Anda di halaman 1dari 153

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


OKSIGENASI PADA PASIEN BRONKOPNEUMONIA DI
RUANGAN HCU ANAK IRNA KEBIDANAN DAN
ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

SILVIA AUDIA PUTRI


NIM: 143110267

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017

Poltekkes Kemenkes Padang


POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


OKSIGENASI PADA PASIEN BRONKOPNEUMONIA DI
RUANGAN HCU ANAK IRNA KEBIDANAN DAN
ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan Program Studi Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

SILVIA AUDIA PUTRI


NIM: 143110267

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017

Poltekkes Kemenkes Padang


ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Oksigenasi pada Pasien
Bronkopneumonia di Ruangan HCU Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2017“.

Penulisan karya tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat penelitian Karya Tulis Ilmiah untuk mencapai gelar Diploma III pada
Program Studi D-III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Peneliti
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan karya tulis ilmiah, sangatlah sulit bagi
peneliti untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terimaksih kepada:

1. Ns. Suhaimi, S.Kep, M.Kep selaku dosen pembimbing I yang telah


menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Tasman, M.Kep, Sp.Kom selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Biomed selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementrian Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.
5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang.
6. Bapak/Ibu Staf dan Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan
bekal ilmu untuk bekal peneliti.
7. Bapak/Ibu Direktur dan Staf Rumah Sakit yang telah banyak membantu
dalam usaha memperoleh data yang peneliti perlukan.

iii
8. Kepada “Kedua Orang Tua” tersayang yang telah memberikan dorongan,
semangat, doa restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata yang
dapat Ananda utarakan selain terima kasih dan semoga Allah SWT selalu
memberikan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya kita semua.
9. Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
10. Teman-temanku yang senasip dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi D-III Keperawatan Padang Tahun 2013.
Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat khususnya
bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Aaminn.

Padang, 14 Juni 2017

Peneliti

iv
v
vi
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Juni
2017 Silvia Audia Putri
Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Oksigenasi pada Pasien
Bronkopneumonia di Ruangan HCU Anak IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr.M. Djamil Padang Tahun 2017
xi+ 98 halaman, 4 tabel, 8 lampiran
ABSTRAK
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
berapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat tyang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing. Peradangan yang
disebabkan oleh bakteri dapat menimbulkan obstruksi jalan napas sehingga pasien
mengalami hipoksia yang ditandai dengan gejala sesak napas. Pada tingkat
hipoksia pasien sangat membutuhkan bantuan oksigen dengan cara pemberian
yang tepat. Profil Dinas Kesehatan Padang 2014 menunjukkan bahwa kasus
pneumonia pada balita di Sumatra Barat yaitu sebanyak 13.384 kasus.
Berdasarkan Profil RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun 2014 didapatkan data 10
penyakit terbanyak rawat inap tahun 2014 pada urutan pertama yaitu penyakit
Bronchopneumonia sebanyak 801 kasus. Tujuan penelitian yaitu dideskripsikan
hasil asuhan keperawatan pada pasien bronkopneumonia dengan gangguan
oksigenasi pada anak.
Desain penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Cara
pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Tempat penelitian
diruangan HCU anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dimulai pada bulan Januari
sampai Juni tahun 2017. Jumlah populasi sebanyak 5 orang, sampel yang diambil
sebanyak 2 orang dengan cara simple random sampling. Instrumen yang
digunakan yaitu format asuhan keperawatan pada anak.
Hasil pengkajian pada kedua kasus mengeluh sesak saat bernapas, nafas
takipneu, suara napas bronkovaskuler, terdapat pergerakan dinding dada dan
terdapat infiltrat pada perikardial paru. Diagnosa yang utama muncul yaitu
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya gangguan ventilasi,
setelah dilakukan implementasi selamat 5 hari didapatkan diagnosa
ketidakefektifan pola napas teratasi sebagian.
Saran untuk perawat ruangan lebih meningkatkan perencanaan pulang
(discharge planning) pada pasien bronkopneumonia supaya anak tidak berulang
ke rumah sakit dengan penyakit yang sama.

Kata Kunci : Gangguan Oksigenasi + Bronkopneumonia


Daftar Pustaka : 28 (2012- 2017)

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
LEMBAR ORISINALITAS................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................vi
ABSTRAK..........................................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................8
C. Tujuan Penelitian..................................................................................8
D. Manfaat Penelitian................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Gangguan Oksigenasi.............................................................10
1. Pengertian Oksigen.......................................................................10
2. Peran Sistem Tubuh dalam Oksigenasi........................................11
3. Proses Pernapasan........................................................................13
4. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pernapasan...................................17
5. Perubahan Fungsi Pernapasan......................................................18
6. Pengertian Terapi.........................................................................18
7. Tujuan Pemberian Terapi Oksigen...............................................19
8. Indikasi Pemberian Terapi Oksigen.............................................19
9. Metode Pemberian Terapi Oksigen..............................................20
10. Jenis-Jenis Metode Pemberian Terapi Oksigen............................21
11. Jenis-Jenis Kekurangan Oksigen..................................................23
12. Faktor Mempengaruhi Oksigenasi................................................25
13. Hal-Hal yang Diperhatikan dalam Terapi Oksigen......................27
14. Analisa Gas Darah Arteri..............................................................27
15. Efek Samping Terapi Oksigen......................................................29
16. Evaluasi Terapi Oksigen...............................................................30
17. Kontraindikasi Terapi Oksigen.....................................................30
18. Penghentian Terapi Oksigen.........................................................31
19. Tanggung Jawab Perawat Terapi Oksigen....................................31
B. Konsep Bronkopneumonia dengan Gangguan Oksigenasi..................32
1. Pengertian Bronkopneumonia.......................................................32
2. Etiologi Bronkopneumonia...........................................................32
3. Manifestasi Klinis Bronkopneumonia..........................................33
4. Patofisiologi..................................................................................34
5. Penatalaksanaan Bronkopneumonia.............................................37
6. Komplikasi Penyakit Bronkopneumonia......................................38
C. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis.................................................38
1. Pengkajian.....................................................................................38
viii
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul...........................49
3. Rencana Keperawatan..................................................................50

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................62


A. Desain Penelitian..................................................................................62
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................62
C. Subjek Penelitian..................................................................................62
D. Alat/Instrument Pengumpulan Data......................................................63
E. Cara Pengumpulan Data.......................................................................66
F. Jenis-Jenis Data.....................................................................................67
G. Rencana Analisis...................................................................................67

BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN


A. Tempat............................................................................................ 68
B. Kasus.....................................................................................................69
C. Pembahasan Kasus...............................................................................87

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................97
B. Saran...................................................................................................98

DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hipoksemia berdasarkan hasil AGD.....................................................23


Tabel 2.2 Analisa data...........................................................................................44
Tabel 2.3 Diagnosa Keperawatan NANDA, NIC-NOC 2016...............................50
Tabel 2.4 Deskripsi Asuhan Keperawatan pada Kasus 1 dan Kasus 2.................69

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Studi Kasus


Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 3 Informed Consent
Lampiran 4 Asuhan Keperawatan Responden Kasus
1 Lampiran 5 Asuhan Keperawatan Responden Kasus
1 Lampiran 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 7 Absen Penelitian di Ruangan Anak
Lampiran 8 Surat Tanda Selesai Penelitian

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai bagian integral yang berintegrasi satu sama lainnya dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang
harus dipengaruhi secara memuaskan melalui proses homeostatis, baik
fisiologis maupun psikologis. Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang
sangat penting, bermanfaat atau diperlukan untuk menjaga homeostatis dan
kehidupan itu sendiri. Banyak ahli filsafat, psikologis dan fisiologis
menguraikan kebutuhan manusia dan membahasnya dari berbagai segi.
Abraham Maslow seorang psikologi dari Amerika mengembangkan teori
tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hirarki
Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Hirarki tersebut meliputi lima kategori
kebutuhan dasar, yakni : kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan
rasa aman, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri
dan kebutuhan aktualisasi diri (Ernawati, 2012).

Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow.


Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum
terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibanding
kebutuhan yang lainnya. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak
dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam
kebutuhan fisiologis yaitu : kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi
urine dan fekal, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktifitas, kebutuhan
kesehatan temperatur tubuh dan kebutuhan seksual (Saputra, Lyndon, 2013).

Kebutuhan fisiologis utama dari manusia adalah oksigen dan pertukaran gas.
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh. Komposisi udara terdiri atas 20,98 % oksigen, 0,04%

Poltekkes Kemenkes Padang


karbondioksida, 78,6% nitrogen dan 0,92% unsur lainnya, seperti argon dan
helium. Konsentrasi oksigen bervariasi. Pada daerah yang tinggi konsentrasi
oksigen semakin berkurang dan semakin rendah. Pada manusia, oksigen
sangat diperlukan untuk kelangsungan fungsi sel/ jaringan, berperan dalam
metabolisme aerob, dan menghasilkan 36 adenosin trifosfat (ATP). Bila sel/
jaringan tidak cukup mendapatkan oksigen untuk kebutuhan metabolismenya
maka akan terjadi hipoksia jaringan dan memicu terjadinya metabolisme
anaerob yang menghasilkan sedikit energi (2ATP) dan asam laktat (Lusianah,
dkk, 2012).

Pemenuhan kebutuhan oksigen sangat ditentukan oleh keadekuatan sistem


pernapasan, sistem kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Poston, 2009).
Setiap pasien yang mengalami kerusakan oksigenasi terutama pada tingkat
jaringan atau hipoksia merupakan suatu kondisi yang mengancam kehidupan.
Apabila tidak ditangani, kondisi ini menyebabkan disritmia jantung, yang
mengakibatkan kematian. Hipoksia ditangani dengan pemberian oksigen dan
mengobati penyebab yang mendasari hipoksia, seperti obstruksi jalan napas
(Potter & Perry, 2012). Pemberian oksigen pada pasien perlu mendapat
perhatian khusus karena pada pemberian yang tidak tepat dapat menimbulkan
efek yang tidak diharapkan seperti depresi pernapasan atau keracunan
oksigen. Cara yang tepat pemberian oksigen adalah didasarkan pada hasil
pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) melalui perhitungan dengan
menggunakan rumus. Melalui perhitungan ini dapat ditentukan banyaknya
konsentrasi oksigen yang diberikan serta dapat memilih alat yang dipakai
dalam pemberian oksigen.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Widiyanto dan L.S
Yamin (2013) dalam terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen
melalui pemerikasaan oksimetri pada pasien infark miokard akut (IMA) di
ruang IRD RSUD Dr. Moewardi Surakarta, menyatakan bahwa penelitian
dilakukan terhadap 38 responden sebelum diberikan terapi oksigen
didapatkan nilai saturasi oksigen semua responden yaitu sebanyak 38 (100%)
mengalami hipoksia ringan. Sedangkan dari hasil penelitian saturasi oksigen
sesudah pemberian terapi oksigen binasal kanul pada pasien infark miokard
yang telah dilakukan penelitian diketahui bahwa 38 responden yang
mendapatkan terapi oksigen didapatkan sebanyak 32 (84,2%). Meningkatnya
volume oksigen dalam hal ini FiO2 yang masuk kedalam paru-paru maka
secara tidak langsung juga menambaha kapasitas difusi paru dan meningkat
tekanan parsial O2 (PO2) akan semakin banyak oksigen yang dapat diikat oleh
hemoglobin untuk dihantarkan ke jaringan diseluruh tubuh sehingga dpaat
mengembalikan saturasi oksigen ke nilai normal. Responden yang mengalami
peningkatan saturasi oksigen dari hipoksia ringan menjadi normal dan
sebanyak 6 orang (15,8%) responden tetap pada hipoksia ringan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrizal, dkk (2014) dalam


pengaruh terapi oksigen menggunakan non-rebeathing mask terhadap
tekanan tekanan parsial CO2 darah pada pasien cedera kepala sedang terhadap
16 sampel pasien cerdera kepala sedang dari bulan Desember 2012 sampai
Januari 2013 yang masuk IGD RS. Dr. M. Djamil Padang didapatkan nilai
rata-rata PCO2 sebelum dan sesudah terapi oksigen menggunakan non-
rebreathing mask masing-masing 32,06 ± 6,35 dan 39,00 ± 3,74. Nilai pH
darah setelah pemberian terapi ini 75% berada pada nilai normal. Kesimpulan
dari penelitian ini yaitu nilai pH darah setelah terapi oksigen menggunakan
non- rebreathing mask sebagian besar dalam batas normal, nilai PCO2 darah
setelah terapi oksigen menggunakan non-rebreathing mask sebagian besar
dibawah normal dan terjadi penurunan PCO2 darah pada terapi oksigen
menggunakan non-rebreathing mask.

Gangguan oksigenasi dapat terjadi pada semua kelompok usia yaitu usia bayi,
balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Anak yang dirawat diruang
rawat anak, diantaranya berada dalam kondisi kritis dan sebagian besar
mengalami masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Pada usia anak-anak penyakit yang sering mengalami masalah gangguan
oksigenasi yaitu penyakit bronkhopneumonia, infeksi saluran nafas atas,
tuberkulosis, asma, bronkitis, emfisema dan kanker paru. Salah satu penyakit
pada anak yang sering dirawat di rumah sakit yang mengalami masalah
gangguan oksigenasi yaitu bronkhopneumonia (Rahajoe, N Nastiti, dkk,
2008).

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu ataubeberapa


lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltratyang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.Infeksi saluran
napasbawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan,
baik dinegara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju (Fadhila A,
2013). Sujono & Sukarmi dalam Mardiathul (2016) bronkopneumonia adalah
suatu cadangan pada parenkim pada paru yang meluas sampai bronkioli atau
kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran
langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan Dharmayanti


(2014) kejadian pneumonia pada anak balita adalah berdasarkan diagnosis
oleh petugas kesehatan maupun gejala yang dirasakan/diamati, yaitu
berjumlah 3.320 orang (4,0%). Berdasarkan hasil analisis multivariat, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap pneumonia pada balita adalah jenis
kelamin, tipe tempat tinggal, pendidikan ibu, tingkat ekonomi/kuintil indeks
kepemilikan, letak dapur, keberadaan/kebiasaan membuka jendela dan
ventilasi kamar tidur. Hal ini berarti bahwa faktor sosial, demografi, ekonomi
dan lingkungan rumah secara bersama-sama berperan terhadap kejadian
pneumonia pada balita di Indonesia.

Asuhan Keperawatan pada pasien bronkopneumonia tetap melakukan metode


keperawatan berupa pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan dan
dokumentasi keperawatan hal tersebut terintegrasi dalam fungsi manajemen
perencanaan. Intervensi, indikasi, dan tujuan terintegrasi dalam fungsi
pengorganisasian. Implementasi keperawatan terintegrasi dalam fungsi
manajemen pengarahan, dan evaluasi terintegrasi dalam fungsi manajemen
pengawasan. Integrasi tersebut menyimpulkan bahwa manajemen terapi
oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dalam pemberian oksigen
pada pasien (Marques & Huston, 2010).

Pada anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi, peran perawat


perlu membantu anak supaya kebutuhan oksigenasi anak terpenuhi agar
tubuh mampu melanjutkan fungsi sehingga anak kuat dan mampu melawan
ketidakmampuan. Pengkajian keperawatan pada sistem pernapasan adalah
salah satu dari komponen dari proses keperawatan yang merupakan suatu
usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan sistem
pernapasan klien meliputi usaha pegumpulan data tentang status kesehatan
seseorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan (Muttaqin, Arif, 2008). Intervensi keperawatan untuk
meningkatkan dan mempertahankan oksigenasi seperti perilaku peningkatan
kesehatan dan upaya pencegahan, pengaturan posisi, teknik batuk, dan
intervensi mandiri dan intervensi tidak mandiri, seperti terapi oksigen, teknik
inflasi paru, hidrasi, fisioterapi dada, dan obat-obatan (Potter & Perry, 2012).

World Health Organization [WHO] (2014) mengatakan bahwapneumonia


mempengaruhi anak-anak dan paling umum dikawasan Asia Selatan dan sub-
Sahara Afrika. Di negara berkembang salah satu yaitu Indonesia jumlah kasus
pneumonia pada balita yaitu sebanyak 657.490 kasus (29,47%). Angka
kematian akibat pneumonia pada balita tertinggi pada kelompok balita
terutama usia <1 tahun. Angka kematian akibat penumonia pada balita
sebesar 0,08% lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar
1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 0,11%
dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,06%.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), menunjukkan prevalensi
nasional infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu sebesar 25 %, insiden
dan prevalensi Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5 persen, dan
terjadi peningkatan prevalensi pneumonia pada semua umur dari 2,1 % pada
tahun 2007 menjadi 2,7 % pada tahun 2013. Insiden tertinggi pneumonia
balita terdapat pada kelompok umur 12 23 bulan (21,7%). Lima provinsi yang
mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur
adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan
Sulawesi Selatan (Rikesdas, 2013).

Profil Dinas Kesehatan Padang 2014, menunjukkan bahwa penyakit ISPA


yang paling menjadi perhatian dalam kesehatan masyarakat adalah
pneumonia, karena penyakit ini merupakan penyakit paling banyak (80-90%)
menyebabkan kematian khususnya pada balita diantara penyakit ISPA
lainnya. Kasus pneumonia pada balita di Sumatra Barat yaitu sebanyak
13.384 kasus (27,11%). Pada tahun 2014 cakupan pneumonia Sumatra Barat
baru mencapai 27%. Perbandingan tahun 2013 cakupan pneumonia Sumatra
Barat baru mencapai 21,19% (Profil DinKes Kota Padang 2013). Berdasarkan
data tersebut terjadi peningkatan cakupan pneumonia di Sumatra Barat
sebanyak 5,81% yaitu dari 21,19% menjadi 27%.

Berdasarkan Profil RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun 2014 didapatkan


data 10 penyakit terbanyak rawat inap tahun 2014 pada urutan pertama yaitu
penyakit Bronchopneumonia sebanyak 801 kasus, Congeestive Heart Failure
590 kasus, Chronic Renal Failure 482 kasus, Other Specified Injuries Of
Head 409 kasus, Acute Lymphoblastic Leukimia 385 kasus, Beta
Thalassaemia 351 kasus, Malignant Neoplasma Of Ovary 309 kasus,
Concussion 277 kasus, Cervix Uteri 250 kasus, Dengue Haemorrhagic Fever
234 kasus (Profil RSUP. DR. M. Djamil Padang, 2014).
Berdasarkan dari catatan rekam medik RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun
2015 jumlah pasien bronkopneumonia sebanyak 769 kasus dari 23.847
(0,03%) jumlah pasien masuk di seluruh IRNA RSUP. DR. M. Djamil
Padang tahun 2015.

Pada saat peneliti melakukan survai awal pada tanggal 20 bulan Januari tahun
2017 di ruangan rawat inap HCU Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
ditemukan adanya pasien bronkopneumonia yang sedang menjalankan
perawatan sebanyak 2 orang berjenis kelamin laki-laki dan berusia 5 tahun,
dari hasil survai diagnosa keperawatan utama yaitu ketidakefektifan pola
nafas dengan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keluhan pasien sudah
dilakukan seperti pemberian oksigen, kompres saat pasien demam,
melakukan pengeluaran sekret, pemberian cairan parenteral sesuai dengan
berat badan, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan kalori yang cukup serta
tindakan kolaborasi lainnya. Dari hasil survei didapatkan dalam melakukan
pengkajian perawat sudah melakukan pengkajian melalui hasil pemeriksaan
fisik, wawancara, dan observasi, sehingga keluhan pasien sudah
terdokumentasi dengan baik, diagnosa yang diteggakan yaitu ketidakefektifan
pola napas. Pasien diberikan tindakan terapi oksigen nasal kanul 2 liter/ menit
dengan pernapasan > 30 kali/ menit. Dalam pemberian terapi oksigen sudah
diberikan dengan benar susuai dengan prosedur pemberian dan sudah
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.Respon pasien pada saat peneliti
melakukan survei di hari rawatan ke tiga dari hasil observasi peneliti
menemukan pasien masih tampak terlihat sesak dibuktikan dari adanya
retraksi dinding dada. Peneliti melihat bahwa perawat masih belum maksimal
dalam mengevaluasi tindakan pemberian terapi oksigen seperti pemantauan
terapi oksigen.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian


“Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Oksigenasi pada Pasien
Bronkopneumonia di Ruangan HCU Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017“.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan diangkat oleh peneliti adalah “Bagaimana
Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Oksigenasi pada Pasien
Bronkopneumonia di Ruangan HCU Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dideskripsikan hasil asuhan keperawatan dengan gangguan oksigenasi
pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU anak IRNA kebidanan
dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus
a. Dideskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan dengan
gangguan oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU
anak IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2017.
b. Dideskripsikan hasil rumusan diagnosa keperawatan dengan gangguan
oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU anak
IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
c. Dideskripsikan hasil rencana keperawatan dengan gangguan
oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU anak
IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
d. Dideskripsikan hasil tindakan keperawatan dengan gangguan
oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU anak
IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
e. Dideskripsikan hasil evaluasi keperawatan dengan gangguan
oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di ruangan HCU anak
IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Pengembangan Keilmuan
a. Peneliti
Diharapkan menambah wawasan dan pengalaman nyata bagi peneliti
dalam memberikan asuhan keperawatan oksigenasi pada pasien dengan
bronkopneumonia.
b. Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan oleh
mahasiswa prodi D III Keperawatan Padang untuk peneliti selanjutnya.
2. Institusi Pelayanan
a. RSUP. Dr. M. Djamil Padang
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan
bagidirektur RSUP. Dr. M. Djamil beserta petugas pelayanan
keperawatan dalam meningkatkan kualitas penerapan asuhan
keperawatan nyeri pada pasien fraktur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar gangguan oksigenasi


1. Pengertian oksigen
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan
tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler, dan
keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan
keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian
jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Anggraini & Hafifah,
2014).

Oksigen merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem


(kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan
secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan
proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat
bernapas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari
lingkungan dan menghembuskan udara untuk mengeluarkan karbon
dioksida ke lingkungan (Saputra, Lyndon, 2013).

Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel


tubuh. Di dalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan
energi. Salah satu hasil pembakaran tersebut adalah karbon dioksida.
Karbon dioksida akan diangkut melalui pembuluh darah ke paru-paru
untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh (Saputra, Lyndon, 2013).

Kebutuhan oksigenasi berhubungan erat dengan fungsi sirkulasi udara


yang ada pada tubuh manusia. Fungsi sirkulasi udara ini biasanya disebut
juga dengan istilah respirasi atau pernapasan. Definisi respirasi atau
pernafasan yaitu suatu aktivitas yang berperan dalam proses suplai
oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbon dioksida (hasil
pembakaran sel). fungsi dari respirasi adalah menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta
mengeluarkan karbon dioksida hasil metabolisme sel secara terus menerus
(Soemantri, 2009).

2. Peran sistem tubuh dalam oksigenasi


Sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem pernapasan
atau sistem respirasi. Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu sistem pernapasan atas dan sistem pernapasan bawah. Paru-paru
termasuk dalam organ yang mengatur pernapasan. Saluran pernapasan
dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
a. Saluran pernapasan bagian atas
1) Hidung atau mulut.
2) Faring.
3) Laring.
b. Saluran pernapasan bagian bawah
1) Trakea.
2) Percabangan bronkus.
3) Alveoli.
4) Paru-paru kiri dan kanan.

(Saputra, Lyndon, 2013)

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), pemenuhan kebutuhan oksigen


tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem pernapasan, sistem
kardiovaskuler, dan sistem hematologi.

a. Sistem pernapasan atau respirasi


Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin
ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh
dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil
dari atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran
gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen
akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam
proses metabolisme. Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan
oksigen di atmosfer, kemudian oksigen masuk melalui organ
pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut, faring, laring, dan
selanjutnya masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakea,
bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (segmental),
terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk
jalan masuknya udara ke organ pernapasan bagian bawah, organ
pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk pertukaran gas, proteksi
terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian bawah,
menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas. Sedangkan fungsi
organ pernapasan bagian bawah, selain sebagai tempat untuk
masuknya oksigen, berperan juga dalam proses difusi gas.

1) Jenis pernapasan
a) Pernapasan internal, adalah proses dimana terjadi pertukaran
gas antar sel jaringan dengan cairan sekitarnya yang sering
melibatkan proses metabolisme tubuh.
b) Pernapasan eksternal, adalah proses dimana masunya oksigen
dan keluarnya dari tubuh.
(Ernawati, 2012).
2) Mekanika pernapasan
Selama inspirasi volume rongga toraks meningkat dan udara
tertarik kedalam paru. Peningkatan volume ini disebabkan
sebagian oleh kontraksi diafragma, yang menyebabkan diafragma
mendatar, dan sebagian lagi disebabkan oleh kerja otot interkostal
yang mengangkat iga sehingga terjadi perluasan daerah potongan
melintang thoraks. Udara inspirasi mengalir kebawah sampai
sekitar bronkiolus terminalis dengan aliran yang besar. Setelah
titik tersebut, daerah potongan melintang kombinasi pada jalan
napas menjadi sangat luas, sedemikian rupa sehingga kecepatan
maju gas menjadi kecil. Difusi gas di dalam jalan napas kemudian
mengambil alih sabagai mekanisme ventilasi yang dominan di
dalam zona respirasi.
Paru bersifat elastis dan selama pernapasan saat istirahat,
ekspirasi terjadi ketika paru secara pasif kembali ke volume
sebelum inspirasi.
Olahraga berat, dispnea, dan faktor-faktor lainnya dapat
mengakibatkan penggunaan otor respirasi tambahan. Otot-otot ini
termasuk otot abdomen, sternokleidomastoid, dan pektoral
(Francis, Caia, 2011).
b. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga berperan dalam proses oksigenasi ke
jaringan tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen.
Oksigen ditransportasikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Aliran darah yang adekuat hanya dapat terjadi apabila fungsi jantung
normal. Dengan demikian, kemampuan oksigenasi pada jaringan
sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung
yang adekuat dapat dilihat dari kemampuan jantung memompa darah
dan perubahan tekanan darah (Tarwoto & Wartonah ,2011).
c. Sistem hematologi
Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah
merah, karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu
mengikat oksigen. Hemoglobin merupakan molekul yang
mengandung empat subunit protein globular dan unit heme. Setiap
molekul hemoglobin dapat mengikat empat molekul oksigen dan
membentuk ikatan oxy-hemoglobin (HbO2) dengan reaksi: Hb + O 2
HbO2 (Tarwoto & Wartonah ,2011).

3. Proses pernapasan
Proses pernapasan terdiri dari tiga tahapan yaitu ventilasi, difusi dan
transportasi.
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran uadara antara atmosfir dengan
alveoli. Masuknya oksigen atmosfir ke dalam alveoli dan keluarnya
karbon dioksida dari alveoli ke atmosfir yang terjadi saat respirasi
(inspirasi-ekspirasi). Proses ventilasi terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara atmosfir dan alveolus paru. Ventilasi membutuhkan
koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan persarafan. Otot
pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi
oleh saraf frenik yang keluar dari medulla spinalis pada vetebrata
keempat. Otot inspirasi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Otot inspirasi utama : diafragma dan muskulus intekostalis
externus.
2) Otot inspirasi tambahan : muskulus skalenus, sterno kleido
mastoideus, pektoralis minor, levator kostarum dan sratus postikus
superior.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif yang melibatkan kerja dari


otot-otot ekspirasi yaitu muskulus rektus abdominis, interkostalis
internus, iliokostalis lumborum, quadariatus lumborum, serratus
postikus inferior dan triangularis sterni.

Pernapasan normal dipengaruhi oleh tekanan oksigen atmosfir,


keadaan saluran pernapasan, compliance dan rekoil paru serta
pengaturan napas. Otot- otot pernapasan bekerja karena adanya
perintah dari pusat pernapasan (medula oblongata) pada otak. Medula
oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi.
Eksitasi neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan neuron inspirasi
sehingga terjadilah peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area
ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medula rithmicity)
yang menyebabkan irama pernapasan berjalan teratur dengan
perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi) (Lusianah, dkk, 2012).

b. Difusi gas
Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan
karbondioksida antara alveoli dengan darah pada membran kapiler
alveolar paru. Membran kapiler alveolus sangat tipis dengan ketebalan
rata-rata 0,5 mikron. Dalam membran kapiler alveolus terdapat jalan
kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Terdapat
sekitar 300 juta alveoli. Proses difusi ini terjadi karena perbedaan
tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Kapasitas difusi adalah volume gas yang berdifusi melalui membran
respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg.
Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/ menit.
Saat aktivitas kapasitas difusi akan meningkat karena jumlah kapiler
aktif yang berdilatasi meningkat sehingga luas permukaan membran
difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah
400-450 ml/menit dan saat bekerja 1200-1500 ml/menit.
Pertukaran antara oksigen dan karbondioksida alveoli dengan kapiler
paru dipengaruhi oleh :
1) Ketebalan membran respirasi. Membran respirasi yang akan dilalui
udara terdiri dari: lapisan epitel alveoli, interstitial alveoli dan
lapisan endotel kapiler paru. Ketebalan membran respirasi dapat
meningkat pada: edema paru, radang akut parenkim paru,
hipoalbumenia, sindoma neprotik, dan proses keganasan.
2) Luas permukaan membran. Kecepatan difusi berbanding terbalik
dengan tebalnya membran. Berkurangnya luas permukaan
membran (seperti pada radang paru akut, TBC, pegangkatan
sebagian lobus paru) akan mengganggu pertukaran gas.
3) Koefisien difusi : koefisien difusi tiap gas dalam membran respirasi
tergantung pada daya larutnya di dalam membran itu. Kecepatan
difusi karbondioksida 20 kali lebih cepat dari oksigen, sehingga
kekurangan oksigen belum tentu disertai kelebihan karbondioksida,
oksigen berdifusi 2 kali lebih cepat dari pada nitrogen (N).
c. Transportasi gas
Transportasi gas terdiri dari :
1) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksternal)
dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan (respirasi internal).
2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya
dengan distriubusi udara dalam alveolus.
3) Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan
darah.

Transportasi gas ditentukan oleh aktifitas sistem kardiovaskuler yang


terdiri dari :

1) Curah jantung. Dalam keadaan normal curah jantung sekitar 5 liter.


Darah ini mentransportasikan sekitar 5 ml oksigen dan 4 ml
karbondioksida per 100 ml. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kecepatan dan penurunan transportasi oksigen kejaringan dan
karbondioksida dari jaringan dipengaruhi oleh curah jantung.
2) Jumlah eritrosit. Penurunan eritrosit dan hemoglobin (Hb) sangat
mempengaruhi transportasi gas terutama oksigen. Mayoritas
oksigen ditransportasikan secara kimia terkait dengan hemoglobin
(dalam eritrosit). Penurunan eritrosit dan konsentrasi Hb
menyebabkan penurunan transpor oksigen. Transportasi oksigen
dari kapiler paru ke jaringan tubuh melalui 2 cara yakni secara fisik
larut dalam plasma (3%) dan secara kimia berikatan dengan Hb
dalam bentuk oksihemoglobin/ HbO2 (97%). Transportasi
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru kemudian dibuang ke
atmosfir dilakukan secra fisik larut dalam plasma (5-7%), secara
kimia bergabung dengan hemoglobin membentuk bikarbonat
plasma (65-70%). Dewasa muda pria, jumlah darahnya lebih
kurang 75 ml/kgbb, wanita lebih kurang 65 ml/KgBB. Satu ml
darah pria mengandung kira-kira 280 juta molekul hemoglobin.
Satu molekul hemoglobin sanggup mengikat 4 molekul oksigen
dan membentuk HbO2 (oksihemoglobin).
3) Exercise (latihan). Kecepatan transport oksigen ke jaringan dapat
meningkat sekitar 15 kali dari normal pada latihan yang berat.
Exercise juga akan meningkat karbondioksida. Peningkatan
karbondioksida akan merangsang pusat napas untuk mengeluarkan
karbondioksida dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung
untuk mempercepat pengiriman karbondioksida keluar tubuh.
4) Hematokrit darah (Hct). Peningkatan Hemotokrit yang berlebihan
akan meningkatkan viskositas darah, sehingga beban jantung
meningkat yang mengakibatkan penurunan curah jantung.
Penurunan hemtokrit menggambarkan rendahnya konsentrasi
eritrosit dalam darah dan mengakibatkan transportasi oksigen
menurun.
5) Keadaan pembuluh darah. Penyempitan atau sumbatan pembuluh
darah arteri (arterisklerosis) akan menurunkan pengiriman oksigen
ke jaringan sedangkan sumbatan pada pembuluh darah vena akan
menurunkan pengiriman karbondioksida dari jaringan. (Lusianah,
dkk, 2012).

4. Faktor-faktor yang mempegaruhi pernapasan


a. Efek ketinggian
Pada tempat yang tinggi biasanya tekanan parsial oksigen (PO2) turun,
darah dalam arteri dibawah tekanan parsial oksigen arteri (PaO 2),
sehingga terjadi peningkatan laju dan kedalaman respiratori.
b. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas terjadi dilatasi (pelebaran) pembuluh
darah perifer, hal ini megakibatkan darah mengalir ke kulit sehingga
akan meningkatkan jumlah kehilangan panas dari permukaan tubuh.
Vasodilatasi menyebabkan lumen pembuluh darah membesar sehingga
resistensi terhadap aliran darah menurun. Pada respon ini, cardiac
output meningkat, guna menjaga tekanan darah. Peningkatan cardiac
output ini akan membutuhkan oksigen tambahan sehingga laju dan
kedalaman pernapasan meningkat.
c. Emosi
Kerja dari jantung dipengaruhi oleh pusat tertinggi dari serebrum
melalui hipotalamus, dimana terdapat pusat stimulasi jantung
(cardioinhibitory dan cardioaccelerator) di medula. Jaras motorik dari
pusat tersebut dibawa oleh impuls kepada neuron simpatis dan
parasimpatis, yang kemudian ditransmisikan ke jantung.
d. Aktivitas dan istirahat
Latihan atau kegiatan akan meningkatkan laju respirasi dan
menyebabkan peningkatan suplai serta kebutuhan oksigen dalam
tubuh.
e. Kesehatan
Pada seseorang yang sehat, sistem kardiovaskuler dan pernapasan
secara normal menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada
penyakit sistem kardiovaskuler, hal ini sering kali berdampak terhadap
pengangkutan oksigen ke sel tubuh, sedangkan penyakit sistem
pernapasan dapat memengaruhi oksigenasi dalam darah. Pada kedua
kasus tadi, hipoksemia dapat timbul.
f. Gaya hidup
Pasien yang merokok atau terpapar polusi udara akan dapat
mengidikasikan adanya gangguan paru-paru.
(Somantri, Irman, 2009).

5. Perubahan fungsi pernapasan


a. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah oksigen dalam
paru-paru agar pernpasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat
disebabkan oleh kecemasan, infeksi atau sepsis, keracunan obat-
obatan, ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolik.
Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri
dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, dan tinitus.
b. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi penggunaan oksigen tubuh atau untuk mengeluarkan
karbondioksida dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaan
atelektasis (kolaps paru). Tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi
adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, kardiak
disritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang, dan kardiak arrest.
(Tarwoto & Wartonah, 2011).

6. Pengertian terapi oksigen


Oksigen tersedia secara luas dan sering diresepkan oleh dokter dan
paramedis. Bila diberikan dengan tepat oksigen dapat menyelamatkan
jiwa. Seperti obat-obatan terdapat indikasi dan metode pemberian oksigen
yang tepat. Dosis yang tidak tepat dan kurangnya pemantauan dapat
berakibat serius sehingga diperlukan pemantauan untuk mendeteksi dan
mengoreksi efek samping dengan cepat. Untuk menjamin keamanan dan
efektifitas terapi oksigen, harus dicantumkan cara pemberian, laju alir,
lama pemberian dan pemantauan terapi (Nastiti, dkk, 2008).

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan
(Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).

Terapi oksigen adalah tindakan keperawatan degan cara memberikan


oksigen ke dalam paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan
alat bantu oksigen. Terapi oksigen dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
kateter nasal, kanula nasal, dan masker (Saputra, Lyndon, 2013).

Tarwoto dan Wartonah (2011) mengatakan bahwa terapi oksigen


merupakan pemberian oksigen lebih dari udara atmosfir atau FiO2 > 21%.
Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan
mencegah asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan
kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO 2 > 60
mmHg atau SaO2 > 90%.

7. Tujuan pemberian oksigen


a. Menurunkan ketidaknyamanan.
b. Meningkatkan oksigenasi jaringan.
c. Meminimalkan asidosis respiratorik.
d. Menurunkan kerja otot pernapasan dan mencapai irama napas normal.
e. Menstabilkan saturasi oksigen arteri (SaO 2) lebih dari 90% dan
mempertahankan PaO2 lebih dari 60 mmHg untuk mencegah
terjadinya hipoksia sel dan jaringan, mengurangi kerja pernapasan dan
jantung.
f. Memperbaiki hipoksemia pada kondisi pasien dengan PaCO2 yang
tinggi.
(Lusianah, dkk, 2012).

8. Indikasi pemberian terapi oksigen


Terapi oksigen yang diberikan pada pasien dengan :
a. Penyakit pernapasan (sianosis, takipnoe, hipoksemia, obstruksi jalan
napas), pada pasien dengan PPOK diberikan oksigen dengan
konsentrasi rendah (karena beresiko terjadinya hiperkarbia).
b. Penyakit kardiovaskuler (nyeri dada, infark miokardium, shock,
takikardia, aritmia, kardiak arrest).
c. Penyakit hematologi (anemia berat, perdarahan).
d. Defisit neurologis (CVA, injuri spinal, koma).
e. Hipoksemia yang ditandai dengan PaO2 (< 60 mmHg) atau SaO2 yang
menurun < 90% atau dengan hipoksemia misal pada klien dengan
shock dan keracuna karbonmonoksida.
f. Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg).
g. Pernapasan <16 kali/ menit atau >20 kali/menit.
h. Asidosis metabolik (bikarbonate <18 mmoL/L).
i. Penurunan fungsi pernapasan misal pada pasien post anastesi.
j. Peningkatan kebutuhan oksigen misalnya pada pasien multitrauma
atau trauma berat, luka bakar atau infeksi berat.
(Lusianah, dkk, 2012).

9. Metode pemberian terapi oksigen


Dapat dibagi menjadi 2 teknik yaitu :
a. Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernapasan dengan patokan volume tidal pasien. Ditujukan untuk
pasien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernapas
dengan pola pernapasan normal, misalnya pasien dengan volume tidal
500 ml dengan kecepatan pernapasan 16-20 kali/ menit. Contoh sistem
aliran rendah adalah kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.
b. Sistem aliran tinggi
Sistem aliran tinggi merupakan teknik pemberian oksigen dimana FiO 2
lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernapasan, sehingga
dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih
tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari
tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimoit untuk
mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya
udara luar dapat diisap dan aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter/
menit dengan konsentrasi 30%-55%
(Lusianah, dkk, 2012).

10. Jenis-jenis metode pemberian terapi oksigen


a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan konsentrasi
24%- 44%.
Keuntungan jenis kateter nasal :
1) Pemberian oksigen stabil.
2) Pasien bebas bergerak, makan dan berbicara.
3) Murah dan nyaman.
4) Dapat digunakan sebagai kateter penghisap.

Kerugian jenis kateter nasal:

1) Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%.


2) Teknik memasukkan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal.
3) Dapat terjadi distensi lambung.
4) Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring.
5) Aliran dengan lebih dari 6 liter/ menit dapat menyebabkan nyeri
sinus dan mengeringakan mukosa hidung, serta kateter mudah
tersumbat.

b. Nasal kanul
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
kontinyu dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan konsentrasi oksigen
sama dengan kateter nasal.
Rata-rata aliran udara pada nasal kanul sebagai
berikut : 1 liter/menit = 24%
2 liter/menit = 28%
3 liter/menit = 32%
4 liter/menit = 36%
5 liter/menit = 40%
6 liter/menit = 44%
Keuntungan jenis nasal kanul :
1) Pasien bebas makan, bergerak, berbicara.
2) Lebih mudah ditolerir pasien dan terasa nyaman.

Keruguan jenis nasal kanul :

1) Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%.


2) Suplai oksigen berkurang bila pasien bernapas melalui mulut.
3) Mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm.
4) Dapat mengiritasi selaput lendir.
5) Aliran tinggi pasien merasa tidak nyaman.

c. Sungkup muka sederhana


Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5-8 liter/
menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%.
Keuntungan jenis sungkup muka sederhana :
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau
kanula nasal dan sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian
terapi aerosol.
Kerugian jenis sungkup muka sederhana :
1) Panas dan kurang nyaman.
2) Nekrosis kulit bila terlalu ketat.
3) Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran
lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2 kantong
oksigen bisa terlipat.

d. Masker rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-
80% dengan aliran 8-12 liter/ menit bag harus dipertahankan
mengembang.
Keuntungan jenis masker rebreathing :
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.

e. Masker Non Rebreathing.


Memberikan FIO2 90-100%, jangan ada kebocoran, reservoir bag tidak
boleh kolaps saat inspirasi.
Keuntungan jenis non rebreathing :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapai 100%.
Kerugian :Kantong oksigen bisa terlipat.
(Lusianah, dkk, 2012).

11. Jenis- jenis kekurangan oksigen


a. Hipoksemia
Hipoksemia yaitu penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri
(PaO2) atau saturasi oksigen (SaO2) dibawah nilai normal, SaO2 95%.
Tanda-tanda hipoksemia berdasarkan hasil analisa gas darah :
Tabel 2.1 Hipoksemia berdasarkan hasil AGD
PaO2 (mmHg) SaO2 (%)
Normal ≥80 ≥95
Hipoksemia <80 <95
Hipoksemia ringan 60-79 90-94
Hipoksemia sedang 40-59 75-89
Hipoksemia berat <40 <75
Sumber: Lusianah, dkk, 2012.
b. Hipoksia
Hipoksia merupakan kekurangan oksigen ditingkat jaringan. Hipoksia
terbagi menjadi berikut :
1) Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik)
Hipoksia yang terjadi karena menurunnya kemampuan
mengangkut oksigen. Hal ini terkait dengan eritrosit atau
hemoglobin sebagai pegangkut oksigen. Anemia ini normal pada
individu didaerah ketinggian. Gejala dan tanda hipoksia hipoksik
dapat berua penurunan PCO2 darah arteri yang dapat menyebabkan
alkalosis repiratorik. Pada ketinggian 3700 meter dapat muncul
gejala iritabilitas, 5500 meter muncul gejala hipoksia berat dan
diatas 6100 meter, dapat kehilangan kesadaran. Efek lambat akibat
ketinggian berupa sakit kepala, irritabilitas, insomnia, sesak nafas,
serta mual dan muntah. Penyakit yang menyebabkan hipoksia
hipoksik antara lain anemia sickle cell, keracunan karbondioksida,
kelainan jantung kongenital, pneumotoraks atau obstruksi
bronkhial yang membatasi ventilasi, depresi neuron respirasi di
medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
2) Hipoksia anemik
Terjadi apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami debervasi.
Ketika istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3 DPG di dalam sel darah merah,
kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun
demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup
besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan
kemampuan meningkatnya pengangkutan oksigen kejaringan aktif.
3) Hipoksia stagnan
Terjadi akibat sirkulasi yang lambat yang mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Ketika terjadi syock maka akan terjadi
penurunan aliran darah.
4) Hipoksia histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan
yang biasanya disebabkan oleh keracunan sianida.
(Lusianah, dkk, 2012).
c. Gagal napas
merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon
dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan
CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan. Gagal napas
dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol
sistem pernapasan, kelemahan neuronmuskular, keracunan obat,
gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi
jalan napas (Tarwoto & Wartonah, 2011).
d. Perubahan pola napas
pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar
18-22 kali/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang
dari pada ekspirasi. Pernapasan normal disebut dengan eupneu.
Perubahan pola napas dapat berupa :
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan
asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24 kali/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 26 kali/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya
pada penyakit diabetes melitus dan urimia.
6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit
jantung, dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.
(Tarwoto & Wartonah, 2011).

12. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi


Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi di antaranya
faktor fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan.
a. Faktor fisiologis
1) Menurunnya kapasitas oksigen seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasikan seperti pada
obstruksi saluran napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transpor oksigen terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka dan lain-lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan obesitas, muskuloskletal yang abnormal, serta penyakit
kronis seperti TB paru.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi premature, yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan.
2) Bayi dan toddler, adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan
dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakut jantung dan
paru-paru.
5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi
paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi, misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi
paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Latihan, dapat meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.
4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan, menyebabkan
intake nutrisi Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin,
alkohol menyebabkan depresi pusat pernpasan.
5) Kecemasan, menyebabkan metabolisme meningkat.
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja (polusi).
2) Temperatur lingkungan.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
(Tarwoto & Wartonah, 2011).
13. Hal-hal diperhatikan dalam terapi oksigen
a. Perbaiki area pemasangan selang oksigen untuk mengurangi risiko
iritasi pada kulit.
b. Berikan oral hygiene dan barier protektif pada hidung dan bibir.
c. Check sambungan selang.
d. Pertahankan konsentrasi oksigen sesuai program terapi.
e. Monitor keracunan karbondioksida pada pasien PPOK. Peningkatan
PCO2 akan lebih mendepresi pusat pernapasan.
f. Hindari merokok karena dapat memudahkan terjadinya kebakaran.
(Lusianah, dkk, 2012).

14. Analisis gas darah arteri


Ketidakseimbangan asam-basa sering ditemukan perawat ketika
melakukan asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Untuk itu, perawat dalam melakukan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan perlu dibekali dengan pengetahuan
tentang konsep kesimbangan asam-basa. Keseimbangan asam basa
merupakan homeostasis kadar ion hidrogen (H+) pada cairan-cairan tubuh.
Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme normal, sehingga nilai
pH bervariasi pada masing-masing cairan tubuh, sedangkan pH darah
sangat ditentukan oleh konsentrasi ion H+ ( Muttain, Arif, 2008).
a. Tujuan tindakan AGD
1) Mengetahui kondisi fungsi kardiovaskuler.
2) Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh.
3) Mengevaluasi pH darah (jika pH < 7.35 disebut asidosis dan jika
pH >7.45 disebut alkalosis).
4) Mengevaluasi fungsi pernapasan (ventilasi). Jika PaCO2 > 45
mmHg disebut gagal napas/respiratory failure dan asidosis
respiratorik dan jika PaCO2 < 35 mmHg disebut dengan
hiperventilasi atau alkalosis respiratorik.
5) Mengevaluasi proses metabolic. Jika serum HCO3. Jika serum
HCO3 < 22 mEq/L dan/atau kelebihan basa (base excess/BE) < -3
disebut asidosis metabolik. Jika serum HCO3 > 26 mE/L dan atau
kelebihan basa (base excess/BE) > -3 disebut alkalosis metabolik.
Jika serum HCO3 > 26 mE/L dan/atau kelebihan basa (base
excess/BR) >-3 disebut alkalosis metabolik.
6) Menentukan gangguan primer dan kompensasinya.
7) Mengevaluasi oksigenasi. Status oksigenasi pasien dikaji dengan
melihat nilai PaO2 dan SaO2. Normal PaO2 : 80-100 mmHg.
Normal SaO2 > 95% (menunjukkan oksigenasi jaringan adekuat).
Jika PaO2 turun < 60 mmHg dan SaO2 turun disebut hipoksia.
(Lusianah, dkk, 2012).
b. Status asam basa
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik (kekurangan basa bikarbonat) merupakan suatu
keadaan klinis yang ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan
konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat
plasma. Konsentrasi HCO3- cairan ekstraseluler adalah 22 mEq/L
dan pH 7,35. Hal ini dapat diakibatkan oleh penambahan ion
hidrogen atau kehilangan bikarbonat.
2) Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3) adalah gangguan sistemis
yang ditandai dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat
plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan ion H+).
Konsentrasi HCO3 cairan ekstraseluler 26 mEq/L dan pH 7,45.
Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume
cairan ekstraseluler dan hipokalemia. Kompensasi pernapasan
berupa peningkatan PCO2 dengan hiperventilasi, akan tetapi tingkat
hipoventilasi terbatas karena pernapasan terus berjalan oleh
dorongan hipoksia.
3) Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) ditandai dengan
peningkatan primer PCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi
penurunan pH : PCO2 > 45 mmHg dan pH > 7,34. Kompensasi
ginjal mengakibatkan peningkatan atau pembangkitan serum
HCO3. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun
kronis. Hipoksemia (PO2 rendah) selalu menyertai asidosis
respiratorik jika pasien bernapas dalan udara ruangan.
4) Alkalosis respiratorik
Alkalosis repiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah
penurunan primer dari PCO2 (hipokapneu), sehingga terjadi
penurunan pH. Nilai PCO2 < 35 mmHg dan pH > 7,45.
Kompensasi ginjal berupa penururnan eksresi H+ dengan akibat
lebih sedikit absorpsi HCO3-. Penuruan serum HCO3- berbeda-beda,
bergantung apakah keadannya akut atau kronis. Penyebab dasar
terjadinya alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar atau
ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara respirasi.
(Muttaqin, Arif, 2008).

15. Efek samping terapi oksigen


a. Kebutaan pada bayi karena oksigen dapat menstimulasi pertumbuhan
pembuluh darah pada mata bayi bila berlebihan diberikan.
b. Keracunan oksigen : terjadi bila pemberian oksigen dilakukan terus-
menerus selama 1-2 hari dengan fraksi lebih dari 50% . Kerusakan
jaringan jaringan paru dapat terjadi akibat terbentuknya metabolik
oksigen yang merangsang sel PMN (polimorfonuklear) dan H2O2
melepaskan enzim protelotik dan enzim lisosom yang dapat merusak
alveoli. Sedangkan risiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida
dan atelektasis, apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama
8 jam atau lebih, saluran nafas akan teriritasi, menimbulkan distres
substrernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan
selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
c. Depresi ventilasi. Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan
konsentrasi dan aliran yang tepat pada pasien dengan retensi
karbondioksida dapat menekan ventilasi pasien yang megalami
penurunan sensitifitas terhadap karbondioksida dan memiliki area paru
yang hipoksia kemudian terpasang ventilator yang beresiko mengalami
depresi pernafasan. Hipoventilasi memicu terjadinya hiperkapnoe dan
keracunan karbondioksida.
(Lusianah, dkk, 2012).

16. Evaluasi terapi oksigen


Kecukupan dan keefektifitas terapi oksigen dapat dilakukan secara
langsung dan mudah bila mengerti prinsip homeostasis kardiopulmoner.
Evaluasi dapat dilakukan dengan memperhatikan pemeriksaan fisik sistem
kardiopulmonal, penilaian analisis gas darah dan pulse oksimeter .
Penilaian sistem kardiovaskular meliputi kesadaran, laju jantung, laju nadi
dan perfusi perifer serta tekanan darah pada anak yang lebih besar.
Kesadaran yang baik mununjukkan perfusi oksigen sistem saraf pusat
yang adekuat. Laju jantung dan nadi yang mendekati normal munujukkan
oksigenasi yang cukup sementara perfusi perifer dinilai dari perabaan kulit
dan pengisian kapiler. Kulit yang kering dan hangat serta pengisian kapiler
yang normal meunjukkan oksigenasi yang baik. Sedangkan sistem
pernapasan dinilai dari laju napas dan ada tidaknya retraksi sela iga dan
suprasternal.
Analisis gas darah merupakan instrumen penilai terapi oksigen yang
paling tapat karena dapat memberikan informasi yang akurat mengenai
pH, PaO2 dan PaCO2. Namun, interpretasi analisis gas darah harus
dilakukan bersama dengan penilaian klinik.
Pulse oximeter merupakan alat noninvasif yang paling baik dalam
memantau anak dengan infusiensi karena dapat menunjukkan saturasi
oksigen secara berkesinambungan. Pulse oximeter tidak menunjukkan
status ventilasi akan tetapi menjadi indikator paling awal gangguan
respirasi dan cukup dapat dipercaya pada terapi oksigen. (Rahajoe, N
Nastiti, dkk, 2008).
17. Kontraindikasi terapi oksigen
Suplemen oksigen tidak direkomendasikan pada :
a. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan
utama dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg
dan tidak mempunyai hipoksia kronik.
b. Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis
yang buruk dan dapat meningkatkan risiko kebakaran.
c. Kanul oksigen dan kateter nasal tidak boleh diberikan pada pasien
dengan obstruksi nasal (misalnya, polip nasal, choanal atresia, dll)
d. Kateter nasal tidak boleh diberikan pada pasien pada pasien dengan
trauma maksilofasial, pasien dengan atau dicurigai fraktur basis cranii,
atau terdapat gangguan koagulan.
(Sudoyo, dkk, 2006).

18. Penghentian terapi oksigen


Oksigen harus dihentikan bila oksigenasi arterial adekuat dan pasien dapat
bernapas dengan udara kamar (PaO2 > 8 kPa, SaO2 > 90%). Pada pasien
dengan risiko terjadi hipoksia jaringan, oksigen dihentikan bila status asam
basa dan penilaian klinis fungsi organ vital membaik.
(Rahajoe, N Nastiti, dkk, 2008).

19. Tanggung jawab perawat dalam pemberian oksigen (UKCC 2000)


a. Ketahui penggunaan terapeutik dari oksigen, dosis normalnya, efek
samping, hal-hal yang harus diperhatikan, kontraindikasi, dan
bahayanya.
b. Yakinlah mengenai identitas pasien yang menerima oksigen.
c. Pastikan bahwa resep tidak ambigu dan tertulis dengan jelas. Hal ini
mencakup persentase oksigen yang diminta, laju aliran, durasi terapi
oksigen, kebutuhan humadifikasi, dan jenis sistem penghantaran
oksigen, contohnya kanul hidung dan sungkup wajah.
d. Pertimbangkan metode, waktu dan dimulainya terapi oksigen
sehubungan dengan latar belakang kondisi pasien dan ko-morbiditas
lainnya.
e. Hubungi pemberi resep terapi oksigen, atau orang lain yang tepat, jika
ditemukan kontraindikasi terhadap oksigen yang diresepkan. Jika
pasien mengalami reaksi, jika pasien menolak terapi oksigen, dan/ atau
penilaian pasien menunjukkan bahwa terapi oksigen tidak lagi
diperlukan.
f. Buatlah pencatatan yang jelas, akurat dan segera saat oksigen
diberikan, ditahan, atau ditolak oleh pasien. Pastikan bahwa semua
informasi tertulis berhubungan, dapat dibaca, dan ditandatangani. Jika
tugas ini didelegasikan maka tugas perawat untuk memastikan bahwa
hal ini dilakukan.
g. Pantaulah tanda vital, observasilah pasien akan adanya perubahan
apapun dalam gawat napas atau gejalanya.
h. Catatlah waktu, tanggal, metode pemberian, laju aliran, dan
konsentrasi oksigen. Nilailah laju dan kedalaman pernapasan pasien,
warna kulit, dan status mental, serta pola respirasi saat dimulainya
terapi oksigen.

B. Konsep bronkopneumonia dengan gangguan oksigenasi


1. Pengertian bronkopneumonia
Bronkhopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi
pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran
pernapasan tau melalui hematogen sampai ke bronkus (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau


beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. Infeksi
saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju (Fadhila A, 2013).

Menurut Price dalam Fadila (2013) bronkopneumonia adalah radang paru-


paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing. Usia pasien merupakan faktor yang memegang
peranan penting pada perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama
dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.

2. Etiologi bronkopneumonia
Penyebab tersering bronkopmeumia pada anak adalah pneumokokus
sedang penyebab lainnya antara lain : streptococcus, pneumoniae,
stapilococus aureus, haemophillus influenzae, jamur (seperti candida
albicans), dan virus. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus
aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan sangat progresif dengan
mortalitas tinggi (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

3. Manifestasi klinis bronkopneumonia


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik turun sangat
mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang-kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernapasan
cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, merintih dan sianosis. Kadang-kadang disertai muntah
dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi
setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Hasil
pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah auskultasi yang terkena.
Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada
sisi sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas) perkusi pekak, fremifus
melemah, suara napas melemah dan ronkhi. Pada neonatus dan bayi kecil
tanda pneumonia tidak selalu jelas (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Rahajoe, Nastiti N, dkk (2008) mengatakan bahwa gambaran klinis


pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
atau diare, kadang-kadang ditemukan infeksi ekstrapulmoner.
b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, rateraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis

4. Patofisiologi bronkopneumonia dengan gangguan oksigenasi


Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan dari
atas untuk mencapai bronkhiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua
paru-paru, lebih banyak pada bagian basal.
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yanag ada di
udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari
fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke dalam paru melalui
saluran pernapasan masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan intertisial. Kuman pneumokokus dapat meluas
melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit
mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru.
Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin, serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan
berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag
masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman
pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu
dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel
darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi
resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas.

Akan tetapi bila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik
maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat
mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus.
Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secra klinis penderita mengalami
pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga
megakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha
melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot bantu
pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retarksi
dada.

Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan sel radang


akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya
penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak saat awal peradangan
dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan
mengalami fibrosis dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat
timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena
absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan
pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat menurangi asupan oksigen
dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas.

Penumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi


inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksia. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, udema
mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah
vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi
dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokokya,
darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Pencampuran darah yang
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial (Price.2012).
Akibat penurunan ventilasi maka ratio optimal sehingga ventilasi perfusi
tidak tercapai, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha
nafas ekstra sehingga pasien terlihat sesak, pergerakan otot dada kedalam,
nafas cuping hidung dan dyspnea. Tubuh akan berusaha mengkompensasi
dengan cara menigkatkan volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara
klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda inspiratory effort.
Pada keadaan yang berat dapat menyebabkan terjadi gagal nafas sampai
penurunan kesadaran (Price, 2012).

Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan


peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen
bronkus sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009).
Rasa nyeri pada pneumonmia atau peradangan paru biasanya disebabkan
karena adanya reaksi pleura. Nyeri pleuritik dapat ditentukan lokasinya
dengan mudah, rasa nyeri ini intensitasnya bertambah jika batuk atau
bernapas dalam (Djojodibroto, Darmanto, 2012).
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut hemoglobin tereduksi
(hemoglobin yang tak berikatan dengan oksigen). Ada dua jenis sianosis
yaitu sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh
insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan mudah diketahui pada wajah,
bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah. Selain sianosis yang
disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan terjadi
sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat
menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah
menjadi biru (Price & Lorraine, 2012).

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan


penyakit, shingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak
terjadi. Pada terapi diberikan oksigen 0,5l/menit. Oksigen diberikan untuk
mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan
mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang
menunjukkan gejala adanya tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah
yang dalam, SpO2 < 90%, frekuensi napas 60x/menit atau lebih, merintih
setiap kali bernapas untuk bayi muda, dan adanya head nodding (anggukan
kepala). Pemberian oksigen melalui nasal pronge yaitu 1-2l/menit atau
0,5l/menit untuk bayi muda. Pemberian oksigen melalui kateter nasal yaitu
1-6L/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen 24-44%. Pemberian
oksigen melalui sungkup biasa yaitu 5-8 l/menit untuk memberikan
konsentrasi oksigen 40-60%.Serta pemberian oksigen melalui sungkup
reservoir yaitu 6-10 l/menit untuk memberikan konsentrasi oksigen 60-
99% (Nelson, 2000; Rahajoe, 2008).
5. Penatalaksanaan bronkopneumonia

Penatalaksanaa yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia:


Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga
untuk menghindari resistensi antibiotik.

a. Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan


intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mE/500 ml/botol
infus. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
b. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin.
Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
(Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

6. Komplikasi penyakit bronkopneumonia


1. Ampiema
2. Otitis media akut
3. Atelektasis
4. Emfisema
5. Meningitis
(Ngastiyah, 2014)
1. Konsep asuhan keperawatan dengan gangguan oksigenasi pada
pasien bronkopneumonia
Pengkajian
a. Identitas pasien
1) Nama.
2) Umur.
3) Jenis kelamin.
4) Nama orangtua.
5) Umur, pendidikan, dan pekerjaan orangtua.
6) Agama dan suku bangsa
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien dengan
peneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak
napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/ demam.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat yang
biasa ada dipasaran.
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk yang produktif dengan mukus
purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, kecokelatan atau
kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Pasien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi, dan menggigil (onset
mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada
pleuritis, sesak napas, peningkatan freukensi pernapasan, lemas,
dan nyeri kepala.
3) Riwayat kesahatan dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah pasien
pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan
demam ringan.
(Muttain Arif, 2008)
4) Riwayat kesehatan keluarga
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang mengharuskan
perawat menyanyakan riwayat kesehatan keluarga dan riwayat
sosial pasien pada penyakit paru-paru yaitu sebagai brikut :
a) Penyakit infeksi tertentu
Khususnya tuberkulosis, ditularkan melalui satu orang ke
orang lainnya. Oleh karena itu, dengan menanyakan riwayat
kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber
penularannya.
b) Keluhan alergis, seperti asma bronkial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu.
c) Pasien bronkitis kronik mungkin bermukim di daerah yang
polusi udaranya tinggi. Namun, polusi udara tiak menjadi
penyebab timbulnya bronkitis kronik, hanya memperburuk
penyakit tersebut.
(Somantri Irman, 2009).

5) Pemeriksaan fisik
a) Status penampilan kesehatan : biasanya pasien terlihat dan
merasa lemah pada tubuh.
b) Tingkat kesadaran kesehatan : biasanya tingkat kesadaran
normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat
penyebaran penyakit.
c) Tanda-tanda vital
(1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh.
(2) Frekuensi pernapasan
Frekuensi napas meningkat dari batas normal, takipnoe,
dispnoe progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot
bantu pernapasan, pelebaran nasal.
(3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus. Biasanya didapatkan
peningkatan suhu lebih dari 40 derajat celcius.
d) Berat badan dan tinggi badan
Kecendrungan berat badan anak mengalami penurunan.
e) Integumen
Kulit
Warna : bisanya warna kuluit tampak pucat sampai
sianosis.
Suhu : Pada saat hipertermi kulit terbakar panas akan
tetapi setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba
dingin.
Turgor : bisanya menurun pada dehidrasi.
f) Kepala
Kepala
(1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
(2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan
yang nyata .
(3) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
g) Mata
Dengan pasien yang mengalami kekurangan nutrisi dan
cairan akan tampak konjungtiva anemis.
h) Hidung
Bisanya nafas cuping hidung, sianosis.
i) Mulut
Bisanya mulut tampak pucat, sianosis, membran mukosa
kering, bibir kering dan pucat.
j) Telinga
Lihat kebersihan, adanya lesi, dan sekret.
k) Leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjer getah bening dan
kelenjar tiroid.
l) Jantung
Pada kasus komplikasi pada endokarditis, terjadi bunyi
tambahan.
m) Paru-paru
Saat diinspeksi bisanya terlihat adanya tarikan dinding dada
kedalam, Infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup),
ronchi (+), wheezing (+), sesak nafas istirahat, dan tambahan
saat beraktifitas.
n) Abdomen
Bisanya bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya
tidak ada.
o) Genitalia
Tidak ada gangguan.
p) Ekstremitas
Kelemahan, penurunan aktifitas, sianosis ujung jari dan kaki.
q) Neurologis
Terdapat kelemahan otot, tanda refleks spesifik tidak ada.

Data paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thorax dan
paru-paru.
1) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernapas
antara lain: takipneu, dispnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum
(dada burung), barrel chest.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal
fremitus pada daerah yang terkena.
3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru,
normalnya timpany (terisi udara) resonansi.
4) Auskultasi : suara pernapasan yang meningkat intensitasnya :
a) Suara bronkovaskuler atau bronkhial pada daerah yang
terkena.
b) Suara pernapasan tambahan ronkhi inspiratoir pada sepertiga
akhir inspirasi.
(Ruyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Menurut Muttaqin Arif (2008) pemeriksaan fisik pada pasien


pneumonia merupakan pemriksaan fokus, berurutan ini terdiri dari
inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi.
1. Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan
simetris. Pada pasien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas cupping
hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-anak.
Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk pada
pasien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk
produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi sekret
dan sekresi sputum yang purulen.
2. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi pasien dengan pneumonia, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan
dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada
pasien dengan pneumonia biasanya normal.
3. Perkusi
Pasien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang
paru. Bunyi redup perkusi pada pasien dengan pneumonia
didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi suatu sarang
(kunfluens).
4. Auskultasi
Pada pasien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.

6) Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen dada (chest x-ray) : teridentifikasi penyebaran,
misalnya lobus, bronkhial, dapat juga menunjukkan
multipel abses/ infiltrat, empiema (Staphylococcus),
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial), atau
penyebaran ekstensif nodul infiltrat (sering kali viral), pada
pneumonia mycoplasma, gambaran chest x-ray mungkin
bersih.
b. ABGs/pulse oximetry : abnormalitas mungkin timbul
bergantung pada luasnya kerusakan paru.
c. Kultur sputum dan darah/gram stain, didapatkan dengan
needle biopsy, transtracheal aspiration, fiberoptic
bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan
organisme penyebab. Akan didapatkan lebih dari satu jenis
kuman, seperti diplococcus pneumoniae, staphylococcus
aureus, A hemolytic streptococcus, dan haemophilus
influenza.
d. Hitung darah lengkap/ complete blood count (CBC),
leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai SDP rendah
pada infeksi virus.
e. Tes serologik : membantu membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik.
f. Laju endap darah (LED) : meningkat.
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun
(kongesti dan kolaps alveolar), tekanan saluran udara
meningkat, complience menurun, dan akhirnya dapat terjadi
hipoksemia.
h. Elektrolit : sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin : mungkin meningkat.
(Somantri Irman, 2009).

7) Analisa data

Tabel 2.2 Analisa data yang mungkin muncul adalah:


Data Etilogi Masalah
Data subjektif: Peningkatan Ketidakefektifa
a. Pasien mengeluh produksi n bersihan
sesak saat sputum jalan napas
bernapas
Data objektif:
a. Penurunan suara
nafas
b. Orthopneu
c. Cyanosis
d. Kelainan suara
nafas (rales,
wheezing)
e. Kesulitan
berbicara
f. Batuk, tidak
efekotif atau tidak
ada
g. Produksi sputum
h. Gelisah
i. Perubahan
frekuensi dan
irama nafas
Data subjektif: Gangguan Ketidakefektifa
a. Pasien ventilasi n pola napas
mengeluh
sesak saat
bernapas
b. Pasien
mengeluh
Nafas
pendek
Data objektif:
a. Penurunan
tekanan
inspirasi/ekspirasi
b. Penurunan
pertukaran udara
per menit
c. Menggunakan
otot pernafasan
tambahan
d. Orthopnea
e. Pernafasan
pursed-lip
f. Tahap ekspirasi
berlangsung
sangat lama
g. Penurunan
kapasitas vital
h. Respirasi: < 11 –
24 x /mnt
Data subjektif Peningkatan Gangguan
a. Pasien mengeluh tekanan kapiler pertukaran gas
sakit kepala alveolus
ketika bangun
b. Pasien mengeluh
sesak saat
bernapas
(dyspnoe)
c. Pasien mengeluh
gangguan
penglihatan
Data objektif:
a. Penurunan CO2
b. Takikardi
c. Hiperkapnia
d. Keletihan
e. Iritabilitas
f. Hypoxia
g. Kebingungan
h. Sianosis
i. Warna kulit
abnormal (pucat,
kehitaman)
j. Hipoksemia
k. Hiperkarbia
l. AGD abnormal
m. pH arteri
abnormal
n. Frekuensi dan
kedalaman nafas
abnormal
Data subjektif: Kurang suplai Ketidakefektifa
a. Pasien mengeluh oksigen ke n perfusi
nyeri dada jaringan jaringan
b. Pasien mengeluh
sesak nafas
Data objektif:
a. AGD abnormal
b. Aritmia
c. Bronko spasme
d. Kapilare refill > 3
dtk
e. Retraksi dada
f. Penggunaan otot-
otot tambahan

Data subjektif Proses inflamasi Hipertermia


a. Pasien
mengatakan
badannya terasa
panas
Data objektif:
a. Kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang normal
b. Serangan atau
konvulsi (kejang)
c. Kulit kemerahan
d. Pertambahan RR
e. Takikardi
f. Kulit teraba
panas/ hangat
Data subjektif: Kerusakan Nyeri Akut
a. Pasien parenkim paru
melaporkan nyeri
dada secara
verbal
Data objektif:
a. Posisi untuk
menahan nyeri
b. Tingkah laku
berhati-hati
c. Gangguan tidur
(mata sayu,
tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau,
menyeringai)
d. Terfokus pada diri
sendiri
e. Fokus menyempit
(penurunan
persepsi waktu,
kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
f. Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
g. Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
h. Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
i. Tingkah laku
ekspresif (contoh
: gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
j. Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Data subjektif: peningkatan Ketidakseimba
a. Laporan secara kebutuhan ngan nutrisi
verbal metabolik kurang dari
sekunder kebutuhan
Data objektif: terhadap demam tubuh
a. Posisi untuk dan proses
menahan nyeri infeksi.
b. Tingkah laku
berhati-hati
c. Gangguan tidur
(mata sayu,
tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau,
menyeringai)
d. Terfokus pada
diri sendiri
e. Fokus menyempit
(penurunan
persepsi waktu,
kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
f. Tingkah laku
distraksi, contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
g. Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)
h. Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku)
i. Tingkah laku
ekspresif (contoh
: gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
j. Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum

Data subjektif: Penururnan Intoleransi


a. Melaporkan suplai dan Aktifitas
secara verbal kebutuhan
adanya kelelahan oksigen atau
atau kelemahan. kelelahan.
b. Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
Data objektif:
a. Respon abnormal
dari tekanan
darah atau nadi
terhadap aktifitas
b. Perubahan ECG :
aritmia, iskemi

Data subjektif: Ketidaknyaman Gangguan Pola


a. Bangun lebih an Tidur
awal/lebih lambat
b. Secara verbal
menyatakan tidak
fresh sesudah
tidur
Data objektif:
a. Penurunan
kemempuan
fungsi
b. Penurunan
proporsi tidur
REM
c. Penurunan
proporsi pada
tahap 3 dan 4
tidur.
d. Peningkatan
proporsi pada
tahap 1 tidur
e. Jumlah tidur
kurang dari
normal sesuai usia
Sumber: NANDA Internasional (2016)

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan gangguan oksigenasi pada


pasien bronkopneumonia
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien bronkopneumonia menurut NANDA
Internasional (2016), adalah sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum.

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya gangguan


ventilasi.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan


kapiler alveolus.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang


suplai oksigen ke jaringan.

e. Hipertermia berhubungan denganproses inflamasi.

f. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam
dan proses infeksi.

h. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan suplai dan kebutuhan


oksigen atau kelelahan.

i. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan.

3. Perencanaan keperawatan
Tabel 2.3 Diagnosa Keperawatan NANDA, NIC-NOC 2016.
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektif Status Fasilitasi kepatenan
an bersihan pernapasan: jalan napas :
jalan napas kepatenan jalan manajemen jalan napas
napas 1. Posisikan pasien
Kriteria hasil: untuk
1. Kemampuan memaksimalkan
untuk ventilasi dan
mengeluarkan mengurangi dispnea
sekret tidak ada 2. Auskultasi bunyi
deviasi dari napas, catat adanya
kisaran normal suara tambahan
2. Suara napas 3. Monitor pernapasan
tambahan tidak dan status oksigenasi
ada yang sesuai
3. Penggunaan otot 4. Instruksikan
bantu napas bagaimana agar bisa
tidak ada agar bisa melakukan
4. Batuk tidak ada batu efektif
5. Akumulasi
sputum tidak ada Terapi oksigen:
1. Pertahankan jalan
Tanda-tanda vital napas yang paten
1. Suhu tubuh 2. Atur peralatan
tidak ada oksigenasi
deviasi dari 3. Monitor aliran
kisaran normal oksigen
2. Tingkat 4. Pertahankan posisi
pernapasan pasien
tidak ada 5. Observasi tanda-
deviasi dari tanda hipoventilasi
kisaran normal 6. Monitor adanya
3. Irama kecemasan pasien
pernapasan terhadap oksigenasi
tidak ada
deviasi dari Monitoring respirasi:
kisaran normal 1. Monitor frekuensi,
4. Tekanan nadi irama, kedalaman
tidak ada dan kekuatan
deviasi dari respirasi
kisaran normal 2. Perhatikan gerakan
5. Tekanan sitilk dan kesimetrisan,
dan diastolk menggunakan otot
tidak deviasi bantu, dan adanya
dari kisaran retraksi otot
normal interkostal dan
supraklavikular
3. Auskultasi bunyi
napas, catat adanya
suara tambahan
4. Monitor pola napas
5. Monitor adanya
dispnea dan hal
yang meningkatkan
atau memperburuk

Monitoring tanda-
tanda vital:
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernapasan
2. Monitor kualitas
dari nadi
3. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan
abnormal
5. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor sianosis
perifer
7. Identifikasi
penyebab dari
perubahan tanda-
tanda vital.
2 Ketidakefektif Status Terapi oksigen:
an pola napas pernapasan: 1. Pertahankan jalan
ventilasi status napas yang paten
1. Frekuensi 2. Atur peralatan
napas tidak ada oksigenasi
deviasi dari 3. Monitor aliran
kisaran normal oksigen
2. Irama 4. Pertahankan posisi
pernapasan pasien
tidak ada 5. Observasi tanda-
deviasi dari tanda hipoventilasi
kisaran normal 6. Monitor adanya
3. Kadalaman kecemasan pasien
inspirasi tidak terhadap oksigenasi
ada deviasi dari
kisaran normal Monitoring respirasi:
4. Suara napasa 1. Monitor frekuensi,
tambahan tidak irama, kedalaman
ada dan kekuatan
5. Penggunaan respirasi
otot bantu 2. Perhatikan gerakan
napas tidak ada dan kesimetrisan,
menggunakan otot
Keparahan bantu, dan adanya
respirasi asidosis retraksi otot
akut interkostal dan
Kriteria hasil: supraklavikular
1. Penurunan pH Auskultasi bunyi
plasma darah napas, catat adanya
tidak ada suara tambahan
2. Peningkatan 3. Monitor pola napas
ion serum 4. Monitor adanya
hidrogen tidak dispnea dan hal
ada yang meningkatkan
3. Peningkatan atau memperburuk
tekanan parsial
serum karbon Monitoring tanda-
dioksida arteri tanda vital:
tidak ada 1. Monitor tekanan
4. Penurunan darah, nadi, suhu,
tekanan serum dan pernapasan
karbon dioksia 2. Monitor kualitas
arteri parsial dari nadi
tidak ada 3. Monitor frekuensi
5. Hipoksia tidak dan irama
ada pernapasan
6. Peningkatan 4. Monitor pola
frekuensi pernapasan
pernapasan abnormal
tidak ada 5. Monitor suhu,
penuruana warna, dan
level kesadaran kelembaban kulit
tidak ada 6. Monitor sianosis
perifer
7. Identifikasi
penyebab dari
perubahan tanda-
Keparahan tanda vital
respirasi alkalosis
akut
Kriteria hasil:
1. Peningkatan
pH plasma
darah tidak ada
2. Penurunan ion
serum hidrogen
tidak ada
3. Penurunan
serum
bikarbonat
tidak ada
4. Penururnan
tekan parsial
karbon
dioksida dalm
arteri (PaCO3)
tidak ada
5. Penurunan
tekanan parsial
oksigen dalam
darah arteri
(PaO2) tidak
ada
3 Gangguan Status Terapi oksigen:
pertukaran pernapasan: 1. Pertahankan jalan
gas pertukaran gas napas yang paten
Kriteria hasil : 2. Atur peralatan
1. Saturasi oksigenasi
oksigen tidak 3. Monitor aliran
ada deviasi dari oksigen
kisaran normal 4. Pertahankan posisi
2. Tekanan pasien
parsial oksigen 5. Observasi tanda-
di darah arteri tanda hipoventilasi
(PaO2) tidak 6. Monitor adanya
ada deviasi dari kecemasan pasien
kisaran normal terhadap oksigenasi
3. Tekanan
parsial karbon Monitoring respirasi:
dioksida di 1. Monitor frekuensi,
darah arteri irama, kedalaman
(PaCO2) tidak dan kekuatan
ada deviasi dari respirasi
kisaran normal 2. Perhatikan gerakan
4. Keseimbangan dan kesimetrisan,
ventilasi dan menggunakan otot
perfusi tidak bantu, dan adanya
ada deviasi dari retraksi otot
kisaran normal interkostal dan
5. pH arteri tidak supraklavikular
ada deviasi dari 3. Auskultasi bunyi
kisaran normal napas, catat adanya
6. Dispnea saat suara tambahan
istirahat tidak 4. Monitor pola napas
ada 5. Monitor adanya
7. Dispnea saat dispnea dan hal
aktivitas tidak yang meningkatkan
ada atau memperburuk
8. Sianosis tidak 6. Monitor perubahan
ada PaO2 dan SaO2

Perfusi jaringan:
pulmonari
Kriteria hasil :
1. Pindaian
perfusi
ventilasi tidak
ada deviasi dari
kisaran normal
2. Sesak napas
tidak ada
3. Suara napas
abnormal pada
pelura tidak
ada
4. Nyeri dada
tidak ada
5. Irama
pernapasan
tidak ada
deviasi dari
kisaran normal

4 Ketidakefekti Perfusi jaringan Oxygen therapy (terapi


fan perfusi perifer oksigen)
jaringan Kriteria hasil : 1. Monitor
perifer 1. Pengisian kemampuan pasien
kapiler jari dalam mentoleransi
tidak ada kebutuhan oksigen
deviasi dari saat makan
kisaran normal 2. Monitor perubahan
2. Pengisian warna kulit pasien
kapiler jari kaki 3. Monitor posisi
tidak ada pasien untuk
deviasi dari membantu
kisaran normal masuknya oksigen
3. Suhu kulit 4. Memonitor
ujung kaki dan penggunaan oksigen
tangan tidak ada saat pasien
deviasi dari beraktivitas
kisaran normal
4. Kekuatan Peripheral sensation
denyut nadi management
karotis tidak (menajemen sensasi
ada deviasi dari perifer)
kisaran normal 1. Memonitor
normal perbedaan terhadap
rasa tajam, tumpul,
panas atau dingin
2. Monitor adanya mati
rasa, rasa geli.
3. Diskusikan tentang
adanya kehilangan
sensasi atau
perubahan sensasi
4. Minta keluarga
untuk memantau
perubahan warna
kulit setiap hari
5 Hipertermia Termoregulasi Termoregulasi:
Kriteria hasil : 1. Perawatan demam
1. Merasa 2. Manajemen cairan
merinding saat 3. Monitor cairan
dingin tidak 4. Perawatan
terganggu hipertermia
2. Berkeringat saat 5. Pengaturan suhu
panas tidak tubuh: perioperatif
terganggu 6. Monitor tanda-tanda
3. Menggigil saat vital
dingin tidak 7. Pengurangan
terganggu kecemasan
4. Tingkat 8. Pemberian obat
pernapasan 9. Manajemen
tidak terganggu lingkungan
5. Peningkatan
suhu kulit tidak Tanda-tanda vital
ada 1. Monitor tekanan
6. Hipertermi tidak darah, nadi, suhu,
ada dan status
pernapasan dengan
Tanda-tanda vital tepat
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh
tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
2. Tingkat
pernapasan
tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
3. Irama
pernapasan
tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
4. Tekanan nadi
tidak ada
deviasi dari
kisaran normal
5. Tekanan sitilk
dan diastolk
tidak deviasi
dari kisaran
normal
6 Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen nyeri :
1. Mengenali 1. Lakukan pengkajian
kapan nyeri nyeri komprehensif
terjadi yang meliputi lokasi,
2. Menggunakan karakteristik, durasi,
tindakan frekuensi, kualitas,
pencegahan intensitas dan faktor
3. Mengenali pencetus.
gejala yang 2. Ajarkan teknik non
terkait dengan farmakologi ( seperti
nyeri biofeedback, TENS,
4. Melaporan hypnosis, relaksasi,
nyeri terkontrol bimbingan antisipatif,
terapi musik,
Kepuasan Klien : akupressur, dan
Manajemen Nyeri kompres
panas/dingin).
1. nyeri terkontrol 3. Dukung istirahat/tidur
2. mengambil yang adekuat untuk
tindakan untuk membantu penurunan
mengurangi nyeri.
nyeri
3. mengambil Tanda – tanda vital :
tindakan untuk 1. Monitor tekanan
memberikan darah, nadi, suhu, dan
kenyamanan status pernapasan
4. informasi dengan tepat.
disediakan
untuk Terapi relaksasi
mengurangi 1. Gambarkan
nyeri rasionalisasi dan
manfaat relaksasi
Tanda-Tanda serta jenis relaksasi
Vital yang tersedia
1. Tingkat 2. Minta klien untuk
pernapasannor rileks
mal 3. Tunjukkan dan
2. Tekanan darah praktikkan teknik
sistoliknormal relaksasi pada klien
3. Tekanan darah
diastolik
normal
4. Tekanan nadi
normal

7 Ketidakseimb NOC: NIC:


angan nutrisi Status nutrisi Weight management
kurang dari Kriteria hasil: (manajemen berat
kebutuhan 1. Asupan gizi badan)
tubuh tidak
menyimpang 1. Diskusikan bersama
dari rentang pasien dan keluarga
normal mengenai hubungan
2. Asupan antara intake
makanan tidak makanan latihan,
menyimpang peningkatan BB dan
dari rentang penurunan BB
normal 2. Diskusikan bersama
3. Asupan cairan pasien mengenai
tidak kondisi medis yang
menyimpang dapat mempengaruhi
dari rentang BB
normal 3. Diskusikan bersama
4. Energi tidak pasien mengenai
menyimpang kebiasaan, gaya hidup
dari rendang dan factor herediter
normal yang dapat
5. Rasio berat mempengaruhi BB
bdan/tinggi 4. Diskusikan bersama
badan tidak pasien mengenai
menyimpang risiko yang
dari rentang berhubungan dengan
normal BB ber lebih dan
6. Hidrasi tidak penurunan BB
menyimpang 5. Dorong pasien untuk
dari rentang merubah kebiasaan
normal makan
6. Perkirakan BB badan
Nafsu makan ideal pasien
Kriteri hasil :
1. Hasrat/keingina Nutrition management
n untuk makan (manajemen nutrisi)
tidak terganggu 1. Kaji adanya alergi
2. Mencari makanan
makanan tidak 2. Kolaborasi dengan
terganggu ahli gizi untuk
3. Menyenangi menentukan jumlah
makanan tidak kalori dan nutrisi
terganggu yang dibutuhkan
4. Merasakan pasien.
makanan tidak 3. Anjurkan pasien
terganggu untuk meningkatkan
5. Energi untuk intake Fe
makan tidak 4. Anjurkan pasien
terganggu untuk meningkatkan
6. Intake protein dan vitamin
makanan, C
nutrisi dan 5. Berikan substansi
cairan tidak gula
terganggu 6. Yakinkan diet yang
7. Rangsangan dimakan
untuk makan mengandug tinggi
tidak terganggu serat untuk
memencegah
konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih (sudah
dikonsultasi kan
dengan ahli gizi)
8. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
8 Intoleransi Toleransi Terapi aktifitas
aktifitas terhadap aktifitas 1. Bantu pasien
1. Frekuensi nadi untuk
ketika mengidentifikasi
beraktifitas aktifitas yang
tidak diinginkan
terganggu 2. Bantu dengan
2. Tekanan darah aktifitas fisik
sistolik ketika secara teratur
beraktifitas (misalnya,
tidak ambulasi,
terganggu transfer/berpinda
3. Tekanan darah h, berputar dan
diasstolik kebersihan diri),
ketika sesuai dengan
beraktifitas kebutuhan
tidak 3. Bantu paien
terganggu untuk
4. Kemudahan mengidentifikasi
dalam dan memperoleh
melakukan sumber-sumber
Aktifitas yang diperlukan
Hidup Harian untuk aktifitas-
( ADL ) tidak aktifitas yang
terganggu diinginkan
4. Instruksikan
Tingkat pasien dan
ketidaknyamanan keluarga untuk
1. Nyeri tidak mempertahankan
ada fungsi dan
2. Cemas tidak kesehatan terkait
ada peran dalam
3. Pasien tidak beraktifitas secara
meringis fisik, sosial,
4. Ketegangan spiritual dan
wajah tidak kognisi
terjadi
5. Pasien dapat Manajemen energi
beristirahat 1. Batasi stmulasi
lingkungan yang
Istirahat menganggu misalnya,
1. Jumlah cahaya atau bising )
istirahat tidak untuk memfasilitasi
terganggu relaksasi
2. Pola istirahat 2. Tingkatkan tirah
tidk terganggu baring/pembatasan
3. Kualitas kegiatan ( misalnya
istirahat tidak meningkatkan jumlah
terganggu waktu istirahat
4. Pasien dapat pasien) dengan
beristirahat cakupannya yaitu
secara fisik pada waktu istirahat
5. Pasien dapat yang dipilih
beristirahat 3. Berikan kegiatan
secara mental pengalihan yang
menenangkan umtuk
meningkatkan
relaksasi

Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, skualitas,
intensitas dan faktor
pencetus.
2. Ajarkan teknik non
farmakologi ( seperti
biofeedback, TENS,
hypnosis, relaksasi,
bimbingan antisipatif,
terapi musik,
akupressur, dan
kompres
panas/dingin).
3. Dukung istirahat/tidur
yang adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri.
9 Gangguan Toleransi Peningkatan tidur
pola tidur terhadap aktifitas 1. Monitor/ catat pola
Kriteria hasil: tidur pasien dan
1. Saturasi oksigen jumlah jam tidur
saat beraktifitas 2. Monitor pola tidur
tidak terganggu pasien dan catat
2. Frekuensi nadi kondisi fisik
ketika (misalnya, apnea
beraktifitas tidak tidur, sumbatan
terganggu jalan nafas, nyeri/
3. Frekuensi ketidaknyamanan,
pernapasan dan frekuensi buang
ketika kecil) dan/atau
beraktifitas tidak psikologis
terganggu (misalnya,
4. Kemudahan ketakutan atau
bernapas ketika kecemasan) keadaan
beraktifitas tidak yang mengganggu
terganggu tidur
5. Tekanan darah 3. Sesuaikan
ketika lingkungan
beraktifitas tidak (misalnya, cahaya,
terganggu kebisingan, suhu
ruangan, dan
kebisingan) untuk
meningkatkan tidur

Terapi relaksasi
1. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi
yang tersedia
2. Minta klien untuk
rileks
3. Tunjukkan dan
praktikkan teknik
relaksasi pada klien

Manajemen
lingkungan:
kenyamanan
1. Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan
mendukung
2. Hindari gangguan
yang tidak perlu dan
berikan untuk waktu
yang istirahat
3. Posisikan pasien
untuk memfasilitasi
kenyamanan
( misalnya, gunakan
prinsip – prinsip
keselarasan tubuh,
sokong dengan
bantal, dan
imobilisasi bagian
tubuh yang nyeri )
Sumber: Diagnosa Keperawatan NANDA, NIC-NOC 2016.
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dalam bentuk studi
kasus. Hasil yang didapatkan oleh peneliti adalah menggambarkan asuhan
keperawatan dengan gangguan oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di
ruangan HCU anak IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2017.

B. Tempat dan waktu penelitian


Karya tulis ilmiah ini dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang khususnya di
ruang HCU Anak Tahun 2017. Waktu pembuatan karya tulis ilmiah ini
dimulai dari pembuatan proposal pada tanggal 06 Januari tahun 2017 sampai
dengan tanggal 12 Juni 2017. Waktu untuk studi kasus selama 2 minggu
dengan kriteria pasien dirawat minimal 5 hari.

C. Subjek penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gangguan oksigenasi
dengan penyakit bronkopneumonia di ruangan HCU anak IRNA
kebidanan dan anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. Jumlah
populasi pada saat penelitian yaitu sebanyak 4 orang.

2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah dua pasien dengan gangguan oksigenasi pada
pasien bronkopneumonia diruangan HCU Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2017. Sampel diambil sebanyak 2 orang secara purposive
sampling.
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien bronkopneumonia minimal hari rawatan kedua.
b. Pasien bronkopneumonia yang berusia < 12 tahun
c. Pasien yang diawat dengan keadaan sadar.
d. Pasien yang dirawat dengan keadaan kooperatif.

2. Kriteria Ekslusi
a. Pasien dengan gangguan oksigenasi pada kasus bronkopneumonia
yang mengalami perubahan kondisi (penurunan kesadaran).

Sampel yang diambil pada saat penelitian sesuai dengan kriteria inklusi
maupun ekslusi.

3. Cara Pengambilan Sampel


Jika terdapat lebih dari dua orang pasien dengan gangguan oksigenasi pada
penyakit bronkopneumonia yang berada di ruangan HCU Anak IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017, maka
digunakan metode random sampling diantaranya simple random sampling.
Simple random sampling merupakan metode yang sangat sederhana,
sehingga relatif mudah dilakukan dalam penelitian. Sampel yang diambil
menggunakan simple random sampling dalam bentuk cabut lot.

D. Alat atau instrumen pengumpulan data


Alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah format tahapan
proses keperawatan neonatus mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi.
Instrumen pengumpulan data berupa format tahapan proses keperawatan
dengan gangguan oksigenasi pada bronkopneumonia mulai dari pengkajian
sampai evaluasi. Cara pengumpulan data dimulai dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, observasi, dan studi dokumentasi.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pemeriksaan fisik yang terdiri
dari APD (Alat Pelindung Diri), Stetoskop, Termometer dan Penlight.
Proses keperawatan meliputi :

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada suatu masalah dengan memperhatikan
tanda-tanda verbal dan nonverbal, secara umum mencakup lima hal, yaitu
pemicu terjadinya masalah, kualitas, lokasi, intensitas, waktu serangan.
Pengkajian pada karya tulis ilmiah ini meliputi pengkajian identitas
pasien, riwayat kesehatan, riwayat imunisasi, riwayat perkembangan,
data lingkungan, pemeriksaan fisik, kebiasaan sehari-hari, data penunjang,
dan terapi pengobatan.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada
dianalisa. Kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
a) Analisa data
Data subjektif dalam karya tulis ilmiah ini yaitu data yang didapat
dari perkataan keluarga, biasanya apa yang dikeluhkan.
Data objektif dalam karya tulis ilmiah ini yaitu data yang diperoleh
berdasarkan dari hasil pengamatan dan pemeriksaan fisik perawat
ruangan.
b) Menegakkan diagnosa
Diagnosa yang ditegakkan dalam karya tulis ilmiah ini yaitu diagnosa
yang menyangkut gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
kedua partisipan yang berdasarkan anlisis dari peneliti.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan perawat.
Intervensi dilakukan untuk membantu pasien mencapai hasil yang
diharapkan. Tahap perencanaan berfokus pada memprioritas masalah,
merumuskan tujuan dan kriteria hasil, membuat intruksi keperawatan, dan
mendokumentasi rencana asuhan keperawatan (Suara, Mahyar, dkk,
2010).
Rencana keperawatan terdiri dalam beberapa komponen sebagai berikut :
a) Diagnosa yang diprioritaskan
b) Tujuan dan kriteria hasil
c) Intervensi
Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA NIC-NOC 2016
(format terlampir).
(Suara, Mahyar, dkk, 2010).

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dalam karya tulis ilmiah ini yaitu
implementasi yang telah dilakukan oleh perawat ruangan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi
dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan. Evaluasi
mengacu pada penilaian, tahapan, dan pernaikan. Pada tahap evaluasi,
perawat dapat menemukan reaksi pasien terhadap intervensi keperawatan
yang telah diberikan dan menempatkan apakah sasaran dari rencana
keperawatan telah dapat diterima (Suara, Mahyar, dkk, 2010).

E. Cara pengumpulan data


1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien selain itu juga
mengobservasi tindakan apa saja yang telah dilakukan pada pasien,
misalnya terpasang selang oksigen, tatu sedang menjalankan terapi
oksigen dan bagaimana asuhan keperawatan pada pasien diruangan.
2. Pengukuran
Dalam penelitian peneliti hanya mendokumentasi hasil pengukuran yang
telah dilakukan oleh perawat ruangan dan monitor pernapasan yang
terpasang oleh pasien, seperti melakukan pengukuran suhu, menghitung
frekuensi napas, dan menghitung frekuensi nadi, mengukur tanda-tanda
vital.

3. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pertanyaan
yang diajukan secara lisan (tatap muka) kapada keluarga responden untuk
menjawabnya.
Dalam penelitian ini wawancara yang dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan
kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Meskipun dapat unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara
tegas dan mengarah. Jadi wawancara ini, mempunyai ciri yang
felksibelitas (keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya, pewawancara
diberi kebebasan untuk mengolah sendiri pertanyaan sehingga
memperoleh jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat
memberikan informasi selengkap mungkin.

4. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan pada karya tulis ilmiah ini yaitu rekam
medik dari rumah sakit dan laporan status pasien.

F. Jenis -jenis data


1. Data primer
Data primer dalam karya tulis ilmiah ini dikumpulkan langsung dari
pasien seperti pengkajian kepada pasien dan keluarga, meliputi : identitas
pasien dan keluarga, riwayat kesehatan pasien, riwayat kesehatan dahulu
dan keluarga serta pemeriksaan fisik terhadap pasien.

2. Data sekunder
Data sekunder dalam karya tulis ilmiah ini diperoleh langsung dari rekam
medis dan ruang HCU Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Data
sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

G. Hasil analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada gangguan oksigenasi. Data yang telah
didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai
mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori
asuhan keperawatan gangguan kebutuhan oksigenasi pada kasus
bronkopneumonia. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah
ada kesesuaian antara teori yang ada dengan kondisi pasien.
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tempat
Penelitian dilakukan di RSUP DR.M.Djamil Padang tepatnya di Ruangan
HCU Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. IRNA
penyakit dalam dibagi menjadi 3 lantai yaitu HCU, Perina dan Akut Kronis.
Penelitian dilakukan peneliti di ruangan HCU dan HCU kelas. Ruangan HCU
dipimpin oleh seorang Ka. Ruamgan, dan dibantu oleh Ka. Tim di masing-
masing HCU. Terdapat sekitar 25 orang perawat yang terdiri atas Ka. Tim
dan perawat pelaksana yang dibagi menjadi 3 shift, pagi, siang, dan malam.
Selain perawat ruangan beberapa mahasiswa praktik dari berbagai instiusi
pendidikan juga ikut andil dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien.
69

B. Kasus
Tabel 2.4 Deskripsi Asuhan Keperawatan pada Partisipan 1 dan Partisipan 2

Asuhan
PARTISIPAN 1 PARTISIPAN 2
keperawatan
Waktu pengkajian Pengkajian dilakukan pada Pengkajian dilakukan
sabtu, 27 Mei 2017 Pukul pada Sabtu, 27 Mei 2017
09.00 WIB. pukul 10.30 WIB.
Identitas Klien Partisipan 1 berumur 7 Partisipan 2 berumur 2
dan Keluarga bulan lahir pada tanggal 06 tahun, tanggal lahir 28
November 2016, berjenis Mei 2015, laki-laki,
kelamin laki-laki, agama islam, anak pertama,
islam, anak pertama, diagnosa Medis
diagnosa medis Bronkopneumonia.
Bronkopneumonia. Partisipan 2 merupakan
anak sulung dari Ny. N
Partisipan 1 merupakan dengan usia 29 tahun,
anak sulung dari Ny.T beragama islam, suku
dengan usia 22 tahun, bangsa Indonesia,
beragama islam, suku Pendidikan SMK,
bangsa Indonesia, pekerjaan IRT, Alamat
pendidikan SMA, jln. Pasar karupuak .
pekerjaan IRT, alamat
kampung jua lubeg.
Riwayat Partisipan 1 masuk RSUP Partisipan 2 masuk
Kesehatan Dr. M. Djamil Padang RSUP Dr. M. Djamil
Keluhan utama pada tanggal 25 Mei 2017 Padang pada tanggal 26
pukul 21.50 WIB rujukan Mei 2017 pukul 15. 30
dari RS Ibnu Sina Padang. WIB rujukan dari RSUD
Partisipan datang dengan Rasyidin padang. Pasien
keluhan sesak napas sejak datang dengan keluhan
2 hari sebelum masuk sesak nafas sejak 4 jam
rumah sakit, demam sejak sebelum masuk rumah
3 hari dan anak membiru sakit ,muntah-muntah
sejak 3 bulan yang lalu. sejak 4 jam yang lalu
frekuensi 2x jumlah 3-4
sendok makan. Demam
sejak 1 hari yang lalu,
batuk-batuk sejak 8 hari
yang lalu dan nafsu
makan menurun.
Riwayat Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
kesehatan pengkajian pada tanggal pengkajian pada tanggal
sekarang 27 Mei 2017 pikul 09.00 27 Mei 2017 Pukul 10.30
WIB, pasien tampak sesak WIB, ibu partisipan 2
dan rewel, Ny. T mengatakan nafas
mengatakan napas partisipan 2 sesak, batu-
Partisipan 1 tampak sesak, batuk berdahak, nafsu
napas sesak akan makan menurun, badan
bertambah jika Partisipan teraba panas.
1 menangis, ibu
mengatakan anak rewel
dan sering menangis,
badan teraba panas.
Riwayat 1. Prenatal 1. Prenatal
Kesehatan Dahulu Riwayat gestasi G1 P1 Riwayat gestasi G1 P1
A0 H1, pemeriksaan A0 H1, HPHT 3 Juni
kehamilan ke bidan 2x 2014, pemeriksaan
dalam sebulan, tidak ada kehamilan 2x sebulan
imunisasi saat hamil, ke bidan, imunisasi TT
obat2 yang digunakan 2x, masalah waktu
vitamin dan tablet Fe. kehamilan pada umur
kandungan 2 bulan ibu
muntah-muntah, tidak
nafsu makan, badan
terasa lemah, dan pada
saat umur kehamilan 9
2. Intranatal bulan ibu menderita
Tanggal persalinan 06 vertigo.
November 2016,
BBL/PBL 2,7 kg/49 cm,
usia gestasi saat lahir 9 2. Intranatal
bulan, tempat persalinan Tanggal persalinan 28
di RSUP Dr M Djamil Mei 2015, BBL/PBL 3
padang, penolong kg/47cm, usia gestasi
persalinan Dr.spesialis saat lahir 9 bulan 2
kandungan, jenis minggu, tempat
persalinan cesar. persalinan RS
Bayangkyara, penolong
persalinan Dr. spesialis
3. Post natal (24 jam) kandungan, jenis
Tidak ada IMD, tidak persalinan sesar.
ada kelainan kongenital.

3.Post Natal (24 Jam)


Awal lahir bayi hanya
4. Penyakit yang pernah diam dan setelah 5
diderita menit baru menangis,
inisiasi menyusui dini
Ibu partisipan 1 (IMD) tidak ada,
mengatakan partisipan kelainan kongenital alat
1 telah memiliki kelamin, platum
kelainan penyakit cekung ke atas.
jantung bawaan sejak
lahir namun belum 4. Penyakit yang pernah
pernah dioperasi dan diderita
dirawat selama 1
minggu lalu Pasien pernah menderita
dipulangkan karena penyakit epilepsi,
tidak cukup biaya. cerebral palcy, small
PDA, dan
Bronkopneumonia. Ny.N
mengatakan An.F sudah
7 kali dirawat di rumah
sakit dengan diagnosa
yang sama. Sebelumnya
pasien dirawat 7 bulan
terakhir di rumah sakit
Rasidin selama 1 minggu
lalu pulang dengan
melanjutkan terapi
antibiotik dirumah.
Riwayat Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
Kesehatan tidak ada anggota keluarga tidak ada anggota
Keluarga yang lain yang menderita keluarga yang pernah
penyakit yang sama menderita penyakit yang
dengan partisipan 1 dan sama dengan An.F dan
penyakit degenerati seperti penyakit degenerati
diabetes melitus, jantung, seperti diabetes melitus,
hipertensi. jantung, hipertensi.
III.RIWAYAT partisipan 1 hanya An.F hanya mendapat
IMUNISASI mendapat imunisasi HB 0 imunisasi HB 0 saat lahir
saat lahir

IV.RIWAYAT Perkembangan partisipan 1 Pada usia 6 bulan miring


PERKEMBANG saat ini bisa miring kiri kiri miring kanan, dan
AN dan kanan serta berguling sampai saat usia saat ini
An.F hanya bisa seperti
itu.
V.LINGKUNGA Ibu mengatakan ventilasi Ny.N mengatakann
N rumah kurang dan sempit, vetilasi rumah kurang,
halaman perkarangan halaman perkarangan
dekat jalan, terdapat wc, tidak dekat jalan, wc ada,
sumberi air minum air sumber air minum air
galon, tempat pembuangan galon, tembat
sampah didepan rumah pembuangan sampah di
dan dibakar. depan rumah dan
dibakar.
VI.PENGKAJIA Keadaan umum : pasien Keadaan umum : pasien
N KHUSUS tampak gelisah kesadaran tampak gelisah dan
Pemeriksaan fisik Compos Mentis. Tanda- lemah kesadaran Compos
tanda Vital HR : 124 x/i, Mentis, dan GCS
RR : 38 x/i, T : C. 15.Tanda-tanda Vital HR
Posture : BB : 5kg PB/TB : 130 x/i, RR : 46 x/i, T
: 59 cm. Kepala : bulat : C. Posture : BB : 7
,simetris ,tidak ada lesi, kg PB/TB : 75 cm.
rambut tidak rontok. Mata Kepala : bulat, simetris,
simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi.rambut
konjungtiva tidak anemis, tidak rontok. Mata
sklera tidak ikterik, reflek simetris kiri dan kanan,
pupil isokor, reflek kedip konjungtiva tidak
ada. Hidung Simetris, anemis, sklera tidak
bersih, cuping (-), sinosis ikterik, reflek pupil
(-), terpasang binasal 2L/i. isokor, reflek kedip ada..
Mulut warna bibir merah Hidung Simetris, bersih,
kepingan, mukosa basah, cuping (-), sinosis (-),
palatum tampak cekung terpasang binasal 2L/i.
keatas, Telinga simetris, Mulut warna bibir agak
sejajar kuntus mata, pucat, mukosa kering,
bersih, tidak ada luka, platum menghadap ke
pendengaran baik. Leher atas klien susah makan.
pembesaran KGB (-), Telinga : simetris, sejajar
pembesaran vena jugularis kuntus mata, bersih, tidak
(-). Dada Thorax inspeksi ada luka, pendengaran
tampak, dada tidak baik. Leher pembesaran
simetris, terdapat retraksi KGB (-), pembesaran
dinding dada, palpasi vena jugularis (-), reflek
fremitus kiri dan kanan menelan (+). Dada
sama, perkusi sonor, Thorax inspeksi tampak
auskultasi suara nafas retraksi dinding dada,
bronkovaskuler, ronchi (-) palapasi kormochest,
weezhing (-). Jantung perkusi sonor, auskultasi
inspeksi simetris , palpasi suara nafas
ictus cordis teraba di bronkhovaskuler, ronchi
LMCS RIC 5, terdengar (+) weezhing (-). Jantung
irama reguler, Abdomen inspeksi simetris , palpasi
tidak ada distensi, tidak ictus cordis teraba,
ada nyeri tekan, bising terdengar bunyi pekak,
usus normal. Kulit akral irama ireguler. Abdomen
dingin, tidak ada udem, tidak ada distensi, tidak
tidak ada lesi. Ekstremitas ada nyeri tekan, bisisng
Atas akral dingin, crt < 2 usus normal. Kulit akral
dtk,tidak ada lesi. Bawah hangat, tidak ada udem,
akral dingin, crt <2 dtk , tidak ada lesi.
tidak ada lesi. Genetalia Ekstremitas Atas akral
tidak ada kelainan. hangat, crt < 2 dtk,tidak
ada lesi. Bawah akral
hangat, crt <2 dtk , tidak
ada lesi. Genetalia ada
kelainan.
Kebiasaan sehari- Ny.T mengatakan hanya Ny. N mengaktakan
hari memberikan ASI eksklusif memberi ASI dan susu
dan susu pendamping pendamping selama
selama 2 bulan, dari 2 umur 6 bulan, setelah
bulan sampai usia 6 bulan umur 6 bulan An. F
partisipan 1 hanya diberikan makan promina
diberikan susu formula, dann nasi tim. An F
dan dilanjutkan dengan makan 3x sehari dan
jenis makanan promina minum sebanyak 6x
dan nasi tim. Selama sakit sehari. An F sering
partisipan 1 mendapat diit tersedak saat makan nasi
Susu Formula 8 x 60 tim karena platum nya.
cc/hari. Pola tidur siang Pola tidur siang An.F 3-4
partisipan 1 yaitu 1-2 jam jam dengan kualitas
kuantitas kurang nyenyak nyenyak, tidur malam
dikarenakan sesak saat sedikit frekuensi tidur
bernapas, tidur malam lebih kurang 7-8 jam/hari
sedikit frekuensi tidur dikarenakan anak
lebih kurang 4-6 jam/hari sesekali anak terbangaun
dikarenakan anak sesak karena batuk. Frekuensi
dan rewel. Frekuensi BAB dan BAK Normal
BAB dan BAK partisipan
1 sebanyak 120 gr/hari
menggunakan pempers.
Data penunjang Laboratorium Laboratorium
Leukosit meningkat Leukosit meningkat
10.820/ kalium 22.390 / , hematokrit
meningkat 5,8, glukosa menurun 31%, basofil
sewaktu rendah 72mg/dl, menurun 0%, eosinofil
hemoglobin tinggi 18 g/dl, menurun 0%, Natriunm
eritrosit 6,6 juta, menurun 125 Mmol/L,
hematokrit meningkat klorida serum menurun
56%, eosinofil rendah 0%, 72 Mmol/L, AGD pH
AGD pH rendah 7,28, 7.55, pCO2 26 mmHg,
PCO2 55 mmHg, PO2 pO2 117 mmHg, Na+
28 110 mmol/L, k+ 3.2
mmHg, HCO3- 25,7 mmol/L, HCO3- 22.7
mmol/L, BE -2.5, SO2 mmol/L, BE 2.0 mmol/L,
rendah 85%. SO2 99%.
Radiologi Radiologi
Pembesaran medistinum Trachea ditengah,
superior (Thymus),
jantung membesar CTR jantung kesan tidak
60%, apeks membulat, memebesar, aorta dan
hilus tamak menebal, mediastinum superior
corakan bronkovaskuler tidak melebar, kedua
bertambah, tampak hilius tidak menebal,
infiltrat di perakardial tampak infiltrat di
kanan , tampak gambaran perihiler dan perikardial
opak nodular diperihiler kedua paru, kedua
kanan. diafragma licin kedua
sinus costrofenicus
Terapi medis lancip, tulang intak tak
IVFD KAE 1B 2cc/jam tampak destruksi.
Ampicillin 4 x 125 mg iv, Terapi medis
Gentamicin 2 x 12 mg iv. IVFD KA-EN 1B 8 tts/i
Ampicillin 4 x 150 g iv,
Gentamicin 2 x 14 g iv,
Luminal 2 x 15 g iv,
Dexametason 3 x 1 g iv,
tiroksin 1 x 25 mg.
Diagnosa Daftar diagnosa partisipan Daftar diagnosa kasus 2
keperawatan 1
a) Ketidakefektifan
a) Ketidakefektifan pola bersihan jalan nafas
nafas b/d dengan tidak efektif b/d
ventilasi adanya penumpukan sekret di
gangguan ventilasi jalan nafas.

b) Gangguan pertukaran b) Ketidakefektifan pola


gas b/d hiperventilasi nafas b/d
hiperventilasi.
c) Gangguan pola tidur
berhubungan dengan c) Gangguan pertukaran
ketidaknyamanan. gas b/d
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.

Analisa Data diagnosa 1 Analisa Data kasus 1


Data subjektif :
Data subjektif :
- Ny.N mengatakan
- Ibu mengatakan An.F masih batuk-
partisipan 1 masih batuk disertai dahak.
terlihat sesak dan sesak
bertambah saat An.G
menagis dan rewel. Data objektif :

Data objektif : - An.F tampak batuk


berdahak.
- Napas pasien tampak - Pasien tampak
sesak gelisah, pasien
- Terdapat retraksi dinding tampak rewel
dada - Auskultasi paru
- Frekuensi napas yaitu bronkovaskuler dan
52 x/i, bunyi napas terdapat ronkhi.
bronkovaskuler - Terpasang oksigen
- Terpasang oksigen nasal nasal canul 2
canul 2 liter/menit liter/menit
- Pemeriksaan radiologi - Pemeriksaan radiologi
ditemukan corakan ditemukan tampak
bronkovaskuler infiltrat di perihiler dan
bertambah, tampak perikardial kedua paru,
infiltrat di parakardial kedua diafragma licin
kanan, tampak gambaran kedua sinus
opak nodular di perihiler costrofenicus lancip,
kanan. tulang intak tak tampak
destruksi.

Berdasarkan analisa data Berdasarkan analisa di


di atas di dapatkan atas didapatkan diagnosa
diagnosa pertama yaitu yaitu ketidakefektifan
Ketidakefektifan pola bersihan jalan nafas tidak
nafas b/d dengan ventilasi efektif b/d penumpukan
adanya gangguan ventilasi. sekret di jalan nafas.

Analisa Data diagnosa 2 Analisa Data Kasus 2


Data subjektif :
Data subjektif :
- Ny.T mengatakan
bahwa anaknya masih - Ny.N mengatakan
terlihat sesak saat An.F masih terlihat
bernapas dan sesak sesak dan gelisah.
bertambah apabila
pasien rewel dan
gelisah. Data objektif :

Data objektif : - Napas pasien tampak


sesak
- Pasien tampak sesak - Terdapat retraksi
napas. dinding dada, frekuensi
- Terdapat retraksi napas yaitu 46 x/i,
dinding dada, frekuensi bunyi napas
pernapasan 52 x/menit bronkovaskuler
- Pasien terpasang - Terpasang oksigen
oksigen dengan binasal nasal canul 2
2 l/i. liter/menit.
- Akral tampak membiru - Tampak bercak infiltrat
dan teraba dingin. di perihiler dan
- Hasil AGD yaitu, PH perikardial kedua paru.
7,28, PCO2 55 mmHg,
PO2 28 mmHg, HCO3-
25,7 mmol/L, BE: -2.5,
SO2 rendah yaitu 85%. Berdasarkan analisa data
- Pemeriksaan radiologi di atas di dapatkan
ditemukan corakan diagnosa kedua yaitu
bronkovaskuler Ketidakefektifan pola
bertambah, tampak nafas b/d adanya
infiltrat di parakardial gangguan ventilasi
kanan, tampak
gambaran opak nodular Analisa Data Kasus 3
di perihiler kanan. Data subjektif :

Berdasarkan analisa data - Ny.T mengatakan


diatas ditemukan bahwa anaknya masih
diagnosa kedua pada terlihat sesak.
pasien yaitu Gangguan
pertukaran gas b/d Data objektif :
hiperventilasi
- Pasien tampak sesak
Analisa Data diagnosa 3 napas
Data subjektif : - Pasien terpasang
oksigen dengan binasal
- Ibu mengatakan 2 l/i,
partisipan 1 bangun - Hasil AGD yaitu, pH
lebih awal dan tidur 7.55, pCO2 26 mmHg,
kurang karena sesak pO2 117 mmHg, Na+
saat bernafas. 110 mmol/L, k+ 3.2
mmol/L, HCO3- 22.7
Data objektif : mmol/L, BE 2.0
mmol/L, SO2 99%.
- Jumlah tidur kurang - Pemeriksaan radiologi
dari normal sesuai usia tampak infiltrat di
yaitu tidur siang perihiler dan
partisipan 1 yaitu 1-2 parakardial kedua paru.
jam kuantitas kurang
nyenyak dikarenakan Berdasarkan analisa data
sesak saat bernapas, diatas ditemukan
tidur malam sedikit diagnosa ketiga pada
frekuensi tidur lebih pasien yaitu Gangguan
kurang 4-6 jam/hari pertukaran gas b/d
dikarenakan anak sesak ketidakseimbangan
dan rewel. perfusi ventilasi.

Berdasarkan analisa data


diatas ditemukan diagnosa
kedua pada pasien yaitu
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan
ketidaknyamanan.

Intervensi Diagnosa 1 Diagnosa Kasus 1


keperawatan Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan
nafas berhubungan dengan bersihan jalan nafas b/d
ventilasi adanya gangguan penumpukan sekret di
ventilasi jalan nafas.
Rencana keperawatan Rencana keperawatan
yaitu mempertahankan yaitu membuka jalan
jalan napas yang paten, nafas, posisikan pasien
mengatur peralatan untuk memaksimalkan
oksigenasi, monitor aliran ventilasi, auskultasi suara
oksigen, pertahankan nafas, catat adanya suara
posisi pasien semifowler, tambahan, monitor
observasi tanda-tanda status respirasi dan O2,
hipoventilasi dengan monitor TD, nadi, suhu,
menghitung frekuensi dan RR, identifikasi
napas dan irama napas, penyebab dari perubahan
pola nafas, kedalaman dan vital sign.
kekuatan inspirasi,
perhatikan gerakan dan
kesimetrisan, Dignosa Kasus 2
menggunakan otot bantu, Ketidakefektifan pola
dan adanya retraksi, nafas berhubungan
monitor tekanan darah, dengan ventilasi adanya
nadi, suhu, dan gangguan ventilasi.
pernapasan, monitor Rencana keperawatan
sianosis perifer. yang dibuat pada An.F
Diagnosa 2 untuk diagnosa
Gangguan pertukaran gas mempertahankan jalan
berhubungan dengan napas yang paten,
hiperventilasi. mengatur peralatan
Rencana keperawatan oksigenasi, monitor
yang dibuat pada aliran oksigen,
partisipan 1 untuk pertahankan posisi pasien
diagnosa adalah semifowler, observasi
pertahankan jalan napas tanda-tanda hipoventilasi
yang paten, auskultasi dengan menghitung
bunyi napas, catat adanya frekuensi napas dan
suara tambahan, monitor irama napas,pola nafas,
tanda-tanda vital, kedalaman dan kekuatan
perubahan SO2, dan hasil inspirasi, Perhatikan
Analisa Gas Darah, gerakan dan
observasi sianosis kesimetrisan,
khususnya membran menggunakan otot bantu,
mukosa, monitor intake dan adanya retraksi,
untuk cairan monitor tekanan darah,
mengoptimalkan nadi, suhu, dan
keseimbangan. pernapasan, monitor
sianosis perifer.

Diagnosa 3 Diagnosa Kasus 3


Gangguan pola tidur Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan b/d ketidakseimbangan
ketidaknyamanan perfusi ventilasi
Rencana keperawatan Rencana keperawatan
yang dibuat pada yang dibuat pada An.F
partisipan 1 adalah adalah Memonitor
monitor/ catat pola tidur tekanan darah, nadi,
pasien dan jumlah jam suhu, dan status
tidur, monitor pola tidur pernafasan, Memonitor
pasien dan catat kondisi Denyut jantung,
fisik (misalnya, apnea Memonitor suara paru-
tidur, sumbatan jalan paru, Memonitor warna
nafas, nyeri/ kulit, Menilai Cavilarev,
ketidaknyamanan, dan Memonitor tingkat,
frekuensi buang kecil) irama, kedalaman, dan
dan/atau psikologis respirasi, Monitor bunyi
(misalnya, ketakutan atau pernafasan, Auskultasi
kecemasan) keadaan yang bunyi paru, Pertahankan
mengganggu tidur, kepatenan jalan nafas,
sesuaikan lingkungan Monitor aliran oksigen,
(misalnya, cahaya, Amati tanda-tanda
kebisingan, suhu ruangan, hipoventilasi induksi
dan kebisingan) untuk oksigen.
meningkatkan tidur.
Implementasi Tanggal 27 Mei 2017 Tanggal 27 Mei 2017
keperawatan Diagnosa 1 Diagnosa 2
Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan nafas berhubungan
ventilasi adanya gangguan dengan ventilasi adanya
ventilasi gangguan ventilasi
Implementasi pada Implementasi pada
diagnosa yaitu monitor diagnosa yaitu monitor
vital sign, intake out put vital sign, intake out put
cairan, intake cairan per cairan, intake cairan per
NGT, memberikan terapi NGT, memberikan terapi
obat. obat.
Tanggal 28 Mei 2017 Tanggal 28 Mei 2017
Diagnosa 1 Diagnosa 1
Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan nafas berhubungan
ventilasi adanya gangguan dengan ventilasi adanya
ventilasi gangguan ventilasi
Implementasi pada Implementasi pada
diagnosa yaitu monitor diagnosa yaitu monitor
vital sign, intake out put vital sign, intake out put
cairan, intake cairan per cairan, intake cairan per
NGT, memberikan terapi NGT, memberikan terapi
obat. obat.
Tanggal 29 Mei 2017 Tanggal 29 Mei 2017
Diagnosa 1 Diagnosa 1
Ketidakefektifan pola Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan nafas berhubungan
ventilasi adanya gangguan dengan ventilasi adanya
ventilasi. gangguan ventilasi.
Implementasi pada Implementasi pada
diagnosa yaitu monitor diagnosa yaitu monitor
vital sign, intake out put vital sign, intake out put
cairan, intake cairan per cairan, intake cairan per
NGT, memberikan terapi NGT, memberikan terapi
obat. obat.

Tanggal 30 Mei 2017


Tanggal 30 Mei 2017 Diagnosa 1
Diagnosa 1 Ketidakefektifan pola
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
nafas berhubungan dengan dengan ventilasi adanya
ventilasi adanya gangguan gangguan ventilasi.
ventilasi. Implementasi pada
Implementasi pada diagnosa yaitu monitor
diagnosa yaitu monitor vital sign, intake out put
vital sign, intake out put cairan, intake cairan per
cairan, intake cairan per NGT, memberikan terapi
NGT, memberikan terapi obat.
obat. Tanggal 31 Mei 2017
Tanggal 31 Mei 2017 Diagnosa 1
Diagnosa 1 Ketidakefektifan pola
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
nafas berhubungan dengan dengan ventilasi adanya
ventilasi adanya gangguan gangguan ventilasi.
ventilasi. Implementasi pada
Implementasi pada diagnosa yaitu monitor
diagnosa yaitu monitor vital sign, intake out put
vital sign, intake out put cairan, intake cairan per
cairan, intake cairan per NGT, memberikan terapi
NGT, memberikan terapi obat.
obat.

Evaluasi Tanggal 27 Mei 2017 Tanggal 27 Mei 2017


Keperawatan Diagnosa 1 Diagnosa 1
ketidakefektifan pola nafas ketidakefektifan pola
berhubungan dengan nafas berhubungan
adanya gangguan ventilasi dengan adanya gangguan
didapatkan hasil evaluasi : ventilasi didapatkan hasil
Ibu mengatakan partisipan Ny.N mengatakan nafas
1 masih terasa sesak saat An.F masih sesak dan
bernapas, sesak bertambah gelisah. Data objektif
bila menangis, pasien yang didapatkan yaitu
masih tampak lemah dan napas pasien tampak
sesak napas, terdapat sesak, terdapat retraksi
retraksi dinding dada, dinding dada, frekuensi
akral tampak sianosis, napas yaitu 55 x/i, bunyi
TTV pasien yaitu HR : napas bronkovaskuler
112 x/i, RR : 56 x/i, S : dan terpasang oksigen
38,8 0C, terpasang oksigen nasal canul 2 liter/menit.
nasal kanul 2 liter/menit Masalah keperawatan
Masalah keperawatan ketidakefektifan pola
ketidakefektifan pola nafas nafas berhubungan
berhubungan dengan dengan adanya gangguan
adanya gangguan ventilasi ventilasi belum sesuai
belum teratasi sesuai dengan kriteria hasil
dengan kriteria hasil frekuensi pernapasan
frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
dalam rentang normal, irama pernapasan
irama pernapasan normal, normal, suara auskultasi
suara auskultasi pernapasan normal,
pernapasan normal, kepatenan jalan napas,
kepatenan jalan napas, retraksi dinding dada
retraksi dinding dada tidak tidak ada, suara napas
ada, suara napas tambahan tambahan tidak ada.
tidak ada. Intervensi Intervensi dilanjutkan
dilanjutkan dengan terapi dengan terapi oksigen,
oksigen, intake out put intake out put cairan,
cairan, intake cairan per intake cairan per NGT,
NGT, dan monitor tanda- dan monitor tanda-tanda
tanda vital. vital.

Tanggal 28 Mei 2017 Tanggal 28 Mei 2017


Diagnosa 1 Diagnosa 1
ketidakefektifan pola nafas ketidakefektifan pola
berhubungan dengan nafas berhubungan
adanya gangguan ventilasi dengan adanya gangguan
didapatkan hasil evaluasi : ventilasi didapatkan hasil
ibu mengatakan partisipan Ny.N mengatakan nafas
1 masih terasa sesak saat An.F masih sesak dan
bernapas, sesak bertambah gelisah. Data objektif
bila menangis, pasien yang didapatkan yaitu
masih tampak lemah dan napas pasien tampak
sesak napas, terdapat sesak, terdapat retraksi
retraksi dinding dada, dinding dada, frekuensi
akral tampak sianosis, napas yaitu 52 x/i, bunyi
TTV pasien yaitu HR : napas bronkovaskuler
123 x/i, RR: 49 x/i, S : dan terpasang oksigen
37,8 0C, terpasang oksigen nasal canul 2 liter/menit.
nasal kanul 2 liter/menit Masalah keperawatan
Masalah keperawatan ketidakefektifan pola
ketidakefektifan pola nafas nafas berhubungan
berhubungan dengan dengan adanya gangguan
ventilasi yang tidak ventilasi belum teratasi
adekuat belum teratasi sesuai dengan kriteria
sesuai dengan kriteria hasil hasil frekuensi
frekuensi pernapasan pernapasan dalam
dalam rentang normal, rentang normal, irama
irama pernapasan normal, pernapasan normal, suara
suara auskultasi auskultasi pernapasan
pernapasan normal, normal, kepatenan jalan
kepatenan jalan napas, napas, retraksi dinding
retraksi dinding dada tidak dada tidak ada, suara
ada, suara napas tambahan napas tambahan tidak
tidak ada. Intervensi ada. Intervensi
dilanjutkan dengan terapi dilanjutkan dengan terapi
oksigen, intake out put oksigen, intake out put
cairan, intake cairan per cairan, intake cairan per
NGT, dan monitor tanda- NGT, dan monitor tanda-
tanda vital. tanda vital.

Tanggal 29 Mei 2017 Tanggal 29 Mei 2017-06-


07
Diagnosa 1
ketidakefektifan pola nafas Diagnosa 1
berhubungan dengan ketidakefektifan pola
adanya gangguan ventilasi nafas berhubungan
didapatkan hasil evaluasi dengan adanya gangguan
:ibu mengatakan partisipan ventilasi didapatkan hasil
1 masih terasa sesak saat Ny.N mengatakan nafas
bernapas, sesak bertambah An.F masih sesak dan
bila menangis, pasien gelisah. Data objektif
masih tampak lemah dan yang didapatkan yaitu
sesak napas, terdapat napas pasien tampak
retraksi dinding dada, sesak, terdapat retraksi
akral tampak sianosis, dinding dada, frekuensi
TTV pasien yaitu HR : napas yaitu 52 x/i, bunyi
126 x/i, RR : 43 x/i, S : napas bronkovaskuler
36,8 0C, terpasang oksigen dan terpasang oksigen
nasal kanul 2 liter/menit nasal canul 2 liter/menit.
Masalah keperawatan Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas ketidakefektifan pola
berhubungan dengan nafas berhubungan
ventilasi yang tidak dengan ventilasi yang
adekuat belum teratasi tidak adekuat belum
sesuai dengan kriteria hasil teratasi sesuai dengan
frekuensi pernapasan kriteria hasil frekuensi
dalam rentang normal, pernapasan dalam
irama pernapasan normal, rentang normal, irama
suara auskultasi pernapasan normal, suara
pernapasan normal, auskultasi pernapasan
kepatenan jalan napas, normal, kepatenan jalan
retraksi dinding dada tidak napas, retraksi dinding
ada, suara napas tambahan dada tidak ada, suara
tidak ada. Intervensi napas tambahan tidak
dilanjutkan dengan terapi ada. Intervensi
oksigen, intake out put dilanjutkan dengan terapi
cairan, intake cairan per oksigen, intake out put
NGT, dan monitor tanda- cairan, intake cairan per
tanda vital. NGT, dan monitor tanda-
tanda vital.
Tanggal 30 Mei 2017
Tanggal 30 Mei 2017
Diagnosa 1
Diagnosa 1 ketidakefektifan pola
ketidakefektifan pola nafas nafas berhubungan
berhubungan dengan dengan adanya gangguan
adanya gangguan ventilasi ventilasi didapatkan hasil
didapatkan hasil evaluasi : Ny.N mengatakan nafas
ibu mengatakan partisipan An.F sesak sudah
1 masih terasa sesak saat berkurang. Data objektif
bernapas, sesak bertambah yang didapatkan yaitu
bila menangis, pasien napas pasien tampak
masih tampak lemah dan sesak sudah berkurang,
sesak napas, tidak terdapat tidak terdapat retraksi
retraksi dinding dada, dinding dada, frekuensi
akral teraba hangat, TTV napas yaitu 49 x/i, bunyi
pasien yaitu HR: 122 x/i, napas bronkovaskuler
RR: 37 x/i, S: 36,7 0C, dan terpasang oksigen
terpasang oksigen nasal nasal canul 2 liter/menit.
kanul 2 liter/menit Masalah keperawatan
Masalah keperawatan ketidakefektifan pola
ketidakefektifan pola nafas nafas berhubungan
berhubungan dengan dengan ventilasi yang
ventilasi yang tidak tidak adekuat belum
adekuat belum teratasi teratasi sesuai dengan
sesuai dengan kriteria hasil kriteria hasil frekuensi
frekuensi pernapasan pernapasan dalam
dalam rentang normal, rentang normal, irama
irama pernapasan normal, pernapasan normal, suara
suara auskultasi auskultasi pernapasan
pernapasan normal, normal, kepatenan jalan
kepatenan jalan napas, napas, retraksi dinding
retraksi dinding dada tidak dada tidak ada, suara
ada, suara napas tambahan napas tambahan tidak
tidak ada. Intervensi ada. Intervensi
dilanjutkan dengan terapi dilanjutkan dengan terapi
oksigen, intake out put oksigen, intake out put
cairan, intake cairan per cairan, intake cairan per
NGT, dan monitor tanda- NGT, dan monitor tanda-
tanda vital. tanda vital.

Tanggal 31 Mei 2017 Tanggal 31 Mei 2017


Diagnosa 1 Diagnosa 1
ketidakefektifan pola nafas ketidakefektifan pola
berhubungan dengan nafas berhubungan
adanya gangguan ventilasi dengan adanya gangguan
didapatkan hasil evaluasi : ventilasi didapatkan
ibu mengatakan partisipan hasil Ny.N mengatakan
1 sudah tidak terlalu sesak nafas An.F sudah tidak
saat bernapas, Pasien sesak.
masih tampak lemah dan Data objektif yang
sesak napas sudah didapatkan yaitu tampak
berkurang, tidak terdapat sesak pasien sudah
retraksi dinding dada, berkurang, tidak terdapat
akral teraba hangat, TTV retraksi dinding dada,
pasien yaitu HR : 128 x/i, frekuensi napas yaitu 39
RR: 39 x/i, S : 36.7 0C, x/i, bunyi napas
terpasang oksigen nasal bronkovaskuler dan
kanul 2 liter/menit terpasang oksigen nasal
Masalah keperawatan canul 2 liter/menit.
ketidakefektifan pola nafas Masalah keperawatan
berhubungan dengan ketidakefektifan pola
ventilasi yang tidak nafas berhubungan
adekuat teratasi sebagian dengan ventilasi yang
sesuai dengan kriteria hasil tidak adekuat sudah
frekuensi pernapasan teratasi sebagian sesuai
dalam rentang normal, dengan kriteria hasil
irama pernapasan normal, frekuensi pernapasan
suara auskultasi dalam rentang normal,
pernapasan normal, irama pernapasan
kepatenan jalan napas, normal, suara auskultasi
retraksi dinding dada tidak pernapasan normal,
ada, suara napas tambahan kepatenan jalan napas,
tidak ada. Intervensi retraksi dinding dada
dihentikan karena pasien tidak ada, suara napas
pulang. tambahan tidak ada.
Intervensi dihentikan
karena pasien pulang.
C. Pembahasan Kasus

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas apakah ada kesesuaian
antara teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan pada pasien
bronkopneumonia dengan gangguan oksigenasi pada partisipan 1 dan
partisipan 2 yang telah dilakukan mulai tanggal 27-31 Mei 2017 di ruangan
HCU Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat intervensi
keperawatan, melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian
a. Identitas Anak
Berdasarkan identitas yang telah didapatkan antara kedua partisipan
yaitu berjenis kelamin laki-laki. Anak laki-laki lebih rentan terkena
penyakit pneumonia. Ini sesuai dengan hasil penelitian Osharinanda,
dkk tahun 2012 didapatkan data karakteristik dasar pasien pneumonia
pada anak adalah berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil penelian
tersebut didapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
yaitu 1,25:1.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Berdasarkan keluhan utama kedua partisipan pada saat masuk
rumah sakit yaitu sesak nafas, batuk-batuk, demam. Keluhan
utama yang dirasakan pada kasus sesuai dengan teori Rahajoe,
Nastiti N, dkk (2008) bahwa gambaran klinis penumonia pada
bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum dapat dilihat berdasarkan 2 gejala yaitu, gejala
infeksi umum dan gejala gangguan respiratori, salah satu dari
gejala gangguan respiratori pada pasien bronkopneumonia yaitu
anak mengeluh sesak saat bernapas. Analisa peneliti sesak nafas
terjadi karena proses inflamasi pada jaringan bronkus yang
mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain itu juga
dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari
luar sehingga berkurangnya kapasitas paru, maka dari itu tubuh
akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan oksigen dengan cara
peningkatan upaya untuk bernapas.

2) Riwayat kesehatan sekarang


Hasil pengkajian pada partisipan 1 tidak ditemukan gejala batuk,
namun pada partisipan 2 ditemukan gejala batuk berdahak.
Berdasarkan teori Riyadi, dkk, tahun 2009 mengatakan bahwa
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan
gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan
reflek batuk. Analisa peneliti partisipan 1 tidak mengalami batuk
karena perdangan masih belum luas, hal ini didukung dari hasil
labor pada pemeriksaan kadar leukosit partisipan 1 masih dalam
rentang normal yaitu : 10. 820 /mm 3 normalnya (6000-18000), hal
ini menandakan bahwa bercak konsolidasi belum menyebar luas
pada paru-paru yang dapat menimbulkan cairan eksudat yang
berlebih dan juga dapat dibuktikan dari hasil pemeriksaan rotgen
thoraks pada partisipan 1 bercak infiltrat akibat kuman hanya
tampak di bagian perakardial kanan, sedangkan pada partisipan 2
telah menyeluruh pada kedua perikardial paru.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Partisipan 1 dan partisipan 2 memiliki riwayat penyakit jantung
bawaan sejak lahir, namun belum dioperasi. Analisa peneliti, pada
penyakit jantung bawaan merupakan faktor yang dapat
memperburuk status oksigenasi tubuh karena darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi
dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi, darah
terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Pencampuran darah
yang teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia
arterial (Price.2012). Akibat penurunan ventilasi maka ratio
optimal sehingga ventilasi perfusi tidak tercapai, tubuh berusaha
meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra sehingga
pasien akan terlihat sesak.

Data imunisasi yang didapatkan antara kedua partisipan yaitu


kedua partisipan tidak ada mendapatkan imunisasi secara lengkap,
hanya mendapatkan imunisasi HB 0 saat lahir. Berdasarkan
penelitian Osharinanda, dkk tahun 2012 bahwa anak yang paling
banyak menderita pneumonia yaitu anak yang status imunisasi
yang tidak lengkap. Anak yang belum mendapatkan imunisasi
lebih rentan terkena pneumonia. Imunisasi merupakan cara
pencegahan terkena penyakit menular karena kekebalan tubuh
anak belum terbentuk sempurna. Imunisasi yang berhubungan
dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis
dalam DPT, campak, Haemopilus Infuenza, dan pneumokokus.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Anggota keluarga partisipan 1 dan partisipan 2 tidak ada memilki
riwayat penyakit yang sama dan penyakit degeneratif lainnya.

c. Data lingkungan
Data lingkungan didapatkan antara kedua partisipan menyatakan
bahwa rumah kurang ventilasi dan sempit. Hal ini didukung oleh
penelitian Anwar Athena, Ika Dharmayanti tahun 2014 mengatakan
bahwa adanya risiko bronkopneumonia pada balita yang tinggal
dirumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syrat kesehatan dan
atau tidak ada atau tidak biasa membuka jendela disebabkan karena
ventilasi dan jendela mempunyai fungsi sangat penting untuk
menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang keluar dan
masuk ruangan rumah. Analisa peneliti ventilasi rumah yang kurang
dapat menyebabkan terhambatnya sirkulasi udara dengan baik,
sehinga kurangnya pertukaran oksigen didalam rumah, dan kurangnya
terpapar pencahayaan sinar matahari kedalam rumah yang juga dapat
berperan dalam menghambat perkembangan bakteri didalam rumah.

d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik area paru saat inspeksi ditemukan adanya retraksi
dinding dada pada kedua kasus. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa tanda bronkopneumonia pada anak berupa retraksi
(penarikan dinding dada bagian bawah saat bernapas bersama dengan
peningkatan frekuensi napas), fremitus melemah suara napas melemah
dan ronkhi ( Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Hasil pemeriksaan auskultasi pada partisipan 2 ditemukan suara nafas


brokovaskuler tanpa disertai dengan bunyi nafas tambahan, sedangkan
pada partisipan 1 pada saat auskultasi ditemukan suara nafas
bronkovaskuler disertai dengan bunyi napas tambahan yaitu terdengar
bunyi ronkhi. Berdasarkan teori Ruyadi, dkk tahun 2009 mengatakan
data yang paling menonjol pada pemeriksaan auskultasi pada thoraks
yaitu ditemukan suara bronkovaskuler atau bronkhial pada daerah
yang terkena dan suara pernapasan tambahan ronkhi inspiratoir pada
sepertiga akhir inspirasi.
Analisa peneliti ditemukannya suara tambahan ronkhi pada partisipan
2 karena banyaknya cairan eksudat yang menumpuk dan menjadi
sekret kental pada saluran pernapasan, dalam keadaan abnormal
dimana alveoli terisi infiltrat maka udara didalamnya akan berkurang
atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getar suara
yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada
sehingga dapat terdengar sebagai suara napas bronkovaskuler. Suara
napas tambahan ronkhi tergantung pada luas daerah auskultasi yang
terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau
sedang.

e. Pola aktivitas sehari


Status nutrisi pada kedua kasus didapatkan tidak ada yang
mendapatkan ASI ekslusif selama umur 1-6 bulan. ASI ekslusif juga
merupakan faktor dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan
dengan berkurang-nya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi
yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula.
Penelitian oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa
pemberian ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka
kematian anak akibat penyakit diare dan infeksi saluran napas akut,
pneumonia (Masela dkk, 2015).

Selama sakit partisipan 1 mengalami gangguan pola tidur sedangkan


partisipan 2 tidak mengalami gangguan tidur, hal ini ditandai dengan
frekuensi tidur malam partisipan 1 yaitu 4-6 jam perhari, anak sering
menangis, rewel dan gelisah, sedangkan tidur malam partisipan 2
mencukupi yaitu 7-8 jam/hari namun sesekali terbangun karena batuk.
Analisa peneliti berdasarkan hasil observasi, partisipan 1 mengalami
pembesaran pada jantung kanan, bentuk dada tidak simetris, retraksi
tampak jelas, dan pada anak yang berusia 7 bulan tidak mampu
mengubah posisi dengan sendirinya untuk memaksimalkan ventilasi
sehingga anak tidak dapat mencapai pola tidur yang maksimal.

f. Data penunjang
Pada hasil rontgen didaptkan bercak-bercak infiltrat di area paru pada
partisipan 1 dan partisipan 2. Hal ini didukung oleh teori Somantri
Irman, tahun 2009 mengatakan bahwa foto rontgen dada (chest x-ray):
teridentifikasi penyebaran, misalnya lobus, bronkhial, dapat juga
menunjukkan multipel abses/ infiltrat, empiema (Staphylococcus),
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial), atau penyebaran ekstensif
nodul infiltrat (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma,
gambaran chest x-ray mungkin bersih.

2. Diagnosa Keperawatan
Hasil observasi peneliti menemukan diagnosa yang muncul diruangan
hanya 1 diagnosa yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
adanya gangguan ventilasi.
Analisa peneliti sesuai dengan observasi dan dokumentasi, diagnosa yang
ditemukan peneliti yaitu :
Partisipan 1 : Ketidakefektifan pola nafas b/d dengan ventilasi adanya
gangguan ventilasi, Gangguan pertukaran gas b/d hiperventilasi,
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan.

Partisipan 2 : ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif b/d


penumpukan sekret di jalan nafas, Ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi, Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.

Hasil analisa data pada partisipan 1 peneliti mengangkat diagnosa prioritas


yaitu Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya gangguan
ventilasi karena terdapat data yang mendukung seperti frekuensi
pernapasan 52 x/menit pada usia 7 bulan (takipneu), penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, pasien tampak sesak, perubahan gerakan dinding dada,
suara nafas broncovaskuler, sehingga menurut peneliti bahwa partisipan 1
memerlukan salah satu dari intervensi dari diagnosa ketidakefektifan pola
nafas berhubungan adanya gangguan ventilasi yaitu mengatur posisi
segera untuk memaksimalkan ventilasi.

Hasil analisa data pada partisipan 2 peneliti mengangkat diagnosa prioritas


yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret di jalan
nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas. Masalah ini muncul dengan
batasan karakteristik yaitu dispnea, suara napas tambahan, perubahan pada
irama dan frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, gelisah,
dan sputum berlebih (Lusianah, dkk, 2012).

Masalah ini muncul karena bakteri pneumokokus pada alveoli sehingga


terjadi suatu reaksi inflamasi dan menghasilkan eksudat. Eksudat pada
infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman
penyebab (sterptokokus). Selanjutnya eksudat menjadi purulen, dan
menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus (Price, 2012).

Data yang mendukung peneliti mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa


prioritas pada partisipan 2 yaitu pasien mengalami batuk berdahak, suara
nafas bronkovaskuler disertai suara tambahan ronkhi, sedangkan pada
partisipan 1 tidak mengalami keluhan batuk. Peneliti memprioritaskan
sebagai masalah utama yang menyebabkan bahwa bersihan jalan nafas
tidak efektif merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan
memerlukan tindakan segera. Kebutuhan oksigenasi termasuk kebutuhan
fisiologis yang terletak pada urutan pertama dan harus segera ditangani,
jika tidak segera ditangani terjadi penumpukan sekret yang banyak
sehingga akan mengganggu proses pernafasan dan dapat menimbulkan
obstruksi jalan nafas yang diakibatkan akan fatal bagi pasien. Sumbatan
tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak nafas.

Tedapat diagnosa yang sama antara partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu


gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Masalah
ini ditandai dengan ditemukannya adanya beberapa tanda-tanda dari data
yang mendukung diagnosa tersebut seperti ketidaknormalan frekuensi
pernapasan dan kedalaman pernapasan, warna kulit yang tidak normal
(sianosis), hipoksia, hipoksemia, dan gas darah arteri yang tidak normal
serta takikardi (Lusianah, dkk 2012).

Terdapat diagnosa yang berbeda antara kedua kasus. Peneliti mengangkat


diagnosa gangguan pola tidur pada partisipan 1 sedangkan pada kasus
kedua tidak, pada hasil pengkajian ditemukan partisipan 1 frekuensi tidur
malam partisipan 1 yaitu 4-6 jam perhari, anak sering mengais, rewel dan
gelisah, sedangkan tidur malam partisipan 2 mencukupi yaitu 7-8 jam/hari
namun sesekali terbangun karena batuk. Analisa peneliti berdasarkan hasil
observasi, partisipan 1 mengalami pembesaran pada jantung kanan, bentuk
dada tidak simetris, retraksi tampak jelas, dan pada anak yang berusia 7
bulan tidak mampu mengubah posisi dengan sendirinya untuk
memaksimalkan ventilasi sehingga sesak napas pada anak membuatnya
tidak dapat mencapai pola tidur yang maksimal.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari
Nursing Interventions Classification (NIC) dan Nursing Outcomes
Classification (NOC). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus
pasien didasarkan pada tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret di jalan
nafas, ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi, gangguan pertukaran
gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Gangguan pola tidur
berhubungan dengan ketidaknyamanan.

Menurut peneliti dalam penyusunan rencana yang akan dilakukan pada


kedua partisipan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang
ditemukan dalam penetapan intervensi yang akan dilakukan. Penyusunan
perencanaan keperawatan peneliti susun berdasarkan prioritas kebutuhan
yang paling mendasar yang dibutuhkan oleh pasien dalam upaya
pemulihan derajat kesehatan pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Hasil observasi peneliti implementasi yang dilakukan diruangan yaitu
Implementasi pada diagnosa yaitu monitor vital sign, intake out put cairan,
intake cairan per NGT, memberikan terapi obat. Analisa peneliti
berdasarkan hasil observasi bahwa pada partisipan perlu dilakukan
pengaturan posisi semifowler sesuai dan dilakukan auskultasi bunyi nafas
untuk mengetahui area penurunan ventilasi dan memaksimalkan ventilasi.

Rahajoe, N Nastiti, dkk, tahun 2008 mengatkan bahwa kecukupan dan


keefektifitas terapi oksigen dapat dilakukan secara langsung dan mudah
bila mengerti prinsip homeostasis kardiopulmoner. Evaluasi dapat
dilakukan dengan memperhatikan pemeriksaan fisik sistem
kardiopulmonal, penilaian analisis gas darah dan pulse oksimeter .
Penilaian sistem kardiovaskular meliputi kesadaran, laju jantung, laju nadi
dan perfusi perifer serta tekanan darah pada anak yang lebih besar.
Kesadaran yang baik mununjukkan perfusi oksigen sistem saraf pusat
yang adekuat. Laju jantung dan nadi yang mendekati normal munujukkan
oksigenasi yang cukup sementara perfusi perifer dinilai dari perabaan kulit
dan pengisian kapiler. Kulit yang kering dan hangat serta pengisian kapiler
yang normal meunjukkan oksigenasi yang baik. Sedangkan sistem
pernapasan dinilai dari laju napas dan ada tidaknya retraksi sela iga dan
suprasternal.

5. Evaluasi Keperawatan
Partisipan 1
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan adanya gangguan ventilasi, didapatkan evaluasi keperawatan
teratasi pada hari ke 5, dengan kriteria hasil Ny.T mengatakan nafas An.G
sudah tidak sesak, An.G tampak tenang, frekuensi nafas 35 kali permenit,
pasien terpasang oksigen nasal kanul 2 liter, dan bisa melepaskan bantuan
oksigen tanpa disertai sesak nafas.
Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
ventilasi yang tidak adekuat teratasi sebagian, Intervensi dihentikan karena
pasien pulang.

.
Partisipan 2
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan adanya gangguan ventilasi, didapatkan evaluasi keperawatan
teratasi pada hari ke 5, dengan kriteria hasil Ny.N mengatakan nafas An.F
sudah tidak sesak, An.F tampak tenang, frekuensi nafas 30x permenit,
pasien terpasang oksigen nasal kanul 2 liter, dan bisa melepaskan bantuan
oksigen tanpa disertai sesak nafas.
Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
ventilasi yang tidak adekuat sudah teratasi, intervensi dihentikan karena
pasien pulang.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap penerapan asuhan keperawatan dengan


gangguan oksigenasi pada pasien bronkopneumonia di Ruangan HCU Anak
IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017,
peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil pengkajian pada kedua partisipan yaitu mengeluh sesak nafas,


demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan auskultasi bronkovaskuler,
nafas dyspneu, hasil pemeriksaan rotgen thoraks ditemukan adanya
infiltrat pada perikardial paru.
2. Masalah keperawatan yang muncul pada kedua partisipan
bronkopneumonia dengan gangguan oksigenasi diruangan adalah
sebanyak 1 masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pola nafas b/d
dengan adanya gangguan ventilasi. Berdasarkan dengan teori, kedua
partisipan ditemukan 2 masalah keperawatan yang sama yaitu
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya gangguan
ventilasi, gangguan pertukaran gas b/d hiperventilasi, terdapat 1 diagnosa
yang berbeda tiap masing-masing pada partisipan.
3. Hasil yang diperoleh dalam intervensi keperawatan yang dilakukan oleh
rumah sakit belum sesuai dengan intervensi dalam NANDA NIC NOC
dalam hal penatalaksanaan pasien dengan gangguan oksigenasi pada
pasien bronkopneumonia, seperti memantau vital sign, monitoring terapi
oksigen dan monitoring status respirasi.
4. Dalam proses implementasi yang dilakukan berdasarkan observasi
peneliti mulai tanggal 27- 31 Mei 2017, peneliti tidak menemukan
kesenjangan antara praktik terutama yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan khususnya perawat yang ada diruangan, namun masih terdapat
implementasi yang tidak diterapkan seperti pengaturan posisi semifoeler
pada anak yang mengalami gejala sesak napas.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama 5 hari, untuk kedua partisipan yang
dilakukan dari tanggal 27 -31 Mei 2017 dalam bentuk SOAP. Evaluasi
tersebut dilakukan pada setiap masing-masing masalah keperawatan yang
muncul pada kedua partisipan. Masalah keperawatan yang muncul
diruangan teratasi. Intervensi di hentikan pada hari ke lima dan pasien
pulang dihari kelima.

B. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran
sebagai berikut
1. Bagi Perawat HCU Anak
Diharapkan lebih memperhatikan kebutuhan dasar gangguan oksigenasi
pada pasien bronkopneumonia karena penyembuhan atau perkembangan
penyakit bronkopneumonia tergantung pada kebutuhan oksigenasi dan
meningkatkan perencanaan pulang (discharge planning) pada pasien
bronkopneumonia supaya anak tidak berulang ke rumah sakit dengan
penyakit yang sama.
2. Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan hasil karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gangguan
oksigenasi dalam praktik keperawatan serta dapat mengaplikasikan ilmu
yang didapat selama perkuliahan dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya gangguan oksigenasi pada pasien bronkopneumonia.
3. Bagi Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang
Dapat meningkatkan mutu pendidikan mutu pendidikan sehingga
tercapainya lulusan perawat yang profesional, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Athena & Dharmayanti, Ika.2014. Kejadian Pneumonia pada Anak Balita
di Indonesia. Jakarta: Percetakan Negara No. 29 Diakses
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/405

Bakta, I Made, Prof. DR. Dr. SpPD (KHOM) & Suastika, I Ketut, dr. SpPD (KE).
2015. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Dewi Gass. 2013. Bronkopneumonia. Mahasiswa fakultas kedokteran universitas


lampung.Diakseshttp://download.portalgaruda.org/article.php?article=12249
1&val=5502&title=BRONKOPNEUMONIA pada tanggal 1 Februari 2017.

Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Padang. Profil kesehatan tahun 2013. Padang.

Ernawati, S.Kep.Ns. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan Dalam
pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Fadhila a. 2013. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia


pada Pasien Bayi laki. Fakultas kedokteran universitas lampung. Diakses
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122484&val=5502&titl
e=PENEGAKAN%20DIAGNOSIS%20DAN%20PENATALAKSANAAN
%20BRONKOPNEUMONIA%20PADA%20PASIEN%20BAYI%20LAKI
-LAKI%20BERUSIA%206%20BULAN pada tangga 2 Februari 2017.

Francis, Caia, MSc, CBiol, MIBiol, BSc (Hons), AKC, RGN, PGCE, Asthma
Diploma. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga.

Hendrizal, Saanin Syaiful & Bachtiar Hafni. 2014. Pengaruh Terapi Oksigen
Menggunakan Non-Rebeathing Mask terhadap Tekanan Parsial CO2 Darah
pada Pasien Cedera Kepala Sedang. Jakarta: Jurnal Kesehatan Andalas
diakseshttp://download.portalgaruda.org/article.php?article=300125&val=7
288&title=Pengaruh%20Terapi%20Oksigen%20Menggunakan%20Non-
Rebreathing%20Mask%20Terhadap%20Tekanan%20Parsial%20CO2%20D
arah%20pada%20Pasien%20Cedera%20Kepala%20Sedang

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Diakses


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf pada tanggal 3 Februari 2017.

Lusianah, S.Kp, M.Kep, dkk, 2012. Prosedur Keperawatan. Jakarta: CV Trans


Info Media

Mariyam. 2013. Aplikasi Teori Konservasi Levine pada Anak dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di ruang Perawatan Anak. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang diakses
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=137421&val=5091&titl
e=APLIKASI%20TEORI%20KONSERVASI%20LEVINE%20PADA%20
ANAK%20DENGAN%20GANGGUAN%20PEMENUHAN%20KEBUTU
HAN%20OKSIGENASI%20DI%20RUANG%20PERAWATAN%20ANA
K pada tanggal 01 Februari 2017.

Masela R. Hesty dkk, 2015. Hubungan Antara Pemberian ASI Ekslusif Dengan
Riwayat Penyakit Infeksi Pada Anak Umur 1- 3 Tahun di Desa Mopusi
Kecamatan L Olayan Kabupate Bolaang Mongondow Induk. Diakses
Tanggal 3 April 2017, Pukul 10.30. Http://Download.Portalgaruda.Org.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Osharinanda. Monita dkk. 2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di bagian
Anak RSUP. DR. M. Djamil Padang Sumatra Barat. Diakses Tanggal 8
Januari 2017, Pukul 10.00. Http://jurnal.fk.unand.ac.id.

Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson & Lorraine Mecarty Wilson, RN. PhD. 2012.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Profil Kesehatan Indonesia (2014). Jumlah kasus pneumonia pada balita Menurut
provinsi dan kelompok umur tahun 2014. Diakses
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatanindon
esia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf pada tanggal 23 Februari 2017.

Profil Kesehatan Sumatra Barat (2013). Cakupan Penemuan Pneumonia di


Provinsi Sumatera Barat tahun 2013. Diakses
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2013/03_Prov_Sumbar_2013.pdf pada tanggal 23 Februari 2017.

Profil Kesehatan Sumatra Barat (2014). Cakupan Pneumonia Balita di Provinsi


Sumatera Barat tahun 2014. Diakses
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2014/03_Sumatera%20Barat_2014.pdf pada tanggal 23 Februari 2017.

Profil RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2014). 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap
Tahun 2014. Diakses http://www.rsdjamil.co.id/pages/10penyakitterbanyak-
rawatinaptahun2014 tanggal 03 Februari 2017 pada tanggal 03 Februari
2017.

Rahajoe, Nastiti N.;Supriyatno, Bambang.; Setyanto, Darmawan Budi. 2008.


Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:
Graha Ilmu.
Saputra, Dr. Lyndon. 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia.
Tanggerang Selatan: Binarupa Askara.

Siahaan MLI. 2013. Bronkopneumonia pada bayi dengan sindrom down.


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122527&val=5502&titl
e=BRONKOPNEUMONIA%20PADA%20BAYI%20DENGAN%20SIND
ROM%20DOWN pada tanggal 2 Februari 2017.
Somantri, Irman, S.Kp, M.Kep. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Supardi, Sudibyo & Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: CV Trans Info Media.

Tarwoto & Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi Empat. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. (2014). Diakses dari http://www.who.int/en/ pada tanggal 03 Februari


2017.
Lampiran 4
FORMAT PENGKAJIAAN KEPERAWATAN ANAK

Hari Tanggal Jam


Waktu pengkajian
Sabtu 27-05-2017 09.00 WIB

Rumah sakit/ klinik/ puskesmas : RSUP Dr. M. Djamil Padang


Ruangan : Ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal masuk RS : 25-05-2017
No. Rekam Medik 979638
Sumber informasi : ibu, laporan status
I. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
1. IDENTITAS ANAK
Nama/ panggilan An.G
Tanggal lahir/ umur 06 November 2016
Jenis kelamin Laki-laki
Agama Islam
Pendidikan Belum sekolah
Anak ke/ jumlah saudara Pertama
Diagnose Medis PJB dan Bronkopneumonia

2. IDENTITAS IBU AYAH


ORANGTUA
Nama Ny.T Tn.D
Umur 22 tahun 30 tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Ibu rumah tangga Wiraswasta
Alamat jln ampelo pengambiran, Sumatra Barat.

3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH


No Nama Usia Jenis Hub. pendidikan Status ket
(inisial) (bl/th) kelamin Dg KK kesehatan
1.
2.
3.

II. RIWAYAT KESEHATAN


KELUHAN UTAMA Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam sejak 3 hari dan
anak membiru sejak 3 bulan yang lalu.
1. Riawayat Kesehatan Sekarang
Pasien tampak sesak dan rewel, Ny. T mengatakan napas An.G tampak sesak dan
terpasang oksigen, napas sesak akan bertambah jika An.G menangis, ibu
mengatakan badan An.G teraba panas.

2. Riwayata kesehatan dahulu


a. Prenatal
Riwayat gestasi G1 P1 A0 H1
HPHT Tidak ingat
Pemeriksaan kehamilan ada
Frekuensi 2x dalam sebulan
Imunisasi TT tidak ada
Masalah waktu hamil tidak ada
Sikap ibu sewaktu kehamilan normal
Emosi ibu sewaktu hamil normal
Obat- obat yang digunakan vitamin dan tablet Fe
Perokok tidak
Alkohol tidak
b. Intranatal
Tanggal persalinan 06 November 2017
BBL/PBL 2.7 Kg / 49 cm
Usia gestasi saat lahir 9 bulan
Tempat pesalinan RSUP dr.Mdjamil Padang
Penolong persalinan Dr spesialis kandungan
Jenis persalinan sesar
penyulit persalinan tidak ada
c. Post natal (24 jam)
APGAR skor tidak dapat dinilai
Inisiasi menyusui dini (IMD tidak ada IMD
Kelainan congenital tidak ada
d. Penyakit yang pernah diderita anak
Ny.T mengatakan An.G telah memiliki kelainan penyakit jantung bawaan sejak
lahir namun belum pernah dioperasi dan dirawat selama 1 minggu lalu
dipulangkan karena tidak cukup biaya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga pernah sakit Keluarga mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang lain yang menderita penyakit
yang sama dengan An.G dan penyakit
degenerati seperti diabetes melitus, jantung,
hipertensi.
Riwayat penyakit keturunan tidak ada

Genogram
Ket:
: laki- laki : perempuan

III. RIWAYAT IMUNISASI


HB 0 ada Simpulan: Ny.T
BCG tidak ada mengatakan tidak mau
DPT tidak ada membawa anaknya untuk
Polio tidak ada imunisasi karena takut
Hepatitis B tidak ada anak demam.
Campak tidak ada
IV. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Perkembangan An.G saat ini bisa miring kiri dan kanan serta berguling
V. LINGKUNGAN
Rumah : Ventilasi rumah kurang dan sempit
Halaman pekarangan: Ada namun tidak luas, tidak banyak tumbuhan.
Jamban/ WC : Ada memenuhi syarat kesehatan
Sumber air minum : Air galon
Sampah : Pembuangan sementara didepan rumah memakai tong
samapah, lalu dibakar.
VI. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
1. Pemeriksaan fisik
a. kesadaran Compos mentis
GCS: E: M : V: jumlah:
b. tanda vital Suhu: 38.5 c RR: 45 x/m HR: 124 x/m
c. posture BB: 5 Kg PB/TB: 59 Cm
d. kepala Bentuk : simetris
Kebersihan : cukup bersih
Lingkar kepala: cm
Fontalel anterior: normal
Fontale posterior: normal
Benjolan: tidak ada
Data lain: tidak ditemukan kelainan lain dikepala
e. mata Simetris
Sklera: tidak ikhterik
Refleks cahaya : Positif
Pupil : Isokor
Konjungtiva : Tidak anemis
Sclera : Tidak ikterik
Reflek kedip : Ada
f. hidung Letak : Simetris
Pernafasan cuping hidung: Tidak ada
Kebersihan : Bersih
g. mulut warna bibir merah kepingan, mukosa basah. Palatum
cekung keatas.
h. telinga Bentuk : simetris
Kebersihan : cukup bersih
Posisi puncak pina : normal
Pemeriksaan pendengaran : baik
Data lain:
i. leher Pembesaran kelenjar getah bening: tidak ada
Pembesaran vena junggularis: tidak ada
j. dada
- thoraks Inspeksi : tidak simetris, tampak dada corong,
terdapat retraksi dinding dada
Auskultasi : bronkovaskuler, tidak terdapat suara
napas tambahan
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Lingkar dada:
- jantung Inspeksi : tidak simetris
Auskultasi : irama reguler
Palpasi : teraba ictus cordi LMCS RIC 5
k. abdomen Inspeksi : simetris, tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak terdapat nyeri
Perkusi : tympani

l. kulit Turgor : baik


Kelembaban: baik
Warna : warna kulit putih, terdapat scabies di tangan
dan kaki.
Data lain
m. ekstremitas atas akral dingin, crt < 2 dtk, tidak ada lesi.
n. ekstremitas bawah akral dingin, crt <2 dtk , tidak ada lesi.
o. genitalia dan anus tidak terdapat kelainan
p. pemeriksaan tanda
rangsangan meningeal
2. tempramen dan Easy child
daya adaptasi Kakater santai
Temperamen mudah
Kebiasaan yang teratur dan mudah di prediksi
Mudah beradaptasi terhadap perubahan
Difficult child
Sangat aktif
peka rangsangan
kebiasaan yang tidak tidur
lambat adaptasi dg rutinitas, orang/ situasi baru
sering menanggis
Slow- to- warm up child
Reaksi negatif terhadap stimulasi baru
Lambat beradaptasi
Tidak aktif
3. kebiasaan sehari- hari
a. nutrisi dan cairan ASI + PASI
ASI eksklusif dan susu pendamping selama 2 bulan,
dari 2 bulan sampai usia 6 bulan An.G hanya
diberikan susu formula, dan dilanjutkan dengan jenis
makanan promina dan nasi tim. Selama sakit An.G
mendapat diit Susu Formula 8 x 60 cc/hari.
b. istrahat dan tidur Siang: Malam:
Pola tidur siang An.G 1- tidur malam sedikit
2 jam kuantitas kurang frekuensi tidur lebih
nyenyak dikarenakan kurang 4-6 jam/hari
sesak saat bernapas, dikarenakan anak sesak
dan rewel.
c. eliminasi BAK: normal BAB: normal
Frekuensi BAB dan Frekuensi BAB dan
BAK An.G sebanyak BAK An.G sebanyak
120 gr/hari 120 gr/hari
menggunakan pempers. menggunakan pempers.
d. personal hygiene tidak ada masalah
e. aktifitas bermain tidak ada
f. rekreasi Pola rekreasi keluarga: tidak ada
VII. DATA PENUNJANG
Laboratorium Leukosit meningkat 10.820/ kalium meningkat 5,8,
glukosa sewaktu rendah 72mg/dl, hemoglobin tinggi
18 g/dl, eritrosit 6,6 juta, hematokrit meningkat 56%,
eosinofil rendah 0%, AGD pH rendah 7,28, PCO2
55 mmHg, PO2 28 mmHg,
HCO3- 25,7 mmol/L, BE -2.5, SO2 rendah 85%.
radiologi Pembesaran medistinum superior (Thymus), jantung
membesar CTR 60%, apeks membulat, hilus tamak
menebal, corakan bronkovaskuler bertambah,
tampak infiltrat di perakardial kanan , tampak
gambaran opak nodular diperihiler kanan.
Terapi medis IVFD KAEN 1B 2cc/jam
Ampicillin 4 x 125 mg iv, Gentamicin 2 x 12 mg iv.
VIII. ANALISA DATA
Data Masalah Etiologi

Data subjektif : Ketidakefektifan pola adanya gangguan


Ny.T mengatakan An.G nafas ventilasi.
masih terlihat sesak dan
sesak bertambah saat
An.G menagis dan rewel.

Data objektif :
- Napas pasien tampak
sesak
- Terdapat retraksi
dinding dada
- Frekuensi napas yaitu
52 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler
- Terpasang oksigen
nasal canul 2 liter/menit
- Pemeriksaan radiologi
ditemukan corakan
bronkovaskuler
bertambah, tampak
infiltrat di parakardial
kanan, tampak
gambaran opak nodular
di perihiler kanan.
Data subjektif : Gangguan pertukaran gas Ketidakseimbangan
Ny.T mengatakan bahwa perfusi ventilasi
anaknya masih terlihat
sesak saat bernapas dan
sesak bertambah apabila
pasien rewel dan gelisah.

Data objektif :
- Pasien tampak sesak
napas.
- Pasien terpasang
oksigen dengan
binasal 2 l/i.
- Akral tampak
membiru dan teraba
dingin.
- Hasil AGD yaitu, PH
7,28, PCO2 55 mmHg,
PO2 28 mmHg,
HCO3- 25,7 mmol/L,
BE: -2.5, SO2 rendah
yaitu 85%.
- Pemeriksaan radiologi
ditemukan corakan
bronkovaskuler
bertambah, tampak
infiltrat di parakardial
kanan, tampak
gambaran opak
nodular di perihiler
kanan.
Data subjektif : Gangguan pola tidur sesak saat bernapas dan
Ny.T mengatakan An.G ketidaknyamanan
bangun lebih awal dan
tidur kurang karena sesak
saat bernafas.

Data objektif :
Jumlah tidur kurangdari
normal sesuai usia yaitu
tidur siang An.G 1-2 jam
kuantitas kurang nyenyak
dikarenakan sesak saat
bernapas, tidur malam
sedikit frekuensi tidur
lebih kurang 4-6 jam/hari
dikarenakan anak sesak
dan rewel.

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA DITEMUKAN DISELESAIKAN
TGL PARAF TGL PARAF
1 Ketidakefektifan 27-05-2017 27-05-2017
pola nafas
berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
2 Gangguan 27-05-2017 27-05-2017
pertukaran gas b/d
hiperventilasi
3 Gangguan pola 27-05-2017 27-05-2017
tidur berhubungan
dengan
ketidaknyamanan.
X. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan a. Status Pernafasan Manajemen Jalan
Pola Nafas Nafas
Kriteria hasil : 1) Posisikan pasien
1) Frekuensi untuk
pernafasan normal memaksimalkan
(40-50x/menit) ventilasi
2) Irama pernafasan 2) Lakukan fisioterapy
normal dada jika perlu
3) Kedalaman inspirasi 3) Motivasi pasien
4) Suara auskultasi untuk bernafas
pernafasan normal pelan, dalam,
5) Kepatenan jalan berputar, dan batuk
nafas 4) Gunakan teknik
6) Volume tidal yang menyenangkan
7) Kapasitas vital untuk memotivasi
8) Penggunaan otot bernafas dalam
bantu nafas tidak kepada anak-anak
ada 5) Auskultasi suara
9) Retraksi dinding nafas, catat area
dada tidak ada yang ventilasinya
10) Sianosis tidak ada menurun atau tidak
11) Suara nafas adanya suara nafas
tambahan tidak ada tambahan

b. Status Pernafasan : Terapi Oksigen


Kepatenan Jalan 1) Pertahankan
Nafas kepatenan jalan
nafas
Kriteria hasil : 2) Monitor aliran
1) Frekuensi oksigen
pernafasan normal 3) Monitor efektifitas
(40-50x/nmenit) terapi oksigen
2) Irama pernafasan 4) Amati tanda-tanda
3) Suara nafas adanya hipoventilasi
tambahan oksigen
4) Pernafasan cuping 5) Sediakan oksigen
hidung ketika pasien
5) Dipsnea saat dibawah /
istirahat dipidahkan
6) Batuk
7) Akumulasi sputum Monitor Pernafasan
1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
dan kesulitan
bernafas
2) Catat pergerakan
dinding dada dan
pengunaan otot
bantu
3) Monitor suara nafas
tambahan seperti
ngorok
4) Monitor pola nafas
5) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6) Auskultasi suara
nafas tambahan

3 Gangguan a. Status Pernafasan : Monitor Vital Sign


Pertukaran Gas Pertukaran Gas 1) Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu,
Kriteria hasil: dan status
1) Tekanan parsial pernafasan
oksigen dalam darah 2) Memonitor Denyut
arteri (po2) jantung
2) Tekanan parsial3) Memonitor suara
oksigen dalam darah paru-paru
arteri (pco2) 4) Memonitor warna
3) Saturasi oksigen kulit
4) Keseimbangan 5) Menilai Cavilarevil
ventilasi perfusi
5) Dyspnea pada saat Monitor Pernafasan
istirahat 1) Memonitor tingkat,
6) Sianosis irama, kedalaman,
dan respirasi
2) Memonitor gerakan
dada
3) Monitor bunyi
pernafasan
4) Auskultasi bunyi
paru
5) Memonitor dyspnea
dan hal yang
meningkatkan dan
memperburuk
kondisi

Terapi Oksigen
1) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2) Monitor aliran
oksigen
3) Amati tanda-tanda
hipoventilasi
induksi oksigen

3 Gangguan Pola Toleransi terhadap Peningkatan tidur


Tidur. aktifitas 4. Monitor/ catat
Kriteria hasil: pola tidur pasien
6. Saturasi oksigen saat dan jumlah jam
beraktifitas tidak tidur
terganggu 5. Monitor pola tidur
7. Frekuensi nadi ketika pasien dan catat
beraktifitas tidak kondisi fisik
terganggu (misalnya, apnea
8. Frekuensi tidur, sumbatan
pernapasan ketika jalan nafas, nyeri/
beraktifitas tidak ketidaknyamanan,
terganggu dan frekuensi
9. Kemudahan bernapas buang kecil)
ketika beraktifitas dan/atau
tidak terganggu psikologis
Tekanan darah (misalnya,
ketika beraktifitas ketakutan atau
tidak terganggu kecemasan)
keadaan yang
mengganggu tidur
6. Sesuaikan
lingkungan
(misalnya, cahaya,
kebisingan, suhu
ruangan, dan
kebisingan) untuk
meningkatkan
tidur

Terapi relaksasi
4. Gambarkan
rasionalisasi dan
manfaat relaksasi
serta jenis
relaksasi yang
tersedia
5. Minta klien untuk
rileks
6. Tunjukkan dan
praktikkan teknik
relaksasi pada
klien.
XI. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

TGL/ DIAGNOSA
IMPLEMENTASI EVALUASI
HARI KEPERAWATAN
27-05- Ketidakefektifan - Monitor vital sign S : Ny.T mengatakan
2017 Pola Nafas - Intake out put cairan An.G masih terasa
berhubungan dengan - Intake cairan per sesak saat bernapas,
adanya gangguan NGT sesak bertambah bila
ventilasi - Memberikan terapi menangis.
obat.
O : Pasien masih
tampak lemah dan
sesak napas, terdapat
retraksi dinding dada,
akral tampak sianosis,
TTV pasien yaitu HR:
112 x/i, RR: 56 x/i, S:
38,8 0C, terpasang
oksigen nasal kanul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.

28-05- - Monitor vital sign S : Ny.T mengatakan


2017 - Intake out put cairan An.G masih terasa
- Intake cairan per sesak saat bernapas,
NGT sesak bertambah bila
- Memberikan terapi menangis.
obat. O:
Pasien masih tampak
lemah dan sesak
napas, terdapat
retraksi dinding dada,
akral tampak
sianosis, TTV pasien
yaitu HR: 123 x/i,
RR :49 x/i, S : 37,8
0
C, terpasang oksigen
nasal kanul 2
liter/menit
A A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
29/05/ - Monitor vital sign S : Ny.T mengatakan
2017 - Intake out put cairan An.G masih terasa
- Intake cairan per sesak saat bernapas,
NGT sesak bertambah bila
- Memberikan terapi menangis.
obat.
O : Pasien masih
tampak lemah dan
sesak napas, terdapat
retraksi dinding dada,
akral tampak sianosis,
TTV pasien yaitu HR:
126 x/i, RR: 43x/i, S :
36,8 0C, terpasang
oksigen nasal kanul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
30/05/ - Monitor vital sign S : Ny.T mengatakan
2017 - Intake out put cairan An.G masih terasa
- Intake cairan per sesak saat bernapas,
NGT sesak bertambah bila
- Memberikan terapi menangis.
obat. O : Pasien masih
tampak lemah dan
sesak napas, akral
teraba hangat, tidak
terdapat retraksi
dinding dada.
TTV pasien yaitu HR
: 122 x/i, RR: 37 x/i,
S : 36,7 0C, terpasang
oksigen nasal kanul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
31/05/ - Monitor vital sign S : Ny.T mengatakan
2017 - Intake out put cairan An.G sudah tidak
- Intake cairan per terlalu sesak saat
NGT bernapas.
- Memberikan terapi O : Pasien masih
obat. tampak lemah dan
sesak napas sudah
berkurang, retraksi
dinding dada sudah
tidak ada, akral terba
hangat. TTV pasien
yaitu HR: 128 x/i,
RR: 39 x/i, S: 36.7
0
C, terpasang oksigen
nasal kanul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan ventilasi yang
tidak adekuat teratasi
sebagian sesuai
dengan kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dihentikan
karena pasien pulang.

Perawat Yang Melakukan


Pengkajian

Silvia Audia Putri


143110267
Lampiran 5
FORMAT PENGKAJIAAN KEPERAWATAN ANAK

Hari Tanggal Jam


Waktu pengkajian Sabtu 27 Mei 2017 10.30

Rumah sakit/ klinik/ puskesmas : RSUP Dr. M. Djamil Padang


Ruangan : Ruang HCU IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal masuk RS : 26 Mei 2017
No. Rekam Medik 919847
Sumber informasi : ibu, laporan status
XII. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
4. IDENTITAS ANAK
Nama/ panggilan An.F
Tanggal lahir/ umur 28 Mei 2015
Jenis kelamin Laki –laki
Agama Islam
Pendidikan -
Anak ke/ jumlah saudara Pertama
Diagnose Medis PJB dengan Bronkopneumoia

5. IDENTITAS IBU AYAH


ORANGTUA
Nama Ny.N Tn.P
Umur 29 Tahun 32 Tahun
Agama Islam Islam
Suku bangsa Indonesia Indonesia
Pendidikan SMK SMP
Pekerjaan IRT SWASTA
Alamat Jln pasar karupuak,kuranji,padang

6. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH


No Nama Usia Jenis Hub. pendidikan Status ket
(inisial) (bl/th) kelamin Dg KK kesehatan
1.
2.
3.
XIII. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam
sebelum masuk Rumah Sakit , muntah-muntah sejak 4
jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit frekuensi 2x
jumlah 3-4 sendok makan. Demam sejak 1 hari yang
lalu,batuk-batuk sejak 8 hari yang lalu dan nafsu makan
menurun.

4. Riawayat Kesehatan Sekarang


Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada tanggal 27 Mei 2017 Pukul 10.30
WIB, Ny.N mengatakan nafas anak sesak, batuk-batuk berdahak, nafsu makan
menurun, badan teraba panas.
5. Riwayata kesehatan dahulu
e. Prenatal
Riwayat gestasi G1 P1 A0 H1
HPHT 3 Juni 2014
Pemeriksaan kehamilan Bidan
Frekuensi 2x
Imunisasi HB 0 Ada
Masalah waktu hamil Tidak ada
Sikap ibu sewaktu kehamilan Baik
Emosi ibu sewaktu hamil Labil
Obat- obat yang digunakan Vit C, tablet Fe
Perokok Tidak
Alkohol Tidak
f. Intranatal
Tanggal persalinan 28 Mei 2015
BBL/PBL 3 kg / 47 cm
Usia gestasi saat lahir 9 bulan 2 minggu
Tempat pesalinan RS Bayangkara
Penolong persalinan Dokter spesialis kandungan
Jenis persalinan Cesar
penyulit persalinan Tidak ada
g. Post natal (24 jam)
APGAR skor Anak baru menangis 5 menit siap melahirkan
Inisiasi menyusui dini (IMD Tidak ada
Kelainan kongenital Ada kelainan pada kelamin
h. Penyakit yang pernah diderita anak
Penyakit yang pernah diderita anak pernah menderita penyakit epilepsi, cerebral
palcy, small PDA, dan Bronkopneumonia. Ny.N mengatakan An.F sudah 7 kali
dirawat di rumah sakit dengan diagnosa yang sama. Sebelumnya pasien dirawat
7 bulan terakhir di rumah sakit Rasidyn selama 1 minggu lalu pulang dengan
melanjutkan terapi antibiotik dirumah.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga pernah sakit Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga,
Ny.N mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit yang sama
dengan An.F. riwayat imunisasi An.F hanya
mendapat imunisasi HB 0 saat lahir. Pada usia
6 bulan miring kiri miring kanan, dan sampai
saat usia saat ini An.F hanya bisa seperti itu.
Ny.N mengatakann vetilasi rumah kurang,
halaman perkarangan tidak dekat jalan, wc ada,
sumber air minum air galon, tembat
pembuangan sampah di depan rumah dan
dibakar.
Riwayat penyakit keturunan Tidak ada

XIV. RIWAYAT IMUNISASI


BCG Tidak ada Simpulan: imunisasi
DPT Tidak ada tidak lengkap, ibu
Polio Tidak ada mengatakan takut
Hepatitis B Tidak ada membawa anaknya untuk
Campak Tidak ada imunisasi karena anak
demam.

XV. RIWAYAT PERKEMBANGAN


Anak sampai umur saat ini tidak bisa melakukan aktifitas bermain, anak hanya
tidur dan berbaring.

XVI. LINGKUNGAN
Rumah : Ny.N mengatakann vetilasi rumah kurang, halaman perkarangan tidak
dekat jalan, wc ada, sumber air minum air galon, tembat pembuangan sampah di
depan rumah dan dibakar.

XVII. PENGKAJIAN KHUSUS


B. ANAK
4. Pemeriksaan fisik
q. kesadaran Compos mentis
GCS: E: 4 M : 6 V: 5 jumlah:
r. tanda vital Suhu: C. RR: 46 x/m HR: 130 x/m TD:
mmHg
s. posture BB: 7 Gr atau Kg PB/TB: 75 Cm

t. kepala Pemeriksaan kepala normal

u. mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis,


sklera tidak ikterik, reflek pupil isokor, reflek kedip
ada
v. hidung simetris, bersih, pernafasan cuping hidung negatif,
sinosis negatif, terpasang oksigen binasal 3L/i
w. mulut bibir agak pucat, mukosa bibir kering, platum
menghadap ke atas
x. telinga tidak ditemukan adanya infeksi
y. leher Pembesaran kelenjar getah bening: negatif
Pembesaran vena junggularis: negatif
z. dada
- thoraks Inspeksi : simetris, terdapat retraksi dinding
dada.
Auskultasi : bunyi bronchovaskuler, terdapat
suara tambahan ronkhi
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
- jantung Inspeksi : simetris
Auskultasi : irama reguler
Palpasi : teraba ictus cordi LMCS RIC 5
aa. abdomen Inspeksi : simetris, tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak terdapat nyeri
Perkusi : tympani
bb. kulit akral teraba hangat, tidak ada udem, tidak ada lesi.
cc. ekstremitas atas Ekstremitas atas akral hangat, crt < 2 dtk,tidak ada
lesi
dd. ekstremitas bawah Ekstremitas bawah akral teraba hangat, crt <2 dtk ,
tidak ada lesi
ee. genitalia dan anus Ada kelainan
ff. pemeriksaan tanda Tidak dilakukan
rangsangan meningeal
5. tempramen dan Easy child
daya adaptasi Kakater santai
Temperamen mudah
Kebiasaan yang teratur dan mudah di prediksi
Mudah beradaptasi terhadap perubahan
Difficult child
Sangat aktif
peka rangsangan
kebiasaan yang tidak tidur
lambat adaptasi dg rutinitas, orang/ situasi baru
sering menanggis
Slow- to- warm up child
Reaksi negatif terhadap stimulasi baru
Lambat beradaptasi
Tidak aktif
6. kebiasaan sehari- hari
g. nutrisi dan cairan ASI dan susu pendamping selama umur 6 bulan,
setelah umur 6 bulan An. F diberikan makan
promina dan nasi tim
h. istrahat dan tidur Siang: siang An.F 3-4 Malam: tidur malam
jam dengan kualitas sedikit frekuensi tidur
nyenyak lebih kurang 4-6 jam/hari
dikarenakan anak
sesekali sesak dan rewel

i. eliminasi BAK: normal BAB: normal

j. personal hygiene Tidak masalah


k. aktifitas bermain Tidak ada
l. rekreasi Pola rekreasi keluarga: tidak ada
XVIII. DATA PENUNJANG
Laboratorium Pemeriksaan penunjang pada tanggal 26 Mei 2017
Leukosit 22.390 / (6.000-18.000/ ), hematokrit
31% (40-48 %), eosinofil 0% (1-4%),
Natrium 125 Mmol/L (136-145 mmol/L), klorida
serum 72 Mmol/L (97-111 mmol/L), AGD pH 7.55
(7,38-7,42), pCO2 26 mmHg (38-42 mmHg), pO2
117 mmHg (75-100 mmHg).

radiologi Pemeriksaan radiologi didapatkan trachea ditengah,


jantung kesan tidak memebesar, aorta dan
mediastinum superior tidak melebar, kedua hilius
tidak menebal, tampak infiltrat di perihiler dan
perikardial kedua paru, kedua diafragma licin kedua
sinus costrofenicus lancip, tulang intak tak tampak
destruksi.
Terapi medis Terapi medis yang didapatkan An.F IVFD KA-EN
1B 8 tts/i Ampicillin 4 x 150 g iv, Gentamicin 2 x 14
g iv, Luminal 2 x 15 g iv, Dexametason 3 x 1 g iv,
tiroksin 1 x 25 mg, ambroxol 3 x 7,5 mg

XIX. ALISA DATA


Data Masalah Etiologi

Data subjektif : Ketidakefektifan bersihan Penumpukan sekret di


Ny.N mengatakan An.F jalan nafas jalan nafas
masih batuk-batuk
disertai dahak.

Data objektif :
An.F tampak batuk-
batuk, pasien tampak
gelisah, pasien tampak
rewel. terdapat retraksi
dinding dada, frekuensi
napas yaitu 46 x/i, bunyi
napas bronkovaskuler
dan terpasang oksigen
nasal canul 2 liter/menit.
Tampak bercak infiltrat
di perihiler dan
perikardial kedua paru.
Data subjektif : Ketidakefektifan pola adanya gangguan
Ny.N mengatakan An.F nafas ventilasi
masih terlihat sesak dan
gelisah.

Data objektif :
Pasien tampak sesak,
terdapat retraksi dinding
dada, frekuensi napas
yaitu 46 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen nasal
canul 2 liter/menit
Data subjektif : Gangguan pertukaran gas Ketidakseimbangan
Ny.T mengatakan bahwa perfusi ventilasi
anaknya masih terlihat
sesak.

Data objektif:
Pasien terpasang oksigen
dengan binasal 2 l/i,
pasien tampak sesak
napas, hasil AGD yaitu,
pH 7.55 (7,38-7,42),
pCO2 26 mmHg (38-42
mmHg), pO2 117 mmHg
(75-100 mmHg), SO2
99% (94-100%)
XX. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA DITEMUKAN DISELESAIKAN


TGL PARAF TGL PARAF
1 Ketidakefektifan 27-05-2017 27-05-2017
bersihan jalan
nafas b/d
penumpukan
sekret di jalan
nafas
2 Ketidakefektifan 27-05-2017 27-05-2017
pola nafas b/d
adanya gangguan
oksigenasi
3 Gangguan 27-05-2017 27-05-2017
pertukaran gas b/d
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi

XXI. INTERVENSI KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan Bersihan a. Respiratory Airway Suction
Jalan Nafas Status 1) Pastikan
Ventilation kebutuhan oral
Batasan karakterstik : suctioning
1) Suara nafas Kriteria hasil : 2) Auskultasi suara
tambahan 1) Frekuensi nafas sebelum dan
2) Perubahan pernafasan sesudah suctioning
frekuensi napas dalam batas 3) Informasikan pada
3) Sianosis normal (40- klien dan keluarga
4) Penurunan bunyi 50x/menit) tentang suctioning
nafas 2) Irama 4) Monitor status
5) Sputum dalam pernafasan oksigen pasien
jumlah yang 3) Kedalaman 5) Berikan oksigen
berlebih inpirasi dengan
6) Gelisah 4) Tidak ada suara menggunakan
nafas tambahan nasal untuk
Faktor yang berhubungan 5) Pernafasan memfasilitasi
dengan : obstruksi jalan cuping hidung suction
nafas tidak ada nasotrakeal
1) Spasme jalan nafas 6) Tidak ada
2) Mukus dalam penggunaan otot Airway Management
jumlah berlebihan bantu nafas 1) Buka jalan nafas
3) Sekresi dalam 7) Akumulasi 2) Posisikan pasien
bronki sputum umtuk
4) Benda asing di memaksimalkan
jalan nafas a. Respiratory ventilasi
Status 3) Identifikasi pasien
Airway perlunya
Patency pemasangan alat
jalan nafas
Kriteria hasil : 4) Lakukan
1) Respiratory rate fisioterapi dada
dalam rentang bila perlu
normal 5) Auskultasi suara
2) Pasien tidak nafas, catat adanya
cemas suara tambahan
3) Menunjukkan 6) Monitor status
jalan nafas yang respirasi dan O2
paten
Cough Enhancement
1) Bantu pasien
untuk posisi duduk
2) Dorong pasien
untuk melakukan
latihan nafas
dalam
3) Dorong pasien
untuk tarik nafas
dalam selama 2
detik dan
batukkan, lakukan
2 atau 3 kali
berturut-turut

Vital Sign Monitoring


1) Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
2) Catat adanya
fluktasi tekanan
darah
3) Monitor vital sign
saat pasien
berbaring, duduk
atau berdiri
4) Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum, selama
dan setelah
aktifitas
5) Monitor kualitas
nadi
6) Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
7) Monitor suara
paru
8) Monitor pola
pernafasan
abnormal
9) Monitor suhu,
dan kelembapan
kulit
10) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
2 Ketidakefektifan Pola c. Status Manajemen Jalan
Nafas Pernafasan Nafas
6) Posisikan pasien
Batasan karakteristik : Kriteria hasil : untuk
1) Perubahan kedalaman 12) Frekuensi memaksimalkan
pernafasan pernafasan ventilasi
2) Bradipnea normal (40- 7) Lakukan
3) Penurunan tekanan 50x/menit) fisioterapy dada
inspirasi 13) Irama jika perlu
4) Penurunan tekanan pernafasan 8) Motivasi pasien
ekspirasi normal untuk bernafas
5) Penurunan kapsitas 14) Kedalaman pelan, dalam,
vital inspirasi berputar, dan
6) Dipsnea 15) Suara batuk
7) Pernafasan cuping auskultasi 9) Gunakan teknik
hidung pernafasan yang
8) Penggunaan otot normal menyenangkan
aksesoris untuk 16) Kepatenan untuk memotivasi
bernafas jalan nafas bernafas dalam
17) Volume kepada anak-anak
Faktor yang berhubungan tidal 10) Auskultasi
1) Hiperventilasi 18) Kapasitas suara nafas, catat
2) Kerusakan neurologis vital areayang
Keletihan otot pernafasan 19) Penggunaan ventilasinya
otot bantu nafas menurun atau
tidak ada tidak adanya suara
20) Retraksi nafas tambahan
dinding dada
tidak ada Terapi Oksigen
21) Sianosis tidak 6) Pertahankan
ada kepatenan jalan
22) Suara nafas nafas
tambahan tidak 7) Monitor aliran
ada oksigen
8) Monitor efektifitas
d. Status terapi oksigen
Pernafasan : 9) Amati tanda-tanda
Kepatenan Jalan adanya
Nafas hipoventilasi
oksigen
Kriteria hasil : 10) Sediakan
8) Frekuensi oksigen ketika
pernafasan pasien dibawah /
normal (40- dipidahkan
50x/nmenit)
9) Irama Monitor Pernafasan
pernafasan 7) Monitor
10) Suara nafas kecepatan, irama,
tambahan kedalaman dan
11) Pernafasan kesulitan bernafas
cuping hidung 8) Catat pergerakan
12) Dipsnea dinding dada dan
saat istirahat pengunaan otot
13) Batuk bantu
14) Akumulasi 9) Monitor suara
sputum nafas tambahan
seperti ngorok
10) Monitor pola
nafas
11) Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
12) Auskultasi
suara nafas
tambahan

3 Gangguan Pertukaran Gas b. Status Monitor Vital Sign


Pernafasan : 6) Memonitor
Batasan karakteristik : Pertukaran Gas tekanan darah,
1) pH darah arteri nadi, suhu, dan
abnormal Kriteria hasil: status pernafasan
2) pernafasan 7) Tekanan parsial 7) Memonitor
abnormal ( mis, oksigen dalam Denyut jantung
kecepatan, irama, darah arteri
8) Memonitor suara
kedalaman) (po2) paru-paru
3) warna kulit 8) Tekanan parsial 9) Memonitor warna
abnormal ( pucat ) oksigen dalam kulit
4) sianosis darah arteri
10) Menilai
5) nafas cuping (pco2) Cavilarevil
hidung 9) Saturasi oksigen
10) Keseimbang Monitor Pernafasan
Faktor yang berhubungan an ventilasi 6) Memonitor
: perfusi tingkat, irama,
1) perubahan 11) Dyspnea kedalaman, dan
membran alveolar pada saat respirasi
–kapiler istirahat 7) Memonitor
ventilasi pervusi 12) Sianosis gerakan dada
8) Monitor bunyi
pernafasan
9) Auskultasi bunyi
paru
10) Memonitor
dyspnea dan hal
yang
meningkatkan dan
memperburuk
kondisi

Terapi Oksigen
4) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
5) Monitor aliran
oksigen
6) Amati tanda-tanda
hipoventilasi
induksi oksigen

XXII. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

TGL/ DIAGNOSA
IMPLEMENTASI EVALUASI
HARI KEPERAWATAN
27-05- Ketidakefektifan - Monitor vital sign S: Ny.N mengatakan
2017 Pola Nafas - Intake out put cairan nafas An.F masih
berhubungan dengan - Intake cairan per sesak dan gelisah.
adanya gangguan NGT
ventilasi - Memberikan terapi O: Pasien tampak
obat. sesak, terdapat
retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu
54 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen
nasal canul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
28-05- - Monitor vital sign S : Ny.N mengatakan
2017 - Intake out put cairan nafas An.F masih
- Intake cairan per sesak dan gelisah.
NGT
- Memberikan terapi O: Pasien tampak
obat. sesak, terdapat
retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu
55 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen
nasal canul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
29/05/ - Monitor vital sign S: Ny.N mengatakan
2017 - Intake out put cairan nafas An.F masih
- Intake cairan per sesak dan gelisah.
NGT
- Memberikan terapi O: Pasien tampak
obat. sesak, terdapat
retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu
52 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen
nasal canul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan ventilasi yang
tidak adekuat belum
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, manajemen
jalan napas dan
monitor tanda-tanda
vital.
30/05/ - Monitor vital sign S: Ny.N mengatakan
2017 - Intake out put cairan nafas An.F sesak
- Intake cairan per sudah berkurang.
NGT O : Pasien tampak
- Memberikan terapi sesak pasien sudah
obat. berkurang, tidak
terdapat retraksi
dinding dada,
frekuensi napas yaitu
49 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen
nasal canul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan adanya
gangguan ventilasi
belum teratasi sesuai
dengsn kriteria hasil
frekuensi pernapasan
dalam rentang
normal, irama
pernapasan normal,
suara auskultasi
pernapasan normal,
kepatenan jalan
napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan terapi
oksigen, intake out
put cairan, intake
cairan per NGT, dan
monitor tanda-tanda
vital.
31/05/ - Monitor vital sign S:
2017 - Intake out put cairan Ny.N mengatakan
- Intake cairan per nafas An.F sudah
NGT tidak sesak.
- Memberikan terapi O : tampak sesak
obat. pasien sudah
berkurang, tidak
terdapat retraksi
dinding dada,
frekuensi napas yaitu
39 x/i, bunyi napas
bronkovaskuler dan
terpasang oksigen
nasal canul 2
liter/menit.
A:
Masalah keperawatan
ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan ventilasi yang
tidak adekuat sudah
teratasi sebagian
sesuai dengan kriteria
hasil frekuensi
pernapasan dalam
rentang normal,
irama pernapasan
normal, suara
auskultasi pernapasan
normal, kepatenan
jalan napas, retraksi
dinding dada tidak
ada, suara napas
tambahan tidak ada.
P:
Intervensi dihentikan
karena pasien pulang.

Perawat Yang Melakukan


Pengkajian

Silvia Audia Putri


143110267

Anda mungkin juga menyukai