Anda di halaman 1dari 128

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANJUT


USIA YANG MENGALAMI GANGGUAN ASUPAN NUTRISI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO
KOTA PADANG

KARYATULIS ILMIAH

AMALIA HANIFA
NIM. 153110158

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANJUT


USIA YANG MENGALAMI GANGGUAN ASUPAN NUTRISI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO
KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Ahli Madya Keperawatan

AMALIA HANIFA
NIM. 153110158

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

i
Poltekkes Kemenkes Padang
ii
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Lanjut Usia yang Mengalami
Gangguan Pemenuhan Asupan Nutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Kota Padang”.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi


salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program
Studi D-III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi peneliti
untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Partisipan I dan partisipan II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk


peneliti melakukan penelitian di daerah Durian Ratus dan Surau Gadang
2. Ibu Ns. Lola Felnanda Amri, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya tulis ilmiah.
3. Bapak H. Sunardi, S.KM, M.Kes, selaku pembimbing II, sekaligus yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan karya tulis ilmiah.
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku penguji I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya tulis ilmiah.
5. Bapak Idrus Salim S.KM, M.Kes selaku penguji II yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam penyusunan
karya tulis ilmiah.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Keperawatan Padang Poltekkes
Kemenkes Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk penyusunan
karya tulis ilmiah.

iii
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
8. Teman-teman Program Studi D-III Keperawatan Padang yang selama ini
telah memberi peneliti semangat dan motivasi.

Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian
Proposal studi kasus ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang
telah diberikan kepada peneliti. Peneliti menyadari karya tulis ilmiah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu , peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan,
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.

Padang, Mei 2018

Peneliti

iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
vi
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2018

AMALIA HANIFA

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA YANG


MENGALAMI GANGGUAN PEMENUHAN ASUPAN NUTRISI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG

xi + 117 halaman, 8 tabel, 18 lampiran

ABSTRAK

Penurunan fungsi organ pencernaan pada lansia dapat memengaruhi asupan


nutrisi. Puskesmas Nanggalo merupakan urutan tertinggi kedua dengan masalah
gangguan pencernaan dan nutrisi sebanyak 1.024 kasus. Prevalensi lansia yang
melakukan kunjungan dengan masalah pencernaan dan nutrisi di Puskesmas
Nanggalo selama bulan Juli hingga Desember 2017 berjumlah 245 kasus atau
43,08% dari total kunjungan sebanyak 570 kasus. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang mengalami
gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang tahun 2018. Jenis penelitian kualitatif dengan desain studi kasus.
Penelitian dilakukan di rumah keluarga di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
pada tanggal 19 hingga 30 Maret 2018. Populasi berjumlah 54 orang yang
melakukan kunjungan dengan masalah nutrisi. Penarikan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling menggunakan kriteria inklusi serta penilaian
tingkat kemandirian keluarga. Instrumen pengumpulan data berupa tahapan
format pengkajian keluarga dan alat pengukuran. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara observasi, wawancara, pengukuran, dan dokumentasi. Semua temuan
pada tahapan proses keperawatan dianalisis menggunakan konsep dan teori
keperawatan. Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama yaitu, mual, nyeri pada
perut, kehilangan gigi, dan penurunan nafsu makan. Diagnosa keperawatan pada
kedua partisipan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan, perilaku kesehatan cenderung beresiko,
dan ketidakefektifan regimen terapeutik. Rencana keperawatan disusun sesuai
tugas kesehatan keluarga dan implementasi berupa penyuluhan dan demonstrasi
tindakan perawatan. Evaluasi keperawatan didapatkan keluarga sudah mampu
melakukan tugas kesehatan keluarga tetapi belum maksimal. Diharapkan kepada
pelaksana program gizi melalui pimpinan puskesmas untuk meningkatkan
pelaksanaan program konsultasi gizi sehingga dapat mendeteksi penyebab
gangguan asupan nutrisi pada lansia.

Kata kunci : Gangguan pemenuhan asupan nutrisi, lansia, keluarga,


asuhan keperawatan
Daftar Pustaka : 38 (2007-2017)

vii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
LEMBAR ORISINILITAS ............................................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...
viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8
A. Konsep Dasar Lansia ........................................................................... 8
1. Pengertian ....................................................................................... 8
2. Teori Proses Penuaan ...................................................................... 9
3. Batas Usia Lansia ............................................................................ 13
4. Tipe Tipe Lansia .............................................................................. 13
5. Proses Menua .................................................................................. 15
B. Konsep Penyakit :Gangguan Asupan Nutrisi ...................................... 25
1. Pengertian ....................................................................................... 25
2. Etiologi ........................................................................................... 25
3. Patofisiologi .................................................................................... 29
4. WOC ……………………………………………………………… 30
5. Manifestasi Klinis ………………………………………………… 31
6. Penatalaksanaan …………………………………………………... 31
7. Kebutuhan Gizi pada Lanjut Usia ………………………………… 33
8. Masalah Gizi pada Lansia ………………………………………… 37
C. Konsep Keluarga …………………………………………………….. 39
1. Pengertian ………………………………………………………... 39
2. Tujuan Keluarga …………………………………………………. 39
3. Fungsi Keluarga ………………………………………………….. 41
4. Tugas Keluarga …………………………………………………... 41
D. Asuhan Keperawatan Teoritis ………………………………………… 42

viii
Poltekkes Kemenkes Padang
1. Pengkajian Keluarga ……………………………………………… 42
2. Diagnosa Keperawatan …………………………………………… 56
3. Rencana Keperawatan …………………………………………….. 57
4. Implementasi ……………………………………………………… 69
5. Evaluasi …………………………………………………………… 70

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 71


A. Desain Penelitian ............................................................................ 71
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 71
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………... 71
D. Cara Pemilihan Sampel …………………………………………... 72
E. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 73
F. Cara Pengumpulan Data ................................................................. 73
G. Jenis Jenis Data …………………………………………………… 75
H. Analisis ............................................................................................ 76
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS …………………… 77
A. Deskripsi Kasus …………………………………………………. 77
B. Pembahasan Kasus ………………………………………………. 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 115
A. Kesimpulan …………………………………...................................115
B. Saran ………………………………………………………………. 117
DAFTAR PUSTAKA

ix
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Penyebab dan Akibat Kekurangan Nutrisi pada Lansia........................ 25

Tabel 2.2 Masalah Asupan Nutrisi dan Penanggulangannya …………………… 31

Tabel 2.3 Indeks Massa Tubuh …………………………………………………. 51

Tabel 2.4 Tempat dan Petunjuk Pengukuran Skinfold.......................................... 52

Tabel 2.5 Analisa Data …………………………………………………………. 53

Tabel 2.6 Skala Prioritas Masalah ……………………………………………… 55

Tabel 2.7 Rencana Keperawatan ……………………………………………….. 59

Tabel 4.1 Deskripsi Kasus ……………………………………………………… 77

Eusg56

x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ganchart
Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Daftar Hadir Kunjungan Keluarga
Lampiran 3 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan I
Lampiran 4 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan II
Lampiran 5 Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 6 Lembar Balik
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Proposal PenelitianPembimbing 1
Lampiran 8 Lembar Konsultasi Proposal PenelitianPembimbing 2
Lampiran 9 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing I
Lampiran 10 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing II
Lampiran11 Surat Izin Pengambilan Data di DKK dari Poltekkes
Lampiran 12 Surat Izin Pengambilan Data di Puskesmas Nanggalo dari
DKK
Lampiran 13 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Nanggalo dari Poltekkes
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Nanggalo dari DKK
Lampiran 15 Surat Selesai Penelitian di Puskesmas Nanggalo
Lampiran 16 Data Lansia Berdasarkan Penyakit Terbanyak di Seluruh
Kecamatan di Kota Padang
Lampiran 17 Data Lansia Dengan Gangguan Pemenuhan Nutrisi di
Puskesmas Nanggalo
Lampiran 18 Dokumentasi Kegiatan

xi
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan


hasil yang positif diberbagai bidang. Salah satunya dibidang medis atau ilmu
kedokteran dan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan umur harapan hidup
manusia. Akibatnya jumlah penduduk berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Badan Informasi dan
Data menyatakan angka usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2004 –
2015 mengalami peningkatan dari 68,8 tahun menjadi 70,8 tahun. Sedangkan
pada tahun 2016 mencapai 72,59 tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
usia harapan hidup di Sumatera Barat pada tahun 2016 adalah 73,19 tahun
angka ini lebih tinggi dibandingkan data nasional. Umur harapan hidup yang
semakin meningkat akan berpengaruh pada peningkatan jumlah lansia.

World Health Organization (WHO) dalam Muhith (2016), menyatakan lansia


merupakan orang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Sedangkan
menurut Muhith (2016), seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas, yang merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia atau menua merupakan suatu
keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan (Nasrullah, 2016).

Secara global, World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun


2015 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah
11,7% atau sekitar 900 juta jiwa dari total populasi dunia, dan diperkirakan
jumlah tersebut akan meningkat sesuai dengan peningkatan usia harapan
hidup. Asia menyumbang 56% populasi lansia di dunia dengan jumlah lansia

1
Poltekkes Kemenkes Padang
2

sebanyak 508 juta jiwa. Sementara itu di Asia Tenggara, populasi lansia
sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Di Indonesia pada tahun 2000 jumlah
lansia sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total populasi, tahun 2010 jumlah lansia
24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah
lansia mencapai 28.80.000 (11,34%) dari total populasi yang merupakan
urutan ke-4 di dunia sesudah Cina, India, Amerika Serikat.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 tercatat sebesar 5.259.528
jiwa dan 8,3% diantaranya adalah penduduk berusia tua (> 60 tahun). Di Kota
Padang, jumlah penduduk tercatat sebesar 1.829.936 jiwa dan 3,3%
diantaranya adalah penduduk berusia tua. Sedangkan untuk Kecamatan
Nanggalo, jumlah penduduk dengan usia di atas 60 tahun adalah 5.146 jiwa
(BPS Kota Padang, 2016).

Lanjut usia seperti juga tahapan – tahapan usia lain mengalamiperubahan dari
tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, pencernaan, genitalia urinaria, endokrin dan integumen (Muhith,
2016).Perubahan yang terjadi selama proses menyebabkan timbulnya
gangguan mobilisasi (artritis dan stroke), gangguan indra (mencium,
merasakan, dan penglihatan), gangguan gigi geligi/ kemampuan mengunyah,
malabsorbsi, penyakit kronik (anoreksia, gangguan metabolisme). Faktor
psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi seperti
keterbatasan keuangan dan ketergantungan terhadap orang lain. Perubahan ini
akan memberikan pangaruh terhadap seluruh aspek kehidupan termasuk
kesehatannya (Padila, 2012).

Proses penuaaan yang terjadi mempengaruhi kesehatan lansia terutama aspek


kecukupan asupan gizi, yang pada akhirnya akan memengaruhi kualitas hidup
lansia itu sendiri (Darmojo, 2014). Lanjut usia di Indonesia yang berada dalam
keadaan kurang gizi sebanyak 3,4%, berat badan kurang 28,3%, berat badan

Poltekkes Kemenkes Padang


3

ideal berjumlah 42,4%, berat badan lebih sebanyak 6,7% dan obesitas
sebanyak 3,4% (Kemenkes RI, 2015).Di Indonesia, angka kejadian masalah
gizi pada lansia cukup tinggi, sekitar 31% untuk masalah kurang gizi dan
1,8% untuk masalah gizi berlebih (Kemenkes RI, 2016). Hasil Riskesdas 2015
menunjukkan sebanyak 22,2% usia lanjut mengalami gangguan gigi dan mulut
di Sumatra Barat. Perubahan pada rongga mulut ini dapat menyebabkan
berkurangnya asupan makanan yang beraneka ragam yang memungkinkan
terjadinya kekurangan gizi (Kementrian Kesehatan RI,2008).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2016, menyatakan
masalah pencernaan dan gangguan asupan nutrisi menjadi salah satu dari
sepuluh penyakit terbanyak pada lansia diseluruh kecamatan di Kota Padang
dengan jumlah kasus mencapai 10.599 kasus. Sedangkan untuk wilayah
Kecamatan Nanggalo, masalah pencernaan dan gangguan nutrisi mencapai
angka 1.024 kasus. Angka ini merupakan angka tertinggi kedua setelah
kecamatan Pauh dengan 1.123 kasus (DKK Kota Padang, 2016). Saat
melakukan pengambilan data di Puskesmas Nanggalo, didapatkan jumlah
lansia yang melakukan kunjungan dengan masalah pencernaan dan nutrisi di
Puskesmas Nanggalo selama bulan Juli hingga Desember 2017 sebanyak 245
kasus atau 43,08% dari total kunjungan sebanyak 570 kasus. Selanjutnya saat
dilakukan pengukuran IMT oleh petugas puskesmas pada lansia yang
melakukan kunjungan ke Puskesmas Nanggalo, terdapat 242 orang lansia
dengan IMT rendah (Puskesmas Nanggalo, 2017).

Status Nutrisi memiliki dampak utama terhadap timbulnya penyakit pada usia
lanjut terutama penyakit – penyakit kekurangan gizi. Perubahan – perubahan
pada lansia menyebabkan peningkatan kerentanan usia lanjut untuk terkena
penyakit kronis, yang dapat dicegah atau diperlambat perjalanan penyakitnya
antara lain dengan pemberian nutrisi yang adekuat. Asupan nutrisi yang
kurang dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi, kekurangan gizi kronik
(KEK) serta penurunan kualitas hidup pada lansia (Mardalena, 2017).

Poltekkes Kemenkes Padang


4

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2015 prevalensi penyakit pada lanjut
usia adalah penyakit sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, stroke 20,2%, penyakit
asma7,3%, penyakit jantung 16,1%, diabetes 3,7%, tumor 8,8%.
Meningkatnya penyakit degeneratif ini salah satunya merupakan dampak dari
terganggunya asupan kebutuan nutrisi pada lansia. Hal ini pada akhirnya juga
akan meningkatkan beban ekonomi keluarga, masyarakat dan negara
(Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Melihat dampak yang ditimbulkan dari gangguan asupan nutrisi ini, keluarga
mempunyai peranan penting untuk menjaga dan merawat lansia. Namun
banyak keluarga yang tidak mampu menjaga dan merawat lansia. Faktor
ekonomi dan kurangnya pengetahun tentang perawatan lansia menjadi salah
satu penyebab ketidakmampuan keluarga dalam merawat lansia. Banyak
orang beranggapan kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat dan seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat (Notoadmojo, 2011).

Upaya pencegahan terjadinya gangguang pemenuhan asupan nutrisi dapat


dilakukan dengan menerapkan fungsi keluarga secara maksimal. Menurut
Friedman (2010), salah satu dari lima fungsi keluarga adalah fungsi perawatan
kesehatan. Keluarga juga berfungsi melakukan asuhan kesehatan terhadap
anggota keluarganya baik untuk mencegah terjadinya gangguan maupun
merawat anggota yang sakit

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada keluarga dengan lansia yang
mengalami masalah pencernaan dan gangguan nutrisi di wilayah kerja
puskesmas Nanggalo pada Bulan November 2017, ditemukan beberapa
keluarga yang tidak melaksanakan tugas kesehatan keluarga. Hal tersebut
terlihat dari ketidaktahuan keluarga mengenai masalah pencernaan dan
gangguan asupan nutrisi yang di alami oleh lansia, sehingga tidak mampu
melakukan perawatan pada lansia tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang


5

Penanganan masalah pada usia lanjut bersifat khusus. Hal itu dikarenakan
gangguan yang terjadi pada usia lanjut biasanya tidak berdiri sendiri
(multipatologi), fungsi organ tubuh sudah menurun, rentan terhadap penyakit
atau stress, dan lebih sering memerlukan rehabilitasi yang tepat. Oleh karena
itu, kelompok usia lanjut memerlukan perhatian dan upaya khusus di bidang
kesehatan dan keperawatan serta peran dari anggota keluarga (Muhith, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan


keperawatan keluarga pada lansia yang mengalami gangguan
pemenuhanasupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan keluaga dengan lansia yang
mengalami gangguang pemenuhan asupan nutrisi di keluarga X, diwilayah
kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang tahun 2018?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluargadengan lansia yang
mengalami gangguang pemenuhan asupan nutrisi di keluarga X di wilayah
kerja Puskesmsas Nanggalo, Kota Padang pada tahun 2018.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada keluarga dengan
lansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi di
keluarga X di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada
tahun 2018.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan
keluargadengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan
nutrisi di keluarga X dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada tahun 2018.
c. Mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan keluarga
dengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan

Poltekkes Kemenkes Padang


6

Nutrisi,di keluarga X dengan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo,


Kota Padang pada tahun 2018.
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada keluarga
denganlansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi, di
keluarga X di wilwyah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada
tahun 2018.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi serta melakukan dokumentasi
keperawatan keluarga dengan lansiayang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi,di keluarga X dengan di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada tahun 2018.

D. MANFAAT
1. Aplikatif
1) Bagi Mahasiswa
Menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam memberikan
asuhan keperawatan pada keluarga dengan lansia yang mengalami
gangguan asupan nutrisi sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat pada bangku kuliah.

2) Bagi Praktisi Kesehatan


Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah informasi
bahan rujukan atau perbandingan bagi tenaga kesehatan terutama bagi
perawat, khususnya mengenai asuhan keperawatan lansia dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, diwilayah kerja Puskesmas
Nanggalo, Kota Padang.

3) Bagi Keluarga/Masyarakat
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pengetahuan keluarga binaan mengenai asupan nutrisi pada lansia dan
meningkatkan perhatian keluarga terhadap gizi anggota keluarga yang
berusia lanjut untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit
degeneratif pada lansia.

2. Pengembangan keilmuan

Poltekkes Kemenkes Padang


7

Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan


pikiran dalam menerapkan asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan pemenuhan nutrisi bagi peneliti selanjutnya. Dan juga dapat
mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta
kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi yang telah
dipelajari.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian
Undang – undang kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1
menyatakan “Manusia usia lanjut (growing old) adalah seseorang yang
karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, sikap”. Perubahan
tersebut akan memebri pengaruh pada keseluruhn aspek kehidupan
termasuk kesehatan (Nugroho, 2008). Defenisi lansia juga dijelaskan dalam
Undang – Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa, lanjut usia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. BKKBN (1995), menjelaskan
bahwa lansia adalah individu yang berusia di atas 60 tahun, yang pada
umumnya memiliki tanda – tanda terjadinya penurunan fungsi – fungsi
biologis, psikologis, social, ekonomi.

Lanjut usia menurut Stanley, Blair, dan Beare (2005), terjadi pada setiap
individu dapat diprediksi terjadinya perubahan secara fisik dan perilaku,
proses menua secara biologis yang umum terjadi dan akan di alami oleh
semua orang. Lanjut usia di mulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65
dan 75 tahun (Potter & Perry 2005). Lansia atau menua adalah suatu
keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis (Nasrullah, 2016).

Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling


berkaitan. Sampai saat ini, banyak definisi dan dari teori yang menjelaskan
tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua

8
Poltekkes Kemenkes Padang
9

didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,


instrinsik, progresif, dan dentrimental. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
untuk dapat bertahan hidup (Nugroho, 2008).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud


dengan lansia adalah seseorang yang berumur diatas 60 tahun dan telah
mengalami berbagai perubahan dalam struktur dan fungsi tubuhnya dan
merupakan tahap akhir dari proses perkembangan.

2. Teori-Teori Proses Penuaan


Teori- teori tejadinya penuaan pada lansia dikelompokkan kedalam dua
kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososiologis.
a. Teori Biologis (Stanley, 2007; Wallace, 2007)
Terjadinya perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia
dan kematian. Termasuk perubahan molekuler dan seluler dalam sistem
organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan
melawan penyakit. Adanya beberapa teori yang mendukung teori
biologis yaitu : 1). Genetika, Terdiri dari teori DNA, teori ketepatan dan
kesalahan mutasi somatik, dan teori glikogen proses replikasi pada
tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak
sesuai yang diberikan dari inti sel; 2). Wear-And-Tear yaitu akumulasi
sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga
mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh;
3). Imunitas yang menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem
imun yang berhubungan dengan penuaan, Sehingga ketika seseorang
betambah tua maka pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita
berbagai penyakit; 4). Neuroendokrin yang mengatakan bahwa salah
satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat
penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi terhadap perintah.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

Sedikit berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Sudoyo (2007),


yang menyatakan suatu teori mengenai penuaan dapat dikatakan valid
apabila ia dapat memenuhi tiga kriteria umum berikut; teori yang
dikemukakan tersebut harus terjadi secara umum, proses yang dimaksud
pada teori itu harus terjadi secara progresif seiring dengan berjalannya
waktu, dan proses yang terjadi harus menghasilkan perubahan yang
menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ
atau sistem tubuh tertentu.

Beberapa teori proses menua menurut Sudoyo (2007), yang merupakan


bagian dari teori biologis antara lain: 1). Teori radikal bebas yang
menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat
reaktif (radikal bebas) sangat bereaksi dengan berbagai komponen
penting seluler. Termasuk protein, DNA, dan lipid. Menjadi molekul-
molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu
fungsi sel lainnya. Teori ini menyatakan bahwa proses menua normal
merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas. Dan bila
kadarnya melebihi kosentarasi ambang maka mereka akan berkontribusi
pada perubahan-perubahan yang sering kali dikaitkan dengan penuaan;
2). Teori glikosilasi yang menyatakan bahwa proses glikosilasi non-
enzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut
sebagai advanced glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan
penumpukan protein dan makromolekul lain termodifikasi sehingga
terjadi disfungsi pada manusia yang menua; 3). DNA Repair yang
dikemukakan oleh Hart dan Setlow (2009), teori ini menyatakan bahwa
adanya perbedaan pola laju perbaikan kerusakan DNA yang diinduksi
sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibrolas pada spesies yang
mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukan laju DNA repair
terbesar.

Poltekkes Kemenkes Padang


11

b. Teori Psikososiologis (Stanley, 2007; Wallace, 2007)


Perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai
lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis seperti : 1).
Kepribadian yang meliputi aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau luas spesifik lansia; 2). Tugas
Perkembangan yaitu aktivitas dan tantangan yag harus dipenuhi
seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya. Mampu melihat
kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani sebagai integritas;
3). Disengagement yaitu teori yang menggambarkan tentang proses
penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung
jawabnya; 4). Aktivitas yang berbicara tentang pentingnya tetap aktif
secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat pada lansia;
5). Kontinuitas yaitu teori yang bericara tentang penekanan koping
kepribadian pada individu lansia.

c. Teori Moral/ Spiritual (Wallace, 2007)


Teori moral / spiritual mendukung gagasan bahwa seseorang yang lebih
tua menemukan keutuhan spiritual, ini melampaui kebutuhan untuk
mendiami tubuh, dan mendekati akhir kehidupan. Teori yang termasuk
dalam kategori ini termasuk Teori Kohlberg's tahap pengembangan
moral (Lind, Hartman, dan Wakenhut,1985) Kohlberg's teory
menyatakan bahwa individu melalui serangkaian kegiatan penalaran
moral yang terjadi secara progresif lebih canggih sepanjang hidup.
Menurut Kohlberg's teori, penalaran post-konvensional diperoleh saat
universalitas dengan dunia hadir dan kesadaran lebih tnggi tercapai.
Tahap ini tergantung pada interaksi sosial dan diperoleh ketika
seseorang mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri di
dalam dunia dan menerima siapa diri mereka. Dari perspektif moral,
seorang yang lebih tua mencapai penalaran post-konvensional, tahap
akhir kehidupan dan merupakan persiapan untuk akhir hayat.

Poltekkes Kemenkes Padang


12

d. Teori Sosiologis (Wallace, 2007)


Teori sosiologis menjelaskan bahwa penuaan mengakibatkan
hubungan dalam peran menurun. Teori yang mendukung proses ini
meliputi teori pelepasan. Teori ini, adalah salah satu teori sosiologis
pertama yang menjelaskan penuaan, menyatakan bahwa karena
hubungan berubah atau berakhir untuk orang dewasa yang lebih tua,
baik melalui prosesnya pensiun, cacat, atau kematian, penarikan
bertahap membuktikan kurangnya keterlibatan lanjut usia dalam
aktivitas sehari - hari , sementara itu hubungan tersebut tidak bisa
dipisahkan dengan kehidupannya. Teori lain yang mendukung teori ini
adalah teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa aktivitas sosial
merupakan komponen penting terhadap kesuksesan penuaan.
Akibatnya, saat aktivitas sosial dihentikan karena kematian orang yang
dicintai, perubahan dalam hubungan, atau penyakit dan kecacatan, Itu
mempengaruhi hubungan, penuaan dipercepat dan kematian menjadi
semakin dekat.

Fokus teori aktivitas adalah hubungan antara aktivitas dan selfconcept.


Dengan kata lain, aktivitas sosial dan hubungan peran bersifat integral
untuk konsep diri dan berbahaya saat terganggu atau berhenti. Untuk
menghindari ini, peran baru harus dikembangkan untuk menggantikan
peran yang hilang. Misalnya di dalam ini teori, hilangnya peran
pekerjaan melalui pensiun bisa diganti dengan kegiatan rekreasi atau
relawan yang sesuai untuk menghindari bahaya efek dari kehilangan
pekerjaan pada konsep diri. Teori dalam sosiologis perspektif adalah
teori kontinuitas. Teori ini mendukung bahwa individu bergerak
melalui tahun-tahun berikutnya mencoba untuk menjaga hal-hal agar
tetap sama dan menggunakan kepribadian yang serupa dan strategi
penanggulangan untuk menjaga stabilitas sepanjang hidup pada usia
tua (Wallace, 2007).

Poltekkes Kemenkes Padang


13

3. Batasan Usia Lansia


World Health Organization (WHO), membagi lansia menjadi empat
tahapan usia yaitu a) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia
45 sampai 59 tahun; b) Lanjut usia (elderly), yaitu antara 60 sampai 74
tahun; c) Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun; d) Usia sangat
tua (very old), yaitu diatas 90 tahun. UU No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia menyatakan “lanjut usia adalah seseorang yang
mencapa usia 60 tahun ke atas”. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
membaginya menjadi sebagai berikut; a). Kelompok menjelang usia lanjut
(45-54 tahun), keadaan ini dikatakan sebagai masa virilitas; b). Kelompok
usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa presenium; c). Kelompok kelompok
usia lanjut (>65tahun) yang dikatakan masa senium. Prof. DR.
Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, menyatakan lanjut usia dikelompokkan
menjadi, a). Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20 – 25
tahun; b). Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, usia 25 –
60/65 tahun; c). Lanjut usia ( geriatric age ) usia lebih dari 65/70 tahun.
Untuk lanjut usia (geriatric age) juga terbagi menjadi: 1). Usia 70 – 75
tahun (young old); 2). Usia 75 – 80 tahun (old); 3). Usia lebih dari 80 tahun
(very old).

4. Tipe – tipe lansia


Lansia memiliki berbagai tipe yang dipengaruhi oleh karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, serta ekonomi. Berikut
beberapa tipe lansia yang umum yaitu :
a. Tipe arif bijaksana ditandai dengan lansia yang kaya dengan hikmah,
pengalaman, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, serta mampu menjadi panutan (Nugroho, 2000; Nasrullah,
2016).
b. Tipe mandiri, ditandai dengan lansia yang mampu mengganti kegiatan
yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman (Nugroho, 2000; Nasrullah, 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


14

c. Tipe tidak puas, ditandai dengan lansia yang memiliki konflik lahir
batin dengan menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
d. Tipe pasrah ditandai dengan lansia yang mau menerima dan menunggu
nasib baik, mengikuti kegaiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
e. Tipe bingung, ditandai dengan lansia yang kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
f. Tipe optimis yaitu lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup
baik, mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari
tanggung jawab (Nugroho, 2008).
g. Tipe konstruktif, adalah lanjut usia yang mempunyai integritas baik,
dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi yang tinggi, humoristik,
fleksibel, dan tahu diri (Nugroho, 2008).
h. Tipe ketergantungan menyatakan lanjut usia ini masih dapat diterima di
tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri,
tidak mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis
(Nugroho, 2008).
i. Tipe defensif biasanya terjadi pada lanjut usia yang sebelumnya
mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang tidak stabil, bersifat
selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh
kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, anehnya mereka takut menghadapi
“menjadi tua” (Nugroho, 2008).
j. Tipe militan dan serius yaitu lanjut usia yang tidak mudah menyerah,
serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan (Nugroho, 2008).
k. Tipe pemarah dan frustasi adalah lanjut usia yang pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukkan
penyesuaian yang buruk (Nugroho, 2008).

Poltekkes Kemenkes Padang


15

l. Tipe bermusuhan merupakan lanjut usia yang selalu menganggap orang


lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif,
dan curiga (Nugroho, 2008).
m. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri adalah lanjut
usia ini bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat
menyesuaikan diri (Nugroho, 2008).

5. Proses Menua
a. Defenisi
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantanides dalam Muhith, 2016). Sama halnya dengan
Cunningham dalam Muhith (2016), yang menjelaskan bahwa menjadi
tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan
secara perlahan – lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibatnya, tubuh
tidak dapat bertahan terhadap kerusakan (penyakit) atau memperbaiki
kerusakan tersebut. Sementara itu Padila (2012), juga menegaskan
bahwa proses menua bukanlah suatu penyakit, melainkan proses yang
berangsur – angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif,
merupakan salah satu proses yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian.

Menjadi tua atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tahap – tahap kehidupan sebelumnya,

Poltekkes Kemenkes Padang


16

yaitu neonatus, toddler, pre-school, school, remaja, dewasa dan remaja


(Nasrullah, 2016). Secara objektif juga dijelaskan bahwa penuaan
adalah proses universal yang dimulai saat lahir. Dalam konteks ini,
berlaku sama untuk muda dan tua. Sedangkan secara subjektif, penuaan
biasanya terkait dengan tua atau mencapai masa dewasa yang lebih
lanjut (Wallace, 2007).

Proses menua inilah yang akhirnya membuat manusia secara progresif


akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai
penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes
militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir
hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strok, infark
miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya ( Darmojo,
2014).

b. Perubahan Fisik dan Fungsi Akibat Proses Menua


1) Sel
Maryam, dkk (2010); Stanley (2007), menyatakan perubahan yang
terjadi pada tingkat sel adalah: a). Jumlah sel menurun; b). Ukuran
sel lebih besar; c). Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular
berkurang; c). Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati
menurun; d). Jumlah sel otak menurun; e). Mekanisme perbaikan
otak terganggu; f). Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 – 10%;
g). Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
Sementara itu, menurut Wallace (2007), perubahan pada yang terjadi
pada sel otak juga meliputi: a). kenaikan jumlah plak penyebab
kepikunan; b). arus darah ke otak berkurang.
2) Sistem Persarafan
Stanley (2007), menjelaskan perubahan terkait sistem persarafan
lansia meliputi: a). Hubungan persarafan menurun; b). Respon dan
waktu untuk berekasi lambat, khususnya terhadap stress; c). Saraf

Poltekkes Kemenkes Padang


17

panca indra mengecil; d). Penglihatan berkurang, pendengaran


menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil; e). lebih sensitive
terhadap perubahan suhu dan rendahnya ketahanan terhadap dingin;
f). Kurang sensitive terhadap sentuhan; g). Defisit memori.
3) Sistem Penglihatan
Stanley (2007) serta Maryam, dkk (2010), menyatakan perubahan
pada penglihatan diantarnya: a). Kornea lebih berbentuk sferis; b).
Lensa lebih suram; c). Hilangnya daya akomodasi; d). Menurunnya
lapang pandang dan berkurangnya luas pandang; e). Menurunnya
daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala. Wallace
(2007), menjelaskan perubahan lain yang juga terjadi pada mata
berupa: a). Ketajaman visual menurun; b). Kemampuan pupil untuk
mengerut sebagai respons terhadap rangsangan menurun; c).
Penglihatan perifer menurun; d). Lensa mata sering menjadi kuning.
4) Sistem Pendengaran
Stanley (2007); Wallace (2007), menyatakan perubahan pada
pendengaran meliputi: a). Presbiakusis (gangguan pada
pendengaran); b). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata – kata, 50% terjadi
pada usia di atas 65 tahun; c). Membran timpani menjadi atropi
menyebabkan otoskelrosis; d). Terjadinya pengumpulan serumen,
dapat mengeras karena meningkatnya kreatinin. Sementara itu
Maryam, Dkk (2010), mengatakan pendengaran bertambah
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stres.
5) Sistem Kardiovaskuler
Wallace (2007); Stanley (2007), menyatakan perubahan yang terjadi
pada jantung dan pembuluh darah lansia diantaranya: a). Jantung
menjadi lebih besar dan menempati banyak ruang di dalam dada; b).
Pengurangan jumlah massa otot fungsional jantung; c). kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun seudah berumur

Poltekkes Kemenkes Padang


18

20 tahun, sehingga berkurangnya jumlah darah yang dipompa ke


seluruh sistem peredaran darah Suara jantung S4 terdengar tidak
bagus; d). Tekanan diastolik rendah; e). Meningkatnya tekanan
nadi. Sementara itu, Stanley (2007), juga menyatakan perubahan
lain yaitu; elastisitas dinding aorta menurun, katup jatung menebal
dan kehilangan elastisitaspembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer, untuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 6 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak ± 170
mmHg, diastolisnormal ± 90 mmHg).
6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Maryam (2010), serta Stanley (2007), menyatakan bahwa pada
pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya.Sebagai akibat
sering ditemui perubahan seperti; a). Temperature tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologis ± 35°C ini akibat metabolisme
menurun. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan
dapat pula menggigil, pucat dan gelisah; b). Keterbatasan reflek
menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
7) Sistem Respirasi
Maryam (2010), menguraikan perubahan pada sistem respirasi
meliputi; a). Otot–otot pernafasan kehilangan kekuatan dan
menjadi kaku; b). Menurunnya aktifitas dari sillia; c). Paru–paru
kehilangan elastisitas; d). Kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun; e). Alveoli ukurannya melebar dari
biasa dan jumlahnya berkurang; f). O² pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO² pada arteri tidak terganti; g). Kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun
seiring dengan pertambahan usia; h). Reflek dan kemampuan untuk

Poltekkes Kemenkes Padang


19

batuk berkurang; i) Hilangnya air dan kalsium di tulang


menyebabkan toraks menegang. Maryam (2007), juga mengatakan
sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun dan sering
terjadi emfisema sinilis.
8) Sistem Gastrointestinal
Maryam (2010); Stanley (2007); serta Wallace (2007), menyatakan
perubahan pada gastrontestinal dan pencernaan meliputi: a).
Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease
yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun; b). indera pengecap
menurun adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir; c). atropi
indra pengecap (±80%) hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap
dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari
saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit; d). esophagus
melebar dan peristaltiknya menurun ; e). rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun); f). asam lambung dan waktu
pengosongan lambung menurun; g). peristaltik lemah dan
biasanya timbul konstipasi; h). fungsi absorpsi melemah (daya
absorpsi terganggu); i). liver (hati) makin mengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan; j). Kebocoran feses cair secara tidak
disengaja (inkontinensia tinja).
9) Sistem Reproduksi
Wallace (2007), menguraikan perubahan reproduksi yang terjadi
pada pria dan wanita. Pada pria berupa: a). Penurunan testosteron;
b). Kekuatan kontraksi orgasme berkurang; c). Meningkatnya waktu
yang dibutuhkan untuk ereksi dan ejakulasi. Pada wanita
diantaranya: a). Penurunan estrogen, progesteron, dan androgen; b).
Penipisan folikuler di ovarium; c). Jaringan payudara alami
digantikan oleh jaringan lemak; d). Labia menyusut; d). Penurunan
produksi pelumas vagina; e). Vagina menyempit dan memendek.
Sementara itu, Maryam (2007), mentatakan pada laki–laki testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur–angsur, dorongan seksualmenetap

Poltekkes Kemenkes Padang


20

sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik) yaitu


kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masalanjut usia,
hubungan seksual secara teratur membantumempertahankan
kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan
perubahan alami.
10) Sistem Gastrourinaria
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme
tubuh, melalui urine darah ke ginjal, disaring oleh satuan (unit)
terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus),
kemudian nefron mengecil dan menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus menurun akibatnya
kemampuan mengkonsentrasikan urin, berat jenis urin menurun
proteinuria (biasanya+1), BUN (Blood Urea Nitrogen)
meningkatkan sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat, vesika urinaria (kandung kemih) ototnya
menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria
sudah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatkan retensi urin, pembesaran prostat ±75% dialami
oleh pria usia di atas 65 tahun ( Maryam, 2007).
11) Sistem Integumen
Wallace (2007), menyatakan perubahan yang terjadi pada sisem
integument lansia yaitu: a). Kulit menjadi lebih tipis dan lebih
rapuh; b). Kulit kering dan kehilangan elastisitas (keriput); c).
Kelenjar keringat berkurang, yang menyebabkan keringat sedikit;
d). Lemak subkutan dan lapisan otot mulai berkurang; kekenyalan
berkurang dan mudah terluka; e). Kekeringan kuku dan kuku kaki
menjadi tebal dan rapuh; f). Rambut menjadi abu-abu, halus, dan
tipis.
12) Sistem Endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, pertumbuhan hormon ada tetapi tidak

Poltekkes Kemenkes Padang


21

rendah dan hanya ada didalam pembuluh darah, berkurangnya


produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunya aktifitas
tiroid, menurunnya BMR (basal metabolic rate), dan menurunnya
daya pertukaran zat, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya
sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen, dan
testeron (Maryam, 2007).
13) Sistem Muskuloskeletal
Maryam (2007), menjelaskan bahwa lansia yang melakukan
aktifitas secara teratur tidak kehilangan massa atau tonus otot dan
tulang sebanyak lansia yang tidak aktif. Serat otot berkurang
ukuranya. Dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan
massa otot. Penurunan massa dan kekuatan otot, demineralisasi
tulang, pemendekan fosa akibat penyempitan rongga intravertebral,
penurunan mobilitas sendi, tonjolan tulang lebih meninggi (terlihat).
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis
pinggang, pergerakan lutut dan jari–jari pergelangan terbatas,
discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang), persendian membesar dan menjadi rapuh, tendon
mengerut dan mengalami sclerosis, atrofin serabut otot sehingga
seseorang bergerak menjadi lamban, otot–otot kram menjadi
tremor, otot–otot polos tidak begitu berpengaruh.

c. Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lanjut usia
dijelaskan oleh Miller (2012), yaitu adanya faktor fisik khususnya
organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan
jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup
beberapa perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10
menit, kenangan buruk). I.Q (Intellegentian Quantion ) tidak berubah
dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–tekanan dari

Poltekkes Kemenkes Padang


22

faktor waktu). Semua organ pada proses menua akan mengalami


perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini
disebabkan karena fungsi neuron di otak secara progresif. Kehilangan
fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat
berkabut dan metabolisme di otak lambat. Selanjutnya sangat sedikit
yang diketahui tentang pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif
pada lanjut usia. Perubahan kognitif yang dialami lanjut usia adalah
demensia, dan delirium.

d. Perubahan psikologis
Lanjut usia menurut Miller (2012), juga akan mengalami perubahan–
perubahan psikososial yang disebabkan oleh : 1). Pensiun, nilai
seseorang sering diukur produktifitasnya, identitas dikaitkan dengan
peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami pensiun akan
mengalami rangkaian kehilangan yaitu finansial (income berkurang),
status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala faselitasnya), teman/kenalan atau relasi, dan pekerjaan
atau kegiatan; 2). Merasakan atau sadar akan kematian (sence of
awareness ofmortality); 3). Perubahan dalam cara hidup yaitu
memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit; 4). Ekonomi akibat
pemberhentian dari jabatan (economic derivation) meningkatkan biaya
hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan; 5).
Penyakit kronis dan ketidak mampuan; 6). Kesepian akibat pengasingan
dari lingkungan sosial; 7). Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan
dan ketulian; 8). Gangguan gizi akibat kehilangan penghasilan atau
jabatan; 9). Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan
dengan teman teman dan famili serta pasangan; 10). Hilangnya
kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri.

e. Masalah yang Sering Terjadi pada Lansia


Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia seiring dengan perubahan yang
dialaminya dikelompokkan oleh Soeryanda (2015), menjadi 14 masalah
utama, yaitu:

Poltekkes Kemenkes Padang


23

1) Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa


dan faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi
dan otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.
2) Instability (tidak stabil/mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor -
faktor (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses
menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh)
seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan
timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi
pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan psikologik
berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjadi.
3) Incontinence Uri (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari
dan frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia
tetapi sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal
ini akan membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi
keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.
4) Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan
kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan
ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya
aktivitas kehidupan sehari-hari.
5) Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang
penting pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak
khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis
dan pengobatan.
6) Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalencence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi,
penyembuhan dan kulit), merupakan akibat dari proses menua dimana
semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada otak,
saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan kulit
menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang
minimal.

Poltekkes Kemenkes Padang


24

7) Impaction (konstipasi/sulit buang air besar), sebagai akibat dari


kurangnya gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang
minum, dan lainnya.
8) Isolation (depresi), akibat perubahan faktor, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemandirian faktor. Pada lansia, depresi yang
muncul adalah depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya
gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri
pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.
9) Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat
berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi
(terasing dari masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan
panca indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit fisik,
mental, gangguan tidur, obat-obatan, dan lainnya.
10) Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka
kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki
berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan
mempunyai penghasilan.
11) Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia
yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan
dalam waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan
menyebabkan timbulnya penyakit akibat obat-obatan.
12) Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana
mereka mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak
nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika
terbangun susah tidur kembali, terbangun pada dini hari, lesu setelah
bangun di pagi hari.
13) Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu
akibat dari prose menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat
dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.
14) Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk mencapai
dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan

Poltekkes Kemenkes Padang


25

senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan.


Hal ini disebabkan karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat
kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik
karena proses menua atau penyakit.

B. Konsep Penyakit : Gangguan Asupan Nutrisi


1. Pengertian
Nutrisi adalah proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh.
Nutrisi juga berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk
keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau
bahan – bahan penting dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan
– bahan tersebutuntuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta
mengeluarkan sisanya. Lansia memerlukan nutrisi yang baik, bahan bergizi
seperti protein, mineral, kalsium, dan vitamin harus tersedia dalam jumlah
yang cukup, kebutuhan gizi lansia tidak sama dengan kebutuhan gizi
generasi yang lebih muda. Gizi yang paling penting dibutuhkan dalam
waktu singkat oleh makhluk hidup adalah air, tanpa asupan cairan yang
adekuat semua perawatan nutrisi akan sia – sia (Mardalena, 2017).

Asupan makanan memiliki pengaruh yang kuat pada proses menua karena
seluruh aktivitas sel atau sistem dalam tubuh memerlukan zat – zat gizi
yang cukup. Perubahan biologis pada lanjut usia merupakan faktor internal
yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi (Miller, 2014). Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan dimana individu yang
mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu hamil, tetapi
ternyata sering kali menimpa lanjut usia (Nugroho, 2009).

Poltekkes Kemenkes Padang


26

2. Etiologi
a. Penyebab dan Akibat Kekurangan Nutrisi pada Lansia
Miller (2014), mengelompokkan penyebab dan akibat kekurangan
nutrisi menurut jenis zat nutrisinya, yaitu:

Table 2.1
Penyebab dan Akibat Kekurangan Nutrisi pada Lansia

Nutrisi Penyebab Kekurangan Akibat Kekurangan

Kalori Anoreksia, depresi, gangguan Kehilangan berat badan,


mental atau fisik. kelesuan, edema, anemia

Protein Kurangnya gigi atau gigi palsu, Penyembuhan jaringan yang


anoreksia, depresi, demensia, tidak maksimal,
konsumsi alkohol, atau karbohidrat hipoalbuminemia, protein untuk
yang mengikat obat mengiat obat berkurang.

Lemak Konsumsi neomisisn, fenitoin, Ketidakmampuan menyerap


obat pencahar, alkohol, colchicine, vitamin A, D, E, K
cholestyramine.
Vit A Minyak mineral, neomisin, kulit kering dan mata, fotofobia,
alkohol, kolestiramin, antasida kebutaan malam, hiperkeratosis
aluminium
Vit B1 Konsumsi tinggi alkohol atau teh Neuropati, kelemahan otot,
berkafein, anemia pernisiosa penyakit jantung, demensia
Vit B2 Malabsorpsi sindrom, Cheilitis, glossitis, fotofobia,
penyalahgunaan pencahar diare blepharitis, konjungtivitis
kronis, Cheilitis, glossitis,
alkoholisme,
Vit B3 Pola makan yang buruk, diare, Dermatitis, stomatitis, diare,
sirosis, alkoholisme demensia, depresi.
Pola makan yang buruk, diare,
sirosis, alkoholisme
Vit B6 Diuretik, hydralazine Dermatitis, neuropati

Vit B9 Anticonvulsant, triamterne, Anemia makrositik, peningkatan


sulfonamides, alkohol, dan kadar homosistein
merokok.

Vit B12 Sindrom Malabsorpsi, H Anemia pernicious, kelemahan,


- bloker reseptor,diet vegetarian dyspnea, glossitis, mati rasa,

Poltekkes Kemenkes Padang


27

hypoglycemics oral, demensia ,


depresi
Vit C Aspirin, tetrasiklin, kurang buah mudah tersinggung, anemia,
dan sayuran dalam makanan ecchymosis, luka penyembuhan
luka

Vit D Phenytoin, minyak mineral, Kelemahan otot dan atrofi,


fenobarbital, kekurangan sinar osteoporosis, patah tulang
matahari

Vit E Malabsorpsi sindrom Neuropati perifer, gangguan gaya


berjalan, retinopati
Vit K Minyak mineral, warfarin sodium Ecchymosis; perdarahan yang
(Coumadin), antibiotik, melibatkan gastrointestinal,
kolestiramin, fenitoin sistem urinaria,atau sistem saraf
pusat
Kalsium Phenytoin, antasida berbasis osteoporosis, patah tulang, nyeri
aluminium, obat pencahar, punggung bawah
tetrasiklin, kortikosteroid,
furosemid, asupan serat tinggi atau
kafein
Zat Besi Achlorhydria; neomisin; aspirin; Anemia, kelemahan, kelesuan,
antasida; rendahnya asupan pucat
protein; Konsumsi tinggi serat,
kafein, atau asam coklat
(terkandung dalam beberapa teh)
Magnesiu Alkohol, diuretik, diare, obat Aritmia jantung, neuromuskular
pencahar dan sistem saraf pusat, mudah
m
tersinggung, disorientasi

Zinc Penicillamine, antasida berbasis Penyembuhan luka yang buruk,


aluminium, obat pencahar, rambut rontok
konsumsi serat yang tinggi kalium

Pottasium Pencahar, furosemid, antibiotik, Diare Kelemahan, aritmia


kortikosteroid, jantung, toksisitas digitalis

Air Obat pencahar, imobilitas, Kulit kering dan mulut, dehidrasi,


inkontinensia, diare sembelit
(Miller, 2014)

b. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Lansia


Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia menurut Darmojo
(2014), meliputi: a). Berkurangnya kemampuan mencerna makanan
dikarenakan kerusakan gigi; b). Berkurangnya indra pengecap
dikarenakan penurunan terhadap cita rasa seperti, manis, asin, asam,

Poltekkes Kemenkes Padang


28

dan pahit; c). Kerongkongan mengalami pelebaran atau esophagus; d).


Rasa lapar dan asam lambung menurun; e). Gerak peristaltik pada usus
lemah yang biasanya menimbulkan konstipasi; f). Sistem penyerapan di
usus menurun.

Faktor resiko terjadinya malnutrisi pada lansia antara lain beberapa


faktor medis seperti selera makan rendah, gangguan gigi geligi,
disfagia, gangguan fungsi pada indra penciuman dan pengecap,
pernafasan, saluran cerna, neurologi, infeksi, cacat fisik, dan penyakit
menahun seperti kanker dan penyakit jantung. Kurangnya pengetahuan
mengenai penyakit dan asupan makanan yang baik bagi lansia yang
mengalami penyakit menahun akan memperburuk kondisi lansia
(Mardalena, 2017).

Kebutuhan nutrisi pada lanjut usia menurut Nugroho (2008),


dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: 1). Berkurangnya
kemampuan untuk mencerna makanan (akibat kerusakan gigi/ompong);
2). Berkurangnya cita rasa; 3). Berkurangnya koordinasi otot; 4).
Keadaan fisik yang kurang baik; 5). Faktor ekonomi dan sosial; 6).
Faktor penyerapan makanan (daya absorbsi).

Adanya faktor psikologis seperti depresi, kecemasan, dan dimensia


mempunyai kontribusi yang besar dalam menentukan asupan makanan
dan zat gizi seorang lansia. Pada lansia yang dirawat di rumah sakit,
beberapa keadaan seperti makanan rumah sakit dengan pilihan dan rasa
makanan yang kurang disukai, waktu makan terbatas, tidak mampu
makan sendiri, pemandangan, suara, dan bau disekitar yang tidak
menyenangkan, kebutuhan meningkat karena penyakitnya, puasa untuk
prosedur pemeriksaan dapat menjadi faktor terjadinya malnutrisi
(Darmojo, 2014)

Poltekkes Kemenkes Padang


29

Nazar dkk (2016), dalam penelitiannya mengatakan adanya hubungan


yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemenuhan nutrisi
pada lansia. Lansia dengan dukungan dan perawatan yang maksimal
dari keluarga menunjukkan angka yang rendah terhadap masalah
pemenuhan asupan nutrisi.

3. Patofisiologi
Pemenuhan asupan nutrisi sangat dipengaruhi oleh fungsi sistem
pencernaan. Proses perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem
pencernaan lansia yang meliputi kehilangan gigi, indera pengecap menurun
karna adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indra pengecap,
hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan
asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan
pahit, esophagus melebar dan peristaltiknya menurun, rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), asam lambung dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu). Dari proses perubahan yang
terjadi pada lansia tersebut menyebabkan kemampuan lansia dalam
memenuhi kebutuhan nutrisinya terganggu sehingga memengaruhi status
gizi lansia. Rendahnya status gizi lansia mengakibatkan kelemahan otot dan
kelelahan karena energi yang menurun. Lansia dengan gangguan nutrisi
beresiko tinggi untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuandalam
mobilisasi yang menyebabkan luka tekan atau cedera. Tulang akan mudah
rusak dan proses penyembuhan luka tekan akan berjalan lama serta
kondisinya akan memburuk, serta rentan terhadap timbulnya penyakit
terutama penyakit – penyakit kekurangan gizi dan penyakit degeneratif
(Darmojo, 2014).

Poltekkes Kemenkes Padang


69

4. Manifestasi Klinis
Gangguan nutrisi akan menimbulkan perubahan pada tubuh lansia dengan
adanya tanda dan gejala atau manifestasi klinis yang dikelompokkan oleh
Darmojo (2014), menjadi dua, yaitu gejala subjektif berupa; keluhan adanya
penurunan sensasi rasa, cepat merasa kenyang, keluhan tidak mampu
mengolah makanan, adanya kram pada abdomen kadang disertai penyakit, dan
penurunan nafsu makan. Sedangkan gejala objektif berupa; rambut yang
mudah mengalami kerontokan, kerusakan/kehilangan gigi sehingga
mengganggu proses mengunyah, bising usus hiperaktif, adanya bukti
kekurangan nutrisi dari pengukuran TB/BB, penyakit menahun yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi asupan nutrisi.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diakukan untuk memenuhi asupan nutrisi pada
lansia adalah dengan memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia,
memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa),
menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bisa menghabiskan
makanannya, bila terdapat penyakit metabolik dan penyakit menahun, hindari
konsumsi makanan yang dapat menjadi faktor pemicu keparahan (Mardalena,
2017). Penanggulangan masalah makan pada lansia juga diuraikan oleh
Darmojo (2014);

Tabel 2.2
Masalah Asupan Nutrisi dan Penanggulangannya

No. Masalah Asupan Nutrisi Penanggulangan


1. Mual a. Makanan disajikan dalam porsi kecil
tapi sering
b. Hindari makanan tinggi lemak atau
goring – gorengan
c. Temperature makanan sesuai suhu

Poltekkes Kemenkes Padang


70

ruang
d. Hindari berbaring setelah makan
2. Mulut dan tenggorokan sakit a. Sajikan makanan lunak, lembut, dan
basah
b. Hindari makanan pedas atau asam
c. Gunakan makanan padat kalori untuk
memaksimalkan asupan gizi
Mulut kering a. Gunakan makanan basah atau
makanan yang disajikan dengan kuah
b. Konsumsi air pada saat makan, dan
tingkatkan konsumsi air di antara
waktu makan
Diare a. Sediakan cairan dan elektrolit
pengganti
b. Diit rendah serat tidak larut air, dan
tinggi serat larut air
c. Konsumsi makanan rendah laktosa
rendah lemak
d. Hindari makanan dan minuman yang
menimbulkan gas
Konstipasi Tingkatkan asupan cairan dan serat
(Darmojo, 2014).

6. Kebutuhan Gizi pada Lanjut Usia


Penuaan tak hanya berhubungan dengan usia fisiologis, tetapi juga merupakan
pengaruh dari asupan makanan dan gangguan pengaturan nafsu makan. Hal ini
kemudian dapat mengakibatkan munculnya anoreksia dan obesitas pada
seseorang. Aspiani (2014), mengatakan bahwa perubahan nafsu makan dan dan
hormon yang berhubungan dengan nafsu makan timbul karena makan dan
latihan. Seseorang lansia yang memiliki kecendrungan obesitas sangat
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dalam bentuk padat. Anjuran lainnya
adalah dengan olah fisik secara teratur, terukur dan dilakukan secara terus –
menerus. Jika hal ini terus dilakukan, akan dapat membantu menjaga otot dan
menurunkan efek gangguan regulasi energi bersamaan dengan datangnya masa
tua.

Poltekkes Kemenkes Padang


71

Sumber zat gizi terdapat pada makanan, oleh karena itu pola makan dan
menunya perlu dijadikan perhatian utama. Pola makan yang baik dan seimbang
sesuai dengan ukuran kebutuhan tubuh, dapat membantu seorang lanjut usia
tetap dalam kondisi fit dan segar meski usia sudah senja. Besaran zat gizi yang
dibutuhkan seorang lansia dipaparkan sebagai berikut:
a. Energi
Kebutuhan energi pada masa menua akan menurun. Hal ini karena jumlah
sel – sel otot menurun dan sel – sel lemak meningkat karena aktivitas yang
berkurang. Keseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi akan
seimbang jika seorang lanjut usia memiliki ukuran dan komposisi tubuh
yang ideal dan tetap dalam waktu yang lama (Nasrullah, 2016). Bagi lansia
laki – laki, kecukupan gizi yang disarankan adalah 2050 kalori, berbeda
pada wanita yaitu 1600 kalori. Jika seseorang sudah mencapai usia kepala
empat, demi keseimbangan gizi disarankan untuk menurunkan konsumsi
energi sebanyak 5% dari konsumsi gizi sebelumnya. Angka tersebut
kemudian ditambah 5% lagi pada 10 tahun kemudian. Sedangkan pada usia
60 tahun ke atass pengurangan asupan gizi ditambah 10% (Nasrullah,
2016; Mardalena, 2017; Darmojo, 2014 ).

Sumber energi yang diperlukan dapat diperoleh dari karbohidrat, protein,


dan lemak. Bagi masyarakat Indonesia, penyumbang energi terbesarnya
adalah karbohidrat yang tersaji dalam makanan pokok. Artinya semakin tua
seseorang, ia perlu mengurangi konsumsi tersebut. Asupan energi yang
berlebihan dapat mengundang penyakit degeneratif. Energi yang
berlebihan dan tidak digunakan akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk
jaringan lemak. Lemak akan mengakibatkan berat badan berlebih
(Mardalena, 2017).

b. Karbohidrat

Poltekkes Kemenkes Padang


72

Dalam karbohidrat terdapat senyawa dari molekul hidrogen, karbon dan


oksigen. Sebagai salah satu zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah
penghasil energi dalam tubuh. Sumber karbohidrat yang dimaksud biasa
terdapat pada nasi, roti, mie, bihun, kentang, makaroni, dan gula. Seorang
lanjut usia harus membatasi konsumsi makanan tersebut, apalagi jika
menunjukkan tanda – tanda peningkatan kadar gula sebagai gejala awal
diabetes (Nasrullah, 2016). Sementara itu Mardalena (2017), juga
menjelaskan bahwa usia yang semakin menua biasanya akan mengganggu
fungsi dari organ – organ tubuh pada usia lanjut. Hal ini akan sangat
mempengaruhi aktivitas sel tubuh. Gangguang lainnya adalah pada sistem
pencernaan dan metabolisme pada lanjut usia berupa kekurangan bahkan
kelebihan gizi. Munculnya gangguan terebut akan menimbulkan penyakit
tertentu.

Mengenai kebutuhan karbohidrat, berbeda – beda pada setiap usia dan jenis
kelamin. Laki – laki usia 55 – 64 tahun membutuhkan karbohidrat
sebanyak 400 gram, lanjut usia lebih dari 65 tahun menurun menjadi 350
gram. sementara itu perempuan di usia 55 – 64 tahun membutuhkan asuan
karbohidrat sebanyak 285 gram dan menurun di usia 65 tahun ke atas
menjadi 248 gram (Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).

c. Protein
Sumber energi selanjutnya adalah protein, yang tidak perlu dikurangi pada
lanjut usia. Kebutuhan protein dari masa dewasa hingga masa ini tetap
sama. Protein dibutuhkan untuk mengganti sel – sel yang rusak, seperti
otot, tulang, enzim, dan sel darah merah. Meskipun demikian, konsumsi
protein tidak perlu berlebihan, sebeb kelebihan protein merupakan salah
satu sebab gangguan fungsi dan kerja ginjal (Nasrullah, 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


73

Di dalam protein terdapat substansi kimi makanan yang merupakan bagian


dari asam amino. Protein dalam akan berubah menjadi asam amino ketika
diproses oleh tubuh. Pemilihan protein yang baik pada lansia sangat
penting mengingat sintesis di dalam tubuh tidak sebaik saat masih muda,
dan banyak terjadi kerusakan sel yang harus segera diganti. Kebutuhan
protein untuk usia 40 tahun masih tetap sama seperti usia berikutnya. Pakar
gizi menganjurkan kebutuhan protein lansia dipenuhi dari yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, ikan, dan protein hewani lainnya karena
kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia lanjut. Akan tetapi
harus diingat bahwa konsumsi protein yang berlebihan akan memberatkan
kerja ginjal dan hati (Nasrullah, 2016). Untuk kebutuhan detail protein, laki
– laki di usia 55 – 64 tahun membutuhkan 60 gram dan relatif tetap meski
usianya semakin tua. Begitu pula dengan perempuan, dimulai pada usia 55
tahun, protein yang dibutuhkan akan tetap sama hingga lanjut usia, yaitu 50
gram (Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).

d. Lemak
Di antara sumber energi lainnya, lemak merupakan penyumbang energi
terbesar per gramnya. Jika per gram protein dan karbohidrat mampu
menghasilkan 4 kilokalori, maka per gram lemak mengandung 9 kilokalori.
Selain itu, lemak juga dapat berfungsi asebagai pelarut vitamin A, D, E, K
untuk keperluan tubuh (Nasrullah, 2016). Lemak terbagi menjadi dua,
lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Menurut Fatmah (dalam Nasrullah
2016), di dalam lemak jenuh terdapat struktur kimia yang mengandung
asam lemak jenuh. Konsumsi lemak jenis ini sebaiknya secukupnya saja.
Jika berlebihan akan berakibat pada tingginya kolesterol dalam darah.
Lemak dibutuhkan oleh laki – laki berusia 55 – 64 tahun berkisar pada
angka 50 gram, dan sedikit menurun pada usia lanjut 65 tahun ke atas,
yaitu pada angka 45,5 gram. sementara pada perempuan berusia 55 – 64
tahun membutuhkan asupan gizi sebanyak 39 gram dan menurun menjadi

Poltekkes Kemenkes Padang


74

36 gram pada usia lanjut (Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah,


2016).

e. Air
Air diperoleh tubuh melalui makanan, minuman, dan hasil oksidasi di
dalam tubuh. Pada usia muda rasa haus menjamin asupan air yang cukup.
Berkurangnya sensitivitas terhadap dehidrasi dan sensasi haus mengurangi
secara berarti asupan air pada usia lanjut. Orang berusia lanjut juga
mengalami penurunan kontrol terhadap pengeluaran air seni sehingga
beresiko terhadap dehidrasi. Orang lanjut usia yang mengalami dehidrasi
mempunyai resiko terhadap infeksi saluran kemih, pneumonia, dan rasa
bingung. Orang lanjut usia dianjurkan minum air sebanyak 6 -8 gelas/ hari
(Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).

f. Vitamin
Untuk usia lanjut dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya
vitamin A, D, E untuk mencegah penyakit degeneratif (sebagai
antioksidan). Selain itu, mengonsumsi makanan yang banyak mengandung
vitamin B12, asam folat, dan B1 juga dianjurkan, untuk menanggulangi
resiko penyakit jantung (Nasrullah, 2016). Adapun kebutuhan vitamin
untuk usia lanjut per orang per hari adalah 1) Vitamin A , usia lanjut sama
dengan usia dewasa, yaitu 600 RE untuk laki – laki dan 500 RE untuk
perempuan; 2) Vitamin E, yaitu 8μg untuk perempuan dan 10μg untuk laki
– laki; 3) Vitamin D 5μg; 4) Vitamin B1 1,0 μg; 5) Vitamin B6 wanita 1,6
μg dan laki – laki 2,0 μg; 6) Vitamin B12 1,0 μg; 7) Asam folat untuk
wanita 150μg dan laki – laki 170μg; 8) Vitamin C 60μg (Darmojo, 2014;
Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


75

g. Mineral
Pada usia lanjut dianjurkan mengonsumsi makanan kaya Fe, Zn, selenium
dan kalsium untuk mencegah anemia dan pengeroposan tulang terutama
pada wanita.Adapun kebutuhan mineral untuk usia lanjut per hari adalah:
1). Kalsium , wanita 500μg dan laki – laki 600μg; 2). Zat besi, wanita 14μg
dan laki – laki 13μg; 3). Natrium (NaCl) 2,8 – 7 g; 4). Selenium, wanita
55μg dan laki – laki 70μg (Darmojo, 2014).

7. Masalah Gizi Pada Lansia


a. Kehilangan Berat Badan
Kehilangan berat badan pada lansia dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian besar, yaitu: 1). Wasting, kehilangan berat badan yang tidak disadari,
pada umumnya karena asupan yang tidak adekuat. Asupan yang tidak
adekuat disebabkan oleh penyakit maupun faktor psikososial; 2). Cachexia,
kehilangan masa tubuh bebas lemak yang tidak disadari yang disebabkan
oleh proses katabolisme, ditandai oleh peningkatan rate metabolik, dan
peningkatan pemecahan protein; 3). Sarcopenia, kehilangan masa otot yang
tidak disadari sebagai bagian dari proses menua. kadang – kadang tidak ada
penyakit yang mendasari (Darmojo, 2014).
b. Obesitas
Perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia memberikan kontribusi
terjadinya, terutama obesitas sentral. Proporsi lemak intra abdominal
meningkat progresif seiring meningkatnya usia. Penurunan asupan energi
dan TEE juga menurun karna penurunan aktivitas fisik terutama pada lansia
yang sakit dan BMR. Pada lansia yang mengalami obesitas, penurunan berat
badan dapat menurunkan kesakitan karena arthritis, diabetes, dan
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler, serta meningkatkan kualitas
hidup. Peningkatan aktivitas fisik pada lansia dapat memperbaiki kekuatan
otot dan kesehatan lansia secara keseluruhan (Darmojo, 2014).
c. Osteporosis

Poltekkes Kemenkes Padang


76

Setelah usia 30 tahun, seorang individu mulai kehilangan masa tulangnya.


Pada wanita kehilangan masa tulang akan semakin meningkat setelah
monopouse, sehingga lansia wanita mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menderita osteoporosis. Osteoporosis dapat dicegah dengan asupan kalsium
dan vitamin D yang cukup, olah raga, dan menghindari minuman beralkohol
dan rokok (Darmojo, 2014).
d. Anemia Gizi
Anemia gizi dapat terjadi pada lansia karna asupan makanan yang menurun
atau efek samping dari pengobatan. Pada umumnya lansia yang mempunyai
berat badan rendah juga menderita anemia. Anemia gizi yang tejadi pada
lansia biasanya adalah defisiensi besi, meskipun anemia defisiensi vitamin
B12 juga serig ditemui. Suplementasi besi dan vitamin B12 dapat diberikan
pada lansia. Diberikan mulai dosis rendah dan dapat dinaikkan secara
bertahap untuk menghindari efek samping obat. Pemberian makanan
sumber zat besi dan Vitamin B12 dengan asupan kalori dan protein yang
cukup dapat membantu mengatasi anemia defisiensi besi dan anemia
vitamin B12 (Darmojo, 2014).

C. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang menjadi
dasar pendefenisiannya. Friedman (2010), mendefenisikan keluarga sebagai
suatu sistem sosial. keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri
dari individu – individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling
tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. UU No. 10 Tahun 1992, mengemukakan keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami istri,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Poltekkes Kemenkes Padang


77

Pendapat yang menganut teori interaksional, memandang keluarga sebaagai


suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian. Sedangkan mereka yang
berorientasi pada perspektif sistem sosial memandang keluarga sebagai bagian
sosial terkecil yang terdiri dari seperangkat komponen yang sangat tergantung
dan dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem – sistem lain (Padila, 2012).

2. Tujuan Dasar Keluarga


Keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat yang memiliki pengaruh
begitu kuat terhadap perkembangan individu – individu yang dapat
menentukan keberhasilan kehidupan individu tersebut. Keberadaan keluarga
bertujuan mewujudkan semua harapan dan kewajiban masyarakat terhadap
setiap individu atau anggota keluarga tersebut. Hal itu tak terlepas bahwa
setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar baik yang menyangkut fisik,
psikologis, maupun sosial. Sebuah keluarga diharapkan dapat bertanggung
jawab untuk memenuhi keutuhan anggotanya yang beraneka ragam, pada saat
yang bersamaan masyarakat mengharapakan setiap anggota memenuhi
kewajiban – kewajiban sebagai anggota masyarakat (Friedmen, 2010).

3. Fungsi Keluarga
Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi keluarga
berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain keluarga harus memenuhi
tuntutan dan harapan masyarakat, maka perlu adanya fungsi yang jelas bagi
keluarga (Padila, 2012) Friedman (2010), mengidentifikasi lima fungsi dasar
keluarga, yakni :
a) Fungsi Afektif
Fungsi ini berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan
basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui kelurga
yang bahagia. Anggota mengembangkan konsep diri yang positif, rasa
dimiliki dan memiliki, rasa berarti, serta merupakan sumber kasih sayang.

Poltekkes Kemenkes Padang


78

b) Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi dimulai sejak individu dilahirkan dan berakhir setelah
meninggal. Keluarga merupakan tempat dimana individu melakukan
sosialisasi. Tahap perkembangan individu dan keluarga akan dicapai
melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Anggota keluarga belajar disiplin, memiliki nilai/norma, budaya dan
prilaku melalui interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu
berperan dimasyarakat.
c) Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga
berencana, maka fungsi ini dapat terkontrol.
d) Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian,
dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit
dipenuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan. Perawat berkontribusi
untuk mencari sumber dimasyarakat yang dapat digunakan keluarga
meningkatkan status kesehatan mereka.

e) Fungsi Perawatan Kesehatan


Keluarga berfungsi melakukan asuhan kesehatan terhadap anggota
keluarganya baik untuk mencegah terjadinya gangguan maupun merawat
anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan kapan anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan memerlukan bantuan atau
pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini sangan mempengaruhi
status kesehatan individu dan keluarga.

4. Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada beberapa tugas pokok keluarga menurut Friedman (2010),
yaitu: 1). Pemelihaaan fisik anggota keluarga; 2). Pemeliharaan sumber daya

Poltekkes Kemenkes Padang


79

yang ada dalam keluarga; 3). Pembagian tugas masing – masing anggota
keluarga sesuai kedudukannya; 4). Sosialisasi antara anggota keluarga; 5).
Pengaturan jumlah anggota keluarga; 6). Pemeliharaan ketertiban anggota
keluarga; 7). Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap


anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan.
Tugas kesehatan keluarga tersebut adalah: 1). Mengenal masalah kesehatan; 2).
Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat; 3). Memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit; 4). Mempertahankan suasana
rumah yang sehat; 5). Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat.

D. Asuhan Keperawatan Teoritis


Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan
menggunakan pendekatan yang sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga
dan individu – individu sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses
keperawatan keluarga meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
penyusunan perencanaan, pelaksanaan asuhan dan penilaian.

1. Pengkajian Keluarga
Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana perawat mengambil data secara
terus menerus terhadap keluarga yang dibinanya. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri dan keluarga
serta melengkapi data dasar untung menentukan rencana keperawatan dengan
memberikan waktu pada klien untuk berkomunikasi (Padila, 2012).
Pengkajian yang dilakukan meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual. Pengkajian lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan
keluarga sebagai orang terdekat. Kushariyadi (2010), menyatakan perawat
perlu memperhatikan hal-hal seperti berikut dalam mengkaji lansia baik

Poltekkes Kemenkes Padang


80

dalam keluarga maupun di panti yaitu: a). Kaji lebih dari satu kali dan pada
waktu yang berbeda setiap hari; b). Ukur penampilan dalam kondisi yang
paling menyenangkan; c). Ambil keuntungan dari kesempatan yang
mendatangkan asset dan kemampuan; d). Yakinkan bahwa alat bantu sensori
(kacamata, alat bantu dengar) dan alat mobilitas (tongkat, walker) tersedia
serta berfungsi dengan tepat; e). Wawancarai keluarga, teman, dan orang
terdekat yang terlibat dalam perawatan klien untuk memvalidasi pengkajian;
f). Gunakan bahasa tubuh, sentuhan, dan kontak mata, dan berbicara untuk
meningkatkan tingkat partisipasi optimal klien; g). Sadari keadaan dan
perhatian emosional klien.
a) Data Umum
1) Nama KK
2) Alamat
3) Nomor telepon
4) Komposisi atau susunan anggota keluarga.
Komposisi keluarga menjelaskan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka. Komposisi tidak hanya
mencantumkan penghuni rumah tangga, tetapi juga juga anggota
keluarga lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut. Komposisi
keluarga dibentuk dengan mencatat terlebih dahulu anggota keluarga
yang sudah dewasa, kemudian diikuti dengan anggota keluarga yang
lain sesuai dengan susunan kelahiran mulai dari yang lebih tua,
kemudian mencantumkan jenis kelamin, hubungan setiap anggota
keluarga tersebut, tempat tinggal, lahir/umur, pekerjaan, dan
pendidikan. Selanjutnya adalah pembuatan genogram keluarga.
Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan
konstelasi keluarga. Genogram harus memuat informasi tiga generasi
keluarga (keluarga inti dan keluarga masing – masing orang tua)
(Padila, 2012).
5) Tipe keluarga

Poltekkes Kemenkes Padang


81

Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis


tipe keluarga atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga
tersebut. Selanjutnya adalah pengkajian suku bangsa keluarga serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut kaitannya dengan
kesehatan. Data berikutnya adalah mengenai agama yang dianut oleh
keluarga serta kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan.
Berikutnya adalah status sosial dan ekonomi keluarga. Data tersebut
dtentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainnya. Selain itu status ekonomi sosial keluarga ditentukan
pula oleh kebutuhan – kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta
barang – barang yang dimiliki oleh keluarga. Data selanjutnya yaitu
Aktivitas rekreasi keluarga yang dinilai dari waktu rekreasi, dan
kegiatan menonton televisi, atau aktivitas hiburan lainnya.

b) Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga


1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga
ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti (Padila, 2012).
2) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai
Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan
yang belum terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan kendala –
kendala yang membuat tugas perkembangan keluarga tersebut belum
terpenuhi (Padila, 2012).
3) Riwayat keluarga inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti,
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehata masing –
masing anggota keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita oleh
keluarga, terutama lansia tetapi masih berhubungan dengan penyakit
sekarang atau gangguan asupan nutrisi, misalnya; gastritis, dispepsia,

Poltekkes Kemenkes Padang


82

DM, dan obesitas serta penyakit menahun yang mengakibatkan klien


sulit memenuhi kebutuhan nutrisi seperti kanker dan penyakit jantung.
Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit termasuk status
imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga
dan pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Pada lansia dengan
gangguan pemenuhan asupan nutrisi dapat ditemukan masalah pada
pola makan, penurunan nafsu makan, dan sulit mengunyah makanan
sehingga, terjadi penurunan BB pada beberapa kasus. Selain itu klien
juga dapat mengalami keluhan sering pusing ketika ia terlalu banyak
melakukan aktifitas dan badannya terasa letih dan lemah (Padila,
2012).
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan istri,
serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi tentang
penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien (penyakit dan gangguan
nutrisi), maupun penyakit keturunan dan menular lainnya (Padila,
2012).

c) Data Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah,
tiperumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan
denah rumah (Padila, 2012).
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan
penduduk setempat serta budaya setempat yang memengaruhi
kesehatan (Padila, 2012).

Poltekkes Kemenkes Padang


83

3) Mobilitas geografis keluarga


Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui kebiasaan
keluarga berpindah tempat (Padila, 2012).
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Identifikasi mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul
serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi
keluarga dengan masyarakat (Padila, 2012).

d) Struktur Keluarga
1) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga adalah
jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki
keluarga untuk menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas
sosial atau dukungan dari masyarakat setempat (Padila, 2012).
2) Pola komunikasi keluarga
Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon
anggota keluarga dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola
komunikasi yang digunakan, dan kemungkinan terjadinya komunikasi
disfungsional (Padila, 2012).
3) Struktur kekuatan keluarga
Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah prilaku (Padila, 2012).
4) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal(Padila, 2012).
5) Nilai dan norma keluarga

Poltekkes Kemenkes Padang


84

Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berkaitan
dengan kesehatannya (Padila, 2012).

e) Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai (Padila, 2012).
2) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku (Padila,
2012).
3) Fungsi perawatan kesehatan
Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit.
Kesanggupan anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima
tugas kesehatan keluarga, yaitu: (a). Mengenal masalah kesehatan; (b).
Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan; (c). melakukan
perawatan terhadap anggota yang sakit; (d). Menciptakan lingkungan
yang dapat meningkatkan kesehatan; (e). Mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal (Padila,
2012).
4) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah
anggota keluarga (Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi

Poltekkes Kemenkes Padang


85

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah


sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumberdaya dimasyarakat
untuk meningkatkan status kesehatannya (Padila, 2012).

f) Stres dan Koping Keluarga


Kaji mengenai stressor jangka pendek yang penyelesaiannya memerlukan
waktu kurang dari 6 bulan, stressor jangka panjang yang penyelesaiannya
memerlukan waktu lebih dari 6 bulan, kemampuan keluarga dalam
merespon stressor, koping yang digunakan, serta strategi adaptasi
disfungsional yang digunakan untuk menghadapi masalah (Padila, 2012).

g) Pemeriksaan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisik, lakukan beberapa persiapan berupa: (a).
Tunjukkan pendekatan kepada pasien; (b). Atur pencahayaan dan
lingkungan; (c). Tetapkan ruang lingkup pemeriksaan; (d). Pilih urutan
pemeriksaan; (e). Buat pasien merasa nyaman. Perhatikan berbagai hal
saat pertama kali menemui klien dan kaji secara umum dimulai dari warna
kulit, ekspresi wajah, mobilitas, pakaian dan postur, pola bicara, kesulitan
menengar, tinggi dan perawakannya, deformitas, masalah penglihatan dan
alat bantu yang digunakan, kontak mata dengan lawan bicara, status
nutrisi, serta masalah pernafasan (Muhith, 2016).
Pemeriksaan fisik berdasarkan pemeriksaan Head to Toe dimulai dengan :
1) Keadaan Umum
TD, Nadi, Suhu, RR , TB, pada klien lansia BB : Biasanya terjadi
perubahan berat badan. Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan
berat badan saat ini.
2) Kepala dan Rambut
Hal yang perlu dikaji adalah bentuk kepala, kekuatan dan kebersihan
rambut, adanya luka dan masa abnormal di kepala.

Poltekkes Kemenkes Padang


86

3) Mata
Hal yang perlu dikaji adalah ketajaman penglihatan, lapang pandang,
kekeruhan pada lensa, ada/ tidak nyeri pada mata, serta pembengkakan
(udema) kelopak mata.
4) Hidung
Kaji ada/tidaknya penurun fungsi indra pembau
Inspeksi : ada/tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak ada
secret/ingus, ada/tidak ada pemberian O2 melalui nasal/masker
Palpasi : ada/tidak nyeri tekan dan fraktur tulang nasal
5) Telinga
Kaji ada nya penurunan pendengaran, nyeri, serta masa abnormal pada
telinga
6) Mulut dan Bibir
Inspeksi : kaji keadaan mukosa bibir , jumlah gigi, kerusakan gigi,
karies dan radang pada gusi yang dapat memengaruhi pemenuhan
asupan nutrisi
Palpasi : ada/tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut, yang dapat
mempengaruhi asupan nutrisi.
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher dan luka / bekas luka pada area leher
Palpasi : Kaji nyeri tekan, massa, pembesaran kalenjer tiroid, dan
pembesaran kelenjar getah bening
8) Dada
a) Paru
Inspeksi : ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
pergerakan dada bentuk dada.
Palpasi : Kaji ada/tidak nyeri tekan dan kelainan pada dinding
thorax.
Perkusi : kaji bunyi paru pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : kaji suara paru dengan menggunakan stetoskop

Poltekkes Kemenkes Padang


87

Pada beberapa lansia biasanya ada yang memiliki gangguan pada


sistem pernafasan seperti asma, batuk, dll
b) Jantung
Inspeksi : Kaji keadaan wajah klien pucat/ tidak, periksa
konjungtiva, periksa adanya bendungan vena jugularis, bentuk dan
kesimetrisan dinding dada
Palpasi : periksa ada/tidaknya nyeri tekan dan raba adanya
ictus cordis
Perkusi : periksa adanya bunyi abnormal pada jatung, periksa
area lapang jantung pada batas jantung untuk memastikan tidak
terjadi pelebaran atau pengecilan
Auskultasi : periksa bunyi jantung untuk mendeteksi adanya bunyi
jantung tidak teratur dan bunyi tambahan.

9) Abdomen
Inspeksi : ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi
abdomen).
Auakultasi: peristaltic usus
Perkusi : hipertympani/timpani
Palpasi : kuadran I Hepar ada/tidak terdapat hepatomegali dan
nyeri tekan, kuadran II Gaster ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan
ada/ tidak terdapat distensi abdomen, kuadran IIITidak ada massa dan
nyeri tekankuadran IVTidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney.
10) Ekstremitas
Inspeksi : periksa perifer kemerahan/ tidak, ada/tidaknya sianosis
dan clubbing finger, ukur CRT dengan nilai normal <2 detik
Palpasi : periksa suhu akral

Tabel 2.6.
Skala Prioritas Masalah

Poltekkes Kemenkes Padang


88

NO. Kriteria Bobot Skor Pembenaran


1. Sifat Masalah: 1
- aktual = 3
- resiko = 2
- potensial = 1
2. Kemungkinan masalah 2
dapat diubah
- tinggi = 2
- sedang = 1
- rendah = 0
3. Potensial untuk dicegah 1
- mudah = 3
- cukup = 2
- tidak dapat = 1
4. Menonjolnya masalah 1
- masalah diraskan dan perlu
segera ditangani = 2
- masalah dirasakan = 1
- masalah tidak dirasakan =
0
Blion Maglaya, (1997) dalam Padila (2012)

Keterangan :
1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi :
a) Aktual : yaitu masalah dirasakan dan terjadi saat ini
b) Resiko: yaitu masalah tersebut rentan terjadi pada kelurga karna adanya
prilaku kesehatan yang menyimpang
c) Potensial : yaitu keluarga tersebut berpotensi mengalami masalah
dengan adanya prilaku dan faktor pendukung dari
lingkungan.
2. Kemungkinan masalah dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan
untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan
intervensi keperawatan

Poltekkes Kemenkes Padang


89

3. Potensi masalah untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah yang
akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan
keperawatan dan kesehatan.
4. Masalah yang menonjol, adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah
dalam hal berat dan mendesaknya masalah untuk diatasi melalu intervensi
keperawatan dan kesehatan.
Cara menentukan skor :
1. Tentukan skor untuk setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria
4. Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot
5. Masalah dengan nilai skor tertinggi yang lebih dulu diselesaikan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan lansia dapat berupa diagnosis keperawatan individu,
diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia, atau diagnosis keperawatan
pada kelompok lansia potensial, maupun risiko. Diagnosa keperawatan
keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke sistem keluarga dan
subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan. Diagnosa
keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan potensial
dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi
ntuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman (Friedman,
2010).
Berikut beberapa kemungkinan diagnosa yang muncul pada lansia dikelurga
antara lain:
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga
berhubungan dengan kurangnya asupan makan, ketidakmampuan keluarga
dalam merawat lansia
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan reaksi obat, anoreksia, depresi, gangguan mengunyah, gangguang

Poltekkes Kemenkes Padang


90

gigi geligi, menurunnya selera/daya pengecapan, isolasi sosial, dan tidak


mampu menyaiapkan makanan
c) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan di keluarga
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan energi tidak adekuat
e) Defisit Perawatan diri : Makan berhubungan dengan, gangguan persepsi
sensori, kelemahan, keletihan, nyeri, penurunan motivas, dan gangguan
sistem muskuloskeletal dan neuromuskular.

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan dimulai dengan prioritas diagnosis yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dan sasaran agar
kebutuhan klien terpenuhi. Rencana keperawatan disusun untuk
keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tidak terbatas, sesuai dengan
respon serta kebutuhan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun rencana keperawatan menurut Maryam (2010), yaitu : a).
Sesuaikan dengan tujuan yang spesialissi dimana diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar; b). Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan; c).
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang terkait; d). Tentukan prioritas;
e). Sediakan cukup waktu untuk klien; f). Dokumentasikan rencana
keperawatan yang telah dibuat.

Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosa


keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan dari keluarga dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternatif dan
sumber, serta menentukan prioritas (Friedman, 2010). Rencana keperawatan
keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi tujuan jangka panjang
(tujuan umum) dan tujuan jangka pendek (TUK), kriteria dan standar serta
uraian intervensi. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang
hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan TUK

Poltekkes Kemenkes Padang


91

yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang mengacu pada problem sedangkan


tujuan jangka pendek mengacu pada etiologi (Widyanto, 2014)
4. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun. Tujuan tindakan keperawatan pada lansia adalah agar
lansia dapat berfungsi seoptimal mungkin sesuai kemampuan dan kondisi
fisik, psikologis, serta sosial dengan meminimalkan ketergantungan pada
orang lain. Melalui tindakan keperawatan tersebut diharapkan lansia dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya antara lain nutrisi, keamanan dan keselamatan,
kebersihan diri, kesimbangan dan istirahat, dan hubungan interpersonal
melalui komunikasi efektif.

Keluarga dididik untuk dapat menilai potensi yang dimiliki dan


mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat memampukan
keluarga untuk : mengenal maslah kesehatannya, mengambil keputusan
berkaitan dengan perawatan kesehatan terhadap masalah yang dihadapi,
merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya,
memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga, serta
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat ( Widyanto, 2014).
Contoh tindakan keperawatan yang diberikan pada klien lansia adalah sebagai
berikut :
a) Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya misalnya dengan
memanggil nama klien, memberikan sentuhan pada klien, menjadi
pendengar yang baik bagi klien, serta menunjukkan sikap empati.
b) Memberikan perawatan tentang kebutuhan nutrisi misalnya dengan
memberikan porsi makan sedikit tapi sering. Beri makan yang menarik dan
dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang cukup cairan, banyak
makan sayur dan buah.

Poltekkes Kemenkes Padang


92

c) Memberikan perawatan tentang kebutuhan eliminasi misalnya dengan cara


cegah inkontinensia dengan balder training serta observasi jumlah urin
pada waktu akan tidur.
d) Memberikan perawatan tentang kebutuhan personal hygiene misalnya
mandi menggunakan sabun yang mengandung lemak, hindari menggosok
terlalu keras saat mandi, memotong kukutangan dan kaki, hindari
menggaruk dengan keras, membersihkan gigi dan mulut termasuk
perawatan gigi palsu, serta kebersihan rambut.
e) Memberikan perawatan muscoluskeletal melalui latihan range of motion
(ROM) aktif maupun pasif sesuai kebutuhan, rubah posisi setiap 2 jam,
mengajarkan senam lansia.
f) Memberikan perawatan psikososial misalnya dengan mendorong klien
untuk bersosialisasi, membantu menentukan dan mengikuti aktivitas, terapi
kelompok, serta berikan reinforcement positif.
g) Memelihara keselamatan misalnya dengan mengusahakan adanya
pembatas pada tempat tidur (bed site guard), posisikan tempat tidur lebih
rendah, lantai tidak licin, cukup penerangan serta membantu melakukan
aktivitas bila diperlakukan.
h) Memberikan berbagai terapi misalnya untuk menurunkan tekanan darah
dengan relaksasi otot progresif, mengatasi insomnia dengan slow stroke
back massage, dan lain sebagainya.

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang
dilakukan keluarga, perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh
hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga (bagaimana keluarga
berespon) daripada intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan
kegiatan bersama antara perawat dan keluarga (Friedman, 2010). Tahap
evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan yang telah
dilakukan dengan perencanaan sebelumnya sesuai dengan kriteria yang telah

Poltekkes Kemenkes Padang


93

ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format SOAP (evaluasi


formatif).

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh
Peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian (Nursalam, 2015). Design
penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus, dimana
penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan bagaimana asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo 2018.

B. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang,
dimulai pada bulan September sampai Juni 2018 di 2 keluarga dengan lansia yang
mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi.

C. Populasi dan sampel


1) Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2015). Populasi dari penelitian ini adalah semua keluarga dengan
lansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Data dari
Puskesmas Nanggalo pada bulan Februari 2018 didapatkan jumlah lansia
yang melakukan kunjungan dengan masalah pencernaan dan gangguan nutrisi
sebanyak 54 orang.
2) Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalu sampling. Sedangkan sampling adalah proses
penyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada

71
Poltekkes Kemenkes Padang
72

(Nursalam, 2015). Teknik pemilihan sampel yang telah dilakukan peneliti


adalah teknik simple random samplingdengan menggunakan kriteria inklusi.

D. Cara PenarikanSampel
Pemilihan sampel merujuk pada teknik simple random sampling, dimana subjek
penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan dari peneliti itu sendiri. Keluarga
binaan yang dipilih adalah keluarga dengan lansia yang mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi, bersedia menjadi keluarga binaan dan bersedia
diberikan asuhan keperawatan dengan melakukan kunjungan rumah selama satu
minggu.
Peneliti menggunakan kriteria inklusi yaitu:
1) Keluarga dengan lansia bersedia menjadi responden
2) Keluarga dan lansia mampu berkomunikasi dengan baik dan lancar serta
kooperatif disaat melakukan penelitian
3) Lansia yang tinggal/menetap bersama keluarga selama penelitian
4) Keluarga bersedia diberikan asuhan keperawatan keluarga, termasuk
dilakukannya pemeriksaan fisik
5) Keluarga dengan data alamat yang lengkap dan jelas sehingga bisa dilakukan
kunjungan rumah.
Berdasarkan pengkriteriaan inklusi yang telah dilakukan pada 54 populasi,
didapatkan 13 keluarga dengan lansia yang memenuhi kriteria tersebut.
Selanjutnya dilakukan penilaian tingkat kemandirian keluarga untuk
memperkecil cakupan sampel. Prioritas keluarga yang akan dibina untuk
diberikan asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan pemenuhan asupan
nutrisiadalah keluarga yang memiliki kriteria tingkat kemandirian keluarga
satu (I) yaitu menerima petugas perawatan kesehatan, menerima pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan atau keluarga
mandiri tingkat II yang menerima petugas perawatan kesehatan, menerima
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana, tahu dan dapat

Poltekkes Kemenkes Padang


73

mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar, melakukan perawatan


sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.

Setelah dilakukan penilaian tingkat kemandirian, terdapat 5 keluarga yang


memenuhi kriteria, maka diambil secara random 2 keluarga yang bersedia
menjadi responden dan berada diwilayah penelitian saat dilakukan asuhan
keperawatan. Sampel penelitian ini adalah keluarga Ibu.N dan keluarga Ny.I
yang mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi.

E. Alat/instrumen pengumpulan data


Instrumen pengumpulan data yang dibutuhkan dala penelitian adalah format
asuhan keperawatan keluarga (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi), alat pemeriksaan fisik (Tensi meter, Termometer, stetoskop, timbangan,
mikrotoa, arloji dengan detik dan penlight), serta daftar tilik. Format pengkajian
keperawatan terdiri dari: data umum, riwayat dan tahap perkembangan keluarga,
lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, harapan keluarga, dan
pemeriksaan fisik.

F. Cara pengumpulan data

1. Observasi
Dalam obeservasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan pasien, pemeriksaan fisik, mengguanakan teknik inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Observasi pada lansia dilakukan dengan
pemeriksaan fisik terutama sistem pencernaan lansia yang dapat mengganggu
proses pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Hasil observasi dari penelitian ini
ditemukan rona wajah dan warna bibir pucat, konjungtiva subanemis, keadaan
rongga mulut bersih dan kehilangan sebagian gigi, cara dan kebiasaan
makanserta masalah pada sistem organ seperti kelemahan anggota gerak,
penurunan daya ingat dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu peneliti juga

Poltekkes Kemenkes Padang


74

melakukan observasi terhadap lingkungan partisipan seperti cara pengolahan


dan penyajian makanan yang yang tidak sesuai dengan keadaan lansia, letak
peralatan makan yang terlalu tinggi dan jauh, ketersediaan bahan makanan
kurang bervariasi, dan lingkungan tempat tinggal yang cukup bersih dan
nyaman.

2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik. Pada penelitian ini
dilakukan pengukuran tanda – tanda vital pada partisipan I ditemukan tekanan
darah tinggi yaitu 170/100 mmHg. Sedangkan pada partisipan II normal,
pengukuran antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas
dan menghitung IMT. Hasil perhitungan IMT didapatkan kedua partisipan
berada dibawah rentang normal.

3. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih
mendalam (Sugiyono, 2014).

Pada penelitian ini dilakukan wawancara kepada pasien dan keluarga melalui
pembicaraan informal , menggunakan instrumen berupa format asuhan
keperawatan keluarga dan gerontik. Peneliti menanyakan data umum berupa
komposisi keluarga, tradisi suku dan agama yang berpengaruh terhadap
kesehatan, status ekonomi, keluhan yang dirasakan partisipan dan keluarga saat
ini, dan riwayat kesehatan keluarga. Pada masalah gangguan pemenuhan asupan
nutrisi juga diitanyakan masalah pada rongga mulut dan pencernaan yang
dirasakan partisipan, kemampuan partisipan dalam menyiapkan hidangan
makanan untuk dirinya, penyakit yang mengharuskan lansia untuk mengubah

Poltekkes Kemenkes Padang


75

pola dietnya seperti DM dan jantung, serta pengobatan dan perawatanyang


sedang dijalaninya saat ini.

4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Pada
penelitian ini hasil dokumentasi berupa data yang didapatkan dari Puskesmas
Nanggalo, yaitu nama dan alamat lansia yang berkunjung pada bulan februari
dengan masalah nutrisi, berat badan, tinggi badan, dan IMT lansia.

G. Jenis – Jenis Data

1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari keluarga melalui
pengkajian, hasil observasi, dan pemeriksaan fisik. Pada penelitian ini data
primer yang didapatkan pada partisipan I dan II melalui hasil wawancara
adalah komposisi keluarga, tahap perkembangan keluarga, fungsi dan struktur
keluarga, riwayat kesehatan anggota keluarga, keluhan utama, norma/ budaya
atau kebiasaan keluarga yang mempengaruhi kesehatan. Hasil observasi dan
pemeriksaan fisik berupa keadaan umum, wajah pucat, mukosa bibir kering,
konjungtiva subanemis, tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, bising usus
hiperaktif, keadaan rongga mulut dan jumlah gigi lansia yang berkurang,
kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat dan menyediakan asupan nutrisi
bagi lansia, lingkungan yang tidak sesuai bagi lansia dengan gangguan
pemenuhan asupan nutrisi.

2. Data Skunder
Data skunder berupa data yang diperoleh dari dokumen atau medikalRecord di
Puskesmas Nanggalo Kecamatan Nanggalo Kota Padangdan data dari Dinas
Kesehatan Kota Padan. Data yang didapatkan pada penelitian ini adalah data

Poltekkes Kemenkes Padang


76

dari Dinas Kesehatan Kota Padang mengenai jumlah kasus sistem pencernaan
dan nutrisi di semua kecamatan di Kota Padang. Data nama, alamat, berat
badan, tinggi badan, dan IMT lansia yang berkunjung ke puskesmas Nanggalo
pada bulan februari dengan masalah nutrisi.

H. Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dibandingkan dengan teori. Pada penelitanyang telah
dilakukan, setelah didapatkan data tentang pasien melelalui pengkajian
keperawatan, data akan dikelompokkan dalam bentuk data subjektif dan objektif.
Kemudian dirumuskan diagnosa keperawatan, disusun rencana keperawatan
sesuai tugas kesehatan keluarga, melakukan implementasi dan evaluasi
keperawatan berdasarkan SOAP. Asuhan keperawatan dibuat dengan cara
mendeskripsikan kasus dan selanjutnya dilakukan pembahasan dengan
membandingkan kasus partisipan 1 dan 2. Kesesuaian dan kesenjangan yang
ditemukan dibandingkan dengan teori yang telah ada. Adanya kesesuaian antara
teori dan kasus mengenai keluhan utama dan hasil pemeriksaan fisik lansia yang
mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi dan faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan kesenjangan terdapat pada diagnosa yang
diangkat. Secara teoritis, terdapat 5 kemungkinan diagnosa yang muncul pada
masalah gangguan pemenuhan asupan nutrisi, tetapi dari hasil penelitian terdapat
3 diagnosa untuk masing – masing partisipan dengan 2 diagnosa yang sama dan
sesuai teori dan 1 diagnosa berbeda. Kesenjangan tersebut berhubungan dengan
ada atau tidaknya data dari partisipan yang mendukung tegakknya diagnosa
tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Kunjungan keluarga dilakukan pada keluarga Ibu. N (partisipan I) dan Ny. I
(partisipan II) dengan gangguan pemenuhan asupan nutrisi pada lanjut usia.
Kunjunan dimulai pada tanggal 19 Maret 2018 sampai 30 Maret 2018 dengan
kunjungan dilakukan 1 kali dalam sehari selama 12 hari.

Tabel 4.1
Deskripsi Kasus

Asuhan Partisipan I Partisipan II


Keperawatan
Pengkajian Ibu. N (65 th) tinggal di jalan Durian Ny.I (68th) tinggal di jalan
Ratus RT 05/RW 02 Kelurahan Handayani III RT 02 / RW XIV
Kurao Pagang Kecamatan Nanggalo Kelurahan Surau Gadang Kecamatan
Kota Padang, merupakan keluarga Nanggalo, Kota Padang, merupakan
lanjut usia. Keluarga ini terdiri dari keluarga lanjut usia yang terdiri dari
Bpk. A (71 tahun) sebagai kepala Ny I saja. Ny I tinggal bersama
keluarga, Ibu. N sebagai istri dan An. cucunya yang berusia 16 tahun.
B (34 tahun) sebagai anak bungsu
yang belum menikah tetapi tinggal
terpisah dengan kedua orang tuanya.
Ibu.N tinggal dirumah yang
bersebelahan dengan rumah anak Ny. I sebagai kepala keluarga tidak
perempuannya. bekerja, memiliki penghasilan dari
Bpk. A sebagai kepala keluarga tidak uang pensioun almarhum suami ±
bekerja. Ibu. N bekerja sebagai 1.200.000/bulan. Jika sakit, Ny. I
petani. Penghasilan yang didapat menggunakan jaminan kesehatan
keluarga Bpk. A dalam seminggu ± BPJS mandiri untuk berobat ke
Rp. 150.000. Biaya makan keluarga puskesmas.
Bpk. A ditanggung oleh anaknya
yang tinggal bersebelahan
dengannya. Jika keluarga Bpk. A
berobat ke puskesmas, mereka tidak
menggunakan BPJS, karena tidak
mengerti cara mengurusnya. Biaya Tahap perkembangan keluarga yang
berobat biasanya berasal dari belum terpenuhi adalah pengaturan
tabungan Ibu.N dan bantuan dari hidup yang memuaskan. Hal tersebut

77
Poltekkes Kemenkes Padang
78

anak – anaknya. terlihat dari pola hidup Ny.I yang


Tahap perkembangan keluarga yang tidak sesuai dengan penyaki diabetes
belum terpenuhi adalah penyesuaian mellitus yang dideritanya.
terhadap pendapatan yang menurun,
serta penyesuaian cara hidup sesuai Almarhum suami Ny.I menderita
dengan kondisi fisik usia lanjut. Hal hipertensi dan memiliki riwayat
tersebut terlihat dari Ibu. N yang merokok. Sedangkan Ny. I menderita
masih harus terus bekerja untuk diabetes militus sejak 2 tahun yang
memenuhi kebutuhan sampai saat ini. lalu dan tidak terkontrol. Ny. I hanya
Bpk. A mengalami katarak sejak 3 memeriksa gula darahnya ke
tahun yang lalu, tetapi tidak puskesmas jika merasa sudah tidak
melakukan operasi karena kendala enak badan dan saat obatnya habis.
biaya. Bpk. A pernah berobat ke Saat ini keluhan yang dirasakan Ny.I
puskesmas, tetapi tidak kontrol adalah mual dan sering muntah serta
teratur. Jika Bpk A mulai merasa kadar gula darahnya yang sering
gatal pada matanya dan mengalami peningkatan. Keluhan
penglihatannya mulai kabur, Bpk. A mual dan muntah tersebut ia rasakan
akan meminum air rebusan daun sejak pertama kali mengkonsumsi
tanaman obat. Saat ini Bpk. A tidak obat diabetes yang diberikan
memiliki keluhan mengenai puskesmas. Akan tetapi keluhan
kesehatannya, Bpk A tidak pernah bertambah parah sejak 2 minggu
dirawat dirumah sakit. Bpk. A tidak yang lalu. Hal itu membuat Ny. I
merokok, tidak memiliki riwayat malas untuk mengkonsumsi obat. Ny.
hipertensi, tidak pernah memeriksa I juga tidak mengetahui bagaimana
tekanan darah. Bpk. A juga tidak cara meningkatkan nafsu makannya,
mengikuti kegiatan posyandu lansia sehingga saat merasa ingin makan
di daerahnya. Ibu. N menderita sesuatu, ia akan makan tanpa
hipertensi sejak 14 tahun yang lalu memikirkan efek terhadap
dan tidak terkontrol. Jika ia sudah peningkatan gula darahnya. Ny. I
merasa berat pada tengkuk dan jarang mengikuti kegiatan senam
pusing maka ia akan meminum air lansia dan senam diabetes di
rebusan daun alpukat Ibu. N juga puskesmas karna terlalu jauh dari
menderita gastritis sejak 10 tahun rumah dan tidak ada yang bisa
yang lalu. Ibu. N pernah dirawat di mengantarnya. Ny. I terkadang
rumah sakit karena ada masalah pada mengikuti kegiatan posyandu lansia
jantungnya. Ibu. N tidak mempunyai di lingkungan rumahnya jika diajak
riwayat Diabetes Melitus. Saat ini oleh tetangganya.
keluhan yang dirasakan Ibu. N adalah
mual dan nafsu makannya yang
menurun. Ibu. N juga mengeluh nyeri Rumah keluarga Ny.I adalah jenis
pada perutnya saat makan rumah permanen dengan atap seng,
dikarenakan gastritis yang ukuran 9 x 14 m. Lantai keramik.
dideritanya. Akan tetapi Ibu. N tidak Kamar mandi dan wc tidak terpisah,
mengerti penyakit gastritis dan sumber air minum berasal dari air

Poltekkes Kemenkes Padang


79

bagaimana perawatannya. minum isi ulang. Sedangkan untuk


Rumah keluarga Bpk. A adalah jenis kebutuhan mandi dan menyuci
rumah permanen dengan atap seng, digunakan air sumur yang dialirkan
ukuran 8 x 12 m, penerangan dikamar menggunakan mesin pompa.
tidak memadai, tidak terdapat jendela Pembuangan air kotor melalui saluran
di dalam kamar, hanya ada sebuah yang langsung mengalir ke selokan di
ventilasi kecil. Kamar mandi dan wc depan rumah.
tidak terpisah, sumber air mandi dan
air minum berasal dari air sumur
yang dialirkan menggunakan mesin Jika sakit, cucu Ny.I yang tinggal
pompa. Terdapat halaman dibelakang dengannya akan mengantar ke
rumah yang ditanami tanaman obat – puskesmas dan menghubungi anak
obatan. Pembuangan air kotor Ny.I untuk meminta bantuan. Biaya
melalui saluran yang langsung pengobatan biasanya berasal dari
mengalir ke selokan di belakang tabungan Ny.I dan bantuan dari anak
rumah. – anaknya
Jika sakit maka, anak yang tinggal Budaya / kebiasaan Ny. I yang
disamping rumah Bpk. A yang akan bertentangan dengan kesehatan
mengantar berobat ke dukun, untuk adalah kebiasaan minum teh dan
masalah biaya pengobatan biasanya ngemil setelah makan siang sambil
dibantu oleh anak anaknya yang lain tiduran di depan TV dan sering
secara bersama – sama. tertidur. Ny I juga biasa makan
malam setelah sholat magrib atau
Budaya / kebiasaan Ibu. N yang isya dengan alasan belum ingin
bertentangan dengan kesehatan makan atau mual. Kebiasaan lain
adalah kebiasaan berobat dan akan yang juga memengaruhi kesehatan
pergi ke fasilitas kesehatan jika tidak Ny.I adalah mengkonsumsi seafood
kunjung merasa baikan setelah pergi sebagai lauk. Ny.I jarang mengikuti
beberapa kali ke dukun. Selain itu kegiatan senam diabetes dan senam
keluarga Bpk. A juga memiliki lansia. Ia tidak memiliki aktivitas
kebiasaan mengkonsumsi obat herbal olah raga rutin tiap harinya.
yang berasal dari tanaman obat yang
ditanam di belakang rumah jika sakit. Pada fungsi perawatan kesehatan
Hal tersebut juga dilakukan oleh anak keluarga Ny.I , belum mengenal
– anaknya. Ibu. N tidak mau berobat masalah gangguan pemenuhan
ke rumah sakit karena pernah asupan nutrisi. Ini terlihat dari pola
mengalami alergi obat sehingga ia makan Ny. I yang tidak teratur dan
takut untuk berobat lagi. tidak sesuai dengan penyakitnya,
Pada fungsi perawatan kesehatan badan Ny.I terlihat lemah. Ny.I sudah
keluarga Bpk. A, belum mengenal mengenal penyakit diabetes mellitus
masalah gangguan pemenuhan tetapi tidak memahaminya. Ny.I tidak
asupan nutrisi. Ini terlihat dari pola mampu mengambil keputusan untuk
makan Ibu. N yang tidak teratur dan menentukan tindakan yang akan
badan yang lemah. Keluarga dilakukan terkait keadaannya.

Poltekkes Kemenkes Padang


80

menganggap Ibu. N kelelahan karena Initerlihat dari keluhan mual muntah


bekerja dan menganggap wajar jika Ny.I yang tidak berkurang dan kadar
orang lanjut usia sering sakit karena gula darah yang sering mengalami
sudah faktor usia. Keluarga tidak peningkatan. Ny.I sering
mampu mengambil keputusan untuk mengkonsumsi makanan yang ia rasa
perawatan Ibu. N karena merasa hal dapat meningkatkan nafsu makan
tersebut wajar dan tidak akan tanpa memikirkan akibatnya terhadap
menimbulkan komplikasi bagi Ibu. N. penyakit diabetes mellitus yang ia
keluarga juga tidak mampu derita. Keluarga tidak mampu
memodifikasi lingkungan sesuai merawat Ny I yang mengalami mual
kebutuhan Ibu. N. Itu terlihat dari muntah dan diabetes melitus, karena
kurangnya penerangan diruang dapur, Ny.I hanya tinggal dengan cucunya
lemari tempat letak lauk pauk yang yang masih SMA dan tidak begitu
tinggi, alat makan berbahan kaca, mengetahui penyakit yang diderita
makanan tidak sesuai dengan keadaan neneknya. lingkungan rumah Ny.I
Ibu. N yang sudah kehilangan gigi cukup baik. Peralatan makan dan
dan mengalami mual muntah. lemari tempat lauk dan nasi mudah
Pemanfaatan fasilitas kesehatan juga dijangkau oleh Ny.I. penerangan
belum efektif. Hal itu terlihat dari cukup baik. Air hangat menggunakan
kebiasaan berobat ke dukun dan tidak dispenser. Lantai kamar mandi
mengikuti kegiatan posyandu lansia. terbuat dari keramik agak licin.
Pemanfaatan fasilitas kesehatan juga
belum efektif. Itu terlihat dari Ny.I
yang tidak mengontrol gula darah
sesuai jadwal. Ny.I juga terkadang
tidak mengikuti kegiatan posyandu
lansia dengan alasan malas pergi
sendiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran compos mentis kooperatif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TB/BB : 155cm/40kg, IMT : 16,26,
kesadaran compos mentis kooperatif. TD: 130/90 mmHg, HR: 98x/i, RR:
TB/BB : 150cm/ 38kg , IMT : 16,89, 22x/i, suhu: 36,7ºc, konjungtiva
TD: 170/100mmHg, HR: 105x/i, RR: subanemis, karies (+).
22x/i, suhu: 36,6ºc, konjungtiva
subanemis, fungsi pendengaran
sedikit menurun. Mulut bersih, Abdomen
mukosa bibir kering, pucat. karies I : simetris, tidak ada lesi
(+).tyroid A : bising usus hiperaktif
Thorak 48x/i
Jantung I : ictus kordis terlihat P : distensi (-) nyeri tekan (-),
P : ictus cordis teraba, tidak hepar dan limpa tidak
ada pelebaran jantung teraba
P : pekak P : Timpani

Poltekkes Kemenkes Padang


81

A : regular Saat dilakukan pengkajian pada


Abdomen tanggal 15Maret pukul 13.00 WIB.
I : simetris, tidak ada lesi Ny.I mengeluh malas makan karena
A : bising usus hiperaktif mual yang dirasakannya. Ia
42x/i beranggapan mual tersebut
P : nyeri tekan (+) disebabkan karena mengkonsumsi
P : Timpani obat diabetes.
Turgor kulit kembali lambat
Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 13 Maret pukul 11.00 WIB.
Ibu.N mengeluh tidak bisa makan
karna mual serta nyeri pada perutnya.
Ia juga mengatakan sudah 3 hari tidak
pergi bekerja karna merasa lesu dan
pusing. Nafsu makannya menurun, ia
sudah memaksakan diri untuk makan
tapi hanya mampu mernghabiskan
setengah porsi, ia tidak tau cara
meningkatan asupan nutrisi dan
bagaiman cara mengobati nyeri
perutnya.
Analisa Data Data Subjektif : Data subjektif :
- Ibu N mengeluh mual dan nyeri - Ny.I mengeluh mual saat makan
saat makan - Ny.I sudah menderia diabetes
- Ibu N menderita gastritis sejak 10 mellitus sejak 2 tahun yang lalu
tahun yang lalu - nafsu makannya menurun sejak ia
- nafsu makannya menurun mulai mengkonsumsi obat diabetes
- Ibu N susah mengunyah makanan mellitus
karena kehilangan sebagian gigi - Ny.I tidak mengetahui bagaiman
- Keluarga menganggap penurunan - cara meningkatkan nafsu makan.
nafsu makan saat tua adalah hal Data Objektif :
wajar - IMT : 16,26
Data Objektif : - Bising usus hiperaktif 48x/i
- Ibu N terlihat lemah Etiologi : Kurang asupan makanan,
- Ibu N sudah dua hari tidak dan ketidakmampuan keluarga
beraktivitas dan hanya tidur di merawat anggota keluarga yang sakit
rumah Masalah : Ketidakseimbangan nutrisi
- IMT : 16,89 kurang dari kebutuhan
- Bibir pucat, mukosa bibir kering tubuh
- Bising usus hiperaktif 42x/i Data Subjektif :
- Ny.I mengetahui penyakit diabetes
mellitus, tetapi tidak mengerti
Etiologi : Kurang asupan makanan, dengan penyakitnya
dan ketidakmampuan - Ny.I saat ini mengkonsumsi

Poltekkes Kemenkes Padang


82

keluarga merawat anggota makanan yang ia suka untuk


keluarga yang sakit menambah nafsu makannya tanpa
Masalah : Ketidakseimbangan nutrisi memikirkan efek bagi gula
kurang dari kebutuhan darahnya
tubuh
Data objektif :
- Ny. I terlihat hanya menghabiskan
Data subjektif : waktu tiduran dirumah saja
- Keluarga tidak mengerti cara - Ny. I tidak memiliki kegiatan olah
mengatasi mual dan nyeri yang raga rutin
dirasakan Ibu.N - Cucu Ny.I juga tidak mengerti
- Keluarga menganggap penurunan dengan penyakit yang dialami Ny.I
nafsu makan saat sudah berusia
lanjut adalah hal yang wajar
- Keluarga tidak mengerti penyakit
gastritis , penyebab dan akibatnya
- Keluarga menganggap Ibu N
dapat membaik dengan istirahat

Data Objektif :
- Makanan yang disediakan untuk
Ibu.N tidak sesuai dengan
kebutuhannya. Tekstur nasi cukup
keras, dan tidak ada asupan cairan
tambahan bagi Ibu.N seperti susu
atau teh. Etiologi: Ketidakmampuan keluarga
- Keluarga juga jarang merawat anggota keluarga
mengkonsumsi buah dan tidak yang sakit
menyajikan makanan yang Masalah : Ketidakefektifan
bervariasi. manajemen kesehatan
- Ibu N sudah menderita gastritis
sejak 10 tahun yang lalu tetapi Data subjektif :
keluarga tidak terlalu - Ny.I tidak mengkonsumsi obat
menghiraukan secara teratur dengan alasan mual
- Ny.I tidak mengontrol tekanan
Etiologi : Ketidakmampuan keluarga darah secara teratur
merawat anggota keluarga - Ny.I tidak mengikuti kegiatan
yang sakit posyandu lansia
Masalah : Ketidekefektifan manajmen - Ny. I tidak memiliki aktivitas olah
kesehatan raga rutin
Data subjektif :
- keluarga memiliki kebiasaan
berobat ke dukun jika sakit
- keluarga memiliki kebiasaan

Poltekkes Kemenkes Padang


83

mengkonsumsi tanaman obat, Data objektif :


tetapi tidak mengetahui cara - Sering terjadi peningkatan gula
pengolahan dan aturan makannya darah
dengan tepat - Hasil pemeriksaan gula darah
- Ibu N tidak mau mengkonsumsi terakhir 385mg/dl
obat dari rumah sakit karena
pernah mengalami alergi Etiologi : Kurang pengetahuan
- Bpk.A menderita katarak sejak 3 tentang penyakit
tahun yang lalu, tetapi tidak Masalah : Ketidakefektifan regimen
berobat ke fasilitas kesehatan dan terapeutik pada keluarga
hanya mengkonsumsi tanaman
obat tanpa aturan yang tepat

Data Objektif :
- Ibu N dan Bpk A tidak mengikuti
kegiatan posyandu lansia karena
sibuk bekerja

Etiologi: Kurang terpapar informasi


Masalah : Perilaku kesehatan
cenderung beresiko
Intervensi Intervensi keperawatan dirumuskan Intervensi keperawatan dirumuskan
Keperawatan berdasarkan diagnosa yang telah berdasarkan diagnosa yang telah
didapatkan, berdasarkan tujuan didapatkan, berdasarkan tujuan
umum dan khusus yang dilengkapi umum dan khusus yang dilengkapi
dengan kriteria dan standar. Untuk dengan kriteria dan standar. Untuk
diagnosa I, II, dan III intervensi diagnosa I, II, dan III intervensi
direncanakan sesuai dengan 5 TUK direncanakan sesuai dengan 5 TUK
yaitu : yaitu :
TUK 1 : Keluarga mampu mengenal TUK 1: Keluarga mampu mengenal
masalah kesehatan yang dialami masalah kesehatan yang dialami
lansia yaitu gangguan pemenuhan lansia yaitu gangguan pemenuhan
asupan nutrisi, mengenal masalah asupan nutrisi, mengenal masalah
gastritis, dan mengenal perilaku diabetes mellitus, dan mengenal
kesehatan keluarga yang cenderung aktivitas yang dapat memengaruhi
beresiko. kestabilan kadar gula darah lansia
TUK 2 : keluarga mampu mengambil TUK 2 : keluarga mampu mengambil
keputusan dengan mendiskusikan keputusan dengan mendiskusikan
tindakan yang harus dilakukan jika tindakan yang harus dilakukan jika
terjadi masalah kesehatan dalam terjadi masalah kesehatan dalam
keluarga terutama terhadap lansia keluarga terutama terhadap lansia
TUK 3 : Keluarga mampu mampu TUK 3 : Keluarga mampu mampu
merawat lansia yang mengalami merawat lansia yang mengalami

Poltekkes Kemenkes Padang


84

masalah gangguan pemenuhan masalah gangguan pemenuhan


asupan nutrisi, dan gastritis, asupan nutrisi, dan diabetes mellitus,
demonstrasi pengolahan bahan demonstrasi pengolahan dan
makanan sesuai kebutuhan lansia penyajian bahan makanan sesuai
dengan masalah mual dan nyeri perut kebutuhan lansia dengan masalah
serta kehilangan sebagian gigi, mual dan diabetes mellitus,
demonstrasi kompres hangat untuk demonstrasi senam diabetes, diskusi
mengurangi nyeri, diskusi mengenai mengenai aktivitas yang dapat
manfaat dan kelebihan pengobatan mempengaruhi kestabilan kadar gula
dari tenaga kesehatan, serta darah lansia, serta pemilihan
demonstrasi pengolahan obat aktivitasolah raga rutin setiap hari
tradisional secara tepat. bagi lansia dengan diabetes melitus
TUK 4 : keluarga mampu melakukan TUK 4 : keluarga mampu melakukan
modifikasi dan menciptakan modifikasi dan menciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman lingkungan yang aman dan nyaman
untuk menunjang kesehatan keluarga untuk menunjang kesehatan keluarga
terutama lansia terutama lansia
TUK 5 : Keluarga mampu TUK 5 : Keluarga mampu
memanfaatkan pelayanan kesehatan memanfaatkan pelayanan kesehatan
untuk mengatasi masalah kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan
keluarga terutama lansia keluarga terutama lansia
Implementasi 1. Diagnosa Ketidakseimbangan 1. Diagnosa Ketidakseimbangan
Keperawatan nutrisi: kurang dari kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan kurangnya asupan makanan dan
dan ketidakmampuan keluarga ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang merawat anggota keluarga yang
sakit, implementasi pertama sakit,implementasi pertama
dilaksanakan pada hari Senin dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 19 Maret 2018 pukul tanggal 19 Maret 2018 pukul 13.00
09.30 WIB, yaitu memberikan WIB, yaitu memberikan
pendidikan kesehatan mengenai pendidikan kesehatan mengenai
gangguan pemenuhan asupan gangguan pemenuhan asupan nutrisi
nutrisi yang terjadi pada Ibu.N, yang terjadi pada Ny.I, penyebab,
penyebab, serta akibatnya, serta akibatnya sehingga keluarga
sehingga keluarga mampu mampu memilih tindakan
memilih tindakan perawatan. perawatan.
Selanjutnya pada hari Selasa Selanjutnya pada hari Selasa
tanggal 20 Maret 2018 pukul tanggal 20 Maret 2018 pukul 15.00
13.00 WIB, melakukan tindakan WIB, melakukan tindakan
perawatan anggota keluarga yang pengolahan makanan untuk
sakit. Tindakan yang dilakukan mengurangi mual yaitu dengan
adalah menyajikan makanan sediakan roti atau biscuit sebagai
dengan tekstur lembut dan lunak pengganti nasi, mengolah makanan

Poltekkes Kemenkes Padang


85

serta berkuah bagi Ibu.N yang dengan cara direbus atau dikukus,
mengalami nyeri perut dan mual makanan disajikan dalam porsi kecil
akibat gastritis, makanan tapi sering, disediakan jus buah
disajikan dalam porsi kecil tapi tanpa pemanis tambahan (gula atau
sering. Selain itu juga disajikan susu) untuk meningkatkan nafsu
cairan tambahan berupa susu makan, meningkatkan konsumsi air
untuk meningkatkan asupan hangat saat makan dan setelah
nutrisi Ibu.N makan.
Pada hari Rabu tanggal 21 Maret Pada hari Rabu tanggal 21 Maret
2018 pukul 10.00 WIB. 2018 pukul 13.00 WIB.
Mendiskusikan bersama keluarga Mendiskusikan bersama keluarga
mengenai modifikasi lingkungan lingkungan yang aman bagi Ny.I.
yang aman dan sesuai dengan Keluarga dianjurkan untuk
kebutuhan Ibu.N. Keluarga meletakkan alat dan bahan makanan
dianjurkan untuk meletakkan alat ditempat yang mudah dijangkau,
dan bahan makanan di tempat sediakan roti berbahan gandum
yang mudah dijangkau, sebagai pengganti nasi, ciptakan
menyediakan alat makan yang lingkungan yang bersih dan wangi
tidak mudah pecah, menyediakan serta nyaman agar tidak
air hangat dan cairan tambahan menimbulkan mual. Selanjutnya
(teh dan susu) bagi Ibu.N. mendiskusikan fasilitas kesehatan
Selanjutnya juga mendiskusikan yang ada disekitar rumah yaitu
dengan Ibu.N dan keluarga puskesmas, kegiatan posyangdu,
mengenai fasilitas di sekitar dan klinik lalu menyebutkan
rumah yaitu puskesmas, kegiatan manfaat fasilitas kesehatan dalam
posyandu lansia dan, rumah mengatasi masalah kesehatan
bidan. Menjelaskan kepada dikeluarga
keluarga manfaat fasilitas
kesehatan bagi Ibu.N dan anggota
keluarga lainnya.
2. Diagnosa ketidakefektifan 2. Diagnosa ketidakefektifan
manajemen kesehatan manajemen kesehatan
dikeluarga berhubungan dikeluarga berhubungan dengan
dengan Ketidakmampuan Ketidakmampuan keluarga
keluarga merawat anggota merawat anggota keluarga yang
keluarga yang sakit, sakit, implementasinya
implementasinya dilaksanakan dilaksanakan pada hari Kamis
pada hari Kamis tanggal 22 Maret tanggal 22 Maret 2018 pukul 13.00
2018 pukul 10.00 WIB, yaitu WIB, yaitu memberikan
menggali pengetahuan Ibu.N dan penyuluhan mengenai diabetes
keluarga mengenai penyakit mellitus, penyebab dan akibat
gastritis, penyebab dan akibat lanjutnya serta berbagai tindakan
lanjutnya serta berbagai tindakan perawatannya. Selanjutnya
perawatannya. Selanjutnya keluarga diminta memilih tindakan

Poltekkes Kemenkes Padang


86

keluarga diminta memilih perawatannya di rumah. Pada hari


tindakan perawatan penyakit Jum’at tanggal 23 Maret 2018
gastritis di rumah. Pada hari pukul 15.00 WIB. Menjelaskan
Jum’at tanggal 23 Maret 2018 anjuran makan bagi penderita
pukul 13.00 WIB, melakukan diabetes mellitus. Pembagian
tindakan kompres hangat untuk waktu makan, makanan yang
mengurangi nyeri pada perut dianjurkan, makanan yang harus
Ibu.N yang menderita gastritis. dihindari, cara pengolahan
Setelah dilakukan demonstrasi, makanan, serta takaran energi yang
keluarga mengulang tindakan. dibutuhkan untuk setiap kali
Selain itu juga didiskusikan makan. Selain itu juga
pengolahan dan konsumsi bahan memberikan contoh menu
kunyit untuk mengurangi nyeri makanan bagi penderita DM dalam
gastritis sebagai obat tradisional 3 kali makan selama sehari
yang sering digunakan keluarga. Pada hari sabtu tanggal 24 Maret
Pada hari Sabtu tanggal 24 Maret 2018 pukul 13.00 WIB. Menggali
2018, pukul 09.30 WIB. pengetahuan keluarga mengenai
Menggali pengetahuan keluarga modifikasi lingkungan bagi lansia.
mengenai modifikasi lingkungan Keluarga dianjurkan untuk
yang aman dan sesuai dengan memberikan penerangan yang
kebutuhan Ibu.N yang menderita cukup disetiap ruangan, alat
gastritis. Keluarga dianjurkan peyangga dikamar mandi, menjaga
memberikan penerangan yang agar lantai kamar mandi tidak licin
cukup disetiap ruangan, dan tidak terlalu kasar,
memberikan alat penyangga menyediakan alas kaki yang
dikamar mandi, menghindari lembut dan tidak mengiritasi.
penyajian makanan berbumbu dan Untuk pemanfaatan fasilitas
berbau tajam, menyediakan air kesehatan Ny.I dianjurkan
hangat untuk minum dan mengikuti kegiatan posyandu
kompres, kurangi aktivitas fisik lansia secara rutin, serta kontrol
Ibu.N terutama saat terasa nyeri. gula darah.
Untuk pemanfaatan fasilitas
kesehatan, Ibu.N dianjurkan
untuk mengikuti kegiatan
posyandu lansia secara rutin.
3. Diagnosa Perilaku kesehatan 3. Diagnosa Ketidakefekifan
cenderung beresiko regimen terapeutik pada
berhubungan dengan kurang keluarga berhubungan dengan
terpapar informasi, Kurang pengetahuan tentang
implementasi pertama dilakukan manajemen penyakit,
pada hari Senin tanggal 26 Maret implementasi pertama dilakukan
2018, pukul 09.30 WIB, menggali pada hari Senin tanggal 26 Maret
pengetahuan keluarga mengenai 2018, pukul 13.00 WIB, menggali
manfaat obat tradisional dalam pengetahuan keluarga mengenai

Poltekkes Kemenkes Padang


87

mengatasi masalah kesehatan. kebiasaan yang dapat mengganggu


Mendiskusikan bersama keluarga kestabilan kadar gula darah Ny.I.
resiko mengkonsumsi obat selain itu juga menjelaskan
tradisional tanpa aturan kegiatan yang dapat menjaga
pengolahan yang tepat. kestabilan kadar gula darah Ny.I.
Menjelaskan manfaat pengobatan Keluarga diminta untuk memilih
dari tenaga kesehatan, untuk tindakan perawatan untuk menjaga
mengurangi kebiasaan keluarga kestabilan kadar gula darah Ny.I
berobat ke dukun. Pada hari Selasa tanggal 27 Maret
Pada hari Selasa tanggal 27 Maret 2018 pukul 15.00 WIB.
2018 pukul 13.00 WIB. Mendemonstrasikan kegiatan
Mendiskusikan dan mengolah senam diabetes. Selain itu Ny.I
langsung tanaman obat yang ada dianjurkan menghilangkan
di belakang rumah dengan kebiasaanya ngemil sambil tiduran
pengolahan yang tepat untuk pada siang hari di depan TV. Ny.I
pengobatan hipertensi yang juga dianjurkan untuk melakukan
diderita Ibu.N dan masalah satu aktivitas fisik/ setiap hari
kesehatan lainnya. Menjelaskan seperti jalan pagi/ jalan sore
kepada keluarga manfaat obat selama 30 menit/hari secara
tradisional, akan tetapi teratur.
mengingatkan agar berobat ke
fasilitas kesehatan untuk
pengobatan yang lebih efektif.
Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap kali jadwal Evaluasi dilakukan setiap kali jadwal
Keperawatan implementasi terlaksana dimulai dari implementasi terlaksana dimulai dari
diagnosa pertama hingga diagnosa diagnosa pertama hingga diagnosa
ketiga. Evaluasi di buat berdasarkan ketiga. Evaluasi di buat berdasarkan
format SOAP. format SOAP.
1. Diagnosa Ketidakseimbangan 1. Diagnosa Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan kurangnya asupan makanan dan
dan ketidakmampuan keluarga ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang merawat anggota keluarga yang
sakit sakit
Evaluasi Evaluasi
S: S:
a. Keluarga sudah mengenal a. Keluarga sudah mengenal
masalah gangguan pemenuhan masalah gangguan pemenuhan
asupan nutrisi, penyebab, dan asupan nutrisi, penyebab, dan
akibatnya akibatnya
b. Keluarga mampu mengambil b. Keluarga mampu mengambil
tindakan perawatan bagi tindakan perawatan bagi anggota
anggota keluarga (Ibu.N) yang keluarga (Ibu.N) yang

Poltekkes Kemenkes Padang


88

mengalami gangguan mengalami gangguan


pemenuhan asupan nutrisi pemenuhan asupan nutrisi
c. Keluarga sudah mengetahui c. Keluarga sudah mengetahui
modifikasi lingkungan yang modifikasi lingkungan yang akan
akan dilakukan dilakukan
d. Keluarga sudah mengetahui d. Keluarga sudah mengetahui
fasilitas kesehatan disekitar fasilitas kesehatan disekitar
lingkungan rumah dan lingkungan rumah dan
manfaatnya manfaatnya
O: O:
a. Keluarga mampu menyebutkan a. Keluarga mampu menyebutkan
kembali pengertian, penyebab, kembali pengertian, penyebab,
dan akibat gangguan dan akibat gangguan pemenuhan
pemenuhan asupan nutrisi asupan nutrisi dengan bahasa
dengan bahasa sendiri sendiri
b. Keluarga mampu memilih dan b. Keluarga mampu memilih dan
melakukan tindakan perawatan melakukan tindakan perawatan
untuk Ibu.N, yaitu pengolahan untuk Ny.I, yaitu pengolahan
makanan yang sesuai untuk makanan yang sesuai untuk
menghindari nyeri saat makan penderita diabetes mellitus yang
c. Ibu.N masih terlihat meringis mengalami mual
saat makan, tetapi makanan c. Ny.I mengatakan masih merasa
yang dihabiskan lebih dari mual, akan tetapi sudah
setengah porsi, Ibu.N juga mengikuti aturan diit diabetes
sudah minum susu sebagai mellitus
nutrisi tambahan d. Keluarga mampu menyebutkan
d. Keluarga mampu menyebutkan kembali modifikasi lingkungan
kembali modifikasi lingkungan yang akan dilakukan dengan
yang akan dilakukan dengan bahasa sendiri
bahasa sendiri e. Keluarga mampu menyebutkan
e. Keluarga mampu menyebutkan kembali beberapa fasilitas
kembali beberapa fasilitas kesehatan di lingkungannya dan
kesehatan di lingkungannya dan manfaatnya bagi Ny.I
manfaatnya bagi Ibu.N. akan
tetapi keluarga belum
memanfaatkan fasilitas
kesehatan secara maksimal.
A : Masalah teratasi sebagian A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan yaitu; P : Intervensi dilanjutkan yaitu;
Penyajian makanan lunak dan Penyajian makanan sesuai aturan
berkuah, air hangat, susu atau teh diit DM, dan pengolahannya
sebagai cairan tambahan bagi mengurangi mual yang dirasakan
Ibu.N Ny.I

Poltekkes Kemenkes Padang


89

2.Diagnosa ketidakefektifan 2. Diagnosa ketidakefektifan


manajemen kesehatan dikeluarga manajemen kesehatan
berhubungan dengan dikeluarga berhubungan dengan
Ketidakmampuan keluarga Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang merawat anggota keluarga yang
sakit sakit
Evaluasi Evaluasi
S: S:
a. Keluarga sudah mengenal a. Keluarga sudah mengenal
penyakit gastritis, tanda dan penyakit diabetes mellitus, tanda
gejalan, penyebab dan akibat dan gejala, penyebab serta
lanjut penyakit gastritis akibatnya
b. Keluarga memilih tindakan b. Keluarga memilih tindakan
kompres hangat untuk penyajian jenis makanan dan
mengurangi nyeri yang pola makan serta pengolahan
dirasakan Ibu.N agar ia dapat sesuai anjuran bagi penderita
beraktivitas lagi. diabetes mellitus
c. Keluarga mengetahui c. Keluarga mengetahui makanan,
modifikasi lingkungan bagi sesuai anjuran diit DM
Ibu.N d. Keluarga sudah mengetahui
d. Keluarga mengatakan sudah modifikasi lingkungan bagi Ny.I
mengetahui fasilitas kesehatan e. Keluarga sudah mengetahui
dan manfaatnya bagi fasilitas kesehatan dan
pengobatan gastritis manfaatnya bagi pengobatan
diabetes mellitus
O: O:
a. Keluarga menyebutkan a. Keluarga menyebutkan
pengertian penyakit gastritis, pengertian penyakit diabetes
tanda gejala, penyebab dan mellitus, tanda gejala, penyebab
akibat lanjutnya dengan bahasa dan akibat lanjutnya dengan
sendiri bahasa sendiri
b. Keluarga tampak mampu b. Keluarga tampak sudah
melakukan kompres hangat. mengetahui menu makanan,
Ibu.N mengatakan nyeri pada pengolahan, dan penyajiannya
perutnya terasa sedikit sesuai aturan diit diabetes
berkurang dan perutnya terasa mellitus
lebih nyaman c. Keluarga belum memanfaatkan
c. Terlihat keluarga sudah fasilitas kesehatan secara
menghindari penyajian maksimal untuk pengobatan.
makanan berbau dan berbumbu Terlihat dari pengobatan dan
tajam, tersedia air hangat untuk kontrol gula darah Ny.I yang
kompres dan minum di dekat tidak teratur, dan Ny.I yang tidak
Ibu.N, tersedia susu sebagai mengkuti kegiatan posyandu
nutrisi tambahan di dekat Ibu.N lansia

Poltekkes Kemenkes Padang


90

d. Keluarga masih memilih ke A : Masalah teratasi sebagian


dukun dan mengkonsumsi obat P : Intervensi dilanjutkan
tradisional karena lebih aman Penyajian dan pengolahan makanan
A : Masalah teratasi sebagian sesuai aturan diit diabetes mellitus
P : Intervensi dilanjutkan dan dapat mengurangi rasa mual yang
Memberikan kompres hangat pada dirasakan Ny.I
derah yang nyeri, membantu 3. Diagnosa Ketidakefekifan
aktivitas Ibu.N, meningkatkan regimen terapeutik pada
asupan nutrisi Ibu.N keluarga berhubungan dengan
3. Diagnosa Perilaku kesehatan Kurang pengetahuan tentang
cenderung beresiko manajemen penyakit
berhubungan dengan kurang Evaluasi
terpapar informasi S:
a. Keluarga sudah mengetahui
Evaluasi aktivitas / kebiasaan yang dapat
S: memengaruhi kestabilan kadar
a. Keluarga sudah mengetahui gula darah
manfaat penggunaan obat b. Keluarga memilih tindakan
tradisional dan resiko berobat untuk menjaga kestabilan kadar
ke dukun/ bukan fasilitas gula darah, yaitu senam diabetes
kesehatan mellitus
b. Keluarga memilih tindakan c. Keluarga mengetahui fasilitas
pengolahan obat tradisional kesehatan dan manfaatnya bagi
yang tepat karena tidak mau kesehatan Ny.I, dan akan
berobat ke rumah sakit. memanfaatkannya secara
c. Keluarga sudah mengetahui maksimal
fasilitas kesehatan dan
manfaatnya bagi kesehatan
lansia, tetapi belum mau O :
memanfaatkannya karena takut a. kebiasaan ngemil dan tiduran di
mengkonsumsi obat dari tenaga depan TV Ny.I sudah berkurang
kesehatan b. Keluarga mampu mengulangi
O: gerakan senam diabetes dengan
a. Keluarga tampak sering sekali bantuan video dan leaflet
menggunakan obat tradisional c. Ny.I sudah memiliki aktivitas
dan berobat ke dukun olah raga ringan yaitu jalan sore
b. Keluarga mampu menyebutkan selama 30 menit/hari
manfaat obat tradisional yang d. Keluarga mampu melakukan
ditanam di belakang rumah modifikasi lingkungan yang
untuk berbagai maalah sesuai dengan kondisi dan
kesehatan keadaan lanjut usia dengan
c. Keluarga mampu mengolah diabetes mellitus di rumah
dengan benar dan sudah tersebut
mengetahui aturan untuk a. Keluarga sudah mulai

Poltekkes Kemenkes Padang


91

mengkonsumsinya menemani Ny.I untuk


d. Keluarga sudah mampu pemeriksaan gula darah secara
melakukan modifikasi teratur ke puskesmas.
lingkungan yang sesuai dengan
kondisi dan keadaan lanjut usia
di rumah tersebut
e. Keluarga masih belum mau
berobat ke fasilitas kesehatan A : Masalah teratasi sebagian,
dengan alasan takut P : Intervensi dilanjutkan
mengkonsumsi obat dari tenaga Melakukan senam diabetes
kesehatan dan lebih memilih ke mellitus
dukun Melakukan aktivitas olah raga
A : Masalah teratasi sebagian, ringan secara teratur setiap hari
P : Intervensi dilanjutkan Menghindari kebiasaan ngemil
Pengolahan dan konsumsi obat dan tiduran di depan TV pada
tradisional secara tepat siang hari

B. Pembahasan Kasus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang mengalami
gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang pada tanggal 19 Maret sampai 30 Maret 2018 dengan 1 kali kunjungan
perhari terhadap dua partisipan yaitu Ibu.N (partisipan I) dan Ny.I (partisipan II).
Pada BAB pembahasan penulis akan menjabarkan adanya kesesuaian maupun
kesenjangan yang ditemukan antara hasil penelitian dengan teori. Tahapan
pembahasan akan disesuaikan dengan tahap asuhan keperawatan yang dimulai
dari pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun rencana tindakan, pelaksanaan
tindakan serta evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana perawat mengambil data secara
terus menerus terhadap keluarga yang dibinanya. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri dan keluarga
serta melengkapi data dasar untung menentukan rencana keperawatan dengan
memberikan waktu pada klien untuk berkomunikasi (Padila, 2012). Sesuai
dengan teori yang dijabarkan di atas penulis melakukan pengkajian pada
keluarga Ibu.N (partisipan I) dan Ny.I (partisipan II) dengan menggunakan

Poltekkes Kemenkes Padang


92

format pengkajian keluarga dengan metode wawancara, observasi, dan


pemeriksaan fisik untuk mengumpulkan data yang diperlukan

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 – 13 Maret 2018 ditemukan bahwa


kedua partisipan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi. Hal ini
ditandai dengan IMT Ibu N dan Ny.I yang nilainya berada pada rentang di
bawah normal. Pada pemeriksaan fisik Ibu.N terlihat mukosa bibir kering,
Ibu.N sudah kehilangan beberapa gigi bagian belakang yang berfungsi untuk
mengunyah, Ibu.N terlihat pucat dan lemah, porsi makan yang dihabiskan
sedikit, Ibu.N sudah dua hari terbaring dan tidak bisa melakukan aktivitas
seperti biasa karena badan terasa lemah, nafsu makan menurun, mual dan
nyeri pada perut diakibatkan penyakit gastritisnya kambuh. Berbagai kondisi
medis umum pada usia lanjut seperti penyakit gastrointestinal, infeksi akut
dan kronis sering menyebabkan anoreksia sehingga berpengaruh terhadap
asupan makanan (Amran, dkk, 2012).

Sedangkan pada Ny.I saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan mual dan
tidak nafsu makan, pada hasil observasi terlihat Ny.I makan 1 atau 2 kali
sehari dengan porsi kecil dan kadang tidak menghabiskannya. Ny.I adalah
seorang penderita diabetes mellitus yang mengkonsumsi obat rutin, akan
tetapi Ny.I terkadang tidak mengkonsumsi obat tersebut karena ia merasa
mual setelah mengkonsumsi obat. Sesuai dengan teori yang telah dipaparkan
bahwa penggunaan berbagai macam obat juga termasuk faktor yang
memengaruhi status gizi lansia. Penggunaan berbagai macam obat
mengakibatkan semakin besar kemungkinan efek samping seperti kelemahan,
pusing, perubahan rasa dan penurunan nafsu makan serta mual (Amran, dkk,
2012). Ny.I terlihat lemah dan agak pucat, sering mengalami ketidakstabilan
gula darah dikarenakan pola makannya yang tidak teratur. Semua keluhan dan
hasil pemeriksaan dari kedua partisipan sesuai dengan tanda dan gejala untuk
diagnosa ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada

Poltekkes Kemenkes Padang


93

NANDA, 2012. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan dimana
individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik. Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu
hamil, tetapi ternyata sering kali menimpa lanjut usia (Nugroho, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke sistem
keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosa keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan
potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan
mendapatkan lisensi ntuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan
pengalaman (Friedman, 2010).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan masalah


gangguan pemenuhan asupan nutrisi (NANDA , 2012) :
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga
berhubungan dengan kurangnya asupan makan, ketidakmampuan keluarga
dalam merawat lansia
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan reaksi obat, anoreksia, depresi, gangguan mengunyah, gangguang
gigi geligi, menurunnya selera/daya pengecapan, isolasi sosial, dan tidak
mampu menyaiapkan makanan
c) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan di keluarga
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan malnutrisi
e) Defisit Perawatan diri : Makan berhubungan dengan, gangguan persepsi
sensori, kelemahan, keletihan, nyeri, penurunan motivas, dan gangguan
sistem muskuloskeletal dan neuromuskular.

Ada perbedaan diagnosa yang dijumpai pada kasus dengan teori


yangdikemukakan oleh NANDA. Pada teori terdapat 5 diagnosa yang

Poltekkes Kemenkes Padang


94

mungkin muncul, sedangkan yang ditemukan pada kasus hanya terdapat 3


diagnosa untuk masing – masing partisipan dengan 2 diagnosa yang sama dan
1 diagnosa berbeda. Untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik tidak ditemukan
pada kedua partisipan, itu disebabkan karena sesuai teori yang mengatakan
bahwa batasan karakteristik untuk diagnosa tersebut diantaranya adalah;
gerakan lambat, keterbatasan rentang gerak, gerakan tidak terkoordinasi,
dispnea setelah aktivitas, penurunan kemampuan melakukan keterampilan
motorik halus dan kasar, serta gerakan spastik (NANDA, 2012). Dari hasil
pengkajian dan pemeriksaan fisik pada kedua partisipan tidak ditemukan
tanda dan gejala yang sesuai dengan batasan karakteristik tersebut sehingga
diagnosa tidak diangkat.

Sedangkan untuk diagnosa defisit perawatan diri : makan juga tidak


ditemukan pada kedua partisipan, hal tersebut juga berdasarkan batasan
karakteristik masalah diantaranya ketidakmampuan memegang alat makan,
ketidakmampuan mengambil cangkir, ketidakmampuan membuka wadah
makanan, ketidakmampuan makan dengan cara yang benar (NANDA, 2012).
Dalam hal ini diagnosa lebih mengarah pada ketidakmampuan diakibatkan
kelemahan fisik, sesuai dengan pendapat Tarwoto dan Wartonah (2010), yang
menyatakan bahwa penyebab utama dari defisit perawatan diri adalah
kelelahan dan penurunan kesadaran . Etiologi tersebut tidak ditemukan pada
kedua partisipan. Hasil pengkajian dan pemeriksaan lebih mengarah kepada
ketidakmampuan makan yang disebabkan adanya gangguan pada organ
pencernaan serta keluhan penurunan nafsu makan, sehingga diagnosa tersebut
tidak diangkat. Diagnosa yang ditemukan pada kasus kedua partisipan adalah
:
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya asupan makanan dan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.

Poltekkes Kemenkes Padang


95

b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
c. Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
d. Ketidakefekifan regimen terapeutik pada keluarga berhubungan dengan
Kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit

Diagnosa pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Masalah ini didukung dengan data yang didapatkan dari keluhan Ibu.N yang
mengatakan badan terasa lemah, mual nafsu makan menurun dan terasa nyeri
pada perut karena penyakit gastritisnya kambuh. Keluarga beranggapan
penurunan nafsu makan saat tua adalah wajar, dan kondisi kesehatan Ibu.N
saat ini akan membaik dengan istirahat di rumah. Dari hasil observasi juga
terlihat Ibu.N susah mengunyah makanan karena sudah kehilangan beberapa
gigi bagian belakang dan keluarga tidak menyediakan cairan tambahan untuk
memenuhi nutrisi Ibu.N yang sulit untuk makan.

Sedangkan pada Ny.I data yang mendukung yaitu berupa keluhan mual dan
penurunan nafsu makan. Keluhan mual ia rasakan sejak mengkonsumsi obat
diabetes, sehingga ia malas untuk mengkonsumsi obat tersebut, hal itu
berdampak pada ketidakstabilan kadar gula darahnya. Ny.I hanya tinggal
dengan cucunya. Ny.I dan cucunya tidak mengetahui cara mengatasi mual dan
penurunan nafsu makan. Saat ini hal yang dilakukan Ny.I untuk memenuhi
nutrisinya adalah dengan mengkonsumsi makanan apa saja yang dapat
meningkatkan nafsu makannya tanpa memikirkan efek bagi kadar gula
darahnya.

Poltekkes Kemenkes Padang


96

Setelah melakukan penilaian prioritas masalah, diagnosa ini diangkat menjadi


diagnosa pertama terhadap kedua partisipan karena sesuai dengan uraian dari
Miller (2014), yang mengatakan bahwa asupan makanan memiliki pengaruh
yang kuat pada proses menua karena seluruh aktivitas sel atau sistem dalam
tubuh memerlukan zat – zat gizi yang cukup. Hal ini diperkuat oleh Darmojo
(2014), yang menjelaskan bahwa lansia dengan gangguan nutrisi beresiko
tinggi untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi serta
rentan terhadap timbulnya penyakit terutama penyakit – penyakit kekurangan
gizi dan penyakit degeneratif. Nazari dkk (2016), dalam penelitiannya juga
mengatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan pemenuhan nutrisi pada lansia. Lansia dengan dukungan dan
perawatan yang maksimal dari keluarga menunjukkan angka yang rendah
terhadap masalah pemenuhan asupan nutrisi.

Diagnosa kedua yaitu ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga


berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit. Masalah ini didukung dengan data kedua partisipan
yang mengalami penyakit menahun dan juga berpengaruh terhadap
pemenuhan nutrisinya. Pada Ibu.N yang mengalami gastritis sejak 10 tahun
yang lalu, saat ini ditemukan keluhan nyeri pada perut yang mengakibatkan
Ibu.N sulit untuk makan dan beraktivitas. Akan tetapi keluarga mengatakan
tidak mengerti dengan penyakit gastritis. Keluarga tidak membawa Ibu.N ke
fasilitas kesehatan dan hanya menganjurkan Ibu.N untuk beristirahat di
rumah. Sedangkan untuk Ny.I diagnosa ini didukung dengan data riwayat
penyakit Ny.I yang telah menderita diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu
dan tidak terkontrol. Konsumsi obat diabetes menimbulkan rasa mual serta
penurunan nafsu makan pada Ny.I sehingga menyebabkan timbulnya
gangguan pemenuhan asupan nutrisi. Ny.I hanya tinggal dengan cucunya.
Saat dilakukan pengkajian Ny.I dan cucunya tidak memahami penyakit
diabetes mellitus dan perawatannya. Ny.I mengatakan ia tidak pernah

Poltekkes Kemenkes Padang


97

mendapat penjelasan mengenai pengaturan diit bagi penderita diabetes


mellitus.

Diagnosa ini diangkat menjadi diagnosa kedua sesuai penilaian prioritas


masalah keperawatan keluarga. Hal ini didukung oleh pendapat Mardalena
(2017), yang menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya malnutrisi pada
lansia antara lain faktor medis seperti penyakit menahun berupa penyakit
gastrointestinal, kanker, diabetes mellitus dan penyakit jantung. Kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit dan asupan makanan yang baik bagi lansia
yang mengalami penyakit menahun akan memperburuk kondisi lansia
(Mardalena , 2017).

Diagnosa ketiga untuk partisipan I adalah perilaku kesehatan cenderung


beresiko berhubungan dengan kurang terpapar informasi, diagnosa ini
didukung oleh data dari kebiasaan keluarga berobat ke dukun. Keluarga Ibu.N
tidak mau mengkonsumsi obat dari tenaga kesehatan karena pernah
mengalami alergi obat dan takut untuk berobat lagi. Ibu N menderita
hipertensi sejak 14 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Ibu.N juga pernah di
rawat di rumah sakit karena ada masalah dengan jantungnya. Akan tetapi saat
ini Ibu.N tidak pernah berobat lagi ke fasilitas kesehatan ia lebih memilih
berobat ke dukun dan mengkonsumsi tanaman obat yang ia olah sendiri
dengan alasan lebih aman. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan TD
:170/100mmHg.

Diagnosa ini tidak ditemukan pada diagnosa teoritis, tetapi diangkat sebagai
diagnosa ketiga bagi partisipan I karena adanya kebiasaan dan perilaku
kesehatan maladaptif dalam keluarga yang disebabkan kurangnya informasi
yang dapat menurunkan derajat kesehatan anggota keluarga. Ini sesuai
pendapat yang dikemukakan Blum (1974), dalam Notoatmodjo (2007), bahwa
perilaku merupakan faktor kedua terbesar yang memengaruhi kesehatan
individu, sehingga intervensi yang dilakukan untuk membina dan

Poltekkes Kemenkes Padang


98

meningkatkan kesehatan harus melibatkan perubahan perilaku individu itu


sendiri. Kebiasaan berobat ke dukun dan mengkonsumsi obat tradisional
untuk semua masalah kesehatan sudah lama dilakukan keluarga, sehingga
cukup sulit untuk mengubahnya. Akan tetapi keluarga perlu mendapatkan
pengetahuan untuk mengurangi resiko / efek samping dari ketidaktepatan
pengolahan tanaman obat tradisional. Perilaku ini sejalan dengan pendapat
Katno (2008), yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan efek samping
yang relatif kecil maka dibutuhkan ketepatan dalam menggunakan obat
tradisional salah satunya tepat dalam telaah informasi. Pentingnya
pengetahuan dalam merubah perilaku seseorang terhadap kesehatan juga
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010), yang mengatakan bahwa
meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi,
kebiasaan dan membentuk kepercayaan. Perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku tanpa
didasari pengetahuan yang baik. Keterkaitan antara pengetahuan dan perilaku
sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk memilih tindakan
perawatan kesehatan.

Diagnosa ketiga untuk partisipan II adalah Ketidakefekifan regimen


terapeutik pada keluarga berhubungan dengan Kurang pengetahuan
tentang manajemen penyakit. Data yang mendukung adalah kebiasaan Ny.I
ngemil dan tiduran pada siang hari di depan TV hingga tertidur. Kebiasaan
Ny.I makan malam setelah sholat magrib bahkan setelah isya dengan alasan
belum lapar dan mual. Ny.I juga jarang mengikuti kegiatan posyandu lansia.
Ny.I juga tidak memiliki aktivitas olah raga rutin setiap harinya. Keluarga
Ny.I tidak mengetahui aktivitas atau kebiasaan tersebut dapat memengaruhi
kadar gula darah Ny.I. Selain itu keluarga juga tidak mengetahui aktivitas atau
kebiasaan yang dapat menjaga kestabilan kadar gula darah Ny.I. Hasil
pemeriksaan gula darah terakhir 385mg/dl.

Poltekkes Kemenkes Padang


99

3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi
tujuan jangka panjang (tujuan umum) dan tujuan jangka pendek (TUK),
kriteria dan standar serta uraian intervensi. Kriteria dan standar merupakan
pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan
keperawatan berdasarkan TUK yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang
mengacu pada problem sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada
etiologi (Widyanto, 2014).

Intervensi untuk diagnosa pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
dan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
disusun berdasarkan tugas perawatan keluarga yaitu TUK 1keluarga mampu
mengenal masalah dengan cara menggali pengetahuan keluarga mengenai
gangguan asupan nutrisi pada lansia serta melakukan penyuluhan mengenai
pengertian dan penyebab gangguan asupan nutrisi pada lansia. TUK 2
keluarga mengetahui akibat lanjut dari gangguan asupan nutrisi dan mampu
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan perawatan. TUK 3untuk
partisipan I dengan keluhan mual dan nyeri serta sudah kehilangan sebagian
gigi, keluarga mampu menyajikan makanan dalam tekstur yang lembut,
dengan porsi sedikit tapi sering serta menyediakan cairan tambahan berupa
susu dan teh. Sedangkan untuk partisipan II dengan keluhan mual tetapi
disertai penyakit diabetes mellitus Keluarga mampu menyajikan makanan
sesuai anjuran bagi penderita diabetes mellitus, diolah dengan tujuan
mengurangi mual yang di rasakan Ny.I. TUK 4 diskusi dan penyuluhan
terhadap keluarga agar keluarga mengetahui dan mampu melakukan
modifikasi lingkungan yang sesuai dan aman bagi lansia dalam beraktivitas
dan mempermudah memenuhi kebutuhan nutrisinya. TUK 5 keluarga
mengetahui fasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan dan mampu

Poltekkes Kemenkes Padang


100

memanfaatkannya untuk mengatasi masalah gangguan asupan nutrisi dan


masalah kesehatan keluarga lainnya.

Intervensi diagnosa kedua pada Ibu.N (partisipan I) yaitu ketidakefektifan


manajemen kesehatan dikeluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
disusun berdasarkan tugas perawatan keluarga dengan TUK 1yaitu mengenal
masalah dengan cara menggali pengetahuan keluarga mengenai penyakit
gastritis serta melakukan penyuluhan mengenai pengertian dan penyebab
penyakit gastritis. TUK 2keluarga mengetahui komplikasi dari penyakit
gastritis dan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
perawatan. TUK 3 keluarga mampu melakukan kompres hangat untuk
mengurangi nyeri pada daerah perut Ibu.N, sehingga Ibu N dapat beraktivitas
seperti biasa. TUK 4 melakukan diskusi dan penyuluhan terhadap keluarga
untuk memodifikasi lingkungan yang sesuai dan aman bagi lansia (Ibu.N)
yang mengalami gastritis dalam beraktivitas. TUK 5 diskusi bersama keluarga
tentang pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan untuk
mengatasi masalah gastritis pada Ibu.N dan masalah kesehatan keluarga
lainnya.

Intervensi diagnosa kedua pada Ny.I (partisipan II) yaitu ketidakefektifan


manajemen kesehatan dikeluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
disusun berdasarkan tugas kesehatan keluarga dengan TUK 1 yaitu mengenal
masalah dengan cara menggali pengetahuan keluarga mengenai penyakit
diabetes mellitus serta melakukan penyuluhan mengenai pengertian dan faktor
resiko penyakit diabetes mellitus. TUK 2keluarga mengetahui komplikasi dari
penyakit diabetes mellitus dan mampu mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan perawatan. TUK 3 keluarga mampu menyajikan menu
makanan dan olahan sesuai anjuran bagi penderita diabetes mellitus. TUK 4

Poltekkes Kemenkes Padang


101

melakukan diskusi dan penyuluhan terhadap keluarga untuk memodifikasi


lingkungan yang sesuai dan aman bagi lansia (Ny.I) yang mengalami diabetes
mellitus dalam beraktivitas. TUK 5 diskusi bersama keluarga tentang
pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan untuk
perawatan penyakit diabetes mellitus pada Ny.I dan masalah kesehatan
keluarga lainnya.

Intervensi untuk diagnosa ketiga pada Ibu.N (partisipan I) yaitu Perilaku


kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan kurang terpapar
informasi disusun berdasarkan tugas kesehatan keluarga dengan TUK 1yaitu
mengenal masalah dengan cara menggali pengetahuan keluarga mengenai
manfaat obat tradisional bagi masalah kesehatan dikeluarga serta memberikan
penyuluhan mengenai manfaat pengobatan dari fasilitas kesehatan. TUK 2
melakukan diskusi agar keluarga mengetahui resiko jika mengkonsumsi obat
tradisional tanpa aturan dan pengolahan yang tepat. Sehingga dapat
memutuskan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan di keluarga. TUK
3bersama keluarga mengolah obat tradisional dan mengkonsumsinya sesuai
aturan dan kebutuhan. TUK 4 melakukan diskusi dan penyuluhan terhadap
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sesuai dan aman bagi keluarga
dengan lansia. TUK 5 diskusi bersama keluarga tentang pemanfaatan fasilitas
kesehatan yang ada disekitar lingkungan untuk mengatasi masalah kesehatan
keluarga dan mengurangi kebiasaan berobat ke dukun.

Intervensi untuk diagnosa ketiga pada Ny.I (partisipan II) yaitu


Ketidakefekifan regimen terapeutik pada keluarga berhubungan dengan
Kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit disusun berdasarkan
tugas kesehatan keluarga dengan TUK 1yaitu mengenal masalah dengan cara
menggali pengetahuan keluarga mengenai aktivitas / kebiasaan yang
memengaruhi kestabilan kadar gula darah penderita diabetes mellitus. TUK 2
memberikan penyuluhan mengenai komplikasi penyakit diabetes mellitus

Poltekkes Kemenkes Padang


102

sehingga keluarga diharapakan mampu mengambil keputusan untuk


melakukan tindakan perawatan. TUK 3 keluarga dan partisipan II (Ny. I)
mengetahui pentingnya aktivitas olah raga ringan bagi penderita DM,
keluarga mampu mendemonstrasikan senam diabetes mellitus. Keluarga juga
mampu mengatur pola makan lansia (Ny.I) dan Ny.I mampu merubah
kebiasaan ngemil dan tiduran pada siang hari setelah makan. TUK 4
melakukan diskusi dan penyuluhan terhadap keluarga untuk memodifikasi
lingkungan yang sesuai dan aman bagi Ny. I sebagai penderita diabetes
mellitus. TUK 5 diskusi bersama keluarga tentang pemanfaatan fasilitas
kesehatan yang ada disekitar lingkungan untuk mengatasi masalah kesehatan
dan diharapkan keluarga memfasilitasi Ny.I untuk menjangkau fasilitas
kesehatan tersebut.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi
rencana/intervensi dengan memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga
dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga dididik untuk
dapat menilai potensi yang dimiliki dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga melaksanakan tugas
kesehatan keluarga( Widyanto, 2012).

Implementasi diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Implementasi pertama yaitu menggali pengetahuan keluarga dan memberikan
pendidikan kesehatan mengenai gangguan pemenuhan asupan nutrisi pada
lansia yang terjadi, penyebab, serta akibatnya, sehingga keluarga mampu
memilih tindakan perawatan. Tindakan yang dilakukan adalah menyajikan
makanan dengan tekstur lembut dan lunak serta berkuah bagi Ibu.N yang
mengalami nyeri perut dan mual akibat gastritis, makanan disajikan dalam

Poltekkes Kemenkes Padang


103

porsi kecil tapi sering. Selain itu juga disajikan cairan tambahan berupa susu
untuk meningkatkan asupan nutrisi Ibu.N. Sedangkan untuk Ny.I (partisipan
II) dengan keluhan mual tetapi disertai penyakit diabetes mellitus Keluarga
menyajikan makanan sesuai anjuran bagi penderita diabetes mellitus, diolah
dengan tujuan mengurangi mual yang di rasakan Ny.I. Selanjutnya
mendiskusikan modifikasi lingkungan yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan partisipan. Keluarga dianjurkan meletakkan alat dan bahan
makanan di tempat yang mudah dijangkau, menyediakan alat makan yang
tidak mudah pecah, menyediakan air hangat dan cairan tambahan (teh dan
susu). Selanjutnya mendiskusikan mengenai fasilitas kesehatan yang ada di
sekitar rumah yaitu puskesmas, kegiatan posyandu lansia dan, rumah bidan.
Menjelasan manfaat fasilitas kesehatan tersebut bagi partisipan I dan II dan
anggota keluarga lainnya yang mengalami masalah kesehatan.

Penyajian dan pengolahan makanan sesuai keluhan partisipan bertujuan untuk


mengatasi keluhan dan meningkatkan asupan nutrisinya. Hal itu sesuai
dengan pernyataan Mardalena (2017), bahwa penatalaksanaan yang dapat
diakukan untuk memenuhi asupan nutrisi pada lansia adalah dengan
memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia, memperhatikan bentuk dan variasi
makanan yang menarik agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur saring,
bubur, nasi tim, nasi biasa), menambah makanan cair lain / susu bila lansia
tidak bisa menghabiskan makanannya, bila terdapat penyakit metabolik dan
penyakit menahun, hindari konsumsi makanan yang dapat menjadi faktor
pemicu keparahan.

Implementasi diagnosa kedua ketidakefektifan manajemen kesehatan


dikeluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit. Implementasi pertama pada Ibu.N (partisipan
I) yaitu menggali pengetahuan keluarga dan memberikan pendidikan
kesehatan mengenai penyakit gastritis, penyebab, serta akibatnya, sehingga

Poltekkes Kemenkes Padang


104

keluarga mampu memilih tindakan perawatan. Tindakan yang dipilih keluarga


adalah penggunaan kompres hangat untuk mengurangi nyeri. Setelah
dilakukan demonstrasi, keluarga mengulang tindakan kompres hangat
tersebut. Selain itu juga mendiskusikan pengolahan dan konsumsi bahan
kunyit untuk mengurangi nyeri gastritis sebagai obat tradisional. Selanjutnya
menggali pengetahuan keluarga mengenai modifikasi lingkungan yang aman
dan sesuai dengan kebutuhan Ibu.N. Keluarga dianjurkan memberikan
penerangan yang cukup disetiap ruangan, memberikan alat penyangga
dikamar mandi, menghindari penyajian makanan berbumbu dan berbau tajam,
menyediakan air hangat, serta kurangi aktivitas fisik Ibu.N terutama saat
terasa nyeri. Untuk pemanfaatan fasilitas kesehatan, Ibu.N dianjurkan untuk
mengikuti kegiatan posyandu lansia secara rutin.

Implementasi pertama untuk diagnosa kedua pada Ny.I (partisipan II) yaitu
menggali pengetahuan keluarga dan memberikan pendidikan kesehatan
mengenai penyakit diabetes mellitus, penyebab, faktor resiko, serta akibatnya,
sehingga keluarga mampu memilih tindakan perawatan. Tindakan yang
dipilih keluarga adalah penyajian makananan sesuai anjuran diit diabetes
mellitus. Setelah diberikan contoh menu makanan bagi penderita DM dalam 3
kali makan selama satu hari serta pengolahannya, keluarga mengulang
kembali penjelasan tersebut. Selanjutnya menggali pengetahuan keluarga
mengenai modifikasi lingkungan yang aman dan sesuai dengan kebutuhan
Ny.I yang menderita diabetes mellitus. Keluarga dianjurkan memberikan
penerangan yang cukup disetiap ruangan, memberikan alat penyangga
dikamar mandi, menjaga agar lantai kamar mandi tidak licin dan tidak terlalu
kasar, menyediakan air hangat, menyediakan alas kaki yang lembut dan tidak
mengiritasi, menyediakan alat makan yang tidak mudah pecah, menyediakan
lingkungan yang bersih, dan nyaman serta ruangan yang wangi dan tidak
menimbulkan rasa mual. Untuk pemanfaatan fasilitas kesehatan, Ny.I

Poltekkes Kemenkes Padang


105

dianjurkan untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia dan kontrol gula darah
secara rutin.
Implementasi dari diagnosa kedua ini dilakukan karena penyakit menahun
yang diderita berpengaruh terhadap asupan nutrisi kedua partisipan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Amran, dkk (2012), yang mengatakan bahwa
sebagian besar lansia dengan penyakit penyerta mempunyai asupan makanan
yang kurang. Sehingga diperlukan manajemen penyakit yang tepat untuk
peningkatan kualitas hidup serta asupan nutrisi lansia.

Implementasi diagnosa ketiga untuk Ibu.N (partisipan I) yaitu perilaku


kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan kurang terpapar
informasi, implementasi pertama menggali pengetahuan keluarga mengenai
manfaat dan resiko obat tradisional dalam mengatasi masalah kesehatan.
Menjelaskan manfaat pengobatan dari tenaga kesehatan, untuk mengurangi
kebiasaan keluarga berobat ke dukun. Mendiskusikan dan mengolah langsung
tanaman obat yang ada di belakang rumah dengan pengolahan yang tepat.
Menjelaskan kepada keluarga manfaat obat tradisional, akan tetapi
mengingatkan agar tetap berobat ke fasilitas kesehatan untuk pengobatan yang
lebih efektif.

Implementasi diagnosa ketiga untuk Ny.I (partisipan II) yaitu


Ketidakefekifan regimen terapeutik pada keluarga berhubungan dengan
Kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit, implementasi pertama
menggali pengetahuan keluarga mengenai kebiasaan yang mengganggu
kestabilan kadar gula darah Ny.I. selain itu juga dijelaskan mengenai kegiatan
yang dapat menjaga kestabilan kadar gula darah Ny.I.Keluarga memilih
tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga kestabilan kadar gula darah
Ny.I. Selanjutnya mendemonstrasikan kegiatan senam diabetes. Keluarga
diminta mengulangi kembali gerakan senam tersebut dengan bantuan video
dan leaflet. Ny.I juga dianjurkan untuk melakukan olah raga ringan rutin

Poltekkes Kemenkes Padang


106

setiap hari secara teratur. Diharapkan adanya peran keluarga secara aktif
dalam modifikasi lingkungan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan bagi Ny.I.
5. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan
berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga,
perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem
keluarga dan anggota keluarga (bagaimana keluarga berespon) daripada
intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan kegiatan bersama
antara perawat dan keluarga (Friedman, 2010).

Evaluasi dilakukan setiap kali implementasi selesai dilaksanakan. Untuk


diagnosa pertama ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Evaluasi subjektif pada keluarga Ibu.N (partisipan I) dan keluarga Ny.I
(partisipan II) yaitu keluarga mengatakan sudah mengenal masalah gangguan
pemenuhan asupan nutrisi, penyebab dan akibatnya. Secara objektif keluarga
mampu mengambil tindakan perawatan bagi Ibu.N dan Ny.I yang mengalami
gangguan pemenuhan asupan nutrisi, dan sudah melakukan modifikasi
lingkungan serta telah mengetahui fasilitas kesehatan dan manfaatnya bagi
Ibu.N dan Ny.I dan anggota keluarga lainnya. Hasil analisa yang didapatkan
adalah masalah sudah teratasi sebagian, dan untuk rencana selanjutnya
beberapa intervensi akan dilanjutkan.

Untuk diagnosa kedua ketidakefektifan manajemen kesehatan dikeluarga


berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit, evaluasi subjektif pada keluarga Ibu.N (partisipan I)
dan keluarga Ny.I yaitu keluarga mengatakan sudah mengenal penyakit, tanda
dan gejalanya, penyebab dan akibat lanjut jika tidak di tangani. Untuk
evaluasi objektif, keluarga tampak mampu melakukan perawatan sesuai

Poltekkes Kemenkes Padang


107

tindakan yang telah dipilih. Keluarga juga telah melakukan modifikasi


lingkungan sesuai kebutuhan Ibu.N dan Ny.I, dan mengetahui fasilitas
kesehatan terdekat dan manfaatnya bagi pengobatan gastritis dan diabetes
mellitus. Hasil analisa didapatkan masalah teratasi sebagian dan intervensi
akan dilanjutkan.

Untuk diagnosa ketiga pada Ibu.N (partisipan I) ketidakefektifan regimen


terapeutik pada keluarga berhubungan dengan Perilaku kesehatan
cenderung beresiko, evaluasi subjektifnya yaitu keluarga mengatakan sudah
mengetahui manfaat dan resiko penggunaan obat tradisional. Evaluasi
objektinya terlihat keluarga sudah mampu menyebutkan manfaat obat
tradisional yang ditanam di belakang rumah untuk berbagai masalah
kesehatan. Keluarga mampu mengolah tanaman obat dengan benar. Keluarga
telah melakukan modifikasi lingkungan yang sesuai dengan kondisi dan
keadaan lanjut usia di rumah. Keluarga masih belum mau berobat ke fasilitas
kesehatan dengan alasan takut mengkonsumsi obat dari tenaga kesehatan dan
lebih memilih ke dukun. Hasil analisa menunjukkan masalah teratasi sebagian
dan intervensi akan dilanjutkan.

Untuk diagnosa ketiga pada Ny.I (partisipan II) Ketidakefekifan regimen


terapeutik pada keluarga berhubungan dengan Kurang pengetahuan
tentang manajemen penyakit, evaluasi subjektifnya keluarga mengatakan
sudah mengetahui aktivitas / kebiasaan yang dapat memengaruhi kestabilan
kadar gula darah. Secara objektif keluarga telah memperagakan gerakan
senam diabetes mellitus. Ny.I sudah memiliki aktivitas olah raga ringan yaitu
jalan sore selama 30 menit/hari. Keluarga mampu melakukan modifikasi
lingkungan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan lanjut usia dengan
diabetes mellitus di rumah. Keluarga mulai menemani Ny.I untuk
pemeriksaan gula darah ke puskesmas. Hasil analisa didaptkan bahwa
masalah teratasi sebagian, dan pelaksanaan intervensi akan dilanjutkan.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan kepeawatan keluarga dengan lanjut usia yang
mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja puskesmas
nanggalo kota padang tahun 2018, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian didapatkan partisipan I mengeluh mual serta nyeri ulu hati
saat makan. Ia mengatakan sudah menderita gastritis sejak 10 tahun yang lalu,
tetapi tidak mengetahui cara perawatanya. Keluarga mengatakan penurunan
nafsu makan partisipan I adalah hal yang wajar terjadi pada lansia. Partisipan
I sudah 2 hari terbaring di tempat tidur karena merasa lemah dan tidak mampu
berakivitas. Keluarga mengatakan keadaan partisipan I membaik dengan
istrahat di rumah saja. Makanan yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
partsipan I, selain itu juga tidak ada variasi makanan dan cairan tambahan
seperti susu dan teh bagi partisipan I. Keluarga partisipan I memiliki
kebiasaan berobat ke dukun jika sakit. Keluarga juga terbiasa mengkonsumsi
tanaman obat untuk setiap keluhan kesehatan yang dirasakan.

Partisipan II sudah menderita diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu. Saat
pengkajian didapatkan partisipan II mengeluh mual dan tidak nafsu makan. Ia
mengatakan hal itu sudah ia rasakan sejak mulai mengkonsumsi obat diabetes.
Partispan II mengatakan tidak mengetahui cara mengatasi mual dengan tepat,
sehingga saat ia merasa ingin makan sesuatu, ia akan memakannya tanpa
memikirkan akibat bagi kadar gula darahnya. Partisipan II memliki kebiasaan
ngemil dan minum teh pada siang hari saat menonton TV dan sering tertidur
setelanya. Partisipan II tidak memiliki kebiasaan olah raga rutin setiap
harinya, ia juga tidak mengikuti kegiatan posyandu lansia, senam lansia serta
senam diabetes di puskesmas dengan alasan malas dan jauh dari rumah.
115
Poltekkes Kemenkes Padang
116

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang diangkat untuk masalah yang dialami kedua
partisipan ada 3. Terdapat 2 diagnosa yang sama pada partisipan I dan
partisipan II yaitu ketidakseimbangan nutrsi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan dan ketidakefektifan
manajemen kesehatan di keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawata anggota keuarga yang sakit. Diagnosa ketiga pada
partisipan I adalah ketidakefektifan regimen terapeutik pada keluarga karena
kebiasaan berobat ke dukun yang dimiliki keluarga. Pada partisipan II adalah
resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang manajemen penyakit. Hal tersebut dapat dilihat dari
kebiasaan patisipan II ngemil dan inumteh pada siang hari serta tidak
memiliki kebiasaan olah raga teratur.

3. Intervensi
Intervensi disusun berdasarkan diagnosa yang telah didapatkan dan
berdasarkan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil
keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan
dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan tempat tinggal.

4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 5 hari dari tanggal 18 Maret sampai tanggal
22 Maret 2018 dengan 1 kali kunjungan setiap hari sesuai waktu yang telah
disetujui oleh partisipan. Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun dengan menggunakan metode konseling,
diskusi, demonstrasi, dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan ada beberapa
implementasi yang digabung yaitu untuk tugas keluarga mengenal masalah
serta pengambilan keputusan yang tepat.

Poltekkes Kemenkes Padang


117

5. Evaluasi
Pada tahap akhir peneliti melakukan evaluasi terhadap respon kedua
partisipan dan keluarga setelah implementasi dilaksanakan. Evaluasi
dilakukan berdasakan catatan perkembangan dengan metode SOAP. Peneliti
juga melakukan evaluasi keseluruhan untuk semua implementasi yang telah
dilakukan secara kognitif dan afektif. Selanjutnya, pada tahap akhir peneliti
melakukan terminasi dengan kedua partisipan dan keluarga pada tanggal 24
Maret 2018.

B. Saran
Berdasarkan kesimpuan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi pimpinan Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan program konsultasi gizi di
puskesmas, tidak hanya mengenai makanan yang baik untuk dikonsumsi
tetapi juga cara mengatasi masalah bagi lansia yang mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi yang diakibatan oleh penurunan fungsi organ
pencernaan dan penurunan terhadap cita rasa. Sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup lansia, mendeteksi penyebab gangguan asupan nutrisi, serta
mencegah terjadinya penyakit degeneratif pada lansia.
2. Bagi kader Puskesmas Nanggalo
Diharapkan kepada pihak kader untuk dapat lebih meningkatkan kualitas
pelaksanaan posyandu lansia dan deteksi dini tanda dan gejala gangguan
asupan nutrisi pada lansia melalui pengukuran berat badan dan keluhan lansia
itu sendiri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat lebih mengembangkan asuhan
keperawatan keluarga dengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan
asupan nutrisi sehingga bisa menjadi bahan perbandingan dalam penyelesaian
kasus asuhan keperawatan tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR PUSTAKA

Amran, Yuli, dkk. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 6: Asupan Makan
UsiaLanjut.http://www.gogle.co.id/search+2012+asupan+nutrisi+usia+lanjut.
pdf (Diakses pada 15 Mei 2018 Jam 10.45 WIB)

Aspiani, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor : In Media

Badan Pusat Statistik Kota Padang. 2016. Statistik Penduduk Lanjut Usia Tahun
2015. Jakarta :
http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudaya
an/StatistikPendudukLanjutUsiaIndonesia2014.pdf (Diakses 5 Agustus 2017
Jam : 19.00 WIB).

Badan Pusat Statistk Sumatera Barat. 2015

BKKBN. 2017. https://www.bkkbn.go.id/detailpost/hari-lanjut-usia-nasional-2017-


membangun-keluarga-peduli-lansia (Diakses jum’at, 13 oktober 2017 23.45
WIB)
Constantinides, P. 1994. General pathobiology. New York : Appleton & Lange
Cunningham. 2013. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Darmojo, Bhoedi. 2014. Buku ajar geriatri: Ilmu kesehatan usia lanjut edisi ke-5.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2016. (Interview dengan petugas tata usaha pada
tanggal 27 November 2017)
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori, a praktek.
Jakarta : EGC

Ikatan Perawat kesehatan Komunitas Indonesia. 2017. Panduan asuhan keperawatan


individu,keluarga,kelompok, dan komunitas dengan modifikasi NANDA,
ICNP, NOC, dan NIC di puskesmas dan masyarakat. Jakatra : Penerbit
Universitas Indonesia

Katno. 2008. Tingkat Manfaat Dan Keamanan Obat Dan Obat Tradisional.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM

Kemenkes RI. 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
%202007.pdf (Diakses 23 Agustus 2017 Jam: 19.45 WIB).

Poltekkes Kemenkes Padang


. 2012. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
%202013.pdf (Diakses 23 Agustus 2017 Jam: 19.00 WIB).

. 2016. Pusat data dan informasi.


http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-data-pusat
data-dan-informasi.html (Diakses 10 Agustus 2017 Jam : 19.30 WIB).

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperwatan Klien Lanjut Usia.Jakarta: Salemba Medika.

Mardalena, Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press

Maryam, Siti, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta : Trans Info
Media

Miller, Carrol A. 2012. Nursing of wellness in older adult: sixth edition. China :
Lippincot William & wilkins
(Diakses 22 Oktober 2017 Jam: 20.11 WIB)

Muhith, Abdul & Siyoto,Sandu. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta : Andi

NANDA Internasional. 2012. NANDA Internasional Inc. Diagnosa keperawatan


Definisi & Klasifikasi 2012-2014 (Budi Anna Keliat, et al, Penerjemah),
Jakarta : EGC

Nasrullah, Dede. 2016. Buku Ajar Keperawatan gerontik Jilid I Dengan Pendekatan
Aseuhan Keperawatan Nanda, NIC dan NOC. Jakarta : Trans Info Media

Nazari, Nuri, dkk. Jurnal Ilmu Keperawatan 2016 Vol 4, No 2. http://www. portal
garuda.go.id/folder/view/01/karakteristik+keluarga+dengan+pemenuhan+nutr
isi+lansia details/news/42. (Diakses 15 Mei 2018, Jam 18.10)

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta

. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan gerontik dan geriatrik. Jakarta : EGC

Nursalam. 2015. Metodologi penelitin ilmu keperawatan: pendekatan praktis Ed. 3.


Jakarta : Salemba Medika

Padila. 2012. Buku ajar keperawatan keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika

Poltekkes Kemenkes Padang


Potter, P.A, Perry, A.G. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan
praktik. Edisi4, Volume 2. Jakarta : EGC
Sahar, Juniati. 2001. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol 15, No. 2.
http://www.simplyeducate.go.id/details/news/833.(Diakses 12 Oktober 2017
Jam: 17.11 WIB)
Sari, Dian, dkk. 2014. Dunia Keperawatan Vol 4, No 2.
http://www.google.search.go.id/portal/Dunia+kep/93-99(Diakses 15 Mei 2018
Jam: 14.15 WIB)
Soetardjo, Susirah & Soekarti, Moesjanti.2011. Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Soeryanda. 2015. artikel/informatiak-kesehatan/sekilas-nanda-noc-dan-nic.
Diakses pada tanggal 10 Agustus 2017 pukul 12.30 WIB
(https://soeryanda.wordpress.com/artikel/informatika-kesehata/sekilas
nanda-noc-dan-nic/)
Stanley, Mickey. Beare, Patricia Gauntlett. 2007. Buku ajar keperawatan gerontik
edisi 2. Jakarta : EGC
Sudoyo, W.aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta
: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Geontik. Yogyakarta : ANDI
Suyanto. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
https://www.google.co.id/search13+tahun+1998+kesejahteraan+lanjut+usia.pf
. (Diakses 23 September 2017 Jam : 18 45)

Wallace, Meredith. 2008. Essentials of gerontical nursing. New York : Springer


publishing company (Diakses 27 November 2017 Jam : 14.35)

WHO. 2016. Global Tuberculosis Report 2015.


http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/191102/1/9789241565059_eng.pf
(Diakses 11 September 2017 Jam : 21.15)
Widyanto. 2014. Keperawatan Komunitas Dengan Pendekatan Praktis. Yogyakarta :
Sorowajan

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA

I. DATA UMUM
1. Nama Kepala Keluarga (KK) : Bpk. A
2. Alamat dan Telepon : Durian ratus RT 05/RW 02
kelurahan kurao pagang kecamatan nanggalo kota padang
3. Komposisi Keluarga
Hub dengan
No Nama TTL/Umur Pendidikan
KK
1. Bpk. Amizar Padang 27/09/1945 (72th) SMP
2. Ibu Nurmalis Istri Padang 31/12/1951 (66th) SD
3. Basri Anak Padang 29/04/1985 (32th) SMA

Geogram :

Keterangan : : laki – laki : garis perkawinan


: laki – laki meninggal : garis keturunan

: perempuan : tinggal serumah


: perempuan meninggal : pasien

4. Tipe Keluarga : Keluarga Bpk. A merupakan keluarga lanjut usia.


Keluarga ini terdiri dari Bpk. A (71 tahun) sebagai kepala keluarga,

Poltekkes Kemenkes Padang


Ny. N sebagai istri dan An. B (34 tahun) sebagai anak bungsu yang
belum menikah tetapi tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya.

5. Suku : Semua anggota keluarga Bpk. A bersuku minang, tidak


ada budaya minang yang mempengaruhi kesehatan keluarga Bpk. A.

6. Agama : Semua anggota keluarga Bpk. A beragama islam. Tidak


ada perbedaan agama dalam keluarga. Keluarga Ny. N selalu
melaksanakan sholat 5 waktu dirumah atau terkadang ke mushola jika
tidak terlalu lelah. Tidak ada kebiasaan menurut agama Ny. N yang
mempengaruhi kesehatannya. Hanya saja Ny. N pasrah ke pada Tuhan
dengan keadaannya saat ini.

7. Status Sosesk Keluarga : Bpk. A sebagai kepala keluarga bekerja


sebagai petani. Ny. N juga bekerja sebagai petani. Ny. N juga
menanam tanaman lain disekeliling sawahnya yang hasil panennya
dijual dipasar untuk menambah penghasilan. Ny. N menjual hasil
panen 2 kali seminggu dengan hasil penjualan ± Rp. 70.000. Selain itu
Ny. N juga bekerja sebagai pengumpul telur ayam di peternakan
tetangganya dengan upah Rp. 30.000/ minggu. Sehingga penghasilan
yang didapat keluarga Bpk. A dalam seminggu ± Rp. 100.000. Ny. N
juga mendapat kiriman uang dari anaknya setiap minggu sebanyak Rp.
50.000. Biaya makan keluarga Bpk. A ditanggung oleh anaknya yang
tinggal bersebelahan dengannya. Untuk meringankan beban anaknya,
Ny. N memberikan uang 50.000/ minggu kepada anaknya untuk
membeli lauk. Biaya listrik tiap bulan ± 60.000. Selain itu pengeluaran
tak terduga dalam sebulan bisa mencapa 100.000. Jika keluarga Bpk. A
berobat ke puskesmas, mereka tidak menggunakan BPJS, karna tidak
mengerti cara mengurusnya. Biaya berobat biasanya berasal dari
tabungan Ny.N dan bantuan dari anak – anaknya

Poltekkes Kemenkes Padang


8. Aktifitas Rekreasi Keluarga : Aktifitas rekreasi keluarga Bpk. A
adalah berkumpul dan mengobrol dengan anak dan cucunya pada
malam hari sambil menonton TV. Bpk. A dan Ny. N tidak pernah
mengunjungi anak – anaknya karna tidak memiliki biaya.
II. RIWAYAT & TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini : Tahap perkembangan
keluarga Bpk. A saat ini adalah keluarga dengan usia lanjut. Semua
anaknya sudah tinggal terpisah dengannya dan sudah berkeluarga ,
kecuali anak terakhir yang masih belum menikah sampai saat ini.

2. Tugas Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi : Tahap


perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah penyesuaian
terhadap pendapatan yang menurun, serta penyesuaian cara hidup
sesuai dengan kondisi fisik usia lanjut. Hal tersebut terlihat dari Ny. N
yang masih harus terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sampai
saat ini.

3. Riwayat Keluarga Inti : Riwayat keluarga inti Bpk. A. Bpk. A


mengalami katarak sejak 3 tahun yang lalu, tetapi tidak melakukan
operasi karna kendala biaya. Bpk. A pernah berobat ke puskesmas,
tetapi tidak kontrol teratur. Jika Bpk A mulai merasa gatal pada
matanya dan penglihatannya mulai kabur, Bpk. A akan meminum air
rebusan daun(). Saat ini Bpk. A tidak memiliki keluhan mengenai
kesehatannya, Bpk a tidak pernah dirawat dirumah sakit. Bpk. A tidak
merokok, tidak memiliki riwayat hipertensi, tidak pernah memeriksa
tekanan darah. Bpk. A juga tidak mengikuti kegiatan posyandu lansia
di daerahnya. Ny. N menderita hipertensi sejak 14 tahun yang lalu dan
tidak terkontrol. Jika ia sudah merasa berat pada tengkuk dan pusing
maka ia akan meminum air rebusan daun …. Ny, N juga menderita
gastritis sejak 10 tahun yang lalu. Ny. N pernah dirawat di rumah sakit
karna ada masalah pada jantungnya. Ny. N tidak mempunyai riwayat
Diabetes Melitus. Saat ini keluhan yang dirasakan Ny. N adalah mual

Poltekkes Kemenkes Padang


dan nafsu makannya yang menurun. Ny. N juga mengeluh nyeri pada
perutnya saat makan dikarenakan gastritis yang dideritanya. Akan
tetapi Ny. N tidak mengerti penyakit gastritis dan bagaimana
perawatannya.

4. Riwayat Keluarga Sebelumnya : Orang tua Ny. N juga menderita


hipertensi dan meninggal karena penyakit jantung. Sedangkan Bpk. A
tidak mengetahui riwayat kesehatan kedua orang tuanya karna sudah
meninggal sejak ia berumur 4 tahun.
III. LINGKUNGAN
1. Karakteristik Rumah : Rumah keluarga Bpk. A adalah jenis
rumah permanen dengan atap seng, ukuran 8 x 12 m, terdapat dua
kamar tidur dengan ukuran 2 x 3m, penerangan dikamar tidak
memadai, tidak terdapat jendela di dalam kamar, hanya ada sebuah
ventilasi kecil. rumah kelihatan rapi dan cukup bersih, tidak banyak
perabot di dalam rumah. Bangunan rumah memiliki 2 jendela dibagian
depan dan 2 jendela dibagian belakang arah dapur, cahaya matahari
masuk lewat jendela bagian belakang. Sirkulasi udara baik dengan
ventilasi cukup. Lantai semen ditutupi dengan karpet plastik, kecuali
bagian dapur. Kamar mandi dan wc tidak terpisah, sumber air mandi
dan air minum berasal dari air sumur yang dialirkan menggunakan
mesin pompa. Terdapat halaman dibelakang rumah yang ditanami
tanaman obat – obatan. Pembuangan air kotor melalui saluran yang
langsung mengalir ke selokan di belakang rumah. Pembuangan sampah
dilakukan dengan membawa sampah kebagian pengumpulan sampah
di ujung jalan. Tidak ada sumber pencemaran di lingkungan rumah
tersebut.

2. Karakteristik Tetangga & Komunitas RW : Sebagian penduduk


sekitar rumah keluarga Bpk. A merupakan penduduk asli wilayah
tersebut dan juga bekerja sebagai petani.. Hubungan keluarga Bpk. A
dengan warga sekitar cukup baik, saling membantu bila ada kesulitan

Poltekkes Kemenkes Padang


3. Mobilisasi Geografis Keluarga : Sejak menikah Keluarga Bpk. A
sudah menempati rumah tersebut, dan tidak pernah pindah ke daerah
lain. Rumah tersebut sudah dua kali direnovasi dan diperluas.

4. Perkumpulan Keluarga & Interaksi Dengan Masyarakat : Bpk. A dan


Ibu. N selalu berkumpul dan mengobrol setelah sholat magrib sambil
menunggu waku isya lalu tidur. Keluarga Bpk. A jarang berkumpul
bersama sejak anak – anaknya menikah dan tinggal terpisah. Jika
lebaran maka anak – anaknya akan berkunjung atau sekedar menelpon.
Bpk. A terkadang ikut berkumpul dengan warga jika ada acara di
daerah tersebut. Ibu. N jarang mengikuti kegiatan wirid di mushola dan
biasanya ikut membantu jika ada tetangga yang mengadakan acara.
Selain itu Ibu. N juga sering mengobrol di warung milik tetangga yang
berada tepat disebelah rumahnya.

5. Sistem Pendukung Keluarga : Jika terjadi masalah di dalam


keluarga Bpk. A yang tidak dapat di selesaikan , maka Bpk. A akan
meminta bantuan kepada anak dan tetangganya. Jika ada yang sakit
maka, anak yang tinggal disamping rumah Bpk. A yang akan
mengantar berobat, untuk masalah biaya pengobatan biasanya dibantu
oleh anak anaknya yang lain secara bersama – sama.

IV. STRUKTUR KELUARGA


1. Pola Komunikasi Keluarga : Keluarga sehari – harinya
berkomunikasi dengan bahasa daerah (minang). Bpk. A dan Ibu. N
selalu berdiskusi jika terdapat masalah dalam keluarganya. Mereka
juga masih menjalin komunikasi dengan anak – anaknya melalui
telpon. Tidak ada masalah dalam komunikasi antara anggota keluarga
Bpk. A.

Poltekkes Kemenkes Padang


2. Struktur Kekuatan Keluarga : dikeluarga Bpk. A kekuasaan
dibagi menurut perannya masing – masing. Untuk masalah kebutuhan
rumah tangga sepenuhnya diserahkan kepada Ibu. N dibantu oleh
anaknya yang tinggal bersebelahan dengan mereka. Namun jika terjadi
masalah, Ibu. N akan meminta bantuan pada Bpk. A . Untuk
mengambil keputusan dalam setiap masalah diserahkan kepada Bpk. A
dan Ibu. N akan mnyetujuinya.

3. Struktur Peran : Bpk. A; ayah dan suami , ia bukan satu – satunya


pencari nafkah dikeluarga dan merupakan pimpinan keluarga.
Perannya dikeluarga dilakukan dengan baik.
Ibu. N; ibu dan istri, ,merupakan ibu rumah tangga dan ikut menjadi
pencari nafkah untuk mendukung keuangan keluarga. Ibu N selalu
berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dan menjadi ibu yang bain
untuk anak – anaknya.

4. Nilai Dan Norma Budaya : Budaya / kebiasaan Ibu. N yang


bertentangan dengan kesehatan adalah kebiasaan berobat ke dukun jika
sakit, dan akan pergi ke fasilitas kesehatan jika tidak kunjung merasa
baikan setelah pergi beberapa kali ke dukun. Selain itu keluarga Bpk.
A juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat herbal yang berasal
dari tanaman obat yang ditanam di belakang rumah jika sakit. Hal
tersebut juga dilakukan oleh anak – anaknya.

V. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Afektif : Semua anggota keluarga Bpk. A saling
menyayangi dan saling peduli satu sama lain. Jika terjadi masalah pada
anggota keluarga maka anggota keluarga yang lain akan berusaha
memberikan bantuan moril dan materil.

2. Fungsi Sosialisasi : Tidak ada anggota keluarga yang mengikuti


kegiatan organisasi di masyarakat. Keluarga Bpk. A jarang mengikuti

Poltekkes Kemenkes Padang


kegiatan organisasi di masyarakat karena sibuk bekerja. Akan tetapi
hubungannya dengan warga sekitar tetap baik.

3. Fungsi Perawatan Keluarga


a. Mengenal masalah : Pada fungsi perawatan kesehatan keluarga
Bpk. A , belum mengerti tanda dan gejala gangguan asupan nutrisi
serta pencegahannya. Hal ini terlihat dari pola makan Ibu. N yang
tidak teratur dan badan yang terlihat lemah. Keluarga hanya
menganggap Ibu. N hanya kelelahan karena bekerja dan
menganggap wajar jika orang lanjut usia sering sakit karna sudah
faktor usia.
b. Mengambil keputusan yang tepat : Keluarga juga tidak mampu
mengambil keputusan untuk perawatan Ibu. N karna merasa hal
tersebut wajar dan tidak akan menimbulkan komplikasi bagi Ibu. N
.
c. Memberikan perawatan pada anggota yang sakit : keluarga
tidak mampu merawat Ibu. N yang mengalami mual muntah dan
gastritis, hal tersebut terlihat dari makanan Ibu. N yang tidak
disesuaikan dengan keadaannya.
d. Memodifikasi lingkungan : keluarga juga tidak mampu
memodifikasi lingkungan sesuai kebutuhan Ibu. N. Hal itu terlihat
dari kurangnya penerangan diruang dapur, lemari tempat letak lauk
pauk yang tinggi, alat makan terbuat dari bahan kaca, makanan
yang dibuat tidak sesuai dengan keadaan Ibu. N yang sudah
kehilangan gigi dan mengalami mual muntah.
e. Memanfaatkan fasilitas kesehatan : Pemanfaatan fasilitas
kesehatan juga belum efektif. Hal itu terlihat dari kebiasaan
berobat ke dukun dan tidak pernah mengikuti kegiatan posyandu
lansia.

Poltekkes Kemenkes Padang


VI. STRESS DAN KOPING KELUARGA
1. Stressor Jangka Pendek : Keluarga tidak merasakan adanya stressor
saat ini. Hanya saja, keluhan yang Ibu.N rasakan yaitu nyeri dan mual
muntah sehingga mengganggu aktivitasnya bekerja di sawah. Menurut
Ibu.N mual muntah dan nyeri yang ia rasakan akan sembuh sendiri
dalam beberapa hari.

2. Stressor Jangka Panjang : Hal yang menganggu fikiran Ibu. N adalah


anak terakhirnya yang belum menikah. Ia khawatir karna usia anaknya
yang sudah 32 tahun.

3. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Masalah : keluarga


merespon masalah dengan baik. Karna memiliki beberapa sistem
pendukung seperti anak – anak dan tetangga yang siap membantu.
Selain itu, jika terjadi masalah kesehatan dalam keluarga, fasilitas
kesehatan dapat dijangkau oleh keluarga.

4. Strategi Koping Yang Digunakan : strategi koping yang digunakan


aalah berdasarkan pengalaman masa lalu atau pengalaman dari orang
tuanya untuk menangani masalah kesehatan, yaitu berobat ke dukun
dan mengkonsumsi tanaman obat saat sakit.

5. Startegi Adaptasi Disfungsional : adaptasi disfungsional pada


keluarga Bpk. A adalah jika sakit maka ia akan pergi ke dukun, dan
akan pergi ke fasilitas kesehatan jika tidak kunjung sembuh setelah
pergi ke dukun. Selain itu Ibu N juga tidak mau mengkonsumsi obat
dari rumah sakit karna trauma setelah mengalami alergi obat.

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Pem. Fisik Bapak Ibu
KU Baik Baik
Keasadarn : compos mentis Keasadarn : compos mentis
cooperatif cooperatif

Poltekkes Kemenkes Padang


TD 140/90 mmHg 170/100 mmHg
Nadi 102x/i 98x/i
RR 20x/i 22x/i
Suhu 36,8ºc 36 ºc
BB/ TB 52kg/167cm 38kg/15cm
Kepala simetris, tidak ada lesi, rambut simetris, tidak ada lesi,
dan kulit kepala bersih tapi rambut dan kulit kepala bersih
berminyak tapi berminyak
Mata mata simetris, konjungtiva mata simetris, konjungtiva
tidak anemis, ikhterik (-), subanemis, ikhterik (-), edema
edema palpebra (-) ,terlihat palpebra (-), tidak terliaht
adanya kekeruhan pada mata, adanya kekeruhan pada mata,
mengunakan kaca mata dan penglihatan baik.
penglihatan agak kabur
Hidung Letak hidung simetris, hidung Letak hidung simetris, hidung
bersih, penciuman baik, tidak bersih, penciuman baik, tidak
ada sekret, pernafasan cuping ada sekret, pernafasan cuping
hidung (-) hidung (-)
Telinga telinga simetris, bersih, tidak telinga simetris, bersih, tidak
ada serumen, fungsi ada serumen, fungsi
pendengaran baik pendengaran sedikit menurun.
Mulut Mulut bersih, mukosa bibir Mulut bersih, mukosa bibir
lembab, bibir tidak pucat kering, pucat. Pembengkakan
Pembengkakan tonsil (-), tonsil (-), karies (+).
karies (+).
Leher Tidak ada pembengkakan Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening dan tidak kelenjar getah bening dan
ada pembengkakan kelenjar tidak ada pembengkakan
tyroid. kelenjar tyroid.
Dada Thorak Thorak
Paru-paru I :simetris kiri – kanan, I :simetris kiri – kanan,
tarikan dinding dada (-) tarikan dinding dada (-)
P : fremitus kiri – kanan P : fremitus kiri – kanan
P : Sonor P : Sonor
A: Bronkovesikuler, ronchi (-) A : Bronkovesikuler, ronchi
(-)
Jantung Jantung Jantung
I : ictus kordis tidak terlihat I : ictus kordis terlihat
P : ictus cordis tidak teraba, P : ictus cordis teraba, tidak
tidak ada pelebaran jantung ada pelebaran jantung
P : pekak P : pekak
A : regular A : regular
Abdomen Abdomen Abdomen
I : simetris, tidak ada lesi I : simetris, tidak ada lesi
A : bising usus hiperaktif 42x/i A : bising usus normal 23x/i
P : distensi (-) nyeri tekan (-), P : distensi (-) nyeri tekan (-),

Poltekkes Kemenkes Padang


hepar dan limpa tidak teraba hepar dan limpa tidak teraba
P : Timpani P : Timpani
Ekstermitas Ekstremitas atas dan bawah Ekstremitas atas dan bawah
edema (-), akral hangat, edema (-), akral hangat,
CRT<2 dtk, turgor kulit CRT<2 dtk, turgor kulit
kembali cepat, tidak terdapat kembali lambat, tidak terdapat
lesi atau bekas luka lesi atau bekas luka
Kekuatan otot 555 555 Kekuatan otot 555 555

555 555 555 555


Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaa, dan Tidak dilakukan pemeriksaa, dan
tidak ada keluhan tidak ada keluhan

ANALISA DATA
No DATA Etiologi Masalah

Data Subjektif : kurangnya asupan Ketidakseimbangan


- Ibu N mengeluh mual dan makanan dan nutrisi: kurang dari
nyeri saat makan ketidakmampuan kebutuhan tubuh
- Ibu N mengatakan sudah
menderita gastritis sejak 10 keluarga merawat
tahun yang lalu anggota keluarga
- Ibu N mengatakan nafsu
makannya menurun yang sakit
- Ibu N mengatakan susah
mengunyah makanan
karena kehilangan sebagian
giginya
- Keluarga menganggap
penurunan nafsu makan
saat tua adalah hal wajar
Data Objektif :
- Ibu N terlihat lemah
- Ibu N sudah dua hari tidak
beraktivitas dan hanya tidur
di rumah
- IMT : 16,89
- Turgor kulit kembali
lambat
- Bibir pucat dan mukosa
bibir kering
- Bising usus hiperaktif

Poltekkes Kemenkes Padang


Data subjektif : Ketidakmampuan Ketidakefektifan
- Keluarga Ibu.N keluarga merawat manajemen
mengatakan tidak mengerti anggota keluarga kesehatan dikeluarga
bagaiman cara mengatasi
mual dan nyeri yang yang sakit
dirasakan Ibu.N
- Keluarga menganggap
penurunan nafsu makan
saat sudah berusia lanjut
adalah hal yang wajar
- Keluarga tidak mengerti
penyakit gastritis ,
penyebab dan akibatnya
- Keluarga mengatakan
keadaan Ibu N saat ini
dapat membaik dengan
istirahat dirumah saja
Data Objektif
- Makanan yang disediakan
untuk Ibu.N tidak sesuai
dengan kebutuhannya.
Tekstur nasi cukup keras,
dan tidak ada asupan cairan
tambahan bagi Ibu.N
seperti susu atau teh.
- Keluarga juga jarang
mengkonsumsi buah dan
tidak menyajikan makanan
yang bervariasi.

Data subjektif : Kurang terpapar Perilaku kesehatan


- Ibu N mengatakan informasi kesehatan cenderung beresiko
keluarganya memiliki
kebiasaan berobat ke dukun
jika sakit
- Ibu N mengatakan sudah
menderita hipertensi sejak
14 tahun yang lalu tetapi
tidak kontrol teratur
- Ibu N mengatakan pernah
dirawat di rumah sakit
karena ada masalah pada
jantungnya
- Ibu N mengatakan tidak
mau mengkonsumsi obat

Poltekkes Kemenkes Padang


dari rumah sakit karena
pernah mengalami alergi
- Bpk.A mengatakan sudah
menderita katarak sejak 3
tahun yang lalu, tetapi tidak
berobat ke fasilitas
kesehatan dan hanya
mengkonsumsi tanaman
obat
- Ibu N dan Bpk A tidak
mengikuti kegiatan
posyandu lansia karena
sibuk bekerja
Data Objektif :
- Terdapat tanaman obat
dibelakang rumah
- TD : 170/100mmHg
- Iktus cordis terlihat dan
teraba

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai