan tehnik aseptic pada
pasien
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kegawat
daruratan pada klien. Pada kasus, klien mengalami kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan fraktur basis cranii dan faktur 1/3 femur distal yang menyebabkan klien
mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan. Jika tidak dilakukan pertolongan segera
pada klien, maka akan terjadi resiko syok dan kematian. Penangan pertama pada kasus
yaitu dengan melakukan primary assessment, penanganan fraktur basis cranii maka
dilakukan imobilisasi dan fiksasi manual bagian leher dan kepala kemudian pasang collar
neck, dan menghentikan perdarahan secepatnya untuk menghindari resiko syok.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang kegawat daruratan terhadapa pasien, dan juga
dapat berfikir kritis mengenai kondisi klien sehingga dapat melakukan intervensi yang
cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal . Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. In: Taut Neuromuskular. 6 th ed. Jakarta:
EGC
Setiyohadi dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
Tim Pokja. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. 2016. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2016. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja. Standar Luaran Keperawtana Indonesia. 2018. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai