PEMBAHASAN
Selebihnya tanda-tanda klinis pada syok hemoragik dapat dilihat pada tabel.
Fraktur femur terjadi karena benturan secara langsung maupun tidak langsung
yang dapat diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas maupun faktor lainnya. Benturan yang
mengenai bagian femur maka akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas tulang sehingga
terjadi perubahan jaringan disekitar fraktur yang menyebabkan laserasi pada kulit.
Fragmen tulang yang patah akan menembus ke kulit dan otot maka akan mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah arteri dan vena pada femur sehingga terjadi perdarahan
yang menyebabkan kehilangan volume cairan sehingga pasien akan mengalami
hipovolemi. Jika terjadi hipovolemi maka volume intravascular menurun yang
mengakibatkan curah jantung menurun, karena curah jantung menuruh maka tekanan
darah juga akan turun seperti yang terjadi pada tn R TD 70/50 mmHg. Curah jantung
yang menurun mengakibatkan suplai darah ke otak juga menurun sehingga terjadi
perubahan tingkat kesadaran yang menyebabkan kesadaran menurun pada Tn R
kesadaran sopor koma. Selain itu, menurunnya suplai darah ke otak menyebabkan
vasokontriksi kulit sehingga kulit menjadi dingin.
Ketika darah keluar dari tubuh maka tubuh pun akan melakukan kompensasi untuk
dapat memenuhi kebutuhan oksigen sehingga akan mengakibatkan peningkatan nadi
untuk dapat mengalirkan darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Ketika terjadi perdarahan
maka tubuh akan menghemat darah dan oksigen sehingga darah dan oksigen hanya akan
diberikan ke organ yang penting seperti otak dan jantung sehingga akan mengalami
vasokontriksi pembuluh darah atau penurunan perfusi perifer maka menimbulkan CRT >
3 detik dan akral dingin.
Infeksi luka operasi (ILO) adalah infeksi organisme pathogen yang berkembang
pada luka operasi yang akan menimbulkan tanda gejala seperti panas dan kemerahan.
Penyebab ILO terbanyak adalah Pseudomonas sp 29, 27 %, staphylococcus epidermisis
21,95%, dan kleb sill sp 14, 62 %. Pseudomonas sp bakteri gram negative ditemukan
pada usus dan kulit manusia. Bakteri yang sering dijumpai adalah pseudomonas
aeruginosa, suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan pus hijau
kebiruan (Ryan, Roy 2014).
Saat terjadi sepsis maka membuat kadar leukosit meningkat dan terjadi pelepasan
endotoksin. Sehingga kadar oksigen ke jaringan menurun dan terjadi hipoksia sel maka
mekanisme tubuh dengan kompensasi yang menyebakan pernafasan 28-40 X/ menit.
Selain itu hipoksia sel meyebabkan terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCo2 menurun
dan PH tinggi sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Jika kondisi yang mengancam hidup sudah teratasi, maka lakukan pengkajian
sekunder
B. Secondary Assessment
1. Lakukan pemeriksaan fisik head to toe, kaji apakah ada :
a. Pembengkakan
b. Laserasi
c. Abrasi
d. Hematoma
e. Warna
f. Pergerakan
g. Deformitas
h. Crepitus
2. Tentukan Klasifikasi Tipe Fraktur :
Pada kasus, klien termasuk dalam klasifikasi Fraktur Femur Terbuka kelas IIIC
(Dengan kontaminasi parah, luka >10cm, bone expose dan injury neurovascular)
berarti diperlukan segera untuk tindakan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation )
3. Jika klien sadar, lakukan pengkajian nyeri, kaji status neurovascular ekstremitas
dan otot yang terlibat (pulse, pergerakan, sensasi)
C. Tata Laksana Medikamentosa
1. Fentanyl 2mcg/kgBB/hari
Fentanyl adalah obat pereda nyeri yang digunakan untuk meredakan rasa sakit
yang hebat. Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat bius ketika pasien akan
menjalani operasi. Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem
saraf pusat terhadap rasa sakit.
2. Triofusin
Merupakan larutan karbohidrat mengandung fruktosa, dekstrosa dan xylitol
dengan rasio 2:1:1 dan diadaptasi sesuai kebutuhan metabolisme
pascatrauma/stres/sepsis. Triofusin digunakan untuk nutrisi parenteral.
3. Meropenem
Meropenem dalah antibiotik yang digunakan untuk menangani berbagai kondisi
yang diderita akibat adanya infeksi bakteri. Obat ini bekerja dengan cara mencegah
pertumbuhan bakteri dan membunuh penyebab infeksi tersebut
2.4 Pemeriksaan Penunjang Pada Kasus
Pemriksaana penunjang pada fraktur basis cranii
1. Konvensional radiografi (X-ray)
Patah tulang tengkorak, bahkan tanpa gejala klinis, merupakan penanda risiko
independent untuk lesi intrakranial (Adams, 2012). Namun, film tengkorak
terutama digunakan untuk identifikasi patah tulang tengkorak dan tidak untuk
evaluasi dari patologi intrakranial.
2. Computed Tomography Scanner (CT Scan)
Pemeriksaan CT scan kepala masih merupakan gold standard bagi setiap pasien
dengan cedera kepala, dan merupakan modalitas pilihan karena cepat, digunakan
secara luas, dan akurat dalam mendeteksi patah tulang tengkorak dan lesi
intrakranial. CT scan dapat memberikan gambaran cepat dan akurat lokasi
perdarahan, efek penekanan, dan komplikasi yang mengancam serta apabila
membutuhkan intervensi pembedahan segera.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai
prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang
sering luput pada pemeriksaan CT scan. (Wilberger dkk., 2003 dalam
Sastrodiningrat, 2009)
4. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
5. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
6. Hitung darah kapiler
7. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
8. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
9. Kadar Ca kalsium, Hb.. (Lukman dan Ningsih 2009)
2.5 Asuhan Keperawatan
A. Informasi pasien
Nama pasien : Tn. R
Umur : 24 tahun
Tanggal pasien masuk RS : 1 Januari 2015
Melalui : poliklinik/IGD/RWI
Tanggal masuk ICU : 1 Januari 2015
Jenis kelamin : P/L
B. Pengkajian primer
1. Keluhan utama : Korban KLL
2. Circulation
TD 70/50 mmHg, N 115x/menit, sinus ritme, perifer dingin, CRT > 3 detik, P battle
sign (-), raccoon eye (+), torrhea, renorrhea, ring sign (+), perdaraah ++
3. Airway : Tidak ada gangguan
4. Breathing : 2x/menit
5. Disability : Soporkoma, E3M4V3
C. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan fisik (bentuk dan fungsi) saat ini
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. 3 januari 2015 : AGD : pH 7,355 ; Pa CO2 40 ; Pa O2 100; HCO3- 25 mmol/L;
Base Excess (BE) +1
b. 4 januari 2015 : AGD : pH 7,355 ; Pa CO2 40 ; Pa O2 100; HCO3- 25 mmol/L;
Base Excess (BE) +1
c. Urea dan elektrolit : Natrium 141 mmol/L, Kalium 3,9 mmol/L, Chlorida 105,
Kalsium 2,3 mmol/L, Phospat 1,06 mmol/L, Urea 4,7 mmol/L, Kreatinin 49
mmol/L, Albumin 16 mmol/L
d. Datah lengkap : Haemoglobin 4,8 g/dL, Leukosit 9,7, Hematokrit 0,28, Trombosit
66
e. 14 januari 2015
1) AGD : PH 7,48, PCO2 25 mmHg, PO2 110 mmHg, HCO3 60 mmol/L;, BE+1
2) Urea dan elektrolit : ureum 75 mg/dL, creatinin 2,0 gr/dL, PCT 10 microgram/L
3) Darah lengkap : Hb 13 g/dl, Hematokrit 40%, eritrosit 6juta, leukosit 19 ribu
uL, trombosit 350 uL, GD 100 mg/dL, SGOT 100 uL, SGPT 120
D. Ringkasan riwayat pasien sebelum masuk ICU/ICCU hingga saat ini (anamnesa,
pemeriksaan fisik, data penunjang):
Tn R usia 24 tahun adalah korban kecelakaan lalu lintas (KLL) yang diterima di
Instalasi Gawat darurat tanggal 1 Januari 2015 pkl 03.00 dengan kondisi kesadaran
spoor koma, E3M4V3, TD 70/50mmHg, N 115x/menit sinus ritme, P 28x/menit,
perifer dingin, CRT > 3 detik, P battle sign negative, raccoon eye positif, otorrhea,
renorrhea (kemerahan), ring sign positif, fraktur femur terbuka 1/3 distal dan
perdarahan ++. Pasien dimasukkan ke zone merah.
Pada tanggal 1 januari 2015 pkl 13.00 pasien masuk ke ICU dari kamar operasi
dengan kesadaran tidak dapat dinilai karena dalam pengaruh obat (DPO). Saat masuk
ICU pasien sudah terpasang ETT dengan bagging; TD 120/70 mmHg, N 100x/menit,
saturasi perifer 98%. Pasien menggunakan ventilator mode CMV dengab fraksi
oksigen 100%, 5 cm H2O PEEP, a mandatory respiratory rate 12 x/menit dan tidal
volume (Vt) 700 mL (BB pasien 70 Kg).
Pada tanggal 3 januari 2015 pkl 16, sedasi tidak berubah namun ventilasi Tn. R
berubah menjadi SIMV 10 , namun kosentrasi oksigennya dapat diturunkan ke 60 %
(0,6 Fi O2). Pada tanggal 4 januari 2015 sedasi di stop dan kosentrasi oksigen inspirasi
turun sampai 40 % (0,4 Fi O2). Tn R sadar cepat setelah sedasi distop dan mulai
dilakukan Weaning aktif. AGD alkalosis metabolik
E. Anlalisa Data
Tanggal Data-data Diagnosa
keperawatan
3-01 2015
DO : pH 7,35, PaCO2 40, PaO2 100, HCO3- 25 Resiko syok d.d sepsis
Di ICU mmoL, BE +1
(10.00)
10-01-15
DO : TD 110/60, N 120-130, P 35-40, pH 7, 48,
Di ICU PCO2 25, PO2 100, HCO3- 60, BE (+), HT 40%,
DX SLKI SIKI
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kegawat
daruratan pada klien. Pada kasus, klien mengalami kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan fraktur basis cranii dan faktur 1/3 femur distal yang menyebabkan klien
mengalami penurunan kesadaran dan perdarahan. Jika tidak dilakukan pertolongan segera
pada klien, maka akan terjadi resiko syok dan kematian. Penangan pertama pada kasus
yaitu dengan melakukan primary assessment, penanganan fraktur basis cranii maka
dilakukan imobilisasi dan fiksasi manual bagian leher dan kepala kemudian pasang collar
neck, dan menghentikan perdarahan secepatnya untuk menghindari resiko syok.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang kegawat daruratan terhadapa pasien, dan juga
dapat berfikir kritis mengenai kondisi klien sehingga dapat melakukan intervensi yang
cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal . Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. In: Taut Neuromuskular. 6 th ed. Jakarta:
EGC
Setiyohadi dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing
Tim Pokja. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. 2016. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 2016. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja. Standar Luaran Keperawtana Indonesia. 2018. Jakarta : DPP PPNI