Anda di halaman 1dari 106

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE


PADA PASIEN DENGAN CRHONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANGAN PENYAKIT DALAM
PRIA RSUP DR M.DJAMIL
PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

SINDI RAHMA DWI PUTRI

163110223

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2019
POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI URINE


PADA PASIEN DENGAN CRHONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANGAN PENYAKIT DALAM
PRIA RSUP DR M.DJAMIL
PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan

SINDI RAHMA DWI PUTRI

163110223

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2019

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis ( CKD ) Di Irna-C Non Bedah Pria RSUP. Dr. M.
Djamil Padang tahun 2019”. Kemudian sholawat beriring salam juga dihaturkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes
RI Padang. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Pada
kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ns. Idrawati Bahar, selaku pembimbing I yang telah mengarahkan,


membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Hj.Reflita, S.Kep.M.Kep, selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M. Siselaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Ns .Hj. Sila Dewi Anggreni, S. Pd, M. Kep, Sp. KMB selaku ketua
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Padang.
5. Ibu Heppi Sasmita, M. Kep, Sp. Jiwa selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Padang.
6. Bapak/ibu dosen serta staf Program Studi Keperawatan Padang
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk penulisan KaryaTulisIlmiah ini.
7. Bapak Dr. dr. H. Yusirman Yusuf, Sp.B, Sp.BA (K) MARS selaku
Direktur RSUP DR. M Djamil Padang dan staf Rumah Sakit yang
telah banyak membantu memberikan izin kepada peneliti.
8. Kepada orang tua yang telah meberikan dorongan, semangat, do’a
restu dan kasih sayang.
9. Teman-teman dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu
persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.

iv
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga
nantinya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan. Amin.

Padang, Mei 2019

Peneliti

v
vi
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, April 2019
Sindi Rahma Dwi Putri
Penerapan Asuhan Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis Di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil
Padang
Isi : xi + 54 halaman + 11 lampiran
ABSTRAK

Menurut WHO penyakit CKD berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan
angka kematian 850.000 jiwa per tahun. Di indonesia gagal ginjal kronis yang
terjadi di indonesia adalah 3,8%. Di RSUP.Dr.M.Djamil padang Di rawat inap
tahun 2015 berjumlah 466 orang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan
asuhan keperawatan gangguan eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis di
ruang Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Desain penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus dilakukan di Irna-C Non
Bedah Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian dilakukan dari bulan
November 2018 sampai bulan juni 2019. asuhan keperawatan di lakukan selama
lima hari. Populasi 3 orang sampel yang di ambil secara simple random sampling
Maka digunakan metode pengundian, ketiga orang pasien tersebut diberikan kode
berdasarkan inisial nama pasien diatas kertas, kemudian kertas tersebut, digulung
lalu diaduk bersamaan. Setelah teraduk, penelitian mengambil satu buah kertas
secara acak bersama. Satu kertas yang berisi inisial pasien tersebut yang dijadikan
sebagai sampel penelitian ini.

Hasil penelitian di dapatkan pasien mengeluh Buang air Kecil sedikit, badan
terasa gatal” kulit bersisik badan terasa lemah, pasien tampak lemah, mukosa
bibir kering, kaki kiri dan kanan pasien edema. Diagnose yang di temukan yaitu
gangguan eliminasi urine, kelebihan volume cairan, dan kerusakan integritas kulit.
Implementasi yang dilakukan memonitor eliminasi urine mulai dari
memperhatikan pola eliminasi, monitor bau urine, menghitung jumlah urine,
monitor warna urine, Evaluasi di dapatkan pada pasien edema pada kaki sudah
berkurang.

Disarankan melalui direktur RS diharapkan perawat ruang dapat memberikan


asuhan keperawatan secara optimal kepada pasien, mempertahankan dan
meningkatkan intake dan output pasien .

Kata Kunci (Key Word) : Eliminasi Urine, Gagal Ginjal kronis, Asuhan
Keperawatan
Daftar Pustaka : ( 2008-2018)

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................v
LEMBAR ORISINALITAS…………………………………………………...vi
ABSTRAK…………………………………………………………………….vii
DAFTAR ISI..................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................6
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Gangguan Eliminasi Urine ....................................8
1. Pengertian ................................................................................8
2. Proses Eliminasi Urine ............................................................9
3. Proses Berkemih.....................................................................18
B. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis ( CKD )
1. Pengertian .............................................................................20
2. Penyebab ...............................................................................21
3. Patofisiologi ..........................................................................22
4. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis.........................24
5. Penatalaksanaan.....................................................................25
C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine Pada Pasien
Gagal Ginjal kronis ( CKD)
1. Pengkajian..............................................................................26
2. Diagnosis keperawatan ...........................................................31
3. Intervensi keperawatan……………………………………......32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...........................................................................38
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................38
C. Populasi dan Sampel.......................................................................38
D. Instrumen Pengumpulan Data........................................................39
E. Cara Pengumpulan Data……………………………………….…...40
F. Jenis-Jenis Data..............................................................................40
G. Analisa Data...................................................................................41
BAB IV DESKRIPTIVE DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus ..........................................................................42

viii
B. Pembahasan Kasus .............................................................44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................52
B. Saran ....................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan.................................................................... 33

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1

Lampiran 3 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2

Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 1

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing 2

Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data dari Institusi Poltekkes Kemenkes


Padang

Lampiran 7 Surat Izin Pengambilan Data Awal RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari RSUP. Dr. M. Djamil Padang

Lampiran 10 Lembar Persetujuan Informed Consent

Lampiran 11 Format Pengkajian Asuhan Keperawatan

Lampiran 12 Daftar Hadir Penelitian

Lampiran 13 Surat Keterangan Selesai Penelitian

xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sindi Rahma Dwi Putri

Tempat/TanggalLahir : Tarusan, 23 januari 1998

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. ParakKarakah Gang Chikago no 54, Padang

Nama Orang Tua

Ayah : Saukarni

Ibu : Dasni

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan Tahun Lulus


1. TK Pertiwi 2004
2. SD 04 NanggaloKec Tarusan 2010
3. SMP Negeri 1 Tarusan 2013
4. SMA Negeri1 Koto XI Tarusan 2016
5. Poltekkes Kemenkes RI Padang 2019

xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Kebutuh dasar manusia menurut Abraham maslow dapat di golongkan
menjadi lima tingkat kebutuhan ( five hierarcy of needs), yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan
dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini
akan senantiasa muncul, meskipun mungkin tidak secara berurutan. Artinya,
ada sebagian orang karna suatu keyakinan tertentu memiliki hierarki
kebutuhan yang berbeda di bandingkan dengan yang lain. Semakin tinggi
hierarki kebutuhan yang terpuaskan, semakin mudah seseorang mencapai
derajat kemandirian yang optimal. Dari ke lima tingkat kebutuhan menurut
maslow tersebut, kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis
(Budiono dan Sumirah Budi Pertami, 2016).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak


harus terpenuhi untuk memelihara kelangsungan hidup setiap manusia.
kebutuhan fisiologi bersifat mendesak untuk di dahulukan di bandingkan
kebutuhan lainnya. kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan nutrisi,
eliminasi, istirahat tidur, seksual dan sebagainya. Apabila kebutuhan
fisiologis ini terpenuhi, maka seseorang akan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya (Sutanto & Fitriana,
2017).

Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi alvi


(berhubungan dengan defekasi ) dan kebutuhan eliminasi urine (berhubungan
dengan berkemih). Dalam memenuhi kebutuhan eliminasi, sangat di perlukan
pengawasan terhadap masalah yang berhubungan dengan gangguan
kebutuhan eliminasi.

Eliminasi merupakan suatu proses pembuangan sisa metabolisme baik berupa


urine atau bowel (feses). miksi adalah proses penggosongan kandung kemih
bila kandung kemih terisi. sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya

1 Poltekkes Kemenkes Padang


2

proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra
(Handayani ,2013)

Eliminasi urine juga salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urine ini tergantung
pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. ginjal menyaring
produk limbah dari darah untuk membentuk urine. Ureter bertugas
mentransport urine dari ginjal ke kandung kemih. kandung kemih dalam
kondisi normal dapat menampung urine sebanyak 600 ml.

Salah satu dampak yang timbul jika terjadi gangguan eliminasi urine
antara lain dapat menyebabkan retensi urine, enuresia, ureterotomi,
inkontinensia urine, di antaranya yaitu: inkontinensia dorongan, inkontinensia
total, inkontinensia fungsional, inkontinensia stress, inkontinensia reflex,
masalah-masalah gangguan eliminasi urine ini dapat terjadi disebabkan oleh
penyakit dan kondisi-kondisi yang dialami (Tarwoto.Wartonah.2011).
sedangkan Dampak dari gangguan eliminasi urine pada gagal ginjal kronis
jika tidak teratasi akan meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung,
dan hipertensi. maka di butuhkan peran dari petugas kesehatan khususnya
perawat untuk mencegah terjadinya gangguan eliminasi urine pada pasien
dengan cara mengontrol pemasukan dan pengeluaran cairan pada pasien gagal
ginjal kronis (Muttaqin, Sari, 2014).

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah


dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuh, menjaga level eletrolit seperti sodium, potasium dan
fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu
dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga
tulang tetap kuat (Infodatin, 2017).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan Cairan dan elektrolit akibat destruksi

Poltekkes Kemenkes Padang


3

struktur ginjal yang progresif dengan penumpukan sisa metabolit (toksik


uremik) di dalam darah (Padila, 2012).

Menurut world health organization ( WHO ) penyakit CKD berkontribusi


pada beban penyakit dunia dengan angka kematian 850.000 jiwa per tahun.
Pada studi Global burden of Desease ( GBD ) 2015, kematian akibat CKD
meningkat antara 2005 dan 2015 sebesar 32 % menjadi 1-2 juta kematian di
seluruh dunia. Di tahun tersebut, amerika latin memiliki angka kematian
CKD tertinggi di dunia , dan di meksiko lebih dari separuh pasien yang
mengalami gagal ginjal akibat diabetes. Kekhawatiran tambahan adalah
munculnya epidemic kematian karena CKD yang tidak dapat di jelaskan pada
orang dewasa muda di amerika tengan, serta di India dan Sri Lanka. Di
Amerika Serikat kejadian dan prevalensi meningkat di tahun 2014, data
menunjukan setiap tahun 200. 00 orang Amerika menjalani hemodialisis
karena mengalami CKD artinya 1. 140 dalam 1 juta orang Amerika adalah
pasien Hemodialisis dan 1, 5 juta orang yang harus menjalani hidup dengan
bergantung pada cuci darah (Belian, 2017)

Berdasar hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2018 prevalensi


gagal ginjal kronis yang terjadi di indonesia adalah 3,8%. Prevalensi gagal
ginjal kronis tertinggi berdasarkan provinsi yaitu Provinsi Kalimantan
tenggara (6,4%) dan terendah yaitu Provinsi Sulawesi barat (1,8%),
sedangkan prevalensi gagal ginjal kronis yang terjadi di Provinsi Sumatra
Barat terletak pada urutan ke tujuh belas yaitu 4% (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Tahun 2018) .

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, menunjukkan prevalensi CKD di


Sumatera Barat meningkat dari tahun 2013 - 2018 sebesar 2% menjadi 3,9%.
Tahun 2018 di Sumatera Barat tercatat 15,3% pasien menjalani hemodialisis.
Dari beberapa etiologi penyakit CKD penyebab tertinggi adalah nefropati
diabetik berjumlah 40,8% (Indonesian Renal Registry, 2016). Kota Padang
memiliki empat rumah sakit yang memiliki layanan unit hemodialisa yaitu

Poltekkes Kemenkes Padang


4

RSUP. Dr. M. Djamil Padang, RS. Semen Padang, RS. Siti Rahmah, dan Rs.
Tingkat III Dr. Reksodiwiryo.

Sebelum memberikan asuhan keperawatan seorang perawat harus melakukan


metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk
klien dengan masalah gangguan eliminasi urine adalah untuk mencegah
terjadinya edema. Dimana tujuan asuhan keperawatan tersebut dapat
terlaksana oleh perawat dimulai dari perencanaan, melakukan tindakan,
pengawasan dalam memantau intake outpu pada pasien.

Peran perawat pada pasien gagal ginjal kronis dengan gangguan eliminasi
urine yang mengalami masalah gangguan keseimbangan cairan akibat
jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat. maka ginjal tidak mampu
menyaring urine, ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urine secara normal. Sehingga terjadi penahanan cairan
dan natrium, yang dimana akan meningkatkan risiko terjadinya edema pasien
gagal ginjal kronis adalah dengan program memberikan pendidikan
kesehatan dan pemantauan intake output selama 24 jam. Perawat harus
memperhatikan keadaan pasien secara menyeluruh, yang terpenting adalah
kebutuhan cairan bagi pasien pemasukan dan pengeluaran, kebutuhan asupan
nutrisi dan diet (Muttaqin. Sari, 2014).

Salah satu program pemantauan intake output yaitu pemantauan pemasukan


dan pengeluaran per harinya dilakukan dengan cara mencatat jumlah
dimulai dari cairan yang minum, muntah, dan urine, terutama pada pasien
gagal ginjal kronis. karna pemantauan intake dan output ini sangat penting
dipantau selama 24 jam. Karna bermanfaat untuk mencegah terjadinya
edema, gagal jantung kongesif dan hipertensi, dan komplikasi serta
mempertahankan kualitas hidup yang pada akhirnya mengurangi
ketergantungan klien dan beban biaya perawatan dan pengobatan (Jurnal
Keperawatan Indonesia, 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


5

Penelitian yang dilakukan oleh Sitifa Aisara, dkk pada tahun 2015 yang
dilakukan diruangan Hemodialisa RSUP. Dr. M. Djamil Padang, didapatkan
hasil 104 sampel. Pada kelompok usia 40-60 tahun sebanyak (62,5) dan
sebagian besar jenis kelamin pria sebanyak 59 pasien (56,7%). Gambaran
klinis paling banyak berupa keadaan gizi sedang 94,2%, diikuti dengan kadar
Hb 7-10g/dl (68,3%), konjungtiva anemia 62,5%, edema perifer 53,8%,
hipertensi derajat 1 32,7%, lemah, letih, lesu sebanya 30,8%, dan mual
12,5%. Ini merupakan simpulan dari penelitian penyakit CKD di ruang
Hemodialisa RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang
2018, angka kejadian CKD meningkat dalam 3 tahun terakhir. Di rawat inap
tahun 2015 berjumlah 466 orang, meningkat pada tahun 2016 sebanyak 586
orang. Dan pada tahun 2017 meningkat 189% menjadi 1112 orang (Medical
Record RSUP. Dr. M.Djamil Padang 2018).

Berdasarkan hasil suvei awal yang dilakukan pada tanggal 23 November


2018, terdapat 15 oarang pasien yang mengalami gagal ginjal kronis yang
sedang dirawat di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M.
Djamil Padang dengan diagnosa keperawatan utama yaitu penuran curah
jantung dan gangguan eliminasi urine. Hasil survai peneliti yang di lakukan
di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang
2018, di dapatkan pengkajian dilakukan langsung kepada pasien, 15 pasien
laki-laki yang diamati terpasang kateter, 8 diantaranya sudah menjalani
hemodialisa dua kali dalam seminggu, 13 diantaranya kaki dan tangannya
membengkak, pasien tampak lemah, pengeluaran urine sedikit, penurunan
dalam nafsu makan, badan terasa lemah dan 8 di antaranya mengeluhkan
nyeri di daerah panggul. hasil pengamatan terhadap catatan implementasi
keperawatan dalam pemantauan intake output cairan di dapatkan perawat
kurang efektif dalam melakukan pengontrolan intake output pasien, urine
banyak di buang oleh anggota keluarga tanpa di laporkan keperawat ruangan

Poltekkes Kemenkes Padang


6

sehingga dalam melakukan balance cairan hasil data tidak terpantau dan tidak
sesuai dengan hasil urine yang sebenarnya.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti telah melakukan perbandingan


konsep asuhan keperawatan antara keadaan klinik dan teori dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gangguan eliminasi urine Pada Pasien gagal ginjal
kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil
Padang 2019.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
gangguan eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non
Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
C. Tujuan Penulisan
1.Tujuan umum
mendeskripsikan asuhan keperawatan gangguan eliminasi urine pada
pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam Pria
RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
2.Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan gangguan eliminasi
urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit
Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi
urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit
Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan gangguan eliminasi urine
pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam
Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
d. Mendeskripsikan pelaksanaan tindakan keperawatan gangguan eliminasi
urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit
Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.

Poltekkes Kemenkes Padang


7

e. Mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan gangguan eliminasi urine


pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah Penyakit Dalam
Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
D.Manfaat Penelitan
1. Aplikatif
a. Bagi peneliti
Karya tulis ilmiah ini berguna untuk menambah wawasan dalam
memberikan asuhan keperawatan gangguan eliminasi urine pada
pasien gagal ginjal kronis.
b. Bagi perawat rumah sakit
hasil yang di peroleh dari laporan karya tulis ilmiah ini diharapkan
dapat menjadi pembanding oleh perawat dalam meningkatkan
pelayanan terhadap pemberian asuhan keperawatan gangguan
eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-C Non Bedah
Penyakit Dalam Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang 2019.
c. Bagi institusi prodi keperawatan padang
Hasil peneliti ini diharapkan sebagai bahan perbandingan dan
pembelajaran di institusi prodi keperawatan padang khususnya bagi
mahasiswa dalam penerapan asuhan keperawatan gangguan eliminasi
urine pada pasien gagal ginjal kronis.

2. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian karya tulis ilmiah yang diperoleh ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi peneliti berikutnya untuk menambahkan
wawasan, pengetahuan dan data dasar penelitian selanjutnya dalam
penerapan asuhan keperawatan gangguan eliminasi urine pada pasien
gagal ginjal kronis.

Poltekkes Kemenkes Padang


8

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Gangguan Eliminasi Urine


1.Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang berupa urine maupun fekal. pada eliminasi urine normalnya adalah
pengeluaran cairan sebagai hasil filtarasi dari plasma darah di glomerolus.
Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter
saja yang dapat berupa urine, sebagai besar hasil fitrasi akan di serab
kembali di tubulus ginjal untuk di manfaatkan oleh tubuh (Wijayaningsih,
2013).

Eliminasi urine merupakan salah satu proses metabolik tubuh yang


bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi Urine ini
sangat tergantung kepada fungsi Ginjal, Ureter, Kandung Kemih, dan
Uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk
Urine. Ureter bertugas mentranspor Urine dari Ginjal ke Kandung Kemih.
Kandung Kemih dalam kondisi normal dapat menampung urin sebanyak 600
ml. akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat
kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-200 ml
pada orang dewasa). Terjadinya peningkatan volume urin, di dinding
kandung kemih akan meregang dan mengirim implus-implus sensorik
kepusat miktusi di medulla spinalis pars sakralis. implus saraf parasimpatis
dari pusat mikturisi menstimulus otot detrusor untuk berkontraksi secara
teratur. sfingteruretra interna juga akan berelaksasi sehingga urin dapat
masuk ke dalam uretra. kandung kemih akan berkontraksi, implus saraf
naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Individu
akan menyadari keinginannya untuk berkemih, urine akan keluar dari
tubuh melalui uretra (Yuwono. Hidayati, 2012).

Poltekkes Kemenkes Padang


9

Eliminasi urin bergantung pada ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
ginjal membuang zat sisa dari darah untuk membentuk urin. ureter
mentranspor urin dari ginjal ke kandung kemih. kandung kemih
menampung urin sampai ada dorongan berkemih. Urin meninggalkan tubuh
melalui uretra. semua organ sistem urin harus utuh dan fungsional agar zat
sisa dapat terbuang dengan baik (Potter, Anne G,Perry.2010).
2.Proses Eliminasi Urine
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, kandung kemih dan uretra.
a.Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial (Purnomo,Basuki,B,2011). ginjal
berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta
penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urin sebagai zat sisa yang
tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur
dengan zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh. pada orang dewasa
panjangnya kira-kira 11 cm dan lebarnya 5-7 cm dan tebalnya 2,5 cm dan
beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva yang terletak di
area retroperitoneal, pada bagian belakang dinding abdomen di samping
depan vertebra, setinggi torakal 12 sampai lumbal ke 3. ginjal di sokong
oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang di sebut fasia gerota
serta dibungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan
ginjal, pembuluh darah, dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
ginjal terdiri atas tiga area, yaitu: korteks, medulla, dan pelvis.
1). Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, terletak di bawah kapsula
fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron
yang jumlahnya lebih dari 1 juta. semua glomerolus berada di
korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.
2) Medulla

Poltekkes Kemenkes Padang


10

Medulla terdiri atas saluran-saluran atau duktus pengumpul yang


disebut piramida ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3). Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri atas kaliks minor yang kemudian
bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor
bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter
bagian proksimal (Tarwoto.Wartonah.2011).
Fungsi ginjal diantarannya:
a.pengaturan volume dan komposisi darah. ginjal berperan dalam pengaturan
volume darah dan komposisi darah melalui mekanisme pembuangan atau
sekresi cairan. misalnya jika intake cairan melebihi kebutuhan maka ginjal
akan membuang lebih banyak cairan yang keluar dalam bentuk urin,
sebaliknya jika kekurangan cairan maka ginjal akan mempertahankan
cairan yang keluar dengan sedikit urin yang dikeluarkan. Jumlah cairan
yang keluar dan dipertahankan tubuh berpengaruh terhadap pengenceran
dan pemekatan darah serta volume darah. Di dalam ginjal juga di produksi
hormone eritropoietin yang dapat menstimulasi pembentukan sel darah
merah. Pada kondisi kekurangan darah, anemia, atau hipoksia, maka akan
lebih banyak diproduksi eritropoietin untuk memperbanyak produksi sel
darah merah.
b.pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan ekstrasel, seperti
natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat, dan hIdrogen.
konsentrasi elektrolit ini mempengaruhi pergerakan cairan intrasel dan
ektrasel. bila terjadi pemasukan dan kehilangan ion-ion tersebut, maka
ginjal akan meningkatkan atau mengurangi sekresi ion-ion penting
tersebut.
c.membantu mempertahankan keseimbangan asam basa (pH) darah.
pengendalian asam basa darah oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin
yang asam atau basa melalui pengeluaran ion hidrogen dalam urin.
d.pengaturan tekanan darah. Ginjal berperan dalam pengaturan tekanan
darah dengan menyekresi enzim renin yang mengaktifkan jalur renin
angiotensin dan mengakibatkan perubahan vasokonstriksi atau vasodilatasi

Poltekkes Kemenkes Padang


11

pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah atau


menurunkan tekanan darah.
e.pengeluaran dan pembersihan hasil metabolisme tubuh seperti urea, asam
urat, dan kreatinin yang jika tidak di keluarkan dapat bersifat toksik
khususnya pada otak.
f. pengeluaran komponen-komponen asing seperti mengeluarkan obat,
pestisida, dan zat-zat berbahaya lainnya.
Dari fungsi-fungsi di atas, ginjal melakukan tiga fungsi mekanik yaitu
filtrasi, reabsorpsi tubular, dan sekresi tubular.
1. filtrasi glomerular
Filtrasi plasma terjadi pada glomerolus di nefron, merupakan langkah
pertama produksi urin. Ultrafiltrasi terjadi dimana plasma menembus
barier dari membran endothelium glomerolus kemudian hasilnya
masuk ke dalam ruang intra kapsul bowman. normalnya sekitar 20%
atau sekitar 180 liter per hari plasma masuk ke glomerolus untuk
difiltrasi. rata-rata 178,5 liter direabsorbsi kembali dan hannya 1-2 liter
yang dieksresi menjadi urin. filtrasi glomerular terjadi akibat perbedaan
tekanan filtrasi dengan tekanan yang melawan filtrasi atau di sebut
tekanan filtrasi efektif. Ada tiga tekanan yang terjadi dalam proses
filtrasi, yaitu: tekanan darah kapiler glomerolus atau tekanan hidrostatik
kapiler glomerolus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan
hidrostatik kapsula Bowman.
a.tekanan darah kapiler glomerolus, merupakan tekanan yang cenderung
mendorong, tekanan ini tergantung dari kontraksi atau kerja jantung
dan resistensi dari arteriola aferen dan arteriola eferen. besarnya
tekanan ini sekitar 50 mmHg.
b.tekanan osmotik koloid plasma, tekanan ini terjadi karna protein
plasma yang cendrung menarik air dan garam ke dalam pembuluh
darah kapiler. tekanan ini bersifat melawan filtrasi, besarnya sekitar
30 mmHg.

Poltekkes Kemenkes Padang


12

c.tekanan hidrostatik kapsula bowman, yaitu tekanan ini terjadi karna


adanya cairan pada kapsula bowman yang cendrung melawan filtrasi,
besarnya sekitar 5 mmHg.
Dengan demikian, kekuatan filtrasi atau tekanan filtrasi efektif adalah
kekuatan mendorong yaitu tekanan darah kapiler glomerolus dikurangi
dua kekuatan yang melawan filtrasi yaitu tekanan osmotik koloid, dan
tekanan hidrostatik kapsula bowman sehingga besarnya 50 mmHg-(30
mmHg +5 mmHg)= 15 mmHg.
Tidak semua zat dapat difiltrasi oleh glomerolus, misalnya sel darah dan
protein. Karena ukrurannya yang besar, membrane filtrasi hanya dapat
dilalui oleh plasma, garam-garam, glukosa, dan molekul-molekul kecil
lainnya. besarnya volume plasma yang difiltrasi oleh glomerolus per
menit pada semua nefron disebut laju filtrasi glomerular atau glomerular
filtration rate (GFR). besarnya GFR pada laki-laki 125 ml\menit atau
180 liter per 24 jam, sedangkan pada wanita sekitar 110 ml\menit.

Factor-factor yang mempengaruhi GFR diantaranya:


a. Tekanan filtrasi efektif. makin besar tekanan yang dihasilkan makin
besar pula GFR nya. tekanan filtrasi efektif di pengaruhi oleh adanya
autoregulasi dari ginjal termasuk karna stimulasi saraf simpatis yang
mengaruhi konstriksi arteriola aferen dan eferen, adanya obstruksi
aliran urin serta menurunnya protein plasma.
b. Permeabilitas dari glomerolus. Normalnya membran glomerolus
sangat perneabel sehinga filtrasi cepat terjadi. ada kondisi tertentu,
seperti pada penyakit ginjal dapat meningkatkan permeabilitas
kapiler sehingga meningkatkan GFR.
Pengukuran GFR sangat penting dalam mengestimasi pembersihan
zat- zat, baik yang dikeluarkan maupun yang direabsorpsi di dalam
nrfron. Kemampuan ginjal untuk membersihkan zat dari plasma
selama 1 menit disebut renal clearance. Dalam pengukuran ini,
jumlah dari suatu zat di dalam urin yang di sekresikan dalam jangka

Poltekkes Kemenkes Padang


13

waktu tertentu di kaitkan dengan kadar dalam plasma di gambar


sebagai persamaan:
Clearance= kadar zat dalam urin di kalikan volume urin dalam militer
yang diekresikan permenit di bagi kadar zat dalam plasma.
Zat yang paling penting untuk disekresi adalah kreatinin, oleh karenanya
bersihan kreatinin merupakan acuan dalam fungsi renal clearance. filtrasi
kreatinin tergantung dari GFR dan konsentrasi kreatinin dalam plasma
(P) dalam mg\ml atau filtrasi kreatinin = GFR x P. sedangkan ekskresi
kreatinin merupakan jumlah kreatinin yang dikeluarkan, tergantung dari
laju aliran urin (V) dalam ml\ menit dan konsentrasi kreatinin di urin
dalam mg\ml atau sekresi kreatinin =U x V.
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatinin fosfat dalam jaringan otot,
normalnya dikeluarkan melalui urin. kreatinin masuk dan difiltrasi oleh
glomerolus dan tidak direabsorpsi dalam jumlah yang signifikan. Dengan
memonitor kreatinin darah dan jumlah yang disekresi melalui urin
selama 24 jam, GFR dapat diestimasi.

2.Reabsorpsi tubular
Dari 180 liter per hari plasma yang di filtrasi, tidak semuanya di keluarkan
dalam bentuk urin. lebih banyak yang di serab kembali atau reabsorpsi
dalam tubulus ginjal terutama zat – zat atau material yang penting bagi
tubuh dan hanya 1-2 liter yang di keluarkan dalam bentuk urin. material
yang reabsorpsi masuk kembali ke darah melalui kapiler peritubular.
Reabsorpsi sebagian besar terjadi di tubulus proksimal (75 %), selebihnya
terjadi, tubulus distal dan duktus koligentes. Proses reabsorpsi dilakukan
melalui transfer pasif dan transfer aktif. Transfer pasif adalah
pergerakan zat atau material melalui gradient kimia dan listrik.
Pergerakan pasif terjadi dari area dengan konsentrasi tinggi ke
konsentrasi kimia rendah. misalnya reabsorpsi pasif adalah air pada
tubulus distal, air, dan urea dengan bantuan ADH di duktus koligen, urea,
air, serta klor pada tubulus proksimal. transpor aktif terjadi dengan
membutuhkan energi ATP, misalnya reabsorpsi natrium, kalium, klor

Poltekkes Kemenkes Padang


14

pada tubulus konturtus distal dan duktus koligen, transfer glukosa, asam
amino, natrium, kalium, fosfat, sulfat, dan vitamin c terjadi pada tubulus
kontortus proksimal.
3.sekresi tubular
Sekresi tubular adalah kebalikan dari reabsorpsi, merupakan proses aktif
yang memindahkan zat ke luar kapiler peritubular melewati epitel sel-sel
tubular masuk ke lumen nefron untuk di keluarkan dalam urin. subtansi
penting di sekresi oleh tubulus adalah hidrogen, kalium, anion dan kation
organik, serta benda-benda asing dalam tubuh. sekresi ion hidrogen
penting dalam keseimbangan asam-basa karna pengeluaran ion
hidrogen tergantung dari ke asaman cairan tubuh. ketika cairan tubuh
asam, maka sekresi hidrogen meningkat, demikian sebaliknya. Sekresi
kalium terjadi di tubulus distal dan duktus koligen; sedangkan sekresi
anion dan kation organik, termasuk polutan lingkungan dan obat-obatan
terjadi pada tubulus kontortusproksimal (Tarwoto,Wartonah,2011).
B.Ureter
Ureter merupakan kepanjang dari tubular yang terdiri dari 2 saluran pipa
otot, masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria), panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dengan penampang lebih
kurang 0,5 cm. ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis (Prabowo. Pranata,2014).
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1.Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2.Lapisan tengah lapisan otot polos
3.Lapisan sebelah dalam adalah lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 10 detik
yang akan medorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria). gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang
diekskresikan oleh ginjal dan di semprotkan dalam bentuk pancaran, melalui
osteum uretralis masuk kedalam kandung kemih.
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang
peritoneum sebelah media anterior mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa

Poltekkes Kemenkes Padang


15

.vasa spermatika/ovarika interna menyilang ureter secara oblique, selanjutnya


ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna.
ureter pada pria terdapat dalam visura seminalis atas dan di silang oleh duktus
deferens dan di kelilingi oleh pleksus vesikalis. selanjutnya ureter berjalan
oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinaria pada sudut
lateral dari trigonum vesika. sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas
dan dinding bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh
akan membentuk katub (valvula) dan mencegah pengambilan urine dari vesika
urinaria.

Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika urinaria dan


berjalan ke bagian medial dan ke depan bagian lateralis serviks uteri bagian
atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalananya,
ureter di dampingi oleh arteri uterine sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri
ini menyilang ureter dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter
mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. ada tiga tempat yang penting dari
ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis
diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk
ke vesika urinaria yang berdiameter 1-5 cm (Prabowo & Pranata,2014).

c.Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli-bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri
atas otot halus, berfungsi menampung urin, dalam kandung kemih terdapat
beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam,memanjang ditengah,dan
melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan
urin bila terjadi kontraksi. pada dasar kandung kemih terdapat lapisan
tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai
otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan
uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urin dari kandung kemih ke luar
tubuh (Aziz Alimul, Hidayat, 2009)..
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot
lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. akibat dari rangsangan ini,

Poltekkes Kemenkes Padang


16

otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam
sehinggga urin tetap tinggal dalam kndung kemih. sistem para simpatis
menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. rangsangan ini dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter
(Tarwoto,Wartonah, 2011).

3.Proses Berkemih
Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit,tetapi dapat bervariasi
antara 0,5-2 ml/menit.aliran urine masuk ke kandung kemih dikontrol
oleh gelombang peristaltic yang terjadi setiap 10-150 detik..aktivitas
saraf parasimpatis meningkatkan frekuensi peristaltic dan stimulasi
simpatis menurunkan frekuensi.
Banyaknya aliran urine pada uretra di pengaruhi oleh adanya refleks
uretrorenal.refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena konstriksi
ureter dan juga kontriksi arterior aferen yang berakibat pada penurunan
produksi urine, demikian juga pada adanya obstruksi ureter karena batu
ureter.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pervis,baik sensorik maupun
motorik. pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot
detrusor. normalnya, sfingter interna pada leher kandung kemih
berkontraksi dan akan relaksasi ketika otot kandung kemih
berkontraksi.sedangkan sfingter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran
(volunteer) dan dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat
saraf somatic.
Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kndung kemih. Jika ada
30-50 ml urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung
kemih.makin bnyak urine yang terkumpul, makin besar pula tekananya.
peningkatan tekanan akan menimbulkan refleks peregangan oleh reseptor
regang sensorik pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke
medulla spinalis segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian

Poltekkes Kemenkes Padang


17

secara refleks kembali lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot


detrusor untuk berkontraksi.
Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang
kuat, kemudian refleks akan melemah dan , emghilang sehinggga refleks
berkemih behenti. hal ini menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
sementara itu jika terjadi kontraksi yang kuat, maka akan menstimulasi
nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. jika
penghambatan sinyal kontriktor volunteer ke sfingter eksterna di otak kuat,
maka terjadilah proses berkemih.
Proes berkemih juga dikontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi rangsangan
peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya pengisian urine
dikandung kemih, melalui serat saraf sensorik di nervus pelvis dihantarkan
stimulus tersebut ke hipotalamus. dari hipotalamus kemudian di hantarkan
ke korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespons dengan
mengirimkan sinyal ke sfingter interna dan eksterna untuk relaksasi
sehingga pengeluaran urine terjadi.
Proses berkemih difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomen dengan
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih sehingga mengakibatkan
urine masuk ke leher kandung kemih dan menimbulkan refleks berkemih.
Factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkemih di antaranya
a.Adekuatnya produksi urine pada nefron, hal ini sangat terkait fungsi
glomerolus dan GFR. Pada penyakit ginjal tertentu dapat meningkatkan
GFR sehingga produksi urine berlebih dan proses berkemih menjadi
lebih sering .
b.Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya karna batu ginjal, batu ureter,
batu kandung kemih, hipertrofi prostat, dan struktur uretra, dapat
menghambat aliran urine ke luar.
c..Destruksi serat saraf sensorik dari kandung kemih ke medulla spinalis,
misalnya akibat trauma pada lumbal atau sacral dapat menghambat
transmisi sinyal renggangan dari kandung kemih sehingga terjadi
kehilngan kontrol terhadap kandung kemih.

Poltekkes Kemenkes Padang


18

d.Adekuatnya otot sfingter internal dan eksternal, kemampuan kontriksi


dan relaksasi sfingter internal dan eksternal memengaruhi pengeluaran
urine. pada usia lansia, kemampuan kontrol sfingter berkurang sehingga
urine dapat keluar tanpa disadari(Tarwoto,Wartonah,2011).
Karakteristik dan komposisi urine
1. Karakteristik urine
Urine normal mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Volume. Pada orang dewasa rata-rata urine yang dikeluarkan setiap
berkemih berkisar 250-400 ml,tergantung dari intake dan
kehilangan cairan. Jika pengeluaran urine kurang dari 30 ml/ jam,
kemungkinan terjadi tidak adekuatnya fungsi ginjal.
b. Warna. Urine normal warnanya ke kuning kuningan jernih, warna
ini terjadi akibat adanya urobilin. Warna lain seperti kuning gelap
atau kuning coklat dapat terjadi pada dehidrasi. Obat obatan juga
dapat mengubah warna urine seperti warna merah atau oranye
gelap.
c. Bau bervariasi tergantung komposisi. Bau urine aromatik yang
menyengat atau memusingkan timbul karna mengandung
ammonia.
d. pH sedikit asam ant ara 4,5-8 atau rata-rata 6,0 namun demikian,
pH dipengaruhi oleh intake makanan. Misalnya urine vegetarian
menjadi sedikit basa.
e. Berat jenis 1.003-1.030.
f. Komposisi air 93-97%.
g. Osmolaritas (konsentrasi osmotik) 855-1.335 mOsm/liter.
h. Bakreri tidak ada.
2. Komposisi urine
Lebih dari99% dari 180 liter filtrate difiltrasi oleh glomerolis dan
kemudian direabsorpsi kembali dalam darah.Komposisi dan
konsentrasi urine sesungguhnya menggambarkan kemampuan dari
aktivitas filtrasi, absorpsi, dan seksresi nefron.
Urine mempunyai komposisi di antaranya adalah sebagai berikut:

Poltekkes Kemenkes Padang


19

a. Zat buangan nitrogen seperti urea yang merupakan hasil deaminasi


asam amino oleh hati dan ginjal ; kreatinin yang merupakan
pemecahan keratin fosfat dalam otot rangka; ammonia yang
merupakan pemecahan deaminasi oleh hati dan ginjal; asam urat
merupakan pemecahan dari purin; serta urobilin dan bilirubin yang
merupakan pemecahan dari hemoglobin.
b. Hasil nutrien dan metabolisme seperti karbohidrat, keton, lemak,
dan asam amino.
c. Ion-ion seperti natrium, klorida, kalium, kalsium, dan magnesium.
Zat-zat yang di keluarkan bersama urine merupakan bahan-bahan
yang tidak di butuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun.
Sedangkan bahan-bahan yang difiltrasi oleh glomerolus tetapi
masih di gunakan kembali oleh tubuh akan direabsorpsi sehingga
tidak disekresi (Tarwoto. Wartonah, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
1. Pertumbuhan dan perkembangan.
Usia dan berat badan dapat memenggaruhi jumblah
pengeluaran urine. Pada usia lanjut, volume kandung kemih
berkurang; demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi
berkemih juga akan lebih sering.
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat
miksi pada tempat tertutup, dan sebaliknya ada masyarakat
yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi
berkemih.
4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia
tidak dapat berkemih dengan mengunakan pot urine.
5. Tonus otot

Poltekkes Kemenkes Padang


20

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih, oto


abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan
tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alcohol menghambat antidiuretic hormone (ADH) untuk
meningkatkan pembuangan urine. Kopi, the, coklat, dan kola
yang mengandung kofesien dapat meningkatkan pembuangan
dan eksresi urine.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi
urine karena bannyak cairan yang di keluarkan melalui kulit.
peradangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urine.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerolus sehingga
produksi urine akan menurun.
9. Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkakan output urine; antikolinergik
dan antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10. Pemeriksaan diagnostik
Pielogram intravena dimana pasien di batasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. sitoskopi dapat menimbulkan edema
lokal pada uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih sehingga
menimbulkan urine. (Aziz Alimul,Hidayat,2009).

B. Kebutuhan Eliminasi Urine Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan kondisi dimana ginjal sudah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan banyak nefron yang rusak secara
proreksif. Penyebab gagal ginjal kronis pun ada bermacam macam.
Misalnya karena menderita penyakit tertentu yang mengakibatkan
terjadinya peradangan glomeruli. Awalnya membran glomerular menjadi
lebih tebal. Tahap selanjutnya, membrane ini akan terserang jaringan

Poltekkes Kemenkes Padang


21

berserabut. Proses inilah yang kemudian mengakibatkan fungsi ginjal


sebagai penyaring terhambat. Penyebab selanjutnya adalah karena bakteri
basilus kolon. Bagian yang sering di serang oleh bakteri ini adalah medulla
ginjal ( bagian yang di gunakan untuk membuat pekat urine). Penyebab
lainnya adalah kurangnya suplai darah ke ginjal. keadaan ini di pengaruhi
karena arteri dan arteriole yang bertugas menyuplai darah mengalami
pengerasan. maka pada penderita gagal ginjal kronis ini segala yang
ditimbulkan adalah tidak memiliki nafsu makan, terjadi pembengkakan di
beberapa area kulit, hemoglobin menurun, tekanan darah meningkat, urea
meningkat kemudian mengekresikan keringat dan mengkristal pada kulit,
eksreasi fosfat menurun, dan terakhir sulit buang air kecil (Dharma, 2015).
Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah
dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuh, menjaga level eletrolit seperti sodium, potasium dan
fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu
dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan
menjaga tulang tetap kuat (Infodatin, 2017).

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat


global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat,
prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat
seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit
diabetes melitus serta hipertensi sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami PGK pada stadium tertentu (Infodatin, 2017).

2.Penyebab
Begitu banyak kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. akan tetapi, apa pun sebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara prokresif. Kondisi yang memungkinkan
dapat mengakibatkan GGK bisa di sebabkan dari ginjal sendiri dan di luar
ginjal (Muttaqin, Arif. 2011).
1. Penyebab dari ginjal

Poltekkes Kemenkes Padang


22

a. Penyakit pada saringan (glomerolus): glomerulonefritis.


b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal: nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal: polcystis kidney.
e. Trauma langung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan / striktur.
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol tinggi.
b. Dyslipidemia.
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

3.Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, gagal ginjal kronik minimal
karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang
rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan
sekresinya, serta mengalami hipertrofi. jika jumlah nefron yang tidak
berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urine. Pada tahap
ini glomerolus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah
melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan
natrium. Ketidak seimbangan natrium merupakan masalah yang serius
dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap
hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Nefron menerima
kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi.
Kehilangan natrium lebih meningkat akan membuat muntah bahkan diare (

Poltekkes Kemenkes Padang


23

Muttaqin. Sari,2014). GFR yang mengalami penurunan dapat dideteksi


dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens. Akibat dari
penurunan GFR lainnya, klirens kretinin akan menurun, kreatinin serum
akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga meningkat. Ginjal
kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium .yang dimana akan
meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif dan
hipertensi (Wijayaningsih, 2013). Bila hasil pemecahan metabolisme protein
menumpuk di dalam darah, gejala yang disebut uremia, akan timbul.
Gejala uremia antara lain letargi, anoreksia, mual, dan muntah, kram otot,
dan lain-lain. kadar BUN dan kreatinin pun juga menjadi tinggi, dan kadar
zat-zat ini dalam darah dapat digunakan sebagai indeks keparahan uremia.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan
beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk semakin
banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan
secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan penumpukan
metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga
akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak pada setiap
organ tubuh (Muttaqin, Sari, 2014)

4.Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan / indikator
telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu
(Wijayaningsih, 2013):

Poltekkes Kemenkes Padang


24

a. kardiovaskuler
1). Hipertensi
2). Pitting edema
3). Edema periorbital
4). Pembesara vena jugularis
5). Friction rub pericardial
b.pulmoner
1). Krekel
2). Nafas dangkal
3). Kusmaul
4). Sputum kental dan liat
c. musculoskeletal
1). Kram otot
2). Kehilangan kekuatan otot
3). Fraktur tulang
4). Foot drop
d. gastrointestinal
1). Anoreksia, mual dan muntah
2). Perdarahan saluran GI
3). Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4). Konstipasi / diare
5). Nafas berbau ammonia
e. integument
1). Warna kulit abu-abu mengkilat
2). Kulit kering, bersisik
3). Pruritus
4). Ekimosis
5). Kuku tipis dan rapuh
6). Rambut tipis dan kasar
f. reproduksi
1). Amenore
2). Atrofi testis

Poltekkes Kemenkes Padang


25

5. Penatalaksanaan
Karena sudah rusaknya fungsi dari ginjal perlu dilakukan penatalaksanaan
yang optimal untuk mempertahankan keseimbangan secara maksimal dan
meningkapkan angka harapan hidup pasien. Tujuan dari penatalaksanaan
adalah untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan pencegahan
komplikasi yang semakin memburuk (Prabowo & Pranata, 2014). Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan pasien dengan CKD, yaitu
;
a. Perawatan kulit yang baik
Tujuan dari perawatan kulit adalah untuk mengurangi kulit yang
kering dan seperti sisik. Di anjurkan untuk mengunakan sabun yang
mengandung lemak dan lation yang tanpa alkohol untuk mengurangi
rasa gatal dan mengurangi kulit yang kering (Prabowo & Pranata,
2014).
b. Menjaga kebersihan oral
Lakukan perawatan oral hygiene dengan baik dan teratur, kurangi
mengkonsumsi gula (bahan makanan yang manis-manis) untuk
mengurangi rasa tidak nyaman dimulut (Prabowo & Pranata, 2014).
c. Diet
Berikan intake diet yang tinggi kalori dan rendah kalium, natrium
(Prabowo & Pranata, 2014).
d. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia ditandai dengan adanya kejang, kram pada abdomen,
lengan dan terjadi diare, maka pengendalian kalium darah sangat
penting karena hiperkalemia dapat menimbulkan kematian mendadak.
Bila hiperkalemia sudah terjadi yang harus dilakukan adalah
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bicarbonat dan pemberian
infus glukosa (Muttaqin & Sari, 2011).
e. Koreksi Anemia.
Yang harus kita lakukan adalah meninggikan hemoglobin dalam
darah.
f. Koreksi Asidosis

Poltekkes Kemenkes Padang


26

Hindari pemberian asam melalui obat-obatan dan makanan (Prabowo


&Pranata, 2014).
g. Pengendalian hipertensi
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-
hati karena tidak semua gagal ginjal yang di sertai dengan retensi
natrium (Prabowo & Pranata, 2014).
h. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal atau sering juga disebut dengan pencangkokan
ginjal artinya seluruh fungsi ginjal di gantikan oleh ginjal yang baru
(Prabowo & Pranata, 2014).
i. Dialisis
Untuk mencegah komplikasi ginjal yang serius seperti hirkalsemia,
perikarditis dan kejang perlu dilakukan dialisis yang di kenal dengan
cuci darah. Dialisis adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk
mengantikan fungsi dan kerja ginjal yaitu membuang zat-zat dan
sisa-sisa metabolisme kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini diberikan
jika fungsi ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga
tidak lagi mampu menjaga kelangsungan hidup individu (Prabowo &
Pranata, 2014).
Tindakan dialisis di bagi menjadi dua bagian yaitu ;
1) Hemodislisi ( cuci darah dalam dializer) Hemodialisis (HD) yaitu cuci
darah dengan mengunakan mesin dializer yang berfungsi sebagai
ginjal buatan.
2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Dialisis peritoneal dilakukan untuk metode cuci darah dengan bantuan
membran peritoneum ( selaput rongga perut) artinya darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk di bersihkan (Prabowo & Pranata, 2014).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Ganggun Eliminasi Urine Pada Pasien


Gagal Ginjal Kronik
1.Pengkajian
1.Pengkajian Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Padang


27

Menurut (Muttaqin & Sari, 2014), pengkajian keperawatan pada


gangguan eliminasi urine adalah sebagai berikut :

a. Identitas pasien
Identitas pasien ini terdiri dari nama, tempat/tanggal lahir, jenis
kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit, alamat, serta diagnose medis pasien
b.Riwayat kesehatan sekarang
Pasien gagal ginjal kronis biasanya mengeluh urine keluar sedikit
sampai tidak adabuang air kecil, kesulitan mengeluarkan urine, gelisah
sampaipenurunan kesadaran, anoreksia, mual munta, mulut
terasakering,rasa lelah yang berlebihan, napas bau ureum dan gatal
padakulit(Muttaqin dan Sari, 2011).
c.Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanyariwayat penyakit
ginjal akut, adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
saluran perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi sebelumnya, adanya riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu yang tidak dengan resep (Muttaqin & Sari, 2011).
d.Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga generasi terdahulu yang menderita
gagal ginjal kronis, hipertensi, penyakit diabetes melitus yang menjadi
faktor pencetus terjadinya ChronicKidney Desease pada pasien
(Muttaqin& Sari, 2011).
e.Pola nutrisi atau metabolisme
1) Pola makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan yang cepat (edema),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah (Brunner dan Suddart,
2016).
2) Pola minum
Biasanya intake minum pasien kurang dari kebutuhan tubuh Ini
sebagai akibat dari rasa metabolik yang tidak sedap pada mulut

Poltekkes Kemenkes Padang


28

( pernapasan amoniak) (Muttaqin& Sari, 2011).


f.Pola eliminasi
1) Buang air besar
Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis di temukan ada yang
konstipasi, Diaredan bagian abdomen kembung (Brunner dan
Suddart, 2016).
2) Buang air kecil
Biasanya pada pasien CKD terjadi perubahan pola berkemih pada
periode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi urine output<400
ml/hari oliguria dan anuria, terjadi perubahan warna urine menjadi
pekat, merah, coklat dan berawan (Prabowo dan Pranata,2014).
Sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukan peningkatan jumlah urine secara bertahap (Muttaqin&
Sari, 2011).

g. Pola aktivitas dan latihan


Biasanya aktifitas pasien di bantu karena pasien merasakan kram otot,
nyeri pada kaki waktu malam hari.
h. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah karena adanya
nyeri panggul, sakit kepala dan kram otot atau kaki (Muttaqin dan
Sari, 2011).
i.Pola seksualitas atau reproduksi
Biasanya terjadi perubahan seksualitas dan disfungsi seksual karena
penurunan hormon reproduksi (Prabowo & Pranata, 2014).
j.Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital Menurut Prabowo & Pranata,
2014 yaitu :
a) Keadaan umum klien biasanya pada penyakit sudah parah di
tandai dengan kelemahan, klien terlihat letih dan sakit berat.
b) Keadaan tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat
dimana dapat dipengaruhi oleh sistem saraf pusat.
c) Tanda-Tanda Vital(TTV)

Poltekkes Kemenkes Padang


29

Tekanan Darah: biasanya meningkat


Nadi:biasanya melemah
Pernapasan:biasanya meningkat
Suhu:biasanya normal
2) Kepala
a). biasanya pasien gagal ginjal kronis terjadi perubahan rambut
seperti warna, kebersihan, panjang rambut, tekstur, berminyak
serta mudah rontok.
3). Mulut
Biasanya pasien gagal ginjal kronis mulutnya kering, berbau
ammonia serta adanya peradangan mukosa mulut.

4) Leher: Biasanya pasien gagal ginjal kronis ditemukan ada


pembesaran vena jugolaris (Muttaqin dan Sari, 2011).
4).Dada / Thorak

Inspeksi : Biasanya klien dengan nafas pendek atau kusmaul


Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Bunyinya sonor
Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan

5).Jantung

Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: Biasanya ictus cordis teraba di ruang inter costa 2 lineal
dekstra sinistra
Perkusi : Biasanya ada nyeri
Auskultasi: Biasanya terdapat irama jantung yang cepat

6).Perut / abdomen

Inspeksi : Biasanya terjadi distensi abdomen atau penumpukan


cairan klien tampak mual dan muntah
Palpasi : Biasanya asites, nyeri tekan bahgian pinggang dan
pembesaran hepar

Poltekkes Kemenkes Padang


30

Perkusi : biasanya bunyinya terdengar pekak karena acites


Auskultasi : Biasanya bising usus normal berkisar antara 5-35 kali
per menit

7). Ekstermitas
Atas : Biasanya didapatkan akral teraba dingin, CRT >2 detik,
edema pada ekstermitas, kulit seperti bersisik
Bawah : Biasanya edema pada ke dua kaki dan rasa terbakar pada
telapak kaki (Haryono Rudy, 2013 ).
L. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Urine
Menurut Prabowo & Pranata, 2014 yaitu ;
1) Volume urine < 400 ml/ hari, oliguria dan anuria.
2) Warna urine biasanya keruh di sebabkan oleh PUS, bakteri,
lemak, partikel koloid dan fosfat dalam urine.
3) Berat jenis urine < 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan
kerusakan ginjal).
4) Osmolalitas < 350 mosm / kg ( menunjukankerusakantubular).
5) Natrium > 40 mEq/L, karena ginjal tidak mereabsorbsi natrium
6) Protein meningkat dalam urine
b) Darah
1) Kadar ureum dalam darah (BUN) meningkat dari normal
2) Kreatinin meningkat sampai 10 mg/dl(normalnya 0,5-1,5 mg/dl)
3) Hitung darah lengkap : HT menurun karena anemia dan Hb
biasanya kurang dari 7,8 g/dl
c) Hiponatremia
Umumnya karena kelebihan cairan.
d) Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal
ginjal bersama dengan menurunnya diuresis.
e) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
Terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D pada CKD.

Poltekkes Kemenkes Padang


31

f) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme gangguan


tulang, terutama iso enzim fosfate sendi tulang.
g) Hipoalbumenia dan hipokolestrolemia Umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
h) Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin
padajaringan perifer).
i) Hipergliserida
Akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurun poprotein lipase.
j) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan PH
yang menurun, BE yang menurun, HCU3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik
pada gagal ginjal (Muttaqin& Sari,2011).
2).Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan
besar ginjal (adanya batu atau ada obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan
tidak puasa.
b) Biopsi ginjal dilakukan untuk menunjukkan pelvis ginjal.
c) Intravena (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan
nefropati asam urat.
d) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal anatomi
system pelviokalises, utreter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
e) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim,sekresi) serta sisa fungsi ginjal.
f) Pielogram retrograde untuk menunjukanabnormalitas pelvis ginjal.

Poltekkes Kemenkes Padang


32

g) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjaldan


mengidentifikasi ekstravaskuler dan massa.
h) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukanpelvis ginjal.
i) EKG untuk melihat kemungkinan hipetrofiventrikel kiri,tanda-tanda
perikarditis, aritmia,gangguan elektrolit (Muttaqin & Sari, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul ( Diagnosa Keperawatan


NANDA NOC DAN NIC 2015-2017)
Dx 1: gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan frekuensi
urine, dan olyguria.

Dx 2 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi

Dx 3 : : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan respon integumen


ureum pada jaringan kulit, kulit kering dan pecah, memar.
Dx 4 : intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon musculoskeletal,
ureun pada jaringan otot : kram otot, kelemahan fisik.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan diagnosa yang ada
maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berik

Poltekkes Kemenkes Padang


33

n Diagnosa NOC NIC


O Keperawatan
1 Gangguan 1.urinary elimination elimination urine
eliminasi urine kriteria hasil: 1.monitor eliminasi urine,
berhubungan a.pola eliminasi termasuk frekuensi,
dengan penurunan b.baun urine konsistensi, bau, volume, dan
frekuensi urine c.jumlah urine warna yang sesuai
d.warna urine 2.catat waktu eliminasi urin
Batasan e.frekuensi urine terakhir yang sesuai
Karakteristik: 2.urine continue Urine continue
1. anyang- Criteria hasil : 1.identifikasi output urine,
anyangan a.keinginan berkemih penyebab yang membatalkan
2.disuria b.lingkungan yang pola berkemih, fungsi
3.dorongan bebas hambatan kognitif, masalah kencing ada
berkemih untuk ke toilet sebelumnya
4.inkontinensia c.pengosongan kandung 2.berikan privasi untuk
5.inkontinensia kemih eliminasi
urine d.jumlah intake cairan 3.jelaskan etiologi masalah dan
6.retensi urine pelaksanaan untuk tindakan
7.sering berkemih

2 Kelebihan volume Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia


cairan berhubung Asuhan Keperawatan
an maka didapatkan Aktivitas :
dengan gangguan kriteria : 1. Monitor intake dan
mekanisme output
regulasi, Keseimbangan Cairan 2. Timbang berat badan
kelebihan asupan : tiap hari dengan waktu
cairan, kelebihan a. Keseimbangan yang tetap sama
asupan natrium intake dan 3. Monitor edema perifer
output dalam 4. Batasi asupan natrium
Batasan 24 jam sesuai sesuai indikasi
karakteristik : kebutuhan 5. Monitor status
1. Edema b. Tidak hemodinamik, meliputi
2. Gangguan terjadinya denyut nadi, tekanan
pola napas edema perifer darah

Poltekkes Kemenkes Padang


34

3. Ketidakseimb c. Tekanan darah 6. Monitor tanda


angan normal berkurangnya preload
elektrolit d. Denyut nadi (peningkatan urine
4. Oliguria radial normal output, perbaikan suara
5. Perubahan e. Serum paru abnormal,
berat jenis penurunan tekanan
elektrolit
urine darah
6. Gangguan normal 7. Monitor data
tekanan darah laboratorium tentang
7. Penambahan yang mendasari
berat badan penyebab terjadinya
dalam waktu hipervolemia
sangat 8. Batasi intake cairan
singkat bebas pada pasien
8. Perubahan 9. Berikan obat yang
status mental diresepkan untuk
9. Distensi vena mengurangi preload
jugularis 10. Monitor adanya efek
10. Peningkatan pengobatan yang
tekanan vena berlebihan
sentral
11. Penurunan Manajemen Elektrolit /
hemoglobin Cairan
12. Penurunan
Aktivitas :
hematokrit
1. Pantau kadar serum
elektrolit yang
abnormal
2. Timbang berat badan
harian
3. Berikan dan batasi
cairan yang sesuai
4. Monitor perubahan
status jantung atau paru
yang menunjukkan
kelebihan cairan
5. Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan retensi
cairan
6. Monitor kehilangan
cairan
7. Monitor tanda-tanda
vital yang sesuai
8. Jaga pencatatan intake /
output yang akurat
9. Pantau adanya tanda
dan gejala retensi cairan

Poltekkes Kemenkes Padang


35

10. Monitor status


hemodinamik

Monitor cairan

Aktivitas :
1. Tentukan jumlah dan
jenis asuhan cairan serta
kebiasaan eliminasi
2. Tentukan faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
3. Monitor intake dan
output urine
4. Monitor penambahan
berat-badan
5. Monitor kadar serum
albumin dan elektrolit
6. Memantau membran
mukosa, turgor kulit
dan haus
7. Monitor warna
kuantitas dan berat jenis
urine
8. Berikan obat
farmakologis untuk
meningkatkan output
urine
9. Monitor tekanan darah,
denyut nadi, dan status
pernapasan
10. Berikan cairan yang
tepat

Manajemen nutrisi

Aktivitas :
1. Tentukan status gizi
pasien dan kemampuan
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi alergi atau
intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
3. Atur diet yang
diperlukan
4. Ciptakan lingkungan

Poltekkes Kemenkes Padang


36

yang optimal
5. Berikan pilihan
makanan yang sehat
6. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi
7. Beri obat-obatan
sebelum makan
8. Monitor kalori dan
asupan makanan
9. Tawarkan makanan
ringan yang bergizi
10. Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan
intake makanan seperti
di buku harian pasien.

Manajemen asam basa :

Aktivitas :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Posisikan pasien untuk
mendapatkan vebtilasi
yang adekuat
3. Pertahankan kepatenan
akses selang IV
4. Monitor intake dan
output
5. Berikan pengobatan
nyeri dengan tepat
6. Monitor status
neurologi
7. Berikan pengobatan
yang sudah direspkan
8. Monitor pola
pernapasan
9. Berikan terapi oksigen
dengan tepat
10. Instruksikan kepada
pasien untuk
menghindari kelebihan
penggunaan pengobatan
3 Kerusakan Setelah dilakukan Aktivitas aktivitas :
Asuhan Keperawatan
integritas kulit 1. pantau kadar serum
maka didapatkan

Poltekkes Kemenkes Padang


37

berhubungan kriteria : elektrolit yang abnormal


dengan dengan 2.batasan cairan yang sesuai
respon 1. Volume darah 3.monitor tanda-tanda vital
integumen mengalir melalui 4.berikan cairan yang sesuai
ureum pada fistula 5.tingkatkan intake/cairan per
jaringan kulit 2. warna kulit area oral
akses dyalisis) 6.berikan serat yang diresepkan
Batasan 3. suhu kulit are akses untuk pasien
Karakteristik: Nadi perifer distal 7.minimalkan asupan makanan
1.Nyeri akut 4.Bruit dan minuman dengan diuretic
2.gangguan atau pencahar
integritas kulit 8.jaga pencatatan intake/asupan
3.benda asing dan output yang aukurat
menusuk 9.pantau adanya tanda dan
permukaan kulit gejala retensi cairan monitor
manifestasi dari
ketidakseimbangan elektrolit

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus.
Penelitian studi kasus adalah sebuah desain penelitian yang menggambarkan
fenomena yang diteliti dan juga menggambarkan besarnya masalah yang
diteliti(Kartika, 2017). Studi kasus penelitian ini menggambarkan asuhan
keperawatan gangguan eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis di Irna-
C Non Bedah Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang 2019.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian telah dilakukan di Irna-C Non Bedah Pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang. Waktu penelitian dilakukan dari bulan November 2018 sampai
dengan bulan juni 2019.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah pasien ckd pada tanggal 21-03-2019
sebanyak 8 orang. Jumlah Populasi pasien Gagal Ginjal Kronis dengan
gangguan Eliminasi Urine di Irna-C Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang selama dilakukan penelitian tanggalmaret 2019 sebanyak 3 orang.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah satu orang pasien dari jumlah populasi
sebanyak tiga orang. adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah berdasarkan criteria ke tiga
pasien memenuhi kriteria:
1 ) Keluarga klien bersedia menjadi responden.
b . Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini mengalami penurunan:
1 ) Klien dengan CKD

1 Poltekkes Kemenkes Padang


39

Adapun cara pengambilan sampel yaitu :


Populasi yang ditemukan saat melakukan penelitian sebanyak tiga orang
pasien Gagal Ginjal Kronis dengan gangguan Eliminasi Urine. Kemudian
dilakukan pengambilan sampel melalui teknik simple random sampling.
Keseluruhan populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel penelitian. Maka digunakan metode pengundian, ketiga orang pasien
tersebut diberikan kode berdasarkan inisial nama pasien diatas kertas,
kemudian kertas tersebut, digulung lalu diaduk bersamaan. Setelah teraduk,
penelitian mengambil satu buah kertas secara acak bersama. Satu kertas yang
berisi inisial pasien tersebut yang dijadikan sebagai sampel penelitian ini.
D. InstrumenPengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencananaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik
yang terdiri dari tensimeter, stetoskop, monitor, termometer, penlight, toung
spatel, timbangan, arloji dengan detik, penlight)
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari : identitas pasien,
identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar,
pemeriksaan fisik, data psikologis, pemeriksaan laboratorium/
pemeriksaan penunjang, dan program pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik,
data, masalah dan etiologi.
3. Fornat diagnosa keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya
masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NIC dan NOC.
5. Format catatan perkembangan keperawatan terdiri dari : nama pasien,
nomor rekam medik, hari dan tanggal, jam dan implementasi
keperawatan, jam dan hasil evaluasi keperawatan serta paraf yang
melakukan implementasi keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


40

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam


medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan
dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.
E. Cara pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengukuran dan
pemeriksaan fisik,serta studi dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian seperti
identitas, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga), dan activity daily
living. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan klien dan
keluarga responden menggunakan pedoman wawancara bebas.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan secara langsung kepada responden yang akan diteliti untuk
mencari dan melihat perubahan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan
keadaan normal. Dalam metode pemeriksaan fisik peneliti melakukan
pemeriksaan kepada responden , pemeriksaan dilakukan dengan cara IPPA
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan tanda-tanda vital seperti
tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
3. Studi Dokumentasi
Penelitim menggunakan dokumen dari rumah sakit untuk menunjang
penelitian yang dilakukan. Pengumpulan data dari dokumentasi meliputi
data dari rekam medik responden seperti tes laboratorium darah
(hemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit), pemeriksaan diagnostik
seperti CT-Scan, radiologi dan tindakan yang dilakukan perawat.

F. Jenis-jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer bertujuan untuk mendapatkan data langsung dari
pasien seperti pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat

Poltekkes Kemenkes Padang


41

kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik


terhadap pasien.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh langsung dari rekam medis di
Irna-C Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Data sekunder umumnya
berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan histori yang telah
tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

G. Analisis dan Pembahasan


Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan teori dan
konsep keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis dengan gangguan
Eliminasi Urine. Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan diagnosa, merencanakan
tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan melihat
perbedaan antara partisipan dengan konsep teori asuhan keperawatan
gangguan eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis. Analisa yang
dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian antara teori dengan kondisi
pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
A. Penelitian yang dilakukan di Irna-C Non Bedah Pria RSUP. Dr. M. Djamil
Padang melibatkan 1 partisipan dengan kasus gagal ginjal kronis.
Responden berjenis kelamin laki-laki. Penelitian dilaksanakan pada
tanggal 21 Maret 2019.

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dilakukan di ruang Irna-C Non Bedah Pria pada tanggal 21
Maret 2019, pada pasien didapatkan data sebagai berikut : Pasien masuk
melalui IGD RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada hari senin tanggal 20 Maret
2019 pukul 16.00 WIB, dengan keluhan Buang Air Kecil sedikit, tidak ada
nyeri saat Buang Air Kecil, Buang Air Kecil berwarna kuning, dengan bau
khas, kaki kiri dan kanan udema, sesak nafas kalau beraktivitas, penurunan
nafsu makan, susah tidur dan rencana Pemasangan CAPD.

Pada saat pengkajian tanggal 21 Maret 2019 pukul 10.00 WIB, ditemuka
pasien mengeluh BAK sedikit sejak 4 bulan yang lalu, tidak ada nyeri saat
BAK volume Buang Air Kecil 50-100 cc , berwarna kuning dengan bau khas,
pasien mengatakan sesak nafas klw beraktifitas, pasien terpasang oksigen, kaki
kiri dan kanan pasien edema, badan terasa gatal, turgor kulit jelek, kulit kering
dan susah tidur, lemah dan mual.

Keluarga mengatakan pasien mengalami sakit gagal ginjal kronis sudah 1 tahun
yang lalu, sudah pernah di rawat 3 kali sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit hipertensi, jantung, diabetes melitus dan lainnya. Keluarga
juga mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung, diabetes melitus dan lainnya.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 21 Maret 2019, didapatkan
keadaan umum pasien sedang, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 V5
M6, tanda-tanda vital pasien Tekanan darah: 150/80 mmHg, nadi: 114 x/

42 Poltekkes Kemenkes Padang


43

menit, suhu: 36,8 C, respirasi : 21 x/ menit, berat badan 60 kg, tinggi badan
169 cm. pasien terpasang oksigen. Kulit kering, turgor kulit jelek > 3 detik.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada tanggal 21 maret 2019, hasil


labor hemoglobin 7,3 g/dl (14-18 g/dl) leukosit 14.370 mm3 (5000-
10.000/mm3). Ureum darah 348 mg/dl (10,0-50,0 mg/dl),kalsium 7.8 mg/dl
(8,1-10,4), natrium 117 mmol/L (136-145 mmol/L), klorida serum 87 mmol/L
(97-111 mmol/L).

Terapi obat yang di dapatkan pasien adalah obat asam folat 1x/hari, amlodipine
5gr 1x/hari,bicnat 50gr 3x/hari, cefoperazone 1gr 2x/hari, clipidogrel 75gr
1x/hari, metronizole 5gr 3x/hari, cefixcine 100mg 2x/ hari, metformin 500gr
2x/hari, dan glimepirida 2mg 1x/hari.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kasus didapatkan 3
diagnosa keperawatan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa pertama gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan frekuensi urine. Diagnosa ini diangkat dengan data subjektif
pasien mengatakan sudah 4 bulan yang lalu BAK sedikit, badan terasa
lemah, perut terasa tidak nyaman seperti rasa kembung serta data
objektif pasien tampak lemah, mukosa bibir kering, kaki kiri dan kanan
pasien edema.
b. kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regukasi. Diagnosa ini diangkat dengan data subjektif pasien
mengatakan ia minum air putih sebanyak 300cc, BAK sedikit frekuensi
50-100 cc warna urine kuning, bau urine khas serta data objektif turgor
kulit pasien tampak kering, kaki kiri dan kanan edema. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan tekanan darah: 150/80, nadi: 114
x/i, suhu: 36,9 C,pernapasan :21 x/I hasil pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 22 maret 2019 leukosit 14.370 mm3 (5000-10.000/mm3)
hemotokrit 35 %, hemogoblin 11,1 dari nilai rujukannya 40-48 %.

Poltekkes Kemenkes Padang


44

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan respon integumen ureum


pada jaringan kulit. Diagnosa ini diangkat dengan data subjektif pasien
mengatakan gatal di bagian badan, data objektif didapatkan kaki kanan dan
kiri pasien edema, kulit pasien kering, turgor kulit jelek.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan pada kasus disusun berdasarkan masalah
keperawatan yang ditemukan yaitu gangguan eliminasi urine berhubungan
dengan penurunan frekuensi urine, kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi,dan kerusakanm integritas kulit
berhubungan dengan respon integumen ureum pada jaringan kulit.
Intervensi keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien mengacu pada
nursing interventions classifications (NIC) dan nursing outcomes
classifications (NOC) yang sudah terlampir.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan tindakan keperawatan
yang telah direncanakan. Peneliti melakukan implementasi dengan waktu 5
hari dimulai tanggal 21-25 maret 2019. Tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien sudah terlampir.

5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan tindakan/ intervensi keperawatan, dilakuakan evaluasi
keperawatan sebagai bentuk monitor tingkat keberhasilan dari asuhan
keperawatan yang diberikan. Evaluasi yang dilakukan menggunakan SOAP
setelah lima hari rawatan dari tanggal 21-25 maret 2019. Berikut hasil
evaluasi yang dilakukan pada pasien yang sudah terlampir.

B. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara
teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan gangguan eliminasi urine pada
pasien gagal ginjal kronis. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian,

Poltekkes Kemenkes Padang


45

merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan,


melaksanakan implementasi keperawatan, dan melakukan evaluasi
keperawatan.
1. Pengkajian keperawatan
Hasil pengkajian yang didapatkan dari partisipan yaitu pasien dengan
keluhan BAK sedikit, tidak ada nyeri saat BAK, BAK berwarna kuning,
dengan bau khas, kaki kiri dan kanan edema, badan terasa gatal-gatal, sesak
nafas kalau beraktivitas, turgor kulit kering, CRT > 3 detik penurunan
nafsu makan dan susah tidur.

yang dikuatkan oleh penelitian Anggi Mustika Ratri pada tahun 2015 di
ruang anggrek bugenvil RSUD pandan arang boyolali, mengemukakan hasil
penelitiannya dengan gangguan asuhan perkemihan: gagal ginjal kronis
bahwa juga menemukan adanya , mengeluh Buang Air Kecil sedikit, warna
Buang Air Kecil kuning, bau khas, terdapat edema di anggota gerak bawah,
turgor kulit jelek.

Menurut teori (Muttaqin dan Sari, 2011) pasien gagal ginjal kronis biasanya
mengeluh urine keluar sedikit sampai tidak ada buang air kecil, kesulitan
mengeluarkan urine, ekrtremitas edema, gelisah sampai penurunan
kesadaran, anoreksia, mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah yang
berlebihan, napas bau ureum dan gatal pada kulit.

Analisis yang di dapatkan, Buang Air Kecil sedikit dan edema pada pasien
karna pada penyakit gagal ginjal kronis kondisi ginjal sudah mengalami
gangguan dalam pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh
disebabkan banyak nefron yang rusak secara progresif sehingga fungsi ginjal
tidak berfungsi sebagaimana mestinya Dharma, (2015). gagal ginjal kronis
minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi
dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. jika jumlah nefron yang tidak

Poltekkes Kemenkes Padang


46

berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urine. Dan Ginjal
kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal dan Terjadi penahanan cairan dan natrium .yang dimana akan
meningkatkan risiko terjadinya edema Wijayaningsih (2013).

Pada kasus pasien mengalami gangguan eliminasi urine, kelebihan volume


cairan dan kerusakan integritas kulit. dengan keluhan BAK sedikit, tidak ada
nyeri saat BAK, BAK berwarna kuning, dengan bau khas, kaki kiri dan kanan
udema badan terasa gatal-gatal, turgor kulit jelek. Menurut (Wijayaningsih,
2013). gagal ginjal kronis minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. jika
jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu
menyaring urine. Dan Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal dan Terjadi
penahanan cairan dan natrium .yang dimana akan meningkatkan risiko
terjadinya edema.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan 3 diagnosa
keperawatan yaitu gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan frekuensi urine, kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi dan Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan dengan respon integumen ureum pada jaringan kulit.

1. Diagnosa keperawatan utama pada kasus adalah gangguan eliminasi urine


berhubungan dengan penurunan frekuensi urine, berdasarkan (NIC &
NOC) 2015 batasan karakteristik yang ditemukan pada kasus adalah
anyang- anyangan, disuria, dorongan berkemih, inkontinensia,
inkontinensia urine, retensi urine,sering berkemih.

Berdasarkan teori Muttaqin. Sari (2014), gangguan eliminasi urine pada


gagal ginjal kronis minimal karena Ketidak seimbangan natrium

Poltekkes Kemenkes Padang


47

merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan


sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai
200 mEq per hari. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga
menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih
meningkat akan membuat muntah bahkan diare GFR yang mengalami
penurunan dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens. Akibat dari penurunan GFR lainnya, klirens kretinin
akan menurun, kreatinin serum akan meningkat, dan nitrogen urea darah
(BUN) juga meningkat.

2. Diagnosa keperawatan yang kedua pada kasus yaitu kelebihan volume


cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi , berdasarkan
(NIC & NOC) 2015, batasan karakteristik yang di temukan Edema,
Gangguan pola napas, Ketidak seimbangan elektrolit, Oliguria, Perubahan
berat jenis urine, Gangguan tekanan darah, Penambahan berat badan dalam
waktu sangat singkat, Perubahan status mental, Distensi vena jugularis,
Peningkatan tekanan vena sentral, Penurunan hemoglobin, Penurunan
hematokrit.

Menurut Muttaqin Sari, (2014) gagal ginjal kronis minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya,
serta mengalami hipertrofi. jika jumlah nefron yang tidak berfungsi
meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urine. Pada tahap ini
glomerolus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah
melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan volume cairan dengan retensi
air dan natrium.

3. Diagnose keperawatan yang ke tiga pada kasus yaitu Kerusakan integritas


kulit berhubungan dengan dengan respon integumen ureum pada jaringan
kulit, berdasarkan (NIC & NOC) 2015, batasan karakteristik yang di

Poltekkes Kemenkes Padang


48

temukan Batasan Karakteristik, Nyeri akut, gangguan integritas kulit ,


benda asing menusuk..

3. Intervensi keperawatan
Interensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari Nursing
Interventions Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classification
(NOC). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus pasien didasarkan pada
tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu yaitu gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan penurunan frekuensi urine, kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, dan Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan dengan respon integumen ureum pada jaringan kulit.

Tindakan keperawatan untuk gangguan eliminasi urine berhubungan dengan


penurunan frekuensi urine yang dilakukan selama lima hari sesuai dengan
intervensi yang telah peneliti susun yaitu memonitor eliminasi urine mulai dari
memperhatikan pola eliminasi, monitor bau urine, menghitung jumlah urine,
monitor warna urine, menghitung frekuensi urine, lalu menganjurkan kepada
keluarga untuk mencatat output urine perhari supaya dapat diketahui
keseimbangan cairan dalam tubuh pasien, mengidentifikasi masalah kencing
yang ada sebelumnya seperti nyeri saat BAK, memberikan privasi pada pasien
untuk eliminasi di dalam ruangan dengan memakai sketem.

Tindakan keperawatan untuk kelebihan volume cairan yaitu catatan intake dan
output cairan pasien yang akurat supaya dapat mengetahui perkembangan dari
pasien, memonitor masukan makanan dan minuman yang dikosumsi pasien
mulai dari menghitung frekuensi urine, menghitung volume urine, melihat jenis
urine, lalu mengkaji hasil laboratorium untuk memonitor cairan atau elektrolit
pasien memonitor tanda dan gejala edema meliputi melihat seberapa besar
lokasi, luas dari edema, dan mengukur tanda-tanda vital mulai dari tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang


49

Tindakan keperawatan untuk kerusakan integritas kulit yaitu pantau kadar


serum elektrolit yang abnormal, batasan cairan yang sesuai, monitor tanda-
tanda vital, berikan cairan yang sesuai, tingkatkan intake/cairan per oral,
berikan serat yang diresepkan untuk pasien, minimalkan asupan makanan dan
minuman dengan diuretic atau pencahar, jaga pencatatan intake/asupan dan
output yang aukurat, pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan.

4. Implementasi keperawatan
Peneliti melakukan implementasi keperawatan berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan. Peneliti melakukan penelitian pada shift pagi atau shift sore.
Implementasi keperawatan pasien dilaksanakan dari tanggal 21-25 maret 2019.

Implementaasi keperawatan diagnosa gangguan eliminasi urine berhubungan


dengan penurunan frekuensi urine tanggal 21 maret 2019 adalah memonitor
eliminasi urine mulai dari memperhatikan pola eliminasi, monitor bau urine,
menghitung jumlah urine, monitor warna urine, menghitung frekuensi urine,
lalu menganjurkan kepada keluarga untuk mencatat output urine perhari supaya
dapat diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh pasien, mengidentifikasi
masalah kencing yang ada sebelumnya seperti nyeri saat BAK. Tanggal 22
maret 2019 implementasi yang dilakukan memonitor eliminasi urine mulai dari
memperhatikan pola eliminasi, monitor bau urine, menghitung jumlah urine,
monitor warna urine, menghitung frekuensi urine 24 maret 2019 implemetasi
yang dilakukan melihat tingkat frekuensi urine ,Balance cairan. Tanggal 25
maret 2019 implementasi yang dilakukan menilai tingkat frekuensi urine,
perkembangan eliminasi urine pasien sudah mulai bertambah, frekuensi urine
200 cc.

Diagnosa kedua yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi tanggal 21 maret 2019 adalah, dilakukan tindakan catatan
intake dan output cairan pasien yang akurat supaya dapat mengetahui
perkembangan dari pasien, memonitor masukan makanan dan minuman yang
dikosumsi pasien mulai dari menghitung frekuensi, menghitung volume urine,
melihat jenis urine, lalu mengkaji hasil laboratorium untuk memonitor cairan

Poltekkes Kemenkes Padang


50

atau elektrolit pasien memonitor tanda dan gejala edema meliputi melihat
seberapa besar lokasi, luas dari edema, dan mengukur tanda-tanda vital mulai
dari tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh, tanggal 22 maret 2019
dilakukan tindakan catatan intake dan output cairan pasien yang akurat supaya
dapat mengetahui perkembangan dari pasien, memonitor masukan makanan
dan minuman yang dikosumsi pasien mulai dari menghitung frekuensi,
menghitung volume urine, melihat jenis urine, dan gejala edema meliputi
melihat seberapa besar lokasi, luas dari edema, dan mengukur tanda-tanda vital
mulai dari tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh, tanggal 24 maret 2019
tindakan yang di lakukan catatan intake dan output cairan pasien yang akurat
supaya dapat mengetahui perkembangan dari pasien, memonitor masukan
makanan dan minuman yang dikosumsi pasien mulai dari menghitung
frekuensi, menghitung volume urine, melihat jenis urine, dan gejala edema
meliputi melihat seberapa besar lokasi, luas dari edema, dan mengukur tanda-
tanda vital mulai dari tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh, tanggal 25
maret 2019 tindakan yang d lakukan catatan intake dan output cairan pasien
yang akurat supaya dapat mengetahui perkembangan dari pasien, memonitor
masukan makanan dan minuman yang dikosumsi pasien mulai dari menghitung
frekuensi, menghitung volume urine, melihat jenis urine, dan gejala edema
meliputi melihat seberapa besar lokasi, luas dari edema, dan mengukur tanda-
tanda vital mulai dari tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh.

Diagnosa ketiga yaitu Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dengan


respon integumen ureum pada jaringan kulit dilakukan tindakan . pantau kadar
serum elektrolit yang abnormal, batasan cairan yang sesuai, monitor tanda-
tanda vital, berikan cairan yang sesuai, tingkatkan intake/cairan per oral, berikan
serat yang diresepkan untuk pasien, minimalkan asupan makanan dan minuman
dengan diuretic atau pencahar, jaga pencatatan intake/asupan dan output yang
aukurat, pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan.

5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang didapat pada pasien dilakukan selama lima hari pada
tanggal 21-25 maret 2019, dima evaluasi yang dilakukan menggunakan

Poltekkes Kemenkes Padang


51

metoda SOAP untuk mengetahui keefektifan dari tindakan keperawatan


yang dilakukan. Hasil evaluasi diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urine berhubungan dengan penurunan frekuensi urine teratasi
pada hari kelima dengan hasil evaluasi urine pasien sudah bertambah
menjadi 200 cc, dan edema pada kaki sudah mulai berkurang, sesak
nafas sudah tidak ada..

Hasil evaluasi pada diagnosa kedua kelebihan volume cairan


berhubungan dengan kelebihan asupan cairan yaitu pada hari kelima
masalah teratasi ditandai dengan intake dan output pasien sudah sedikit
teratasi, dan edema pada kaki sudah berkurang. Berdasarkan analisa
peneliti, implementsi yang berhasil untuk mengatasi masalah gangguan
eliminasi urine adalah memantau intake dan output 24 jam.

Hasil evaluasi pada diagnosa ketiga Kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan dengan respon integumen ureum pada jaringan
kulit yaitu pada hari kelima maasalah teratasi di tandai dengan gatal-
gatal pada badan sudah tidak ada, kulit sudah tidak bersisik, turgor kulit
sudah mulai baik.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
eliminasi urine pada pasien gagal ginjal kronis di ruang penyakit dalam Pria
RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2019, peneliti mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian yang didapatkan, pasien mengeluh Buang Air Kecil
sedikit, tidak ada nyeri saat Buang Air Kecil, BAK berwarna kuning,
dengan bau khas, kaki kiri dan kanan udema, badan terasa gatal-gatal,
turgor kulit jelek, kulit kering, CRT > 3 detik sesak nafas kalau
beraktivitas, penurunan nafsu makan, susah tidur dan rencana Pemasangan
CAPD.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini terdapat 3 diagnosa
keperawatan yaitu, gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
penurunan frekuensi urine, kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi.
3. berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus. intervensi
keperawatan tersebut terdiri dari Nursing interventions classification (NIC)
dan Nurrsing outcomes classification (NOC). Intervensi keperawatan yang
dilakukan diantaranya monitior eliminasi urine mulai dari pola eliminasi,
bau urine, jumlah urine, warna urine, frekuensi urine, lalu anjurkan kepada
keluarga untuk mencatat jumlah urine perhari,identifikasi masalah kencing
ada sebelumnya, berikan privasi pada pasien untuk eliminasi di dalam
ruangan.
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
peneliti susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada kasus
keperawatan seperti yang dilakukan adalah memonitor eliminasi urine
mulai dari memperhatikan pola eliminasi, monitor bau urine, menghitung
jumlah urine, monitor warna urine, menghitung frekuensi urine, lalu
menganjurkan kepada keluarga untuk mencatat output urine perhari supaya
dapat diketahui keseimbangan cairan dalam tubuh pasien, mengidentifikasi

52 Poltekkes Kemenkes Padang


masalah kencing yang ada sebelumnya seperti nyeri saat Buang Air Kecil,
memberikan privasi pada pasien untuk eliminasi di dalam ruangan dengan
memakai sketem.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama lima hari dalam bentuk SOAP.
Diagnosa dilakukan selama lima hari dan semua diagnosa teratasi sebagian
pada hari kelima. Hasil evaluasi didapatakan pasien mengatakan urine
sudah mulai bertambah 200 cc, dan edema pada kaki sudah berkurang,
gatal pada badan sudah tidak ada, kulit sudah sedikit bagus.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi direktur rumah sakit
Melalui direktur rumah sakit diharapkan perawat ruang dapat memantau
intake output secara akurat, memberikan asuhan keperawatan secara optimal
kepada pasien mulai dari melakukan pengkajian ulang kepada pasien hingga
data-data yang diperoleh mendukung untuk ditegakkan diagnosa serta rencana
dan tindakan keperawatan yang terealisasi sesuai dengan NIC serta evaluasi
yang dilakukan sesuai dengan NOC sehingga perawat ruangan dapat
mempertahankan dan memaksimalkan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara profesional dan komprehensif serta memberikan promosi
kesehatan dan penetalaksanaannya agar dampak dari penyakit ini bisa dicegah
lebih lanjut.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan pengkajian komprehensif
dan mengambil diagnosa keperawatan secara tepat menurut pengkajian
yang didapatkan, melaksanakan tindakan keperawatan dengan lebih
dahulu memahami masalah dengan baik, dan mendokumentasikan
hasil tindakan yang telah dilakukan .
b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan atau
memanfaatkan waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan
asuhan pada pasien dengan gangguan eliminasi urine pada kasus gagal
ginjal kronis untuk urine dan edema.

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz, 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar. Jakarta: Penerbit Salemba


Medika

Belian R. Alfians, dkk. (2017). Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal


Ginjal Kronik dengan Comorbid Faktor Diabetes Melitus dan Hipertensi di
Ruangan Hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-Jurnal
Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 2 (Diakses tanggal 27 november 2018)

Bulechek, G. M. (2016). Nursing Interventions Classification. Singapore: Elsevier

Dharma Paul. Seto. Dkk. 2015. Penyakit Ginjal. Yogyakarta: DAFA Publishing.

Fany Angraini. DKK. (2016) . Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Dapat Mencegah Overload Cairan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 19 No.3, November (2016).

Handayani. Rina Tri. 2013. Gambaran Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Dengan Kebutuhan Dasar Eliminasi Urin. http://www.e-
jurnal.com/2015/12/gambaran-pelaksanaan-asuhan-keperawatan_10.html

Haryono, Rudy. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Perkemihan.


Yogyakarta : Rapha Publishing

Hemodialisis, M., & Padang, M. D. (2015). Artikel Penelitian Gambaran Klinis


Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang, 7(1), 42–50. Retrieved from
http://www.scribd.cpm/document/392103686/778-1463-1-SM-pdf

Poltekkes Kemenkes Padang


Karlina,R.(2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan:CKD Di Ruangan Kenanga RSUD Ciamis. Retrievedfrom
http://ejournal.stikesmucis.ac.id/assets/dokumen/13DP277041.pdf

Kartika, I. I. (2017). Buku Ajar Dasar Riset Keperawatan dan Pengolahan Data
Statistik. Jakarta: Trans Info Medika.

Kementerian RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar : (RISKESDAS). Jakarta :


Balitbang Kemenkes RI ( Diakses Tanggal 27 November 2018)

Medical Record RSUP. Dr. M. Djamil Padang (2018)

Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan keperawatan gangguan sistem


perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. https://doi.org/10.1021/cm049643u

NANDA, I. (2015). NANDA International, Inc. diagnosis keperawatan: definisi &


klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna, et al, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Nursalam. (2011). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo E. & Pranata E. S.Kep, M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem


Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar. Nuha Medika : Yogyakarta

Tarwoto, W. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Occupational Medicine. Jakarta: Salemba Medika.
https://doi.org/10.1017/thg.2012.11

World Health Organization (2017). The Global Burden Of Kidney Desease And
The Sustainable Development Goals. Switzerland. 2017. ( Diakses Tanggal 27
November 2018)

Poltekkes Kemenkes Padang


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. Z
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status kawin : kawin
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : pedagang
Alamat : Luhak Nanduo pasaman barat
Diagnosa medis : CKD Stage V
Tanggal masuk : 20 maret 2019
No MR : 01.00.75.58

2. Identitas penanggung jawab


Nama :Ny. N
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Luhak Nanduo pasaman barat
Hubungan : istri

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama :
Pasien masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 20
maret 2019 jam 16.00 WIB. dengan keluhan utama karna mau pemasangan
CAPD. Dan mengeluh BAK sedikit.
2) Keluhan saat dikaji :

Poltekkes Kemenkes Padang


Tanggal 21 maret 2019 pukul 10.00 WIB, pasien mengeluh BAK sedikit
sejak 4 bulan yang lalu, tidak ada nyeri saat BAK, volume BAK 80 cc ,
berwarna kuning dengan bau khas,sesak nafas klw beraktifitas, pasien
terpasang oksigen, kaki kiri dan kanan pasien edema, badan terasa gatal,
kuit bersisik, turgor kulit > 3 detik, tidak ada nafsu makan, dan susah tidur.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Keluarga mengatakan pasien menderita penyakit CKD sudah sejak 1 tahun
yang lalu dan sudah pernah di rawat 3x. dan tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, jantung, diabetes melitus dan lainnya.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung, diabetes melitus dan lainnya.

4. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


a. Pola nutrisi : Keluarga mengatakan disaat sehat pasien makan 3 kali sehari
dengan meghabiskan nasi, lauk, sayur dengan porsi sedang dan minum air
putih ± 8 gelas sehari, saat sakit pasien mendapatkan makanan lunak dan
makanan tidak di habiskan dan minum air putih dibatasi.
b. Pola eliminasi : Keluarga mengatakan saat sehat pasien BAK ± 5-6 kali
sehari. Saat sakit pasien BAK ± sebanyak 80 cc per hari. Saat sehat BAB
lancar ± 1 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, saat
sakit sudah 4 hari pasien tidak BAB.
c. Pola istirahat dan tidur : Saat sehat keluarga mengatakan sehari-hari pasien
sibuk bekerja sebagai pedagang. Pasien pergi bekerja dari pagi sampai sore
dengan menggunakan motor. Saat sakit pasien tidak bisa beraktivitas dan
lebih banyak tidur. Semua aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga.
d. Aktivitas dan latihan : Saat sehat keluarga mengatakan sehari-hari pasien
sibuk bekerja sebagai pedagang. Pasien pergi bekerja dari pagi sampai sore
dengan menggunakan motor. Saat sakit pasien tidak bisa beraktivitas dan
lebih banyak tidur. Semua aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga.

5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
GCS : 7 (E4M5V6)
Kesadaran : somnolen
TTV : TD : 150/80 mmHg
HR : 114 x/ menit
RR : 21 x/ menit

Poltekkes Kemenkes Padang


Suhu : 36,90C

b. Kepala
Kepala tampak simetris, rambut tidak mudah rontok, tidak ada lesi di kepala
dan tidak ada kelainan.
c. Mata
Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil ada (+), sklera tidak
ikterik,penglihatan mata baik.
d. Hidung
Hidung simetris kiri dan kanan, tampak bersih tidak ada kotoran atau
sumbatan, tidak ada pernafasan cuping hidung, penciuman baik, lesi (-).
e. Mulut
Bibir pucat, mukosa bibir kering dan sedikit berbau.
f. Telinga
Tidak ada gangguan pendengaran, Telinga semitris kiri dan kanan, sedikit
kotor, tidak ada lesi.
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Thorak
Paru-paru
I : simetris kiri dan kanan, pernafasan normal, tidak ada pergerakan
dinding dada, tidak menggunakan otot bantu nafas
Pa : fremitus kiri dan kanan
Pe : bunyi sonor
Au : tidak ada bunyi nafas tambahan
Jantung
I : simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, ictus cordis tidak terlihat
Pa : iktus kordis tidak teraba
Pe : tidak ada pelebaran antung
Au : irama jantung reguler
i. Abdomen
I: tampak simetris, sedikit buncit dan tidak ada lesi

Poltekkes Kemenkes Padang


Pa : tidak ada nyeri tekan, hepar tidak teraba
Pe : bunyi timpani
A : bising usus (+) 13 x/menit
j. Ekstremitas
Atas : CRT < 3 detik, ekstremitas teraba hangat, terpasang IVFD NaCL
0.9% pada tangan kiri dengan 20 tts/ menit, edema (-), kulit kering, pada
ekstremitas bawah edema CRT > 2 detik, kulit kering, tungkai terasa lemah,
dan ADL di bantu keluarga.
6. Data psikologis
a. Status emosional
di dapatkan pasien Selama dirawat di Rumah Sakit sabar dengan
penyakitnya tidak ada emosian dengan keluarga maupun dengan pasien lain
yang satu ruangan dengannya.
b. Kecemasan
tidak merasa cemas dengan penyakitnya , karna ia yakin allah SWT sedang
mengujinya serta akan di beri kesembuhan.
c. Pola koping
tidak ada merasakan stress dengan lingkungan karna di temani oleh
keluarga dan anaknya dan sehari-hari
d. Gaya komunikasi
berkomunikasi dengan orang sekitar dengan bahasa minangkabau dengan
lancar tanpa ada gangguan dalam berbicara
e. Konsep diri
Pasien mengatakan ia yakin allah akan menyembuhkan penyakitnya, karna
allah SWT sedang mengujinya.

7. Data spiritual
Keluarga mengatakan disaat sehat pasien tampak shalat lima waktu.

Poltekkes Kemenkes Padang


8. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
No Pemeriksaaan Hasil Satuan Nilai normal
laboratorium
Hematologi (21 maret 2019)
Hemoglobin 11,1 g/dl 14-18
Leukosit 29.800 /mm3 5.000-10.000
Trombosit 573.000 /mm3 150.000-
400.000
Hematokrit 35 % 40-48
PT 10,3 Detik 10,00-13,60
APTT 46,6 Detik 29,90-39,40
D-Dimmer 1485,16 Mg/dl <500
Hematologi (22 maret 2019 )
Hemoglobin 11,9 g/dl 14-18
Leukosit 36,200 /mm3 5.000-10.000
Eritrosit 3,99 Juta 4,5-5,5
Trombosit 534.000 /mm3 150.000-
400.000
Hematokrit 37 % 40-48
Retikulosit 1,2 % 0,5-2
LED 112 Mm 0-10
MCV 92 fL 82-92
MCH 30 pg 27-31
MCHC 33 % 42-36
PT 11,5 detik 10,0-13,60
APTT 51,3 detik 29,20-39,40

Poltekkes Kemenkes Padang


Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan kimia klinik
Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
21 Maret 2019 Glukosa 183 Mg/dl <200
sewaktu
Ureum darah 189 Mg/dl 10,0-50,0
Kreatinin darah 7,5 Mg/dl 0,6-1,1
Kalsium 8,5 Mg/dl 8,1-10,4
Natrium 122 Mmol/L 136-145
Kalium 3,7 Mmol/L 3,5-5,1
Klorida serum 91 Mmol/L 97-111
23 maret 2019 Glukosa 180 Mg/dl <200
sewaktu
Ureum darah 20,7 Mg/dl 10,0-50,0
Asam urat 13,4 Mg/dl 3-7
Kalsium 8,5 Mg/dl 8,1-10,4
Natrium 122 Mmol/L 136-145
Kalium 4,3 Mmol/L 3,5-5,1
Klorida serum 79 Mmol/L 97-111

9. Program pengobatan
a. Asam folat : 1x/hari
b. Amlodipine 5gr : 1x/hari
c. Bicnat 50gr : 3x/hari
d. Cefoperazone 1gr : 2x/hari
e. Clipidogrel 75gr : 1x/hari
f. Metronidazol 5gr : 3x/hari
g. Cefixcine 100mg : 2x/hari

Poltekkes Kemenkes Padang


h. Metformin 500gr : 2x/hari
i. Glimepirida : 1x/hari
B. Analisa data
Nama Pasien : Tn. Z
Nomor Rekan Medis :

Data Etiologi Masalah


Ds : Penurunan frekuensi Gangguan eliminasi
- pasien mengatakan sudah 4 urine urine
bulan yang lalu BAK sedikit
- badan terasa lemah
- perut terasa tidak nyaman
seperti rasa kembung
Do :
- pasien tampak lemah
-tampak tidak nyaman karna
BAK sedikit
-mukosa bibir kering
- kaki kiri dan kanan pasien
edema

Ds : Gangguan mekanisme Kelebihan volume


-pasien mengatakan hanya regulasi cairan
minum air putih sebanyak
300cc
- BAK sedikit
- frekuensi 50-100 cc
- warna urine kuning
- bau urine khas
Do :
- turgor kulit pasien tampak
kering
- kaki kiri dan kanan edema
- TD: 150/80
- nadi: 114 x/i
- suhu: 36,9 C
- pernapasan :21 x/i
- 2019 leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)
Ds : integumen ureum pada Kerusakan integritas
- pasien mengatakan gatal di jaringan kulit kulit
bagian badan
Do :
- didapatkan kaki kanan dan

Poltekkes Kemenkes Padang


kiri pasien edema
- kulit pasien kering
- turgor kulit jelek.

C. Diagnosa keperawatan
Nama Pasien : Tn. Z
Nomor Rekan Medis :

No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Masalah Dipecahkan


Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Gangguan eliminasi urine 21 maret 21 maret
berhubungan dengan 2019 2019
penurunan frekuensi urine
2. Kelebihan volume cairan 21 maret 21 maret
berhubungan dengan 2019 2019
gangguan mekanisme regulasi
3. Kerusakan integritas kulit 21 maret 21 maret
berhubungan dengan respon 2019 2019
integumen ureum pada
jaringan kulit

Poltekkes Kemenkes Padang


D. Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Tn. Z
Nomor Rekan Medis :

No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi
NOC NIC
1. Gangguan eliminasi 1.urinary elimination kriteria elimination urine
urine berhubungan hasil: 1.monitor eliminasi urine,
dengan penurunan a.pola eliminasi termasuk frekuensi,
frekuensi urine b.baun urine konsistensi, bau, volume,
c.jumlah urine dan warna yang sesuai
d.warna urine 2.catat waktu eliminasi urin
e.frekuensi urine terakhir yang sesuai
2.urine continue Urine continue
Criteria hasil : 1.identifikasi output urine,
a.keinginan berkemih penyebab yang
b.lingkungan yang bebas membatalkan pola
hambatan untuk ke toilet berkemih, fungsi kognitif,
c.pengosongan kandung masalah kencing ada
kemih sebelumnya
d.jumlah intake cairan 2.berikan privasi untuk
eliminasi
3.jelaskan etiologi masalah
dan pelaksanaan untuk
tindakan

2. Kelebihn volume Setelah dilakukan Asuhan 11. Monitor intake dan


cairan berhubungan Keperawatan maka output
dengan gangguan didapatkan kriteria : 12. Timbang berat badan
mekanisme regulasi. tiap hari dengan
Keseimbangan Cairan : waktu yang tetap
f. Keseimbangan sama
intake dan output 13. Monitor edema perifer
dalam 24 jam sesuai 14. Batasi asupan natrium
kebutuhan sesuai indikasi
g. Tidak terjadinya 15. meliputi denyut nadi,
edema perifer tekanan darah
h. Tekanan darah 16. Monitor tanda
normal berkurangnya preload
i. Denyut nadi radial (peningkatan urine
normal output, perbaikan
Serum elektrolit normal suara paru abnormal,

Poltekkes Kemenkes Padang


penurunan tekanan
darah
17. Monitor data
laboratorium tentang
yang mendasari
penyebab terjadinya
hipervolemia
18. Batasi intake cairan
bebas pada pasien
19. Berikan obat yang
diresepkan untuk
mengurangi preload
20. Monitor adanya efek
pengobatan yang
berlebihan

Manajemen Elektrolit /
Cairan

Aktivitas :
11. Pantau kadar serum
elektrolit yang
abnormal
12. Timbang berat badan
harian
13. Berikan dan batasi
cairan yang sesuai
14. Monitor perubahan
status jantung atau
paru yang
menunjukkan
kelebihan cairan
15. Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan retensi
cairan
16. Monitor kehilangan
cairan
17. Monitor tanda-tanda
vital yang sesuai
18. Jaga pencatatan intake
/ output yang akurat
19. Pantau adanya tanda
dan gejala retensi
cairan
20. Monitor status
hemodinamik

Poltekkes Kemenkes Padang


Monitor cairan

Aktivitas :
11. Tentukan jumlah dan
jenis asuhan cairan
serta kebiasaan
eliminasi
12. Tentukan faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbangan
cairan
13. Monitor intake dan
output urine
14. Monitor penambahan
berat-badan
15. Monitor kadar serum
albumin dan elektrolit
16. Memantau membran
mukosa, turgor kulit
dan haus
17. Monitor warna
kuantitas dan berat
jenis urine
18. Berikan obat
farmakologis untuk
meningkatkan output
urine
19. Monitor tekanan
darah, denyut nadi,
dan status pernapasan
20. Berikan cairan yang
tepat

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan Asuhan Aktivitas aktivitas :


kulit berhubungan Keperawatan maka 1. pantau kadar serum
dengan respon didapatkan kriteria : elektrolit yang abnormal
integumen ureum 2.batasan cairan yang sesuai
pada jaringan kulit 3.monitor tanda-tanda vital
1. Volume darah mengalir 4.berikan cairan yang sesuai
Batasan melalui fistula 5.tingkatkan intake/cairan per
Karakteristik: 2. warna kulit area akses oral
1.Nyeri akut dyalisis) 6.berikan serat yang
2.gangguan 3. suhu kulit are akses diresepkan untuk pasien
integritas kulit Nadi perifer distal 7.minimalkan asupan
3.benda asing 4.Bruit makanan dan minuman
menusuk permukaan dengan diuretic atau pencahar
kulit 8.jaga pencatatan
intake/asupan dan output

Poltekkes Kemenkes Padang


yang aukurat
9.pantau adanya tanda dan
gejala retensi cairan
monitor manifestasi dari
ketidakseimbangan
elektrolit

E. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Hari/ tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi


waktu keperawatan keperawatan
21 maret Gangguan memonitor eliminasi S : - pasien mengatakan
2019 eliminasi urine : sudah 4 bulan yang lalu
(10.00- urine 1.memperhatikan pola BAK sedikit
14.00 WIB) berhubungan eliminasi - badan terasa lemah
dengan 2.monitor bau urine - perut terasa tidak
penurunan 3.monitor warna urine nyaman seperti rasa
frekuensi 4.menghitung frekuensi kembung
urine urine
5. menganjurkan kepada O : - pasien tampak
keluarga untuk mencatat lemah
output urine perhari -tampak tidak nyaman
supaya dapat diketahui karna BAK sedikit
keseimbangan cairan -mukosa bibir kering
dalam tubuh pasien - kaki kiri dan kanan
6.mengidentifikasi pasien edema
masalah kencing yang
ada sebelumnya seperti A : masalah belum
nyeri saat BAK teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- Memonitor tanda-
tanda vital
- Monitor intake
output 24 jam

Kelebihan 1.mempertahankan S : --pasien mengatakan


volume cairan catatan intake dan output hanya minum air putih
berhubungan cairan pasien yang akurat sebanyak 300cc
dengan supaya dapat mengetahui - BAK sedikit
gangguan perkembangan dari - frekuensi 50-100 cc
mekanisme pasien - warna urine kuning
regulasi 2.memonitor masukan - bau urine khas
makanan dan minuman
yang dikosumsi pasien O : - turgor kulit pasien
mulai dari menghitung tampak kering
frekuensi, menghitung - kaki kiri dan kanan

Poltekkes Kemenkes Padang


volume, melihat jenis edema
3.mengkaji hasil - TD: 150/80
laboratorium untuk - nadi: 114 x/i
memonitor cairan atau - suhu: 36,9 C
elektrolit pasien - pernapasan :21 x/i
leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- monitor edema
- monitor urine
- Monitor TTV
Kerusakan 1.pantau kadar serum S : - pasien mengatakan
integritas elektrolit yang abnormal gatal di bagian badan
kulit 2.batasan cairan yang
berhubungan sesuai O:-didapatkan kaki
dengan 3.monitor tanda-tanda kanan dan kiri pasien
dengan vital edema
respon 4.berikan cairan yang - kulit pasien kering
integumen sesuai - turgor kulit jelek
ureum pada 5.tingkatkan
jaringan kulit intake/cairan per oral, A : masalah belum
berikan serat yang teratasi
diresepkan untuk pasien, P : intervensi dilanjutkan
6.minimalkan asupan - Monitor TTV
makanan dan minuman - Monitor edema
dengan diuretic atau - Monitor turgor
pencahar kulit
7.jaga pencatatan
intake/asupan dan output
yang aukurat, pantau
adanya tanda dan gejala
retensi cairan.

22 maret Gangguan memonitor eliminasi S : -- pasien mengatakan


2019 eliminasi urine : sudah 4 bulan yang lalu
(10.00- urine 1.memperhatikan pola BAK sedikit
14.00 WIB) berhubungan eliminasi - badan terasa lemah
dengan 2.monitor bau urine - perut terasa tidak
penurunan 3.monitor warna urine nyaman seperti rasa
frekuensi 4.menghitung frekuensi kembung
urine urine
5. menganjurkan O : - pasien tampak
kepada keluarga untuk lemah
mencatat output urine -tampak tidak nyaman
perhari supaya dapat karna BAK sedikit
diketahui keseimbangan -mukosa bibir kering

Poltekkes Kemenkes Padang


cairan dalam tubuh - kaki kiri dan kanan
pasien pasien edema
6.mengidentifikasi -
masalah kencing yang A : masalah belum
ada sebelumnya seperti teratasi
nyeri saat BAK P : intervensi dilanjutkan
- Monitor TTV
- Monitor intake
output 24 jam
-
Kelebihan 1.mempertahankan S : --pasien mengatakan
volume cairan catatan intake dan output hanya minum air putih
berhubungan cairan pasien yang akurat sebanyak 300cc
dengan supaya dapat mengetahui - BAK sedikit
gangguan perkembangan dari - frekuensi 50-100 cc
mekanisme pasien - warna urine kuning
regulasi 2.memonitor masukan - bau urine khas
makanan dan minuman
yang dikosumsi pasien O : - turgor kulit pasien
mulai dari menghitung tampak kering
frekuensi, menghitung - kaki kiri dan kanan
volume, melihat jenis edema
3.mengkaji hasil - TD: 150/80
laboratorium untuk - nadi: 114 x/i
memonitor cairan atau - suhu: 36,9 C
elektrolit pasien - pernapasan :21 x/i
leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- monitor edema
- monitor urine
- Monitor TTV

Kerusakan 1.pantau kadar serum S : - pasien mengatakan


integritas elektrolit yang abnormal gatal di bagian badan
kulit 2.batasan cairan yang
berhubungan sesuai O:-didapatkan kaki
dengan 3.monitor tanda-tanda kanan dan kiri pasien
dengan vital edema
respon 4.berikan cairan yang - kulit pasien kering
integumen sesuai - turgor kulit jelek
ureum 5.tingkatkan
intake/cairan per oral, A : masalah belum
berikan serat yang teratasi
diresepkan untuk pasien, P : intervensi dilanjutkan
6.minimalkan asupan - Monitor TTV

Poltekkes Kemenkes Padang


makanan dan minuman - Monitor edema
dengan diuretic atau - Monitor turgor
pencahar kulit
7.jaga pencatatan
intake/asupan dan output
yang aukurat, pantau
adanya tanda dan gejala
retensi cairan.

23 maret Gangguan memonitor eliminasi S : -- pasien mengatakan


2019 eliminasi urine : sudah 4 bulan yang lalu
(11.00- urine 1.memperhatikan pola BAK sedikit
14.00 WIB) berhubungan eliminasi - badan terasa lemah
dengan 2.monitor bau urine - perut terasa tidak
penurunan 3.monitor warna urine nyaman seperti rasa
frekuensi 4.menghitung frekuensi kembung
urine urine
5. menganjurkan O : - pasien tampak
kepada keluarga untuk lemah
mencatat output urine -tampak tidak nyaman
perhari supaya dapat karna BAK sedikit
diketahui -mukosa bibir kering
keseimbangan cairan - kaki kiri dan kanan
dalam tubuh pasien pasien edema
6.mengidentifikasi -
masalah kencing yang A : masalah belum
ada sebelumnya teratasi
seperti nyeri saat BAK P : intervensi dilanjutkan
- Monitor TTV
- Monitor intake
output 24 jam

Kelebihan 1.mempertahankan S : --pasien mengatakan


volume cairan catatan intake dan output hanya minum air putih
berhubungan cairan pasien yang akurat sebanyak 300cc
dengan supaya dapat mengetahui - BAK sedikit
ganggun perkembangan dari - frekuensi 50-100 cc
mekanisme pasien - warna urine kuning
regulasi 2.memonitor masukan - bau urine khas
makanan dan minuman
yang dikosumsi pasien O : - turgor kulit pasien
mulai dari menghitung tampak kering
frekuensi, menghitung - kaki kiri dan kanan
volume, melihat jenis edema
3.mengkaji hasil - TD: 150/80
laboratorium untuk - nadi: 114 x/i
memonitor cairan atau - suhu: 36,9 C
elektrolit pasien - pernapasan :21 x/i

Poltekkes Kemenkes Padang


leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- monitor edema
- monitor urine
Monitor TTV
Kerusakan 1.pantau kadar serum S : - pasien mengatakan
integritas elektrolit yang abnormal gatal di bagian badan
kulit 2.batasan cairan yang
berhubungan sesuai O:-didapatkan kaki
dengan 3.monitor tanda-tanda kanan dan kiri pasien
dengan vital edema
respon 4.berikan cairan yang - kulit pasien kering
integumen sesuai - turgor kulit jelek
ureum pada 5.tingkatkan
jaringan kulit intake/cairan per oral, A : masalah belum
berikan serat yang teratasi
diresepkan untuk pasien, P : intervensi dilanjutkan
6.minimalkan asupan - Monitor TTV
makanan dan minuman - Monitor edema
dengan diuretic atau Monitor turgor
pencahar kulit
7.jaga pencatatan
intake/asupan dan
output yang aukurat,
pantau adanya tanda
dan gejala retensi
cairan
24 maret Gangguan memonitor eliminasi S : -- pasien mengatakan
2019 eliminasi urine : sudah 4 bulan yang lalu
(11.00- urine 1.memperhatikan pola BAK sedikit
14.00 WIB) berhubungan eliminasi - badan terasa lemah
dengan 2.monitor bau urine - perut terasa tidak
penurunan 3.monitor warna urine nyaman seperti rasa
frekuensi 4.menghitung frekuensi kembung
urine urine
5. menganjurkan O : - pasien tampak
kepada keluarga untuk lemah
mencatat output urine -tampak tidak nyaman
perhari supaya dapat karna BAK sedikit
diketahui keseimbangan -mukosa bibir kering
cairan dalam tubuh - kaki kiri dan kanan
pasien pasien edema
6.mengidentifikasi -
masalah kencing yang A : masalah belum
ada sebelumnya seperti teratasi

Poltekkes Kemenkes Padang


nyeri saat BAK P : intervensi dilanjutkan
- Monitor TTV
- Monitor intake
output 24 jam

Kelebihan 1.mempertahankan S : --pasien mengatakan


volume cairan catatan intake dan output hanya minum air putih
berhubungan cairan pasien yang akurat sebanyak 300cc
dengan supaya dapat mengetahui - BAK sedikit
gangguan perkembangan dari - frekuensi 50-100 cc
mekanisme pasien - warna urine kuning
regulasi 2.memonitor masukan - bau urine khas
makanan dan
minuman yang O : - turgor kulit pasien
dikosumsi pasien tampak kering
mulai dari menghitung - kaki kiri dan kanan
frekuensi, menghitung edema
volume, melihat jenis - TD: 150/80
3.mengkaji hasil - nadi: 114 x/i
laboratorium untuk - suhu: 36,9 C
memonitor cairan atau - pernapasan :21 x/i
elektrolit pasien leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
- monitor edema
- monitor urine
Monitor TTV
Kerusakan 1.pantau kadar serum S : - pasien mengatakan
integritas elektrolit yang abnormal gatal di bagian badan
kulit 2.batasan cairan yang
berhubungan sesuai O:-didapatkan kaki
dengan 3.monitor tanda-tanda kanan dan kiri pasien
dengan vital edema
respon 4.berikan cairan yang - kulit pasien kering
integumen sesuai - turgor kulit jelek
ureum pada 5.tingkatkan
jaringan kulit intake/cairan per oral, A : masalah belum
berikan serat yang teratasi
diresepkan untuk pasien, P : intervensi dilanjutkan
6.minimalkan asupan - Monitor TTV
makanan dan minuman - Monitor edema
dengan diuretic atau Monitor turgor kulit
pencahar
7.jaga pencatatan
intake/asupan dan
output yang aukurat,

Poltekkes Kemenkes Padang


pantau adanya tanda
dan gejala retensi
cairan
25 maret Gangguan 1.memperhatikan pola S : -- pasien mengatakan
2019 eliminasi eliminasi sudah 4 bulan yang lalu
(15.00- urine 2.monitor bau urine BAK sedikit
18.00 WIB) berhubungan 3.monitor warna urine - badan terasa lemah
dengan 4.menghitung frekuensi - perut terasa tidak
penurunan urine nyaman seperti rasa
frekuensi 5. menganjurkan kembung
urine kepada keluarga untuk
mencatat output urine O : - pasien tampak
perhari supaya dapat lemah
diketahui -tampak tidak nyaman
keseimbangan cairan karna BAK sedikit
dalam tubuh pasien -mukosa bibir kering
6.mengidentifikasi - kaki kiri dan kanan
masalah kencing yang pasien edema
ada sebelumnya
seperti nyeri saat BAK A: masalah teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Kelebihan 1.mempertahankan S : --pasien mengatakan
volume cairan catatan intake dan output hanya minum air putih
berhubungan cairan pasien yang akurat sebanyak 300cc
dengan supaya dapat mengetahui - BAK sedikit
gangguan perkembangan dari - frekuensi 50-100 cc
mekanisme pasien - warna urine kuning
regulasi 2.memonitor masukan - bau urine khas
makanan dan
minuman yang O : - turgor kulit pasien
dikosumsi pasien tampak kering
mulai dari menghitung - kaki kiri dan kanan
frekuensi, menghitung edema
volume, melihat jenis - TD: 150/80
3.mengkaji hasil - nadi: 114 x/i
laboratorium untuk - suhu: 36,9 C
memonitor cairan atau - pernapasan :21 x/i
elektrolit pasien leukosit 14.370 mm3
(5000-10.000/mm3)

A: masalah teratasi
sebagai
P : intervensi dilanjutkan
Kerusakan 1.pantau kadar serum S : - pasien mengatakan
integritas elektrolit yang abnormal gatal di bagian badan
kulit 2.batasan cairan yang
berhubungan sesuai O:-didapatkan kaki

Poltekkes Kemenkes Padang


dengan 3.monitor tanda-tanda kanan dan kiri pasien
dengan vital edema
respon 4.berikan cairan yang - kulit pasien kering
integumen sesuai - turgor kulit jelek
ureum pada 5.tingkatkan
jaringan kulit intake/cairan per oral, A : masalah teratasi
berikan serat yang sebagian
diresepkan untuk pasien, P : intervensi dilanjutkan
6.minimalkan asupan
makanan dan minuman
dengan diuretic atau
pencahar
7.jaga pencatatan
intake/asupan dan
output yang aukurat,
pantau adanya tanda
dan gejala retensi
cairan

Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang
Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai