Anda di halaman 1dari 92

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA

DI WILAYAH KERJA PUSKSMAS MPUNDA

PROPOSAL

Disusun Oleh :

HUSNAN KANDAYA

018.01.3583

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

MATARAM

TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI


WILAYAH KERJA PUSKSMAS MPUNDA

Disusun oleh :

HUSNAN KANDAYA

NPM:018.01.3583

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Ns.Novi Enis Rosuliana, M.Kep.,Sp.Kep.An Ns.I Gusti Ayu Mirah Adhi.,S.Kep.,M.Kes

PENGUJI

Ns.Wahyu Cahyono.,S.Kep.,M.Kes
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penyusunan proposal dengan judul

”HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI

WILAYAH KERJA PUSKSMAS MPUNDA” dapat terselesaikan. Proposal

ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat

sarjana keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Mataram. Dalam penyusunan proposal ini, peneliti banyak

mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada :

1. DR. Chairun Nasirin, S.S., M.Pd., MARS selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram.

2. Ns.Endah Sulistiyani, M.Kep.,Sp.Kep.An.,Wakil Ketua I

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram.

3. I Made Eka Santosa, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Ketua II

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)Mataram.

4. Ns. Antoni Eka Fajar Maulana, M Kep selaku wakil ketua III

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)Mataram.

5. Ns. Dina Fithriana, M.Si.Med, Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah tinggi ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram.

6. Ns.Novi Enis Rosuliana.,S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.An selaku

dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan

i
arahan dalam penyelesaian Proposal ini.

7. Ns.I Gusti Mirah Adhi,M.Kes selaku Pembimbing kedua yang

juga telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam

penyususnan proposal ini.

8. Semua Dosen dan Staf STIKES Mataram, terima kasih atas

pembelajarannya dan dukungannya selama ini.

9. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan

motivasi yang tiada henti.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per

satu yang telah turut membantu sehingga peneliti dapat

menyelesaikan proposal ini. Saya menyadari bahwa dalam

penyusunan proposal ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun, demi penyempurnaan

Proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu Keperawatan.

Mataram, September 2019

ii
DAFTAR ISI

Halama

n
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................................iv
DAFTAR BAGAN.....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................5
D. Keaslian Penelitian.....................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................10
A. Pengertian........................................................................................................10
1. Konsep Dasar Lansia...............................................................................10
2. Konsep Dasar Istirahat Tidur.........................................................13
3. Konsep Tekanan Darah............................................................................31
B. Kerangka Konsep............................................................................................42
C. Hipotesis..........................................................................................................43
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................................44
A. Subjek penelitian.......................................................................................44
B. Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................44
C. Rancangan Penelitian................................................................................48
D. Pengumpulan Data dan Pengelolaan Data.......................................49
E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional...................54
F. Kerangka Kerja..............................................................................................58

iii
G. Analisa Data...................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................61
Lampiran.................................................................................................................................62

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian..........................................................................8


Tabel 2. 1 Pola Jumlah Kebutuhan Tidur Untuk Manusia
Berdasarkan Usia.........................................................................................................18
Tabel 2. 2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII....................33
Tabel 2. 3 Standar tekanan darah normal berdasarkan usia..........34
Tabel 3. 1 Definisi Operasional......................................................................56

v
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Konsep.........................................................................................42


Bagan 2 Kerangka Kerja...........................................................................................58

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil survei oleh World Population

Prospects tahun 2012, terdapat kecenderungan peningkatan

populasi kelompok lansia dengan usia lainnya yang cukup

pesat sejak tahun 2013 yakni sebesar 13,4% di dunia dan

8,9% di Indonesia. Sebaliknya untuk kelompok 0-14 tahun

dan 15-59 tahun, persentasenya cenderung mengalami

penurunan pada tahun 2050 dan 2100. Badan Pusat Statistik

(2012) menunjukkan proyeksi penduduk lansia di Indonesia

pada tahun 2020 sebesar 11,34%, dan jumlah lansia di

Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni sekitar 413 ribu jiwa

atau 8,25% dari seluruh penduduk di tahun 2018.

Indonesia termasuk negara yang memasuki era

penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured

population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia

60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Seiring perubahan usia,

tanpa disadari pada orang lanjut usia akan mengalami

perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual.

Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur

(Asmarita, 2014)
2

Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari

1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan

mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia

mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur

atau insomnia. Sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun

mengalami gangguan tidur di Indonesia. Insomnia merupakan

gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun

diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya

insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang

serius (Moi, dkk. 2017).

Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu

sekitar 67% (Budi, 2011). Terdapat banyak perubahan

fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini tidak

bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih

rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan spesifik

pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup,

stressor, dan lingkungan (Robillard, 2011).

Gangguan tidur lainnya yang dapat ditemukan yakni

pada lansia yang mengalami arthritis, dimana mempunyai

kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk

tidur siang meningkat secara progresif dengan

bertambahnya usia (Gottlieb, 2006). Peningkatan waktu

siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena

seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan


3

jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang

dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola

tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang

mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensorik, umum

dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas terhadap

waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter &

Perry, 2006).

Kualitas tidur yang buruk (gangguan tidur) diduga

menjadi salah satu multifaktorial terjadinya hipertensi,

termasuk peningkatan aktivitas sistem saraf (Knutson,

2010 dalam McGrath, 2014). Selama terjadi

ketidakseimbangan pada homeostasis tubuh, sistem saraf

simpatik mengaktifkan dua sistem utama dalam sistem

endokrin yaitu Hypotalamic Pituitari Adrenal- Axis (HPA-

axis) dan sympathomedullary system. Hal ini juga didukung

oleh penelitian National Heart, Lung, and Blood Institut

dari United States Department of Health and Human

Services pada tahun 2009 dimana menginformasikan bahwa

kurang tidur atau kualitas tidur yang buruk meningkatkan

resiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan

kondisi medis lainnya (Asmarita, 2014).

Hellstrom (2013) menyebutkan bahwa beberapa

penyakit yang seringkali berhubungan dengan gangguan

tidur khususnya Insomnia adalah Arthritis, Hipertensi,


4

Kanker dan Diabetes. Insomnia menunjukkan peningkatan

pada lansia dengan disabilitas dan kondisi psikologis

yang buruk (Ghaddafi , 2010). Hal ini juga sesuai dengan

hasil penelitian Sayekti & Hendrati (2015) dimana

mayoritas responden adalah lansia elderly (60–74 tahun)

sebagian besar memiliki penyakit kronis yakni umumnya

pada tingkat sleep hygiene yang buruk.

Berdasarkan data awal dari studi pendahuluan di UPT

Puskesmas Mpunda di dapatkan bahwa prevalensi kunjungan

penderita Hipertensi kategori lansia di Poli Dewasa pada

bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2018

sebanyak 335 orang. Kemudian pada bulan Januari sampai

dengan bulan Juni tahun 2019 terjadi penurunan prevalensi

penderita Hipertensi yang signifikan yaitu sebanyak 100

orang. Dengan mengamati kecenderungan angka kasus

Hipertensi berdasarkan kunjungan tahun 2018 dan kunjungan

sampai pertengahan tahun 2019 tampak terjadi penurunan

kasus Hipertensi yaitu 70%.

Kasus hipertensi merupakan kasus yang menempati

peringkat ke 1 dari 10 besar penyakit yang mempunyai

prevalensi kunjungan paling tinggi di UPT Puskesmas

Mpunda. Hipertensi merupakan penyebab kematian dini

ketiga di dunia. Penyebab kematian hipertensi tersebut

yaitu hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit


5

vaskuler, jantung, aldosteronisme dan gagal ginjal

(Kurniawati, 2016).

Hipertensi dapat mengakibatkan angka kematian atau

mortalitas meningkat dan angka produktivitas masyarakat

menjadi menurun. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti

merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang hubungan

antara pemenuhan kebutuhan tidur dengan tekanan darah

pada lansia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

antara pemenuhan kebutuhan tidur dengan tekanan darah

pada lansia di UPT Puskesmas Mpunda?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pemenuhan tidur dengan

tekanan darah pada lansia di UPT Puskesmas Mpunda

b. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi pemenuhan tidur pada lansia di

UPT Puskesmas Mpunda

2) Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia


6

dengan pemenuhan tidur baik dengan kualitas

tidur buruk pada lansia di UPT Puskesmas Mpunda

3) Menganalisis hubungan antara pemenuhan tidur

dengan tekanan darah pada lansia di UPT

Puskesmas Mpunda

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat untuk :

a. Bagi Lansia

Penelitian ini memberikan gambaran tentang hubungan

kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia

sehingga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan

refleksi dan evaluasi diri bagi para lansia untuk

lebih menjaga kesehatan khususnya pemenuhan

kualitas tidur.

b. Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan di mana penelitian ini

memberikan gambaran tentang kualitas tidur yang

buruk dapat meningkatkan tekanan darah sehingga

dapat direncanakan asuhan keperawatan yang tepat

dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi lansia.

c. Bagi Akademik
7

Merupakan bahan masukan untuk melakukan

identifikasi hubungan kualitas tidur dengan tekanan

darah sehingga menjadi acuan untuk peneliti-

peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui lebih

lanjut tentang gambaran hubungan antara kualitas

tidur dengan tekanan darah

d. Aplikatif

1) Untuk responden dan masyarakat luas agar dapat

memperoleh edukasi dan informasi mengenai

pentingnya pemenuhan istirahat tidur kaitannya

dengan tekanan darah.

2) Untuk fisioterapis, sebagai tambahan wawasan

ilmu, khususnya mengenai tekanan darah dan

istirahat tidur sehingga dapat memberikan edukasi

kepada pasien ataupun masyarakat untuk selalu

memelihara pola tidur yang baik.


8

D. Keaslian Penelitian

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Variabel Metode Analisis Hasil


Data Penelitian
MARIA HUBUNGAN Bebas: Desain Uji Hasil uji
ADELHEID GANGGUAN Gangguan penelitian statistik statistk
MOI, TIDUR tidur korelasi Spearman penelitian
DYAH DENGAN dengan rank diketahui
WIDODO, ANI TEKANAN Terikat: metode dengan sebagian
SUTRININGSI DARAH Tekanan pendekatan derajat besar
H PADA darah Cross kemaknaan gangguan
LANSIA pada Sectional 0,05. tidur
lansia responden
masuk
kategori baik
sebanyak 19
orang (70%)
dan sebagian
besar tekanan
darah dalam
kategori
normal
sebanyak 13
orang (48%).
Hasil
analisis
bivariat
menunjukan p
value 0,00 <
0,05, artinya
ada hubungan
antara
gangguan
tidur dengan
tekanan darah
pada lansia
di Kelurahan
Tlogomas
Malang yang
bersifat
positif.
RISKA HUBUNGAN Bebas: Penelitian Korelasi Korelasi
HAVISA KUALITAS Kualitas non Chi antara kedua
TIDUR Tidur eksperimen Square. variabel
DENGAN dengan yaitu 0,049
TEKANAN Terikat: metode (p<0,05)
DARAH Tekanan deskriptif dengan
PADA USIA Darah korelasi tingkat
LANJUT DI pada Usia dan dengan keeratan
POSYANDU Lanjut pendekatan sedang yaitu
9

Nama Judul Variabel Metode Analisis Hasil


Data Penelitian
LANSIA waktu 0,419. Hasil
DUSUN cross- menunjukkan
JELAPAN sectional. ada hubungan
SINDUMART kulaitas
A tidur dengan
NGEMPLAK tekanan darah
SLEMAN pada usia
YOGYAKART lanjut di
A posyandu
lansia Dusun
Jelapan
Sindumartani,
Yogyakarta
HUSNAN PEMENUHAN Bebas : Penelitian  Univariat
KANDAYA KEBUTUHAN Pemenuhan kuantitati :
TIDUR kebutuhan , dengan Analisis
DENGAN tidur desain persentas
TEKANAN deskriptif e,
DARAH Terikat: korelatif  Bivariat
PADA Tekanan menggunaka uji
LANSIA DI darah n Spearman
UPT pada pendekatan Rho
PUSKESMAS lansia cross Corelati
MPUNDA sectional on dengan
sig: p ≤
0,05,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori yang mendukung variabel-

variabel yang mendasari penelitian ini. Penjelasan teori ini

dimulai dari konsep dasar istirahat dan tidur, konsep tekanan

darah, konsep dasar penyakit hipertensi serta konsep dasar

lansia.

A. Pengertian

1. Konsep Dasar Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir

perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan

menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun

1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari

60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang

dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65

tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah

keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres

10
11

fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan

daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan

secara individual (Efendi, 2009).

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa

lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara

Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk

kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih

menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan.

Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak

keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap

orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan

waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik,

oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan

yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya

(Potter & Perry, 2009).

a. Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi

(2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan

umur lansia adalah sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam

Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia

adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas”.

2) Menurut World Health Organization (WHO), usia


12

lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut :

usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,

lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut

usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua

(very old) ialah di atas 90 tahun.

3) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat

empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah

25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55

tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,

keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa

lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70

tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu

sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu

young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan

very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

b. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima

klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI

(2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari :

pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia

antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi

ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau


13

lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah

lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia

yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2. Konsep Dasar Istirahat Tidur

a. Definisi Istirahat tidur

Istirahat dan tidur adalah komponen esensial

dari kesehatan fisik, mental dan penyimpanan

energi. Semua individu membutuhkan periode tertentu

untuk tenang dan mengurangi aktivitas sehingga

badan akan mengembalikan energi dan membangun

stamina. Kebutuhan istirahat dan tidur dipengaruhi

oleh usia, jenis kelamin, level perkembangan,

status kesehatan, dan aktifitas.

b. Istirahat

Istirahat adalah suatu keadaan dimana

jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi

lebih segar. Istirahat merupakan keadaan yang

tenang relaks tanpa tekanan emosional dan bebas

dari kegelisahan. Istirahat adalah kondisi dimana


14

tubuh berada dalam status aktivitas yang rendah

dengan konsekuen atau dampak perasaan menjadi segar

kembali (Heriana, 2014).

Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif

tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan

yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang

dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan

badaniah yang berbeda.

c. Tidur

Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur,

mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan

relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan

ambang respon terhadap stimulus eksternal

dibandingkan dengan keadaan terjaga (Sadock, dkk

2010). Feldman (2012) menyatakan bahwa tidur

merupakan bagian dari ritme sirkardian tubuh, jika

seseorang terbiasa untuk tidur tepat waktu dan

teratur maka tubuh akan berespon pada hari

berikutnya agar orang tersebut tidur dalam waktu

yang sama, jadi ritme sirkardian adalah proses

biologis yang muncul secara teratur dalam siklus 24

jam. Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa

sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang

merupakan urutan siklus yang berulang dan masing-


15

masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah

yang berbeda (Heriana, 2014).

d. Pengaturan tidur

Pengaturan tidur merupakan usaha pengaturan

kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme

serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan

dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.

Salah satu aktivitas tidur diatur oleh sistem

pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang

berfungsi mengatur seluruh kegiatan susunan saraf

pusat dalam aktivitas tidur dan bangun (Alimul,

2006). Pusat pengaturan aktivitas tidur dan bangun

terletak dalam mesensefalon dan again atas spons.

Serotonin, epinefrin, dan asetilkolin merupakan

neurotransmitter yang berperan dalam mekanisme

serebral pengaturan tidur dan bangun (King, 2010).

Rectangular Activating System (RAS) dibagian

batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus

dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, RAS

memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri dan

juga sensori raba, selain itu juga menerima

stimulus dari korteks serebri (emosi, proses

pikir). Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan

melepaskan katekolamin seperti norepineprin.


16

Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan

disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari

sel khusus yang berada di pons dan batang otak

tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR),

sedangkan bangun, tergantung dari keseimbangan

impuls yang diterima pusat otak dan system limbic.

Dengan demikian, sistem pada batang otak yang

mengatur siklus dalam tidur adalah RAS dan BSR

(Alimul, 2006).

e. Siklus tidur

Tahapan tidur yang terdiri dari 5 tahapan

membangun siklus normal tidur. Setiap siklus

berlangsung sekitar 90-100 menit dan berulang

beberapa kali sepanjang malam. Jumlah tidur lelap

(tahap 3 dan 4) lebih panjang pada bagian pertama

dibanding bagian kedua. Tidur REM terjadi dekat

dengan akhir tidur atau pada setelah tahap 4 dan

terjadi lebih panjang.

Tahap REM pertama dari tidur berlangsung

selama 10 menit dan REM berlanjut selama satu jam.

Selama tidur malam yang normal, setiap orang akan

menghabiskan 60 persen tidur dalam tidur ringan

yaitu tahap 1 dan 2, 20 persen pada tidur delta

(tahap 3 dan 4) dan 20 persen pada tidur REM (King,


17

2010). Pada usia dewasa siklus tidur dimulai dengan

rasa kantuk yang bertahap, kemudian menghabiskan

waktu di atas tempat tidur yang berlangsung 10-30

menit, setelah tertidur seseorang melewati 4-6

siklus tidur yang terdiri dari 4 tahap tidur NREM

yang dimulai dari tahap 1 sampai 4 kemudian setelah

mecapai tahap 4 kembali lagi menuju tahap 3 dan

tahap 2 lalu mencapai tidur aktif yaitu tidur REM.

Seseorang membutuhkan waktu untuk mencapai

tidur REM dalam waktu 90 menit. Jika seseorang

terbangun dari tidur selama tahap apapun, maka

tidur akan dimulai lagi pada tahap 1

(Basavanthappa, 2011).

f. Pola tidur

Pola tidur setiap manusia pada umumnya

mengikuti ritme sirkadian, yang merupakan bioritme

atau siklus jam biologis setiap 24 jam yang diatur

oleh tubuh dalam proses fisiologisnya (Hidayat,

2008).

Setiap individu berdasarkan kelompok usia

memiliki durasi tidur yang berbeda-beda. Pola tidur

dewasa relatif lebih stabil sepanjang masa dewasa

muda hingga dewasa menengah. Siklus tidur dewasa

muda dan menengah terdiri dari tahap 3 mencapai 3-


18

8%, tahap 4 mencapai 10-15% serta tahap 2 yang

mendominasi sekitar 45-55% dari total tidur. Secara

keseluruhan tahapan tidur dewasa muda dan menengah

terdiri dari 75-80% tidur NREM dan 20-25% tidur REM

(Berry, dkk. 2012).

Menurut National Sleep Foundation di Amerika

Serikat bahwa pola tidur di bagi dalam tiga

kategori yaitu tidur kurang (<7 jam), tidur

normal(7-8 jam), dan tidur berlebih (>8 jam).

Berikut adalah gambaran tabel pola jumlah kebutuhan

tidur untuk manusia berdasarkan usianya.

Tabel 2. 2 Pola Jumlah Kebutuhan Tidur Untuk


Manusia Berdasarkan Usia

Umur Tingkat Jumlah


perkembangan kebutuhan
tidur
(Jam/hari)
0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam
18 bulan – 3 tahun Masa anak 11-12 jam
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam
40-60 tahun Masa muda paruh 7 jam
baya
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam

g. Tahapan tidur
19

Tahapan tidur berhubungan dengan banyak

perubahan elektrofisiologis yang terjadi di seluruh

otak dengan aktivitas listrik yang cepat, tidak

beraturan, dan beramplitudo yang rendah menuju

gelombang tinggi. Perubahan ini dapat dilihat

dengan menggunakan alat Electroenchepalograph yang

berfungsi untuk memantau aktivitas listrik di otak.

Ketika seseorang dalam keadaan terjaga, pola tidur

terlihat pada alat EEG (Electroenchepalograph) yang

menampilkan dua jenis gelombang yaitu gelombang

alfa dan beta (Berry, dkk. 2012)

Gelombang beta menunjukkan bahwa seseorang

dalam keadaan terjaga, sedangkan gelombang alfa

adalah gelombang yang terjadi saat kita dalam

keadaan rileks tapi masih terbangun, gelombang ini

bersifat lambat, amplitude meningkat dan teratur

(King, 2010).

Lima tahapan tidur dibedakan oleh jenis pola

gelombang yang terdeteksi oleh alat

Electroenchepalograph (EEG) dan kedalaman tidur

bervariasi dari satu tahap ke tahap lainnya.

Tahapan siklus tidur yaitu tahap Non Rapid Eye

Movement (NREM) yang terdiri dari 4 tahap dan

tahapan Rapid Eye Movement (REM).


20

1) Tidur NREM

Non Rapid Eye Movement (NREM) disebut dengan

tidur gelombang lambat atau slow wave sleep.

Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam,

istirahat penuh, gelombang otak yang lambat,

atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Tidur

NREM secara umum meliputi 80% dari seluruh waktu

tidur (Wang 2015).

Tidur NREM disebabkan menurunnya aktivitas

neuron monoaminergik (noradrenergik dan

serotonergik) yang aktif pada waktu bangun dan

menekan aktivitas neuron kolinergik. (Rachman,

2007). Ciri–ciri tidur nyenyak adalah bangun

segar, tanpa mimpi, atau tidur dengan gelombang

delta, keadaan istirahat penuh, tekanan darah

menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan

bola mata melambat, mimpi berkurang, dan

metabolisme turun. Menurut Hidayat (2008) tidur

NREM terdiri dari 4 tahap yaitu sebagai berikut.

a) Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi antara

bangun dan tidur yang ditandai dengan adanya

gelombang teta dengan frekuensi lebih lambat

dan amplitudo lebih besar dari gelombang


21

alfa. Ciri tidur seseorang pada tahap 1

sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan

lingkungan, merasa mengantuk, bola mata

bergerak dari samping ke samping, frekuensi

nadi dan napas sedikit menurun, serta dapat

bangun segera selama tahap ini berlangsung

sekitar 5 menit.

b) Tahap II

Tahap II merupakan tahapan tidur yang lebih

dalam dari kualitas tidur pada tahap I,

dengan gelombang teta yang lebih lambat

dengan gelombang yang berbentuk sangat tajam

yang disebut sleep spindles. Tahap II

merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh

terus menurun dengan ciri sebagai berikut:

mata menetap, denyut jantung dan frekuensi

napas menurun, temperatur tubuh menurun,

metabolisme menurun, serta berlangsung pendek

dan berakhir 10-15 menit.

c) Tahap III

Pada tahap III ditandai dengan adanya

gelombang delta sebesar 50 persen dengan ciri

sebagai berikut: denyut nadi, frekuensi

napas, dan proses tubuh lainnya melambat. Hal


22

ini disebabkan oleh adanya dominasi sistem

saraf parasimpatis sehingga sulit untuk

bangun.

d) Tahap IV

Tahap ini ditandai dengan adanya gelombang

delta sebesar 50%, tidur delta merupakan

tidur yang paling lelap, ketika seseorang

dibangunkan pada tahap ini biasanya seseorang

tersebut akan bingung dan kehilangan

orientasi. Tahap IV mempunyai ciri yaitu

kecepatan jantung dan pernapasan turun, arang

bergerak, sulit dibangunkan, gerak bola mata

cepat, sekresi lambung menurun dan tonus otot

menurun.

2) Tidur REM

Tidur REM merupakan tahap aktif dari tidur dan

mimpi sering terjadi pada tahap ini. Tidur REM

secara umum meliputi 20% dari seluruh waktu

tidur (Wang, 2015). Saat tidur REM, jika dilihat

melalui alat EEG menunjukkan gelombang cepat

mirip dengan gelombang ketika seseorang dalam

keadaan rileks dan bola mata saat tidur bergerak

naik turun kanan dan kiri (King, 2012).

Tidur REM dapat berlangsung pada tidur malam


23

yang terjadi selama 5-20 menit, rata-rata timbul

90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100

menit. Tidur REM disebabkan inaktivitas neuron

monoaminergik sehingga memicu aktivitas neuron

kolinergik (neuron retikuler pons). Tidur ini

penting untuk keseimbangan mental, emosi,

berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi

(Li, dkk. 2018). Ciri tidur REM menurut Hidayat

(2008) adalah sebagai berikut.

a) Biasanya disertai dengan mimpi aktif

b) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur

nyenyak NREM

c) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat

tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi

spinal atas sistem pengaktivasi retikularis

d) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi

tidak teratur

e) Pada otot perifer, terjadi bebrapa gerakan

otot yang tidak teratur

f) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat

dan irregular, tekanan darah meningkat dan

berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan

metabolisme meningkat
24

h. Faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat

menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur

dan memperoleh jumlah istirahat sesuai

kebutuhannya. Beberapa faktor tersebut adalah

sebagai berikut.

1) Penyakit

Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres

fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur.

Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang

lebih banyak daripada biasanya. Di samping itu,

siklus bangun tidur selama sakit juga dapat

mengalami gangguan (Mubarak & Chayatin, 2007).

2) Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat memengaruhi pola

tidur seseorang. Semakin lelah seseorang,

semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya.

Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan

kembali memanjang (Mubarak & Chayatin, 2007).

Individu yang mengalami kelelahan menengah

biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama

setelah bekerja atau melakukan aktivitas yang

menyenangkan (Potter & Perry, 2006).


25

3) Stress emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu

tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat

meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui

stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini

menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap

IV dan tidur REM serta sering terjaganya pada

saat tidur (Mubarak & Chayatin, 2007).

4) Gaya hidup

Individu yang sering berganti jam kerja harus

mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu

yang tepat (Mubarak & Chayatin, 2007).

5) Stimulan dan alkohol

Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman

dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu

pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang

berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM

(Mubarak & Chayatin, 2007).

6) Lingkungan

Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya

stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur

(Mubarak & Chayatin, 2007). Lingkungan tempat


26

seseorang tidur berpengaruh terhadap kemampuan

seseorang untuk tidur dan tetap tidur (Potter &

Perry, 2006). Lingkungan yang tidak mendukung

seperti terpapar banyak suara menyebabkan

seseorang kesulitan untuk memulai tidur.

Lingkungan yang tidak nyaman seperti lembab juga

dapat mempengaruhi tidur.

Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan

irama sirkadian dalam pengaturan siang dan

malam. Keadaan terbangun berkaitan dengan cahaya

matahari atau kondisi yang terang ( Timby, 2009

dalam Indarwati, 2012). Cahaya yang mempengaruhi

tidur dan aktivitas otak selama terbangun,

sedangkan, irama sirkadian, dan homeostasis

mempengaruhi regulasi tidur manusia (Djik, 2009

dalam Indarwati, 2012). Cahaya mempengaruhi

produksi melatonin. Melatonin adalah hormon

dalam setiap organisme dengan tingkat berbeda

tergantung siklus hidup dan paparan cahaya.

Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal di

otak manusia. Melatonin berperan besar dalam

membantu kualitas tidur. Mengatasi penyimpangan-

penyimpangan, depresi, dan system kekebalan yang

rendah. Peneletian menunjukkan bahwa hormon ini


27

membantu seseorang untuk tidur lebih nyenyak,

mengurangi jumlah bangun mendadak di malam hari

serta meningkatkan kualitas tidur (Pengayoman,

2008 dalam Indarwati, 2012).

7) Diet

Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan

waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari.

Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan

dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya

periode terjaga di malam hari.

i. Gangguan gangguan tidur dan penanganannya

1) Insomnia

Insomnia adalah gangguan tidur yang kesulitan

untuk tidur atau mempertahankan tidur pada malam

hari). Ini akan menjadi gangguan jangka pendek

jika berakhir hanya dalam waktu beberapa malam,

namun akan menjadi kronik jika sampai berbulan-

bulan atau semakin lama. Insomnia sementara

dapat disebabkan oleh stress, perasaan yang

terlalu gembira, atau perubahan pola tidur

selama melakukan perjalanan. Pola tidur akan

kembali normal ketika rutinitas kegiatan kembali

seperti biasanya. Insomnia kronik mungkin

disebabkan karena medikasi, perilaku atau


28

masalah psikologi (DeWit, 2009 dalam Agustin,

2012). Ada tiga jenis insomnia yaitu :

a) Initial Insomnia adalah kesulitan untuk

memulai tidur,

b) Intermitent Insomnia adalah ketidakmampuan

untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering

terjaga,

c) Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal

dan sulit untuk tidur kembali.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk

mengatasi insomnia antara lain :

a) Mengembangkan pola istirahat dan tidur yang

efektif melalui olahraga rutin,

b) Menghindari rangsangan tidur di sore hari,

c) Melakukan relaksasi sebelum tidur misalnya

membaca dan mendengarkan musik, dan

d) Tidur jika benar-benar mengantuk.

2) Hipersomnia

Hipersomnia kebalikan dari insomnia, yaitu

terjadi kelebihan waktu tidur, terutama pada

siang hari (Kozier, 2004 dalam Indarwati,

2012).Hipersomnia dapat disebabkan karena

kondisi media, seperti adanya kerusakan pada

sistem saraf pusat, gangguan pada hati dan


29

ginjal, gangguan metabolik (asidosis diabetik

dan hipotiroidisme). Seseorang tertidur selama

8-12 jam dan mengalami kesulitan untuk bangun di

pagi hari (kadang-kadang dikenal sebagai tidur

dengan keadaan mabuk). (Harkreader, Hogan, &

Thobaben, 2007 dalam Agustin, 2012). Hipersomnia

adalah tidur yang berlebihan terutama tidur pada

siang hari. Pada kondisi tertentu, hypersomnia

dapat di gunakan sebagai mekanisme kooping untuk

tanggungjawab pada siang hari.

3) Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat

mengganggu tidur atau muncul saat seseorang

tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anakanak.

Beberapa turunan parasomnia antara lain :

a)Sering terjaga misalnya tidur berjalan dan

night terror,

b)Gangguan transisi bangun dan tidur misalnya

mengigau,

c)Paramsonia yang terkait dengan tidur REM

misalnya mimpi buruk, dan

d)Bruksisme

4) Narcolepsy

Norkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak


30

tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada

siang hari. Gangguan ini juga disebut juga

sebagai “serangan tidur” atau sleep attack.

Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena

kerusakan genetik sistem saraf pusat yang

menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur

REM. Alternatif pencegahannya adalah dengan

obat-obatan seperti amfetamin, atau

metilpenidase hidroklorida, atau dengan

antidepresan seperti imipramine hidroklorida.

5) Apnoe tidur dan mendengkur

Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi

terhentinya napas secara periodik pada saat

tidur. Kondisi ini di duga terjadi pada orang

yang mengorok dengan keras, sering terjaga di

malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan pada

siang hari, sakit kepala di pagi hari,

iritabilitas, atau mengalami perubahan

psikologis seperti hipertensi atau aritmia

jantung.

3. Konsep Tekanan Darah

Tekanan darah adalah desakan dari dalam dinding

pembuluh darah untuk menjaga agar darah tetap dapat

mengalir. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung


31

dan tahanan perifer sehingga tekanan darah meningkat

jika curah jantung meningkat, resistensi vaskular

perifer bertambah, atau keduanya (Sugiharto, 2008).

Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk

mengedarkan darah di pembuluh darah dalam tubuh.

Jantung yang berperan sebagai pompa otot menyuplai

tekanan tersebut untuk menggerakan darah dan juga

mengedarkan darah di seluruh tubuh. Pembuluh darah

arteri memiliki dinding-dinding yang elastis dan

menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran

darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem

peredaran darah, bahkan detak jantung (Gardner, 2007

dalam Indarwati, 2012)

Tekanan darah adalah tekanan pada pembuluh darah

yang dihasilkan oleh darah. Volume darah dan

elastisitas pembuluh darah dapat mempengaruhi tekanan

darah. Peningkatan volume darah atau penurunan

elastisitas pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan

darah seseorang (Ronny, dkk, 2009).

Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang

diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat

dirasakan. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan

di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi

sampai bunyi jantung atau denyut arteri dengan jelas


32

dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai

menghilang. Perbedaan tekanan antara sistole dan

diastole disebut tekanan nadi dan normalnya adalah 30-

50 mmHg (Hull (1986) dalam Hartanto, 2011).

Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang

mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah

mengalir melalui sistem pembuluh tertutup karena ada

perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara

ventrikel kiri dan atrium kanan (Ethel (2003) dalam

Hartanto, 2011).

Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120

mmHg saat systole sampai serendah 0 mmHg saat

diastole. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg

saat sistole serendah 80 mmHg saat diastole.

Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri

karena efek lontar balik dari dinding elastis aorta.

Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg. Darah

mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju

arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg)

ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri

sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena (dengan

perubahan

1. Penggolongan tekanan darah

Menurut The Seventh Report of The Joint National


33

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC VII),

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa dapat

dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,

hipertensi derajat I dan derajat II

Tabel 2.3 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan


Darah Sistolik Darah
(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat ≥ 160 ≥ 100
II

Menurut Hartanto (2011), tekanan darah dapat

digolongkan atas :

a. Tekanan darah normal.

Seorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal

bila tekanan darah untuk sistolik <140 mmHg dan

diastolik <90 mmHg (Guyton dan Hall (2008) dalam

Hartanto,2011). Nilai tekanan darah normal (Woro

(1999) dalam Hartanto,2011) :

1) Pada usia 15-29 tahun: sistolik 90-120 mmHg,

diastolik 60-80 mmHg

2) Pada usia 30-49 tahun: sistolik 110-140 mmHg,

diastolik 70-90 mmHg


34

3) Pada usia >50 tahun: sistolik 120-150 mmHg,

diastolik 70-90 mmHg.

Tabel 2. 4 Standar tekanan darah normal


berdasarkan usia.

No. Usia Systole Diastole


1 Pada masa bayi 50 70-90
2 Pada masa anak 60 80-100
3 Masa remaja 60 90-110
4 Dewasa muda 60-70 110-125
5 Lebih tua 80-90 130-150
Sumber: Pearce (2007)

b. Tekanan darah rendah.

Seorang dikatakan mempunyai tekanan darah rendah

bila tekanan darah untuk sistolik <100 mmHg dan

diastolik < 60 mmHg (Watson (2002) dalam

Hartanto, 2011).

c. Tekanan darah tinggi.

Seorang dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi

apabila untuk tekanan darah sistolik >140 mmHg

dan diastolik > 90 mmHg (Watson (2002) dalam

Hartanto, 2011).

Sugiyanto (2014), tekanan darah pada lansia

dapat digolongkan sebagai berikut.

Sistolik Diastoli
No. Kategori
(mmHg) (mmHg)
1 Normal <130 <85
2 Normal-Tinggi 130-139 85-89
3 Hipertensi Derajat I 140-159 90-99
4 Hipertensi Derajat II 160-179 100-109
5 Hipertensi Derajat III 180-209 110-119
6 Hipertensi Derajat IV ≥210 ≥120
35

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

tekanan darah yaitu:

a. Faktor internal

1) Usia

Semakin tua umur seseorang tekanan

sistoliknya semakin tinggi. Biasanya

dihubungkan dengan timbulnya arteriosclerosis

(Guyton dan Hall, 2008). Tekanan darah

sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan

usia, akan tetapi tekanan darah diastolic

meningkat seiring tekanan darah sistolik

sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian

menurun oleh karena terjadinya proses

kekakuan arteri akibat arteriosclerosis

(Sudoyo (2006) dalam Hartanto, 2011).

2) Olahraga

Meningkatnya curah jantung karena olahraga

atau aktivitas akan mengakibatkan tekanan

darah naik pada menit-menit awal. Selanjutnya

sistem regulasi tubuh akan berusaha untuk

mengkompensasi kenaikan ini, sehingga tekanan


36

darah akan cenderung tetap atau justru turun

(Ridjab (2005) dalam Hartanto, 2011). Tekanan

darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,

dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan

aktivitas dan lebih rendah ketika

beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari

juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi

hari dan paling rendah pada saat tidur malam

hari (Caroline (2008) dalam Hartanto,2011).

3) Emosi dan stres fisik

Saat manusia mempersepsikan sesuatu sebagai

stres, bagian otak yang menangani pikiran

mengirimkan sinyal ke sistem saraf melalui

hipotalamus.

Sistem saraf lalu mempersiapkan tubuh untuk

menghadapi stres tersebut. Terjadi perubahan

detak jantung dan tekanan darah, serta pupil

melebar. Juga ada hormon dan zat-zat kimia

yang dikeluarkan atau disekresi, seperti

adrenalin. Sekresi adrenalin ini yang membuat

tubuh siap, namun jika terjadi berkepanjangan

akan menimbulkan kerugian misalnya

terhambatnya pertumbuhan dan pemulihan tubuh,

pencernaan dan reaksi kekebalan tubuh


37

(imunologik). Dapat terjadi penyakit terkait

stres; sebagai contoh penyakit jantung dan

pembuluh darah (kardiovaskuler) akibat

meningkatnya tekanan darah yang merusakkan

jantung dan pembuluh darah (arteri) serta

meningkatnya kadar gula darah (Selye (2010)

dalam Hartanto, 2011).

4) Obesitas

Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai

penimbunan jaringan lemak tubuh secara

berlebihan sehingga berat badan telah

melebihi batas ambang normal dan dapat

membahayakan kesehatan (Kusumadiani, 2010).

Timbunan lemak dalam tubuh memicu tekanan

darah tinggi dan meningkatkan kadar

kolesterol darah dan insulin. Kondisi

kegemukan yang dialami anak-anak sejak kecil

jelas meningkatkan resiko kematian dini

(Kusumadiani (2010) dalam Hartanto, 2011).

5) Merokok

Rokok mempunyai pengaruh terhadap sistem

pembuluh yaitu darah jantung akan terlihat

dengan adanya denyut jantung yang meningkat.

Tekanan darah dan pengerutan otot jantung


38

meningkat dengan akibat kebutuhan oksigen

meningkat. Bahaya akan terjadi seseorang

menderita tekanan darah tinggi sehingga dapat

mempercepat terjadi keusakan otak, ginjal,

mata dan pembuluh darah. Tidak terkecuali

kemungkinan kematian mendadak (Eni (2011)

dalam Hartanto, 2011).

6) Konsumsi alkohol

Mengkonsumsi alkohol berakibat buruk, dalam

sebuah penelitian yang dilakukan Beever and

Mac Gregor (1995) dalam Hartanto, 2011),

mendapatkan bahwa mengkonsumsi minuman

berakohol dalam jumlah besar dapat

meningkatkan tekanan darah. Konsumsi alkohol

yang berlebihan selama jangka waktu yang

panjang memiliki efek buruk pada hampir

setiap organ dan sistem tubuh yaitu

meningkatkan tekanan darah tinggi

(hipertensi) (Permanente (2010).

7) Minum kopi

Minum kopi yang mengandung kafein dapat

menghasilkan perubahan dalam hemodinamik

diantaranya dapat meningkatkan tekanan darah

(James (1993) dalam Hartanto,2011).


39

b. Faktor eksternal :

1) Kebisingan

Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat

mengganggu, lebih-lebih yang terputus-putus

atau yang datangnya secara tiba-tiba atau

tidak terduga (Suma’mur (2009) dalam

Hartanto, 2011). Kebisingan mengganggu

perhatian, sehingga konsentrasi dan kesigapan

mental menurun. Efek pada persyarafan otonom

terlihat sebagai kenaikan tekanan darah,

percepatan detak jantung, pengerutan pembuluh

darah kulit, bertambah cepatnya metabolisme,

menurunnya aktivitas alat pencernaan.

Kebisingan yang melebihi NAB dapat

menyebabkan kelelahan, kegugupan, rasa ingin

marah, hipertensi (darah tinggi) dan menambah

stress (Hermawati (2006) dalam Hartanto,

2011).

2) Tekanan panas

Tekanan panas (heat stress) adalah beban

iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia

(Hartanto, 2011). Selama aktivitas pada

lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan

memberikan reaksi untuk memelihara suatu


40

kisaran panas lingkungan yang konstan dengan

menyeimbangkan antara panas yang diterima

dari luar tubuh dengan kehilangan panas dalam

tubuh. Lingkungan kerja panas terdiri dari

unsur suhu udara (kering dan basah),

kelembaban nisbi, panas radiasi dan kecepatan

gerak udara (Tarwaka dkk. 2010). Pada

lingkungan kerja panas, tubuh mengatur

suhunya dengan penguapan keringat yang

dipercepat dengan pelebaran pembuluh darah

yang disertai meningkatnya denyut jantung dan

tekanan darah, sehingga beban kardiovaskuler

bertambah (Suma’mur, 2009).

3) Masa kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya

gangguan kesehatan berupa peningkatan tekanan

darah dan pendengaran antara lain adalah

intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan

dan lamanya orang tersebut berada di tempat

kerja atau di dekat sumber bunyi, baik dari

hari ke hari atau seumur hidup (Hartanto ,

2011).

4) Beban kerja

Menurut Hart dan Staveland dalam Tarwaka


41

(2010)bahwa beban kerja merupakan sesuatu

yang muncul dari interaksi antara tuntutan

tugas-tugas, lingkungan kerja dimana

digunakan sebagai tempat kerja, ketrampilan,

perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban

kerja kadang juga dapat didefinisikan secara

operasional pada berbagai faktor seperti

tuntutan tugas atau upaya-upaya yang

dilakukan untuk melakukan pekerjaan.


42

B. Kerangka Konsep

Secara garis besar mengenai sistem keterkaitan

antara konsep penelitian adalah sebagai berikut.

Faktor yang Lansia


mempengaruhi

1. Penyakit Kualitas Tidur


2. Kelelahan
Istirahat Tidur
3. Stress emosional 1. Baik
4. Gaya hidup 2. Buruk
5. Stimulan dan Suhu
alcohol 1. Usia
2. Jenis kelamin 1. Hipertermi
6. lingkungan
3. Level 2. Hipotermi
7. Diet
perkembangan
4. Status
kesehatan dan
Faktor yang mepengaruhi.
5. Aktifitas
Faktor internal:

1. Usia Tekanan Darah


2. Olahraga
3. Emosi dan stress 1. Normal
fisik 2. Pre
4. Obesitas Hipertensi
5. Konsumsi alkohol
3. Hipertensi
Faktor eksternal: Derajat I
4. Hipertensi
1. Kebisingan Derajat II
2. Tekanan panas : Tidak dit
3. Beban kerja

Keterangan:

= Variabel yang diteliti


43

= Variabel yang tidak diteliti


44

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan

(Sugiono, 2015). Hipotesis pada penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Ha : Ada hubungan antara pemenuhan kebuthan itidur dengan

tekanan darah pada lansia di UPT Puskesmas Mpunda.

Ho : Tidak ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan tidur

dengan tekanan darah pada lansia di UPT Puskesmas

Mpunda
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah suatu cara memperoleh kebenaran

ilmu pengetahuan atau cara upaya proses pemecahan suatu

masalah, yang pada dasarnya menggunakan metode ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu

(Notoatmdjo, 2012).

A. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu yang didalam dirinya

melekat atau terkandung objek penelitian (Sugiyono, 2014).

Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah

pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia di UPT Puskesmas

Mpunda Kota Bima.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan sekumpulan objek yang akan diteliti

dan memiliki kesamaan karakteristik. Kesamaan

karakteristik tersebut ditentukan berdasarkan pada sifat

spesifik dari populasi yang ditentukan dengan kriteria

inklusi atau ketentuan tertentu (Putra, 2012). Populasi

dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berada di

wilayah kerja UPT Puskesmas Mpunda sebanyak 100 orang.

45
46

2. Sampel dan Tehknik Sampling

Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih atau

diambil dari suatu populasi. Dalam keperawatan kriteria

sampel meliputi kriteria inklusi dan ekslusi, dimana

kriteria itu menentukan dapat atau tidaknya sampel

tersebut digunakan (Notoatmodjo, 2010). Adapun tehknik

pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan rumus Taro

Yamane berikut ini:

N
N= +1
N (d2 )

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Presisi sebesar 0,05

Dengan menggunakan rumus tersebut dapat ditentukan

sampel yang diambil:

Rumus

N
n =
N ( d 2) + 1

N
n =
N ( d 2) + 1

100
=
100(0,05)2+ 1

100
=
1,25
47

= 80

Dalam penelitian ini yang didapatkan peneliti

menggunakan rumus Taro yamare 80 orang dan juga memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi.

3. Teknik Pengambilan Sampel

a. Teknik Sampling

Menurut Sugiyono (2016:82) terdapat dua teknik

sampling yang dapat digunakan, yaitu:

1. Probability Sampling

Probability Sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang memberikan peluang yang sama bagi

setiap unsur (Anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple

random sampling, proportionate stratifed random

sampling, disproportionate stratifies random

sampling, sampling area (cluser).

2. Non Probability Sampling

Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan

sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi,

sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive,

jenuh, snowball.

Dalam penelitian ini teknik sampling yang


48

digunakan yaitu nonprobability sampling dengan

teknik purposive sampling.

Menurut Sugiyono (2016:85) bahwa: “purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu.” Alasan

menggunakan teknik Purposive Sampling adalah karena

tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai

dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu,

penulis memilih teknik Purposive Sampling yang

menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-

kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-

sampel yang digunakan dalam penelitian ini.

b. Kriteria inklusi dan ekslusi.

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target dan

terjangkau yang akan diteliti, (Nursalam, 2008),

yaitu:

a. Lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Mpunda Kota Bima

b. Lansia yang bersedia menjadi Responden

2. Kriteria eksklusi
49

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan atau

menghilangkan subjek yang tidak memenuhi kriteria

inklusi dari studi (Nursalam, 2008).

a. Lansia yang sedang sakit

b. Lansia yang mengkonsumsi obat tidur

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan suatu strategi

penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum

perencanaan akhir pengumpulan data dan rancangan penelitian

juga untuk mendefinisikan struktur penelitian yang akan

dilaksanakan (Nursalam, 2014).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,

dengan desain penelitian deskriptif korelatif dengan

menggunakan pendekatan cross sectional yaitu cara

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, dimana

penelitian dilakukan untuk menjelaskan antara dua variabel

yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan pengumpulan

data mengenai kualitas tidur dan tekanan darah pada lansia

hanya dilakukan satu kali dan tidak ada intervensi

(Notoadmojo, 2005).

D. Pengumpulan Data dan Pengelolaan Data.


50

1. Metode pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan metode terstruktur

dengan cara observasi. Observasi terstruktur yaitu

peneliti secara cermat mendefinisikan apa yang akan

diobservasi melalui suatu perencanaan yang matang.

Peneliti tidak hanya mengobservasi fakta-fakta yang ada

pada subjek, tetapi lebih didasarkan pada perencanaan

penelitian yang sudah disusun sesuai pengelompokannya,

pencatatan, dan pemberian kode terhadap hal-hal yang

sudah ditetapkan (Nursalam, 2013).

Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data

Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Tidur Dengan Tekanan Darah

Pada Lansia menggunakan dua metode pengambilan data

yaitu metode pengambilan data primer dan metode

pengambilan data sekunder.

a. Data Primer

Metode pengambilan data primer yaitu dengan

wawancara. Data primer dalam penelitian ini meliputi:

1) Kuesioner, terdiri dari pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi tentang

tanggapan atau apa yang diketahui responden

mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur serta

tekanan darah. Kuesioner yang digunakan dalam

bentuk PSQI. PSQI merupakan suatu metode penilaian


51

yang berbentuk kuesioner yang digunakan untuk

mengukur kualitas tidur dan gangguan tidur orang

dewasa dalam interval satu bulan.

2) Umur responden

3) Jenis kelamin

4) Alamat responden

5) Pendidikan responden

6) Pekerjaan responden

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk

dokumen diperoleh dari UPT Puskesmas Mpunda Kota

Bima. Metode pengambilan data sekunder dengan

wawancara. Data sekunder dalam penelitian ini

meliputi:

1) Data Lansia wilayah kerja UPT Puskesmas Mpunda

Kota Bima

2) Data jumlah kunjungan pasien Hipertensi di UPT

Puskesmas Mpunda Kota Bima.

2. Istrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini,

diantaranya kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner

yang digunakan adalah Pittsburg Sleep Quality Index

(PSQI). PSQI merupakan metode penilaian yang berbentuk

kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur


52

dan gangguan tidur orang dewasa. Dalam PSQI terdiri dari

tujuh item penilaian terdiri dari kualitas tidur,

latensi tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, gangguan

tidur, penggunaan obat tidur (yang berlebihan) dan

disfungsi siang hari.

Hasil pengukuran dinyatakan dengan skor 0–21,

kualitas tidur baik: jika skor PSQI ≤5 dan kualitas

tidur buruk: jika skor PSQI >5. Sedangkan untuk

penilaian tekanan darah diukur dengan menggunakan

tensimeter air raksa dan stetoskop. Tata cara

pemeriksaan tekanan darah dilakukan setelah didapatkan

hasil dari pengisisan kuesioner tersebut.

3. Tehknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data-data penelitian dilakukan melaui

langkah-langkah berikut:

a. Persiapan

1) Peneliti mengajukan surat ijin pengambilan data

awal ke Ketua Program Studi Keperawatan STIKES

Mataram yang ditujukan kepada Kepala Puskesmas

Mpunda Kota untuk melakukan studi pendahuluan.

2) Peneliti melakukan studi pendahuluan di Puskesmas

Mpunda dengan menunjukkan surat ijin yang

diperoleh dari Ketua Program Studi Keperawatan

STIKES Mataram.
53

3) Peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke Ketua

Program Studi Keperawatan STIKES Mataram yang

ditujukan kepada Kepala Puskesmas Mpunda Kota

untuk melakukan penelitian.

b. Pelaksanaan

1) Peneliti meminta persetujuan responden untuk

menjadi subjek dalam penelitian dan memberitahukan

bahwa penelitian ini tidak memberikan dampak buruk

pada responden

2) Peneliti membagikan kuesioner kepada responden

(lansia), tujuannya adalah untuk memperoleh

tanggapan atau apa yang diketahui responden

mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur serta

tekanan darah. Kuesioner yang digunakan dalam

bentuk PSQI. Sedangkan untuk penilaian tekanan

darah diukur dengan menggunakan tensimeter air

raksa dan stetoskop. Tata cara pemeriksaan tekanan

darah dilakukan setelah didapatkan hasil dari

pengisisan kuesioner tersebut.

c. Analisa

1) Hasil yang diperoleh dari penelitian selanjutnya

dilakukan analisis dengan menggunakan uji

univariat dengan perhitungan pesentase, dan uji

bivariate menggunakan tabulasi silang melalui uji


54

statistika Spearman Rho Correlation dengan tingkat

signifikan p ≤ 0,05.

2) Peneliti melakukan pembuktian hipotesis dari hasil

yang diperoleh

4. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dioleh dan

dianalisis menggunakan komputer. Dalam pengolahan data-

data penelitian dilakukan langkah-langkah berikut:

a. Editing

Dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar

pertanyaan yang telah diisi. Editing meliputi

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan

konsistensi dari setiap jawaban.

b. Coding

Coding dilakukan untuk mengklasifikasikan jawaban

dari para responden ke dalam kategori-kategori dengan

menggunakan kode pada setiap jawaban responden.

c. Entry

Entry yaitu data yang telah dikode tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam program komputer untuk

selanjutnya akan diolah.

d. Analizing
55

Analisis data dapat dilakukan dengan cara manual

atau dengan bantuan software komputer tergantung

kemampuan peneliti dan kesulitan dalam pengolahan

data. Dalam penggunaan software, peneliti harus

secara benar dan teliti dalam melakukan pengolahan

data dengan baik dan benar mulai dari tahahapan awal

hingga akhir.

E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi variabel

a. Variabel Independent (variable bebas)

Variabel Independent merupakan variabel bebas yang

menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel

dependent. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Kualitas Tidur.

b. Variabel Dependent (variabel terikat)

Variabel Dependent merupakan variabel yang dipengaruhi

oleh atau yang menjadi akibat karena adanya variabel

bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Tekanan Darah.
56

2. Definisi operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan secara

Operasional berdasarkan karakteristik yang diamati

sehingga memungkinkan peneliti untuk melaksanakan

observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

obyek atau fenomena.


57

Tabel 3.5 Definisi Operasional Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur dengan
Tekanan Darah pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Mpunda Kota Bima

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel Kualitas tidur lansia Kuesioner Pittsburg Ordinal


1. Terpenuhi
Independent: merupakan waktu yang Sleep Quality jika Skor <5:
Pemenuhan kebutuhan Index(PSQI) yang
tidur dibutuhkan secara normal terdiri dari tujuh 2. Tidak
dalam menghitung total komponen, yaitu Terpenuhi
kualitas tidur jika Skor >5:
jam tidur lansia selama subjektif, latensi
24 jam. tidur, durasi tidur,
efisiensi tidur
sehari-hari, gangguan
tidur, penggunaan obat
tidur, dan disfungsi
aktivitas siang hari
Variabel Dependent: Tekanan darah pada Spigmomanometer dan 1. Hasil Ordinal
Tekanan Darah penelitian ini adalah Stetoskop pengukuran
tekanan darah yang dinyatakan
diperoleh pada saat dengan
peneliti melakukan Normal:
pemeriksaan pengukuran Sistolik:
tekanan darah pada Lansia <120 (mmHg)
Diastolik:
<80 (mmHg)
2. Prehipertens:
Sistolik:120
58

– 139 (mmHg)
Diastolik:80
– 89 (mmHg)
3. Hipertensi
derajat I:
Sistolik:[140
– 159 (mmHg)
Diastolik:90
– 99 (mmHg)
4. Hipertensi
derajat II:
Sistolik:≥160
(mmHg)
Diastolik:
≥100 (mmHg)
59

F. Kerangka Kerja

bagan 1 Kerangka Kerja

Populasi Lansia di Wilayah kerja


UPT Puskesmas Mpunda sebanyak 100
orang

Purposive
sampling
Sampel sesuai dengan kriteria
inklusi (80 orang)

Pengumpulan data dengan


menggunakan kuisioner

Pemenuhan mmm
kebutuhan Tekanan Darah:
tidur 1. Normal
2. Prehipertensi
3. Hipertensi derajat I
4. Hipertensi derajat II

Analisa Data:
 Data Univariat menggunakan tabel frekuensi
dan presentase data.
 Data Bivariat dengan Tabulasi silang dan
secara Analitik menggukan uji statistika
jenis Rank spearman.

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

Rekomendasi dan Deseminasi


60

G. Analisa Data

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul

ditabulasi, diolah, dan dianalisis dengan metode statistik.

a. Analisis Univariat

Berupa analisis persentase, digunakan untuk data

kategori Ordinal. Analisis persentase ini bertujuan

untuk mendapatkan Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Tidur

Dengan Tekanan Darah Pada Lansia meliputi:

1. Kebutuhan tidur responden, dan

2. Tekanan darah responden.

b. Analisis Bivariat

Dengan tujuan membuktikan ada tidaknya pengaruh variabel

bebas terhadap variabel tertutup digunakan tabulasi

silang dan secara analitik menggunakan uji statistika

Spearman Rho Correlation dengan tingkat signifikan p ≤

0,05, dimana jika hasil interpretasi data menunjukkan

nilai p>α maka hipotesis nol diterima, yang artinya

tidak ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah

pada lansia di wilayah kerja puskesmas Mpunda kota Bima,

sebaliknya jika nilai p<α maka hipotesis alternative

diterima yang artinya ada hubungan kualitas tidur dengan

tekanan darah pada lansia di wilayah kerja puskesmas

Mpunda kota Bima. Kekuatan hubungan antar variabel dapat

dilihat pada Tabel 3.2.


61

Tabel 3.2. Kekuatan hubungan antar variabel

Nilai Kriteria
0.00-0.25 Korelasi Sangat lemah
0.26-0.50 Korelasi cukup
0.51-0.75 Korelasi kuat
0.76-0.99 Korelasi sangat kuat
1.00 Korelasi sempurna

Arah hubungan korelasi dilihat pada angka correlation

coeficient. Besarnya nilai correlation coeficient antara

+1 s/d -1. Nilai correlation coeficient bernilai

positif, maka hubungan kedua variabel searah, sedangkan

nilai correlation coeficient bernilai negatif, maka

hubungan kedua variabel tidak searah.


62

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai hubungan kualitas tidur dengan

tekanan darah pada lansia di wilayah kerja UPT. Puskesmas

Mpunda Kota Bima telah dilaksanakan pada bulan Febuari-

Maret 2020. Responden dalam penelitian ini adalah lansia

dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Jenis

penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian

Kuantitatif Deskriptif dengan menggunakan pendekatan

Cross Sectional.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan dikelompokkan menjadi data

umum dan data khusus, data umum berisi gambaran tentang

lokasi penelitian dan karakteristik responden yakni Jenis

Kelamin. Sedangkan data khusus berisi tentang :

distribusi frekuensi kualitas tidur responden, distribusi

frekuensi tekanan darah responden, dan analisis hubungan

antara kualitas tidur dengan tekanan darah menggunakan

Uji Spearman’s Rho dengan program SPSS 24.

1. Data Umum

a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Mpunda terletak di Jalan Gatot


63

Subroto Kelurahan Lewirato Kecamatan Mpunda.

Letaknya yang relatif strategis, berdekatan dengan

jalan raya dan instansi/ kantor seperti Kantor

Pemerintah Daerah Kota Bima, Kantor Polisi, Kodim,

Departemen Agama dan sekolah serta kampus Poltekkes

yang tidak terlalu jauh memungkinkan kemudahan

masyarakat untuk datang mendapatkan pelayanan

kesehatan.

Puskesmas Mpunda mulai dioperasikan tahun 1990

di atas area seluas 500 m2, satu dari lima Puskesmas

di wilayah pemerintahan Kota Bima yang merupakan

Puskesmas non perawatan, Puskesmas Mpunda terletak

di Kelurahan Lewirato Kecamatan Mpunda Kota Bima

dengan luas wilayah kerja ± 14720 Ha, secara

Administrasi Kecamatan Mpunda terbagi menjadi 10

Kelurahan, secara rinci luas wilayah kerja

Puskesmas Mpunda dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Mpunda


No Kelurahan Luas (km2)
1 Penatoi 0.74
2 Lewirato 0.49
3 Sadia 0.68
4 Panggi 3.51
5 Sambinae 5.43
6 Mande 0.69
7 Manggemaci 0.52
8 Monggonao 0.63
9 Matakando 1.87
10 Santi 0.72
T o t a l 15.28km2
64

Puskesmas Mpunda merupakan Unit Pelaksana Teknik


Dari Dinas Kesehatan Kota Bima yang terletak di
Kelurahan Lewirato, tepatnya di Jl. Gatot Soebroto Kec.
Mpunda Kota Bima.
Dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan kepada
masyarakat, Puskesmas Mpunda di bantu sub-sub pelayanan
yang terdiri dari 10 kelurahan, 10 poskesdes, 3 pustu
dan 35 posyandu.

b. Karakteristik Responden

1) Karakteristik Responden berdasarkan Jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan


jenis kelamin
Jenis kelamin F %
Laki-laki 28 35 %
Perempuan 52 65 %
Total 80 100%

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa

mayoritas responden berada pada kelompok jenis

kelamin perempuan dengan % perolehan sebesar 65%.

2. Data Khusus

Data khusus dalam penelitian ini terdiri atas: (a)

distribusi frekuensi kualitas tidur responden secara

umum, (b) distribusi frekuensi kualitas tidur

responden berdasarkan jenis kelamin (c) distribusi

frekuensi tekanan darah responden secara umum,(d)


65

distribusi frekuensi tekanan darah responden

berdasarkan jenis kelamin, dan (e) analisis hubungan

antara kualitas tidur dengan tekanan darah.

a) Distribusi frekuensi kualitas tidur responden

secara umum

Distribusi frekuensi kualitas tidur responden

secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. distribusi frekuensi kualitas tidur


responden secara umum
Kualitas Tidur F %
Baik 20 25%
Buruk 60 75%
Total 80 100%

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa

mayoritas kualitas tidur responden berada pada

kategori buruk dengan % perolehan sebesar 75%.

b) Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi kualitas tidur responden

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel

4.4.

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi kualitas tidur


berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kualitas Tidur
kelamin
% Total
Baik Buruk
f % F %
Laki-laki 8 28,57 % 20 71,43% 100%
66

Perempuan 12 23,08% 40 76,92% 100%

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa

kelompok berjenis kelamin laki-laki merupakan

kelompok dengan mayoritas kualitas tidur baik

dengan % perolehan 28,57 %, sedangkan perempuan

merupakan kelompok dengan mayoritas kualitas tidur

buruk dengan % perolehan sebesar 76,92 %.

c) Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden Secara

Umum

Distribusi frekuensi tekanan darah responden

secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi frekuensi tekanan


darah responden secara umum
Tekanan darah F %
Normal 6 7.5 %
Normal-tinggi 17 21.25 %
Hipertensi derajat I 36 45 %
Hipertensi derajat II 21 26.25 %
Total 80 100%

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa

mayoritas tekanan darah yang dialami oleh responden

terdapat pada kategori Hipertensi derajat I dengan

nilai % perolehan sebesar 45 % dan minoritas

terdapat pada tekanan darah kategori normal dengan

nilai % perolehan sebesar 7,5%.


67

d) Distribusi frekuensi tekanan darah responden

berdasarkan jenis kelamin

Distribusi frekuensi tekanan darah responden

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel

4.5.

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi tekanan darah


responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Tekanan Darah
kelamin Normal Normal- Hipertensi Hipertensi
tinggi I II
f % F % f % f %
Perempuan 4 66,67 10 58,82% 23 63,89 15 71,42
%
Laki-laki 2 33,33% 40 41,18% 13 36,11 6 28,58
Total 100% 100% 100% 100%

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari

empat kategori tekanan darah yakni tekanan darah

normal, Normal-tinggi, Hipertensi derajat I dan

Hipertensi derajat II mayoritas dialami oleh

kelompok berjenis kelamin perempuan, dengan %

perolehan berturut-turut yakni 66.67%,58.82%,63.89%

dan 71.42%.

e) Analisis hubungan antara kualitas tidur dengan

tekanan darah.

Analisis hubungan antara kualitas tidur dengan

tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis hubungan antara kualitas tidur


dengan tekanan darah
Correlations
68

Kualitas Tekanan
Tidur Darah
Spearman's Kualitas Correlation 1,000 ,657**
rho Tidur Coefficient
Sig. (2- . ,000
tailed)
N 80 80
Tekanan Correlation ,657** 1,000
Darah Coefficient
Sig. (2- ,000 .
tailed)
N 80 80
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan Tabel 4.6, maka dapat disimpulkan

beberapa hal, yakni debagai berikut.

1) Nilai signifikansi diperoleh 0,00 yang artinya,

p ≤ 0,05 artinya Ha diterima, Ho ditolak.

2) Hubungan kekuatan korelasi diperoleh nilai 0,657

yang berarti bahwa memiliki hubungan yang kuat

antara kualitas tidur dengan tekanan darah

3) Kriteria arah hubungan dilihat pada Correlation

Coefficient, dimana menunjukkan nilai positif

(0,657) yang berarti memiliki hubungan variabel

searah.

B. Pembahasan

Jenis penelitian ini dirancang dalam bentuk

penelitian Deskriptif Koleratif dengan menggunakan


69

pendekatan Cross Sectional untuk mengetahui hubungan

antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – Maret 2020

di wilayah kerja UPT. Puskesmas Mpunda. Populasi dalam

penelitian ini sebanyak 100 orang lansia. Penarikan

sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, dimana lansia yang memenuhi kriteria inklusi

dan ekslusi dalam penelitian ini dan dijadikan sampel

penelitian yaitu sebanyak 80 orang.

Adapun kriteria inklusi yakni lansia yang bersedia

menjadi responden. Sedangkan kriteria ekslusi

yaitu,lansia yang mengalami obesitas, terbiasa meminum

kopi dimalam hari, mengkonsumsi obat tidur dan sedang

sakit.

Dalam rancangan penelitian ini setelah didapatkan

beberapa jumlah responden yang termasuk dalam kriteria

inklusi maka responden diminta untuk mengisi kuesioner

kualitas tidur lalu diperiksa tekanan darahnya. Pada

tahap awal seluruh responden mendapatkan kuesioner

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur

dan setelah pengisian kuesioner selesai, peneliti

menganalisis hasil pengisian kuesioner, selanjutnya

peneliti membagi responden menjadi dua kategori

berdasarkan hasil perhitungan. Kategori pertama adalah


70

kelompok yang memiliki kualitas tidur baik dan kategori

kedua adalah yang memiliki kualitas tidur buruk, setelah

itu peneliti akan melanjutkan dengan pemeriksaan tekanan

darah, sehingga diperoleh hasil tekanan darah dari yang

memiliki kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang

buruk.

Setelah data hasil penelitian terkumpul, kemudian

dilakukan penyuntingan data, pengkodean data, dan entri

data ke dalam master tabel. Data kemudian diolah

menggunakan program SPSS 24 dan hasil pengolahan

disajikan ke dalam tabel frekuensi dan distribusi serta

penjelasan dalam bentuk narasi.

1. Data Umum

a) Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin

yakni, sebanyak 52 responden (65%) berjenis kelamin

perempuan dan 28 responden (35%) berjenis kelamin

laki-laki. Berdasarkan hal tersebut didapatkan

bahwa jumlah responden laki-laki lebih sedikit

dibanding responden perempuan. Hal ini dikarenakan

jumlah populasi lansia perempuan di wilayah kerja

UPT. Puskesmas Mpunda lebih banyak dibanding laki-

laki.

2. Data Khusus
71

1) Kualitas Tidur

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan data bahwa

jumlah responden berdasarkan kualitas tidur yang

paling banyak adalah yang memiliki kualitas tidur

buruk sebanyak 60 responden (75%), sedangkan jumlah

responden dengan kualitas tidur baik yaitu sebanyak

20 responden (25%). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar lansia yang menjadi responden

memiliki kualitas tidur buruk. Hal ini selaras

dengan penelitian Deshinta (2010), dimana

memperoleh hasil lansia dengan kualitas tidur baik

sebanyak 67 responden (23,3%) dan kualitas tidur

buruk 220 responden (76,7%).

Alfi & Yuliwar (2018) yang menyatakan bahwa

Lansia beresiko tinggi terhadap gangguan tidur.

Ada beberapa perubahan yang dialami lansia saat

mengalami gangguan tidur terkait dengan

kualitas tidurnya tersebut seperti perubahan

pola tidur, berkurangnya durasi tidur,

tertundanya waktu tidur, dan perbedaan pola

tidur pada hari kerja dan akhir pekan.

a) Kualitas tidur responden berdasarkan jenis

kelamin
72

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa

kelompok berjenis kelamin laki-laki merupakan

kelompok dengan mayoritas kualitas tidur baik

dengan jumlah responden 8 orang dari total 28

(28,57%)sedangkan responden kelompok laki-laki

dengan kualitas tidur buruk berjumlah 20

responden dari total 28 responden (71,43%).

Responden pada kelompok perempuan merupakan

kelompok dengan mayoritas kualitas tidur buruk

dengan jumlah responden 40 orang dari total 52

responden (76,92%), sedangkan reponden kelompok

lansia perempuan dengan kualitas baik berjumlah

12 orang dari 52 responden (23,08%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa sebagian besar

responden kelompok perempuan memiliki waktu

tidur yang sedikit, selain itu tidak mampu

tertidur selama 30 menit sejak berbaring dapat

terjadi ≥ 3 x dalam seminggu. Hal ini disebabkan

oleh tingkat pikiran reponden.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Kurnadi,

dkk (2018) yang menyatakan bahwa jenis kelamin

juga merupakan faktor yang memiliki peran dalam

timbulnya gangguan tidur, dimana wanita lebih


73

banyak yang menderita gangguan tidur daripada

pria. Noliya, dkk (2018) juga menyatakan bahwa

stress yang dialami lansia membutuhkan

penyesuaian terhadap tubuh, karena stress

yang dihadapi dapat berpengaruh terhadap

peningkatan aktifitas simpatis dan penurunan

aktifitas parasimpatis dan hal ini dapat

cenderung memicu terjadinya gangguan tidur

pada lansia, sehingga mengakibatkan kualitas

tidur menjadi buruk.

b) Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden

Secara Umum

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa

mayoritas tekanan darah yang dialami oleh

responden terdapat pada kategori Hipertensi

derajat I dengan jumlah responden 36 (45%),

kemudian dilanjut oleh tekanan darah kategori

Hipertensi derajat II berjumlah 21 responden

(26,25%), tekanan darah kategori normal-tinggi

berjumlah 17 responden (21,52%) dan minoritas

terdapat pada tekanan darah kategori normal

dengan jumlah responden 6 orang (7,5%).

Ditinjau dari karakteristik responden dalam


74

penelitian ini, Tekanan darah sangat

berpengaruh pada usia. Hal ini sesuai dengan

penelitian Uchmanowicz, dkk (2019) yang

menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia maka

berkurang pula elastisitas pembuluh darah,

sehingga tekanan darah pada arteri semakin

besar dan dapat menyebabkan perubahan pada

tekanan darah lansia. Hal ini berhubungan

dengan berkurangnya elastisitas pembuluh

darah arteri, sehingga tekanan pada arteri

semakin besar dan dapat meningkatkan tekanan

darah seseorang.

c) Distribusi frekuensi tekanan darah responden

berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari

empat kategori tekanan darah yakni tekanan darah

normal, Normal-tinggi, Hipertensi derajat I dan

Hipertensi derajat II mayoritas dialami oleh

kelompok berjenis kelamin perempuan, dengan

jumlah responden berturut-turut adalah 4 orang

kategori normal (66,67%), 10 orang kategori

normal-tinggi (58,82%), 23 orang kategori

hipertensi derajat I (63,89%), dan 15 orang


75

kategori hipertensi derajat II (71,42%).

Selanjutnya kelompok laki-laki kategori normal,

Normal-tinggi, Hipertensi derajat I dan

Hipertensi derajat II berturut-turut yakni 2

orang (33,33%), 40 orang (41,18%), 13 orang

(36,11%) dan 6 orang (28,58%).

Hasil ini sesuai dengan data yang diperoleh

pada distribusi kualitas tidur berdasarkan jenis

kelamin, dimana diperoleh lansia pada kelompok

perempuan memiliki kualitas tidur yang buruk

dibandingkan dengan laki-laki. Ramadani (2017),

menyatakan bahwa besarnya pengaruh pola tidur

terhadap tekanan darah, durasi tidur yang

pendek dapat meningkatkan rata-rata tekanan

darah dan denyut jantung, karena selain

mampu membuat aktivitas sistem saraf simpatik

meningkat, dan juga merangsang stress, yang

dapat mengakibatkan hipertensi. Perubahan

emosi seperti tidak sabar, mudah marah,

stress, cepat lelah, dan pesimis yang

disebabkan karena durasi tidur yang kurang

dapat meningkatkan risiko naiknya tekanan

darah.
76

Wendy dkk. (2007), juga menyatakan bahwa

tekanan darah dipengaruhi oleh sistem otonom,

yakni simpatis dan parasimpatis. Pada orang

yang kualitas tidurnya buruk, didapatkan

peningkatan aktifitas simpatis dan penurunan

aktifitas parasimpatis, yang dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah jika

berlangsung kronik atau lama.

d) Hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan

darah

Berdasarkan Tabel 4.6, maka dapat dilihat

bahwa: (1) Nilai signifikansi diperoleh 0,00, (p

≤ 0,05) artinya bahwa Ha diterima, Ho ditolak.

Sehingga disimpulkan bahwa “ Ada hubungan

kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia

di wilayah kerja Puskesmas Mpunda Kota Bima”;

(2)Hubungan kekuatan korelasi diperoleh nilai

0,657 yang berarti bahwa memiliki hubungan yang

kuat antara kualitas tidur dengan tekanan darah;

(3)Kriteria arah hubungan dilihat pada

Correlation Coefficient, dimana menunjukkan nilai

positif (0,657) yang berarti memiliki hubungan

variabel searah.
77

Berdasarkan data diatas menunjukkan hubungan

variabel searah antara kualitas tidur dan tekanan

darah. Hal ini berarti semakin baik kualitas

tidur maka tekanan darah akan berjalan menuju

normal, sebaliknya jika semakin buruk kualitas

tidur maka semakin buruk pula tekanan darah. Hal

ini sesuai dengan penelitian Li, dkk (2018)

yang menyatakan bahwa tekanan darah tinggi

akan menurun ketika seseorang sedang tidur

(sekitar 10 - 20%) dibandingkan ketika saat

dalam keadaan sadar. Keadaan ini bisa

dihubungkan karena penurunan aktifitas

simpatis pada saat keadaan tidur, sehingga

salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan

darah yaitu gangguan tidur.

Potter & Perry (2010); Rong dkk. (2012)

menyatakan bahwa kualitas tidur yang buruk

merupakan faktor resiko terjadinya masalah

fisik dan psikologis. Masalah fisik yang

dapat ditimbulkan antara lain peningkatan

kadar glukosa darah dan merupakan faktor

resiko terjadinya gangguan kardiovaskular


78

seperti peningkatan tekanan darah baik pada

anak-anak, remaja, dewasa maupun lansia.

Sedangkan kualitas tidur yang baik dan

teratur menyebabkan aktifitas tubuh dan

aktifitas keseharian orang yang memiliki

kualitas tidur yang baik dan sehat membantu

menjaga kesehatan fisik, akan berjalan

normal.

Dalam prosesnya, sistem renin angiostensin

aldosteron berperan dalam merangsang saraf

simpatis dan meningkatkan tekanan darah

melalui retensi natrium dan air yang akan

mempengaruhi kortisol sehingga mempengaruhi

kerja mineralkortikoid yang terdiri dari

aldosteron dan bisa mempengaruhi kerja

prekursor alfa satu renin yang mempengaruhi

tekanan darah , ini dapat mempengaruhi

kualitas tidur. Pola tidur akan kembali

normal ketika rutinitas kegiatan kembali

seperti biasanya. Insomnia kronik mungkin

disebabkan karena medikasi, perilaku atau

masalah psikologi (Magfirah, 2016).


79

National Heart, Lung, and Blood Institut

dari United States Departements of Helath and

Human Services (2009) menginformasikan bahwa

kualitas tidur yang buruk meningkatkan resiko

tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan

kondisi medis lainnya (Yaqin, 2016). Menurut

Lu dkk. (2018), kualitas tidur yang buruk

memiliki dampak negatif yang besar terhadap

status kesehatan jangka panjang, dimana dari

hasil penelitiannya didapatkan bahwa kualitas

tidur yang buruk dapat memengaruhi terjadinya

peningkatan tekanan darah (pvalue 0,002),

peningkatan body mass index (p-value 0,045),

dan terjadinya depresi (pvalue 0,000).

Berdasarkan studi literatur dan hasil

penelitian, peneliti berasumsi bahwa menjaga

tekanan darah normal pada usia lansia sangat

penting, karena apabila tidak dijaga maka akan

mengakibatkan tekanan darah menjadi tidak normal,

dan akan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alfi, W.N., Yuliwar R. 2018. The Relationship between Sleep


Quality and Blood Pressure in Patients with Hypertension.
Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol. 6(1): 18-26.

Alimul H. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Asmarita, I. 2014. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan


Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum
Daerah Karanganyar. Doctoral dissertation. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Basavanthappa. 2011. Essentials of Mental Health Nursing.


India: Jaypee Brothers Medical Publishers, Vol.1:527 ISBN
: 978-93-5025-371-7.

Budi, S. C. 2011. Manajemen Unit Kerja Rekam


Medis. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.

DepKes, R. I. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan


Kerja.

Efendi, F., & Makhfudli, M. 2009. Keperawatan Kesehatan


Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

Feldman RS. Pengantar Psikologi. Jakarta : Salemba Medika,


2012

Ghaddafi , M. 2010. Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi


atau Non-Farmakologi. E-Jurnal Medika Udayana, 4: 1–17.

Gottlieb, D. J. dkk. 2006. Association of Usual Sleep Duration


With Hypertension: The Sleep Heart Health Study. SLEEP,
29(8): 1009-1014

Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2008. Secretion of Bile by The


Liver; Functions of the Biliary Tree. GUYTON AND HALL
TEXT BOOK OF MEDICAL PHYSIOLOGY, 11: 802-804.

Harkreader, H., Hogan, M. A., & Thobaben, M. 2007.


81

Fundamentals of Nursing: Caring and Clinical Judgment


(3"^^ ed.). St. Louis: Saunders Elsevier.

Hartanto, D. 2011. Hubungan Kebisingan dengan Tekanan Darah


pada Karyawan Unit Compressor PT. INDO ACIDATAMA. Tbk.
Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar . Doctoral dissertation,
Universitas Sebelas Maret.

Hellstrom, A. 2013. Insomnia Symtoms in Elderly Persons.


Disertasi. Lund University Faculty of Medicine. Sweden:
22–23

Heriana, P. 2014. Buku Ajar: Kebutuhan Dasar


Manusia. Tanggerang: Binarua Aksara Publisher.

Hermawati, E. 2006. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja pada


Intensitas Kebisingan yang Berbeda di PT Purinusa Eka
Persada Semarang. Universitas Negeri Semarang. Skripsi.

Hidayat, A. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah, 2.

Indarwati, N. 2012. Hubungan antara Kualitas Tidur Mahasiswa


yang Mengikuti UKM dan Tidak Mengikuti UKM pada Mahasiswa
Reguler Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.

King LA. 2010. Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif.


Jakarta : Salemba Medika.

Kozier, B. 2004. Fundamentals of Nursing Consepts, Process,


and Practice. New Jersey ; Pearson Prentise Hall.

Kurniadi, A., Rivan, Jehosua, S., & Ngantung, D. J. (2018).


Perbandingan Gangguan Tidur pada Lanjut Usia dengan dan
tanpa Penyakit Parkinson. Jurnal Sinaps, 1(2), 10–19.

Li M, Yan S, Jiang S. 2018 Relationship between Sleep Duration


and Hypertension in Northeast China: a crosssectional
study. BMJ Open
2019;9:e023916. doi:10.1136/ bmjopen-2018-023916. Diakses
16 Maret 2020.

Li, M. dkk. 2018. Relationship between sleep duration and


hypertension in northeast China: a cross-sectional study.
82

BMJ Open. 1-8

Lu, K., Chen, J., Wu, S., Chen, J., & Hu, D. (2015).
Interaction of Sleep Duration and Sleep Quality on
Hypertension Prevalence in Adult Chinese males. Journal
of Epidemiology, 25(1), 415–422.

Magrifah, I. 2016. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan


Darah pada Mahasiswi Program Studi S1 Fisioterapi
Angkatan 2013-2014 di Universitas Hasanuddin.
http://repository.unhas.ac.id/. Diakses 16 Maret 2020.

Maryam, R. S., & Ekasari, M. F. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan


Perawatannya.

Moi, M.A., Widodo, D., Sutrianingsih, A. 2017. Hubungan


Gangguan Tidur dengan Tekanan Darah pada Lansia. Nursing
News, 2(2): 124-131

Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Rozikin, K. Supradi.


2007. Promosi kesehatan.

National Heart, Lung, and Blood Institut dari U.S. Department


of Health and Human Services. 2009. Healthy Sleep.
www.nhlbi.nih.gov. (10 Oktober 2019)

Noliya, M,. Anita, A., Rini, P.S. 2018. Hubungan Kualitas


Tidur dengan Tekanan Darah pada Remaja. Jurnal Ilmiah
Multi Science Kesehatan. Vol 9 (1).

Potter, P. A., & Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan


(ed. 7 vol. 2). Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P. A., Perry, A. G. E., Hall, A. E., & Stockert, P. A.


2009. Fundamentals of nursing. Elsevier Mosby.

Potter,P.A.,& Perry,A.G. 2006. Fundamental of Nursing. Edisi


4.Jakarta: Salemba Medika.

Rahmadani, O. 2017. Hubungan Pola Tidur terhadap Tekanan Darah


pada Remaja SMA di Pondok Pesantren Al - Munawwir Krapyak
Yogyakarta.

Ridjab, D. A. 2005. Pengaruh Aktifitas Fisik Terhadap Tekanan


Darah. Jurnal Kedokteran Atmajaya, 4(2): 73.
83

Robillard, dkk. 2011. Sleep Deprivation Increases Blood


Pressure in Healthy Normotensive Elderly and Attenuates
the Blood Pressure Response to Orthostatic Challenge.
SLEEP, 34(3): 335-339

Rong,Y.J., Hui,W., Chang-Quan, H, Bi-Rong, D. 2012.


Association between Sleep Quality and Arterial Blood
Pressure Among Chinese Nonagenarians / Centenarians. Med
Sci Monit, 2012; 18(3).

Ronny, dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah


Keperawatan. Jakarta. EGC

Sadock, Benjamin J, Sadock, Virginia A. 2010. Buku Ajar


Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sayekti, N.P.I.W.,. Hendrati, L.Y. 2015. Analisis Risiko


Depresi, Tingkat Sleep Hygiene dan Penyakit Kronis dengan
Kejadian Insomnia pada Lansia. Jurnal Berkala
Epidemiologi,3(2): 181–193

Sudoyo, A. W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jakarta: Fkui, 400-411.

Suma’mur, P. K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


(HIPERKES). Jakarta: Sagung Seto, 116-32.

Tarwaka, dkk, 2010. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan


Kerja dan Produktivitas. Surakarta : Uniba Press.

Timby, B. K. 2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts.


Lippincott Williams & Wilkins.

Uchmanowicz, A., Kultuniuk, A., Uchmanowicz, B & Rusinczuk, J.


(2019). The Relationship between Sleep Disturbances and
Quality Of Life in Elderly Patients with Hypertension.
Clinical Interventions in Aging. Vol . 14 155–165.

Wang, Y. dkk. 2015.Relationship between Duration of Sleep and


Hypertension in Adults: A Meta-Analysis. Journal of
Clinical Sleep Medicine, 11(9): 1047-1056

Wendy M. 2007. Marital Quality and Marital Bed: Examining the


Covariation
84

between Relationshif Quality and Sleep.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17854738. Diakses 16
Maret 2020.

Yaqin, U. F. N. 2016. Hubungan Kualitas Tidur dengan Tekanan


darah pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember,
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/76598.
Diakses 16 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai