Anda di halaman 1dari 189

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA DENGAN


GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ANDALAS KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

NABILA MUTIARA ALFI


Nim : 1431101

JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017

Poltekkes Kemenkes Padang


`
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA DENGAN


GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ANDALAS KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh :
NABILA MUTIARA ALFI
NIM: 143110170

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
Poltekes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Lansia Gangguan
Mobilitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang Tahun
2017”. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program
Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi peneliti
untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Untuk itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Terutama kepada Bapak N.Rachmadanur, S.Kp.MKM selaku
Pembimbing I dan Bapak Idrus Salim, SKM.M.Kes selaku Pembimbing II
sekaligus Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan peneliti
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih juga peneliti ucapkan
kepada:

1. Bapak H. Sunardi, SKM, M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kemenkes RI padang.
2. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Prodi D III
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang yang telah membantu
dalam usaha memperoleh data yang diperlukan.
3. Bapak/ibu Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.

4. Pimpinan Puskesmas Andalas Kota Padang yang telah mengizinkan untuk


melakukan penelitian.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua yang telah memberikan dukungan
material dan moral dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
6. Teman-teman seperjuangan dan senasib yang lebih kurang 3 tahun ini kita
mampu mencapai sampai ke titik ini dengan kerja keras dan semangat
yang kita berikan satu sama lainnya.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini dimasa mendatang.

Akhir kata, peneliti berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Padang, 16 Juni 2017

Peneliti

Poltekes Kemenkes Padang


Poltekes Kemenkes Padang
POLITEKNIKKESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017


NABILA MUTIARA ALFI
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIADENGAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ANDALASKOTA PADANG

x + 110 halaman, 3 tabel, 1 bagan, 18 lampiran

ABSTRAK

Pada lansia terjadi perubahan semua system tubuh, diantaranya adalah system
musculoskeletal yang melibatkan otot, tulang, dan sendi. Penurunan kekuatan otot
ini dapat mengganggu mobilitas fisik pada lansia yang menyebabkan
ketergantungan kepada orang lain..Puskesmas Andalas merupakan puskesmas
urutan pertama tertinggi di kota Padang dengan lansia mandiri sebanyak 8.251
orang (DKK Kota Padang, 2015). Menurut data posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Andalas dari Juli-Maret 2016 terdapat kunjungan lansia mandiri 2.406
orang dan tidak mandiri sebanyak 4 orang.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga pada
lansia dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah kerja Puskesmas Andalas kota
Padang tahun 2017. Desain penelitian adalah deskriptif dengan populasi 4 orang
lansia gangguan mobilitas fisik dengan sampelnya adalah keluarga Ny. Ra dan
keluargaNy. Ro pada bulan JanuarisampaiJuni 2017 selama 5hari.
Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama yaitu klien mengeluh tidak bias
berdiri lama dan jika berdiri harus berpegangan pada tongkat, keluarga khawatir
klien beraktifitas banyak, klien pernah terjatuh dan trauma pada tulang panggul,
klien sempoyongan saat berjalan. Diagnosa keperawatan keluarga yang
didapatkan yaitu hambatan mobilitas fisik, gaya hidup kurang gerak, defisiensi
pengetahuan dan resiko jatuh. Selanjutnya direncanakan intervensi, implementasi
sampai evaluasi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi keluarga yang merawat
lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Padang dalam melakukan asuhan
keperawatan dan memaksimalkan implementasi yang dilakukan.

Kata Kunci : Hambatan mobilitas fisik, lansia, keluarga, asuhan


keperawatan
Daftar Pustaka : 16 (2008-2016)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
PERNYATAAN PENGESAHAN.......................................................... iv
ABSTRAK……………………………………………………………… v
DAFTAR ISI........................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN.................................................................................. viii
DAFTAR TABEL................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS........................................................... 7


A. Konsep Lansia............................................................................. 7
1. Pengertian.............................................................................. 7
2. Teori-teori proses penunaan.................................................. 7
3. Proses Menua........................................................................ 10
4. Batasan Umur Lanjut Usia.................................................... 9
5. Perubahan yang Terjadi pada Lansia.....................................11
6. Masalah yang Sering Terjadi pada Lansia............................ 13
B. Konsep Keluarga......................................................................... 16
1. Pengertian.............................................................................. 16
2. Bentuk Keluarga.................................................................... 16
3. Tahap Perkembangan Keluarga............................................. 18
4. Struktur dan Fungsi Keluarga................................................ 20
5. Peran Perawat Keluarga........................................................ 24
6. Peran Perawat Keluarga........................................................ 24
C. Konsep Mobilitas Fisik............................................................... 26
1. Pengertian.............................................................................. 26
2. Etiologi.................................................................................. 30
3. Patofisiologi........................................................................... 40
4. WOC...................................................................................... 44
5. Manifestasi Klinis.................................................................. 45
6. Komplikasi............................................................................ . 48
7. Penatalaksanaan..................................................................... 51

Poltekes Kemenkes Padang


D. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis…..................................... 58
1. Pengkajian.............................................................................. 58
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 67
3. Intervensi Keperawatan........................................................... 70
4. Implementasi Keperawatan................................................... 83
5. Evaluasi Keperawatan........................................................... 83

BAB III METODE PENELITIAN....................................................... 84


A. Desain Penelitian.......................................................................... 84
B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 84
C. Populasi dan Sampel.................................................................... 84
D. Alat dan instrumen....................................................................... 85
E. Jenis dan teknik pengumpulan data............................................. 85
1. Jenis Data............................................................................... 85
2. Cara Pengumpulan Data........................................................ 86
F. Hasil Analisis…........................................................................... 87

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS………………… 88


A. Deskripsi Kasus…………………………………………………… 88
B. Pembahasan Kasus………………………………………………… 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………. 120


A. Kesimpulan……………………………………………………….. 120
B. Saran……………………………………………………………… 121

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Prioritas Masalah........................................................... 68

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga................................ 71

Tabel 4.1 Deskripsi Kasus……………………………………………… 88

Poltekes Kemenkes Padang


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ghant Chart Kegiatan


Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan I
Lampiran 4 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan II
Lampiran 5 Jadwal Kunjungan Keluarga Partisipan I
Lampiran 6 Jadwal Kunjungan Keluarga Partisipan II
Lampiran 7 Lembaran Bimbingan Pembimbing I
Lampiran 8 Lembaran Bimbingan Pembimbing II
Lampiran 9 Surat Izin Pengambilan Data di DKK dari Poltekkes
Lampiran 10 Surat Izin Pengambilan Data di Puskesmas Andalas dari
DKK
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Andalas dari Poltekkes
Lampiran 12 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Andalas dari DKK
Lampiran 13 Surat Selesai Penelitian di Puskesmas Andalas
Lampiran 14 Laporan Pendahuluan Partisipan I
Lampiran 15 Laporan Pendahuluan Partisipan II
Lampiran 16 Satuan Acara Penyuluhan dan Satuan Acara Kegiatan
Lampiran 17 Foto-Foto Kunjungan
Lampiran 18 Daftar kunjungan Mobilitas Fisik dalam 3 bulan terakhir di
Puskesmas Andalas

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama : Nabila Mutiara Alfi
NIM : 143110176
Tempat / TanggalLahir : Padang, 16 Maret 1996
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Orang Tua : Ayah : Alfizal Aziz
Ibu : Asmita Fitri
Alamat : Tunggul Hitam Jl. Merpati No. 53 Kecamatan
Koto Tangah Dadok Tunggul Hitam Padang

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan TahunAjaran

1 TK Khaira Ummah 2002-2003

2 SD Khaira Ummah 2003-2008

3 SMP Kartika X-1 Jakarta Timur 2008-2011

4 SMA Adabiah 2 2011-2014

Prodi Keperawatan Padang,


4 JurusanKeperawatan, 2014-2017
PoltekkesKemenkes RI Padang

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara maju
dan negara berkembang, maka bertambahlah Usia Harapan Hidup (UHH)
penduduk negara tersebut. Hal ini berarti, akan bertambahnya populasi
penduduk lanjut usia (lansia). Di Indonesia sejak tahun 2004-2015 Usia
Harapan Hidup memperlihatkan peningkatannya dari 68,6 tahun menjadi 70,8

Poltekes Kemenkes Padang


tahun dan proyeksi tahun 2030-2035 mencapai 72,2 tahun (Badan Pusat
Statistik RI, 2015).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012,


dalam empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih dalam populasi dunia diperkirakan meningkat dari 800 juta
penduduk menjadi 2 milyar penduduk lansia atau mengalami lonjakan dari
10% hingga 22%. Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020
diperkiraan jumlah lansia sekitar 80.000.000 jiwa (Aldriana,2015). Provinsi
Sumatera Barat menduduki peringkat ketujuh yang memiliki jumlah populasi
lansia terbanyak di Indonesia. Populasi lansia di Sumatera Barat mencapai
angka 44.403 orang, dengan jumlah populasi terbanyak di kota Padang
28.896 orang (Badan Pusat Statistik, 2015).

Peningkatan penduduk lanjut usia di seluruh dunia memberikan tantangan


baru, salah satunya berupa peningkatan angka rasio ketergantungan lansia
(Blackburn & Dulmus, 2007). Rasio ketergantungan penduduk lansia
Indonesia pada tahun 2015 sebesar 13,28 artinya bahwa setiap 100 orang
penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 14 orang penduduk
lansia. Sedangkan Sumatera Barat menempati peringkat ke 6 di Indonesia
yaitu 14,51. Tingginya angka ketergantungan menunjukan bahwa keluarga
memiliki beban yang berat untuk merawat dan membiayai lansia (Badan
Pusat Statistik, 2015).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya


tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar
tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai
penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah
mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Proses penuaan pada lansia
diantaranya mengalami penurunan diberbagai sistem tubuh yang meliputi
beberapa aspek baik biologis, fisiologis, psikososial, maupun spiritual
merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensial (Stanley &
Beare, 2007).

Penurunan dan perubahan struktur fungsi, baik fisik maupun mental pada
sistem muskuloskeletal dapat mempengaruhi mobilitas fisik pada lansia yang
akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tetap beraktifitas.
Gangguan mobilitas fisik yang terjadi pada lansia mempengaruhi perubahan-
perubahan dalam motorik yang meliputi menurunnya kekuatan dan tenaga yang
biasanya menyertai perubahan fisik yang terjadi karena bertambahnya usia,
menurunnya kekerasan otot, kekakuan pada persendian, gemetar pada tangan,
kepala dan rahang bawah.

Kelemahan otot ekstemitas bawah dapat menyebabkan gangguan keseimbangan


tubuh sehingga mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek,
kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan terlambat mengantisipasi bila
terpeleset atau tersandung (Darmojo, 2004 dalam Nurviyandari, 2011). Kane dan
Ouslander (dalam Siburian, 2007) menjelaskan urutan tiga teratas dari masalah
kesehatan yang sering terjadi pada lansia, yaitu immobility (kurang bergerak),
instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence
(buang air kecil dan atau buang air besar). Bahaya fisik yang ada di dalam
komunitas dan tempat pelayanan kesehatan menyebabkan lansia beresiko
mengalami cedera/ jatuh.

Gangguan mobilitas fisik pada lansia umumnya disebabkan oleh adanya


gangguan pada muskuloskeletal. Perubahan fisik akan mempengaruhi tingkat
kemandirian lansia sehingga lansia membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan aktifitas sehari-harinya. Ketergantungan lansia ini akan menambah
beban dan biaya dalam merawat lansia di dalam keluarga. Lansia yang
mengalami penurunan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
akan bertumpu pada keluarganya. Mobilitas adalah pergerakan yang
memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang dan pusat untuk
berpartisipasi dalam menikmati kehidupan. Walaupun jenis aktifitas berubah

Poltekes Kemenkes Padang


sepanjang kehidupan manusia, mempertahankan mobilitas optimal sangat
penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia. Lansia yang
mempunyai mobilitas fisik yang tinggi akan meningkatkan kontrol
keseimbangan fisiknya, sehingga resiko jatuh sangat rendah (Guccione,
2000). Mobilitas yang baik dapat diperoleh dengan melakukan latihan fisik
yang berguna untuk menjaga agar fungsi sendi-sendi dan postur tubuh tetap
baik agar tidak terjadi kekakuan sendi. Latihan dilakukan secara bertahap,
disesuaikan dengan kemampuan lansia (Siburian, 2006; Martono, 2009)..
Aktivitas ringan sampai sedang secara teratur dapat meningkatkan kekuatan
dan efisiensi kontraksi jantung serta menaikkan ambilan oksigen oleh otot
jantung dan skeletal serta terbukti menurunkan keletihan, meningkatkan
energi sehingga dapat membantu meningkatkan kemandirian dan
kesejahteraan psikologis (Smeltzer, dan Bare, 2002).

Keluarga dapat menjadi support system utama bagi lansia dalam


mempertahankan kesehatannya agar mereka tetap bahagia dan sejahtera.
Menurut Friedman (2010), terdapat 5 tugas kesehatan keluarga yaitu;
mengenal masalah atau gangguan kesehatan keluarga, mengambil keputusan
tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat anggota keluarga yang
sakit, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Untuk
membantu keluarga memenuhi tugas kesehatan keluarga tersebut, perawat
berperan serta dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga. Selain
memberikan asuhan keperawatan keluarga, perawat gerontik di rumah juga
berperan dalam memberikan bantuan fisik dan mental untuk lansia di rumah,
memberikan asuhan keperawatan dalam bentuk pelayanan kesehatan
langsung kepada lansia dan keluarga serta pemberdayaan keluarga dengan
mendukung anggota keluarga dalam merawat lansia di rumah (Sunaryo,
2016).

Puskesmas Andalas merupakan puskesmas urutan pertama tertinggi di kota


Padang dengan lansia mandiri sebanyak 8.251 orang (DKK Kota Padang,
2015). Menurut data posyandu di wilayah kerja Puskesmas Andalas dari Juli-
Maret 2016 terdapat kunjungan lansia mandiri 2.406 orang dan tidak mandiri
sebanyak 8 orang. Hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 27 Maret
2017 di wilayah kerja Puskesmas Andalas dari 4 lansia yang diwawancarai
ditemukan 2 residen menggunakan tongkat. Selama ini, residen tersebut
melakukan mobilitas dengan menggunakan tongkat, dan tidak mampu berdiri.
walaupun sebenarnya residen mampu untuk melakukan aktifitas fisik seperti
berjalan secara perlahan dan berdiri dengan berpegangan. Residen kurang
beraktifitas di rumah, dan kegiatannya banyak berbaring ditempat tidur atau
duduk-duduk sambil menonton televisi, sedangkan residen satunya lagi
mengatakan keluarga selalu melarangnya untuk jalan pagi. Padahal dukungan
keluarga untuk memotivasi lansia sangat diperlukan agar lansia tetap bergerak
untuk meningkatkan dan mempertahankan kekuatan fisik terutama otot yang
lansia miliki agar tidak adanya penurunan sehingga lansia menjadi lebih
mandiri dan berkualitas dalam menjalani kehidupan di dalam keluarga.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik untuk
mengangkat kasus masalah mobilitas pada lansia dalam judul “Asuhan
Keperawatan Keluarga dengan Gangguan Mobilitas Fisik di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang 2017”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan
Mobilitas Fisik Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang
tahun 2017.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan
gangguan mobilitas fisik di wilayah Puskesmas Andalas Kota Padang
tahun 2017.
2.. Tujuan Khusus

Poltekes Kemenkes Padang


a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan keluarga pada
lansia dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah Puskesmas Andalas
Kota Padang tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa
c. keperawatan keluarga pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik di
wilayah Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah Puskesmas Andalas Kota
Padang tahun 2017.
e. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah Puskesmas Andalas Kota
Padang tahun 2017.
f. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah Puskesmas Andalas Kota
Padang tahun 2017.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik serta dalam
menulis karya tulis ilmiah.
2. Bagi Petugas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
memberikan dan mengembangkan pelayanan terhadap penerapan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik.
3. Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan dan sumber pembelajaran
di jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik.
4. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan
ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilitas fisik.
5. Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik dalam menulis
karya tulis ilmiah.
6. Bagi Petugas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
memberikan dan mengembangkan pelayanan terhadap penerapan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik.
7. Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan dan sumber pembelajaran
di jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik.
8. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan
ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilitas fisik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Lansia menurut WHO (2016), adalah pria dan wanita yang telah mencapai
usia 60-74 tahun. Sedangkan Lanjut usia menurut UU no 13 Tahun 1998,
lansia adalah seseorang yang mencapai umur 60 tahun ke atas. Lansia

Poltekes Kemenkes Padang


adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki
tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial
dan ekonomi (BKKBN, 1995 dalam Muhith, 2016). Menurut Keliat (1999
dalam Maryam dkk, 2010) usia lanjut merupakan tahapan akhir dari
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Secara biologis penduduk
lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ (Nugroho, 2008).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan individu


yang beusia diatas 60 tahun, dan telah memasuki tahap akhir proses
perkembangan, sehingga mulai mengalami perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta penurunan fungsi sistem organ sehingga rentan
terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

2. Teori-Teori Proses Penuaan


Stanley (2007), menyatakan bahwa teori- teori tejadinya penuaan pada
lansia dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis
dan psikososiologis
a. Teori Biologis
Terjadinya perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia
dan kematian. Termasuk perubahan molekuler dan seluler dalamsistem
organ utama dan kemampuan tu
buh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Adany
beberapa teori yang mendukung teori Biologis yaitu :
1) Genetika
Terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan kesalahan mutasi
somatik, dan teori glikogen proses replikasi pada tingkatan seluler
menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang
diberikan dari inti sel.
1) Wear-And-Tear
Akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak
sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekoler dan
akhirnya malfungsi organ tubuh.
2) Imunitas
Menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang
berhubungan dengan penuaan, sehingga ketika seseorang betambah
tua maka pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami
penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit.
3) Neuroendokrin
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara
universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan
untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah.
b. Teori Psikososiologis
Perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai
lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis seperti :
1) Kepribadian
Aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan
harapan atau luas spesifik lansia.

2) Tugas Perkembangan
Aktivitas dan tantangan yag harus dipenuhi seseorang pada tahap-
tahap spesifik dalam hidupnya. Mampu melihat kehidupan
seseorang sebagai kehidupan yang dijalani sebagai integritas.
3) Disengagement
Teori ini menggambarkan tentang proses penarikan diri oleh lansia
dari peran bermasyarakat dantanggung jawabnya.
4) Aktivitas
Teori ini berbicara tentang pentingnya tetap aktif secara sosial
sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat pada lansia.

Poltekes Kemenkes Padang


5) Kontinuitas
Teori ini bericara tentang penekanan koping kepribadian pada
individu lansia.
Menurut Sudoyo (2007), suatu teori mengenai penuaan dapat dikatakan
valid apabila ia dapat memenuhi tiga kriteria umum berikut : teori yang
dikemukakan tersebut harus terjadi secara umum, proses yang dimaksud
pada teori itu harus terjadi secara progresif seiring dengan berjalannya
waktu dan proses yang terjadi harus menghasilkan perubahan yang
menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau
sistem tubuh tertentu.
Beberapa teori proses menua menurut Sudoyo (2007), antara lain:
a. Teori Radikal Bebas
Teori ini menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang
sangat reaktif (radikal bebas) sangat bereaksi dengan berbagai
komponen penting seluler. Termasuk protein, DNA, dan lipid. Menjadi
molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan
mengganggu fungsi sel lainnya. Teori radikal bebas diperkenalkan
pertama kali oleh Denham Harman paa tahun 1956, yang menyatakan
bahwa proses menua normal merupakan akibat kerusakan jaringan oleh
radikal bebas. Dan bila kadarnya melebihi kosentarasi ambang maka
mereka akan berkontribusi pada perubahan-perubahan yang sering kali
dikaitkan dengan penuaan.
b. Teori Glikosilasi
Teori ini menyatakan bahwa proses glikosilasi non-enzimatik yang
menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced
glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein
dan makromolekul lain termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada
manusia yang menua.
c. DNA Repair
Teori ini dikemukakan oleh Hart dan Setlow (2009), teori ini
menyatakan bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan kerusakan
DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibrolas pada
spesies yang mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukan laju
DNA repair terbesar.

3. Proses menua
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara
alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup. Menurut Constantinides dalam Aspiani (2014), menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua
sudah berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa (Aspiani, 2014).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan (Maryam dkk, 2010).

Proses penuaan dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor genetik, yang
melibatkan perbaikan DNA, respons terhadap stres, dan pertahanan
terhadap antioksidan. Kedua, faktor lingkungan, yang meliputi pemasukan
kalori, berbagai macam penyakit, dan stres dari luar, misalnya radiasi atau
bahan-bahan kimia. Faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas
metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stres oksidasi sehigga
terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo dkk, 2016).

4. Perubahan yang terjadi pada Lansia


Perubahan – perubahan yang lazim terjadi pada lansia adalah :

Poltekes Kemenkes Padang


a. Perubahan pada kondisi fisik
Menurut Maryam, dkk (2010) dan Stanley (2007), perubahan fisik pada
lansia meliputi, yaitu :
1) Sel
Perubahan sel tubuh pada seseorang yang memasuki usia lanjut
antara lain: Jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun, cairan intraseluler menurun, jumlah sel otak menurun,
terganggunya perbaikan sel dan otak menjadi atrofi, beratnya
berkurang 5-10%.
2) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Irama jantung yang
tidak sesuai dan koordinasi aktivitas listrik menjadi distritmik dan
tidak terkoordinasi dengan bertaambahnya usia. Sinus distritmia
dan sinus bradikardia adalah hal yang sering terjadi dan dapat
menimbulkan rasa pusing, jatuh, palpitasi atau perubahan status
mental.

3) Respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus. Perubahan
struktural, perubahan fungsi pulmonal dan perubahan sistem imun
mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan
respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan
penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK).
4) Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan
myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan reflek.
5) Muskuloskletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi
otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
Perubahan pada tulang, otot dan sendi mengakibatkan terjadinya
perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang
menyertai penuaan.
6) Genitourinaria
Ginjal mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasikan urine ikut menurun. Otot-otot
melemah vesikaurinaria melemah, kapasitasnya menurun, dan
retensi urin. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
7) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan. Perubahan pada
fungsi pendengaran yaitu kehilangan kemampuan pendengaran
secara bertahap.
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal
dalam proses penuaan termasuk kesukaran melihat huruf-huruf
kecil, penglihatan kabur, penyempitan lapang pandang dan
sensitivitas terhadap cahay menurun.
9) Kulit

Poltekes Kemenkes Padang


Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
10) Endokrin
Produksi hormone menurun, menurunnya aktivitas tiroid,
peningkatan kadar gula darah akibat menurunnya produksi insulin
oleh pangkreas, sehingga lansia cenderung mengalami
hiperglikemia.
b. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia lansia meliputi short term memory,
frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam dkk,
2010).

5. Masalah yang Sering Terjadi pada Lansia


Dr. Purma Siburian Sp PD, pemerhati masalah kesehatan pada lansia
menyatakan bahwa ada 14 yang menjadi masalah kesehatan pada lansia,
yaitu:
a) Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa
dan faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi
dan otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.
b) Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor
intrinsik (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses
menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh)
seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan
timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi
pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan psikologik
berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.
c) Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan
frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi
sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini
akan membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan
tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.
d) Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan
kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan
ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya
aktivitas kehidupan sehari-hari.
e) Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang
penting pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak
khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis
dan pengobatan.
f) Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalencence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi,
penyembuhan dan kulit), merupakan akibat dari proses menua dimana
semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada otak,
saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan
kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma
yang minimal.
g) Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai akibat dari
kurangnya gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang
minum, dan lainnya.
h) Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang
muncul adalah depresi yang terselubung, dimana yang menonjol
hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar,
nyeri pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.
i) Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat
berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi
sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena kemiskinan,
gangguan panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit
fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.

Poltekes Kemenkes Padang


j) Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka
kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki
berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan
mempunyai penghasilan.
k) Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada
lansia yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan
pengobatan dalam waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter
maka akan menyebabkan timbulnya penyakit akibat obat-obatan.
l) Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana
mereka mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak
nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika
terbangun susah tidur kembali, terbangun didini hari-lesu setelah
bangun di pagi hari.
m) Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu
akibat dari prose menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai
akibat dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.
n) Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk mencapai
dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan
senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan.
Hal ini disebabkan karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat
kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik
karena proses menua atau penyakit.

B. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian
Menurut Wall, (1986 dalam Friedman, 2010), keluarga adalah sebuah
kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri atas dua individu atau
lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait dengan hubungan
darah atau hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi sebagai
sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai keluarga.
Sedangkan menurut Friedman (2010), keluarga adalah dua atau lebih
individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling berbagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu atau persekutuan
hidup yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang tinggal
dalam sebuah rumah tangga serta memiliki peran dan fungsinya masing-
masing.

2. Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga menurut Friedman (2010) dan Sudiharto (2012),
adalah sebagai berikut :
a) Keluarga Inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan
yang direncanakan yang terdiri dari suami dan istri dengan atau tanpa
anak.
b) Keluarga Asuh merupakan suatu unit keluarga dengan anak yang
terpisah dari salah satu atau kedua orang tua kandung untuk menjamin
keamanan dan kesejahteraan fisik serta emosional mereka.
c) Keluarga Besar (Extended family) adalah keluarga dengan pasangan
yang berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan
dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga dekat lainnya. Anak-anak
kemudian dibesarkan oleh beberapa generasi dan memiliki pilihan
model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka.
d) Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah
sebagai kepala keluarga. Keluarga orang tua tunggal tradisional adalah
keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai,
ditelantarkan, atau berpisah. Keluarga orang tua tungga nontradisional
adalah keluarga yang kepala keluarganya tidak menikah.
e) Keluarga orang tua tiri adalah keluarga yang menikah lagi yang
terbentuk dengan atau tanpa anak dan keluarga yang terbentuk
kembali baik melalui proses perceraian atau kehilangan (kematian
salah satu pasangan).

Poltekes Kemenkes Padang


f) Keluarga Berantai (social family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
suatu keluarga inti.
g) Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
h) Keluarga kohabitasi (cohabitation) adalah dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak, Di
Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan
budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini mulai dapat
diterima.
i) Keluarga Inses (inses family) adalah seiring dengan masuknya nilai-
nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat dijumpai
bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah
dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-
laki, paman menikah dengan keponakanya, kakak menikah dengan
adik dari satu ayah da satu ibu. Walaupun tidak lazim dan melanggar
nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar.
Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai
media cetak dan elektronik.

3. Tahap perkembangan keluarga


Menurut Friedman (2010), terdapat 8 tahap perkembangan keluarga, yaitu:
a. Tahap I (Keluarga dengan pasangan baru)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan
intim yang baru. Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang
memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan
jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga (Friedman, 2010).
b. Tahap II (Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut samapi berusia 30
bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
menjadi siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II
adalah membentuk keluarga muda sebagai suattu unit yang stabil
(menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki
hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan
dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan
pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan
hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi
orang tua dan menjadi kakek/nenek (Friedman, 2010).
c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 2½ tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga
saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi
pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri-
saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah
memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi dan
keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi anak
kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam
keluarga dan diluar keluarga (Friedman, 2010).

d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)


Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu
penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai
pubertas, sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah
anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap ini juga
maksimal. Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV adalah
mensosialisasikan anak- anak termasuk meningkatkan prestasi,
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan (Friedman,
2010).
e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini

Poltekes Kemenkes Padang


berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama,
jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.
Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan
kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi
seorang dewasa muda. Tugas perkembangan keluarga dengan anak
remaja adalah menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab
seiring dengan kematangan remaja dan semakin meningkatnya
otonomi (Friedman, 2010).
f. Tahap VI (keluarga melepaskan anak dewasa muda)
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak
pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya
rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tugas
keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran keluarga
terhadap anak dewas muda, termasuk memasukkan anggota keluarga
baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan,
membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit
(Friedman, 2010).
g. Tahap VII (Orang tua paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika
anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau
kematian salah satu pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan
kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna
antara orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat
hubungan pernikahan (Friedman, 2010).
h. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah
satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan
pasangan dan berakhir dengan kematian pasangan lain. Tugas
perkembangan keluarga tahap ini adalah mempertahankan penataan
kehidupan yang memuaskan (Friedman, 2010).

4. Struktur dan Fungsi Keluarga


Struktur keluarga menunjukkan cara pengaturan keluarga, cara pengaturan
unit-unit, dan bagaimana unit-unit ini saling mempengaruhi. Struktur
keluarga terutama dievaluasi dengan mengevaluasi seberapa baik keluarga
mampu mencapai fungsi keluarganya. Struktur keluarga berfungsi untuk
memfasilitasi pencapaian fungsi keluarga, karena penghematan dan alokasi
sumber daya adlah tugas utama struktur keluarga. Karena berhubungan
penting, struktur ini harus dipandang berurutan dengan struktur keluarga
(Friedman, 2010).
Menurut Friedman (2010), lima fungsi dasar keluarga diantaranya adalah
fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan
fungsi perawatan keluarga.
a) Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan
maupun keberlanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Fungsi
afektif berfokus pada pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan
kasih sayang dan pengertian. Keluarga harus memenuhi kebutuhan
kasih sayang anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu
anggota keluarga ke keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan
pada kehidupan keuarga (Friedman, 2010).
Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi
ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap
kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya. Hal tersebut
termasuk mengurangi ketegangan dan mempertahankan moral. Adanya
perceraian, kenakalan anak, atau masalah lain yang sering timbul dalam
keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak terpenuhi (Friedman,
2010).
b) Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial

Poltekes Kemenkes Padang


Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
dimana individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai
respons terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu
atau kelompok dimana manusia berdasarkan sifat kelenturannya,
melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidup, mereka
memperoleh karakteristik yang terpola secara sosial. Sosialisasi
merujuk pada proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh
seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran
peran-peran sosial. Keluarga merupakan tempat individu melakukan
sosialisasi. Pada setiap tahap perkembangan keluarga dan individu
(anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma,
budaya, serta perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga,
sehingga individu mampu berperan di masyarakat (Friedman, 2010).
c) Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga menurut Leslie dan Korman (1989
dalam Friedman 2010), adalah untuk menjamin kontinuitas antar
generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru
untuk masyarakat. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya
program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi
lain banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau di luar ikatan
perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua
(Friedman, 2010).
d) Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya
yang cukup meliputi, finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang
sesuai melalui proses pengambilan keputusan. Untuk memenuhi
kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian, dan perumahan, maka
keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi oleh
keluarga yang berada di bawah garis kemiakinan, perawat bertanggung-
jawab untuk mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat
digunakan oleh keluarga dalam meningkatkan status kesehatan
(Friedman, 2010).
e) Fungsi Perawatan Keluarga
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan
secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga
mempunyai tanggung-jawab utama untuk memulai dan
mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional
perawatan kesehatan. Keluarga haruslah mampu menentukan kapan
meminta pertolongan kepada tenaga professional ketika salah satu
anggotanya mengalami gangguan kesehatan (Friedman, 2010).
Fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan melaksanakan
praktek asuhan kesehatan yaitu keluarga mempunyai tugas untuk
memelihara kesehatan anggota keluarganya agar tetap memiliki
produktivitas dalam menjalankan perannya masing-masing. Adapun
tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (2010), yaitu:
1) Mengenal masalah atau gangguan kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang perlu mendapatkan
perhatian. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan yang dialami anggota keluarganya terutama berkaitan
dengan kesehatan. Alasannya adalah ketika terjadi perubahan
sekecil apapun yang dialami keluarga, maka secara tidak langsung
akan menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Sehingga segala
kekuatan sumber daya, pikiran, waktu, tenaga, dan bahkan harta
keluarga akan digunakan untuk mengatasi permasalahan kesehatan
tersebut.
2) Mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
bantuan yang tepat sesuai dengan masalah kesehatan yang
menimpa keluarga. Suara sumber daya internal keluarga yang
dianggap mampu memutuskan akan menentukan tindakan keluarga

Poltekes Kemenkes Padang


dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami. Jika secara
internal keluarga memiliki keterbatasan sumber daya, maka
keluarga akan mencari bantuan dari luar.
3) Merawat anggota keluarga yang sakit
Tugas merawat anggota keluarga yang sakit seringkali harus
dilakukan keluarga untuk memberikan perawatan lanjutan setelah
memperoleh pelayanan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan.
Tidakk menutup kemungkinan juga ketika keluarga memiliki
kemampuan untuk melakukan tindakan pertolongan pertama, maka
anggota keluarga yang sakit dapat sepenuhnya di rawat oleh
keluarga sendiri.
4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk memdayagunakan
potensi internal ysng ada di lingkungan rumah untuk
mempertahankan kesehatan atau membantu proses perawatan
anggota keluarga yang sakit. Tindakan memodifikasi lingkungan
memiliki cakupan luas sesuai dengan pengetahuan keluarga
mengenai kesehatan.

5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat


Tugas ini merupakan bentuk upaya keluarga untuk mengatasi
masalah kesehatan anggota keluarganya dengan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

5. Peran Keluarga
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy
1998, hal 34 adalah sebagai berikut :
a. Peran ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan
sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,
disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
c. Peran anak : Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

6. Peran Perawat Keluarga


Peran perawat keluarga dalam asuhan keperawatan berpusat pada keluarga
sebagai unit fungsional terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar
manusia pada tingkat keluarga sehingga tercapai kesehat yang optimal
untuk setiap anggota keluarga. Melalui asuhan keperawatan
keluarga, fungsi keluarga menjadi optimal. Bila keluarga dapat
menjalankan fungsinya secara optimal, setiap individu di dalam keluarga
tersebut memiliki karakter yang kuat, tidak mudah di pengaruhi oleh hal-
hal yang sifatnya negatif sehingga memiliki kemampuan berpikir yang
cerdas, dan pada akhirnya memiliki daya saing yang tinggi terutama di era
kompetisi yang semakin sengit (Sudiharto, 2012).
Adapun peran perawat keluarga menurut (Sudiharto, 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan.
b. Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayan keperawatan yang bersinambungan diberikan
untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit).
c. Sebagai pelaksana pelayanan keperawatan

Poltekes Kemenkes Padang


Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui
kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki
masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit
dapat menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan keluarga secara komprehensif.
d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervisi atau pembinaan terhadap keluarga
melalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga
berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat
direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak.
e. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga utuk melindungi hak-hak
keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui
harapan serta memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan
untuk memenuhi hak dan kewajiban mereka sebagai klien
mempermudah tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
f. Sebagi fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan di keperawatan
yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu memberikan
jalan keluar dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah
kesehatan yang muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut
siklus atau budaya yang di praktikan keluarga. Peran sebagai peneliti
difokuskan kepada kemampuan keluarga untuk mengidentifikasi
penyebab, menanggulangi, dan melakukan promosi kepada anggota
keluarganya. Selain itu, perawat perlu mengembangkan asuhan
keperawatan keluarga terhadap binaanya.

C. Konsep Gangguan Mobilitas Fisik


1. Pengertian
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi seseorang. (Miller, 2012). Mobilisasi mengacu pada
kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Perry & Poter,
2005). Mobilitas merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam fungsi
fisiologis karena hal itu diperlukan untuk mempertahankan kemandirian
(Miller, 2012). Aktivitas, mobilitas dan fleksibilitas merupakan bagian
integral gaya hidup seseorang.

Sistem dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi sistem lain dan erat
kaitannya dengan sistem muskuloskeletal karena tulang, sendi dan otot
merupakan unsur pembentuk sistem mobilisasi (Miller, 2012). Mobilisasi
mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan
gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas
hidup sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilitas
fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh
dan berfungsi dengan baik (Potter & Pery, 2005).

Berdasarkan jenisnya, menurut (Aziz, 2009) mobilisasi terbagi atas dua


jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa
adanya gangguan pada bagian tubuh.
2. Mobilisasi sebahagian
Mobilisasi sebahagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi sebahagian terbagi
atas dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebahagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut

Poltekes Kemenkes Padang


dinamakan sebagai batasan yang bersifat reversible pada sistem
musculoskeletal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi atau tulang.
b. Mobilisasi sebahagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, Contohnya:
terjadinya kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik
dan sensorik.
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
Tujuan mobilisasi adalah :
- Memenuhi kebutuhan dasasr manusia
- Mencegah terjadinya trauma
- Mempertahankan tingkat kesehatan
- Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

Gangguan mobilitas fisik adalah keadaan ketika seorang individu mengalami


atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan immobile.
Hambatan mobilitas fisik menggambarkan kondisi individu dengan
keterbatasan penggunaan lengan atau tungkai atau keterbatasan kekuatan
otot (Carpenito, 2009), sedangkan menurut NANDA (2012) bahwa
hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Pada
lansia, hambatan mobilitas fisik sering terjadi berawal karena adanya suatu
gejala atau penyakit pada tulang seperti osteoporosis hingga menyebabkan
lansia terjatuh dan timbulnya fraktur (Pujiastuti, 2003). Ditambahkan pula
bahwa osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan antara resorpsi
tulang dan pembentukan tulang. Sedangkan densitas mineral tulang
berkurang sehingga tulang menjadi lebih keropos dan mudah patah
walaupun dengan trauma minimal. Kondisi tersebut akan meningkatkan
kemungkinan lansia mempunyai masalah dalam mobilitas fisiknya.

NANDA (2012), menyebutkan bahwa batasan karakteristik dari adanya


hambatan mobilitas fisik diantaranya penurunan waktu reaksi
menyebabkan lansia akan mengalami perlambatan dalam merespon
sesuatu, kesulitan membolak-balik posisi sehingga jika lansia telah berada
pada posisi tertentu pada kursi roda maka akan terus dalam keadaan seperti
itu, melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misal dengan
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain), dipsnea setelah
beraktivitas sehingga lansia cepat capek, perubahan cara berjalan, gerakan
bergetar, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus,
keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan,
ketidakstabilan postur yang mempengaruhi cara berjalan, pergerakan
lambat, pergerakan tidak terkoordinasi. Faktor yang berhubungan
penurunan ketahanan tubuh, penurunan kendali otot, penurunan massa
otot, penurunan kekuatan otot, disuse, kaku sendi.

Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North


American Nursing Diagnosis Association (NANDA 2010) sebagai
keterbatasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas. suatu keadaaan dimana individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain:
lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran
lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic

Poltekes Kemenkes Padang


akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik, klien dengan
stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti
gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).

Awitan imobilisasi sebagian orang tidak terjadi secara tiba-tiba. Awitannya


bertahap dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total, tetapi
berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Imobilisasi merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Masalah immobilisasi dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi
fisik maupun psikologis. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko
utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di
komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung,
juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler, gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi,
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh
(Lindgren et al, 2004). Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem
tubuh yang abnormal dan patologis seperti perubahan sistem
muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem repirasi, sistem urinari dan
endokrin, sistem integument, sistem neourosensori, perubahan metabolism
dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi dan
intelektual (Kozier & Erb, 1987). Secara psikologis, immobilitas dapat
menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam
memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu, kondisi ini
juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan
tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan
dengan perilaku menarik diri dan apatis (Murbarak & Chayatin, 2008).

2. Etiologi
a) Penyebab
Penyebab imobilisasi berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama
imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Rasa lemah sering kali
disebabkan oleh malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot,
anemia, gangguan neurologis atau miopati. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Parkinson, artritis reumatoid,
gout, dan obat-obatan antipsikotik seperti haloperidol juga dapat
menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang (osteoporosis,
osteomalacia, Paget’s disease, metastase kanker tulang, trauma), sendi
(osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimialgia,
pseudoclaudication) atau masalah pada kaki dapat menyebabkan
imobilisasi. Ketidakseimbangan dapat disebabkan karena kelemahan,
faktor neurologis (stroke, kehilangan refleks tubuh, neuropati karena
diabetes melitus, malnutrisi, dan gangguan vestibuloserebral), hipotensi
ortostatik, atau obat-obatan (diuretik, antihipertensi, neuroleptik, dan
antidepresan).

Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan


fungsi mental seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan
terjadinya imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau
kemalasan petugas kesehatan dapat pula menyebabkan orang lanjut usia
terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun di rumah
sakit. Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan gangguan
mobilisasi, namun biasanya tidak teridentifikasi oleh petugas kesehatan.
Obat-obat hipnotik dan sedatif menyebabkan rasa kantuk dan ataksia yang
mengganggu mobilisasi. Untuk itu kontrol teratur dan seksama terhadap
obat-obat yang dikonsumsi oleh pasien sangat penting untuk dilakukan.
Penyebab secara umum:
- Kelainan postur
- Gangguan perkembangan otot
- Kerusakan system saraf pusat

Poltekes Kemenkes Padang


- Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
- Kekakuan otot
Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2005)
- Fall
- Fracture
- Stroke
- Postoperative bed rest
- Dementia and Depression
- Instability
- Hipnotic medicine
- Impairment of vision
- Polipharmacy
- Fear of fall

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi


1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI
akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemambuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita
penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan
penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari
akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil
dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.
c) Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut, seperti :
Gangguan muskuloskeletal
- Artritis
- Osteoporosis
- Fraktur (terutama panggul dan femur)
- Problem kaki (bunion, kalus)
- Lain-lain (misalnya penyakit paget
Gangguan neurologis
- Stroke
- parkinson
- Penyakit lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular

Poltekes Kemenkes Padang


- Gagal jantung kongensif (berat)
- Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit paru
- Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktor sensorik
- Gangguan penglihatan
- Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan
- Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti werdha)
- Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain
- Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada keganasan)
- Malnutrisi
- Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan)

d) Tingkat Kemandirian Lansia


Kemandirian pada lansia dinilai dari kemampuannya untuk melakukan
aktivitas sehari–hari activities of daily living (ADL). Activity of daily
living adalah suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk
melakukan activity of daily living secara mandiri, sehingga dapat
meminimalkan morbiditas lansia (Maryam, 2008). Salah satu ukuran
penting dari morbiditas adalah kemampuan seseorang dalam melakukan
activity of daily living secara mandiri (Dorothy et al, 1997).

Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional


baik kemampuan mobilitas atau perawatan diri. Kemunduran fungsi
mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas ditempat tidur,
berpindah, jalan, dan mobilitas dengan alat adaptasi. Kemunduran
kemampuan perawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas
makan, mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih, merawat rambut dan
gigi. Selain itu, kemunduran juga terjadi pada kemampuan berkomunikasi
seperti kemampuan menggunakan telepon, menulis surat.
Kemunduran gerak fungsional dapat dikelompokan menjadi tiga tingkat
ketergantungan berikut:
a. Bergantung sepenuhnya, yaitu lanjut usia tidak dapat melakukan tugas
tanpa bantuan orang lain.
b. Bergantung sebagian, yaitu lanjut usia mampu menjalankan tugas
dengan beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain.
c. Mandiri, yaitu lanjut usia mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan
orang lain (bisa saja lanjut usia tersebut membutuhkan alat bantu seperti
alat bantu berjalan).

Indeks Katz merupakan salah satu sistem penilaian yang dikembangkan


dalam pemeriksaan kemampuan fungsional. Selain indeks Katz, banyak
sistem–sistem lain yang juga dapat dipakai, yaitu indeks activity daily
living (ADL), indeks Barthel yang dimodifikasi, dan Quesioner Aktivitas
Fungsional (FAQ).

Indeks Katz untuk mengukur aktivitas fungsional kehidupan sehari-hari


secara kuantitatif dan diintepretasikan dalam bentuk angka, memfokuskan
pada 6 aktivitas sehari-hari seperti yang tertera diatas. Selain keenam
aktivitas tersebut, indeks ini juga mengkaji kemampuan individu untuk
melakukan kegiatannya sendiri secara mandiri. Misalnya pada individu
yang ditempatkan pada posisi indeks seperti “membutuhkan bantuan untuk
berpindah”. Posisi ini memberikan gambaran definitif pada individu,
apakah mereka dapat menggambarkan kemampuannya, seperti
kemampuan untuk makan dan mempertahankan tetapi mengalami
kesulitan dalam bergerak.

Penilaian didasarkan pada kemampuan pasien untuk melakukan ke 6 hal


tersebut, namun pada pelaksanaannya perlu beberapa modifikasi penilaian

Poltekes Kemenkes Padang


untuk memastikan status fungsional lanjut usia. Pembagian skala ini
didasarkan pada keterampilan dalam menjalankan fungsi biologis, yang
memerlukan bekerjanya sistem saraf dan anggota gerak dari lanjut
usia.Sistem indeks Katz ini dapat digunakan untuk membantu
memprioritaskan tindakan atau perawatan.

MMSE adalah sebuah tes untuk menilai fungsi kognitif secara singkat dan
sudah dipergunakan secara luas. MMSE yang diperkenalkan oleh Folstein
sebagai instrumen klinik dipergunakan sebagai alat untuk mendeteksi
adanya gangguan kognitif, mengevaluasi perjalanan penyakit dan
memonitor respon pengobatan, sedangkan sebagai instrumen penelitian
MMSE berfungsi sebagai alat screening

e). Perubahan Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia


Lansia mengalami perubahan pada anatomi dan fisiologi tubuhnya, yang
menyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh. Fungsi mobilisasi manusia
dihubungkan pada tiga hal yakni tulang, otot dan persendian yang juga
didukung oleh sistem saraf. Penurunan atau perubahan tersebut
mempengaruhi kemampuanmobilisasi pada lansia (Kim et al, 1995 dalam
Perry & Poter, 2005).
1. Tulang
Tulang menyediakan kerangka kerja untuk sistem muskuloskeletal dan
bekerjasama dengan sistem otot untuk membuat suatu pergerakan
(Exton-Smith, 1985,Riggs and Melton, 1986 dalam Miller 2012).
Fungsi lain dari tulang adalah sebagai tempat penyimpanan kalsium,
produksi sel-sel darah serta melindungi jaringan dan organ tubuh.
Pertumbuhan tulang mencapai kematangan di masa dewasa awal.
Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk mempertahankan kalsium
darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk
tulang baru dikenal sebagai remodelling dan terjadi sepanjang rentang
kehidupan manusia (Stanley & Beare, 2007).
Perubahan yang berkaitan dengan proses menua yang mempengaruhi
renovasi ini meliputi: peningkatan resorpsi tulang, penyerapan kalsium
berkurang, peningkatan hormon paratiroid serum, gangguan regulasi
aktivitas osteoblas, gangguan pembentukan tulang sekunder untuk
mengurangi produksi osteoblas dari matrix tulang, dan penurunan
jumlah sel sumsum karena untuk penggantian umsum dengan isi lemak,
serta penurunan estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-
laki. Faktor yang dapat mempengaruhi remodelling tulang dan biasa
terjadi pada dewasa tua adalah hipertiroid, penurunan tingkat aktivitas,
COPD, defisiensi kalsium dan vitamin D dan terapi medis seperti
glukokortiroid dan anticonvulsant. (Exton-Smith, 1985, Riggs and
Melton, 1986 dalam Miller 2012).
2. Otot
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh
mengalami penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung
untuk mempertajam kontur tubuh dan memperdalam cekungan di
sekitar kelopak mata, aksila, bahu dan tulang rusuk. Tonjolan tulang
(vertebrae, krista iliaka, tulang rusuk, skapula) menjadi bertambah.
(Stanley & Beare, 2007). Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia
40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60
tahun. Perubahan gaya hidup dan penurunan penggunaan sistem
neuromuskular adalah penyebab utama untuk kehilangan kekuatan otot.
Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi
secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan
melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh
jaringan fibrosa. Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif
dihubungkan dengan perpanjangan waktu kontraksi otot, periode laten,
dan periode relaksasi dari unit motor dalam jaringan otot (Stanley &
Beare, 2007). Perubahan terkait penuaan yang berefek pada otot
meliputi berkurangnya serabut otot (jumlah dan ukuran) yang
menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal
berkurang sehingga Otot menjadi lebih mudah capek dan tidak mampu

Poltekes Kemenkes Padang


mempertahankan aktivitas serta kecepatan kontraksi akan melambat,
tergantinya serabut otot dengan jaringan ikat atau lemak, dan rusaknya
membran sel otot karena berkurangnya komponen cairan dan potassium
didalamnya. Semua aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh fungsi otot
skeletal dimana dikontrol oleh neuron. Perubahan otot karena proses
menua diantarnya adalah akibat pemecahan protein, lansia mengalami
kehilangan massa tubuh yang membentuk sebagian otot. Semua
perubahan diatas disebut kondisi sarkopenia, yaitu kehilangan massa
otot, kekuatan dan daya tahan otot (Miller, 2012).
3. Sendi
Fungsi muskuloskeletal secara keseluruhan tergantung pada tulang, otot
dan sendi, namun sendi adalah satu-satunya komponen yang jika
digunakan secara terus menerus akan menunujukkan efek dan keausan
bahkan pada massa dewasa awal. Namun, pada kenyataannya proses
degeneratif yang mempengaruhi efisiensi fungsional sendi mulai terjadi
sebelum skeletal matur Beberapa perubahan pada persendian seiring
penuaan adalah berkurangnya viskositas cairan sinovial, degenerasi
kolagen dan selelastin, pecahnya struktur fibrosa dalam jaringan
penghubung, perubahan seluler kartilago karena selalu digunakan
secara terus menerus, pembentukan jaringan scar dan kalsifikasi di
persendian dan jaringan penghubung. serta adanya perubahan degenartif
pada arteri kartilago menjadi retak, robek, dan permukaannya menipis.
Akibat dari perubahan itu diantaranya adalah gangguan gerakan fleksi
dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur fibrosa, berkurangnya
gerakan, adanya erosi tulang dan berkurangnya kemampuan jaringan
ikat (Whitbourne, 1985 dalam Miller, 2012).

Lansia yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi purin yang terlalu


banyak juga akan menyebabkan hasil metabolisme asam urat
menumpuk di persendian hingga bengkak dan terasa nyeri. Asam urat
ini seharusnya dikeluarkan bersama urin dan feses namun ketika ginjal
sudah mengalami penurunan fungsi, maka penumpukan asam urat akan
bertambah parah (Mujahidullah, 2012). Secara umum, terdapat
kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi
yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan sendi.
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat
pada jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak
dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan
mobilitas sendi dan deformitas (Stanley & Beare, 2012).

4. Sistem Persyarafan
Mempertahankan keseimbangan pada posisi tegak merupakan suatu
keterampilan yang kompleks pada sistem saraf yang dipengarui oleh
proses penuaan. Perubahan kemampuan visual, penurunan refleks cepat,
gangguan proprioception terutama pada wanita, dan berkurangnya
sensasi getar dan sendi pada ekstrimitas bawah. Selain itu, proses
penuaan pada kontrol postural meningkat pada goyangan tubuh, yang
dapat mengukur gerakan tubuh ketika berdiri. Akhirnya karena proses
penuaanterjadi reaksi yang lambat, berjalan lambat dan berkurangnya
waktu respon terhadap stimulasi lingkungan. Para peneliti telah
menemukan bahwa dewasa tua dapat belajar untuk mengkompensasi
perubahan karena penuaan pada sistem saraf pusat untuk pencegahan
jatuh (Doumas, Rapp, & Krampe, 2009 dalam Miller, 2012).

5. Jaringan Ikat
Kelenturan merupakan salah satu komponen dari kebugaran. Jaringan
ikat yang tidak fleksibel lebih mudah timbul trauma. Pada usia lanjut,
dijumpai kehilangan sifat elastisitas dari jaringan ikat. Proses disuse
dapat menyebabkan pengerutan dari jaringan ikat sehingga kurang
mampu mengakomodasikan berbagai pergerakan. Karena menjadi tidak
fleksibel maka kelompok usia lanjut ini kurang dapat mentoleransi
berbagai pergerakan yang berpotensi membawa kecelakaan dan lebih
mudah terjatuh. Pada orang dewasa muda, diperkirakan kelenturan,

Poltekes Kemenkes Padang


kekuatan otot, dan koordinasi merupakan bufer dari kemungkinan
trauma, tetapi bufer ini jelas berkurang, bahkan hilang pada usia lanjut.

f. ROM (Range Of Motion/Rentang Gerak Sendi)


1) Pengertian ROM Range Of Motion/Rentang Gerak Sendi)
Latihan gerak (Range of Motion) merupakan terapi latihan untuk
memelihara atau meningkatkan kekuatan otot
(Brunner&Sudarth,2002). Pengertian Range Of Motion (ROM) atau
biasa dikenal dengan rentang gerak sendi adalah latihan/aktivitas fisik
untuk meningkatkan kesehatan dan mempertahankan sendi yang
mungkin dilakukan pada salah satu dari potongan tubuh: sagital,
frontal dan transversal (Perry & Potter, 2005)
2) Tujuan ROM (Range Of Motion/Rentang Gerak Sendi)
Meningkatkanataumempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
Mempertahankan fungsi jantung dan pemapasan. Mencegah kontrakur
dankekakuan pada sendi.
3) Jenis-jenis ROM (Range Of Motion/Rentang Gerak Sendi)
RomAktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan
rentang gerak sendi normal (klien aktif. Kekuatan otot 75%). Sendi
yang digerakan pada ROM aktif yaitu seluruh tubuh dari kepala
sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif. Jenis gerakan
fleksi, ekstensi,hiper ekstensi,rotasi, sirkumduksi, supinasi pronasi,
abduksi, aduksi Rom Pasif : Perawat melakukan gerakan persendian
klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan
otot 50 %. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif seluruh persendian
tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak
mampu melaksanakannya secara mandiri.
4) Jenis gerakan
a. Leher: fleksi, ekstensi, fleksi lateral, hipertekstensi, rotasi
b. Bahu tangan kanan dan kiri: fleksi, ekstensi, hiperekstensi,
abduksi, adduksi, rotasi dalam, rotasi luar.
c. Siku tangan kanan dan kiri:fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi.
d. Pergelangan tangan :fleksi, ekstensi, hiperekstensi,abduksi,
adduksi.
e. Jari-jari tangan:fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, oposisi.
f. Pinggul: fleksi,ekstensi,hiperekstensi, abduksi, adduksi, rotasi
dalam, rotasi luar. abduksi,adduksi, rotasi internal/ eksternal.
g. Lutut: fleksi, ekstensi
h. Pergelangan kaki:dorsofleksi,plantarfleksi, inversi, eversi.
i. Jari kaki: fleksi,ekstensi, abduksi, adduksi.
5) Indikasi ROM (Range Of Motion/ Rentang Gerak Sendi)
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahanotot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama

3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan
otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi

Poltekes Kemenkes Padang


kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik).

Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati


seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, ipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:


a) Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum,
pada sendi vertebra
b) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
c) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang
terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula)
d) Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
- Ligamen
adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas
sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
- Tendon
adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi,
misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
- Kartilago
adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung,
dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer.
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut
dan penyakit, seperti osteoarthritis.
- Sistem saraf
mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
- Propriosepsi
adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan
posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor pada
telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika
berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

Poltekes Kemenkes Padang


5. Manifestasi Klinis
Terjadinya imobilisasi dalam tubuh dapat berpengaruh pada sistem tubuh,
seperti:
a. Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi dapat mengakibatkan proses
anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat
beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat
juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen.
Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas
pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme,
diantaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan
gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Dampak dari immobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup
untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Immobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga
penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat
menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena
tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskuler.
Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain dapat
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan
oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan
lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pasa vena bagian bawah
sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya
kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas deangan posisi
horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang tekumpul pada
ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke
jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya
trombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan
hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik
vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
1) Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai dampak
immobilisasi dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan otropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang
yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih
kecil selain menunjukan tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi abnormal dengan
kriteria adanya fleksi dan fiskasi yang disebabkan otropi dan
memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena
reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan
jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang
dikeluarkan melalui urine semakin besar.

Poltekes Kemenkes Padang


h. Perubahan Eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah
renal dan urine berkurang.
i. Terjadi Vertigo
Karena seseorang terlalu lama berbaring, sehingga aliran darah ke otak
berkurang dan menyebabkan pusing tujuh keliling, serta mempengaruhi
nervus vestibularis.
j. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka dekubitus
sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.
k. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan
perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain.

Selain mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh, imobilisasi juga


dapat menyebabkan terjadinya perubahan perkembangan khususnya pada
lansia. Pada umumnya lansia akan mengalami kehilangan total masa
tulang progresif. Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan
kondisi tersebut, meliputi aktifitas fisik, perubahan hormonal dan
resorpsi tulang aktual. Dampak dari kehilangan massa tulang adalah
menjadi lebih lemah, tulang belakang lebih lunak dan tertekan, tulang
panjang kurang resisten ketika membungkuk. Lansia berjalan lebih
lambat dan tampak kurang terkoordinasi. Lansia juga membuat langkah
yang lebih pendek menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan, yang
mengurangi dasar dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil
dan mereka sangat beresiko jatuh dan cedera.

7. Komplikasi
Menurut (Setiati an Roosheroe, 2007) Komplikasi pada pasien imobilisasi
antara lain:
1. Trombosis
Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskular perifer
yang penyebabnya multifaktorial, meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Terdapat tiga faktor yang meningkatkan risiko trombosis
vena dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam karena trauma atau
pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam , dan
berbagai kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di
vena dalam meliputi gagal jantung kongestif, imobilisasi lama, dan
adanya gumpalan darah yang telah timbul sebelumnya. Gejala
trombosis vena bervariasi, dapat berupa rasa panas, bengkak,
kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai.

2 Emboli paru
Emboli paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu
refleks tertentu yang dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan
nafas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian besar emboli paru disebabkan
oleh emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan dengan trombosis
vena dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombosis yang
biasanya berlokasi pada tungkai bawah yang pada gilirannya akan
mencapai pembuluh darah paru dan menimbulkan sumbatan yang dapat
berakibat fatal. Emboli paru sebagai akibat trombosis merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada pasien lanjut usia.
3. Kelemahan otot
Imobilisasi akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan ukuran
dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2% sehari.
Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi seringkali terjadi dan
berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh.
4. Kontraktur otot dan sendi

Poltekes Kemenkes Padang


Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami
kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri
yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau menggerakkan sendi
yang kontraktur tersebut.
5. Osteoporosis
Osteoporosis timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang
dan pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang,
meningkatkan kalsium serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi
vitamin D3 aktif. Faktor utama yang menyebabkan kehilangan masa
tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
6. Ulkus dekubitus
Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang dapat
mempengaruhi mikrosirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara 25
mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada kulit
atau jaringan lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi
pembuluh kapiler. Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan
mengakibatkan trombosis intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara
permanen mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas tekanan
mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat terbuka dan akhirnya
terbentuk luka akibat tekanan.

7. Hipotensi postural
Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg
dari posisi berbaring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang
sering imbul adalah iskemia serebral, khususnya sinkop. Pada posisi
berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan ke bagian tubuh
inferior terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut
menyebabkan penurunan curah jantung sebanyak 30%. Pada orang
normal sehat, mekanisme kompensasi menyebabkan tekanan darah
tidak turun. Pada lansia, umumnya fungsi baroreseptor menurun. Tirah
baring total selama paling sedikit 3 minggu akan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri dari
berbaring pada orang sehat, hal ini akan lebih terlihat pada lansia
8. Pneumonia dan infeksi saluran kemih (ISK)
Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada
pasien geriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal
tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga
menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar dan pasien
mudah terkena pneumonia. Aliran urin juga terganggu akibat tirah
baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih.
Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami
imobilisasi yang disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang
tidak sempurna, gangguan status mental, dan gangguan sensasi kandung
kemih.
9. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia)
Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang
akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah
satu yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma
kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga
menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak
beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi
nitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
10. Konstipasi dan skibala
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon.
Semakin lama feses tinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih
besar sehingga feses akan menjadi lebih keras. Asupan cairan yang
kurang, dehidrasi, dan penggunaan obat-obatan juga dapat
menyebabkan konstipasi pada pasien imobilisasi. Prognosis pada pasien
imobilisasi tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan
komplikasi yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat
memperberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin,
bahkan dapat sampai menimbulkan kematian (Liza, 2008).

Poltekes Kemenkes Padang


8. Penatalaksanaan
a) Rencana Asuhan Keperawatan pada Residen dengan gangguan
sistem Muskuloskeletal
Pengkajian mobilisasi lansia berfokus pada rentang gerak, gaya
berjalan, latihan fisik, dan toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh.
Sedangkan intervensi keperawatan yang dilakukan berfokus kepada
upaya untuk memperbaiki fungsi tubuh dan mencegah kerusakan lebih
lanjut. Perencanaan intervensi terapeutik terhadap lansia yang
bermasalah dengan mobilisasi sesuai dengan derajat risiko lansia, dan
perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan residen,
tingkat kesehatan dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga
termasuk pemahaman kebutuhan lansia untuk mempertahankan fungsi
motorik dan kemandirian. Perawat dan residen bekerja sama membuat
cara-cara untuk mempertahankan keterlibatan residen dalam asuhan
keperawatan dan mencapai mobilisasi yang optimal dimana residen
berada (Perry & Poter, 2005).

Stanley & Beare, (2007) menjelaskan bahwa pengkajian keperawatan


muskuloskeletal memfokuskan pada bagaimana perubahan yang
berhubungan dengan usia mempengaruhi status fungsional lansia dan
hal-hal seperti : tinggi badan, berat badan, postur tubuh, dan gaya
berjalan memberikan data dasar yang dapat mengindikasikan adanya
kerusakan otot, obesitas atau edema ; aktivitas dan pola istirahat,
dimana seseorang yang tidak pernah berolah raga atau diikutsertakan
dalam aktivitas mungkin memiliki kesukaran dalam memulai suatu
program latihan di usia lanjut, terutama jika aktivitas tersebut sulit atau
menyakitkan. Pengkajan diet termasuk asupan kalsium dan vitamin D.
Obesitas dan malnutrisi dapat memengaruhi mobilitas dan kekuatan
otot. Pengobatan, termasuk obat-obatan yang dijual bebas.

Lansia dengan riwayat penggunaan obat relaksan otot, agen


antireumatik dapat menimbulkan kerusakan pada sistem
muskuloskeletal ; kombinasi kemampuan, kekuatan dan keseimbangan
menentukan kemampuan fungsional residen tersebut; cedera masa lalu
(misalnya fraktur tulang pinggul) dapat mengindikasikan adanya suatu
kondisi osteoporosis. Riwayat nyeri sendi, dan kekakuan dan
kelemahan atau keletihan sering dihubungkan dengan adanya
osteoartritis. Intervensi yang dilakukan kepada residen berupa
pengkajian kekuatan otot secara berkala untuk dapat mengetahui
intervensi apa yang akan dilakukan. Latihan rentang gerak bertujuan
agar tercapai rentang gerak normal. Latihan rentang gerak yang
dilakukan berupa rentang gerak aktif pada ekstremitas atas dan bawah.
Hasil yang diharapkan dari tindakan rentang gerak adalah residen dapat
mempertahankan rentang gerak pada sendi ekstremitas atas, residen
dapat menunjukkan aktivitas perawatan diri secara mandiri atau
minimal ketergantungan (Perry & Poter, 2005).

Latihan rentang gerak bertujuan agar tercapai rentang gerak normal.


Latihan rentang gerak yang dilakukan berupa rentang gerak aktif pada
ekstremitas atas dan bawah. Hasil yang diharapkan dari tindakan
rentang gerak adalah residen dapat mempertahankan rentang gerak pada
sendi ekstremitas atas, residen dapat menunjukkan aktivitas perawatan
diri secara mandiri atau minimal ketergantungan (Perry & Poter, 2005).
Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap residen
yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun
risiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko
residen, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan dengan
perkembangan residen, tingkat kesehatan

Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap residen


yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun
risiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko
residen, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan dengan
perkembangan residen, tingkat kesehatan dan gaya hidup. Perencanaan

Poltekes Kemenkes Padang


perawatan juga termasuk pemahaman kebutuhan residen untuk
mempertahankan fungsi motorik dan kemandirian, perawat dan residen
bekerja sama membuat cara-cara untuk mempertahankan keterlibatan
residen dalam asuhan keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dan
mobilisasi yang optimal dimana residen berada.

Rencana asuhan keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan,


yaitu : mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, mencapai
kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat yang
optimal, mengurangi cedera pada sistem kulit dan muskuloskeletal dari
ketidaktepatan mekanika atau kesejajaran, mencapai ROM penuh dan
optimal, mencegah kontraktur, mempertahankan kepatenan jalan napas,
mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal, memobilisasi
sekresi jalan napas, mempertahankan fungsi kardioveskuler,
meningkatkan toleransi aktivitas, mencapai pola eliminasi normal,
mempertahankan pola tidur normal, mencapai sosialisasi, mencapai
kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri dan mencapai
stimulasi fisik dan mental Perry& Poter, 2005).

Untuk menjamin residen mendapatkan latihan yang rutin, perawat harus


membuat jadwal pada waktu tertentu, mungkin bersamaan dengan
aktivitas keperawatan lain, seperti saat memandikan residen. Hal ini
memungkinkan perawat untuk mengkaji secara sistematik dan
meningkatkan rentang gerak residen. Kecuali kontraindikasi, rencana
keperawatan harus meliputi menggerakkan ekstremitas residen dengan
rentang gerak penuh. Pergerakan dilakukan dengan lembut dan tidak
menyebabkan nyeri. Perawat tidak memaksakan seni melebihi
kemampuannya. Setiap gerakan diulang 5 kali setiap bagian (Perry &
Poter, 2005).

Evaluasi hasil dan respon dari asuhan keperawatan, perawat mengukur


efektifitas semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah
kemampuan residen mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran
tubuh dan mobilisasi sendi. Perawat mengevaluasi intervensi khusus
yang diciptakan untuk mendukung kesejajaran tubuh, meningkatkan
mobilisasi dan melindungi residen dari bahaya imobilisasi. Dengan
mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi serta
mencegah bahaya imobilisasi akan meningkatkan kemandirian dan
mobilisasi secara menyeluruh. Residen yang mobilisasi sendinya tidak
adekuat harus mendapat bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
(Perry & Poter, 2005).

b) Intervensi Medis
Estrogen memainkan peran utama dalam memperhatikan integritas
tulang pada wanita. Kehilangan unsur-unsur tulang terjadi bila kadar
estrogen menurun. Kehilangan tulang bergantung estrogen terjadi
secara cepat selama 5 sampai 10 tahun setelah menopouse. Pria juga
berhadapan dengan risiko mengalami kehilangan tulang karena
kemunduran fungsi hormonal seiring dengan pertambahan usia. Laju
penurunan kadar hormon pada pria ini tidak sedramatis daripada wanita
(Stanley, Beare, 2007).

Dalam dekade terakhir, penelitian telah menemukan bahwa terapi oral


atau transdermal estrogen efektif dalam mencegah kehilangan tulang
dan mengurangi insiden fraktur pada wanita postmenopouse. Wanita
post menopouse yang mengkonsumsi estrogen secara oral selama 5
tahun atau lebih dapat mengurangi resiko fraktur 50% (National
Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease, 1991 dalam
Miller 2012). Estrogen sangat efektif untuk mencegah lebih lanjut
kehilangan tulang pada pengoabatan lansia, namun akan lebih efektif
jika digunakan pada awal periode menopouse. (Lindsay, 1987 dalam
Miller 2012).

Poltekes Kemenkes Padang


Calcitonin telah disetujui oleh Food and Drug Administration tahun
1984 sebagai pengobatan osteoporosis, namun mengenai keefektifan
penggunaan dalam jangka waktu yang lama masih belum diteliti lebih
lanjut. Terapi lain seperti sodium flouride merupakan terapi untuk
menstimulasi pembentukan tulang baru, Calciriol dan biphosponate
berpotensi untuk mencegah osteoporosis, juga untuk penggunaan
jangka waktu yang lama masih belum ada penelitian lebih lanjut, dalam
hal kalsium dan nutrisi, konsumsi kalsium 1500 mg perhari disarankan
untuk lansia pria maupun wanita post menopouse yang tidak
mengkonsumsi estrogen. Seperti kalsium karbonat yang ditemukan di
beberapa antasida, merupakan sumber yang efektif dan murah dari
kalsium elemental. Untuk vitamin yang lainnya seperti vitamin D,
orang dewasa harus mengkonsumsi 400 IU vitamin D perhari,
sedangkan ada batasan dalam mengkonsumsi vitamin A yakni, jika
lebih dari 5000 IU perhari dapat mengganggu proses remodeling tulang
(Miller, 2012). Untuk itu diperlukan suatu kedisiplinan dan keteraturan
dalam mengkonsumsi setiap vitamin sesuai dengan kebutuhan dan dosis
yang dianjurkan agar usaha untuk mempertahankan kesehatan fisik
terutama lansia mudah terwujud dan kejadian adanya gangguan yang
berhubungan dengan muskuloskeletal dapat dicegah atau diminimalkan.

c). Intervensi Latihan Rentang Gerak Sendi (ROM)


Aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur, terprogram dengan dosis
tertentu pada kelompok lanjut usia dengan tujuan mempertahankan
kemampuan optimal dari sistem tubuh terutama kardiorespirasi dan
sistem otot sebagai bentuk upaya promotive, preventif, kuratif dan
rehabilitatif baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial (Depkes,
2001). Dewasa lansia yang berolah raga secara teratur tidak kehilangan
massa atau tonus otot dan tulang sebanyak dewasa lansia yang tidak
aktif, serat otot berkurang ukurannya, dan kekuatan otot berkurang
sebanding dengan penurunan massa otot. Wanita pasca menopouse
memiliki laju demineralisasi tulang yang lebih besar daripada pria
lansia (Perry & Potter, 2005).

Manfaat olahraga pada lansia antara lain dapat memperpanjang usia,


menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat lansia lebih mandiri,
mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan depresi, dan
memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi. Adapun prinsip dari
latihan fisik yang dilakukan pada lansia adalah membantu agar tubuh
tetap bergerak, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah cedera, dan
memberi kontak psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh Alan Gow,
dari University of Edinburgh di Skotlandia menjelaskan bahwa orang
yang berusia tujuh-puluhan dan ikut dalam banyak olah raga fisik
termasuk berjalan kaki beberapa kali dalam satu pekan, memiliki sedikit
penyusutan otak dan tandalain penuaan pada otak ketimbang mereka
yang kurang aktif secara fisik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Irwansyah (2011) yang menjelaskan bahwa adanya
pengaruh latihan rentang gerak terhadap lingkup gerak sendi pada
pasien pasca fraktur femur di RSU Muhammad Hoesin, Palembang.
Latihan fisik pada lansia yang dapat dilakukan adalah Range of Motion
(ROM) yaitu jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi
pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, tranversal, dan
frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan
ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan
frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi
bagian depan dan belakang. Potongan tranversal adalah garis horizontal
yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

Selain untuk mengatasi keterbatasan gerak sendi, ROM juga dapat


meningkatkan kekuatan otot, yang berarti bahwa latihan gerakan sendi
yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana
klien menggerakkan masing-masing persendiaannya sesuai gerakan
normal baik secara aktif maupun pasif atau latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

Poltekes Kemenkes Padang


kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Pery, 2005).

Sebelum lansia memulai memulai program latihan, dianjurkan untuk


melakukan pengkajian sebelum latihan, yang meliputi sedikitnya
riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik. Perhatikan juga penggunaan
obat-obatan seperti obat antidiuretika, ẞ-Bloker, tranquilizer dan agen
hipoglikemia. Lakukan juga evaluasi terhadap defisit sensori
neurologis, ketajaman penglihatan, keseimbangan dan gaya berjalan.
Tes toleransi terhadap aktivitas harus dilakukan sebelum seorang lansia
terlibat dalam latihan tingkat sedang sampai berat, tetapi tes ini hanya
sedikit memiliki kegunaan pada sebagian besar lansia yang berusia
lebih dari 75 tahun.

D. Proses Keperawatan Keluarga


a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seseorang perawat mengumpulkan
formasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya. Cara
pengumpulan data tentang keluarga dapat dilakukan antara lain: riwayat
dan tahap perkembangan kelurga, data lingkungan, struktur kelurga, fungsi
keluarga penyebab masalah kelurga dan koping yang di lakukan kelurga,
harapan kelurga dan pemriksaan fisik (Jhonson dan Leny, 2010).
b. Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase diawali dengan merumuskan tujuan
yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang
ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stresor dan
intervensi dirancang berdasarkan 3 tingkat pencegahan primer,untuk
memperkuat garis pertahanan fleksibel,pencegahan sekunder untuk
memperkuat garis pertahanan sekunder dan pencegahan tersier untuk
memperkuat garis pertahanan resisiten (Anderson & Mc Farlane 2000
dalam Komang, 2010).
c. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari
keluarga, mendirikan keluarga. Sering kali perencanaan program yang
sudah baik tidak diikutii dengan waktu yang cukup untuk melaksanakan
implementasii (Komang, 2010).
d. Evaluasi
Evaluasi disususn menggunakan SOAP secara operasional dengan tahapan
dengan somatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan
formatif yaitu dengan proses dan evaluasi akhir.
Evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu :
1) Evaluasi berjalan (sumatif) adalah evaluasi jenis ini dikerjakan dalam
bentuk pengisian format catatan perkembangan dan berorientasi kepada
masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format
SOAP.
2) Evaluasi akhir (formatif) adalah evaluasi jenis inii dikerjakan dengan
cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat
kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses
keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat datadata, masalah atau
rencana yang perlu dimodifikasi. (Setiadi, 2008).

D. Rencana Keperawatan
1. Pengkajian keluarga dengan lansia gangguan mobilitas fisik
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan
sistematis. Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan
melibatkan keluarga seebagai orang terdekat yang mengetahui tentang
masalah kesehatan lansia. Format pengkajian menurut Widyanto (2014),
meliputi:
a. Data umum
Data umum yang perlu dikaji adalah nama kepala keluarga, umur, jenis
kelamin kepala keluarga, pendidikan, pekerjaan kepala keluarga, alamat
dan komposisi seluruh anggota keluarga (Widyanto, 2014).
b. Genogram

Poltekes Kemenkes Padang


Data genogram berisi silsilah keluarga yang minimal terdiri dari tiga
generasi disajikan dalam bentuk bagan dengan menggunakan simbol-
simbol atau sesuai format pengkajian yang dipakai (Widyanto, 2014).
c. Tipe keluarga
Data ini menjelaskan mengenai tipe keluarga saat ini berdasarkan tipe
pembagian keluarga tradisional dan non tradisional (Widyanto, 2014).
d. Suku bangsa
Data ini menjelaskan mengenai suku bangsa anggota keluarga serta
budaya yang terkait dengan kesehatan. Suku bangsa yang dimaksud
seperti jawa, sunda, minang, batak, dan lain-lain (Widyanto, 2014).
e. Agama
Data ini menjelaskan mengenai agama yang dianut masing-masing
anggota keluarga, adakah perbadaan kepercayaan yang di anut anggota
keluarga dalam satu rumah serta aturan agama yang dianut keluarga
terkait kesehatan (Widyanto, 2014). Kepercayaan agama hindu tentang
tradisi melukat sebagai sarana untuk membersihkan diri dan pikiran
untuk membuang sial dan diikuti dengan mandi kelaut juga akan
mempengaruhi kepercayaan keluarga mengenai kesehatan.

f. Status sosial ekonomi


Data ini menjelaskan mengenai pendapatan kepala keluarga maupun
anggota keluarga yang sudah bekerja, kebutuhan sehari-hari serta harta
kekayaan atau barang-barang yang dimiliki keluarga. Pada pengkajian
status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi
berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari
ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan (Harmoko, 2012).
g. Aktivitas rekreasi keluarga
Data ini menjelaskan kebiasaan keluarga dalam rekreasi atau refreshing.
Rekreasi tidak harus ke tempat wisata, namun menonton TV,
mendengarkan radio juga menrupakan aktivitas rekreasi keluarga
(Widyanto, 2014).
h. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Data ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti. Jika dalam
keluarga tersebut anak pertamanya berumur 5 tahun, maka keluarga
tersebut masuk dalam tahap perkembangan anak usia pra sekolah.
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam tahap perkembangan
keluarga saat ini yang belum terpenuhi dan mengapa belum
terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan, riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga, status imunisasi,
sumber kesehatan yang biasa digunakan serta pengalamannya
menggunakan pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Data ini menjelaskan riwayat kesehatan dari pihak suami dan istri.
Riwayat kesehatan seperti adanya penyakit keturunan yang dapat
mengganggu mobilitas fisik dapat memperburuk kondisi penderita
gangguan mobilitas fisik.
i. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan,
jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah
tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik
rumah disajikan dalam bentuk denah (Widyanto, 2014).

2) Karakteristik tetangga dan komunitas setempat


Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,
kebiasaan, budaya yang mempengaruhi kesehatan.

Poltekes Kemenkes Padang


3) Mobilitas geografis keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah
tempat.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul,
sejauh mana keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan
masyarakat. Keluarga yang aktif ikut perkumpulan dengan
masyarakat, memungkinkan menyebabkan penularan kepada
masyarakat tempat ia tinggal, ataupun ditularkan dari masyarakat
tersebut.
5) Sistem pendukung keluarga
Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang
sehat, fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar
terkait dengan kesehatan, dan lain sebagainya.
6) Sruktur komunikasi keluarga
a) Pola komunikasi keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan
anggota keluarga lain serta frekuensinya..
b) Struktur kekuatan keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga untuk
merubah perilaku antara anggota keluarga.
c) Struktur peran
Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dalam
keluarga dan masyarakat yang terbagi menjadi peran formal
dan peran informal.
d) Nilai/norma keluarga
Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut
keluarga terkait dengan kesehatan.

j. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (2010), ada lima fungsi dasar keluarga yang
meliputi:
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota
keluarga,perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
2) Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan
belajar berperan di lingkungan sosial
3) Fungsi reproduksi
Bagaimana keluarga jumlah anak, hubungan seksual suami istri,
serta masalah yang muncul jika ada.
4) Fungsi ekonomi
Faktor ekonomi juga akan mempengaruhi kemampuan keluarga
dalam menjalani pengobatan..
5) Fungsi perawatan kesehatan
a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab,
tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap
masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah,
tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan
tindakan keperawatan.
b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Kemampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung
kesembuhan.
c) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit.
d) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah yang sehat.

Poltekes Kemenkes Padang


e) Untuk mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung
terhadap kesehatan seseorang.
f) Stress dan koping keluarga
Pengkajian stress dan koping keluarga menurut Widyanto
(2014), yaitu:
1) Stress jangka pendek dan stress jangka panjang
Pada keluarga dengan masalah gangguan mobilitas fisik
akan memiliki stressor jangka pendek berupa pengobatan
rutin gangguan mobilitas fisik
2) Kemampuan keluarga dalam merespon stresor
Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon
terhadap situasi atau stressor yang ada saat ini.
3) Strategi koping yang digunakan
Hal yang perlu dikaji adalah strategi koping atau
pemecahan masalah seperti apa yang digunakan keluarga
dalam menghadapi stressor yang terjadi. Strategi koping
yang digunakan bisa dari internal dan eksternal.
4) Strategi koping disfungsional
Data ini menjelaskan mengenai koping disfungsional yang
digunakan ketika keluarga menghadapi masalah misalnya;
marah-marah, merusak alat rumah tangga, pelarian dengan
melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat, dan lain
sebagainya.
g) Pemeriksaan fisik
Semua anggota keluarga diperiksa secara lengkap seperti
prosedur pemeriksaan fisik di tempat pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi, maupun auskultasi dari ujung kepala sampai ujung
kaki (head to toe) (Widyanto, 2014).
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat
badan dan tanda - tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, warna kulit kepala, warna rambut,
adakah bengkak pada wajah, fungsi penglihatan, apakah
konjungtiva anemis, warna sklera, fungsi penciuman
hidung, fungsi pendengaran, kondisi mulut, serta adakah
pembesaran kelenjer getah bening dan tiroid di leher
3) Sistem Integumen
Biasanya turgor kulit menurun, kulit keriput serta kulit
kepala dan rambut menipis. Elastisitas menurun,
vaskularisasi menurun, kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti
tanduk (Maryam, 2010).
4) Sistem Pernafasan
Pengkajian pada sistem respiratori meliputi :
- Inspeksi : pergerakan dinding dada selama sikus
inspirasi-ekspirasi penuh. Jika klien mempunyai area
atelektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris.
- Auskultasi : seluruh area paru-paru untuk
mengidentifikasi gangguan suara napas, crackles, atau
mengi. Auskultasi harus berfokus pada area paru-paru
yang tergantung karena sekresi paru cenderung
menumpuk di area bagian bawah.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian sistem kardiovaskular yang harus dilakukan
pada pasien imobilisasi, meliputi :
- memantau tekanan darah, tekanan darah klien harus
diukur, terutama jika berubah dari berbaring (rekumben)
ke duduk atau berdiri akibat risiko terjadinya hipotensi
ortostatik.

Poltekes Kemenkes Padang


- mengevaluasi nadi apeks maupun nadi perifer, berbaring
dalam posisi rekumben meningkatkan beban kerja
jantung dan mengakibatkan nadi meningkat. Pada
beberapa klien, terutama lansia, jantung tidak dapat
mentoleransi peningkatan beban kerja, dan berkembang
menjadi gagal jantung. Suara jantung ketiga yang
terdengar di bagian apeks merupakan indikasi awal gagal
jantung kongestif. Memantau nadi perifer
memungkinkan perawat mengevaluasi kemampuan
jantung memompa darah.
- observasi tanda-tanda adanya stasis vena (mis. edema
dan penyembuhan luka yang buruk), edema
mengindikasikan ketidakmampuan jantung menangani
peningkatan beban kerja. Karena edema bergerak di area
tubuh yang menggantung, pengkajian klien imobilisasi
harus meliputi sakrum, tungkai dan kaki. Jika jantung
tidak mampu mentoleransi peningkatan beban kerja,
maka area tubuh perifer seperti tangan, kaki, hidung, dan
daun telinga akan lebih dingin dari area pusat tubuh.
Terakhir, perawat mengkaji sistem vena karena trombosis
vena profunda merupakan bahaya dari keterbatasan
mobilisasi. Embolus adalah trombus yang terlepas,
berjalan mengikuti sistem sirkulasi ke paru-paru atau
otak dan menggangu sirkulasi. Emboli yang ke paru-paru
ataupun otak mengancam otak.
- Untuk mengkaji trombosis vena profunda, perawat
melepas stocking elastis klien dan/atau sequential
compression devices (SCDs) setiap 8 jam dan
megobservasi betis terhadap kemerahan, hangat,
kelembekan. Tanda Homan (Homan’s sign) atau nyeri
betis pada kaki dorsifleksi, mengidentifikasi
kemungkinan adanya trombus, tetapi tanda ini tidak
selalu ada (Beare dan Myers, 1994). Ketika melakukan
hal ini perawat menandai sebuah titik di setiap betis 10
cm dari tengah patella. Lingkar betis diukur setiap hari
menggunakan tanda tersebut untuk penempatan alat
pengukur. Penigkatan satu bagian diameter merupakan
indikasi awal trombosis. Trombosis vena profunda juga
dapat terjadi di paha untuk itu pengukuran paha harus
dilakukan setiap hari apabila klien cenderung terjadi
trombosis. Pada beberapa klien, trombosis vena profunda
dapat di cegah dengan latihan aktif dan stoking elastis.
6) Sistem Muskuloskeletal.
Kelainan musculoskeletal utama dapat diidentifikasi selama
pengkajian meliputi penurunan tonus otot, kehilangan
massa otot, dan kontraktur. Gambaran pengukuran
antropometrik mengidentifikasi kehilangan tonus dan
massa otot. Pengkajian rentang gerak adalah penting data
dasar yang mana hasil hasil pengukuran nantinya
dibandingkan untuk mengevaluasi terjadi kehilangan
mobilisasi sendi. Rentang gerak di ukur dengan
menggunakan geniometer. Pengkajian rentang gerak
dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul,
dan kaki.
7) Sistem Integumen
Perawat harus terus menerus mengkaji kulit klien terhadap
tanda-tanda kerusakan. Kulit harus diobservasi ketika klien
bergerak, diperhatikan higienisnya, atau dipenuhi
kebutuhan eliminasinya. Pengkajian minimal harus
dilakukan 2 jam.
8) Sistem Eliminasi
Status eliminasi klien harus dievaluasi setiap shift, dan total
asupan dan haluaran dievaluasi setiap 24 jam. Perawat
harus menentukan bahwa klien menerima jumlah dan jenis

Poltekes Kemenkes Padang


cairan melalui oral atau parenteral dengan benar. Tidak
adekuat asupan dan haluaran atau ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit meningkatkan resiko gangguan sistem
ginjal, bergeser dari infeksi berulang menjadi gagal ginjal.
Dehidrasi juga meningkatkan resiko kerusakan kulit,
pembentukan trombus, infeksi pernafasan, dan konstipasi.
Pengkajian status eliminasi juga meliputi frekuensi dan
konsistensi pengeluaran feses.

2. Diagnosa keperawatan Keluarga dengan Gangguan Mobilitas Fisik


a. Pengertian diagnosa keperawatan
Menurut Komang (2010) diagnosis keperawatan adalah klinis mengenai
individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses
pengumpulan data dan analisis data secara cermat, memberikan dasar
untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab
untuk melaksanakannya. Diagnosa keperawatan keluarga disusun
berdsarkan jenis diagnosis seperti :
1) Diagnosis sehat /wellness
Diagnosis sehat /wellness digunakan bila keluarga mempunyai
potensi untuk ditingkatkan belum ada data maladaptif.
2) Diagnosis ancaman (resiko)
Diagnosis ancaman digunakan bila belum terdapat paparan masalah
kesehatan, namun sudah ditemukan data maladaptif yang
kemungkinan timbulnya gangguan.
3) Diagnosis nyata / gangguan
Diagnosis gangguan digunakan bila sudah timbul gangguan atau
masalah kesehatan dikeluarga, didukung dengan adanya beberapa
data maladaftif.
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi (E) mengacu pada lima
tugas keluarga. Sign atau tanda (S). Apabila masalah kesehatan keluarga
cukup banyak akan tidak mungkin diatur sekaligus mengingat ada
keterbatasan, untuk itu perlu disusun skala prioritas. Dan dibawah ini
tabel dalam menentukan skala prioritas.
Tabel 2.1
Skala prioritas masalah
No Kriteria Skore Bobot

1. Sifat masalah:
3 1
a. Aktual 2
b. Resiko 1
c. Potensial
2. Kemungkinan masalah dapat diubah :
2
a. Mudah 1 2
b. Sebagian 0
c. Tidak dapat
No Kriteria Skore Bobot

4. Potensial untuk dicegah


3 1
a. Tinggi 2
b. Cukup 1
c. Rendah
5. Menonjolnya masalah
2 1
a. Masalah berat, harus segera ditangani 1
b. Ada masalah tapi tidak perlu ditangani 0
c. Masalah tidak dirasakan
Total skore

Sumber : Widyanto (2014)

Berdasarkan tabel diatas, untuk menentukan prioritas terhadap diagnosis


keperawatan keluarga yang ditemukan dapat dihitung dengan
menggunakan cara sebagai berikut (Widyanto, 2014):
1) Menentukan skore setiap kriteria.
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.
Skor X Bobot
Rumus :
Angka tertinggi

3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga dengan


masalah gangguan mobilitas fisik adalah :

Poltekes Kemenkes Padang


1). Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan imobilitas
3) Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan imobilitas
4) Ketdakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru.
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan menurunnya mobilitas
usus
6) Resiko cedera berhubungan dengan ketidaktepatan teknik
pemindahan

b. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan 5 tugas kesehatan


keluarga.
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan imobilitas
3) Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan imobilitas
4) Ketdakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru.
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan menurunnya mobilitas
usus
6) Resiko cedera berhubungan dengan ketidaktepatan teknik
pemindahan
d. Diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan dihubungkan dengan 5
tugas kesehatan keluarga

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga dalam mengenal masalah
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit
3) Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit
4) Ketdakefektifan pola nafas berhubungan dengan m ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
5) .Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit
6) Resiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit

3. Intervensi keperawatan keluarga


Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan kekuatan, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternatif dan
sumber, serta menentukan prioritas (Friedman, 2010). Rencana keperawatan
keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi tujuan jangka panjang
(tujuan umum), tujuan jangka pendek (tujuan khusus), kriteria dan standar
serta intervensi. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang
hasil yang diharapkan setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan
khusus atau tujuan jangka pendek yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang
mengacu pada problem, sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada
etiologi (Widyanto, 2014).

Poltekes Kemenkes Padang


71

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga

No Diagnosakeperawa Tujuan Evaluasi Rencanatindakan


tan
Umum Khusus Kriteria Standar

1. Hambatan Setelah 1. Setelah - Keluarga Hambatan mobilitas - Kaji pengetahuan keluarga


mobilitas fisik dilakukan dilakukank mampu fisik merupakan tentang Hambatan
berhubungan kunjunganseb unjungan1 menyebutkan keadaan keterbatasan Mobilitas Fisik
dengan anyak5 x 45 x 45 menit definisi kemampuan - Diskusikan dengan
ketidakmampuan menit keluarga hambatan pergerakan fisik secara keluarga tentang
keluarga dalam keluarga mampu mobilitas fisik mandiri yang dialami pengertian hambatan
mengenal masalah mampu mengenal dengan bahasa seseorang mobilitas fisik dengan
mengenal masalah sendiri menggunakan leafleat/
masalah hambatan lembar balik.
kesehatan mobilitas - Evaluasi kembali
Hambatan fisik pengertian hambatan
mobilitas fisik mobilitas fisik bersama
keluarga.
- Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban yang
diberikan.

Tanda dan gejala


- Keluarga
mampu hambatan mobilitas - Mengakaji pengetahuan
menyebutkan fisik adalah keluarga tentang tanda dan
gejala gejala hambatan moblitas
hambatan - Ketidakmampuan fisik dengan
mobilitas fisik untuk bergerak menggunakan leaflet/
dengan tujuan di lembar balik
dalam lingkungan, - Diskusikan dengan
termasuk mobilitas keluarga tentang penyebab
di tempat tidur, hambatan mobilitas fisik
PoltekkesKemenkes Padang
berpindah dan - Evaluasi kembali
ambulasi penyebab dan faktor
- Keengganan untuk resiko hambatan mobilitas
melakukan fisik
pergerakan
- Keterbatasan
rentang gerak - Berikan pujian pada
- Penurunan keluarga atas jawaban
kekuatan, yang diberikan.
pengendalian, atau
masa otot

- Keluarga Keluarga memberi


mampumemut keputusanuntukmera
- Kaji keputusan yang
uskanmerawat watkeluarga yang diambilolehkeluarga
keluarga yang sakit - Diskusikan dengan
sakit
keluarga tentang
keputusan yang
- telahdibuat
- Evaluasi kembali tentang
keputusan yang
telahdibuat
- Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang diberikan
-
- Kaji pengetahuan keluarga
tentang cara merawat
anggota keluarga yang
73

2. Setelah sakit.
dilakukan - Diskusikan dengan
kunjungan - Keluarga keluarga tentang merawat
1x45 menit mampu anggota keluarga yang
keluarga merawat sakit .
mampu anggota - Evaluasi kembali tentang
mengambil keluarga yang merawat anggota keluarga
keputusan sakit. yang sakit.
- Keluarga
untuk - - Berikan pujian pada
mengatakanmamp
merawat - Keluarga keluarga atas jawaban
umerawat anggota
anggota mampu yang benar.
keluarga yang sakit
keluarga mendemontra-
yang sakit sikan cara
mengatasi - Kaji pengetahuan keluarga
hambatan tentang cara merawat
mobilitas fisik anggota keluarga yang
pada lansia sakit.
- Demontrasikan cara
perawatan hambatan
mobilitas fisik.
- Evaluasi kembali tentang
merawat anggota keluarga
yang sakit.
- Perawatan
- Berikan pujian pada
hambatan
keluarga atas jawaban
mobilitas fisik
yang diberikan.
adalahLatihan
rentang gerak atau
ROM (Range Of - Diskusikan bersama
Motion) sesuai
keluarga bagaimana
kondisi klien
lingkungan yang dapat
- Ajarkan teknik
menunjang kesehatan.
ambulasi dan
- Evaluasi kembali tentang
perpindahan yang
PoltekkesKemenkes Padang
aman kepada bagaimana lingkungan
keluarga yang dapat menunjang
- Keluarga - Sediakan alat kesehatan terhadap semua
dapat bantu seperti kruk, anggota keluarga.
memodifikasi kursi roda dan - Berikan pujian pada
lingkungan walker keluarga atas jawaban
yang yang diberikan.
mendukung
kesehatan. - Lingkungan yang
dapat menunjang
kesehatan :
3. Setelah - Lingkungan rumah
1x45 menit yang bersih dengan
keluarga ventilasi bagus
mampu yang
merawat memungkinkan
anggota sirkulasi udara
keluarga lancar dan
yang sakit. masuknya cahaya - Kaji pengetahuan keluarga
matahari tentang manfaat fasilitas
- Penerangan rumah kesehatan
yang cukup
- Dsikusikan bersama
- Keadaan lantai
keluarga bagaimana
tidak licin dan
memanfaatkan fasilitas
basah
pelayanan kesehatan.
- Evaluasi kembali
- Memanfaatkan bagaimana memanfaatkan
fasilitas kesehatan fasilitas kesehatan pada
untuk mencegah semua anggota keluarga
Keluarga sedini mungkin - Berikan pujian pada
mampu masalah hambatan keluarga atas jawaban
menyebutkan mobilitas fisik yang diberikan.
75

keuntungan pada keluarga.


fasilitas - Untuk mengetahui
4. Setelah kesehatan dan memeriksa
1x45 menit masalah kesehatan.
keluarga - Sebagai pelayanan
mampu pengobatan
memodifik
asi
lingkungan
untuk
menunjang
kesehatan
keluarga

5. Setelah 1 x
45 menit
keluarga
mampu
memanfaat
kan
fasilitas
kesehatan

PoltekkesKemenkes Padang
No Diagnosakeperawa Tujuan Evaluasi Rencanatindakan
tan
Umum Khusus Kriteria Standar

2. Resiko jatuh Setelah 1. Setelah - Keluarga Jatuh adalah - Kaji pengetahuan keluarga
berhubungan dilakukan dilakukanku mampu tentang resiko jatuh
dengan kunjunganseb njungan1 x menyebutkan suatu kejadian yang - Diskusikan dengan
ketidakmampuan anyak5 x 45 45 menit definisi jatuh dilaporkan penderita keluarga tentang resiko
keluarga dalam menit keluarga atau saksi mata, jatuh pada penderitan
mengenal masalah keluarga mampu - menggunakan leafleat/
yang melihat
mampu mengenal lembar balik.
mengenal masalah kejadian
- Evaluasi kembali
masalah hambatan mengakibatkan pengertian hambatan
kesehatan mobilitas seseorang mobilitas fisik bersama
Hambatan fisik mendadak keluarga.
mobilitas fisik - Berikan pujian pada
terbaring/terduduk
keluarga atas jawaban yang
di lantai dengan
diberikan.
atau tanpa
kehilangan
kesadaran atau luka
- Mengkaji pengetahuan
- Keluarga Penyebab : gaya keluarga tentang penyebab
mampu berjalan, kelemahan jatuh dengan
menyebutkan otot, kekakuan sendi, menggunakan leaflet/
bebeapa lantai yang licin/ lembar balik
penyebab basah dan tidak rata, - Diskusikan dengan
jatuh tersandung benda- keluarga tentang
benda, terpeleset, penyebabnya
- Evaluasi kembali
penglihatan kurang
penyebab dan faktor
karena cahaya resiko intoleransi aktifitas
kurang terang, - Berikan pujian pada
77

keluarga atas jawaban


tempat tidur dan wc yang diberikan.
jongkok

- Mengkaji pengetahuan
keluarga tentang
komplikasi akibat jatuh
Komplikasi yang
- Diskusikan dengan
ditimbulkan akibat keluarga tentang
jatuh adalah luka, komplikasinya
fraktur, kehilangan - Evaluasi kembali
kepercayaan diri, komplikasi jatuh
harus dirawat - Berikan pujian pada
dirumah sakit, keluarga atas jawaban
meninggal dunia yang diberikan.
- Keluarga
mampu
menyebutkan - Keluarga - Kaji keputusan yang
komplikasi mengatakanmamp diambilolehkeluarga
setelah jatuh umerawat anggota - Diskusikan dengan
- keluarga yang sakit keluarga tentang
- Keluarga keputusan yang
mampu telahdibuat
memutuskan - Evaluasi kembali tentang
merawat - Keluarga keputusan yang
keluarga yang mengatakan telahdibuat
sakit mampumerawat - Berikan pujian pada
anggota keluarga keluarga atas jawaban
yang sakit yang diberikan
-
-
Perawatan resiko
- Keluarga jatuh :

PoltekkesKemenkes Padang
mampu - keadaan
merawat lingkungan rumah
anggota yang berbahaya - Kaji pengetahuan keluarga
keluarga yang harus dihilangkan tentang cara merawat
sakit. - peralatan rumah anggota keluarga yang
tangga yang sakit.
mudah bergeser - Diskusikan dengan
dan lapuk keluarga tentang merawat
dipindahkan anggota keluarga yang
- Keluarga - kamar mandi tidak sakit .
mampu licin - Evaluasi kembali tentang
mendemontra- - diberi pegangan di merawat anggota keluarga
sikan cara kamar mandi yang sakit.
mengatasi - alat bantu berjalan - Berikan pujian pada
resiko jatuh aman digunakan keluarga atas jawaban
pada penderita yang benar.
Hambatan
mobilitas fisik
- Lingkungan yang - Mengkaji pengetahuan
dapat menunjang keluarga cara merawat
kesehatan : klien dengan resiko jatuh
2. Setelah - Keluarga - Lingkungan rumah dengan menggunakan
dilakukan dapat yang bersih dengan leaflet/ lembar balik
kunjungan memodifikasi ventilasi bagus - Diskusikan dengan
1x45 menit lingkungan yang keluarga tentang
keluarga yang memungkinkan penyebabnya
mampu mendukung sirkulasi udara - Evaluasi kembali
mengambil kesehatan. lancar dan
keputusan penyebab dan faktor
- masuknya cahaya resiko intoleransi aktifitas
untuk Keluarga matahari
merawat - Berikan pujian pada
mampu - Perabotan disusun keluarga atas jawaban
anggota
menyebutkan rapi yang diberikan.
keluarga
keuntungan - Lantai tidak licin
yang sakit
79

fasilitas dan basah


kesehatan
- Diskusikan bersama
- Memanfaatkan keluarga bagaimana
3. Setelah 1 x fasilitas kesehatan lingkungan yang dapat
45 menit untuk mencegah menunjang kesehatan.
keluarga sedini mungkin - Evaluasi kembali tentang
mampu resiko jatuh pada bagaimana lingkungan
merawat diri keluarga. yang dapat menunjang
sendiri dan - Untuk mengetahui kesehatan terhadap semua
anggota dan memeriksa anggota keluarga.
keluarga masalah kesehatan. - Berikan pujian pada
yang sakit. - Sebagai pelayanan keluarga atas jawaban
pengobatan yang diberikan.
4. Setelah 1 x
45 menit - Kaji pengetahuan keluarga
keluarga tentang manfaat fasilitas
mampu kesehatan
memodifikas - Dsikusikan bersama
i lingkungan
keluarga bagaimana
untuk
memanfaatkan fasilitas
menunjang
pelayanan kesehatan.
kesehatan
- Evaluasi kembali
keluarga.
bagaimana memanfaatkan
fasilitas kesehatan pada
5. Setelah 1 x semua anggota keluarga
45 menit - Berikan pujian pada
keluarga keluarga atas jawaban
mampu yang diberikan.
memanfaatk
an fasilitas
kesehatan.
PoltekkesKemenkes Padang
No Diagnosakeperawa Tujuan Evaluasi Rencanatindakan
tan
Umum Khusus Kriteria Standar

3. Konstipasi Setelah 1. Setelah - Keluarga Konstipasi / sembelit - Kaji pengetahuan keluarga


berhubungan dilakukan dilakukank mampu adalah kesulitan tentang konstipasi
dengan kunjunganseb unjungan1 menyebutkan buang air besar - Diskusikan dengan
ketidakmampuan anyak5 x 45 x 45 menit definisi keluarga tentang konstipasi
keluarga dalam menit keluarga konstipasi - menggunakan leafleat/
mengenal masalah keluarga mampu lembar balik.
mampu mengenal - Evaluasi kembali
mengenal masalah pengertian konstipasi
masalah defisit bersama keluarga.
kesehatan - Berikan pujian pada
Hambatan keluarga atas jawaban yang
mobilitas fisik diberikan.

Penyebab konstipasi: - Diskusikan dengan


2. Setelah -Keluarga
mampu diet rendah serat, keluarga penyebab
dilakukan
kunjungan menyebutkan kurang minum, konstipasi pada penderita
1x45 menit penyebab kebiasaan buang air - Mengkaji pengetahuan
keluarga kosntipasi besar yang sakit keluarga tentang penyebab
mampu konstipasi dengan
mengambil - Keluarga menggunakan leaflet/
keputusan - Keluarga mengatakan lembar balik
untuk mampu mampu merawat
merawat Memutuskan anggota keluarga - Mengkaji pengetahuan
anggota merawat yang sakit keluarga tentang
keluarga keluarga yang - Keluarga konstipasi dengan
yang sakit sakit mengatakanmamp menggunakan leaflet/
81

- Keluarga umerawat anggota lembar balik


mampu keluarga yang sakit - Diskusikan dengan
merawat keluarga tentang
anggota penyebabnya
keluarga yang - Evaluasi kembali
sakit. penyebab dan faktor
resiko intoleransi aktifitas
- Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang diberikan.

3. Setelah Perawatan mencegah


- Keluarga
1x45 menit konstipasi
mampu
keluarga
mendemontra- - Kaji keputusan yang
mampu - Diet tnggi serat
sikan cara diambilolehkeluarga
merawat - Banyak minum
mencegah - Diskusikan dengan
anggota - Memperbaiki
konstipasi keluarga tentang
keluarga kebiasaan buang
yang sakit. air besar yang keputusan yang
salah telahdibuat
- Evaluasi kembali tentang
keputusan yang
telahdibuat
- Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang diberikan
Lingkungan yang
- Keluarga dapat menunjang
dapat kesehatan : - Kaji pengetahuan keluarga
memodifikasi tentang cara mencegah
lingkungan Lingkungan rumah konstipasi pada anggota
yang yang bersih dengan keluarga yang sakit.
mendukung sirkulasi udara - Diskusikan dengan

PoltekkesKemenkes Padang
kesehatan. lancar dan keluarga tentang merawat
masuknya cahaya anggota keluarga yang
matahari sakit .
- Evaluasi kembali tentang
- Penerangan rumah mnjaga kebersihan diri
yang cukup anggota keluarga yang
- Keadaan lantai sakit.
tidak licin - Berikan pujian pada
keluarga atas jawaban
yang benar.
Keluarga - Memanfaatkan
mampu fasilitas kesehatan
untuk mencegah - Diskusikan bersama
menyebutkan keluarga bagaimana
sedini mungkin
keuntungan masalah defisit lingkungan yang dapat
fasilitas perawatan menunjang kesehatan.
kesehatan kebersihan diri - Evaluasi kembali tentang
bagaimana lingkungan
yang dapat menunjang
kesehatan terhadap semua
anggota keluarga.
- Berikan pujian pada
4. Setelah keluarga atas jawaban
1x45 menit yang diberikan.
keluarga
mampu - Kaji pengetahuan keluarga
memodifi- tentang manfaat fasilitas
kasi kesehatan
lingkungan - Dsikusikan bersama
untuk keluarga bagaimana
menunjang memanfaatkan fasilitas
kesehatan pelayanan kesehatan.
keluarga - Evaluasi kembali
83

5. Setelah 1 x bagaimana memanfaatkan


45 menit fasilitas kesehatan pada
keluarga semua anggota keluarga
mampu - Berikan pujian pada
memanfaat keluarga atas jawaban
kan yang diberikan.
fasilitas
kesehatan

PoltekkesKemenkes Padang
4. Implementasikeperawatankeluarga
Implementasi keperawatan keluarg aadalah suatu proses aktualisas irencana
intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga dan
memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga di didik untuk dapat
menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk :mengenal masalah
kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan yang
dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya,
memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat( Sugiharto,2012).

Implementasi asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan


transkultural menggunkan tiga strategi utama, yaitu mempertahankan budaya yang
sesuai dengan situasi dan kondisi kesehatannya saatini; negosiasi budaya yang
lebih menguntungkan situasi dan kondisi kesehatannya saat ini; dan melakukan
restrukturisasi budaya, yaitu dengan menggantikan budaya yang lebih sesuai
dengan situasi kesehatannya saat ini (Sugiharto,2012).

5. Evaluasi Keperawatan Keluarga


Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi berdasarkan pada
seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga, perawat, dan lainnya.
Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem keluarga dan anggota
keluarga (bagaimana keluarga berespons) daripada intervensi yang
diimplementasikan. Evaluasi sekali lagi, merupakan kegiatan bersama antara
perawat dan keluarga (Friedman, 2010).
85

BAB III
METODE PENELITIAN

A. DesainPenelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dimasa kini. Jenis rancangan
penelitian deskriptif yang dipakai yaitu rancangan penelitian studi kasus.Studi kasus
merupakan rancanga npenelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian secara
intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi, menskipun
jumlah subjek cendrung sedikit namun jumlah variabel yang diteliti sangat
luas( Nursalam, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada dua keluarga yang memiliki lansia dengan gangguan
mobilitas fisik di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota
Padang pada bulan Januari sampai Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,
2015). Populasi dari penelitian ini adalah lansia dengan gangguan mobilitas fisik
yang dalam pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Andalas kota padang yang
berjumlah 4 orang.

2. Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2013). Sampel penelitian ini

PoltekkesKe
menkes
Padang
adalah lansia dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah kerja puskesmas Andalas
dengan jumlah sampel 2 orang.

Klien dipilih berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Klien lansia umur ≥ 60 tahun.


b. Klien sedang dalam pengobatan.
c. Klien yang memiliki alamat lengkap dan jelas serta mudah ditemui.
d. Keluarga dan klien bersedia diberikan asuhan keperawatan keluarga.
e. Keluarga dan klien yang berada ditempat saat dilakukan penelitian.
f. Keluarga mandiri tingkat pertama (KM-I) yaitu dengan kriteria :

1) Menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat


2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan.

Setelah dilakukan pemilihan sampel dari2 orang lansia yang menderita gangguan
mobilitas fisik dan masih menjalani pengobatan rutin di Puskesmas Andalas
didapatkan 3 orang lansia yang memenuhi criteria inklusi, selanjutnya pemilihan
sampelakan di pilih menggunakan teknik simple random sampling di lakukan seperti
undian, yaitu semua individu berpeluang untuk dijadikan sampel. Sehigga didapatkan 2
orang klien yang akan dijadikan sampel dalam penelitian

D. Alat dan Instrumen Penelitian

Instrument penelitian atau alat pengumpulan data, dalam pembuatannya mengacu pada
variable, defenisi operasional dan skala pengukuran data yang dipilih (Suyanto, 2011).
Pada penelitian lansia dengan gangguan mobilitas fisik,alat yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan fisik adalah nursing kit (tensimeter, stetoskop, termometer, penllight).
Instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini format asuhan keperawatan keluarga
87

(pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi


keperawatan, evaluasi).

E. Jenis-Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkanlangsungdari keluarga seperti
pengkajian kepada keluarga, meliputi: Identitas seluruh anggota keluarga, riwayat
kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik
seluruh anggota keluarga.

b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari dokumen /Medical Record di Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang.

2. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara dan menggunakan
format pengkajian asuhan keperawatan keluarga, format pengkajian gangguan
mobilitas fisik dan kusioner gangguan mobilita fisik sebagai alat acuan yang
digunakan peneliti.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah :
a. Peneliti meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin penelitian
dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Padang ke Dinas Kesehatan Kota
Padang.
b. Peneliti mendatangi Dinas Kesehatan Kota Padang dan menyerahkan surat izin
penelitian dari institusi untuk mendapatkan surat rekomendasi ke Puskesmas
Andalas Kota Padang .

PoltekkesKe
menkes
Padang
c. Peneliti mendatangi Puskesmas Andalas Kota Padang dan menyerahkan surat
rekomendasi dan surat izin penelitian dari Dinas Kota Padang.
d. Peneliti meminta izin kepada kepala Puskesmas Andalas Kota Padang
e. Peneliti meminta data pasien kunjungan gangguan mobilitas fisik dalam 3 bulan
terakhir
f. Peneliti memilih responden
g. Responden diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian
h. Informed consent diberikan kepada responden
i. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya
j. Responden menandatangani informed consent
k. Peneliti meminta waktu responden untuk melakukan pengkajian menggunakan
format pengkajian asuhan keperawatan keluarga dan wawancara menggunakan
kuisioner angguan mobilitas fisik
l. Peneliti melakukan pemeriksaan fisik dengan metode head to toe
m. Peneliti melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi pada responden dan
kemudian peneliti melakukan terminasi.

Proses keperawatam yang dilakukanpenelitiadalah :


a. Penelitimelakukanpengkajiankepadarespondenmenggunakanmetodewawancara,
observasidanpemeriksaanfisik
b. Peneliti merumuskan diagnose keperawatan yang muncul pada responden
c. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden
d. Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan pada
responden
e. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden
f. Peneliti mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
responden
g. Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang diberikan pada
responden mulai dari melakukan pengkajian sampai pada evaluasi terhadap
tindakan yang telah dilakukan.
89

F. Rencana analisis
Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokkan dan dianalisis berdasarkan data
subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan, kemudian
menyusun rencana keperawatan dan melakukan implementasiserta evaluasi
keperawatan.Rencana Analisis dilakukan sesuai dengan kriteria dan standar evaluasi
(NOC), selanjutnya membandingkan antara asuhan keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien 1 dan 2 dengan teori dan penelitian terdahulu.

PoltekkesKe
menkes
Padang
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Kunjungan keluarga dilakukan pada keluarga Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro
(Partisipan II) dengan hambatan mobilitas fisik pada lansia. Kunjungan dimulai
pada tanggal 22 Mei 2017 sampai 26 Mei 2017 dengan kunjungan dilakukan 2 kali
dalam sehari selama 5 hari.
Tabel 4.1 Deskripsi Kasus

Asuhan Partisipan 1 Partisipan 2


Keperawatan

Pengkajian Ny. Ra ( 65 tahun) tinggal di Ny. Ro ( 81 tahun) tinggal


jalan Aur Duri 1/17. di jalan Aur Duri I/15.
merupakan keluarga Keluarga ini merupakan
merupakan keluarga besar keluarga besar (extended
(extended family) dengan Ny. family) yang terdiri dari
Ra (Partisipan I) sebagai seorang Ny. Ro, anak dan
kepala keluarga karena suami cucu. Anak pertama
Ny. Ra (Partisipan I) sudah perempuan An. H ( 48
meninggal. Keluarga ini terdiri tahun), anak kedua
dari Ny. Ra (Partisipan I) perempuan An. N (46
sebagai ibu dan ayah bagi tahun). Ny. Ro adalah
anak-anaknya. Anak Ibu. Ra seorang janda yang bekerja
(Partisipan I) berjumlah 7 sebagai ibu rumah tangga.
orang, 6 orang diantaranya
sudah berkeluarga, Ny. Ra
tinggal bersama anak kelima
An. N (39 tahun) berstatus
janda dan anak ke tujuh. An.
R (35 tahun) belum menikah.
91

Semua anggota keluarga


bersuku minang (melayu) dan Semua anggota keluarga
beragama islam sejak lahir. bersuku minang (chaniago)
Tidak ada perbedaan agama dan beragama islam sejak
dalam keluarga Ny. Ra lahir. Tidak ada perbedaan
(Partisipan I). Keluarga Ny. Ra agama dalam keluarga Ny.
(Partisipan I) selalu Ro (Partisipan II). Keluarga
melaksanakan ibadah sholat 5 Ny. Ro (Partisipan II) selalu
waktu dan mengaji di rumah. melaksanakan ibadah sholat
Kehidupan sehari-hari keluarga 5 waktu dan mengaji di
Ny. Ra (Partisipan I) tidak rumah. Kehidupan sehari-
terlepas dari budaya minang hari keluarga Ny. Ro
dan agama islam, termasuk (Partisipan II) tidak terlepas
dalam hal kesehatan. dari budaya minang dan
agama islam, termasuk
Ny. Ra (Partisipan I) sebagai dalam hal kesehatan.
kepala keluarga sudah tidak
bekerja, namun penghasilan Ny. R0 (Partisipan II)
diperoleh dari pension janda sebagai kepala keluarga
almarhum suaminya, ditambah sudah tidak bekerja,
dengan penghasilan dari namun penghasilan
anaknya yang sudah bekerja. diperoleh dari pension
Status ekonomi keluarga Ny. janda almarhum
Ra (Partisipan I) termasuk suaminya, ditambah
mampu dengan penghasilan ± dengan penghasilan dari
Rp 1.500.000 /bulan, sehingga anaknya yang sudah
bisa untuk memenuhi bekerja. Status ekonomi
kebutuhan sehari-hari dan keluarga Ny. Ro
tabungan untuk hal-hal yang (Partisipan II) termasuk
tidak terduga. Ketika Ny. Ra mampu dengan
(Partisipan I) berobat ke penghasilan ± Rp
Puskesmas, Ny. Ra (Partisipan 1.500.000 /bulan,
I) menggunakan BPJS. sehingga bisa untuk
Aktifitas rekreasi keluarga Ny. memenuhi kebutuhan

PoltekkesKe
menkes
Padang
Ra adalah berkumpul bersama sehari-hari dan tabungan
keluarga pada malam hari untuk hal-hal yang tidak
sambil menonton televisi terduga. Ketika Ny. Ro
(Partisipan II) berobat ke
Puskesmas, Ny. Ro
(Partisipan II)
menggunakan jaminan
kesehatan BPJS. Aktifitas
rekreasi keluarga Ny. Ra
adalah berkumpul
bersama keluarga pada
malam hari sambil
Tahap perkembangan keluarga menonton televisi
Ny. Ra (Partisipan I) adalah
keluarga mulai melepas anak
sebagai dewasa, yang mana
semua anak beliau (Partisipan
I) sudah berkeluarga, kecuali Tahap perkembangan
anak ketujuh beliau belum keluarga Ny. Ro (Partisipan
berkeluarga II) adalah keluarga mulai
melepas anak sebagai
dewasa, yang mana kedua
anak beliau (Partisipan II)
Tahap perkembangan keluarga
Ny. Ra (Partisipan I) yang sudah berkeluarga.
belum terpenuhi adalah Tahap perkembangan
memperluas jaringan keluarga keluarga Ny. Ro (Partisipan
inti menjadi keluarga besar, II) sudah terpenuhi karena
dimana anak bungsu Ny. Ra kedua anak Ny. Ro sudah
(Partisipan I) sudah memasuki menikah.
usia dewasa, namun belum
berkeluarga sampai saat ini

Riwayat keluarga inti adalah


adanya riwayat tidak
mempunyai penyakit Riwayat keluarga inti adalah
keturunan Diabetes Melitus adanya riwayat penyakit
seperti yang Ny. Ra derita, Ny. keturunan hipertensi dari
93

Ra tidak memiliki menular orang tua laki-laki Ny, Ro,


Saat ini kondisi kesehatan tetapi tidak memiliki
keluarga Ny. Ra baik, hanya penyakit menular Saat ini
Ny. Ra mengeluh gangguan kondisi kesehatan keluarga
mobilitas fisik di rumah. Ny. Ro baik, hanya Ny. Ro
Riwayat kesehatan keluarga mengeluh gangguan
yaitu anak bungsu Ny. Ra tidak mobilitas fisik di rumah.
pernah dirawat Riwayat kesehatan keluarga
kedua anak Ny. Ro tidak
Ny. Ra pernah di rawat karena pernah dirawat.
jatuh dari sepeda motor 13
tahun yang lalu dan mengalami Bila ada anggota keluarga
retak pada tulang panggul, yang sakit mereka biasanya
tetapi Ny. Ra menolak untuk mengatasi sendiri dengan
dioperasi. Dan bila keluarga obat-obatan alami,
dalam keadaan sakit mereka selanjutnya dibawa ke
biasa mengatasi sendiri dengan puskesmas dan rumah sakit
obat-obatan alami, selanjutnya terdekat jika kesehatan tidak
dibawa ke puskesmas dan kunjung membaik.
rumah sakit terdekat jika
kesehatan tidak kunjung
membaik.

Bentuk rumah keluarga Ny. Ra


yaitu permanen dengan atap Bentuk rumah keluarga Ny.
seng. Ukuran rumah 9 x 12 Ro permanen dengan atap
meter, rumah kelihatan bersih seng, Ukuran rumah 6 x 8
dan rapi, perabotan tertata rapi, m. Rumah keluarga Ny. Ro
Bangunan rumah ini tampak tidak rapi, ventilasi
mempunyai banyak jendela di ruang tamu cukup,
perabot di rumah tersebut
sehingga cahaya dan sinar
kelihatan padat. jendela
matahari dapat masuk. berdebu. Lantai rumah
Sirkulasi udara didalam rumah bersemen,. lantai dapur
baik dengan ventilasi yang masih keramik , jamban
cukup, suasana rumah terasa jongkok berada dekat dapur
nyaman. Lantai semen dan dan jarak septik tank dengan

PoltekkesKe
menkes
Padang
ditutupi karpet plastik dan sumur sekitar 4 meter,
dapur keluarga berkeramik. Kamar keliatan gelap karena
Terdapat perbedaan jendela tidak dibuka.
Sumber air minum keluarga
ketinggian lantai antara ruang
Ny. Ro dari air isi ulang dan
keluarga dan lantai dapur. untuk kebutuhan air sehari-
Lantai dapur keluarga Ny. Ra hari seperti memasak
berkeramik. Kamar mandi dan mencuci, mandi
wc Ny. Ra terpisah, wc Ny. Ra menggunakan air sumur
tedapat wc jongkong. Jarak bercincin yang dipasangi
septic tank dengan sumur pompa air. Halaman rumah
keluarga Ny. Ro kelihatan
sekitar 4 meter. Sumber air
kotor terdapat tumpukan
minum keluarga Ny. Ra adalah pecahan keramik dihalaman
air isi ulang dan untuk rumah. Pembuangan air
kebutuhan air sehari-hari limbah rumah tangga dialiri
seperti memasak mencuci, ke saluran yang langsung
mandi menggunakan air sumur mengalir ke selokan di
bercincin yang dipasangi depan rumah. Pembuangan
sampah dilakukan dengan
pompa air. Halaman rumah
mengangkut sampah ke
keluarga Ny.Ra kelihatan rapi tempat pembuangan sampah
dan bersih dengan ditanami di daerah tersebut. Tidak
bunga-bunga dalam pot dan ada sumber pencemaran di
beberapa tanaman bumbu lingkungan rumah tersebut
dapur. Tanamannya kelihatan
subur karena terawat dengan
baik. Pembuangan air kotor
melalui saluran yang
langsung mengalir ke selokan
di depan rumah. Pembuangan
sampah dilakukan dengan
mengangkut sampah ke
tempat pembuangan sampah
di daerah tersebut. Tidak ada
sumber pencemaran di
lingkungan rumah tersebut

Penduduk sekitar rumah Ny.


Ra (Partisipan I) bukan
95

penduduk pribumi asli


melainkan penduduk dari kota
lain yang merantau ke Padang. Penduduk sekitar rumah Ny.
Hubungan antar tetangga Ny. Ro (Partisipan II) bukan
Ra (Partisipan I) baik, saling penduduk pribumi asli
meghormati, kerukunan melainkan penduduk dari
terjaga, bila ada yang memiliki kota lain yang merantau ke
kesulitan saling membantu. Padang. Hubungan antar
tetangga Ny. Ro (Partisipan
II) baik, saling meghormati,
Sejak menikah Ny. Ra sudah kerukunan terjaga, bila ada
menempati rumahnya yang yang memiliki kesulitan
sekarang, bangunan rumah saling membantu.
sekarang sudah direnovasi dari
kondisi semula mereka
tempati. Ny. Ra tinggal di Sejak menikah Ny. Ro
rumah ini sudah cukup lama. sudah menempati rumahnya
yang sekarang, bangunan
rumah sekarang sudah
direnovasi dari kondisi
Keluarga Ny. Ra sesekali semula mereka tempati. Ny.
berkumpul dengan tetangga Ro tinggal di rumah ini
jika ada waktu luang, interaksi sudah cukup lama.
dengan tetangga sering
dilakukan pada sore hari dan
tidak semua kegiatan di
kampungnya dapat diikuti Keluarga Ny. Ro sesekali
karena kondisi kesehatan Ny. berkumpul dengan tetangga
Ra (Partisipan I). Biasanya jika jika ada waktu luang,
ada yang sakit di keluarga akan interaksi dengan tetangga
di bawa ke bidan dan ke sering dilakukan pada sore
puskesmas. Ny. Ra (Partisipan hari dan tidak semua
I) selalu pergi berobat ke kegiatan di kampungnya
pelayanan kesehatan dengan dapat diikuti karena kondisi
ditemani anaknya. kesehatan Ny. Ro
(Partisipan II). Biasanya
jika ada yang sakit di

PoltekkesKe
menkes
Padang
keluarga akan di bawa ke
bidan dan ke puskesmas.
Pola komunikasi keluarga Ny. Ro (Partisipan II) selalu
efektif dengan cara pergi berobat ke pelayanan
menerapkan komunikasi secara kesehatan dengan ditemani
langsung. Dalam komunikasi anaknya.
yang paling dominan adalah
Ny. Ra (Partisipan I) sebagai
sosok yang dihormati di
rumah. Interaksi yang Pola komunikasi keluarga
berlangsung biasanya sering. efektif dengan cara
Tidak ada konflik dalam menerapkan komunikasi
keluarga tentang pola secara langsung. Dalam
komunikasi. Dalam keluarga komunikasi yang paling
Ny. Ra (Partisipan I) mereka dominan adalah Ny. Ro
saling mendukung satu sama (Partisipan II) sebagai sosok
lain dalam merubah perilaku yang dihormati di rumah.
antar keluarga. Anak-anak Ny. Interaksi yang berlangsung
Ra (Partisipan I) selalu ada biasanya sering. Tidak ada
mendampingi Ny. Ra konflik dalam keluarga
(Partisipan I), begitu juga tentang pola komunikasi.
sebaliknya. Ny. Ra (Partisipan Dalam keluarga Ny. Ro
I) berperan sebagai kepala (Partisipan II) mereka saling
keluarga, ibu sekaligus ayah mendukung satu sama lain
bagi anak-anak. dalam merubah perilaku
antar keluarga. Anak-anak
Ny. Ra (Partisipan I) bersuku Ny. Ro (Partisipan II) selalu
minang (melayu). Dalam ada mendampingi Ny. Ro
keluarga tidak ada nilai-nilai (Partisipan II), begitu juga
tertentu dan nilai agama yang sebaliknya. Ny. Ro
bertentangan dengan kesehatan (Partisipan II) berperan
karena menurut keluarga sebagai kepala keluarga, ibu
kesehatan merupakan hal yang sekaligus ayah bagi anak-
penting. anak.

Ny. Ro (Partisipan II)


Semua anggota keluarga saling bersuku minang (tanjung).
menyayangi dan keluarga Dalam keluarga tidak ada
97

merasa bangga apabila salah nilai-nilai tertentu dan nilai


satu annggota keluarga agama yang bertentangan
berhasil. Respon keluarga dengan kesehatan karena
terhadap kehilangan yaitu menurut keluarga kesehatan
berduka, namun selama ini merupakan hal yang
keluarga saling menguatkan penting.
dan menjaga satu sama lain.
Semua anggota keluarga
Pada fungsi sosialisasi tidak saling menyayangi dan
ada anggota keluarga Ny.Ra keluarga merasa bangga
yang ikut dalam keanggotaan apabila salah satu annggota
organisasi masyarakat dan keluarga berhasil. Respon
tidak ada yang mempunyai keluarga terhadap
kedudukan berpengaruh di kehilangan yaitu berduka,
masyarakat. namun selama ini keluarga
saling menguatkan dan
menjaga satu sama lain.
Pada fungsi perawatan
Pada fungsi sosialisasi tidak
kesehatan keluarga Ny. Ra
ada anggota keluarga Ny.Ro
(Partisipan I) belum mengerti
yang ikut dalam
tentang tanda dan gejala
keanggotaan organisasi
hambatan mobilitas fisik dan
masyarakat dan tidak ada
pencegahannya, hal ini terlihat
yang mempunyai
dari kebiasaan Ny. Ra .
kedudukan berpengaruh di
(Partisipan I). yang berbaring
masyarakat.
di kursi panjang ruang tamu.
Keluarga menganggap Ny. Ra
(Partisipan I) hanya lemah
secara fisik. Keluarga Pada fungsi perawatan
menganggap penyakit Ny. Ra kesehatan keluarga Ny. Ro
(Partisipan I) tidak akan (Partisipan II) belum
menimbulkan komplikasi dan mengerti tentang tanda dan
merupakan alami karena gejala hambatan mobilitas
penuaan. Keluarga kurang fisik dan pencegahannya,
mampu mengambil keputusan hal ini terlihat dari
seringnya keluarga

PoltekkesKe
menkes
Padang
tindakan kesehatan yang tepat. mengelak mengenai kondisi
kesehatan Ny. Ro
(Partisipan II). Keluarga
Jika ada anggota keluarga yang
menganggap Ny. Ro
sakit, biasanya keluarga
(Partisipan II) hanya lemah
membawa ke fasilitas
secara fisik. Keluarga
pelayanan kesehatan seperti
menganggap penyakit Ny.
bidan, praktek dokter,
Ro (Partisipan II) tidak akan
puskesmas, dan rumah sakit.
menimbulkan komplikasi
Stressor jangka pendek yang dan merupakan alami
dialami keluarga Ny. Ra karena penuaan. Keluarga
(Partisipan I) adalah kondisi kurang mampu mengambil
An. R yang belum menikah. keputusan tindakan
Sedangkan stressor jangka kesehatan yang tepat.
panjang adalah Ny. Ra
Jika ada anggota keluarga
(Partisipan I) adalah hambatan
yang sakit, biasanya
mobilitas fisik yang dialaminya
keluarga membawa ke
sekarang.
fasilitas pelayanan
Keluarga Ny. Ra (Partisipan I) kesehatan seperti bidan,
selalu cepat dalam mengatasi praktek dokter, puskesmas,
masalah yang dialami anggota dan rumah sakit.
keluarganya, sehingga tidak
Stressor jangka pendek yang
ada masalah yang berlarut-
dialami keluarga Ny. Ro
larut.
(Partisipan II) tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik Sedangkan stressor jangka
didapatkan kesadaran compos panjang adalah Ny. Ro
mentis kooperatif (Partisipan II) adalah
hambatan mobilitas fisik
TB : 157 cm, BB : 63 kg, TD: yang dialaminya sekarang.
130/90 mmHg. Hr : 108x/i. RR
: 22x/i. Suhu : 36,70C. kepala
simetris, tidak ada lesi, rambut Keluarga Ny. Ro (Partisipan
bersih, warna putih (uban), II) selalu cepat dalam
mata simetris, konjungtiva mengatasi masalah yang
anemis, iktherik (-), edema (-), dialami anggota
tidak terlihat adanya kekeruhan keluarganya, sehingga tidak
99

pada mata, hidung bersih, ada masalah yang berlarut-


fungsi penciuman baik, tidak larut.
ada secret, tidak ada
pernapasan cuping hidung, Pada pemeriksaan fisik
telinga bersih, simetris, fungsi didapatkan kesadaran
pendengaran baik, mulut compos mentis kooperatif
bersih, mukosa bibir kering, TB: 145 cm, BB : 37 Kg,
tonsil tidak ada
TD: 130/80 mmHg. Hr :
pembengkakan, karies (+), 109x/i. RR : 23x/i. Suhu :
leher tidak ada pembengkakan 36,80c. . kepala simetris,
kelenjer getah bening, thorax I:
tidak ada lesi, rambut
simetris kiri dan kanan, tarikan
bersih, warna putih (uban),
dinding dada (-), P: fremitus mata simetris, konjungtiva
kiri dan kanan, P: sonor, A: anemis, iktherik (-), edema
bronkovesikuler, ronchi (-), (-), tidak terlihat adanya
wheezing (-), jantung I: Ictuskekeruhan pada mata,
cordis terlihat, P: Ictus cordis
hidung bersih, fungsi
teraba, P: Pekak, A: Reguler, penciuman baik, tidak ada
abdomen I: Simetris, A: BU secret, tidak ada pernapasan
normal, P: Distensi (-), nyericuping hidung, telinga
tekan (-), hepar tidak teraba,bersih, simetris, fungsi
limpa tidak teraba, P: Tympani,
pendengaran baik, mulut
ekstremitas atas dan bawah bersih, mukosa bibir kering,
Edema (-), CRT <2 detik, tonsil tidak ada
turgor buruk, akral hangat danpembengkakan, leher tidak
genetalia tidak dilakukan
ada pembengkakan kelenjer
pemeriksaan dan tidak ada getah bening, thorax I:
keluhan. akral hangat, CRT simetris kiri dan kanan,
kembali <2 detik. Kekuatan tarikan dinding dada (-), P:
otot: fremitus kiri dan kanan, P:
5555 5555
sonor, A: bronkovesikuler,
5555 3333
ronchi (-), wheezing (-),
jantung I: Ictus cordis
Saat dilakukan pengkajian terlihat, P: Ictus cordis
tanggal 22 Mei 2017 jam 10.00 teraba, P: Pekak, A:

PoltekkesKe
menkes
Padang
Wib, Ny. Ra (Partisipan I) Reguler, abdomen I:
mengeluh tidak bisa berdiri Simetris, A: BU normal, P:
lama, dan jika berdiri harus Distensi (-), nyeri tekan (-),
berpegangan. Ny. Ra hepar tidak teraba, limpa
mengalami kesulitan berganti tidak teraba, P: Tympani,
posisi dari duduk ke berdiri. ekstremitas atas dan bawah
melakukan sholat 5 waktu di Edema (-), CRT <2 detik,
rumah dengan posisi duduk. turgor buruk, akral hangat
dan saat ditanya pengetahuan dan genetalia tidak
Ny. Ra mengenai hambatan dilakukan pemeriksaan dan
mobilitas fisik Ny.Ra tidak ada keluhan. akral
mengatakan kurang hangat, CRT kembali <2
mengethaui bagaimana detik. Kekuatan otot:
penatalaksaan hambatan
mobilitas fisik.
5555 5555

4444 4444

Saat dilakukan pengkajian


tanggal 22 Mei 2017 jam
11.00 Wib, Ny. Ro
(Partisipan II) mengeluh
tidak bisa berdiri lama, dan
jika berdiri harus
berpegangan. Ny. Ro
mengalami kesulitan
berganti posisi dari duduk
ke berdiri. melakukan sholat
5 waktu di rumah dengan
posisi duduk. dan saat
ditanya pengetahuan Ny.
Ro mengenai hambatan
mobilitas fisik Ny.Ro
mengatakan kurang
mengetahui bagaimana
101

penataklaksanaan hambatan
mobilitas fisik tersebut.

Analisa Data Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan pengkajian


dan Diagnosa didapatkan analisa data sebagai didapatkan analisa data
Keperawatan berikut: sebagai berikut:

DX I DX I

DS: DS:

- Ny. Ra mengatakan a. Ny. Ro


melakukan sholat mengatakan
dengan posisi duduk. melakukan sholat
- Ny. Ra mengeluh tidak dengan posisi
bisa berdiri lama dan duduk.
jika berdiri harus b. Ny. Ro mengeluh
berpegangan pada tidak bisa berdiri
tongkat lama dan jika
- Ny. Ra mengatakan berdiri harus
mengalami kesulitan berpegangan pada
merubah posisi dari tongkat
duduk ke berdiri c. Ny. Ro
- An. N mengatakan mengatakan
kebutuhan sehari hari mengalami
Ny. Ra seperti makan kesulitan merubah
masih dapat dilakukan posisi dari duduk
sendiri, namun perlu ke berdiri
disiapkan, untuk d. Ny. Ro seperti
aktivitas toileting makan masih dapat
dibantu keluarga dan dilakukan sendiri,
mandi menggunakan namun perlu
kursi roda dan dibantu disiapkan, untuk
oleh keluarga aktivitas toileting
- An. N mengatakan Ny. dibantu keluarga
Ra (Partisipan I) jarang dan mandi dibantu
menggerakan kaki sebagian oleh
kanannya, karena nyeri keluarga
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan

PoltekkesKe
menkes
Padang
- Ny. Ra mengeluh nyeri DO:
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan a. Kekuatan otot
extremitas bawah
kurang bila
DO: dibandingkan
dengan bagian lain
- Kekuatan otot extremitas b. Untuk ambulansi
bawah kurang bila Ny. Ro
dibandingkan dengan menggunakan
bagian lain tongkat
- Untuk ambulansi Ny. Ra c. Ny. Ro
menggunakan tongkat sempoyongan saat
- Kaki kanan Ny. Ra berjalan.
kelihatan mengecil

DX 2
DX 2

2. DS 2. DS

- Ny. Ra (partisipan 1) a. Ny. Ro mengatakan


mengatakan senang tidak tau mengenai
berbaring di kursi hambatan mobilitas
panjang yang terletak di fisik dan resikonya
ruang tamu.
- Keluarga mengatakan Ny. b. Ny. Ro mengatakan
Ra (partisipan 1) selalu keluarga
meminta tolong bila melarangnya jalan
meminta pagi
mengambilkan sesuatu
bila sedang berbaring
- Keluarga khawatir bila
Ny. Ra banyak DO:
beraktifitas
a. Ny. Ro mengatakan
hanya tahu sendinya
DO: kaku saja. Dan saat
ditanya tentang
-Setiap hari Ny. Ra hambatan mobilitas
(partisipan 1) kelihatan fisik dan bagaimana
berbaring di kursi penatalaksanaannya
103

panjang beliau tidak tau


-Dikursi panjang sudah
dipersiapkan semua
kebutuhan Ny. Ra 3.. DS
seperti air minum,
snack, baju ganti dan a. Ny. Ro
perlengkapan sholat. mengatakan kalau
-Keluarga dan Ny. Ra jalan kakinya
tampak kebingungan gemetar.
saat ditanya tentang b. Ny. Ro
manfaat aktifitas fisik mengatakan selalu
dan resiko gaya hidup menggunakan
kurang gerak. sandal supaya
-Tubuh Ny. Ra tidak bugar tidak licin
c. Ny. Ro
mengatakan takut
DX 3 tersandung dan
terjatuh sehingga
DS: berjalan dengan
hati-hati
- An. M mengatakan Ny.
Ra (partisipan 1)
pernah jatuh 2x. Jatuh DO:
yang pertama terjadi
sekitar 13 tahun yang a. Terdapat
lalu saat berboncengan perbedaan
motor dengan anaknya. ketinggian lantai di
Pada saat itu Ny. Ra beberapa ruang
mengalami keretakan rumah
pada tulang panggul b. Dikamar mandi
sebelah kanan tetapi terdapat jamban
tidak mau dioperasi jongkok
- Jatuh kedua terjadi di c. Postur tubuh
kamar mandi karena membungkuk
d. Ny. Ro berjalan
terpeleset
sangat hati-hati
- Ny. Ra (partisipan 1)
e. Posisi tubuh Ny.
mengatakan selalu
Ro membungkuk
berhati-hati bila
f. Ny. Ro sudah
berjalan ke kamar
menggunakan
mandi
sandal karet

PoltekkesKe
menkes
Padang
DO: didalam dan di luar
rumah
- Terdapat perbedaan g. Penglihatan Ny.
ketinggian lantai di Ro sudah mulai
beberapa ruang rumah berkurang
- Lantai kamar mandi
licin, jamban yang
digunakan masih Setelah dilakukan analisa
jamban jongkok data dari hasil pengkajian
- Ny. Ra (partisipan 1) tersebut didapatkan masalah
pincang saat berjalan keperawatan pada Ny. Ro
- Ny. Ra (partisipan 1) (Partisipan II) yaitu :
nampak meringis pada
saat ambulansi
- Penglihatan Ny. Ra
mulai berkurang. 1. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan
ketidakmampuan
Setelah dilakukan analisa data anggota keluarga dalam
dari hasil pengkajian tersebut merawat anggota
didapatkan masalah keluarga yang sakit
keperawatan pada Ny. Ra 2. Resiko jatuh
(Partisipan I) yaitu : berhubungan dengan
ketidakmampuan
keluarga dalam
menciptakan lingkungan
1. Hambatan mobilitas fisik yang aman bagi lansia
berhubungan dengan
ketidakmampuan anggota
keluarga dalam merawat Setelah dilakukan analisa
anggota keluarga yang sakit data dari hasil pengkajian
tersebut didapatkan masalah
keperawatan pada Ny. Ra
2. Gaya hidup kurang gerak (Partisipan I) yaitu :
berhubungan dengan
ketidaktauan keluarga
dalam merawat anggota
keluarga yang sakit. 1. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan
ketidakmampuan
3. Resiko jatuh berhubungan anggota keluarga dalam
dengan ketidakmampuan merawat anggota
105

keluarga dalam keluarga yang sakit


menciptakan lingkungan
yang aman bagi lansia
2. Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan
ketidaktauan keluarga
dalam merawat keluarga
yang sakit

3. Resiko jatuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
keluarga dalam
menciptakan lingkungan
yang aman bagi lansia.

Intervensi Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan


Keperawatan dirumuskan berdasarkan dirumuskan berdasarkan
diagnosa yang telah diagnosa yang telah
didapatkan, berdasarkan tujuan didapatkan, berdasarkan
umum dan TUK yang di tujuan umum dan TUK yang
lengkapi dengan kriteria dan di lengkapi dengan kriteria
standar. dan standar.

1. Hambatan mobilitas fisik 1. Hambatan mobilitas


berhubungan dengan fisik berhubungan
ketidakmampuan anggota dengan
keluarga dalam merawat ketidakmampuan
anggota keluarga yang anggota keluarga
sakit dalam merawat
Tujuan umum : Setelah anggota keluarga yang
dilakukan intervensi sakit
keperawatan selama 10 kali Tujuan umum : Setelah
kunjungan bertujuan setelah dilakukan intervensi
dilakukan tindakan keperawatan selama 10
keperawatan mobilitas fisik kali kunjungan bertujuan
mengaktifkan kembali

PoltekkesKe
menkes
Padang
akan fungsi otot sehingga
kekuatan otot meningkat
meningkat dan pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-
TUK 1 : hari dapat dilakukan
Sesuai dengan tugas secara mandiri.
perawatan keluarga yang
pertama yaitu mengenal TUK 1 :
sesuai dengan tugas
masalah dengan cara
perawatan keluarga yang
mengkaji pengetahuan
pertama yaitu mengenal
keluarga tentang hambatan
masalah, dengan cara
mobilitas fisik dan
mengkaji pengetahuan
melakukan melakukan
keluarga tentang
penyuluhan tentang
hambatan mobilitas fisik
hambatan mobilitas fisik
dan melakukan
dan upaya pencegahan
penyuluhan tentang
imobilisasi.
gangguan mobilitas fisik
dan upaya pencegahan.

TUK 2: Mengambil
keputusan dengan
TUK 2: Mengambil
mendiskusikan tindakan
keputusan dengan
yang harus dilakukan jika
mendiskusikan tindakan
terjadi masalah kesehatan
yang harus dilakukan
dalam keluarga.
jika terjadi masalah
TUK 3: Merawat anggota kesehatan dalam
keluarga dengan cara cara keluarga.
mendemonstrasikan ROM
TUK 3: Merawat
aktif (Range of Motion)
anggota keluarga dengan
bersama keluarga
cara mengkaji
TUK 4 : Melakukan pengetahuan tentang
konseling dan memotivasi nutrisi dan asupan
keluarga Ny. Ra (Partisipan makan sehari-hari
I) untuk dapat
TUK 4 : Melakukan
memodifikasi lingkungan
konseling dan
107

yang aman untuk Ny. Ra memotivasi keluarga Ny.


(Partisipan I) dalam Ro (Partisipan II) untuk
beraktifitas . dapat memodifikasi
lingkungan yang aman
TUK 5 : Memanfaatkan untuk Ny. Ro (Partisipan
pelayanan kesehatan untuk II) dalam beraktifitas
mengatasi masalah
Mobilitas fisik TUK 5 : Memanfaatkan
pelayanan kesehatan
untuk mengatasi
2. Gaya hidup kurang gerak masalah Mobilitas fisik
berhubungan dengan
ketidakmampuan
keluarga dalam merawat
2. Defisiensi
anggota keluarga yang
Pengetahuan pada
sakit.
keluarga Ny. Ro
Tujuan Umum : Setelah
berhubungan
dilakukan intervensi dengan
keperawatan selama 10 kali ketidaktahuan
kunjungan, Ny. Ra keluarga akan
menunjukkan adanya hambatan mobilitas
toleransi aktivitas fisik.
Tujuan Umum:
TUK 1 : Sesuai dengan Setelah dilakukan
tugas perawatan keluarga intervensi
yang pertama yaitu keperawatam selama
mengenal masalah, dengan kunjungan 10 kali,
cara mengkaji pengetahuan Ny. Ro dan keluarga
keluarga dan Ny. Ra tentang paham apa akibat
manfaat aktifitas fisik dari mobilitas fisik

TUK 2: Mengambil TUK 1: mengenal


keputusan dengan masalah dengan cara
mendiskusikan tindakan mengkaji defisiensi
yang harus dilakukan jika pengetahuan tentang
terjadi masalah kesehatan hambatan mobilitas fisik
dalam keluarga

PoltekkesKe
menkes
Padang
TUK 2: Mengambil
TUK 3: merawat anggota keputusan dengan
keluarga dengan cara mendiskusikan tindakan
pengembangkan program yang harus dilakukan
latihan fisik yang sesuai jika terjadi masalah
dengan kecakapan fisik, kesehatan dalam
keinginan pribadi, dan keluarga.
rutinitas sehari-hari klien,
anjurkan berjalan sebagai TUK 3: merawat
latihan fisik yang mudah anggota keluarga dengan
diterapakan ke dalam cara mencegah defisiensi
rutinitas sehari-hari, murah, pengetahuan
tidak menuntut kodisi fisik
yang paling bugar, dan
TUK 4 : Melakukan
dapat dilakukan dengan
konseling dan
pasangan untuk dukungan
memotivasi keluarga Ny.
Ro (Partisipan II) untuk
TUK 4 : Melakukan dapat memodifikasi
konseling dan memotivasi lingkungan yang aman
keluarga Ny. Ra (Partisipan untuk Ny. Ro (Partisipan
I) untuk dapat II) di rumah.
memodifikasi lingkungan
yang aman untuk Ny. Ra TUK 5 : Memanfaatkan
(Partisipan I) pelayanan kesehatan
untuk mengatasi masalah
TUK 5 : Memanfaatkan gangguan moblitas fisik
pelayanan kesehatan untuk pada penderita
mengatasi masalah gaya
hidup kurang gerak
3. Resiko jatuh
berhubungan dengan
3. Resiko jatuh ketidakmampuan
berhubungan dengan keluarga dalam
ketidakmampuan menciptakan lingkungan
keluarga dalam
yang aman bagi lansia
menciptakan lingkungan
yang aman bagi lansia
109

TUK 1: mengenal masalah TUK 1: mengenal


dengan cara memberikan masalah dengan cara
penyuluhan yang sesuai mengkaji pengetahuan
dengan strategi dan tentang resiko jatuh pada
tindakan untuk pencegahan pasien yang mengalami
jatuh hambatan mobilitas fisik

TUK 2: Mengambil TUK 2: Mengambil


keputusan dengan keputusan dengan
mendiskusikan tindakan mendiskusikan tindakan
yang harus dilakukan jika yang harus dilakukan
terjadi masalah kesehatan jika terjadi masalah
dalam keluarga. kesehatan dalam
keluarga.
TUK 3: merawat anggota
keluarga dengan TUK 3: merawat
anggota keluarga dengan
Meningkatkan kekuatan
cara mencegah jatuh
otot dan yang menyebabkan
resiko jatuh , TUK 4 : Melakukan
mengidentifikasi bersama konseling dan
residen lingkungan yang memotivasi keluarga Ny.
dapat meningkatkan Ro (Partisipan II) untuk
kemungkinan jatuh, dapat memodifikasi
lingkungan yang aman
untuk Ny. Ro (Partisipan
TUK 4 : Melakukan II) di rumah.
konseling dan memotivasi
keluarga Ny. Ra (Partisipan TUK 5 : Memanfaatkan
I) untuk pelayanan kesehatan
mengidentifikasikan untuk mengatasi masalah
lingkungan yang dapat gangguan moblitas fisik
meningkatkan pada penderita
kemungkinan jatuh,

PoltekkesKe
menkes
Padang
TUK 5 : Memanfaatkan
pelayanan kesehatan untuk
mengatasi masalah
gangguan moblitas fisik
pada penderita

Implementasi Setelah merumuskan intervensi Setelah merumuskan


Keperawatan yang disusun, maka langkah intervensi yang disusun,
selanjutnya adalah maka langkah selanjutnya
melaksanakan implementasi adalah melaksanakan
sesuai dengan intervensi yang implementasi sesuai dengan
telah dibuat. Namun dari intervensi yang telah dibuat.
beberapa intervensi yang telah Namun dari beberapa
dilaksanakan ada beberapa intervensi yang telah
intervensi yang tidak sesuai dilaksanakan ada beberapa
dengan tanggal dan ada intervensi yang tidak sesuai
beberapa intervensi yang dengan tanggal dan ada
digabung pelaksanaanya beberapa intervensi yang
seperti tugas khusus keluarga digabung pelaksanaanya
yang pertama dan kedua yaitu seperti tugas khusus
memberikan pendidikan keluarga yang pertama dan
kesehatan dan mengambil kedua yaitu memberikan
keputusan. pendidikan kesehatan dan
mengambil keputusan.

1. Implementasi dari diagnosa


yang pertama yaitu 1. Implementasi dari
Hambatan mobilitas fisik diagnosa yang pertama
berhubungan dengan
yaitu Hambatan
ketidakmampuan dalam
merawat anggota mobilitas fisik
keluarga yang sakit.. berhubungan dengan
Dilakukan pada hari Senin ketidakmampuan
tanggal 22 Mei 2017 jam dalam merawat
10.00 WIB, yaitu mengkaji anggota keluarga yang
pengetahuan keluarga dan sakit . dilakukan secara
melakukan pendidikan
bersamaan dengan
kesehatan tentang hambatan
111

mobilitas fisik, selanjutnya defisiensi pengetahuan


dilakukan pada hari yang keluarga Ny. Ro
sama jam 14.00 WIB yaitu berhubungan dengan
dengan cara mengkaji
ketidaktauan dalam
pengetahuan keluarga
dengan melakukan merawat anggota
pendidikan kesehatan keluerga yang sakit
tentang cara merawat klien pada hari Senin tanggal
dengan hambatan mobilitas 22 Mei 2017 jam 11.00
fisik di rumah dan WIB, yaitu mengkaji
mengenal masalah pengetahuan keluarga
kesehatan.
mengenai hambatan
mobilitas fisik,
Tanggal 23 Mei 2017 selanjutnya dilakukan
kunjungan 2 x dilakukan pada hari yang sama
yaitu jam 10.00 Wib dan jam 15.00 WIB yaitu
jam 14.00 Wib dengan cara mengkaji
pengetahuan keluarga
Mendiskusikan dengan Ny. dengan melakukan
Ra (Partisipan I) tentang pendidikan kesehatan
masalah kekakuan pada tentang cara merawat
sendi dan otot yang dialami klien dengan hambatan
Ny. Ra (Partisipan I), untuk mobilitas fisik di rumah
mengetahui secara jelas dan mengenal masalah
penyebab kekakuan pada kesehatan.
pada sendi dan otot yang
dialami. Diskusikan dengan Tanggal 23 Mei 2017
Ny. Ra (Partisipan I) kunjungan 2 x dilakukan
aktivitas yang masih dapat yaitu jam 11.00 Wib dan
dilakukan untuk jam 15.00 Wib
meningkatkan partisipasi
Ny. Ra (Partisipan I) dalam Mendiskusikan dengan
melakukan aktivitas. Ny. Ro (Partisipan II)
Diskusikan dengan Ny. Ra tentang masalah
(Partisipan I) mengenai kekakuan pada sendi dan
perawatan yang telah otot yang dialami Ny.
dilakukan Ro (Partisipan II) untuk

PoltekkesKe
menkes
Padang
untuk mengurangi nyeri mengetahui secara jelas
sendi, Menganjurkan Ny. penyebab kekakuan pada
Ra (Partisipan I) untuk pada sendi dan otot yang
berjemur pada pagi hari dialami. Diskusikan
untuk mendapatkan dengan Ny. Ro
penyinaran langsung dari (Partisipan II) aktivitas
matahari sebagai sumber yang masih dapat
vitamin D yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kekuatan meningkatkan partisipasi
tulang dan sendi. Ny. Ro (Partisipan II)
dalam melakukan
aktivitas. Diskusikan
Tanggal 24 Mei 2017 jam dengan Ny. Ro
10.00 wib,, mengambil (Partisipan II) mengenai
keputusan tindakan perawatan yang telah
melakukan latihan rentang dilakukan
gerak (ROM) ROM untuk mengurangi nyeri
dilakukan dengan terlebih sendi, Menganjurkan Ny.
dahulu melakukan Ro (Partisipan II) untuk
observasi vital sign dan berjemur pada pagi hari
menanyakan keluhan yang untuk mendapatkan
dirasakan residen saat itu penyinaran langsung dari
latihan dilanjutkan pada matahari sebagai sumber
hari yang sama jam 13.00 vitamin D yang dapat
Wib meningkatkan kekuatan
tulang dan sendi.

Rabu tanggal 24 Mei 2017


jam 14.00 mengulangi Tanggal 24 Mei 2017
gerakan yang telah jam 11.00 wib,
diajarkan tadi pagi. mengambil keputusan
tindakan melakukan
latihan rentang gerak
(ROM) ROM dilakukan
Kamis tanggal 25 Mei 2017
dengan terlebih dahulu
jam 10.00 Wib,
melakukan observasi
mengevaluasi gerakan yang
113

diajarkan sebelumnya, dan vital sign dan


menanyakan tentang latihan menanyakan keluhan
rentang gerak yang telah yang dirasakan residen
diajarkan apakah sudah saat itu
diulangi di dalam kamar
sebelum tidur atau setelah latihan dilanjutkan pada
bangun. jam 14.00 Wib

2. Implementasi diagnose Rabu tanggal 24 Mei


Gaya hidup kurang gerak 2017 jam 15.00
berhubungan dengan mengulangi gerakan
ketidakmampuan yang telah diajarkan tadi
keluarga dalam merawat pagi.
anggota keluarga yang
sakit
2 x pertemuan pada hari
Dilakukan tanggal 25 Mei
kamis tanggal 25 Mei
2017 jam 14.00 wib
2017 jam 11.00 Wib,
mengkaji pengetahuan
mengevaluasi gerakan
keluarga Ny. Ra tentang
yang diajarkan
manfaat latihan fisik bagi
sebelumnya, dan
kesehatan. Bantu klien
menanyakan tentang
mengembangkan program
latihan rentang gerak
latihan fisik yang sesuai
yang telah diajarkan
dengan kecakapan fisik,
apakah sudah diulangi di
keinginan pribadi, dan
dalam kamar sebelum
rutinitas sehari-hari klien,
tidur atau setelah
Anjurkan berjalan sebagai
bangun.
latihan fisik yang mudah
diterapkan, menganjurkan
Ny. Ro melakukan latihan
fisik bersama anggota 2. Implementasi diagnosa
Resiko jatuh
keluarga.
berhubungan dengan
ketidakmampuan

PoltekkesKe
menkes
Padang
keluarga dalam
merawat anggota
3. Implementasi diagnosa keluarga yang sakit
Resiko jatuh
berhubungan dengan Mengidentifikasi: fisik
ketidakmampuan pasien yang dapat
keluarga dalam merawat meningkatkan potensi
anggota keluarga yang jatuh dalam lingkungan
sakit tertentu, prilaku dan
faktor yang dapat
Mengidentifikasi: fisik
mempengaruhi risiko
pasien yang dapat
jatuh, karakteristik
meningkatkan potensi jatuh
lingkungan yang dapat
dalam lingkungan tertentu,
meningkatkan potensi
prilaku dan faktor yang
untuk jatuh dan Ny. Ro
dapat mempengaruhi risiko
mampu memberikan
jatuh, karakteristik
penjelasan tentang hal-
lingkungan yang dapat
hal yang ditanyakan
meningkatkan potensi jatuh
dengan jelas dan tepat
dan Ny. Ra mampu
pada tanggal 26 Mei
memberikan penjelasan
2017 dalam 2x
tentang hal-hal yang
pertemuan pagi dan
ditanyakan dengan jelas
sore. Sedangkan
dan tepat. Ini dilakukan
implementasi
pada hari Jum’at tanggal 26
pemanfaatan pelayanan
Mei 2017 jam 10.00 wib
kesehatan untuk ketiga
dalam 2x pertemuan pagi
diagnosa keperawatan
implementasi dan sore.
dilakukan sekaligus
Sedangkan implementasi
pada hari sabtu tanggal
pemanfaatan pelayanan
26 Mei 2017 jam 14.00
kesehatan untuk ketiga
wib.
diagnosa keperawatan
dilakukan sekaligus pada
hari sabtu tanggal 26 Mei
2017 jam 13.00 wib.

Evaluasi 1. Evaluasi dilakukan setiap 1.Evaluasi dilakukan setiap


Keperawatan kali implementasi kali implementasi
115

dilakukan, evaluasi dilakukan, evaluasi


diagnosa pertama diagnosa pertama
Hambatan mobilitas fisik Hambatan mobilitas
berhubungan dengan
fisik berhubungan
ketidakmampuan anggota
keluarga dalam merawat dengan
anggota keluarga yang ketidakmampuan
sakit didapatkan anggota keluarga dalam
merawat anggota
keluarga yang sakit
S:
didapatkan
a. Keluarga mengatakan
mengenal masalah
kesehatan hambatan S:
mobilitas fisik
b. Keluarga mengatakan a. Keluarga mengatakan
mampu mengambil mengenal masalah
keputusan tindakan kesehatan hambatan
kesehatan yang tepat mobilitas fisik
c. Keluarga mengatakan b. Keluarga mengatakan
mampu merawat anggota mampu mengambil
keluarga yang sakit keputusan tindakan
d. Keluarga mengatakan kesehatan yang tepat
mampu memodifikasi c. Keluarga mengatakan
lingkungan untuk mampu merawat
menunjang kesehatan anggota keluarga
keluarga. yang sakit
e. Keluarga mengatakan d. Keluarga mengatakan
mampu memanfaatkan tidak mampu
pelayanan kesehatan memodifikasi
lingkungan untuk
menunjang kesehatan
O: keluarga.
e. Keluarga mengatakan
1. Keluarga tampak
mampu
mengenal masalah
memanfaatkan
kesehatan hambatan
pelayanan kesehatan
mobilitas fisik
2.
Keluarga tampak mampu

PoltekkesKe
menkes
Padang
mengambil keputusan O:
tindakan kesehatan yang
tepat 1. Keluarga tampak
3. mengenal masalah
Keluarga tampak belum kesehatan hambatan
mampu merawat anggota mobilitas fisik
keluarga yang sakit 2.
4. Keluarga tampak mampu
Keluarga tampak tmampu mengambil keputusan
memodifikasi tindakan kesehatan
lingkungan untuk yang tepat
menunjang kesehatan 3.
keluarga. Keluarga tampak belum
5. Keluarga tampak mampu mampu merawat
memanfaatkan anggota keluarga
pelayanan kesehatan yang sakit
4.
Keluarga belum mampu
A: Masalah teratasi sebagian memodifikasi
lingkungan
P: Intervensi dilanjutkan sepenuhnya untuk
menunjang kesehatan
keluarga.
5. Keluarga tampak
2. Evaluasi pada diagnosa mampu
kedua Gaya hidup kurang memanfaatkan
gerak berhubungan pelayanan kesehatan
dengan ketidakmampuan
keluarga merawat
anggota keluarga yang A: Masalah teratasi
sakit sebagian

P: Intervensi dilanjutkan
S:

1.
Keluarga mengatakan .3. Evaluasi pada diagnosa
mengenal manfaat ketiga
aktifitas fisik dan
masalah kesehatan gaya Defisiensi pengetahuan
hidup kurang gerak
berhubungan dengan
2.
Keluarga mengatakan ketidaktauan keluarga
117

mampu mengambil dalam merawat anggota


keputusan tindakan keluarga yang sakit.
kesehatan yang tepat
3.
Keluarga mengatakan
mampu merawat anggota S:
keluarga yang sakit
4. 1. Keluarga mengatakan
Keluarga mengatakan tidak mengenal masalah
mampu memodifikasi defisiensi pengetahuan
lingkungan untuk tentang hambatan
menunjang kesehatan mobilitas fisik
keluarga. 2. Keluarga mengatakan
5. Keluarga mengatakan mampu mengambil
mampu memanfaatkan keputusan tindakan
pelayanan kesehatan defisiensi pengetahuan
3. Keluarga mengatakan
mampu merawat
O: anggota keluarga yang
sakit
1. Keluarga tampak 4. Keluarga mengatakan
mengenal masalah tidak mampu
hambatan mobilitas fisik memodifikasi
2. lingkungan untuk
Keluarga tampak mampu menunjang kesehatan
mengambil keputusan keluarga.
tindakan kesehatan yang
tepat
3. 5. Keluarga mengatakan
Keluarga tampak mampu mampu memanfaatkan
merawat anggota pelayanan kesehatan
keluarga yang sakit
4.
Keluarga belum mampu O:
memodifikasi
lingkungan untuk 1. Keluarga tampak
menunjang kesehatan mengenal masalah
keluarga. defiseiensi
5. Keluarga tampak mampu pengetahuan hambatan
memanfaatkan mobilitas fisik
pelayanan kesehatan 2. Keluarga tampak

PoltekkesKe
menkes
Padang
mampu mengambil
keputusan tindakan
A: Masalah teratasi kesehatan yang tepat
3. Keluarga tampak
P: Intervensi dilanjutkan ke mampu merawat
diagnosa berikutnya anggota keluarga yang
sakit
4. Keluarga mampu
memodifikasi
3. Evaluasi pada diagnosa lingkungan untuk
ketiga menunjang kesehatan
keluarga.
Resiko jatuh 5. Keluarga tampak
berhubungan dengan mampu memanfaatkan
ketidakmampuan pelayanan kesehatan
keluarga dalam A: Masalah teratasi
menciptakan lingkungan
P: Intervensi dilanjutkan
yang aman bagi lansia
ke diagnose
didapatkan:
berikutnya

S:

1.
Keluarga mengatakan 3.Evaluasi pada diagnosa
mengenal masalah ketiga
resiko jatuh
2. Resiko jatuh berhubungan
Keluarga mengatakan dengan ketidakmampuan
mampu mengambil keluarga dalam
keputusan tindakan menciptakan lingkungan
kesehatan yang tepat yang aman bagi lansia
3.
Keluarga mengatakan didapatkan:
mampu merawat anggota
keluarga yang sakit
4.
Keluarga mengatakan tidak S:
mampu memodifikasi
lingkungan untuk 1. Keluarga mengatakan
menunjang kesehatan mengenal masalah
119

keluarga. resiko jatuh


5. 2. Keluarga mengatakan
Keluarga mengatakan mampu mengambil
mampu memanfaatkan keputusan tindakan
pelayanan kesehatan kesehatan yang tepat
3. Keluarga mengatakan
mampu merawat anggota
O: keluarga yang sakit
4. Keluarga mengatakan
1. tidak mampu
Keluarga tampak mengenal memodifikasi
masalah kesehatan lingkungan untuk
resiko jatuh menunjang kesehatan
2. keluarga.
Keluarga tampak mampu 5. Keluarga mengatakan
mengambil keputusan mampu memanfaatkan
tindakan kesehatan yang pelayanan kesehatan
tepat
3.
Keluarga tampak mampu O:
merawat anggota
keluarga yang sakit 1. Keluarga tampak
4. mengenal masalah
Keluarga belum mampu kesehatan resiko jatuh
memodifikasi 2. Keluarga tampak mampu
lingkungan untuk mengambil keputusan
menunjang kesehatan tindakan kesehatan yang
keluarga. tepat
5. 3. Keluarga tampak mampu
Keluarga tampak mampu merawat anggota
memanfaatkan keluarga yang sakit
pelayanan kesehatan 4. Keluarga belum mampu
memodifikasi
lingkungan untuk
A: Masalah belum teratasi menunjang kesehatan
keluarga.
P: Intervensi dilanjutkan 5. Keluarga tampak mampu
memanfaatkan
pelayanan kesehatan

PoltekkesKe
menkes
Padang
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

B. Pembahasan Kasus
Setelah dilakukan penerapan asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan
gangguan mobilitas fisik di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kota Padang yang
telah dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai tanggal 26 Mei 2017 selama 2 kali
kunjungan perhari, penelitian ini dilakukan pada dua partisipan yaitu Ny. Ra
(Partisipan I) dan Ny. Ro (Partisipan II). Pada BAB pembahasan penulis akan
menjabarkan adanya kesesuaian maupun kesenjangan yang terdapat pada pasien
antara teori dengan kasus. Tahapan pembahasan sesuai dengan tahapan asuhan
keperawatan yang dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa, merumuskan
rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan

1. Pengkajian
Pengakajian merupakan satu tahapan dimana perawat mengambil data yang
ditandai dengan pengumpulan informasi terus menerus dan keputusan
professional yang mengandung arti terhadap informasi yang dikumpulkan.
Pengumpulan data keluarga berasal dari berbagai sumber : wawancara,
observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang dilaporkan anggota
keluarga (Padila, 2012). Sesuai dengan teori yang dijabarkan diatas penulis
melakukan pengkajian pada keluarga Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny.Ro
(Partisipan II) dengan menggunakan format pengkajian keluarga, metode
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik untuk menambah data yang
diperlukan.
121

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 22-26 Mei 2017 menunjukkan bahwa
kedua klien Ny. Ra dan Ny. Ro mengalami masalah hambatan mobilitas fisik
akibat adanya tanda-tanda yang didapatkan dari Ny. Ra dan Ny. Ro diantaranya
kekuatan otot mempunyai nilai 3 dan 4 yaitu adanya pergerakan sendi, otot
dapat melawan pengaruh gravitasi dengan tahanan ringan, pada semua
ekstremitas kanan dan kiri, jika Ny. Ra dan Ny. Ro berdiri harus berpegangan
pada handrail dan tidak bisa berjalan dengan cepat, dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari residen dibantu oleh keluarga dan tampak selalu
menggunakan tongkat. Keadaan fisik Ny. Ra dan Ny. Ro ini sesuai dengan
NANDA, 2012 hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan pada pergerakan
fisik tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Latihan fisik
dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan kelompok otot yang
diperlukan untuk ambulasi (Potter & Perry, 2005). Latihan dilakukan secara
bertahap, disesuaikan dengan kemampuan lansia (Siburian, 2006; Martono,
2009)..

Jatuh yang pernah dialami oleh Ny. Ra dan juga beresiko kepada Ny. Ro karena
mengalami gangguan fungsi tungkai bawah, gangguan keseimbangan, dan
kemampuan gerak. Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan,
dimana kondisi lansia berada di bawah atau lantai tanpa disengaja, dengan atau
tanpa saksi (Kobayashi, et. al. 2009). Berdasarkan survei di masyarakat AS
terdapat sekitar 30% lansia berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya
(Fuller,2007). Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang, lima
persen dari penderita jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan
perawatan di rumah sakit (Fuller,2007, Kane Oslander, 2009). Hasil penelitian
Kekuatan otot Ny. Ra dan Ny Ro yang kurang dikarenakan adanya penurunan

PoltekkesKe
menkes
Padang
massa otot, perubahan distribusi darah ke otot, otot menjadi lebih kaku dan ada
penurunan kekuatan otot

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke sistem


keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan
potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan
lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman
( Friedman, 2010).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan masalah


gangguan mobilitas fisik (NANDA NIC NOC, 2016):
7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak
8) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan imobilitas
9) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru.
10) Konstipasi berhubungan dengan penurunan menurunnya mobilitas
usus
11) Resiko cedera berhubungan dengan ketidaktepatan teknik
pemindahan

Sedangkan diagnosa yang dijumpai pada kasus ada sedikit berbeda dengan yang
dikemukakan oleh teori dimana kemungkinan diagnosa yang muncul mengacu
pada NANDA yang terdapat 5 diagnosa, dan yang ditemukan hanya 3 diagnosa..
Diagnosa yang dijumpai dalam kasus keluarga Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro
(Partisipan II) yaitu :
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit
123

b. Gaya hidup kurang gerak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga


merawat anggota keluarga yang sakit
c. resiko jatuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan ketidaktauan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit

Masalah yang didapatkan adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
data ini didukung oleh Ny. Ra (Partisipan I) mengatakan Ny. Ro (Partisipan II)
berdiri harus berpegangan pada handrail dan tidak bisa berjalan dengan cepat,
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari Ny. Ra dibantu oleh keluarga dan
tampak selalu menggunakan tongkat. Ny. Ra (partisipan I) dan Ny. Ro
(Partisipan II) mengalami kesulitan dalam merubah posisi dari duduk ke berdiri.
Sedangkan data objektif yang mendukung yaitu: , TD 130/90 mmHg. Hr :
108x/i. RR : 22x/i. Suhu : 36,70C, kekuatan otot 555/333. Sama halnya dengan
Ny. Ro (Partisipan II), keluarga mengatakan berdiri harus berpegangan pada
handrail dan tidak bisa berjalan dengan cepat, dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari Ny. Ro dibantu oleh keluarga dan tampak selalu menggunakan
tongkat. Ny. Ro (partisipan I) dan Ny. Ro (Partisipan II) mengalami kesulitan
dalam merubah posisi dari duduk ke berdiri. Sedangkan data objektif yang
mendukung yaitu: TD 130/80 mmHg. Hr : 109x/i. RR : 23x/i. Suhu : 36,8 0c.
kekuatan otot 555/444.

Diagnosas pertama ini sesuai dengan proses penuaan maka terjadi berbagai
kemunduran kemampuan dalam beraktivitas karena adanya kemunduran
kemampuan fisik, penglihatan, pendengaran sehingga terkadang seorang lanjut

PoltekkesKe
menkes
Padang
usia membutuhkan alat bantu untuk mempermudah dalam melakukn berbagai
aktivitas sehari-hari tesebut (Stanley, 2007).

Perubahan normal muskuloskeletal terkait usia pada lansia termasuk penurunan


atau peningkatan berat badan, pengurangan kekuatan dan kekakuan sendi-sendi
(Rinajumita, 2011).

Peneliti menegakkan diagnosa keperawatan hampir sama antara kedua


partisipan, tetapi ada 1 diagnosa pada masing-masing partisipan yang berbeda,
pada partisipan 1 peneliti menegakkan diagnosa. Diagnosa yang kedua Ny. Ra
(partisipan I) yaitu Gaya hidup kurang gerak berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Dengan
data subjektif yaitu: Ny. Ra (Partisipan I) mengatakan lebih senang berbaring
di kursi panjang yang terletak di ruang tamu rumah, keluarga Ny. Ra merasa
khawatir bila Ny. Ra banyak melakukan aktifitas fisik. didasari pada apa yang
ditemukan pada saat pengkajian. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya
rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.
Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan
fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe,
2007). Atrofi pada sistem muskuloskeletal disebabkan karena kurang aktif dari
organ tersebut, tidak cukup nutrisi, dan kurang stimulasi hormonal
(osteoporosis wanita menopause), dan kehilangan sel. Atrofi pada otot
menimbulkan tungkai mengecil (menjadi lebih kurus) karena berkurangnya
massa otot, terutama mengenai serabut otot tipe II, tenaga berkurang/menurun.
Atrofi pada saraf menyebabkan saraf kehilangan serabut myelin, sehingga
125

kecepatan hantaran saraf berkurang serta refleks menjadi lebih lambat


(Hanafiah, 2008).

Pada diagnosa kedua partisipan II yaitu Defisiensi pengetahuan berhubungan


dengan ketidaktauan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit .
Diagnosa kedua ini menurut teori yaitu Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan akan mempengaruhi tingkat keluarga dan
individu. Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat sakit akan
mempengaruhi perilaku keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan
perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan
keluarga yang dilaksanakan.

Pada diagnosa ketiga antara partisipan I dan II yaitu resiko jatuh


berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit. Jatuh adalah faktor ketiga yang mempengaruhi
kemandirian pada lansia. Jatuh pada lansia adalah masalah yang paling sering
terjadi (Stanley, 2006). Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa
diperkirakan, dimana kondisi lansia berada di bawah atau lantai tanpa
disengaja, dengan atau tanpa aksi (Kobayashi, et. al. 2009, dalam Nurviyandari,
2011). kemampuan fisik dan mental yang menurun sering menyebabkan jatuh
pada lansia, yang akan mengakibatkan penurunan aktivitas dalam kemandirian,

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan kekuatan, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternatif dan sumber,
serta menentukan prioritas (Friedman,2010). Rencana keperawatan keluarga

PoltekkesKe
menkes
Padang
terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi tujuan jangka panjang (tujuan
umum), tujuan jangka pendek (TUK), kriteria dan standar serta intervensi.
Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang
diharapkan setiap tindakan keperawatan berdasarkan TUK atau tujuan jangka
pendek yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang mengacu pada problem,
sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada etiologi (Widyanto, 2014).

Intervensi diagnosa pertama Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro (Partisipan II)


yaitu Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit , sesuai dengan tugas
perawatan keluarga yang pertama yaitu mengenal masalah dengan cara
mengakaji pengetahuan keluarga tentang hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya
mengambil keputusan dengan mendiskusikan tindakan yang harus dilakukan
jika terjadi masalah dalam keluarga. Selanjutnya merawat anggota keluarga
dengan cara demonstrasikan kegiatan untuk melatih kekuatan otot. Selanjutnya
melakukan konseling dan memotivasi keluarga untuk dapat memodifikasi
lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman serta memanfaatkan pelayanan
kesehatan untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas fisik dengan
mengujungi Puskesmas untuk berobat.

Intervensi diagnosa kedua pada Ny. Ra (Partisipan I) yaitu Gaya hidup kurang
gerak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit sesuai dengan tugas perawatan keluarga yang pertama
yaitu mengenal masalah dengan cara mengkaji pengetahuan keluarga tentang
resiko gaya hidup kurang gerak. mengambil keputusan dengan mendiskusikan
tindakan yang harus dilakukan jika terjadi masalah dalam keluarga, merawat
anggota keluarga dengan cara menganjurkan klien berjalan sebagai latihan fisik
yang mudah diterapkan ke dalam rutinitas sehari-hari, melakukan konseling dan
127

memotivasi keluarga untuk dapat memodifikasi lingkungan yang bersih, sehat


dan nyaman untuk Ny. Ra (Partisipan I) .

Intervensi diagnosa kedua pada Ny. Ro (Partisipan II) yaitu Defisiensi


Pengetahuan dengan ketidaktauan eluarga merawat anggota keluarga yang
sakit, sesuai dengan tugas perawatan keluarga yang pertama yaitu mengenal
masalah dengan cara mengkaji defisiensi pengetahuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga di rumah, mengambil keputusan dengan mendiskusikan
tindakan yang harus dilakukan jika terjadi masalah dalam keluarga, merawat
anggota keluarga dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi lansia.
melakukan konseling dan memotivasi keluarga untuk dapat memodifikasi
lingkungan

Intervensi diagnosa ketiga untuk Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro (Partisipan II)
adalah Resiko jatuh berhubungan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota yang sakit, sesuai dengan tugas perawatan keluarga yang pertama
yaitu mengenal masalah dengan cara mengakaji pengetahuan keluarga tentang
resiko jatuh dan perawatan di rumah, mengambil keputusan dengan
mendiskusikan tindakan yang harus dilakukan jika terjadi masalah dalam
keluarga, merawat anggota keluarga dengan menciptakan lingkungan yang aman
bagi lansia. melakukan konseling dan memotivasi keluarga untuk dapat
memodifikasi lingkungan yang aman untuk Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro
(Partisipan II) dan memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi
masalah hanbatan mobilitas fisik pada Ny. Ra dan Ny. Ro (Partisipan II).

4. Implementasi keperawatan

PoltekkesKe
menkes
Padang
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana
intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam keluarga dan
memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga dididik untuk dapat
menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk : mengenal masalah
kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan yang
dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya,
memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat ( Sugiharto, 2012).

Implementasi diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit pada
keluarga Ny. Ra (Partisipan I) yaitu mengenal masalah dilakukan dengan cara
mengkaji pengetahuan keluarga dan melakukan pendidikan kesehatan tentang
hambatan mobilitas fisik, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tindakan
yang akan dilakukan. Implementasi selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan
keluarga tentang merawat anggota yang sakit, dan melakukan demonstrasi
latihan rentang gerak (ROM). Dilanjutkan dengan memodifikasi lingkungan
yang nyaman dan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan pada
keluarga Ny. Ro (Partisipan II) yaitu mengenal masalah dilakukan dengan cara
mengkaji pengetahuan keluarga dan melakukan pendidikan kesehatan tentang
hambatan mobilitas fisik dan manajemen hambatan mobilitas fisik, dilanjutkan
dengan pengambilan keputusan tindakan yang akan dilakukan. Implementasi
selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan keluarga tentang merawat anggota
yang sakit, melakukan demonstrasi latihan rentang gerak, Dilanjutkan dengan
memodifikasi lingkungan yang sehat, bersih, nyaman dan memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
129

Implementasi diagnose Gaya hidup kurang gerak berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarga Ny.
Ra (Partisipan I) yaitu mengenal masalah dilakukan dengan cara mengkaji
pengetahuan keluarga dan melakukan pendidikan kesehatan tentanggaya hidup
kurang gerak, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tindakan yang akan
dilakukan. Implementasi selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan keluarga
tentang merawat anggota yang sakit, melakukan demonstrasi berjalan sebagai
latihan fisik yang mudah diterapkan ke dalam rutinitas sehari-hari, Dilanjutkan
dengan memodifikasi lingkungan yang nyaman dan memanfaatkan pelayanan
kesehatan.

Implementasi diagnose defisiensi pengetahuan berhubungan dengan


ketidaktuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Pada
eluarga Ny Ro (Partisipan II) yaitu mengenal masalah dilakukan dengan cara
mengkaji defisiensi pengetahuan keluarga dan melakukan pendidikan kesehatan
hambatan mobilitas fisik, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tindakan
yang akan dilakukan. Implementasi selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan
keluarga tentang merawat anggota yang sakit, melakukan demonstrasi berjalan
sebagai latihan fisik yang mudah diterapkan ke dalam rutinitas sehari-hari,
Dilanjutkan dengan memodifikasi lingkungan yang nyaman dan memanfaatkan
pelayanan kesehatan.

Implementasi diagnosa ketiga Resiko jatuh berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan pada keluarga Ny.
Ra (Partisipan I) yaitu mengenal masalah dilakukan dengan cara mengkaji
pengetahuan keluarga tentang jatuh, dan melakukan pendidikan kesehatan
tentang penyebab jatuh dan faktor resiko terjadinya jatuh, dilanjutkan dengan

PoltekkesKe
menkes
Padang
pengambilan keputusan tindakan yang akan dilakukan. Implementasi
selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan keluarga tentang merawat anggota
yang sakit, melakukan demonstrasi mengatasi resiko jatuh, mengidentifikasi
fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu,
mengidentifikasi prilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh.
Dilanjutkan dengan memodifikasi lingkungan yang aman dan memanfaatkan
pelayanan kesehatan. pada keluarga Ny. Ro (Partisipan II) yaitu mengenal
masalah dilakukan dengan cara mengkaji pengetahuan keluarga tentang jatuh,
dan melakukan pendidikan kesehatan tentang penyebab jatuh dan faktor resiko
terjadinya jatuh, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan tindakan yang
akan dilakukan. Implementasi selanjutnya yaitu mengkaji pengetahuan
keluarga tentang merawat anggota yang sakit, melakukan demonstrasi
mengatasi resiko jatuh, mengidentifikasi fisik pasien yang dapat meningkatkan
potensi jatuh dalam lingkungan tertentu, mengidentifikasi prilaku dan faktor
yang mempengaruhi risiko jatuh. Dilanjutkan dengan memodifikasi lingkungan
yang aman dan memanfaatkan pelayanan kesehatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi berdasarkan
pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga, perawat, dan lainnya.
Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem keluarga dan anggota
keluarga (bagaimana keluarga berespons) daripada intervensi yang
diimplementasikan. Evaluasi sekali lagi, merupakan kegiatan bersama antara
perawat dan keluarga (Friedman, 2010).

Evaluasi dilakukan setiap kali implementasi dilakukan, saat evaluasi


pada diagnosa pertama yaitu Evaluasi dilakukan setiap kali implementasi
131

selesai dilakukan, evaluasi diagnosa pertama Hambatan mobilitas fisik


berhubungan dengan ketidakmampuan anggota keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit evaluasi subjektif keluarga Ny. Ra (Partisipan I)
mengatakan mengetahui tentang hambatan mobilitas fisik dan perawatan di
rumah, keluarga Ny. Ra (Partisipan I) mengatakan mengerti cara melakukan
ROM aktif dan mau memotivasi Ny. Ra (Partisipan I) untuk melakukan ROM
aktif bersama-sama. Sedangkan evaluasi objektif didapatkan keluarga Ny. Ra
(Partisipan I) dapat menyebutkan manfaat ROM aktif dan bisa mempraktekan
cara melakukan ROM aktif serta mampu memodifikasi lingkungan yang
nyaman dan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hasil analisa yang didapatkan
masalah teratasi dan untuk tindak lanjutnya keluarga telah mengambil keputusan
untuk melanjutkan intervensi.Sedangkan Ny. Ro (Partisipan II) mengatakan
mengerti cara melakukan ROM aktif dan mau memotivasi Ny. Ro (Partisipan II)
untuk melakukan ROM aktif bersama-sama. Sedangkan evaluasi objektif
didapatkan keluarga Ny. Ro (Partisipan II) dapat menyebutkan manfaat ROM
aktif dan bisa mempraktekan cara melakukan ROM aktif serta mampu
memodifikasi lingkungan yang nyaman dan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Hasil analisa yang didapatkan masalah teratasi dan untuk tindak lanjutnya
keluarga telah mengambil keputusan untuk melanjutkan intervensi.

Sedangkan evaluasi diagnosa kedua Ny. Ra (Partisipan I) yaitu pertama yaitu


gaya hidup kurang gerak berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga
didapatkan evaluasi subjektif Ny. Ra (Partisipan I) mengatakan kesadaran
tentang risiko gaya hidup kurang gerak, mendeskripsikan manfaat latihan fisik
teratur, secara bertahap meningkatkan kuantitas latihan fisik yang dilakukan
serta menciptakan lingkungan yang nyaman dan memodifikasi dengan
menerapkan pola hidup sehat, memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan.
Sedangkan evaluasi objektif Ny. Ra (Partisipan I) dapat menyebutkan resiko

PoltekkesKe
menkes
Padang
gaya hidup kurang gerak, kebugaran tubuh meningkat. Hasil analisa yang
didapatkan masalah teratasi dan untuk tindak lanjutnya keluarga telah
mengambil keputusan untuk melanjutkan intervensi.

Evaluasi pada diagnosa ketiga yaitu Defisiensi Pengetahuan pada keluarga


Ny. Ro berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga akan penyakit.
Didapatkan hasil subjektif bahwa keluarga dan Ny. Ro mengatakan sudah
paham tentang hambatan mobilitas fisik penatalaksanaannya dirumah.
Sedangkan hasil objektif didapatkan Ny. Ro dapat mengulangi lagi pengertian
hambatan mobilitas fisik, tanda gejalanya,, serta penatalaksanaanya. Hasil
analisa bahwa masalah teratasi sebagian, dan untuk menindaklanjuti hal tersebut
telah diambil keputusan untuk melanjutkan intervensi.

Evaluasi pada diagnosa ketiga Ny. Ra (Partisipan I) Resiko jatuh berhubungan


dengan ketidakmampuan keluarga dalam menciptakan lingkungan yang
aman bagi lansia didapatkan evaluasi subjektif keluarga dan Ny. Ra (Partisipan
I) dan Ny. Ro (partisipan II) mengatakan sudah mengetahui pencegahan jatuh
mampu memodifikasi lingkungan yang aman dan memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Hasil analisa yang didapatkan masalah teratasi dan untuk tindak
lanjutnya keluarga telah mengambil keputusan untuk melanjut
133

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada kedua keluarga
dengan gangguan mobilitas fisik di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan
Padang Kota Padang tahun 2017, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian didapatkan Ny. Ra mengeluh tidak bisa berdiri lama dan jika
berdiri harus berpegangan pada tongkat, Ny. Ra mengatakan mengalami kesulitan
merubah posisi dari duduk ke berdiri, Kegiatan makan masih dapat dilakukan
sendiri, namun perlu disiapkan, untuk aktivitas toileting dibantu keluarga dan mandi
menggunakan kursi roda serta dibantu oleh keluarga, Ny. Ro mengatakan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari menggunakan tongkat Kebutuhan sehari-hari seperti
makan dapat dilakukan sendiri, tetapi perlu disiapkan, untuk aktifitas toileting dapat
dilakukan sendiri, mandi dibantu keluarga Ny. Ro tidak berani berdiri lama karena
gemetaran/ sempoyongan Ny. Ro mengatakan kaki terasa nyeri dan kaku. Faktor
resiko terjadinya gangguan mobilitas fisik pada partisipan hampir sama yaitu usia
dan pada Ny. Ra terdapat penyakit pemberat yaitu diabetes mellitus dan riwayat
trauma tulang panggul.
2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang diangkat antara Ny. Ra (Partisipan I) dan Ny. Ro


(Partisipan II) sama untuk dua diagnose yaitu hambatan mobitas fisik berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit dan resiko jatuh
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
Sedangkan diagnosa kedua pada Ny.Ra (Partisipan I) adalah gaya hidup kurang

PoltekkesKe
menkes
Padang
gerak berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit. Sedangkan pada Ny. Ro tidak diperoleh diagnoso gaya hidup kurang
gerak karena Ny. Ro termasuk lansia yang cukup aktif. Pada diagnose ke dua pada
Ny Ro (Partisipan II) adalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
ketidaktahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan dirumuskan berdasarkan diagnosa yang telah didapatkan
dan berdasarkan 5 tugas khusus keluarga yaitu mengenal masalah, memutuskan
tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 5 hari dari tanggal 22 Mei sampai 26 Mei 2017
dengan 2 kali kunjungan setiap hari. Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah dibuat dengan menggunakan metode konseling, diskusi,
demonstrasi, dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan ada beberapa implementasi yang
digabung seperti tugas khusus keluarga pertama dan kedua yaitu mengenal masalah
kesehatan dan mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir peneliti melakukan evaluasi kepada kedua partisipan dan keluarga
dari tanggal 22 Mei sampai 26 Mei 2017 setelah selesai melakukan imlementasi
keperawatan berdasarkan catatan perkembangan dengan metode SOAP. Peneliti
juga melakukan evaluasi keseluruhan untuk semua implementasi yang dilakukan
sebelum terminasi pada tanggal 26 Mei 2017.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagi berikut :
1. Bagi Pimpinan Puskesmas Andalas Kota Padang
135

Diharapkan dapat mengembangkan program latihan puskesmas dalam rangka


meningkatkan kekuatan otot para lansia yang mengalami gangguan mobilitas fisik
di dalam perawatan keluarga sehingga dapat meningkatkan mutu kualitas asuhan
keperawatan seperti pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya mengontrol
gangguan mobilitas fisik pada klien, mendeteksi penyebab gangguan mobilitas
fisik yang terjadi pada lansia tersebut untuk dirujuk ke ahli terapi atau pelayanan
kesehatan lainnya.
2. Bagi Kader Puskesmas Andalas
Diharapkan kepada pihak kader untuk dapat menyelenggarakan kegiatan kesehatan
dalam 1x sebulan untuk deteksi dini tanda gejala pasien dengan gangguan
mobilitas fisik, agar dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan lagi kasus asuhan
keperawatan keluarga dengan gangguan mobilitas fisik sehingga bisa menjadi
bahan perbandingan dalam mengembangkan kasus asuhan keperawatan keluarga
dengan gangguan mobilitas fisik.

PoltekkesKe
menkes
Padang
DAFTAR PUSTAKA

Artinawati, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor: In Media

Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Media.

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia tahun 2014. Jakarta
http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudayaan/Sta
tistikPendudukLanjutUsiaIndonesia2014.pdf (Diakses 09 Januari 2017 Jam: 20.41
WIB).

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Profil Kesehatan Kota Padang tahun 2013. Padang
https://dinkeskotapadang1.files.wordpress.com/2014/08/profil-tahun-2013-edisi-
2014.pdf (Diakses 10 Maret 2017 Jam: 00.49 WIB).

2015. Profil Kesehatan Kota Padang tahun 2014 Padang


https://dinkeskotapadang1.files.wordpress.com/2015/07/profil-tahun-2014-edisi-
2015.pdf (Diakses 10 Maret 2017 Jam: 01.05 WIB).

2016. Data Program TB Puskesmas Se Kota Padang tahun


2015. Padang.

Djojodibroto, Darmanto. 2014. Respirologi: Respiratory Medicine. Jakarta: EGC

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Riset, Teori & Praktik.
Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2013. Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf (Diakses 08 Januari 2017 Jam: 11.38 WIB).

2016. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
137

indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf (Diakses 08 Januari 2017 Jam: 22.34


WIB).

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.

Maryam, Siti, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta: Trans Info Media

Muhith, Abdul & Sandu Siyoto. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
ANDI

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Nursalam. 2015. Metodologi penelitian ilmu keperawatan: pendekatan praktis Ed.3.


Jakarta : salemba medika

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika

2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Medical Book

Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI

Suyanto. 2011. Metodologi dan Aplikasi Penelitan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha


Medika

PoltekkesKe
menkes
Padang
LAMPIRAN 1
139

LAMPIRAN 7

PoltekkesKe
menkes
Padang
LAMPIRAN 8
141

PoltekkesKe
menkes
Padang
LAMPIRAN 2
143

HASIL PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA


NY. RA DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS
KECAMATAN PADANG TIMUR
KOTA PADANG

a. DATA UMUM
1) Nama Keluarga (KK) :Ny. Ra
2) Alamat dan telepon : Jl. Aur Duri I / 17 Padang
085374713483
3) Komposisi Keluarga :
No Nama Hub dgn TTL/Umur Pendidikan
KK
1 Rudi Rafit Anak Padang, 17 Agustus SMK
1982/ 35 tahun

Genogram :

29 tahun 65 th

399 35
Keterangan :

= laki-laki

= perempuan

PoltekkesKe
menkes
Padang
= pasien

X = meninggal dunia
= tinggal serumah

4) Tipe Keluarga
Ny. Ramerupakankeluargamerupakan keluarga besar (extended family) dengan Ny.
Ra (Partisipan I) sebagai kepala keluarga karena suami Ny. Ra (Partisipan I) sudah
meninggal.Keluarga ini terdiri dari Ny. Ra (Partisipan I) sebagai ibu dan ayah bagi
anak-anaknya. Anak Ibu. Ra (Partisipan I) berjumlah 7 orang, 6 orang diantaranya
sudah berkeluarga, Ny. Ra tinggal bersama anak kelima An. M (39 tahun)
berstatus janda dan anak ke tujuh. An. R (35 tahun) belum menikah.
5) Agama
Tidak ada perbedaan agama dalam keluarga Ny. Ra (Partisipan I). Keluarga Ny.
Ra (Partisipan I) selalu melaksanakan ibadah sholat 5 waktu dan mengaji di
rumah
6) Status sosial ekonomi keluarga
Ny. Ra (Partisipan I) sebagai kepala keluarga sudah tidak bekerja, namun
penghasilan diperoleh dari pension janda almarhum suaminya, ditambah dengan
penghasilan dari anaknya yang sudah bekerja. Status ekonomi keluarga Ny. Ra
(Partisipan I) termasuk mampu dengan penghasilan ± Rp 1.500.000 /bulan,
sehingga bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tabungan untuk hal-hal
yang tidak terduga
7) Aktifitas rekreasi keluarga
Aktifitas rekreasi keluarga Ny. Ra adalah berkumpul bersama keluarga pada
malam hari sambil menonton televisi
145

b. Riwayat perkembangan keluarga saat ini


1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Ny. Ra (Partisipan I) adalah keluarga mulai melepas
anak sebagai dewasa, yang mana ke enam anak beliau (Partisipan I) sudah
berkeluarga
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap perkembangan keluarga Ny. Ra (Partisipan I) yang belum terpenuhi adalah
memperluas jaringan keluarga inti menjadi keluarga besar, dimana anak bungsu Ny.
Ra (Partisipan I) sudah memasuki usia dewasa, namun belum berkeluarga sampai
saat ini
3) Riwayat keluarga inti
Riwayat keluarga inti adalah adanya riwayat tidak mempunyai penyakit keturunan
Diabetes Melitus seperti yang Ny. Ra derita, Ny. Ra tidak memiliki menular Saat ini
kondisi kesehatan keluarga Ny. Ra baik, hanya Ny. Ra mengeluh gangguan
mobilitas fisik di rumah.Riwayat kesehatan keluarga yaitu anak bungsu Ny. Ra tidak
pernah dirawat
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Ny. Ra pernah di rawat karena jatuh dari sepeda motor 13 tahun yang lalu dan
mengalami retak pada tulang panggul, tetapi Ny. Ra menolak untuk dioperasi. Dan
bila keluarga dalam keadaan sakit mereka biasa mengatasi sendiri dengan obat-
obatan alami, selanjutnya dibawa ke puskesmas dan rumah sakit terdekat jika
kesehatan tidak kunjung membaik.
Lingkungan
1) Karakteristik rumah

Bentuk rumah keluarga Ny. Ra yaitu permanen dengan atap seng.Ukuran rumah 9 x

12 meter, rumah kelihatan bersih dan rapi, perabotan tertata rapi, Bangunan rumah

PoltekkesKe
menkes
Padang
ini mempunyai banyak jendela sehingga cahaya dan sinar matahari dapat masuk.

Sirkulasi udara didalam rumahbaik dengan ventilasi yang cukup, suasana rumah

terasa nyaman. Lantai semen dan ditutupi karpet plastik dan dapur keluarga

berkeramik. Terdapat perbedaan ketinggian lantai antara ruang keluarga dan lantai

dapur. Lantai dapur keluarga Ny. Ra berkeramik.Di kamar mandi terdapat jamban

jongkok, Jarak septic tank dengan sumur sekitar 4 meter. Sumber air minum

keluarga Ny. Ra adalah air isi ulang dan untuk kebutuhan air sehari-hari seperti

memasak mencuci, mandi menggunakan air sumur bercincin yang dipasangi

pompaair. Halamanrumah keluarga Ny.Ra kelihatan rapi dan bersih dengan

ditanami bunga-bunga dalam pot dan beberapa tanaman bumbu dapur. Tanamannya

kelihatansubur karenaterawat dengan baik. Pembuangan air kotor melalui saluran

yang langsung mengalir ke selokan di depan rumah. Pembuangan sampah dilakukan

dengan mengangkut sampah ke tempat pembuangan sampahdi daerah tersebut.

Tidak ada sumber pencemaran di lingkungan rumah tersebut

Denah Rumah

R. Tidur R. Tidur R. Tidur Dapur

k.
mandi
Ruang Tamu R. Makan

R. Tdur

Gung/garase
147

2) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW


Lingkungan dimana keluarga tinggal merupakan tempat hunian yang cukup
padat. Hubungan antar tetangga Ny. Ra (Partisipan I) baik, saling meghormati,
kerukunan terjaga, bila ada yang memiliki kesulitan saling membantu. Jarak
puskesmas cukup jauh dari rumah Ny. Ra ± 2,7 km, walaupun cukup jauh
apabila ada anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mereka
pergi ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan.
3) Mobilisasi geografis keluarga
4) Sejak menikah Ny. Ra sudah menempati rumahnya yang sekarang, bangunan
rumah sekarang sudah direnovasi dari kondisi semula mereka tempati. Ny. Ra
tinggal di rumah ini sudah cukup lama.
5) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Setiap lebaran anak-anak Ny. Ra yang tinggal di luar kota akan berkumpul i
rumah Ny, Ra.. Interaksi dengan tetangga cukup baik, tetangga sering
berkunjung ke rumah Ny. Ra dengan tujuan belanja maupun hanya mengobrol
saja
6) Sistem pendukung keluarga
Sistem pendukung keluarga adalah Ny. Ra yang bertindak sebagai kepala
keluargadan yang memutuskan segala hal. Namun keluarga dan Ny. Ra sendiri
belum menata lingkungan agar tidak terjadi resiko cidera pada gangguan
mobilitas fisik yang dialami Ny, Ra
c. Struktur keluarga
1) Pola komunikasi
Pola komunikasi keluarga efektif dengan cara menerapkan komunikasi secara
langsung. Dalam komunikasi yang paling dominan adalah Ny. Ra (Partisipan I)
sebagai sosok yang dihormati di rumah.Interaksi yang berlangsung biasanya

PoltekkesKe
menkes
Padang
sering.Tidak ada konflik dalam keluarga tentang pola komunikasi. Dalam
keluarga Ny. Ra (Partisipan I) mereka saling mendukung satu sama lain dalam
merubah perilaku antar keluarga. Anak-anak Ny. Ra (Partisipan I) selalu ada
mendampingi Ny. Ra (Partisipan I), begitu juga sebaliknya.Ny. Ra (Partisipan I)
berperan sebagai kepala keluarga, ibu sekaligus ayah bagi anak-anak.
2) Struktur kekuatan keluarga
Keluarga Ny. Ra saling mendukung satu dengan yang lainnya, respon keluarga
bila ada anggota keluarga yang bermasalah selalu mencari jalan keluarnya
bersama-sama.
3) Struktur peran
Ny. Ra single parent yang berperan sebagai kepala keluarga, pendapatan harian
diperoleh dari pensiunan janda ditambah dengan penghasilan An. Ra dan An. M.
An. R belum menikah dan bekerja di perusahaan swasta, sementara An. M
seorang ibu rumah tangga berstatus janda yang menambah penghasilannya
dengan berjualan kebutuhan bahan pokok di dalam rumah Ny. Ra

4) Pola komunikasi keluarga

Interaksi dalam keluarga paling sering dilakukan pada malam hari, pola

komunikasi keluarga terbuka antara Tn. Z, Ny. M dan anaknya.Bila ada masalah

keluarga selalu mendiskusikan secara bersama untuk mecari jalan keluarnya.


5) Struktur kekuatan keluarga
Keluarga Ny. Ra saling mendukung satu dengan yang lainnya, respon keluarga

bila ada anggota keluarga yang bermasalah selalu mencari jalan keluarnya

bersama-sama.
6) Struktur peran
Ny, Ra sebagai kepala keluarga menerima pensiunan janda, sebagai Ibu Rumah

Tangga dan, pengatur rumah tangga dan An M sebagai anak yang sudah menikah

dan berstatus janda dengan dua orang anak dan tinggal satu rumah dengan An.
149

M< bekerja dengan berjualan kebutuhan harian di dalam rumah keluarga, An. R

sebagai anak yang belum menikah dan bekerja di perusahaan swasta,

7) Nilai dan Norma Budaya

Dalam kehidupan sehari-hari keluargaNy. Ra menggunakan norma dan nilai


sesuai dengan agama dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan
kesehatan.
d. Fungsi keluarga
1) Fungsi Afektif
Ny. Ra selalu memberikan kasih sayang kepada seluruh anggota keluarganya.
Mereka selalu menerapkan komunikasi yang terbuka dalam segala hal sehingga
jarang terjadi masalah karena salah komunikasi. Keluarga ini memberi perhatian
dengan mengucapkan selamat ulang tahun kepaa anggota keluarga lain yang
sedang berulang tahun.
2) Fungsi sosialisasi
Apabila ada masalah yang sulit dan mendesak biasanya mereka membicarakan
bersama. Keluarga mencoba menerapkan kedisplinan kepada semua anak
mereka. Sosialisasi keluarga dengan lingkungan sekitar berjalan dengan baik.
Begitu juga dengan anak-anak mereka.
3) Fungsi perawatan keluarga
Dalam keluarga, Ny. Ra berperan sebagai kepala keluarga setelah suaminya
meninggal dunia. Apabila ada anggota keluarga yang sakit biasanya keluarga
membawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pengobatan atau perawatan.
e. Stres dan Koping Keluarga
1) Stresor jangka pendek
Keluarga tidak merasakan adanya stressor saat ini.
2) Stressor jangka panjang
Keluarga memiliki stressor jangka panjang yaitu memikirkan bagaimana cara
menangani masalah kesehatan yang dialami oleh Ny. Ra

PoltekkesKe
menkes
Padang
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Setiap ada masalah keluargaselalu memecahkan masalah secara bermusyawarah

4) Strategi koping yang digunakan


Apabila ada keluarga yang bermasalah kesehatan, keluarga memanfaatkan
layanan kesehatan seperti: puskesmas, bidan dan rumah sakit.

f. Harapan Keluarga
Keluarga berharap petugas dapat membantu mengurangi masalah kesehatan yang
terjadi pada keluarga Ny. Ra khususnya pada Ny. Ra dan berharap tidak terjadi hal-
hal yang merugikan kesehatan Ny. Ra.

g. Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Pemeriksaan Ny. Y An. M An. R

Keadaan KU : Baik KU : Baik KU : Baik


Umum GCS : 15 GCS : 15 GCS : 15
TB : 157 cm TB : 148 cm TB : 165 cm
BB : 63 kg BB : 52 kg BB : 63 cm
TD : 110/70 TD : 120/80
TD 130/90 mmHg. mmHg mmHg
Hr : 108x/i. RR : N : 91x/i N : 82x/i
22x/i. Suhu : RR : 21x/i RR : 20x/i
36,70c. TD : 120/80 S : 36,50C S : 36,70C
mmHg, Hr : 91x/i,
RR : 21x/i, Suhu :
36,50c

Kepala Warna rambut puti Warna rambut Warna rambut


(beruban), hitam, hitam,
tidak rontok, tidak tidak rontok, tidak rontok,
ada lesi. Tidak tidak ada lesi. tidak ada lesi.
teraba Tidak teraba Tidak teraba
pembengkakan pembengkakan pembengkakan
151

Mata Simetris kiri dan Simetris kiri dan Simetris kiri dan
kanan. Konjungtiva kanan. kanan.
anemis. Sklera Konjungtiva tidak Konjungtiva
tidak ikterik anemis. Sklera anemis. Sklera
tidak ikterik tidak ikterik

Hidung Simetris kiri dan Simetris kiri dan Simetris kiri dan
kanan. Pernafasan kanan. Pernafasan kanan. Pernafasan
tidak cuping tidak cuping tidak cuping
hidung dan tidak hidung dan tidak hidung dan tidak
ada polip ada polip ada polip

Mulut Mukosa bibir Mukosa bibir Mukosa bibir


lembab dan tidak lembab dan tidak lembab dan tidak
sianosis, tidak sianosis, titik sianosis, tidak
terdapat karies gigi terdapat karies terdapat karies
gigi. gigi

Leher Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba


pembesaran pembesaran pembesaran
Kelenjer getah Kelenjer getah Kelenjer getah
bening dan tidak bening dan tidak bening dan tidak
teraba adanya vena teraba adanya teraba adanya
jugularis vena jugularis vena jugularis

Dada I : Simetis kiri I : Simetis kiri I : Simetis kiri


kanan sama, kanan sama, tidak kanan sama, tidak
tidak adanya adanya tampak adanya tampak
tampak peningkatan peningkatan
peningkatan usaha bernafas usaha bernafas
usaha dan otot bantu dan otot bantu
bernafas dan pernafasan pernafasan
otot bantu
pernafasan P : Fremitus kiri P : Fremitus kiri
kanan sama kanan sama
P : Fremitus kiri
kanan sama

PoltekkesKe
menkes
Padang
P : Sonor P : Sonor P : Sonor
A : Bunyi inspirasi A: Bunyi inspirasi A: Bunyi inspirasi
sama dengan sama dengan sama dengan
ekspirasi. ekspirasi. ekspirasi.

Abdomen I : Tidak tampak I : Tidak tampak I : Tidak tampak


adanya luka adanya luka adanya luka
P :Tidak teraba P : Tidak teraba P : Tidak teraba
adanya massa adanya adanya
massa massa
P: Tympani
P : Tympani P : Tympani
A:Bising usus
positif A : Bising usus A : Bising usus
positif positif

Ekstremitas Ada kelainan pada Tidak ada Tidak ada


extremitas bawah, kelainan pada kelainan pada
kaki kanan. ektremitas atas ektremitas atas
Kekuatm otot dan bawah, dan bawah,
kekuatan otot 555 kekuatan otot 555
5555 5555
Capilary Refil Capilary Refil
4444 5555 Time <2 detik, Time <2 detik,
tidak sianosis tidak sianosis
Capilary Refil
Time <2 detik,
tidak sianosis

Analisa Data

No Data Masalah Penyebab

1 - Ny. Ra mengeluh tidak Gangguan - Gangguan


bisa berdiri lama dan mobilitas fisik musculoskeletal
jika berdiri harus - Nyeri
berpegangan pada - Penurunan
tongkat kekuatan
- Ny. Ra mengatakan kendali atau
mengalami kesulitan massa otot
153

merubah posisi dari - kaku sendi atau


duduk ke berdiri kontraktur
- An. M mengatakan
kebutuhan sehari hari
Ny. Ra seperti makan
masih dapat dilakukan
sendiri, namun perlu
disiapkan, untuk
aktivitas toileting
dibantu keluarga dan
mandi menggunakan
kursi roda dan dibantu
oleh keluarga
- Ny. Ra mengatakan
jarang menggerakan
kaki kanannya, karena
nyeri sekitar pinggul
kanan sampai kaki
kanan
2 DS
- Ny. Ra mengatakan Gaya hidup kurang Defisiensi
senang berbaring di gerak berhubungan pengetahuan
kursi panjang yang dengan tentang manfaat
terletak di ruang tamu. ketidakmampuan latihan fisik bagi
- Keluarga mengatakan keluarga merawat kesehatan
Ny. Ra selalu meminta anggota keluarga Kurang minat
tolong bila meminta yang sakit atau motivasi,
mengambilkan sesuatu kurang sumber
bila sedang berbaring (waktu, uang,
- Keluarga dan Ny. Ra teman, fasilitas
tidak mengetahui
tentang masalah
gangguan mobilitas
fisik dan faktor yang
mempengaruhinya.
DO
- Ny. Ra kelihatan
berbaring di kursi
panjang
- Didekat kursi panjang

PoltekkesKe
menkes
Padang
sudah tersedia gelas
berisi air minum,
makanan kecil,
perlengkapan sholat,
dan pakaian ganti Ny.
Ra
- Kekhawatiran keluarga
terlalu berlebihan
- Keluarga dan Ny. Ra
tidak mengetahui
tentang gangguan gaya
hidup kurang gerak
dan resikonya
3 DS
- An. M mengatakan Ny. - Gangguan
Ra pernah jatuh 2x. Resiko jatuh mobilitas fisik
Jatuh yang pertama berhubungan - Riwayat jatuh
terjadi sekitar 13 tahun dengan - Menggunakan
yang lalu saat ketidakmampuan alat bantu
berboncengan motor keluarga dalam - Penurunan
dengan anaknya. Pada merawat anggota kekuatan
saat itu Ny. Ra keluarga yang ekstremitas
mengalami keretakan sakit. bawah
pada tulang panggul - Masalah pada
sebelah kanan tetapi kaki
tidak mau dioperasi - Lingkungan
- Jatuh kedua terjadi di yang semrawut
kamar mandi karena - Tidak ada
terpeleset bahan antiselip
- Ny. Ra mengatakan dikamar mandi
selalu berhati-hati bila - Karpet yang
berjalan ke kamar lakuk-lekuk
mandi - Lantai basah,
DO tidak rata
- Terdapat perbedaan
ketinggian lantai di
beberapa ruang rumah
- Lantai kamar mandi
licin, tidak rata dan
pecah-pecah terdapat
jamban jongkok.
- Ny. Ra pincang saat
155

berjalan
- Ny. Ra nampak
meringis pada saat
ambulansi

PoltekkesKe
menkes
Padang
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH PENYEBAB

1 DS: Hambatan mobilitas Ketidakmampuan


fisik keluarga merawat
- Ny. Ra mengatakan anggota yang sakit
melakukan sholat dengan
posisi duduk.
- Ny. Ra mengeluh tidak bisa
berdiri lama dan jika berdiri
harus berpegangan pada
tongkat
- Ny. Ra mengatakan
mengalami kesulitan
merubah posisi dari duduk
ke berdiri
- An. N mengatakan
kebutuhan sehari hari Ny.
Ra seperti makan masih
dapat dilakukan sendiri,
namun perlu disiapkan,
untuk aktivitas toileting
dibantu keluarga dan mandi
menggunakan kursi roda
dan dibantu oleh keluarga
- An. M mengatakanNy. Ra
(Partisipan I) jarang
menggerakan kaki
kanannya, karena nyeri
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan
- Ny. Ra mengeluh nyeri
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan
DO:

- Kekuatan otot extremitas


bawah kurang bila
dibandingkan dengan
bagian lain
157

- Untuk ambulansi Ny. Ra


menggunakan tongkat
- Kaki kanan Ny. Ra kelihatan
mengecil
2. DS: Gaya hidup kurang Ketidakmampuan
gerak keluarga merawat
- Ny. Ra (partisipan 1) anggota yang sakit
mengatakan senang
berbaring di kursi panjang
yang terletak di ruang
tamu.
- Keluarga mengatakan Ny. Ra
(partisipan 1) selalu
meminta tolong bila
meminta mengambilkan
sesuatu bila sedang
berbaring
- Keluarga khawatir bila Ny.
Ra banyak beraktifitas

DO:

-Setiap hari Ny. Ra (partisipan


1) kelihatan berbaring di
kursi panjang
-Dikursi panjang sudah
dipersiapkan semua
kebutuhan Ny. Ra seperti
air minum, snack, baju
ganti dan perlengkapan
sholat.
-Keluarga dan Ny. Ra tampak
kebingungan saat ditanya
tentang manfaat aktifitas
fisik dan resiko gaya hidup
kurang gerak.
-Tubuh Ny. Ra tidak bugar

PoltekkesKe
menkes
Padang
3. DX 3 Resiko jatuh Ketidakmapuan
keluarga menciptakan
DS lingkungan yang
aman bagi anggota
- An. M mengatakan Ny. Ra keluarga yang sakit
(partisipan 1) pernah jatuh
2x. Jatuh yang pertama
terjadi sekitar 13 tahun
yang lalu saat
berboncengan motor
dengan anaknya. Pada saat
itu Ny. Ra mengalami
keretakan pada tulang
panggul sebelah kanan
tetapi tidak mau dioperasi
- Jatuh kedua terjadi di
kamar mandi karena
terpeleset
- Ny. Ra (partisipan 1)
mengatakan selalu berhati-
hati bila berjalan ke kamar
mandi
DO

- Terdapat perbedaan
ketinggian lantai di
beberapa ruang rumah
- Lantai kamar mandi licin,
jamban yang digunakan
masih jamban jongkok
- Ny. Ra (partisipan 1)
pincang saat berjalan
- Ny. Ra (partisipan 1)
nampak meringis pada saat
ambulansi
- Penglihatan Ny. Ra mulai
berkurang.
159

PoltekkesKe
menkes
Padang
LAMPIRAN 2
161

HASIL PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA


NY. RO DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ANDALAS
KECAMATAN PADANG TIMUR
KOTA PADANG

DATA UMUM
1) Nama Keluarga (KK) :Ny. Ro
2) Alamat dan telepon : Jl. Aur Duri I / 15 Padang
3) Komposisi Keluarga :
No Nama Hub dgn TTL/Umur Pendidikan
KK
1 Rosma Kepala Padang, 31 SMK
Keluarga Desember 1936/ 81
tahun

4. Genogram

81th

48 46

Keterangan :

PoltekkesKe
menkes
Padang
= laki-laki

= perempuan

= = pasien

X = meninggal dunia

= tinggal serumah

3) Tipe Keluarga
Keluarga ini merupakan keluargabesar (extended family)yangterdiri dari seorang
Ny. Ro, anak dan cucu. Anak pertama perempuan An. H ( 48 tahun), anak kedua
perempuan An. N (46 tahun). Ibu. Ro adalah seorang janda yang bekerja sebagai
iburumah tangga
4) Agama
Keluarga ini beragama islam, Ny. Ro menjalankan ibadah dengan rajin dan
melaksanakan sholat 5 waktu sehari semalam.
5) Status sosial ekonomi keluarga
Status ekonomi keluarga Ny. Ro (Partisipan II) termasuk mampu dengan
penghasilan ± Rp 1.500.000 /bulan,ditambah dengan penghasilan dari anaknya
yang sudah bekerja.sehingga bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
tabungan untuk hal-hal yang tidak terduga.1.500.000 dan ditambah penghasilan
dari kedua anaknya An. S dan An. R penghasilan ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan sehari-hari mereka.
6) Aktifitas rekreasi keluarga
Aktifitas rekreasi keluarga Ny. Roadalah berkumpul bersama keluarga pada
malam hari sambil menonton televisi
h. Riwayat perkembangan keluarga saat ini
163

5) Tahap perkembangan keluarga saat ini


Tahap perkembangan keluarga Ny. Ro (Partisipan II) adalah keluarga mulai melepas
anak sebagai dewasa, yang mana kedua anak beliau (Partisipan II) sudah
berkeluarga
6) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yaitu kebutuhan
kesehatan karena Ny. Ro yang mengalami gangguan mobilitas fisik
7) Riwayat keluarga inti
Ny. RO dan almarhum suami hidup di lingkungan yang sama sebelumnya., Mereka
saling berkenalan dan berlanjut ke hubungan yang lebih serius ke jenjang
pernikahan Setelah menikah Ny Ro dikarunia 2 orang anak, Ny. Ro tidak mengikuti
program keluarga berencana dengan jarak kelahiran anak berkisar 8 tahun. Anak-
anak Ny. Rotidak memiliki keluhan kesehatan. Keluarga Ny. Ro selalu mengikuti
program imunisasi Bila ada anggota keluarga yang sakit mereka memanfaatkan
fasilitas kesehatan di puskesmas. Andalas dan rumah sakit. Keluarga merasa puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan di puskesmas tersebut.
8) Riwayat keluarga sebelumnya
Ny. Rotidak mempunyai penyakit keturunan diabetes seperti yang dialaminya
sekarang, dan tidak mempunyai penyakit menular. Ny. Ro mengatakan suaminya
meninggal karena hepatitis C dan tidak mengetahui riwayat penyakit keluarga
almarhum suaminya.
Lingkungan
7) Karakteristik rumah
Bentuk rumah keluarga Ny. Ro permanen dengan atap seng, Ukuran rumah 6 x 8
m. Rumah keluarga Ny. Ro tampak tidak rapi, ventilasi di ruang tamu cukup,
perabot di rumah tersebut kelihatan padat. jendela berdebu. Lantai rumah
bersemen,. lantai dapur masih keramik , jamban jongkok berada dekat dapur dan

PoltekkesKe
menkes
Padang
jarak septik tank dengan sumur sekitar 4 meter, Kamar keliatan gelap karena jendela
tidak dibuka. Sumber air minum keluarga Ny.Ro dari air isi ulang dan untuk
kebutuhan air sehari-hari seperti memasak mencuci, mandi menggunakan air sumur
bercincin yang dipasangi pompa air. Halaman rumah keluarga Ny.Ro kelihatan
kotor terdapat tumpukan pecahan keramik dihalaman rumah. Pembuangan air
limbah rumah tangga dialiri ke saluran yang langsung mengalir ke selokan di depan
rumah. Pembuangan sampah dilakukan dengan mengangkut sampah ke tempat
pembuangan sampah di daerah tersebut. Tidak ada sumber pencemaran di
lingkungan rumah tersebut.

Denah Rumah

R, Tidur R, Tidur dapur k. mandi

Ruang keluaga

8) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW


Lingkungan dimana keluarga tinggal merupakan tempat hunian yang cukup
padat. Antar tetangga terlihat sangat rukun, mereka kadang menghabiskan waktu
untuk mengobrol di teras salah satu rumah pada sore hari. Jarak puskesmas
cukup jauh dari rumah Ny. Ro ± 2,7 km, walaupun cukup jauh apabila ada
165

anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mereka pergi ke


puskesmas untuk mendapatkan pengobatan.
9) Mobilisasi geografis keluarga
Sejak menikah Ny. Ro sudah menempati rumahnya yang sekarang, bangunan
rumah sekarang sudah direnovasi dari kondisi semula mereka tempati. Ny. Ro
tinggal di rumah ini sudah cukup lama.
10) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Setiap lebaran anak-anak Ny. Ro yang tinggal di luar kota akan berkumpul i
rumah Ny, Ro.. Interaksi dengan tetangga cukup baik, tetangga sering
berkunjung ke rumah Ny. Rountuk mengobrol

11) Sistem pendukung keluarga


Sistem pendukung keluarga adalah Ny. Ro yang bertindak sebagai kepala
keluargadan yang memutuskan segala hal. Namun keluarga dan Ny. Ro sendiri
belum menata lingkungan agar tidak terjadi resiko cidera pada gangguan
mobilitas fisik yang dialami Ny, Ro
i. Struktur keluarga
8) Pola komunikasi
Interaksi dalam keluarga paling sering dilakukan pada malam hari, pola
komunikasi keluarga terbuka antara Ny. Ro dan anaknya, bahasa yang dipakai
adalah bahasa minang Bila ada masalah keluarga selalu mendiskusikan secara
bersama untuk mecari jalan keluarnya.
9) Struktur kekuatan keluarga
Keluarga Ny. Ro saling mendukung satu dengan yang lainnya, respon keluarga
bila ada anggota keluarga yang bermasalah selalu mencari jalan keluarnya
bersama-sama.
10) Struktur peran

PoltekkesKe
menkes
Padang
Ny. Rosingle parent yang berperan sebagai kepala keluarga, pendapatan harian
diperoleh dari pensiunan janda, An. H dan An. N juga membantu kebutuhan
keluarga ini.
11) Pola komunikasi keluarga
Interaksi dalam keluarga paling sering dilakukan pada malam hari, pola
komunikasi keluarga terbuka antara Ny. Ro dan anaknya.Bila ada masalah
keluarga selalu mendiskusikan secara bersama untuk mecari jalan keluarnya.
12) Struktur kekuatan keluarga
Keluarga Ny. Ro saling mendukung satu dengan yang lainnya, respon keluarga
bila ada anggota keluarga yang bermasalah selalu mencari jalan keluarnya
bersama-sama.
13) Struktur peran
Ny, Ra sebagai kepala keluarga menerima pensiunan janda, sebagai Ibu Rumah
Tangga dan, pengatur rumah tangga, An H dan An. N sebagai anak yang sudah
menikahdengan masing-masing mempunyai dua orang anak tinggal satu rumah
dengan Ny. Ro
14) Nilai dan Norma Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari keluargaNy. Romenggunakan norma dan nilai
sesuai dengan agama dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan
kesehatan.
j. Fungsi keluarga
4) Fungsi Afektif
Ny. Ro selalu memberikan kasih sayang kepada seluruh anggota keluarganya
begitu juga sebaliknya dengan anak-anaknya begitu menyayangi ibu mereka.
Mereka selalu menerapkan komunikasi yang terbuka dalam segala hal sehingga
jarang terjadi masalah karena salah komunikasi. Keluarga ini memberi perhatian
dengan mengucapkan selamat ulang tahun kepaa anggota keluarga lain yang
sedang berulang tahun.
5) Fungsi sosialisasi
Apabila ada masalah yang sulit dan mendesak biasanya mereka membicarakan
bersama. Keluarga mencoba menerapkan kedisplinan kepada semua anak
167

mereka. Sosialisasi keluarga dengan lingkungan sekitar berjalan dengan baik.


Begitu juga dengan anak-anak mereka.
6) Fungsi perawatan keluarga
Dalam keluarga, Ny. Ro berperan sebagai kepala keluarga setelah suaminya
meninggal dunia. Apabila ada anggota keluarga yang sakit biasanya keluarga
membawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pengobatan atau perawatan.
k. Stres dan Koping Keluarga
5) Stresor jangka pendek
Keluarga tidak merasakan adanya stressor saat ini.
6) Stressor jangka panjang
Keluarga memiliki stressor jangka panjang yaitu memikirkan bagaimana cara
menangani masalah kesehatan yang dialami oleh Ny. Ro
7) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Setiap ada masalah keluargaselalu memecahkan masalah secara bermusyawarah
8) Strategi koping yang digunakan
Apabila ada keluarga yang bermasalah kesehatan, keluarga memanfaatkan
layanan kesehatan seperti: puskesmas, bidan dan rumah sakit.

l. Harapan Keluarga
Keluarga berharap petugas dapat membantu mengurangi masalah kesehatan yang
terjadi pada keluarga Ny. Rokhususnya pada Ny. Ro dan berharap tidak terjadi hal-
hal yang merugikan kesehatan Ny. Ro.

Analisa Data

No Data Masalah Penyebab

1 - Ny. Ro mengeluh tidak Gangguan - Gangguan


bisa berdiri lama dan mobilitas fisik musculoskeletal
jika berdiri harus - Nyeri
berpegangan pada - Penurunan
tongkat kekuatan
- Ny. Ro mengatakan kendali atau
mengalami kesulitan massa otot

PoltekkesKe
menkes
Padang
merubah posisi dari - kaku sendi atau
duduk ke berdiri kontraktur
- An. M mengatakan
kebutuhan sehari hari
Ny. Ro seperti makan
masih dapat dilakukan
sendiri, namun perlu
disiapkan, untuk
aktivitas toileting
dibantu keluarga dan
mandi menggunakan
kursi roda dan dibantu
oleh keluarga
- Ny. Ro mengatakan
jarang menggerakan
kaki kanannya, karena
nyeri sekitar pinggul
kanan sampai kaki
kanan
3 DS Resiko jatuh
- Ny. Ro mengatakan berhubungan - Gangguan
sendi nyeri dan kaku dengan mobilitas fisik
- Ny. Ro mengatakan ketidakmampuan - Riwayat jatuh
takut tersandung dan keluarga dalam - Menggunakan
jatuh merawat anggota alat bantu
- Ny. Ro sudah keluarga yang - Penurunan
menggunakan sandal sakit. kekuatan
karet didal rumah x. ekstremitas
Jatuh yang pertama bawah
terjadi sekitar 13 tahun - Masalah pada
- Ny. Ro mengatakan kaki
selalu berhati-hati bila - Lingkungan
berjalan ke kamar yang semrawut
mandi - Tidak ada
bahan antiselip
dikamar mandi
DO - Karpet yang
- Terdapat perbedaan lakuk-lekuk
ketinggian lantai di - Lantai basah,
beberapa ruang rumah tidak rata
- Lantai kamar mandi
licin, tidak rata dan
169

pecah-pecah terdapat
jamban jongkok.
- Ny. Ro pincang saat
berjalan
- Ny. Ro nampak
meringis pada saat
ambulansi

PoltekkesKe
menkes
Padang
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH PENYEBAB

1 DS: Hambatan mobilitas Ketidakmampuan


fisik keluarga merawat
- Ny. Ro mengatakan anggota yang sakit
melakukan sholat dengan
posisi duduk.
- Ny. Ro mengeluh tidak bisa
berdiri lama dan jika berdiri
harus berpegangan pada
tongkat
- Ny. Ro mengatakan
mengalami kesulitan
merubah posisi dari duduk
ke berdiri
- An. N mengatakan
kebutuhan sehari hari Ny.
Ro seperti makan masih
dapat dilakukan sendiri,
namun perlu disiapkan,
untuk aktivitas toileting
dibantu keluarga dan mandi
menggunakan kursi roda
dan dibantu oleh keluarga
- An. M mengatakanNy. Ro
(Partisipan I) jarang
menggerakan kaki
kanannya, karena nyeri
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan
- Ny. Ro mengeluh nyeri
sekitar pinggul kanan
sampai kaki kanan
DO:

- Kekuatan otot extremitas


bawah kurang bila
dibandingkan dengan
bagian lain
- Untuk ambulansi Ny. Ro
menggunakan tongkat
- Kaki kanan Ny. Rokelihatan
mengecil

Poltekes Kemenkes Padang


2. DS: Defisiensi Ketidakmampuan
pengetahuan keluarga merawat
a. Ny. Ro mengatakan tidak berhubungan dengan anggota yang sakit
tau mengenai hambatan ketidakmampuan
mobilitas fisik dan keluarga merawat
resikonya anggota keluarganya

b. Ny. Ro mengatakan
keluarga melarangnya
jalan pagi

O:

- Ny. Ro mengatakan hanya


tahu sendinya kaku saja.
Dan saat ditanya tentang
hambatan mobilitas fisik
dan bagaimana
penatalaksanaannya beliau
tidak tau

3. DX 3 Resiko jatuh Ketidakmapuan


keluarga menciptakan
DS lingkungan yang
aman bagi anggota
- Ny. Ro mengatakan kalau keluarga yang sakit
jalan kakinya gemetar.
- Ny. Ro mengatakan selalu
menggunakan sandal
supaya tidak licin
- Ny. Ro mengatakan takut
tersandung dan terjatuh
sehingga berjalan dengan
hati-hati
DO

h. Terdapat perbedaan
ketinggian lantai di
beberapa ruang rumah
i. Dikamar mandi terdapat
jamban jongkok
j. Postur tubuh membungkuk
k. Ny. Ro berjalan sangat
hati-hati
l. Posisi tubuh Ny. Ro
membungkuk
m. Ny. Ro sudah menggunakan
sandal karet didalam dan di
luar rumah
n. Penglihatan Ny. Ro sudah
mulai berkurang

Poltekes Kemenkes Padang


LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10

Poltekes Kemenkes Padang


LAMPIRAN 11

Poltekes Kemenkes Padang


LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 13

Poltekes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai