KARYATULIS ILMIAH
AMALIA HANIFA
NIM. 153110158
AMALIA HANIFA
NIM. 153110158
i
Poltekkes Kemenkes Padang
ii
Poltekkes Kemenkes Padang
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan
rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Lanjut Usia yang Mengalami
Gangguan Pemenuhan Asupan Nutrisi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Kota Padang”.
iii
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
8. Teman-teman Program Studi D-III Keperawatan Padang yang selama ini
telah memberi peneliti semangat dan motivasi.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian
Proposal studi kasus ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang
telah diberikan kepada peneliti. Peneliti menyadari karya tulis ilmiah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu , peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan,
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Peneliti
iv
Poltekkes Kemenkes Padang
v
Poltekkes Kemenkes Padang
vi
Poltekkes Kemenkes Padang
POLITEKNK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
AMALIA HANIFA
ABSTRAK
vii
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR ISI
viii
Poltekkes Kemenkes Padang
1. Pengkajian Keluarga ……………………………………………… 42
2. Diagnosa Keperawatan …………………………………………… 56
3. Rencana Keperawatan …………………………………………….. 57
4. Implementasi ……………………………………………………… 69
5. Evaluasi …………………………………………………………… 70
ix
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR TABEL
Eusg56
x
Poltekkes Kemenkes Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ganchart
Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Daftar Hadir Kunjungan Keluarga
Lampiran 3 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan I
Lampiran 4 Pengkajian Keperawatan Keluarga Partisipan II
Lampiran 5 Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 6 Lembar Balik
Lampiran 7 Lembar Konsultasi Proposal PenelitianPembimbing 1
Lampiran 8 Lembar Konsultasi Proposal PenelitianPembimbing 2
Lampiran 9 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing I
Lampiran 10 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing II
Lampiran11 Surat Izin Pengambilan Data di DKK dari Poltekkes
Lampiran 12 Surat Izin Pengambilan Data di Puskesmas Nanggalo dari
DKK
Lampiran 13 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Nanggalo dari Poltekkes
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian di Puskesmas Nanggalo dari DKK
Lampiran 15 Surat Selesai Penelitian di Puskesmas Nanggalo
Lampiran 16 Data Lansia Berdasarkan Penyakit Terbanyak di Seluruh
Kecamatan di Kota Padang
Lampiran 17 Data Lansia Dengan Gangguan Pemenuhan Nutrisi di
Puskesmas Nanggalo
Lampiran 18 Dokumentasi Kegiatan
xi
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Poltekkes Kemenkes Padang
2
sebanyak 508 juta jiwa. Sementara itu di Asia Tenggara, populasi lansia
sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Di Indonesia pada tahun 2000 jumlah
lansia sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total populasi, tahun 2010 jumlah lansia
24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah
lansia mencapai 28.80.000 (11,34%) dari total populasi yang merupakan
urutan ke-4 di dunia sesudah Cina, India, Amerika Serikat.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, jumlah
penduduk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2016 tercatat sebesar 5.259.528
jiwa dan 8,3% diantaranya adalah penduduk berusia tua (> 60 tahun). Di Kota
Padang, jumlah penduduk tercatat sebesar 1.829.936 jiwa dan 3,3%
diantaranya adalah penduduk berusia tua. Sedangkan untuk Kecamatan
Nanggalo, jumlah penduduk dengan usia di atas 60 tahun adalah 5.146 jiwa
(BPS Kota Padang, 2016).
Lanjut usia seperti juga tahapan – tahapan usia lain mengalamiperubahan dari
tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, pencernaan, genitalia urinaria, endokrin dan integumen (Muhith,
2016).Perubahan yang terjadi selama proses menyebabkan timbulnya
gangguan mobilisasi (artritis dan stroke), gangguan indra (mencium,
merasakan, dan penglihatan), gangguan gigi geligi/ kemampuan mengunyah,
malabsorbsi, penyakit kronik (anoreksia, gangguan metabolisme). Faktor
psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi seperti
keterbatasan keuangan dan ketergantungan terhadap orang lain. Perubahan ini
akan memberikan pangaruh terhadap seluruh aspek kehidupan termasuk
kesehatannya (Padila, 2012).
ideal berjumlah 42,4%, berat badan lebih sebanyak 6,7% dan obesitas
sebanyak 3,4% (Kemenkes RI, 2015).Di Indonesia, angka kejadian masalah
gizi pada lansia cukup tinggi, sekitar 31% untuk masalah kurang gizi dan
1,8% untuk masalah gizi berlebih (Kemenkes RI, 2016). Hasil Riskesdas 2015
menunjukkan sebanyak 22,2% usia lanjut mengalami gangguan gigi dan mulut
di Sumatra Barat. Perubahan pada rongga mulut ini dapat menyebabkan
berkurangnya asupan makanan yang beraneka ragam yang memungkinkan
terjadinya kekurangan gizi (Kementrian Kesehatan RI,2008).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang pada tahun 2016, menyatakan
masalah pencernaan dan gangguan asupan nutrisi menjadi salah satu dari
sepuluh penyakit terbanyak pada lansia diseluruh kecamatan di Kota Padang
dengan jumlah kasus mencapai 10.599 kasus. Sedangkan untuk wilayah
Kecamatan Nanggalo, masalah pencernaan dan gangguan nutrisi mencapai
angka 1.024 kasus. Angka ini merupakan angka tertinggi kedua setelah
kecamatan Pauh dengan 1.123 kasus (DKK Kota Padang, 2016). Saat
melakukan pengambilan data di Puskesmas Nanggalo, didapatkan jumlah
lansia yang melakukan kunjungan dengan masalah pencernaan dan nutrisi di
Puskesmas Nanggalo selama bulan Juli hingga Desember 2017 sebanyak 245
kasus atau 43,08% dari total kunjungan sebanyak 570 kasus. Selanjutnya saat
dilakukan pengukuran IMT oleh petugas puskesmas pada lansia yang
melakukan kunjungan ke Puskesmas Nanggalo, terdapat 242 orang lansia
dengan IMT rendah (Puskesmas Nanggalo, 2017).
Status Nutrisi memiliki dampak utama terhadap timbulnya penyakit pada usia
lanjut terutama penyakit – penyakit kekurangan gizi. Perubahan – perubahan
pada lansia menyebabkan peningkatan kerentanan usia lanjut untuk terkena
penyakit kronis, yang dapat dicegah atau diperlambat perjalanan penyakitnya
antara lain dengan pemberian nutrisi yang adekuat. Asupan nutrisi yang
kurang dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi, kekurangan gizi kronik
(KEK) serta penurunan kualitas hidup pada lansia (Mardalena, 2017).
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar 2015 prevalensi penyakit pada lanjut
usia adalah penyakit sendi 56,4%, hipertensi 53,7%, stroke 20,2%, penyakit
asma7,3%, penyakit jantung 16,1%, diabetes 3,7%, tumor 8,8%.
Meningkatnya penyakit degeneratif ini salah satunya merupakan dampak dari
terganggunya asupan kebutuan nutrisi pada lansia. Hal ini pada akhirnya juga
akan meningkatkan beban ekonomi keluarga, masyarakat dan negara
(Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Melihat dampak yang ditimbulkan dari gangguan asupan nutrisi ini, keluarga
mempunyai peranan penting untuk menjaga dan merawat lansia. Namun
banyak keluarga yang tidak mampu menjaga dan merawat lansia. Faktor
ekonomi dan kurangnya pengetahun tentang perawatan lansia menjadi salah
satu penyebab ketidakmampuan keluarga dalam merawat lansia. Banyak
orang beranggapan kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak
manfaat dan seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga
dan masyarakat (Notoadmojo, 2011).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada keluarga dengan lansia yang
mengalami masalah pencernaan dan gangguan nutrisi di wilayah kerja
puskesmas Nanggalo pada Bulan November 2017, ditemukan beberapa
keluarga yang tidak melaksanakan tugas kesehatan keluarga. Hal tersebut
terlihat dari ketidaktahuan keluarga mengenai masalah pencernaan dan
gangguan asupan nutrisi yang di alami oleh lansia, sehingga tidak mampu
melakukan perawatan pada lansia tersebut.
Penanganan masalah pada usia lanjut bersifat khusus. Hal itu dikarenakan
gangguan yang terjadi pada usia lanjut biasanya tidak berdiri sendiri
(multipatologi), fungsi organ tubuh sudah menurun, rentan terhadap penyakit
atau stress, dan lebih sering memerlukan rehabilitasi yang tepat. Oleh karena
itu, kelompok usia lanjut memerlukan perhatian dan upaya khusus di bidang
kesehatan dan keperawatan serta peran dari anggota keluarga (Muhith, 2016).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan keluaga dengan lansia yang
mengalami gangguang pemenuhan asupan nutrisi di keluarga X, diwilayah
kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang tahun 2018?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluargadengan lansia yang
mengalami gangguang pemenuhan asupan nutrisi di keluarga X di wilayah
kerja Puskesmsas Nanggalo, Kota Padang pada tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada keluarga dengan
lansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi di
keluarga X di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada
tahun 2018.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan
keluargadengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan asupan
nutrisi di keluarga X dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo, Kota Padang pada tahun 2018.
c. Mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan keluarga
dengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
D. MANFAAT
1. Aplikatif
1) Bagi Mahasiswa
Menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam memberikan
asuhan keperawatan pada keluarga dengan lansia yang mengalami
gangguan asupan nutrisi sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat pada bangku kuliah.
3) Bagi Keluarga/Masyarakat
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pengetahuan keluarga binaan mengenai asupan nutrisi pada lansia dan
meningkatkan perhatian keluarga terhadap gizi anggota keluarga yang
berusia lanjut untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit
degeneratif pada lansia.
2. Pengembangan keilmuan
Lanjut usia menurut Stanley, Blair, dan Beare (2005), terjadi pada setiap
individu dapat diprediksi terjadinya perubahan secara fisik dan perilaku,
proses menua secara biologis yang umum terjadi dan akan di alami oleh
semua orang. Lanjut usia di mulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65
dan 75 tahun (Potter & Perry 2005). Lansia atau menua adalah suatu
keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis (Nasrullah, 2016).
8
Poltekkes Kemenkes Padang
9
c. Tipe tidak puas, ditandai dengan lansia yang memiliki konflik lahir
batin dengan menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
d. Tipe pasrah ditandai dengan lansia yang mau menerima dan menunggu
nasib baik, mengikuti kegaiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
e. Tipe bingung, ditandai dengan lansia yang kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh (Nugroho, 2008; Nasrullah, 2016).
f. Tipe optimis yaitu lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup
baik, mereka memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari
tanggung jawab (Nugroho, 2008).
g. Tipe konstruktif, adalah lanjut usia yang mempunyai integritas baik,
dapat menikmati hidup, mempunyai toleransi yang tinggi, humoristik,
fleksibel, dan tahu diri (Nugroho, 2008).
h. Tipe ketergantungan menyatakan lanjut usia ini masih dapat diterima di
tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri,
tidak mempunyai inisiatif dan bila bertindak yang tidak praktis
(Nugroho, 2008).
i. Tipe defensif biasanya terjadi pada lanjut usia yang sebelumnya
mempunyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang tidak stabil, bersifat
selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol, memegang teguh
kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, anehnya mereka takut menghadapi
“menjadi tua” (Nugroho, 2008).
j. Tipe militan dan serius yaitu lanjut usia yang tidak mudah menyerah,
serius, senang berjuang, bisa menjadi panutan (Nugroho, 2008).
k. Tipe pemarah dan frustasi adalah lanjut usia yang pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukkan
penyesuaian yang buruk (Nugroho, 2008).
5. Proses Menua
a. Defenisi
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantanides dalam Muhith, 2016). Sama halnya dengan
Cunningham dalam Muhith (2016), yang menjelaskan bahwa menjadi
tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan
secara perlahan – lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibatnya, tubuh
tidak dapat bertahan terhadap kerusakan (penyakit) atau memperbaiki
kerusakan tersebut. Sementara itu Padila (2012), juga menegaskan
bahwa proses menua bukanlah suatu penyakit, melainkan proses yang
berangsur – angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif,
merupakan salah satu proses yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dengan kematian.
Menjadi tua atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tahap – tahap kehidupan sebelumnya,
c. Perubahan mental
Faktor–faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lanjut usia
dijelaskan oleh Miller (2012), yaitu adanya faktor fisik khususnya
organ perasa kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), dan lingkungan. Kenangan (memory) terdiri dari kenangan
jangka panjang (berjam–jam sampai berhari–hari yang lalu mencakup
beberapa perubahan), dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10
menit, kenangan buruk). I.Q (Intellegentian Quantion ) tidak berubah
dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor (terjadinya
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan–tekanan dari
d. Perubahan psikologis
Lanjut usia menurut Miller (2012), juga akan mengalami perubahan–
perubahan psikososial yang disebabkan oleh : 1). Pensiun, nilai
seseorang sering diukur produktifitasnya, identitas dikaitkan dengan
peranan dalam pekerjaan. Lansia yang mengalami pensiun akan
mengalami rangkaian kehilangan yaitu finansial (income berkurang),
status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala faselitasnya), teman/kenalan atau relasi, dan pekerjaan
atau kegiatan; 2). Merasakan atau sadar akan kematian (sence of
awareness ofmortality); 3). Perubahan dalam cara hidup yaitu
memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit; 4). Ekonomi akibat
pemberhentian dari jabatan (economic derivation) meningkatkan biaya
hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan; 5).
Penyakit kronis dan ketidak mampuan; 6). Kesepian akibat pengasingan
dari lingkungan sosial; 7). Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan
dan ketulian; 8). Gangguan gizi akibat kehilangan penghasilan atau
jabatan; 9). Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan
dengan teman teman dan famili serta pasangan; 10). Hilangnya
kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri.
Asupan makanan memiliki pengaruh yang kuat pada proses menua karena
seluruh aktivitas sel atau sistem dalam tubuh memerlukan zat – zat gizi
yang cukup. Perubahan biologis pada lanjut usia merupakan faktor internal
yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi (Miller, 2014). Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan dimana individu yang
mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu hamil, tetapi
ternyata sering kali menimpa lanjut usia (Nugroho, 2009).
2. Etiologi
a. Penyebab dan Akibat Kekurangan Nutrisi pada Lansia
Miller (2014), mengelompokkan penyebab dan akibat kekurangan
nutrisi menurut jenis zat nutrisinya, yaitu:
Table 2.1
Penyebab dan Akibat Kekurangan Nutrisi pada Lansia
3. Patofisiologi
Pemenuhan asupan nutrisi sangat dipengaruhi oleh fungsi sistem
pencernaan. Proses perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem
pencernaan lansia yang meliputi kehilangan gigi, indera pengecap menurun
karna adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indra pengecap,
hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan
asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan
pahit, esophagus melebar dan peristaltiknya menurun, rasa lapar menurun
(sensitifitas lapar menurun), asam lambung dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu). Dari proses perubahan yang
terjadi pada lansia tersebut menyebabkan kemampuan lansia dalam
memenuhi kebutuhan nutrisinya terganggu sehingga memengaruhi status
gizi lansia. Rendahnya status gizi lansia mengakibatkan kelemahan otot dan
kelelahan karena energi yang menurun. Lansia dengan gangguan nutrisi
beresiko tinggi untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuandalam
mobilisasi yang menyebabkan luka tekan atau cedera. Tulang akan mudah
rusak dan proses penyembuhan luka tekan akan berjalan lama serta
kondisinya akan memburuk, serta rentan terhadap timbulnya penyakit
terutama penyakit – penyakit kekurangan gizi dan penyakit degeneratif
(Darmojo, 2014).
4. Manifestasi Klinis
Gangguan nutrisi akan menimbulkan perubahan pada tubuh lansia dengan
adanya tanda dan gejala atau manifestasi klinis yang dikelompokkan oleh
Darmojo (2014), menjadi dua, yaitu gejala subjektif berupa; keluhan adanya
penurunan sensasi rasa, cepat merasa kenyang, keluhan tidak mampu
mengolah makanan, adanya kram pada abdomen kadang disertai penyakit, dan
penurunan nafsu makan. Sedangkan gejala objektif berupa; rambut yang
mudah mengalami kerontokan, kerusakan/kehilangan gigi sehingga
mengganggu proses mengunyah, bising usus hiperaktif, adanya bukti
kekurangan nutrisi dari pengukuran TB/BB, penyakit menahun yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi asupan nutrisi.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diakukan untuk memenuhi asupan nutrisi pada
lansia adalah dengan memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia,
memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa),
menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bisa menghabiskan
makanannya, bila terdapat penyakit metabolik dan penyakit menahun, hindari
konsumsi makanan yang dapat menjadi faktor pemicu keparahan (Mardalena,
2017). Penanggulangan masalah makan pada lansia juga diuraikan oleh
Darmojo (2014);
Tabel 2.2
Masalah Asupan Nutrisi dan Penanggulangannya
ruang
d. Hindari berbaring setelah makan
2. Mulut dan tenggorokan sakit a. Sajikan makanan lunak, lembut, dan
basah
b. Hindari makanan pedas atau asam
c. Gunakan makanan padat kalori untuk
memaksimalkan asupan gizi
Mulut kering a. Gunakan makanan basah atau
makanan yang disajikan dengan kuah
b. Konsumsi air pada saat makan, dan
tingkatkan konsumsi air di antara
waktu makan
Diare a. Sediakan cairan dan elektrolit
pengganti
b. Diit rendah serat tidak larut air, dan
tinggi serat larut air
c. Konsumsi makanan rendah laktosa
rendah lemak
d. Hindari makanan dan minuman yang
menimbulkan gas
Konstipasi Tingkatkan asupan cairan dan serat
(Darmojo, 2014).
Sumber zat gizi terdapat pada makanan, oleh karena itu pola makan dan
menunya perlu dijadikan perhatian utama. Pola makan yang baik dan seimbang
sesuai dengan ukuran kebutuhan tubuh, dapat membantu seorang lanjut usia
tetap dalam kondisi fit dan segar meski usia sudah senja. Besaran zat gizi yang
dibutuhkan seorang lansia dipaparkan sebagai berikut:
a. Energi
Kebutuhan energi pada masa menua akan menurun. Hal ini karena jumlah
sel – sel otot menurun dan sel – sel lemak meningkat karena aktivitas yang
berkurang. Keseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi akan
seimbang jika seorang lanjut usia memiliki ukuran dan komposisi tubuh
yang ideal dan tetap dalam waktu yang lama (Nasrullah, 2016). Bagi lansia
laki – laki, kecukupan gizi yang disarankan adalah 2050 kalori, berbeda
pada wanita yaitu 1600 kalori. Jika seseorang sudah mencapai usia kepala
empat, demi keseimbangan gizi disarankan untuk menurunkan konsumsi
energi sebanyak 5% dari konsumsi gizi sebelumnya. Angka tersebut
kemudian ditambah 5% lagi pada 10 tahun kemudian. Sedangkan pada usia
60 tahun ke atass pengurangan asupan gizi ditambah 10% (Nasrullah,
2016; Mardalena, 2017; Darmojo, 2014 ).
b. Karbohidrat
Mengenai kebutuhan karbohidrat, berbeda – beda pada setiap usia dan jenis
kelamin. Laki – laki usia 55 – 64 tahun membutuhkan karbohidrat
sebanyak 400 gram, lanjut usia lebih dari 65 tahun menurun menjadi 350
gram. sementara itu perempuan di usia 55 – 64 tahun membutuhkan asuan
karbohidrat sebanyak 285 gram dan menurun di usia 65 tahun ke atas
menjadi 248 gram (Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).
c. Protein
Sumber energi selanjutnya adalah protein, yang tidak perlu dikurangi pada
lanjut usia. Kebutuhan protein dari masa dewasa hingga masa ini tetap
sama. Protein dibutuhkan untuk mengganti sel – sel yang rusak, seperti
otot, tulang, enzim, dan sel darah merah. Meskipun demikian, konsumsi
protein tidak perlu berlebihan, sebeb kelebihan protein merupakan salah
satu sebab gangguan fungsi dan kerja ginjal (Nasrullah, 2016).
d. Lemak
Di antara sumber energi lainnya, lemak merupakan penyumbang energi
terbesar per gramnya. Jika per gram protein dan karbohidrat mampu
menghasilkan 4 kilokalori, maka per gram lemak mengandung 9 kilokalori.
Selain itu, lemak juga dapat berfungsi asebagai pelarut vitamin A, D, E, K
untuk keperluan tubuh (Nasrullah, 2016). Lemak terbagi menjadi dua,
lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Menurut Fatmah (dalam Nasrullah
2016), di dalam lemak jenuh terdapat struktur kimia yang mengandung
asam lemak jenuh. Konsumsi lemak jenis ini sebaiknya secukupnya saja.
Jika berlebihan akan berakibat pada tingginya kolesterol dalam darah.
Lemak dibutuhkan oleh laki – laki berusia 55 – 64 tahun berkisar pada
angka 50 gram, dan sedikit menurun pada usia lanjut 65 tahun ke atas,
yaitu pada angka 45,5 gram. sementara pada perempuan berusia 55 – 64
tahun membutuhkan asupan gizi sebanyak 39 gram dan menurun menjadi
e. Air
Air diperoleh tubuh melalui makanan, minuman, dan hasil oksidasi di
dalam tubuh. Pada usia muda rasa haus menjamin asupan air yang cukup.
Berkurangnya sensitivitas terhadap dehidrasi dan sensasi haus mengurangi
secara berarti asupan air pada usia lanjut. Orang berusia lanjut juga
mengalami penurunan kontrol terhadap pengeluaran air seni sehingga
beresiko terhadap dehidrasi. Orang lanjut usia yang mengalami dehidrasi
mempunyai resiko terhadap infeksi saluran kemih, pneumonia, dan rasa
bingung. Orang lanjut usia dianjurkan minum air sebanyak 6 -8 gelas/ hari
(Darmojo, 2014; Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).
f. Vitamin
Untuk usia lanjut dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya
vitamin A, D, E untuk mencegah penyakit degeneratif (sebagai
antioksidan). Selain itu, mengonsumsi makanan yang banyak mengandung
vitamin B12, asam folat, dan B1 juga dianjurkan, untuk menanggulangi
resiko penyakit jantung (Nasrullah, 2016). Adapun kebutuhan vitamin
untuk usia lanjut per orang per hari adalah 1) Vitamin A , usia lanjut sama
dengan usia dewasa, yaitu 600 RE untuk laki – laki dan 500 RE untuk
perempuan; 2) Vitamin E, yaitu 8μg untuk perempuan dan 10μg untuk laki
– laki; 3) Vitamin D 5μg; 4) Vitamin B1 1,0 μg; 5) Vitamin B6 wanita 1,6
μg dan laki – laki 2,0 μg; 6) Vitamin B12 1,0 μg; 7) Asam folat untuk
wanita 150μg dan laki – laki 170μg; 8) Vitamin C 60μg (Darmojo, 2014;
Mardalena, 2017; Nasrullah, 2016).
g. Mineral
Pada usia lanjut dianjurkan mengonsumsi makanan kaya Fe, Zn, selenium
dan kalsium untuk mencegah anemia dan pengeroposan tulang terutama
pada wanita.Adapun kebutuhan mineral untuk usia lanjut per hari adalah:
1). Kalsium , wanita 500μg dan laki – laki 600μg; 2). Zat besi, wanita 14μg
dan laki – laki 13μg; 3). Natrium (NaCl) 2,8 – 7 g; 4). Selenium, wanita
55μg dan laki – laki 70μg (Darmojo, 2014).
C. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang menjadi
dasar pendefenisiannya. Friedman (2010), mendefenisikan keluarga sebagai
suatu sistem sosial. keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri
dari individu – individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling
tergantung yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. UU No. 10 Tahun 1992, mengemukakan keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami istri,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.
3. Fungsi Keluarga
Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi keluarga
berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi lain keluarga harus memenuhi
tuntutan dan harapan masyarakat, maka perlu adanya fungsi yang jelas bagi
keluarga (Padila, 2012) Friedman (2010), mengidentifikasi lima fungsi dasar
keluarga, yakni :
a) Fungsi Afektif
Fungsi ini berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan
basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui kelurga
yang bahagia. Anggota mengembangkan konsep diri yang positif, rasa
dimiliki dan memiliki, rasa berarti, serta merupakan sumber kasih sayang.
b) Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi dimulai sejak individu dilahirkan dan berakhir setelah
meninggal. Keluarga merupakan tempat dimana individu melakukan
sosialisasi. Tahap perkembangan individu dan keluarga akan dicapai
melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi.
Anggota keluarga belajar disiplin, memiliki nilai/norma, budaya dan
prilaku melalui interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu
berperan dimasyarakat.
c) Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
meningkatkan sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga
berencana, maka fungsi ini dapat terkontrol.
d) Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian,
dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit
dipenuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan. Perawat berkontribusi
untuk mencari sumber dimasyarakat yang dapat digunakan keluarga
meningkatkan status kesehatan mereka.
4. Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada beberapa tugas pokok keluarga menurut Friedman (2010),
yaitu: 1). Pemelihaaan fisik anggota keluarga; 2). Pemeliharaan sumber daya
yang ada dalam keluarga; 3). Pembagian tugas masing – masing anggota
keluarga sesuai kedudukannya; 4). Sosialisasi antara anggota keluarga; 5).
Pengaturan jumlah anggota keluarga; 6). Pemeliharaan ketertiban anggota
keluarga; 7). Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.
1. Pengkajian Keluarga
Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana perawat mengambil data secara
terus menerus terhadap keluarga yang dibinanya. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri dan keluarga
serta melengkapi data dasar untung menentukan rencana keperawatan dengan
memberikan waktu pada klien untuk berkomunikasi (Padila, 2012).
Pengkajian yang dilakukan meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual. Pengkajian lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan
keluarga sebagai orang terdekat. Kushariyadi (2010), menyatakan perawat
perlu memperhatikan hal-hal seperti berikut dalam mengkaji lansia baik
dalam keluarga maupun di panti yaitu: a). Kaji lebih dari satu kali dan pada
waktu yang berbeda setiap hari; b). Ukur penampilan dalam kondisi yang
paling menyenangkan; c). Ambil keuntungan dari kesempatan yang
mendatangkan asset dan kemampuan; d). Yakinkan bahwa alat bantu sensori
(kacamata, alat bantu dengar) dan alat mobilitas (tongkat, walker) tersedia
serta berfungsi dengan tepat; e). Wawancarai keluarga, teman, dan orang
terdekat yang terlibat dalam perawatan klien untuk memvalidasi pengkajian;
f). Gunakan bahasa tubuh, sentuhan, dan kontak mata, dan berbicara untuk
meningkatkan tingkat partisipasi optimal klien; g). Sadari keadaan dan
perhatian emosional klien.
a) Data Umum
1) Nama KK
2) Alamat
3) Nomor telepon
4) Komposisi atau susunan anggota keluarga.
Komposisi keluarga menjelaskan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka. Komposisi tidak hanya
mencantumkan penghuni rumah tangga, tetapi juga juga anggota
keluarga lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut. Komposisi
keluarga dibentuk dengan mencatat terlebih dahulu anggota keluarga
yang sudah dewasa, kemudian diikuti dengan anggota keluarga yang
lain sesuai dengan susunan kelahiran mulai dari yang lebih tua,
kemudian mencantumkan jenis kelamin, hubungan setiap anggota
keluarga tersebut, tempat tinggal, lahir/umur, pekerjaan, dan
pendidikan. Selanjutnya adalah pembuatan genogram keluarga.
Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan
konstelasi keluarga. Genogram harus memuat informasi tiga generasi
keluarga (keluarga inti dan keluarga masing – masing orang tua)
(Padila, 2012).
5) Tipe keluarga
c) Data Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah,
tiperumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan
denah rumah (Padila, 2012).
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan
penduduk setempat serta budaya setempat yang memengaruhi
kesehatan (Padila, 2012).
d) Struktur Keluarga
1) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga adalah
jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki
keluarga untuk menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas
sosial atau dukungan dari masyarakat setempat (Padila, 2012).
2) Pola komunikasi keluarga
Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon
anggota keluarga dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola
komunikasi yang digunakan, dan kemungkinan terjadinya komunikasi
disfungsional (Padila, 2012).
3) Struktur kekuatan keluarga
Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah prilaku (Padila, 2012).
4) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal(Padila, 2012).
5) Nilai dan norma keluarga
Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berkaitan
dengan kesehatannya (Padila, 2012).
e) Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada anggota
keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling
menghargai (Padila, 2012).
2) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku (Padila,
2012).
3) Fungsi perawatan kesehatan
Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit.
Kesanggupan anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima
tugas kesehatan keluarga, yaitu: (a). Mengenal masalah kesehatan; (b).
Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan; (c). melakukan
perawatan terhadap anggota yang sakit; (d). Menciptakan lingkungan
yang dapat meningkatkan kesehatan; (e). Mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal (Padila,
2012).
4) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah
anggota keluarga (Padila, 2012).
5) Fungsi ekonomi
g) Pemeriksaan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisik, lakukan beberapa persiapan berupa: (a).
Tunjukkan pendekatan kepada pasien; (b). Atur pencahayaan dan
lingkungan; (c). Tetapkan ruang lingkup pemeriksaan; (d). Pilih urutan
pemeriksaan; (e). Buat pasien merasa nyaman. Perhatikan berbagai hal
saat pertama kali menemui klien dan kaji secara umum dimulai dari warna
kulit, ekspresi wajah, mobilitas, pakaian dan postur, pola bicara, kesulitan
menengar, tinggi dan perawakannya, deformitas, masalah penglihatan dan
alat bantu yang digunakan, kontak mata dengan lawan bicara, status
nutrisi, serta masalah pernafasan (Muhith, 2016).
Pemeriksaan fisik berdasarkan pemeriksaan Head to Toe dimulai dengan :
1) Keadaan Umum
TD, Nadi, Suhu, RR , TB, pada klien lansia BB : Biasanya terjadi
perubahan berat badan. Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan
berat badan saat ini.
2) Kepala dan Rambut
Hal yang perlu dikaji adalah bentuk kepala, kekuatan dan kebersihan
rambut, adanya luka dan masa abnormal di kepala.
3) Mata
Hal yang perlu dikaji adalah ketajaman penglihatan, lapang pandang,
kekeruhan pada lensa, ada/ tidak nyeri pada mata, serta pembengkakan
(udema) kelopak mata.
4) Hidung
Kaji ada/tidaknya penurun fungsi indra pembau
Inspeksi : ada/tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak ada
secret/ingus, ada/tidak ada pemberian O2 melalui nasal/masker
Palpasi : ada/tidak nyeri tekan dan fraktur tulang nasal
5) Telinga
Kaji ada nya penurunan pendengaran, nyeri, serta masa abnormal pada
telinga
6) Mulut dan Bibir
Inspeksi : kaji keadaan mukosa bibir , jumlah gigi, kerusakan gigi,
karies dan radang pada gusi yang dapat memengaruhi pemenuhan
asupan nutrisi
Palpasi : ada/tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut, yang dapat
mempengaruhi asupan nutrisi.
7) Leher
Inspeksi : bentuk leher dan luka / bekas luka pada area leher
Palpasi : Kaji nyeri tekan, massa, pembesaran kalenjer tiroid, dan
pembesaran kelenjar getah bening
8) Dada
a) Paru
Inspeksi : ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
pergerakan dada bentuk dada.
Palpasi : Kaji ada/tidak nyeri tekan dan kelainan pada dinding
thorax.
Perkusi : kaji bunyi paru pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : kaji suara paru dengan menggunakan stetoskop
9) Abdomen
Inspeksi : ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi
abdomen).
Auakultasi: peristaltic usus
Perkusi : hipertympani/timpani
Palpasi : kuadran I Hepar ada/tidak terdapat hepatomegali dan
nyeri tekan, kuadran II Gaster ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan
ada/ tidak terdapat distensi abdomen, kuadran IIITidak ada massa dan
nyeri tekankuadran IVTidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney.
10) Ekstremitas
Inspeksi : periksa perifer kemerahan/ tidak, ada/tidaknya sianosis
dan clubbing finger, ukur CRT dengan nilai normal <2 detik
Palpasi : periksa suhu akral
Tabel 2.6.
Skala Prioritas Masalah
Keterangan :
1. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi :
a) Aktual : yaitu masalah dirasakan dan terjadi saat ini
b) Resiko: yaitu masalah tersebut rentan terjadi pada kelurga karna adanya
prilaku kesehatan yang menyimpang
c) Potensial : yaitu keluarga tersebut berpotensi mengalami masalah
dengan adanya prilaku dan faktor pendukung dari
lingkungan.
2. Kemungkinan masalah dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan
untuk mengurangi masalah atau mencegah masalah bila dilakukan
intervensi keperawatan
3. Potensi masalah untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah yang
akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan
keperawatan dan kesehatan.
4. Masalah yang menonjol, adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah
dalam hal berat dan mendesaknya masalah untuk diatasi melalu intervensi
keperawatan dan kesehatan.
Cara menentukan skor :
1. Tentukan skor untuk setiap kriteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria
4. Skor tertinggi adalah 5, dan sama untuk seluruh bobot
5. Masalah dengan nilai skor tertinggi yang lebih dulu diselesaikan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan lansia dapat berupa diagnosis keperawatan individu,
diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia, atau diagnosis keperawatan
pada kelompok lansia potensial, maupun risiko. Diagnosa keperawatan
keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke sistem keluarga dan
subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan. Diagnosa
keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan potensial
dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi
ntuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman (Friedman,
2010).
Berikut beberapa kemungkinan diagnosa yang muncul pada lansia dikelurga
antara lain:
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga
berhubungan dengan kurangnya asupan makan, ketidakmampuan keluarga
dalam merawat lansia
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan reaksi obat, anoreksia, depresi, gangguan mengunyah, gangguang
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan dimulai dengan prioritas diagnosis yang telah
ditentukan kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dan sasaran agar
kebutuhan klien terpenuhi. Rencana keperawatan disusun untuk
keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tidak terbatas, sesuai dengan
respon serta kebutuhan klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun rencana keperawatan menurut Maryam (2010), yaitu : a).
Sesuaikan dengan tujuan yang spesialissi dimana diarahkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar; b). Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan; c).
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang terkait; d). Tentukan prioritas;
e). Sediakan cukup waktu untuk klien; f). Dokumentasikan rencana
keperawatan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang
dilakukan keluarga, perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh
hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga (bagaimana keluarga
berespon) daripada intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan
kegiatan bersama antara perawat dan keluarga (Friedman, 2010). Tahap
evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil tindakan yang telah
dilakukan dengan perencanaan sebelumnya sesuai dengan kriteria yang telah
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh
Peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian (Nursalam, 2015). Design
penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus, dimana
penelitian diarahkan untuk mendeskripsikan bagaimana asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo 2018.
71
Poltekkes Kemenkes Padang
72
D. Cara PenarikanSampel
Pemilihan sampel merujuk pada teknik simple random sampling, dimana subjek
penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan dari peneliti itu sendiri. Keluarga
binaan yang dipilih adalah keluarga dengan lansia yang mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi, bersedia menjadi keluarga binaan dan bersedia
diberikan asuhan keperawatan dengan melakukan kunjungan rumah selama satu
minggu.
Peneliti menggunakan kriteria inklusi yaitu:
1) Keluarga dengan lansia bersedia menjadi responden
2) Keluarga dan lansia mampu berkomunikasi dengan baik dan lancar serta
kooperatif disaat melakukan penelitian
3) Lansia yang tinggal/menetap bersama keluarga selama penelitian
4) Keluarga bersedia diberikan asuhan keperawatan keluarga, termasuk
dilakukannya pemeriksaan fisik
5) Keluarga dengan data alamat yang lengkap dan jelas sehingga bisa dilakukan
kunjungan rumah.
Berdasarkan pengkriteriaan inklusi yang telah dilakukan pada 54 populasi,
didapatkan 13 keluarga dengan lansia yang memenuhi kriteria tersebut.
Selanjutnya dilakukan penilaian tingkat kemandirian keluarga untuk
memperkecil cakupan sampel. Prioritas keluarga yang akan dibina untuk
diberikan asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan pemenuhan asupan
nutrisiadalah keluarga yang memiliki kriteria tingkat kemandirian keluarga
satu (I) yaitu menerima petugas perawatan kesehatan, menerima pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan atau keluarga
mandiri tingkat II yang menerima petugas perawatan kesehatan, menerima
pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana, tahu dan dapat
1. Observasi
Dalam obeservasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan pasien, pemeriksaan fisik, mengguanakan teknik inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Observasi pada lansia dilakukan dengan
pemeriksaan fisik terutama sistem pencernaan lansia yang dapat mengganggu
proses pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Hasil observasi dari penelitian ini
ditemukan rona wajah dan warna bibir pucat, konjungtiva subanemis, keadaan
rongga mulut bersih dan kehilangan sebagian gigi, cara dan kebiasaan
makanserta masalah pada sistem organ seperti kelemahan anggota gerak,
penurunan daya ingat dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu peneliti juga
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik. Pada penelitian ini
dilakukan pengukuran tanda – tanda vital pada partisipan I ditemukan tekanan
darah tinggi yaitu 170/100 mmHg. Sedangkan pada partisipan II normal,
pengukuran antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas
dan menghitung IMT. Hasil perhitungan IMT didapatkan kedua partisipan
berada dibawah rentang normal.
3. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden lebih
mendalam (Sugiyono, 2014).
Pada penelitian ini dilakukan wawancara kepada pasien dan keluarga melalui
pembicaraan informal , menggunakan instrumen berupa format asuhan
keperawatan keluarga dan gerontik. Peneliti menanyakan data umum berupa
komposisi keluarga, tradisi suku dan agama yang berpengaruh terhadap
kesehatan, status ekonomi, keluhan yang dirasakan partisipan dan keluarga saat
ini, dan riwayat kesehatan keluarga. Pada masalah gangguan pemenuhan asupan
nutrisi juga diitanyakan masalah pada rongga mulut dan pencernaan yang
dirasakan partisipan, kemampuan partisipan dalam menyiapkan hidangan
makanan untuk dirinya, penyakit yang mengharuskan lansia untuk mengubah
4. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Pada
penelitian ini hasil dokumentasi berupa data yang didapatkan dari Puskesmas
Nanggalo, yaitu nama dan alamat lansia yang berkunjung pada bulan februari
dengan masalah nutrisi, berat badan, tinggi badan, dan IMT lansia.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari keluarga melalui
pengkajian, hasil observasi, dan pemeriksaan fisik. Pada penelitian ini data
primer yang didapatkan pada partisipan I dan II melalui hasil wawancara
adalah komposisi keluarga, tahap perkembangan keluarga, fungsi dan struktur
keluarga, riwayat kesehatan anggota keluarga, keluhan utama, norma/ budaya
atau kebiasaan keluarga yang mempengaruhi kesehatan. Hasil observasi dan
pemeriksaan fisik berupa keadaan umum, wajah pucat, mukosa bibir kering,
konjungtiva subanemis, tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, bising usus
hiperaktif, keadaan rongga mulut dan jumlah gigi lansia yang berkurang,
kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat dan menyediakan asupan nutrisi
bagi lansia, lingkungan yang tidak sesuai bagi lansia dengan gangguan
pemenuhan asupan nutrisi.
2. Data Skunder
Data skunder berupa data yang diperoleh dari dokumen atau medikalRecord di
Puskesmas Nanggalo Kecamatan Nanggalo Kota Padangdan data dari Dinas
Kesehatan Kota Padan. Data yang didapatkan pada penelitian ini adalah data
dari Dinas Kesehatan Kota Padang mengenai jumlah kasus sistem pencernaan
dan nutrisi di semua kecamatan di Kota Padang. Data nama, alamat, berat
badan, tinggi badan, dan IMT lansia yang berkunjung ke puskesmas Nanggalo
pada bulan februari dengan masalah nutrisi.
H. Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dibandingkan dengan teori. Pada penelitanyang telah
dilakukan, setelah didapatkan data tentang pasien melelalui pengkajian
keperawatan, data akan dikelompokkan dalam bentuk data subjektif dan objektif.
Kemudian dirumuskan diagnosa keperawatan, disusun rencana keperawatan
sesuai tugas kesehatan keluarga, melakukan implementasi dan evaluasi
keperawatan berdasarkan SOAP. Asuhan keperawatan dibuat dengan cara
mendeskripsikan kasus dan selanjutnya dilakukan pembahasan dengan
membandingkan kasus partisipan 1 dan 2. Kesesuaian dan kesenjangan yang
ditemukan dibandingkan dengan teori yang telah ada. Adanya kesesuaian antara
teori dan kasus mengenai keluhan utama dan hasil pemeriksaan fisik lansia yang
mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi dan faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan kesenjangan terdapat pada diagnosa yang
diangkat. Secara teoritis, terdapat 5 kemungkinan diagnosa yang muncul pada
masalah gangguan pemenuhan asupan nutrisi, tetapi dari hasil penelitian terdapat
3 diagnosa untuk masing – masing partisipan dengan 2 diagnosa yang sama dan
sesuai teori dan 1 diagnosa berbeda. Kesenjangan tersebut berhubungan dengan
ada atau tidaknya data dari partisipan yang mendukung tegakknya diagnosa
tersebut.
A. Deskripsi Kasus
Kunjungan keluarga dilakukan pada keluarga Ibu. N (partisipan I) dan Ny. I
(partisipan II) dengan gangguan pemenuhan asupan nutrisi pada lanjut usia.
Kunjunan dimulai pada tanggal 19 Maret 2018 sampai 30 Maret 2018 dengan
kunjungan dilakukan 1 kali dalam sehari selama 12 hari.
Tabel 4.1
Deskripsi Kasus
77
Poltekkes Kemenkes Padang
78
Data Objektif :
- Makanan yang disediakan untuk
Ibu.N tidak sesuai dengan
kebutuhannya. Tekstur nasi cukup
keras, dan tidak ada asupan cairan
tambahan bagi Ibu.N seperti susu
atau teh. Etiologi: Ketidakmampuan keluarga
- Keluarga juga jarang merawat anggota keluarga
mengkonsumsi buah dan tidak yang sakit
menyajikan makanan yang Masalah : Ketidakefektifan
bervariasi. manajemen kesehatan
- Ibu N sudah menderita gastritis
sejak 10 tahun yang lalu tetapi Data subjektif :
keluarga tidak terlalu - Ny.I tidak mengkonsumsi obat
menghiraukan secara teratur dengan alasan mual
- Ny.I tidak mengontrol tekanan
Etiologi : Ketidakmampuan keluarga darah secara teratur
merawat anggota keluarga - Ny.I tidak mengikuti kegiatan
yang sakit posyandu lansia
Masalah : Ketidekefektifan manajmen - Ny. I tidak memiliki aktivitas olah
kesehatan raga rutin
Data subjektif :
- keluarga memiliki kebiasaan
berobat ke dukun jika sakit
- keluarga memiliki kebiasaan
Data Objektif :
- Ibu N dan Bpk A tidak mengikuti
kegiatan posyandu lansia karena
sibuk bekerja
serta berkuah bagi Ibu.N yang dengan cara direbus atau dikukus,
mengalami nyeri perut dan mual makanan disajikan dalam porsi kecil
akibat gastritis, makanan tapi sering, disediakan jus buah
disajikan dalam porsi kecil tapi tanpa pemanis tambahan (gula atau
sering. Selain itu juga disajikan susu) untuk meningkatkan nafsu
cairan tambahan berupa susu makan, meningkatkan konsumsi air
untuk meningkatkan asupan hangat saat makan dan setelah
nutrisi Ibu.N makan.
Pada hari Rabu tanggal 21 Maret Pada hari Rabu tanggal 21 Maret
2018 pukul 10.00 WIB. 2018 pukul 13.00 WIB.
Mendiskusikan bersama keluarga Mendiskusikan bersama keluarga
mengenai modifikasi lingkungan lingkungan yang aman bagi Ny.I.
yang aman dan sesuai dengan Keluarga dianjurkan untuk
kebutuhan Ibu.N. Keluarga meletakkan alat dan bahan makanan
dianjurkan untuk meletakkan alat ditempat yang mudah dijangkau,
dan bahan makanan di tempat sediakan roti berbahan gandum
yang mudah dijangkau, sebagai pengganti nasi, ciptakan
menyediakan alat makan yang lingkungan yang bersih dan wangi
tidak mudah pecah, menyediakan serta nyaman agar tidak
air hangat dan cairan tambahan menimbulkan mual. Selanjutnya
(teh dan susu) bagi Ibu.N. mendiskusikan fasilitas kesehatan
Selanjutnya juga mendiskusikan yang ada disekitar rumah yaitu
dengan Ibu.N dan keluarga puskesmas, kegiatan posyangdu,
mengenai fasilitas di sekitar dan klinik lalu menyebutkan
rumah yaitu puskesmas, kegiatan manfaat fasilitas kesehatan dalam
posyandu lansia dan, rumah mengatasi masalah kesehatan
bidan. Menjelaskan kepada dikeluarga
keluarga manfaat fasilitas
kesehatan bagi Ibu.N dan anggota
keluarga lainnya.
2. Diagnosa ketidakefektifan 2. Diagnosa ketidakefektifan
manajemen kesehatan manajemen kesehatan
dikeluarga berhubungan dikeluarga berhubungan dengan
dengan Ketidakmampuan Ketidakmampuan keluarga
keluarga merawat anggota merawat anggota keluarga yang
keluarga yang sakit, sakit, implementasinya
implementasinya dilaksanakan dilaksanakan pada hari Kamis
pada hari Kamis tanggal 22 Maret tanggal 22 Maret 2018 pukul 13.00
2018 pukul 10.00 WIB, yaitu WIB, yaitu memberikan
menggali pengetahuan Ibu.N dan penyuluhan mengenai diabetes
keluarga mengenai penyakit mellitus, penyebab dan akibat
gastritis, penyebab dan akibat lanjutnya serta berbagai tindakan
lanjutnya serta berbagai tindakan perawatannya. Selanjutnya
perawatannya. Selanjutnya keluarga diminta memilih tindakan
B. Pembahasan Kasus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang mengalami
gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang pada tanggal 19 Maret sampai 30 Maret 2018 dengan 1 kali kunjungan
perhari terhadap dua partisipan yaitu Ibu.N (partisipan I) dan Ny.I (partisipan II).
Pada BAB pembahasan penulis akan menjabarkan adanya kesesuaian maupun
kesenjangan yang ditemukan antara hasil penelitian dengan teori. Tahapan
pembahasan akan disesuaikan dengan tahap asuhan keperawatan yang dimulai
dari pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun rencana tindakan, pelaksanaan
tindakan serta evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana perawat mengambil data secara
terus menerus terhadap keluarga yang dibinanya. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri dan keluarga
serta melengkapi data dasar untung menentukan rencana keperawatan dengan
memberikan waktu pada klien untuk berkomunikasi (Padila, 2012). Sesuai
dengan teori yang dijabarkan di atas penulis melakukan pengkajian pada
keluarga Ibu.N (partisipan I) dan Ny.I (partisipan II) dengan menggunakan
Sedangkan pada Ny.I saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan mual dan
tidak nafsu makan, pada hasil observasi terlihat Ny.I makan 1 atau 2 kali
sehari dengan porsi kecil dan kadang tidak menghabiskannya. Ny.I adalah
seorang penderita diabetes mellitus yang mengkonsumsi obat rutin, akan
tetapi Ny.I terkadang tidak mengkonsumsi obat tersebut karena ia merasa
mual setelah mengkonsumsi obat. Sesuai dengan teori yang telah dipaparkan
bahwa penggunaan berbagai macam obat juga termasuk faktor yang
memengaruhi status gizi lansia. Penggunaan berbagai macam obat
mengakibatkan semakin besar kemungkinan efek samping seperti kelemahan,
pusing, perubahan rasa dan penurunan nafsu makan serta mual (Amran, dkk,
2012). Ny.I terlihat lemah dan agak pucat, sering mengalami ketidakstabilan
gula darah dikarenakan pola makannya yang tidak teratur. Semua keluhan dan
hasil pemeriksaan dari kedua partisipan sesuai dengan tanda dan gejala untuk
diagnosa ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada
NANDA, 2012. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan dimana
individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolik. Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu
hamil, tetapi ternyata sering kali menimpa lanjut usia (Nugroho, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke sistem
keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.
Diagnosa keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktual dan
potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan
mendapatkan lisensi ntuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan
pengalaman (Friedman, 2010).
Sedangkan pada Ny.I data yang mendukung yaitu berupa keluhan mual dan
penurunan nafsu makan. Keluhan mual ia rasakan sejak mengkonsumsi obat
diabetes, sehingga ia malas untuk mengkonsumsi obat tersebut, hal itu
berdampak pada ketidakstabilan kadar gula darahnya. Ny.I hanya tinggal
dengan cucunya. Ny.I dan cucunya tidak mengetahui cara mengatasi mual dan
penurunan nafsu makan. Saat ini hal yang dilakukan Ny.I untuk memenuhi
nutrisinya adalah dengan mengkonsumsi makanan apa saja yang dapat
meningkatkan nafsu makannya tanpa memikirkan efek bagi kadar gula
darahnya.
Diagnosa ini tidak ditemukan pada diagnosa teoritis, tetapi diangkat sebagai
diagnosa ketiga bagi partisipan I karena adanya kebiasaan dan perilaku
kesehatan maladaptif dalam keluarga yang disebabkan kurangnya informasi
yang dapat menurunkan derajat kesehatan anggota keluarga. Ini sesuai
pendapat yang dikemukakan Blum (1974), dalam Notoatmodjo (2007), bahwa
perilaku merupakan faktor kedua terbesar yang memengaruhi kesehatan
individu, sehingga intervensi yang dilakukan untuk membina dan
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang meliputi
tujuan jangka panjang (tujuan umum) dan tujuan jangka pendek (TUK),
kriteria dan standar serta uraian intervensi. Kriteria dan standar merupakan
pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan
keperawatan berdasarkan TUK yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang
mengacu pada problem sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada
etiologi (Widyanto, 2014).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi
rencana/intervensi dengan memanfaatkan berbagai sumber di dalam keluarga
dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga dididik untuk
dapat menilai potensi yang dimiliki dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga melaksanakan tugas
kesehatan keluarga( Widyanto, 2012).
porsi kecil tapi sering. Selain itu juga disajikan cairan tambahan berupa susu
untuk meningkatkan asupan nutrisi Ibu.N. Sedangkan untuk Ny.I (partisipan
II) dengan keluhan mual tetapi disertai penyakit diabetes mellitus Keluarga
menyajikan makanan sesuai anjuran bagi penderita diabetes mellitus, diolah
dengan tujuan mengurangi mual yang di rasakan Ny.I. Selanjutnya
mendiskusikan modifikasi lingkungan yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan partisipan. Keluarga dianjurkan meletakkan alat dan bahan
makanan di tempat yang mudah dijangkau, menyediakan alat makan yang
tidak mudah pecah, menyediakan air hangat dan cairan tambahan (teh dan
susu). Selanjutnya mendiskusikan mengenai fasilitas kesehatan yang ada di
sekitar rumah yaitu puskesmas, kegiatan posyandu lansia dan, rumah bidan.
Menjelasan manfaat fasilitas kesehatan tersebut bagi partisipan I dan II dan
anggota keluarga lainnya yang mengalami masalah kesehatan.
Implementasi pertama untuk diagnosa kedua pada Ny.I (partisipan II) yaitu
menggali pengetahuan keluarga dan memberikan pendidikan kesehatan
mengenai penyakit diabetes mellitus, penyebab, faktor resiko, serta akibatnya,
sehingga keluarga mampu memilih tindakan perawatan. Tindakan yang
dipilih keluarga adalah penyajian makananan sesuai anjuran diit diabetes
mellitus. Setelah diberikan contoh menu makanan bagi penderita DM dalam 3
kali makan selama satu hari serta pengolahannya, keluarga mengulang
kembali penjelasan tersebut. Selanjutnya menggali pengetahuan keluarga
mengenai modifikasi lingkungan yang aman dan sesuai dengan kebutuhan
Ny.I yang menderita diabetes mellitus. Keluarga dianjurkan memberikan
penerangan yang cukup disetiap ruangan, memberikan alat penyangga
dikamar mandi, menjaga agar lantai kamar mandi tidak licin dan tidak terlalu
kasar, menyediakan air hangat, menyediakan alas kaki yang lembut dan tidak
mengiritasi, menyediakan alat makan yang tidak mudah pecah, menyediakan
lingkungan yang bersih, dan nyaman serta ruangan yang wangi dan tidak
menimbulkan rasa mual. Untuk pemanfaatan fasilitas kesehatan, Ny.I
dianjurkan untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia dan kontrol gula darah
secara rutin.
Implementasi dari diagnosa kedua ini dilakukan karena penyakit menahun
yang diderita berpengaruh terhadap asupan nutrisi kedua partisipan. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Amran, dkk (2012), yang mengatakan bahwa
sebagian besar lansia dengan penyakit penyerta mempunyai asupan makanan
yang kurang. Sehingga diperlukan manajemen penyakit yang tepat untuk
peningkatan kualitas hidup serta asupan nutrisi lansia.
setiap hari secara teratur. Diharapkan adanya peran keluarga secara aktif
dalam modifikasi lingkungan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan bagi Ny.I.
5. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan
berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga,
perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem
keluarga dan anggota keluarga (bagaimana keluarga berespon) daripada
intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan kegiatan bersama
antara perawat dan keluarga (Friedman, 2010).
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan kepeawatan keluarga dengan lanjut usia yang
mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi di wilayah kerja puskesmas
nanggalo kota padang tahun 2018, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian didapatkan partisipan I mengeluh mual serta nyeri ulu hati
saat makan. Ia mengatakan sudah menderita gastritis sejak 10 tahun yang lalu,
tetapi tidak mengetahui cara perawatanya. Keluarga mengatakan penurunan
nafsu makan partisipan I adalah hal yang wajar terjadi pada lansia. Partisipan
I sudah 2 hari terbaring di tempat tidur karena merasa lemah dan tidak mampu
berakivitas. Keluarga mengatakan keadaan partisipan I membaik dengan
istrahat di rumah saja. Makanan yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan
partsipan I, selain itu juga tidak ada variasi makanan dan cairan tambahan
seperti susu dan teh bagi partisipan I. Keluarga partisipan I memiliki
kebiasaan berobat ke dukun jika sakit. Keluarga juga terbiasa mengkonsumsi
tanaman obat untuk setiap keluhan kesehatan yang dirasakan.
Partisipan II sudah menderita diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu. Saat
pengkajian didapatkan partisipan II mengeluh mual dan tidak nafsu makan. Ia
mengatakan hal itu sudah ia rasakan sejak mulai mengkonsumsi obat diabetes.
Partispan II mengatakan tidak mengetahui cara mengatasi mual dengan tepat,
sehingga saat ia merasa ingin makan sesuatu, ia akan memakannya tanpa
memikirkan akibat bagi kadar gula darahnya. Partisipan II memliki kebiasaan
ngemil dan minum teh pada siang hari saat menonton TV dan sering tertidur
setelanya. Partisipan II tidak memiliki kebiasaan olah raga rutin setiap
harinya, ia juga tidak mengikuti kegiatan posyandu lansia, senam lansia serta
senam diabetes di puskesmas dengan alasan malas dan jauh dari rumah.
115
Poltekkes Kemenkes Padang
116
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang diangkat untuk masalah yang dialami kedua
partisipan ada 3. Terdapat 2 diagnosa yang sama pada partisipan I dan
partisipan II yaitu ketidakseimbangan nutrsi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan dan ketidakefektifan
manajemen kesehatan di keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawata anggota keuarga yang sakit. Diagnosa ketiga pada
partisipan I adalah ketidakefektifan regimen terapeutik pada keluarga karena
kebiasaan berobat ke dukun yang dimiliki keluarga. Pada partisipan II adalah
resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang manajemen penyakit. Hal tersebut dapat dilihat dari
kebiasaan patisipan II ngemil dan inumteh pada siang hari serta tidak
memiliki kebiasaan olah raga teratur.
3. Intervensi
Intervensi disusun berdasarkan diagnosa yang telah didapatkan dan
berdasarkan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil
keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan
dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan tempat tinggal.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 5 hari dari tanggal 18 Maret sampai tanggal
22 Maret 2018 dengan 1 kali kunjungan setiap hari sesuai waktu yang telah
disetujui oleh partisipan. Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah disusun dengan menggunakan metode konseling,
diskusi, demonstrasi, dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan ada beberapa
implementasi yang digabung yaitu untuk tugas keluarga mengenal masalah
serta pengambilan keputusan yang tepat.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir peneliti melakukan evaluasi terhadap respon kedua
partisipan dan keluarga setelah implementasi dilaksanakan. Evaluasi
dilakukan berdasakan catatan perkembangan dengan metode SOAP. Peneliti
juga melakukan evaluasi keseluruhan untuk semua implementasi yang telah
dilakukan secara kognitif dan afektif. Selanjutnya, pada tahap akhir peneliti
melakukan terminasi dengan kedua partisipan dan keluarga pada tanggal 24
Maret 2018.
B. Saran
Berdasarkan kesimpuan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi pimpinan Puskesmas Nanggalo Kota Padang
Diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan program konsultasi gizi di
puskesmas, tidak hanya mengenai makanan yang baik untuk dikonsumsi
tetapi juga cara mengatasi masalah bagi lansia yang mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi yang diakibatan oleh penurunan fungsi organ
pencernaan dan penurunan terhadap cita rasa. Sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup lansia, mendeteksi penyebab gangguan asupan nutrisi, serta
mencegah terjadinya penyakit degeneratif pada lansia.
2. Bagi kader Puskesmas Nanggalo
Diharapkan kepada pihak kader untuk dapat lebih meningkatkan kualitas
pelaksanaan posyandu lansia dan deteksi dini tanda dan gejala gangguan
asupan nutrisi pada lansia melalui pengukuran berat badan dan keluhan lansia
itu sendiri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat lebih mengembangkan asuhan
keperawatan keluarga dengan lansia yang mengalami gangguan pemenuhan
asupan nutrisi sehingga bisa menjadi bahan perbandingan dalam penyelesaian
kasus asuhan keperawatan tersebut.
Amran, Yuli, dkk. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 6: Asupan Makan
UsiaLanjut.http://www.gogle.co.id/search+2012+asupan+nutrisi+usia+lanjut.
pdf (Diakses pada 15 Mei 2018 Jam 10.45 WIB)
Badan Pusat Statistik Kota Padang. 2016. Statistik Penduduk Lanjut Usia Tahun
2015. Jakarta :
http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudaya
an/StatistikPendudukLanjutUsiaIndonesia2014.pdf (Diakses 5 Agustus 2017
Jam : 19.00 WIB).
Katno. 2008. Tingkat Manfaat Dan Keamanan Obat Dan Obat Tradisional.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM
Kemenkes RI. 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
%202007.pdf (Diakses 23 Agustus 2017 Jam: 19.45 WIB).
Maryam, Siti, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta : Trans Info
Media
Miller, Carrol A. 2012. Nursing of wellness in older adult: sixth edition. China :
Lippincot William & wilkins
(Diakses 22 Oktober 2017 Jam: 20.11 WIB)
Nasrullah, Dede. 2016. Buku Ajar Keperawatan gerontik Jilid I Dengan Pendekatan
Aseuhan Keperawatan Nanda, NIC dan NOC. Jakarta : Trans Info Media
Nazari, Nuri, dkk. Jurnal Ilmu Keperawatan 2016 Vol 4, No 2. http://www. portal
garuda.go.id/folder/view/01/karakteristik+keluarga+dengan+pemenuhan+nutr
isi+lansia details/news/42. (Diakses 15 Mei 2018, Jam 18.10)
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta
I. DATA UMUM
1. Nama Kepala Keluarga (KK) : Bpk. A
2. Alamat dan Telepon : Durian ratus RT 05/RW 02
kelurahan kurao pagang kecamatan nanggalo kota padang
3. Komposisi Keluarga
Hub dengan
No Nama TTL/Umur Pendidikan
KK
1. Bpk. Amizar Padang 27/09/1945 (72th) SMP
2. Ibu Nurmalis Istri Padang 31/12/1951 (66th) SD
3. Basri Anak Padang 29/04/1985 (32th) SMA
Geogram :
V. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Afektif : Semua anggota keluarga Bpk. A saling
menyayangi dan saling peduli satu sama lain. Jika terjadi masalah pada
anggota keluarga maka anggota keluarga yang lain akan berusaha
memberikan bantuan moril dan materil.
ANALISA DATA
No DATA Etiologi Masalah