Anda di halaman 1dari 110

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


SINDROMA NEFROTIK DIRUANGAN RAWAT
ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

BETRI WAHYUNI
143110207

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
2017

POLTEKKES KEMENKES PADANG


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DIRUANGAN AKUT-
KRONIS IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar


ahli madya keperawatan

BETRI WAHYUNI
143110207

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D IIII KEPERAWATAN PADANG
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Betri Wahyuni

Nim : 143110207

Tempat/tanggal lahir : Solok/ 17 Mei 1996


Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin

Orangtua
Ayah : Damris

Ibu : Zainidar

Alamat : Jl. Lintas Timur No.63, Kecamatan Rengat Barat,


Kabupaten Indragiri Hulu, Riau
Riwayat Pendidikan :

Pendidikan Tahun
TKN Pembina Pematang Reba 2001-2002 SDN 007 KOTA LAMA
2002-2008 SMPN 5 RENGAT BARAT 2008-2011
SMAN 2 SOLOK 2011-2014
POLTEKKES KEMENKES PADANG 2014-2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Anak dengan Sindroma Nefrotik diruangan
Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP.Dr.M.Djamil Padang”. Pada kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada
Ibu Hj. Tisnawati,S.St,M.Kes dan Ibu
Delima,S.Pd,M.Kes selaku pembimbing Karya Tulis
Ilmiah atas bimbingan, pengarahan dan memberikan
masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian
sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Ucapan terima kasih ini juga peneliti
tujukan kepada :

1. Bapak H. Sunardi, SKM., M.Kes selaku Direktur Politeknik


KesehatanKementerian Kesehatan RI Padang.
2. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM., M.Biomed selaku Ketua
JurusanKeperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang.
3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program
StudiKeperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang.
4. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang
PoliteknikKesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah
memberikan bekal ilmu untuk bekal peneliti.
5. Teman-temanku yang senasib dan seperjuangan Mahasiswa
PoliteknikKesehatan Padang Program Studi Keperawatan Padang. Terima
kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Amin.

Padang, Juni 2017

Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Betri Wahyuni

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Sindroma Nefrotik di Ruang Rawat


Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
Isi : ix + 68 halaman + 9 lampiran

ABSTRAK

Pada survey awal, ditemukan 73 anak dengan sindroma nefrotik sepanjang tahun
2014 dan angka ini meningkat pada 2015 mencapai 76 anak. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan sindroma nefrotik
di ruangan Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain penelitian studi
kasus. Penelitian dilakukan diruang rawat inap akut anak, waktu pelaksanaan
selama 7 hari. Populasi penelitian, semua anak dengan sindroma nefrotik. Sampel
sebanyak 2 orang dengan teknik purposive sampling. Instrumen pengumpulan
data digunakan format pengkajian anak dan alat pemeriksaan fisik. Cara
pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisis
dilakukan dengan menganalisis semua data pada tahapan proses keperawatan
dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan .

Hasil penelitian, An. A edema pada hampir seluruh bagian tubuh, pasien rewel
dan peningkatan berat badan. Sedangkan pada partisipan tampak edema, demam
dan penurunan nafsu makan. Diagnosa utama adalah Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid. Intervensi yaitu monitor
cairan, manajemen cairan dan monitor tanda-tanda vital. Evaluasi diharapkan
tekanan darah dalam batas normal, keseimbangan cairan, edema berkurang dan
keseimbangan intake output. Masalah teratasi sebagian dengan adanya penurunan
berat badan dan edema berkurang. intervensi dilanjutkan dengan didelegasikan
pada perawat ruangan.

Disarankan kepada kepala instalasi kebidanan dan Anak agar dapat mengadakan
pembaharuan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam merawat pasien dengan
sindroma nefrotik.

Kata Kunci : Sindroma Nefrotik, Asuhan Keperawatan Daftar pustaka : 18


(2006-2016)
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................. i
LEMBAR ORISINALITAS.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................ iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR SKEMA.................................................................................. x
DAFTAR TABEL................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang............................................................................. 1
2. Rumusan Masalah......................................................................... 3
3. Tujuan........................................................................................... 4
4. Manfaat ........................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS


1. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik
1. Pengertian............................................................................... 6
2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis.......................................... 6
3. Etiologi...................................................................................7
4. Patofisiologi............................................................................ 8
5. WOC....................................................................................... 10
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis....................... 12
7. Manifestasi Klinis................................................................... 13
8. Penatalaksanaan...................................................................... 13
2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Sindroma Nefrotik
1. Pengkajian..............................................................................15
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan................................... 20
3. Intervensi Keperawatan.......................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN


1. Desain Penelitian.......................................................................... 30
2. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................30
3. Populasi dan Sampel.................................................................... 30
4. Alat dan instrumen....................................................................... 31
5. Jenis dan teknik pengumpulan data............................................. 31
6. Rencana Analisis.......................................................................... 34

BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN


1. Deskripsi Kasus............................................................................ 35
2. Asuhan Keperawatan
1. Hasil Pengkajian..................................................................... 35
2. Diagnosa Keperawatan........................................................... 38
3. Intervensi Keperawatan.......................................................... 40
4. Implementasi Keperawatan.................................................... 44
5. Evaluasi Keperawatan............................................................ 46
3. Pembahasan
1. Pengkajian............................................................................. 48
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 52
3. Intervensi Keperawatan.......................................................... 56
4. Implementasi Keperawatan.................................................... 58
5. Evaluasi Keperawatan............................................................ 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .................................................................................. 66
2. Saran .............................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering
ditemukan pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak
dengan karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Suradi & Yuliani, 2010).

Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan


dapat berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas
dan prognosis anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat
kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap pengobatan.
Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan (Betz & Sowden, 2009).

Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika


Serikat dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu
tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di
negara berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6
per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012
dalam Arif Y. Prabowo, 2014).

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk
(2014) di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan
rasio laki-laki berbanding perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan
yang dikemukakan oleh Niaudet serta Dolan dan Gill bahwa penderita SN
anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan.

Pramana, dkk (2013) melaporkan bahwa penderita Sindroma Nefrotik


yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr.M.Djamil Padang periode 1
Januari 2009- 30 April 2012 sebanyak 56 orang yang didominasi oleh
anak pada usia > 6 tahun sebanyak 55,4% serta rasio kejadian Sindroma
Nefrotik pada anak laki-laki dan perempuan sebesar 1,43:1.

Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,


sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya
sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).

Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan


diperbolehkan untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan
pendidikan kesehatan pada orangtua mengenai tanda dan gejala
kekambuhan sindroma nefrotik seperti edema, oligurie bahkan anurie serta
urine yang berwarna pekat. Jika tanda dan gejala tersebut telah muncul
pada anak, anjurkan kepada orangtua atau keluarga untuk segera
membawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat.

Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak


yang akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr.Cipto
Mangunkusumo, penyebab PGK didominasi oleh sindroma nefrotik
(55,5%). Dampak lain yang sering terjadi pada anak dengan Sindroma
Nefrotik adalah infeksi seperti hipertensi, serta selulitis dan peritonitis
akibat penurunan daya tahan tubuh (Betz & Sowden, 2009).

Survey awal yang dilakukan pada 11 Januari 2017 diruang Akut IRNA
Kebidanan Anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang ditemukan 24 orang anak
dirawat,1 orang anak diantaranya dengan diagnosa medis Sindroma
Nefrotik. Pada anak dengan Sindrom Nefrotik, Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah Kelebihan volume cairan dan hipertermi. Adapun
implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan kepada anak tersebut
ialah kompres hangat serta memantau suhu anak, menimbang berat badan
anak setiap hari, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian terapi
diit, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi (steroid,
antibiotik, antihipertensi ).

Salah satu peran perawat yaitu berkolaborasi dengan tim pelayanan


kesehatan lain untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang
optimal, perawat dapat berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
terapi diuretik dalam kasus Sindroma Nefrotik ini. Selain itu, perawat
perlu memberikan penilaian serta mengobservasi tingkat keparahan
edema, penambahan berat badan, mengontrol kelembaban kulit serta
memantau protein serum pada anak dengan Sindroma Nefrotik (Betz &
Sowden, 2009).

Dengan diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan


terjadi peningkatan kesehatan anak yang berpengaruh kepada
berkurangnya jumlah hari rawatan di rumah sakit dan meminimalkan
biaya yang akan dikeluarkan serta mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut dari Sindroma Nefrotik seperti Penyakit Ginjal Kronik dan Infeksi
akibat penurunan daya tahan tubuh anak. Hasil pengamatan peneliti,
perawat ruangan cenderung melanjutkan pendokumentasian dari shift
sebelumnya tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk


menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma
Nefrotik di Ruang Akut IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2017.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka


rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut
Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan


kasusSindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

2. Mampu mendeskripsikan rumuskan diagnosa keperawatan


padaanak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna
Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak


dengankasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan &
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

4. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak


dengankasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan &
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

5. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan


kasusSindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

4. Manfaat
1. Penulis
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada Anak dengan penyakit Sindroma
Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.

2. Rumah sakit

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan


pikiran dalam menerapakan asuhan keperawatan pada Anak
dengan Penyakit Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan
& Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.

3. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit Sindroma Nefrotik di
Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik 1. Pengertian

Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan


glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).

Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis

Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri
renalis anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis
posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan
ventral sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan dorsal.

Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang
terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menyebar hingga
kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang
terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang
berjalan tegak kedalam korteks dan berakhir sebagai vasa aferen
glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper sepanjang sepanjang
tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yang
menembus kapsul Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen dan terdapat suatu anyaman
yang mengelilingi tubuli kontorti. Disamping itu ada cabang yang lurus
menuju pelvis renalis untuk memberikan darah pada ansa henle dan duktus
koligen yang dinamakan dengan arteri rektal. (Syaifuddin, 2012).

3. Etiologi

Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab


Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien
ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan.
Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa neonatus.
Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
1. Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
2. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga
disebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu :

1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat


normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel
berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
3. Glomerulonefritis Proliferatif
3. Glomerulonefritis fokal segmental
Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu
sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.

4. Patofisiologi

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat


pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi
hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera
diatasi akan berdampak pada hipotensi.

Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi


aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada
edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.

Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan


kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar
akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau
lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami
tekanan darah tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium
akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak
mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
5. WOC

Bowel Bone
Menekan Tirah Baring
Edema sal.
saraf Vagus pencernaan
dan
Lambung Tekan
Absorbsi tdk lama pd
adekuat bag.
Persepsi
edema
kenyang
dan idak Feses
nyaman di Encer Sirkulasi
epigastrium perifer
tdk
Anoreksi MK : Diare adekuat

MK :
MK:
Keidakseimbangan
Kerusakan
nutrisi kurang dari
Integritas
kebutuhan tubuh
Perpindahan Kulit
cairan dari
intravaskuler ke Cairan Intravaskuler
intersiial
Hipovolemik

MK: Risiko Syok


Hipovolemik

Bagan 2.1
WOC Sindroma Nefrotik
Sumber: Price & Wilson, 2006
1. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

Syaifuddin, (2012) mengatakan bahwa perubahan fisiologis pada anak


dengan sindrom nefrotik adalah : 1. Sistem Peredaran Darah
(Sirkulasi)

Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerulus


mengakibatkan protein lolos dan keluar bersama urine yang
menyebabkan protein dalam plasma berkurang, tekanan osmotik
koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat, akibatnya
cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon tubuh
anak adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini terlihat
dari postur tubuh anak yang hingga mengalami edema anasarka.
Jumlah cairan intravaskuler yang menurun dapat mengakibatkan
syok hipovolemik.

2. Sistem Pencernaan

Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon
tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah.

3. Sistem Pernapasan

Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga


dada, sehingga ekspansi paru menurun. Respon tubuh anak adalah
napas cepat.

4. Sistem Perkemihan

1. Stimulus yang diberikan oleh hormon renin – angiotensin mengakibatkan


peningkatan sekresi hormon ADH. Sehingga, reabsorbsi Na+ dan Air juga
mengalami peningkatan. Respon tubuh anak adalah penurunan haluaran
urine atau Oliguri bahkan anak bisa mengalami anurine, selain itu anak
juga akan mengalami edema yang akan memburuk menjadi edema
anasarka.
2. Penurunan fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protein terfiltrasi dan
ikut keluar bersama urine, jika dilakukan pemeriksaan hematologi akan
ditemukan hasil hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah daya tahan
tubuh yang rendah.
2. Manifestasi Klinis

Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan


proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma
nefrotik adalah:

1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.


2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia
dan ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari, albumin
serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.

(Betz & Sowden, 2009)

3. Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk
sindrom nefrotik meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.
1. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
trombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Membatasi pemberian natrium.
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat pasien
dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan
tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.
Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak
dengan Sindroma nefrotik Meliputi :

1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-
hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema
6. Berikan terapi kortikosteroid. International Kooperative Study Of Kidney
Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai
berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas permukaan badan.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis 60 mg/hari/lpb.
2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik 1.
Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan
lahir, panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau
tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
2. Keluhan Utama
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan
anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang
rendah.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah
saudarasaudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan
riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak
pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta
adanya penurunan volume haluaran urine.

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan
adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol
selama hamil.

4. Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan
memberikan persepsi kenyang pada anak.

5. Riwayat Psikososial dan Perkembangan


Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang
dengan baik.

3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
1. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan
darahsistole normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai
diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik
akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan
tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol
anak meningkat.
2. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6
tahun105x/ menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun
95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun
85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun
82x/menit.
3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun
2130x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit
dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur
dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak
sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada
anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat
ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak
dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke
angulus mandibularis pada posisi anak 450.
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari
setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak
dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan
memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula
bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat
polanapas yang tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan
denyutjantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki
sertapenurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran
QRS, serta peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila
anak mengalami dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak
asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit
anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko
kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja.
Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema
pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein
dalamurine lebih dari 2 gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan
darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena
adanyaproteinuria ( normalnya 50-1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah

1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang


dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai
450-1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau
mengalami hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki
44-52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-
1.000.000/ µl (normalnya 150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+
135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106
mEq/L )
3. Uji Diagnostik

Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan


status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit.
(Betz & Sowden, 2009)

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik


koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.
3. Intervensi Keperawatan 1. Gangguan mekanisme regulasi
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan natrium
Tabel 2.1
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1Kelebihan volume
cairan Batasan NOC NIC
Karakteristik : 1. Keseimbangan1.Manajemen cairan
1.Gangguan elektrolit cairan1. Timbang berat
2.Anasarka Kriteria Hasil:badan setiap
3.Perubahan tekanan 1. Keseimbangahari
darah dan n intake danmonitor
status output dalampasien
4.Perubahan pola napas
24 jam 2. Jaga dan catat
5.Penuruna hematokrit
2. Berat badanintake/output
6.Penurunan stabil3. Monitor status 3.
hemoglobin Turgor kulithidrasi
7.Edema 4. Asites4. Monitor tanda-
8.Asupan 5. Edematanda
melebihi vital periferpasien
haluaran 2.Eliminasi urine5.Monitor
9.Oliguri Kriteria hasil :kelebihan
10. Distensi vena jugularis 1. Polacairan atau
11. Efusi pleura
eliminasiretensi
12. Penambahan berat
badandalam waktu 2. Bau urine(misalnya
singkat Faktor 3. Jumlah urineedema, distensi
Berhubungan 4. Warna urinevena jugularis
dengan : dan edema)
6. K 7. Monitor status
aj gizi
i 8. Berikan cairan
lu dengan tepat
as 9. Berikan diuretik
da yang diresepkan
n
lo 2. Monitor Cairan
ka 1. Tentukan
si riwayat,jumlah dan
ed tipe
e intake/output
1.Monitor tekanan
m 2. Monitor
darah, nadi, suhu serum
a dan danelektrolit urine
status
pernapasan
3. Monitordengan
TD, HRdan
tepatRR
2.Monitor irama dan
4. Catat
laju pernapasan
intake/outputakurat
3.Monitor warna kulit,
suhu dan
3.Monitor
kelembabantanda-tanda
4.Monitorvital sianosis
sentral dan perifer
2. Ketidakefektifan pola 1. Status 1. Monitor pernapasan
napas pernapasan 1. Monitor kecepatan, Batasan Karakteristik : irama,
kedalaman 1. Bradipnea Kriteria hasil : dan kesulitan dalam 2. Penurunan 1.
Frekuensi bernapas
tekanan ekspirasi pernapasan 2. Catat pergerakan
3. Pernapasan 2. Irama dada, catat cuping hidung pernapasan
ketidaksimetrisan,
4. Fase ekspirasi 3. Kedalaman penggunaan
ototmemanjang inspirasi otot bantu
5. Pernapasan bibir 4. Suara pernapasan dan Faktor Berhubungan
auskultasi retraksi dada dengan : pernapasan 3. Monitor suara napas

1. Obesitas 5. Penggunaan tambahan sepertingorok

2. Nyeri otot bantu 4. Monitor pola napas

3. Posisi tubuh napas (misalnya:bradipnea


6. Retraksi dinding dada ,takipnea,
7. Sianosis hiperventilasi,
8. Pernapasan kusmaul)
cuping 5. Palpasi kesimetrisan hidung
napas tambahan
ekspansi paru
6. Monitor
Monitor peningkatan
tanda-tanda
vital kelelahan,
1.Monitorkecemasantekanan dan
darah,kekurangan
nadi, suhu dan udara
statuspadapernapasan
pasien
dengan tepat
2.Monitor irama dan
Manajemen
laju pernapasan
Jalan Napas
3.Monitor warna kulit,
1. Atur posisi pasienuntuk suhu
memaksimalkandan
ventilasi
kelembaban
2. Catat adanya suara 4.Monitor sianosis
sentral dan perifer
3 Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : Lakukan pengkajian
1. Perubahan 1. Mengenali nyeri komprehensif tekanan
darah kapan terjadi yang meliputi lokasi,
2. Perubahan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi 2. Menggunaka
frekuensi,kualitas,int pernapasan n tindakan ensitas dan faktor
3. Mengekspresikan pengurangan pencetus dengan perilaku nyeri non
Kendalikan faktor
4. Melaporkan nyeri analgetik lingkungan yang
secara verbal 3. Melaporkan dapat mempengaruhi Faktor
yang nyeri yang terjadinya nyeri berhubungan :
terkontrol seperti suhu
1. Agen cedera biologis 2. Tingkat nyeri
Ajarkan prinsip
Kriteria Hasil : managemen nyeri 1. Nyeri
yang (teknik relaksasi) dilaporkan Dukung
istirahat yang
2. Ekspresi adekuat untuk nyeri wajah
mengurangi nyeri
Monitor kepuasan klien
terhadap
managemen nyeri
yang diberikan
kepada klien

sebelum dan sesudah


pemberian terapi
4.Berikan terapi sesuai
dengan waktu
paruhnya terutama
saat nyeri hebat
5.Evaluasi keefektifan
terapi analgetik

Aplikasi panas /
1.Jelaskan
penggunaan aplikasi
panas atau dingin,
alasan dan pengaruh
terhadap nyeri
2.Pertimbangkan
kondisi kulit dananalgetik
Pemberian
kontraindikasi
1. Cek perintah
3.Bungkus perangkat
pengobatan meliputi
panas/dingin dengan
medianama, dosis
seperti kaindan
frekuensi durasi
4.Tentukan
2. Cek
pengaplikasian adanya
badan/tinggi kecenderungan naik
berdasarkan responobat
riwayatalergi
badan dan turunnya berat
verbal, perilaku, dan
3. Monitor
4. hidrasi badan anak tanda vital
4 Risiko infeksi 1. Kontrol risiko1.: biologis individu
4.Identifikasi makanan
Kontrol Infeksi
Batasan Karakteristik : proses infeksi 1. Batasi berat
perubahan
1. Kerusakan integritas Kriteria Hasil : jumlah
badan terakhir
kulit 1. Mengidentifi pengunjung
2. Statis cairan tubuh kasi faktor 3.Pengecekan
2. Anjurkankulit pasien
3. Penurunan risiko infeksi hemoglobin 1.Amati
2. warna,
mengenai teknik cuci
kehangatan,
tangan yang benar
Mengidntifik
bengkak, pulsasi,
4. Vaksinasi tidak asi tanda dantekstur, 3. Anjurkanpengunjung
edema dan
adekuat gejala infeksi untuk
ulserasi mencuci
pada
3. Menggunaka ekstremitas tangan saat
n 2.Monitor memasuki
warna dandan
alat meninggalkan
suhu kulit
pelindung 3.Monitor warna kulit
ruangan pasien
diri untuk memeriksa
adanya ruamnutrisi
Monitor atau
4. Mencuci
lecet
1. Timbang berat
tangan 2. 4.Monitor kulit untuk
2. Status nutrisi badanpasien
adanya kekeringan
Kriteria hasil : 2. kelembaban
atau Lakukan
1. Asupan gizi 5.Monitor pengukuranantropom
infeksi,
3. Ratio berat 3.Monitor etri pada komposisi
2. Asupan terutama
output dari daerah
pencernaan
edema
7.Timbang tubuh pasien
5 Diare 1. Eliminasi 1. Manajemen Batasan
secara berkalaKarakteristik
: Usus Diare 8.Beritahu dokter jika
1.Bising usus hiperaktif Kriteria Hasil: terjadi peningkatan riwayat
1. Tentukan
frekuensi atau suara
2.Nyeri abdomen 1. Pola diare
perut
sedikitnya tiga eliminasi 2. Intruksikan pasien kali defekasi 2. Warna
feses atau anggota perhari 3. Suara bising
2.
keluarga untuk
Manajemen
3.Kram usus mencatat warna, Faktor yangcairan volume, frekuensi
berhubungan : dan konsistensi tinja 1. Timbang berat
1. Proses infeksi dan 3. Anjurkan pasienbadan setiap
parasit menghindari
hari dan
2. malabsorbsi makanan pedas dan
monitor status
yang menimbulkan
pasien
2. gas dalam
Jaga perut
intake
dengan akurat
dan hitung
output pasien
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor tanda-
tanda vital
pasien
3. Pengecekan
Kulit
1.Amati warna kulit
2.Monitor suhu kulit
3.Monitor kulit dan
selaput lendir
4.Monitor adanya
kelembaban atau
kekeringan yang
berlebihan
5.Dokumentasi membran
mukosa

4. Energi untuk
4. Monitor tanda
dangejala diare
5. Monitor kulit
perinium terhadap
adaya iritasi dan
ulserasi
6. Ukur diare atau
Ketidakseimbangan 1. Status 1. Terapi nutrisi nutrisi kurang dari nutrisi 1.
Lengkapi kebutuhan tubuh Kriteia Hasil : pengkajian Batasan Karakteristik
nutrisi sesuai
: 1. Asupan gizi
1. Nyeri abdomen 2. Asupan kebutuhan
2. Diare makanan 2. Monitor
3. Bising usus 3. Asupan intruksi
diet hiperaktif cairan yang sesuai
4. Membran Rasio beratmemenuhi badan/
mukosa5. tinggikebutuhan
pucat badannutrisi pasien
5. Tonus Hidrasiperhari sesuai kebutuhan
otot 3. Berikan nutrisi
menurun6. yang dibutuhkan
Faktor sesuai dengan
yang batasan anjuran
Berhubungan : diet
1. Faktor psikologis
2. Monitor 3. Penahapan diet
nutrisi 1. Berikan nutrisi
1. Timbang berat
badanpasien
2. Lakukan
pengukuranantro
pometrik pada
komposisi tubuh
3. Monitorkecender
ungan naik dan
turunnya berat
badan anak
4. Identifikasi
perubahanberat

badan
terakhir
5. Monitor adanya
mualdan muntah
6. Identifikasiabnor
malitas
eliminasi bowel
7. Monitor diet
danasupan kalori
8. Identifikasi
perubahannafsu
makan dan
aktivitas
akhir-
akhir ini
9. Tentukan pola
makan(misalnya
makanan yang
disukai dan tidak

disukai,
konsumsi
makanan cepat
saji, makan
tergesa-gesa)
kebutuhan
2. Monitor toleransi
peningkatan diet
3. Tawarkan
kemungkinan
makan 6 kali dalam
porsi kecil
lingkungan
4. Ciptakan yang
memungkinkan
makanan disajikan
sebaik mungkin
7 Kerusakan integritas kulit 1. Integritas 1. Manajemen
Batasan Karakteristik : jaringan: tekanan
1. Kerusakan Kulit & 1. Berikan pakaian
lapisan kulit Membran yang tidak ketat
2. Gangguanmukosa pada pasien
permukaan kulit Kriteria Hasil : 2. Monitor area
Faktor yang 1. Suhu kulit kulit yang Berhubungan : 2. Sensasi mengalami
1. Perubahan turgor 3. Elastisitas kemerahan dan
2. Kondisi gangguan 4. Keringat pecah-pecah metabolik
5. Tekstur 3. Monitor
6. Ketebalan mobilitas dan
7. Perfusi aktivitas pasien jaringan
4. Monitor sumber
8. Lesi pada tekanan
dan kulit gesekan
9. Pengelupasan 2. Pengecekan
kulitKulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
4. Monitor kulit untuk
terutama dari
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
daerah edema

3. Manajemen
cairan
1.Timbang berat badan
setiap hari dan
monitor status
pasien
2.Jaga intake dengan
akurat dan hitung
output pasien
3.Monitor status hidrasi
4.Monitor kelebihan
cairan atau retensi
(misalnya edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
5.Kaji luas dan lokasi
edema
6.Monitor status gizi
7.Berikan cairan dengan
tepat
8.Berikan diuretik yang
diresepkan
Sumber: NIC-NOC 2016

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah kualitatif dengan desain penelitian studi kasus yang
dijabarkan secara deskriptif yaitu mendeskripsikan (memaparkan)
peristiwaperistiwa penting yang terjadi pada masa kini dan rancangan
penelitian studi kasus yaitu rancangan penelitian yang mencakup pengkajian
satu unit penelitian secara intensif misalnya satu pasien, keluarga, kelompok,
komunitas, atau institusi (Nursalam, 2015). Penelitian ini diarahkan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan Sindroma Nefrotik di ruang Akut IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April - Juni 2017 diruangan rawat inap anak
IRNA Kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang. Waktu pengumpulan
data ±7 hari pada 24-30 Mei 2017.

3. Populasi dan Sampel


1. Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan(Nursalam, 2015). Populasi dari penelitian ini adalah semua
anak yang dirawat dengan Sindroma Nefrotik diruangan Akut IRNA
Kebidanan
RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2. Sampel penelitian ini adalah anak dengan Sindroma Nefrotik
diruanganAkut IRNA Kebidanan RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan
jumlah sampel 2 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purposive
sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,
2015). Adapun kriteria dalam pengambilan sampel ini adalah:
1. Kriteria inklusi
1. Anak yang dirawat dengan Sindroma Nefrotik diruangan rawatanak
IRNA Kebidanan dan anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang.
2. Anak dan orangtua bersedia menjadi responden.
2. Kriteria ekslusi
1. Anak dengan hari rawatan kurang dari lima hari dan berasal dari luar kota
Padang.

4. Alat atau Instrumen pengumpulan data


Instrumen penelitian atau alat pengumpulan data, dalam pembuatannya
mengacu pada variable, defenisi operasional dan skala pengukuran data yang
dipilih (Suyanto, 2011), pada penelitian ini alat yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan fisik adalah Termometer,stetoskop, timbangan, ,arloji dengan
detik, penlight,tensi meter anak, instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian
ini format asuhan keperawatan anak (pengkajian, dignosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi ) dan kusioner.

5. Jenis dan Teknik pengumpulan data


1. Jenis data
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari
sumber data atau responden (Supardi & Rustika, 2013). Data primer
dari penelitian ini didapatkan dengan cara wawancara langsung dan
observasi dengan anak atau orangtua anak untuk memperoleh identitas
pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktivitas sehari-hari dirumah dan
pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
menyalin data yang tersedia kedalam format isian yang telah disusun.
Kelebihan data sekunder adalah efesiensi dalah hal waktu, tenaga, dan biaya
(Supardi & Rustika, 2013). Data sekunder umumnya berupa hasil
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
urin, hasil biopsi ginjal bila sudah parah. 2. Cara pengumpulan data
1. Wawancara
Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan
untuk mendapatkan identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola
aktivitas sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui
pengamatan terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual
maupun alat (Supardi & Rustika 2013). Pada penelitian ini obeservasi
dilakukan untuk pemeriksaan fisik pasien secara inspeksi, palpasi
perkusi dan auskultasi, memantau intake dan output, memantau
keadaan edema, memantau hasil laboratorium terkait sindroma
nefrotik seperti urinalisa dan pemeriksaan darah lengkap serta
memonitor bagaimana perubahan kesehatan dari pasien.
3. Pengukuran
Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
mengukur objek (Supardi & Rustika, 2013). Pada penelitian ini
dilakukan pemantau kondisi pasien dengan metoda pengukuran
menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran
tanda-tanda vital dan menimbang berat badan anak.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan perjalanan penyakit pasien yang
sudah berlalu dan disusun berdasarkan perkembangan kondisi pasien.
Dokumentasi keperawatan berbentuk catatan perkembangan, hasil
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik pasien. Dalam
penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit sebagai
penunjang penelitian seperti hasil urinalisa meliputi kadar/jumlah
protein dalam urine, pemeriksaan darah lengkap meliputi nilai
hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan leukosit serta pemeriksaan
kimia klinik meliputi albumin serum, kolesterol, serta nilai elektrolit
dalam darah ( Natrium, Kalium, Kalsium, Klorida).
Prosedur dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah:

1. Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian


yaituPoltekkes Kemenkes Padang.
2. Meminta surat rekomendari ke RSUP DR. M. Djamil Padang.
3. Meminta izin ke Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang.
4. Meminta izin ke Kepala Keperawatan IRNA Kebidanan dan
AnakRSUP Dr. M. Djamil Padang.
5. Meminta izin kepada kepala ruangan rawat inap anak (Akut)
IRNAKebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
6. Melakukan pemilihan sampel sebanyak 2 orang pasien
anakSindroma Nefrotik. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan
cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti.
7. Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan
tentangtujuan penelitian.
8. Responden dan keluarga memberikan persetujuan untuk
dijadikanresponden dalam penelitian.
9. Responden dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya.
10.Responden/ orang tua menandatanggani informed consent.
Penelitimeminta waktu responden untuk melakukan asuhan
keperawatan dan pamit.

Proses keperawatan yang dilakukan peneliti adalah:


1. Peneliti melakukan pengkajian kepada responden menggunakan
metode wawancara, observasi dan pengukuran.
2. Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada
responden.
3. Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada responden.
4. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden.
5. Peneliti melakukan tindakan keperawatan pada responden.
6. Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian sampai
pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.

6. Analisis Data
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada anak dengan sindroma nefrotik. Data
yang ditemukan saat pengkajian dikelompokan dan dianalisis berdasarkan
data subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan,
kemudian menyusun rencana keperawatan serta melakukan implementasi dan
evaluasi keperawatan pada anak dengan Sindroma Nefrotik. Analisis
selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
responden 1 dan responden 2.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
1. Deskripsi Kasus

An. A (participant 1) laki-laki berusia 38 bulan datang dibawa orangtuanya


ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada 22 Mei 2017 pukul 22.05 wib melalui
IGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang dengan rujukan dari RSUD Pariaman.
Ibu pasien mengeluhkan anak mengalami sembab pada seluruh bagian
tubuhnya, tanda-tanda vital anak menunjukkan TD 150/100 mmHg, nadi
112x/i, pernapasan 24x/i dan suhu 36,8oC. Diagnosa medis anak adalah
Sindroma Nefrotik.

An.R (participant 2) perempuan berusia 14 tahun datang dibawa ibu dan


kakaknya ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada 18 Mei 2017 pukul 17.10
wib melalui IGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang untuk melaksanakan
kemoterapi CPA yang kelima, keluhan keluarga saat ini anak mengalami
sembab pada tangan dan kaki serta mengalami demam dan anak
mengalami penurunan nafsu makan, tanda-tanda vital anak menunjukkan
TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i, pernapasan 21x/i dan suhu 38,5 oC.
Diagnosa medis anak saat ini adalah SLE + Sindroma Nefrotik.

2. Asuhan Keperawatan PARTICIPANT 1 PARTICIPANT 2


1.Hasil Pengkajian
An.R perempuan berusia 14
An.A laki-laki berusia 38 bulan tahun dibawa ke dibawa ke
RSUP.Dr.M.Djamil RSUP.Dr.M.Djamil Padang
Padang pada tanggal 22 Mei 2017 pada tanggal 18 Mei 2017 pukul
pukul 22.05 wib melalui IGD 17.10 wib melalui IGD. Pasien rujukan
dari RSUD. Pariaman. datang untuk melakukan Pasien datang dengan
keluhan kemoterapi ke-5. An.R di rawat edema pada seluruh bagian
tubuh di ruang Akut IRNA Kebidanan selama ± 2 hari, urine sedikit
dan dan anak dengan diagnosa berwarna gelap serta mengalami medis
SLE + Sindroma hematurie. An.A di rawat di ruang Nefrotik. Akut
IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Sindroma
Nefrotik.
Data hasil pengkajian riwayat bagian punggung kaki dan
sekarang, pada 24 Mei 2017 pukul punggung tangan, demam sejak
14.30 wib dengan hari rawatan ke-2 ± 1 minggu, pasien tidak
pasien mengalami edema pada menghabiskan makanannya dan
bagian tubuh meliputi palpebra, berat badan
pipi, ekstremitas, skrotum dan
asites, pasien sedikit rewel, berat
badan sebelum sakit 9,5 kg dan saat
ini berat badan pasien 12 kg.
Data hasil pengkajian riwayat
sekarang, pada 24 Mei 2017 pukul
16.00 wib dengan hari rawatan ke-6
pasien mengalami edema pada
saat ini 29 kg.

Pada riwayat kesehatan dahulu, Pada riwayat kesehatan dahulu, pasien


sudah pernah dirawat 3x pasien sudah mengalami SLE karena
penyakit yang sama, selama dan Sindroma Nefrotik sejak ± dirumah
pasien mudah demam dan 1,5 tahun. Pasien mudah orangtuan biasa
membelikan obat mengalami demam dan sudah diwarung saja. Jika
pasien dirawat 5x untuk kemoterapi mengkonsumsi makanan ringan
CPA.
siap saji, biasanya edema akan muncul.

Data hasil pemeriksaan fisik Data hasil pemeriksaan fisik sebagai


berikut: TD 150/100 mmHg sebagai berikut: TD 100/60 (sistol 80-100
mmHg dan diastol 60 mmHg (sistol 80-100 mmHg mmHg), nadi
112x/i (105x/ menit), dan diastol 60 mmHg), nadi pernapasan 24x/i
(21-30x/menit), 82x/i (85x/menit), pernapasan suhu 36,8oC (36,5 -
37,5oC) dan 21x/i (18-22x/menit), suhu kesadaran kompos mentis.
Berat 38,5oC (36,5 - 37,5oC) dan badan pasien saat dilakukan
kesadaran kompos mentis. penimbangan 12 kg. Namun, Berat badan
pasien saat sebelumnya hanya 9,5 kg dan tinggi dilakukan
penimbangan 29 kg. badan 85 cm. Namun, sebelumnya mencapai
36 kg dan tinggi badan 152 cm.

Pada bagian mata, pasien edema Pada ekstremitas atas hasil pada
palpebra. Abdomen terlihat pengukuran lingkar lengan atas mengkilat
dan tegang, saat dipalpasi 19 cm, terdapat edema pada teraba distensi,
lingkar perut 61 cm. punggung tangan dan jari-jari Pada ekstremitas
atas ditemukan dan ditemukan pula edema edema pada jari, punggung
tangan pada ekstremitas bawah bagian hingga batas lengan,
ekstremitas punggung kaki. Turgor kulit bawah ditemukan edema pada
kembali dengan cepat. Tidak punggung kaki hingga bagian paha.
ditemukan adanya edema labia. Turgor kulit kembali dengan cepat.
Pada genitalia ditemukan edema pada skrotum.

Data pengkajian kegiatan sehari- Data pengkajian kegiatan


hari, pasien mendapatkan makanan sehari-hari, pasein mendapatkan
dari rumah sakit berupa nasi, lauk, makanan dari rumah sakit
sayur, buah (MB Nefrotik 1100 berupa nasi, lauk, sayur, buah
kkal, protein 20 gr/day, garam 1 (MB DN 2048 kkal, protein 30
gr/day) dan menghabiskan 1 porsi, gr/day, lemak
cairan yang dikonsumsi selama 1 36,4 gr/day) dan menghabiskan
hari ±1200 cc, tidur siang ±3 jam ¼ porsi, cairan yang
dan malam hari mulai tidur pada dikonsumsi selama 1 hari
pukul 22.00 wib dan terbangun ±1000 cc, tidur siang ±2jam dan
pada 06.00 wib (8 jam). Dalam malam hari mulai tidur pada
sehari, pasien BAK 5x (±900 cc) pukul 23.00 wib dan terbangun
berwarna kuning kecokelatan, pada pukul 06.00 wib (7 jam).
namun 3 hari sebelum dirawat Dalam sehari, pasien BAK 5x
pasien mengalami hematurie dan (±800 cc) berwarna kekuningan
kebiasaan BAB 1x sehari dan kebiasaan BAB 1x sehari
konsistensi lembek dan berwarna konsistensi lembek dan
kuning kecokelatan. berwarna kuning kecokelatan.
Berdasarkan analisa data yang Mmol/L) dan kalsium 7,6
peneliti lakukan, maka masalah mg/dL (8,1-10,4 mg/dL).
Data hasil pemeriksaan penunjang Data hasil
keperawatan yang pada
pemeriksaan muncul
tanggalpada Pada
22 Mei diagnosa
2017 2) risiko pada
penunjang infeksi
An.A 1)18kelebihan
tanggal volume
Mei didapatkan cairan
total proteindengan
3,2 gr/dL 2017faktordidapatkan
risiko
Berdasarkan analisa data yang
nilai asam urat (6,6-8,7 gr/dL), albuminketidakadekuatan
1,1 7,5 mg/dL ( 2,4-5,7pertahanan
peneliti gr/dL(3,8-5,0
mg/dL), lakukan, maka masalah
gr/dL), sekunder
nilai natrium total didukung olehmg/dl
kolesterol 237 data
128 Mmol/L (136-145
keperawatan yang munculMmol/L)
pada dan (<200 mg/dl),
subjektif: nilai natrium
orangtua mengatakan
kalsium
An.R 7,6 mg/dL
1) (8,1-10,4 130 Mmol/L
pasien sudah 3x dirawat karena
(136-145
hipertermi mg/dL). Data hasil urinalisa
berhubungan penyakit pada
yangMmol/L),
sama dantotalmudah
protein 6,3 22 Mei 2017 didapatkan protein +2 gr/dL (6,6-8,7
dengan penurunan tekanan osmotik demam. Data objektif:
gr/dL), albumin dalam urine. 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Data hasil
koloid, data subjektif: Ny.J terpasang tryway di vena
urinalisa pada 18 Mei 2017 didapatkan protein +2 dalam urine.
mengatakan anaknya mengalami radialis dextra, total protein 3,2
sembab
Data padapasien
terapi hampir seluruh
antara lainbagian gr/dL,
Data terapi pasienalbumin
antara lain1,1Prednison
gr/dL,
tubuh tab,
1-1-2 (mata,Captopril
pipi, perut, kaki, leukosit
Methylprednisolon 11.7600/mm
1x24
3
mg, 3x12,5 . mg,
tangan, kelamin),
Nifedipin 3x2 mg, sedikit
Captoprilrewel,
3x12,5 mg, Vit.C Lasix 2x10 mg,
Simfastatin
minum ±1200 1x10 3x100
cc dan BAK mg, Bicnat
±900 cc. 3x3 mg, mg, Cefixime 2x25 mg
Luminal 2x60 mg, Cefixime
Data objektif: edema pada palpebra,
pipi, punggung tangan hingga batas 2x150 mg, Allopurinol 3x100
Diagnosa
mg, Calc 3x5003)mg defisiensi
lengan, punggung kaki hingga paha,
pengetahuan berhubungan
skrotum, abdomen, anak terlihat
2. Diagnosa Keperawatan dengan kurangnya informasi,
gelisah, saat dilakukan
data subjektif: ibu mengatakan
penimbangan berat badan pasien 12
sangat khawatir dengan kondisi
kg, sebelum sakit 9,5 kg, nilai
anaknya saat ini, belum
natrium 128 Mmol/L (136-145
mendapatkan informasi yang jelas berhubungan dengan penyakit.
mengenai penyakit anaknya, panik Data subjektif: Tn.R
jika melihat anaknya tiba-tiba mengatakan adiknya demam
sembab saat berada dirumah. Data dan badannya teraba hangat.
objektif: orang tua pasien bingung Data objektif: suhu 38,5oC,
ketika ditanya tentang penyakit kulit teraba hangat, wajah
anaknya, terlihat sangat antusias memerah, leukosit 5.700/mm3.
saat dijelaskan tantang penyakit
yang diderita anaknya.

Pada diagnosa 2)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor
biologis diperoleh data
subjektif: Tn.R mengatakan
adiknya terlihat pucat dan tidak
menghabiskan makanan, pasien
mengeluh rasa makanan
hambar. Data objektif: mukosa
mulut kering, bibir pecahpecah,
LILA 19 cm, berat badan saat
ini 29 kg, berat badan
sebelumnya 36 kg, HDL 21
mg/dL (dislipidemia), diit MB
DN 2048 kkal dengan protein
30 gr dan lemak 36,4 gr, habis
¼ porsi.
Diagnosa 3) risiko infeksi
dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya sering
mengalami demam dan sudah
±1,5 tahun didiagnosa SLE + total protein 6,3 gr/dL, albumin
Sindroma Nefrotik. Data objektif: 2,4 gr/dL.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 4) kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid, data subjektif: Tn.R mengatakan adiknya
mengalami sembab pada punggung tangan dan punggung kaki hingga
lutut. Data objektif: edema pada punggung tangan dan punggung kaki
hingga lutut, BB saat ini 29, sebelum sakit 36 kg, minum ±1000 cc dan
BAK ±800cc, nilai natrium 130 Mmol/L.
Berdasarkan masing-masing dibuat intervensi keperawatan
diagnosa yang telah peneliti sebagai berikut: 1)
rumuskan maka dibuat intervensi hipertermi berhubungan
keperawatan sebagai berikut: 1) dengan penyakit, tujuannya
kelebihan volume cairan keseimbangan antara
berhubungan dengan produksi dan kehilangan
penurunan tekanan osmotik panas, tandatanda vital dalam
koloid, tujuannya tekanan darah batas normal. Rencana
dalam batas normal, intervensi tersebut adalah a)
keseimbangan intake dan output perawatan demam, aktivitas
dalam 24 jam, berat badan stabil, keperawatannya seperti
edema berkurang, tidak ditemuka monitor suhu, monitor
asites, nilai elektrolit dalam batas intake/output, berikan terapi
normal. Rencana intervensinya antipiretik, b) pengaturan
adalah a) manajemen cairan, suhu, aktivitas
aktivitas keperawatannya seperti keperawatannya seperti
timbang berat badan setiap hari monitor warna dan suhu kulit,
dan monitor status pasien, jaga monitor tanda-tanda
dan catat intake/output, monitor hipertermi, tingkatkan intake
status hidrasi, monitor tanda- nutrisi. c) monitor tanda-
tanda vital pasien, monitor tanda vital, aktivitas
kelebihan cairan atau retensi keperawatannya seperti
(misalnya edema, distensi vena monitor kualitas nadi,
jugularis dan edema), b) monitor monitor adanya pola napas
cairan, aktivitas keperawatannya abnormal.
seperti tentukan riwayat, jumlah c) monitor tanda-tanda vital,
dan tipe intake/output, monitor aktivitas keperawatannya
serum dan elektrolit urine, seperti monitor tekanan
monitor TD, HR dan RR, catat darah, nadi, suhu dan status
intake/output akurat, Berdasarkan pernapasan dengan tepat,
masing-masing diagnosa yang monitor irama dan laju
telah peneliti rumuskan maka pernapasan, monitor warna
kulit, suhu dan kelembaban, Untuk diagnosa keperawatan
monitor sianosis sentral dan 3) Pada diagnosa keperawatan
perifer. 2) ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Pada diagnosa keperawatan 2) kebutuhan tubuh, tujuannya
risiko infeksi, tujuannya asupan gizi, makanan dan
mengidentifikasi faktor risiko cairan adekuat, rasio berat
infeksi, mengidentifikasi tanda badan/ tinggi badan mencapai
dan gejala infeksi, asupan gizi ideal. Intervensi yang
klien adekuat, ratio berat direncanakan adalah a) Terapi
badan/tinggi badan ideal, status nutrisi, aktivitas
hidrasi adekuat. Intervensi yang keperawatannya seperti
direncanakan adalah a) kontrol lengkapi pengkajian nutrisi
infeksi, aktivitas keperawatannya sesuai kebutuhan, monitor
seperti batasi jumlah pengunjung, intruksi diet yang sesuai untuk
anjurkan pasien mengenai teknik memenuhi kebutuhan nutrisi
cuci tangan yang benar, anjurkan pasien perhari sesuai
pengunjung untuk mencuci kebutuhan, berikan nutrisi
tangan saat memasuki dan yang dibutuhkan sesuai
meninggalkan ruangan pasien, b) dengan batasan anjuran diet,
monitor nutrisi, aktivitas b) monitor nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang keperawatannya seperti
berat badan pasien, lakukan timbang berat badan pasien,
pengukuran antropometri pada lakukan pengukuran
komposisi tubuh, monitor antropometrik pada komposisi
kecenderungan naik dan turunnya tubuh, monitor kecenderungan
berat badan anak, identifikasi naik dan turunnya berat badan
perubahan berat badan terakhir, c) anak, identifikasi perubahan
pengecekan kulit, aktivitas berat badan terakhir, monitor
keperawatannya seperti amati adanya mual dan muntah,
warna, kehangatan, bengkak, identifikasi abnormalitas
pulsasi, tekstur, edema dan eliminasi bowel, monitor diet
ulserasi pada ekstremitas, monitor dan asupan kalori, c)
warna dan suhu kulit, monitor penahapan diet, aktivitas
warna kulit untuk memeriksa keperawatannya seperti
adanya ruam atau lecet, monitor berikan nutrisi peroral sesuai
kulit untuk adanya kekeringan kebutuhan, monitor toleransi
atau kelembaban, monitor infeksi, peningkatan diet, tawarkan
terutama dari daerah edema. kemungkinan makan 6 kali
dalam porsi kecil, ciptakan lakukan pengukuran
lingkungan yang memungkinkan. antropometri pada komposisi
defisiensi pengetahuan, tujuannya tubuh, monitor
berinteraksi positif dengan anak, kecenderungan naik dan
membantu menyediakan kebutuhan turunnya berat badan anak,
fisik anak, memberikan nutrisi identifikasi perubahan berat
sesuai kebutuhan, menggambarkan badan terakhir, c)
perilaku yang mengurangi resiko pengecekan kulit, aktivitas
tinggi. Intervensinya adalah a) keperawatannya seperti
pengetahuan manajemen penyakit, amati warna, kehangatan,
aktivitas keperawatan seperti bengkak, pulsasi, tekstur,
memberikan pendidikan kesehatan edema dan ulserasi pada
b) perilaku patuh diit yang ekstremitas, monitor warna
disarankan, seperti memberikan dan suhu kulit, monitor
informasi tentang diit yang warna kulit untuk
didapatkan anak. memeriksa adanya ruam
Untuk diagnosa keperawatan 3) atau lecet, monitor kulit
risiko infeksi tujuannya untuk adanya kekeringan
mengidentifikasi faktor risiko atau kelembaban, monitor
infeksi, mengidentifikasi tanda dan infeksi, terutama dari daerah
gejala infeksi, asupan gizi klien edema.
adekuat, ratio berat badan/tinggi Pada diagnosa keperawatan
badan ideal. Intervensi yang 4) kelebihan volume
direncanakan adalah a) kontrol cairan berhubungan
infeksi, aktivitas keperawatannya dengan penurunan
seperti batasi jumlah pengunjung, tekanan osmotik koloid,
anjurkan pasien mengenai teknik tujuannya tekanan darah
cuci tangan yang benar, anjurkan dalam batas normal,
pengunjung untuk mencuci tangan keseimbangan intake dan
saat memasuki dan meninggalkan output dalam 24 jam, berat
ruangan pasien, b) monitor nutrisi, badan stabil, edema
aktivitas keperawatannya seperti berkurang, tidak ditemuka
timbang berat badan pasien, asites, nilai
4. Implementasi Keperawatan
elektrolit dalam batas normal. Rencana intervensi tersebut
diantaranya a) manajemen cairan, aktivitas keperawatannya
seperti timbang berat badan setiap hari dan monitor status
pasien, jaga dan catat intake/output, monitor status hidrasi,
monitor tandatanda vital pasien, monitor kelebihan cairan
atau retensi (misalnya edema, distensi vena jugularis dan
edema), b) monitor cairan, aktivitas keperawatannya seperti
tentukan riwayat, jumlah dan tipe intake/output, monitor serum dan
elektrolit urine, monitor TD, HR dan RR, catat intake/output akurat, c)
monitor tanda-tanda vital, aktivitas keperawatannya seperti monitor
tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat, monitor
irama dan laju pernapasan, monitor warna kulit, suhu dan kelembaban,
monitor sianosis sentral dan perifer.
Implementasi keperawatan yang Selanjutnya, implementasi
dilakukan peneliti selama keperawatan untuk diagnosa
pengelolaan kasus 5 hari untuk keperawatan 2) risiko infeksi
diagnosa keperawatan 1) kelebihan dengan faktor risiko
volume cairan berhubungan ketidakadekuatan pertahanan
dengan penurunan tekanan sekunder yaitu a) memberikan
osmotik koloid, dilakukan tindakan Cefixime 2x25 mg, b)
keperawatan meliputi a) mengajarkan pasien dan
menimbang berat badan dengan keluarga cara mencuci tangan
hasil 12 kg b) memonitor dengan benar, c) melakukan
tandatanda vital yaitu TD 150/100 pengecekan kulit terkait adanya
mmHg, nadi 112x/i, pernapasan tanda gejala infeksi seperti
24x/i dan suhu 36,8oC c) memantau bengkak dan kemerahan, d)
retensi cairan yaitu piting edema memberikan diit
Implementasi keperawatan yang MB Nefrotik 1100 kkal, e)
dilakukan peneliti selama melakukan pengukuran suhu
pengelolaan kasus 5 hari untuk hasilnya suhu 36,8oC, f)
diagnosa keperawatan 1) memantau adanya peningkatan
hipertermi berhubungan dengan atau penurunan berat badan,
penyakit yaitu a) monitor suhu, berat badan 12 kg.
hasilnya 38,5oC b) monitor warna Implementasi keperawatan
kulit, tidak ditemukan kemerahan untuk diagnosa keperawatan 3)
dan bengkak c) memberikan defisiensi pengetahuan
paracetamol 300 mg, d) berhubungan dengan kurang
mengajarkan keluarga kompres informasi yaitu a) menggali
hangat. pengetahuan orangtua tentang
positif, d) menilai luas dan lokasi penyakit yang diderita anak
edema hasilnya edema pada saat ini melalui diskusi
(palpebra, ekstremitas, skrotum) terbuka, b) memberikan
dan asites, e) memantau pendidikan kesehatan dengan
intake/output yaitu intake cairan berdiskusi terbuka bersama
±1200cc dan output ±900cc, f) orangtua tentang tanda gejala
memberikan Lasix 2x10mg penyakit, diit dan pengobatan
anak.
Diperoleh hasil orang tua Cefixime 2x150 mg, b)
mengetahui pengertian, tanda dan mengajarkan pasien dan
gejala serta diit pada pasien dengan keluarga cara mencuci tangan
sindroma nefrotik. dengan benar, c) melakukan
Selanjutnya, implementasi pengecekan kulit, tidak
keperawatan untuk diagnosa ditemukan bengkak dan
keperawatan 2) kemerahan, d) melakukan
ketidakseimbangan nutrisi pengukuran suhu, hasilnya
kurang dari kebutuhan tubuh suhu 38,5oC.
berhubungan dengan faktor Pada implementasi
biologis yaitu a) menimbang berat keperawatan untuk diagnosa
badan, berat badan pasien 29 kg, b) keperawatan 4) kelebihan
memantau adanya mual muntah, c) volume cairan berhubungan
memberikan DN 2048 kkal habis ¼ dengan penurunan tekanan
porsi, d) memotivasi pasien untuk osmotik koloid, yaitu a)
makan, e) pantau sebab penurunan menimbang berat badan,
nafsu makan. hasilnya 29 kg b) memonitor
tanda-tanda vital, TD 100/60
mmHg, nadi 82x/i, pernapasan
21x/i dan suhu 38,5oC c)
Implementasi keperawatan untuk
memantau retensi cairan,
diagnosa keperawatan 3) risiko
ditemukan adanya piting
infeksi dengan faktor risiko
edema, d) menilai luas dan
ketidakadekuatan pertahanan
lokasi edema, terdapat edema
sekunder yaitu a) memberikan
(punggung kaki dan punggung
5. Evaluasi Keperawatan
tangan), e) memantau intake/output, intake cairan ±1000cc dan
output cairan ±800 cc.

Setelah dengan
dilakukan penurunan
tindakan tekanan
keperawatan osmotik
maka didapatkan koloid, data
hasil subjektif:
perkembangan Ny.J
kondisi pasien mengatakan
sebagai berikut: sembab
1) kelebihan pada bagian
volume cairan mata anak
berhubungan sudah
berkurang dan pernah
anak sudah tidak demam.
rewel. Data Tidak
objektif: TD ditemukan
130/90 mmHg, data objektif
nadi 113x/i, yang
pernapasan menunjukka
22x/i, suhu n adanya
36,9 C, namun
o
tanda dan
berat badan anak gejala
masih 12 kg. infeksi pada
Masalah teratasi anak.
sebagian dengan Masalah
kriteria hasil tidak terjadi
tekanan darah dengan
dalam batas kriteria tidak
normal dan ditemukan
edema tanda dan
berkurang. gejala
Namun masih infeksi,
ditemukan sehingga
asites, intervensi
ketidakstabilan masih
berat badan dan dilanjutkan
ketidakseimbang untuk
an intake output mencegah
Intervensi terjadinya
dilanjutkan. infeksi.
Untuk diagnosa
keperawatan 2) Evaluasi
risiko infeksi untuk
dengan faktor diagnosa
risiko keperawatan
ketidakadekuata 3) defisiensi
n pertahanan pengetahuan
sekunder, data berhubungan
subjektif: dengan
orangtua kurangnya
mengatakan informasi,
selama dirawat data
anaknya tidak subjektif:
orangtua Untuk diagnosa keperawatan 2)
mengatakan ketidakseimbangan nutrisi
memahami kurang dari kebutuhan tubuh
tentang penyakit berhubungan dengan faktor
yang diderita biologis, data subjektif: Tn.R
Setelah mengatakan adinya
dilakukan menghabiskan ½ dari 1 porsi
tindakan makanannya. Data objektif:
keperawatan berat badan anak 30 kg, LILA
maka didapatkan 19 cm. Masalah teratasi dengan
hasil kriteria hasil makanan dan
perkembangan cairan adekuat. Intervensi
kondisi pasien dihentikan.
sebagai berikut:
1) hipertermi Evaluasi untuk diagnosa
berhubungan keperawatan 3) risiko infeksi
dengan dengan faktor risiko
penyakit, data ketidakadekuatan pertahanan
subjektif: Tn.R
mengatakan
adiknya sudah
tidak demam
lagi. Data
objektif: kulit
tidak teraba
panas, TD
110/60 mmHg,
nadi 84x/i,
pernapasan
21x/i, suhu
37,0 C. Masalah
o

teratasi dengan
kriteria hasil
suhu dalam
batas normal,
tidak ditemukan
kulit kemerahan.
Intervensi dihentikan.
anaknya saat ini dan rentan terserang penyakit. Masalah
kekhawatiran berkurang. belum terjadi dengan kriteria tidak
Data objektif: orangtua ditemukan tanda dan gejala infeksi,
pasien mampu sehingga intervensi masih dilanjutkan
menjelaskan kembali untuk mencegah terjadinya infeksi.
tanda dan gejala sehingga Evaluasi pada diagnosa keperawatan 4)
anak perlu dibawa ke kelebihan volume cairan berhubungan
pelayanan kesehatan. dengan penurunan tekanan osmotik
Masalah teratasi dengan koloid, data subjektif:
kriteria hasil orangtua Tn.R mengatakan masih sembab pada
memberikan nutrisi sesuai kaki dan tangan adiknya. Data objektif:
kebutuhan anak dan piting edema masih ditemukan pada
memahami diit anak. punggung tangan dan kaki pasien, berat
Intervensi dihentikan. badan pasien 30 kg, TD 110/60 mmHg,
sekunder, data subjektif: Tn.R mengatakan nadi 84x/i, pernapasan 21x/i, suhu
adiknya sudah tidak demam lagi. Data 37,0oC. Masalah belum teratasi karena
objektif: tidak ditemukan tanda dan gejala masih ditemukan edema, berat badan
infeksi pada anak. Namun, karena daya tahan belum stabil dan cairan belum
tubuh anak yang lemah menyebabkan anak seimbang.Intervensi dilanjutkan.
3. ..
4. Pembahasan Kasus

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas antara teori dan
laporan kasus asuhan keperawatan pada An.A dan An.R dengan
Sindroma Nefrotik yang telah dilakukan sejak tanggal 24 – 30 Mei 2017
di ruang akut IRNA Kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Damil Padang.
Kegiatan yang dilakukan meliputi observasi hasil pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dilakukan oleh perawat ruangan.

1. Pengkajian keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 13.30
WIB didapatkan Participant I, ibu mengatakan anak mengalami
sembab pada hampir seluruh bagian tubuh (mata, pipi, perut, kaki,
tangan, kelamin), begitu pula pada Participant II, keluarga
mengatakan anak mengalami sembab pada tangan dan kaki. Hasil
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan tekanan darah, didapatkan pada
Participant I 150/100 mmHg dan pada Participant II 100/60 mmHg.

Data hasil pemeriksaan penunjang pada Participant I, total protein 3,2


gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL), nilai natrium
128 Mmol/L (136-145 Mmol/L). Sedangkan pada Participant II, nilai
natrium 130 Mmol/L (136-145 Mmol/L), total protein 6,3 gr/dL
(6,68,7 gr/dL), albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).

Menurut Betz & Sowden, (2009) Walaupun gejala pada anak akan
bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang
paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik yaitu Retensi cairan
dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas). Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema
pada skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada
labia mayora. Selain itu dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan
darah akibat retensi cairan dan natrium.
Menurut Pramana, dkk, (2013) Sindrom Nefrotik adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m 2 LPB/jam atau
rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+),
hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai
hiperkolesterolemia (250 mg/uL) serta peningkatan tekanan darah.
Sedangkan hasil urinalisis akan ditemukan proteinuria lebih dari 2
gr/m2/hari, uji dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan
darah, berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria ( normalnya 50-1.400 mosm), osmolaritas urine akan
meningkat ( Suriadi & Yuliani, 2010 ).

Menurut asumsi peneliti, gejala edema, hiponatremia,


hipoalbuminemia, hipoproteinemia dan proteinurie yang dikemukakan
oleh teori ditemukan pada kedua participant baik melalui pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Edema yang muncul pada
kedua participant disebabkan oleh hipoalbuminemia dan menurunnya
tekanan osmotik plasma. Sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah keruang interstisial. Pada Participant I ditemukan
peningkatan tekanan darah, peneliti berpendapat retensi cairan atau
rendahnya kadar natrium yang merangsang enzim renin kemudian
meningkatkan tekanan darah. Namun, pada Participant II tidak
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah, peneliti berpendapat
bahwa retensi cairan pada participant II tidak terlihat begitu dominan
dan tidak adanya kehilangan natrium yang berlebihan.

Data hasil pengkajian didapatkan partisipan I dengan diagnosa medis


sindroma nefrotik dan pada partisipant II dengan SLE + sindroma
nefrotik.

Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui


penyebab Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai
penyakit autoimun. Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan
oleh turunan kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah
seperti Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan
anafilaktoid, Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena
renalis, Penyakit sel sabit, dll.

Menurut Prabowo, (2014) Sindroma Nefrotik Primer sampai saat ini


belum diketahui penyebabnya. Namun, pada Sindroma Nefrotik
Sekunder beberapa penyebabnya meliputi lupus erimatosus sistemik
(LES), keganasan, seperti limfoma dan leukemia, vaskulitis, seperti
granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis),
sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan
poliangitis). Pada kasus ini, faktor penyebab yang dikemukakan teori
ditemukan pada Participant II yaitu SLE yang merupakan suatu
penyakit akibat kelainan imunologik yang menyebabkan terjadinya
pembentukan dan pengendapan kompleks antigen-antibodi pada
organ-organ tubuh, pada kasus ini pembentukan dan pengendapan
tersebut terjadi pada organ ginjal sehingga anak menderita sindroma
nefrotik. Namun, pada Participant I peneliti berasumsi bahwa
sindroma nefrotik yang dideritanya merupakan tipe Sindrom Nefrotik
Ideopatik atau juga disebut Sindroma Nefrotik Primer yaitu belum
diketahui penyebabnya.

Hasil pengkajian didapatkan partisipan I berusia 38 bulan sedangkan


partisipan II saat ini berusia 14 tahun.

Pramana, dkk (2013) melaporkan bahwa penderita Sindroma Nefrotik


yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr.M.Djamil Padang
periode 1 Januari 2009- 30 April 2012 sebanyak 56 orang yang
didominasi oleh anak pada usia > 6 tahun sebanyak 55,4% serta rasio
kejadian Sindroma Nefrotik pada anak laki-laki dan perempuan
sebesar 1,43:1.

Peneliti berasumsi, perbedaan usia pada anak dapat terjadi karena


pola asuh yang kurang tepat. Menurut penelitian sebelumnya,
sindroma nefrotik banyak terjadi pada anak usia >6 tahun. Sedangkan
saat ini usia partisipan I adalah 38 bulan. Salah satu penyebabnya
dapat terjadi karena anak yang terbiasa mengkonsumsi makanan cepat
saji atau berbahan pengawet yang dapat memperberat kerja ginjal. Ini
berbeda dengan yang dialami oleh partisipan II, anak didiagnosa
sindroma nefrotik diawali oleh lupus atau penyakit autoimun.

Data terapi partisipan I mendapatkan Prednison 1-1-2 tab, Captopril


3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 mg, Lasix 2x10 mg, Simfastatin 1x10 mg,
Cefixime 2x25 mg, sedangkan terapi partisipan II antara lain
Methylprednisolon 1x24 mg, Captopril 3x12,5 mg, Vit.C 3x100 mg,
Bicnat 3x3 mg, Luminal 2x60 mg, Cefixime 2x150 mg, Allopurinol 3x100
mg, Calc 3x500 mg
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk
sindrom nefrotik meliputi pemberian kortikosteroid seperti prednison
atau prednisolon untuk menginduksi remisi, penggantian protein,
terapi diuretik, pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis
lain, mengingat pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena
infeksi akibat daya tahan tubuhnya yang rendah, terapi Imunosupresif
untuk anak yang gagal berespon dengan terapi steroid.

Menurut Ngastiyah, (2014) terapi untuk pasien dengan sindroma


nefrotik seperti bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik, Kondisi
alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi
KCl, Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian
obat-obatan antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan
efek samping penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan
dengan sangat hati-hati, berikan diuretik untuk mengatasi edema.

Partisipan I dan II mendapatkan terapi kortikosteroid, antibiotik dan


antihipertensif. Sementara, pada partisipan II tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan darah. Asumsi peneliti, partisipan II diberikan
antihipertensif karena total kolesterolnya yang melebihi nilai normal
total kolesterol 237 mg/dl (<200 mg/dl) sehingga anak berisiko
mengalami hipertensi. Pada partisipant I mendapatkan terapi diuretik,
peneliti berpendapat karena awalnya pasien mengalami edema
anasarka, sedangkan partisipan II tidak mendapatkan terapi diuretik,
peneliti berpendapat hal ini mencegah terjadinya shock hipovolemik
karena pasien sudah mengalami penurunan berat badan hingga >30%.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kasus, diagnosa
yang muncul pada Participant I adalah kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, risiko infeksi
dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder dan
defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Sedangkan pada Participant II diagnosa yang muncul adalah
hipertermi berhubungan dengan penyakit, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis,
risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan
sekunder dan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi.
Menurut Diagnosis Keperawatan NANDA 2012-2014, diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan sindroma
nefrotik adalah Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi, Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan keletihan otot pernapasan, Risiko infeksi
berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekuder
imunosupresan, Diare berhubungan dengan edema mukosa usus,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan penurunan imunologik.
Kelebihan volume cairan pada anak dengan sindroma nefrotik terjadi
akibat menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun
sehingga cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial.
Menurunnya volume cairan intravaskuler menyebabkan alirah darah
ke renal berkurang, sehingga ginjal merangsang produksi renin
angiotensin, meningkatkan sekresi ADH dan aldosteron maka
terjadilah retensi natrium dan air yang menyebabkan edema (Suriadi&
Yuliani, 2010). Kelebihan volume cairan menyebabkan cairan
intravaskuler berpindah keruang interstisial, sehingga akan terlihat
gejala edema (palpebra, ekstermitas), abdomen mengkilat, ukuran
abnormalitas pada lingkar perut edema skrotum pada anak laki-laki
dan edema labia mayora untuk anak perempuan, selain itu dapat pula
ditemukan peningkatan berat badan >20%.

Menurut analisa peneliti, pada Participant I dan Participant II dapat


ditegakkan diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi. Menurunnya jumlah albumin dan
tekanan osmotik menyebabkan ruang interstisial berisi cairan
intravaskuler. Sehingga pada postur tubuh anak akan ditemukan
peningkatan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah dan
gelisah pada anak, ini sesuai dengan batasan karakteristik yang
ditetapkan teori, sehingga diagnosa ini dapat ditegakkan.
Penurunan plasma albumin dan tekanan osmotik mengakibatkan
kolesterol dan trigliserida serum meningkat. Hilangnya protein
menyebabkan hati melakukan kompensasi yaitu meningkatkan
produksi lipo-protein sehingga berdampak pada kondisi
hiperlipidemia. Respon imun akan menurun karena sel imun tertekan,
hal ini mungkin disebabkan oleh hipoalbuminemia dan hiperlipidemia
(Suriadi & Yuliani, 2010).
Asumsi peneliti, pada Participant I dan Participant II dapat ditegakkan
diagnosa risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder, sesuai dengan batasan karakteristik yaitu
terpasang kateter intravena, statis cairan, penggunaan steroid dan
malnutrisi. Didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Participant I yaitu total protein 3,2 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1
gr/dL (3,8-5,0 gr/dL) sedangkan Participant II nilai asam urat 7,5
mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL), total protein 6,3 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL),
albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).
Defisiensi pengetahuan merupakan ketiadaan atau defisiensi informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (NANDA, 2014).
Berdasarkan analisa peneliti, kurangnya pengetahuan pada orangtua
anak disebabkan oleh tidak adanya pendidikan kesehatan yang
didapatkan dari pihak pelayanan kesehatan. Family centre care
merupakan salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pada anak,
disamping itu untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi anak perlu adanya promosi kesehatan terkait cara menjaga
kesehatan anak dirumah. Berdasarkan hal tersebut, diagnosa defisiensi
pengetahuan pada Participant I dapat ditegakkan.
Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(NANDA, 2014). Menurut Suriadi&Yuliani, (2010) menurunnya
respon imun pada anak dengan sindroma nefrotik dapat disebabkan
oleh tertekannya sel imun, hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau
defisiensi seng. Asumsi peneliti, karena albumin serum dan total
protein pada participant II rendah dapat mempengaruhi daya tahan
tubuh, hal ini menyebabkan pasien berisiko terhadap infeksi.
Hipertemi merupakan salah satu respon tubuh terhadap infeksi.
Diagnosa keperawatan ini tidak ditemukan pada teori, namun dapat
ditegakkan karena sesuai dengan batasan karakteristik yang
ditemukan pada diagnosis keperawatan NANDA 2014.

Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon
tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah (Betz & Sowden,
2009). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis yang terjadi pada Participant II
ditandai dengan pasien mengalami penurunan berat badan 20%,
pasien tidak menghabiskan makanan, membran mukosa terlihat pucat,
kehilangan rambut berlebihan serta mengeluh gangguan sensasi rasa.
Dengan demikian, diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis dapat
ditegakkan. Kerusakan integritas kulit merupakan perubahan atau
gangguan epidermis dan atau dermis (NANDA, 2014). Menurut
analisa peneliti, pada kedua Participant tidak ditemukan adanya
kerusakan kulit ataupun gangguan permukaan kulit meskipun pada
anak terdapat perubahan status cairan. Berdasarkan data diatas,
diagnosa Kerusakan integritas kulit tidak dapat diangkat.
Menurut Syaifuddin, (2012) pada pasien dengan sindroma nefrotik
penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga dada,
hal ini menyebabkan penurunan ekspansi paru sehingga akan
ditemukan pasien mengalami napas cepat. Ketidakefektifan pola
napas merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat (NANDA, 2014). Menurut analisa peneliti, pada
kedua participant tidak ditemukan adanya ketidakefektifan pola napas
meskipun pada Participant I ditemukan adanya asites, namun
frekuensi napasnya normal. Berdasarkan data diatas dan batasan
karakteristik pada diagnosis keperawatan NANDA 2014, diagnosa
Ketidakefektifan Pola Napas tidak dapat diangkat.
Diare merupakan feses yang lunak dan tidak berbentuk (NANDA,
2014). Menurut Syaifuddin, (2012) retensi cairan pada anak dengan
sindroma nefrotik tidak hanya dapat dilihat dari luar permukaan tubuh
saja, namun edema dapat terjadi pada mukosa usus, sehingga pasien
akan mengalami diare. Menurut analisa peneliti, pada kedua
participant tidak ditemukan adanya diare meskipun pada keduanya
terjadi retensi cairan. Sehingga diagnosa keperawatan diare tidak
dapat diangkat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan kepada diagnosa
keperawatan yang muncul pada partisipan I dan partisipan II.
Berdasarkan kasus, tindakan yang dilakukan selama 5 hari sesuai
dengan intervensi yang telah peneliti susun. Pada diagnosa kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
rencana yang terjadi pada kedua participant tindakan terdiri dari a)
manajemen cairan, aktivitas keperawatannya seperti timbang berat
badan setiap hari dan monitor status pasien, jaga dan catat
intake/output, monitor status hidrasi, monitor tanda-tanda vital pasien,
monitor kelebihan cairan atau retensi (misalnya edema, distensi vena
jugularis dan edema), b) monitor cairan, aktivitas keperawatannya
seperti tentukan riwayat, jumlah dan tipe intake/output, monitor serum
dan elektrolit urine dan menilai protein urine kuantitatif (tes Esbach)
yang digunakan untuk memonitor adanya protein dalam urine/ 24 jam,
monitor TD, HR dan RR, catat intake/output akurat, c) monitor
tandatanda vital, aktivitas keperawatannya seperti monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat, monitor irama
dan laju pernapasan, monitor warna kulit, suhu dan kelembaban,
monitor sianosis sentral dan perifer.

Pada diagnosa keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko


ketidakadekuatan pertahanan sekunder yang terjadi pada kedua
participant rencana tindakan terdiri dari a) kontrol infeksi, aktivitas
keperawatannya seperti batasi jumlah pengunjung, anjurkan pasien
mengenai teknik cuci tangan yang benar, anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien, b)
monitor nutrisi, aktivitas keperawatannya seperti timbang berat badan
pasien, lakukan pengukuran antropometri pada komposisi tubuh,
monitor kecenderungan naik dan turunnya berat badan anak,
identifikasi perubahan berat badan terakhir, c) pengecekan kulit,
aktivitas keperawatannya seperti amati warna, kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi pada ekstremitas, monitor warna
dan suhu kulit, monitor warna kulit untuk memeriksa adanya ruam
atau lecet, monitor kulit untuk adanya kekeringan atau kelembaban,
monitor infeksi, terutama dari daerah edema.

Intervensi yang direncanakan pada An.A untuk diagnosa defisiensi


pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terdiri dari a)
pengetahuan manajemen penyakit, aktivitas keperawatan seperti
memberikan pendidikan kesehatan b) perilaku patuh diit yang
disarankan, seperti memberikan informasi tentang diit yang
didapatkan anak.

Pada diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan penyakit


pada An.R rencana tindakan terdiri dari a) perawatan demam,
aktivitas keperawatannya seperti monitor suhu, monitor intake/output,
berikan terapi antipiretik, b) pengaturan suhu, aktivitas
keperawatannya seperti monitor warna dan suhu kulit, monitor tanda-
tanda hipertermi, tingkatkan intake nutrisi. c) monitor tanda-tanda
vital, aktivitas keperawatannya seperti monitor kualitas nadi, monitor
adanya pola napas abnormal.
Intervensi yang direncanakan pada An.R untuk diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis terdiri dari a) Terapi nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan,
monitor intruksi diet yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien perhari sesuai kebutuhan, berikan nutrisi yang dibutuhkan
sesuai dengan batasan anjuran diet, b) monitor nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang berat badan pasien, lakukan
pengukuran antropometrik pada komposisi tubuh, monitor
kecenderungan naik dan turunnya berat badan anak, identifikasi
perubahan berat badan terakhir, monitor adanya mual dan muntah,
identifikasi abnormalitas eliminasi bowel, monitor diet dan asupan
kalori, c) penahapan diet, aktivitas keperawatannya seperti berikan
nutrisi peroral sesuai kebutuhan, monitor toleransi peningkatan diet,
tawarkan kemungkinan makan 6 kali dalam porsi kecil, ciptakan
lingkungan yang memungkinkan.

4. Implementasi Keperawatan
Peneliti melakukan semua imlementasi berdasarkan tindakan yang
telah direncanakan pada intervensi, pada kedua partisipan tidak dapat
dilakukan tindakan pemantauan nilai elektrolit serum karena
pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan pada awal saat pasien
masuk. Pada masalah kelebihan volume cairan yang dialami kedua
participant telah dilakukan tindakan keperawatan meliputi a)
menimbang berat badan anak setiap hari, b) memonitor tanda-tanda
vital meliputi TD, nadi, pernapasan dan suhu, c) memantau retensi
cairan dengan menilai adannya piting edema, d) menilai luas dan
lokasi edema, e) memantau intake/output perhari, f) memberikan
terapi diuretik sesuai medikasi.

Menurut Syaifuddin, (2012) Meningkatnya permeabilitas dinding


kapiler glomerulus mengakibatkan protein lolos dan keluar bersama
urine yang menyebabkan protein dalam plasma berkurang, tekanan
osmotik koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat,
akibatnya cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon
tubuh anak adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini
terlihat dari postur tubuh anak yang hingga mengalami edema
anasarka, selain itu dapat ditemukan peningkatan berat badan anak
serta peningkatan tekanan darah.

Berdasarkan analisa peneliti, pelaksanaan intervensi pada diagnosa ini


sangat penting untuk mengetahui perubahan status sirkulasi anak.
Mengetahui adanya peningakatan berat badan sebagai respon edema
pada tubuh anak, mengetahui adanya peningkatan tekanan darah
akibat retensi natrium dan air, mengetahui balance cairan anak
melalui nilai intake dan output. Selain itu, perlu juga untuk memantau
adanya tandagejala syock hipovolemik akibat berkurangnya cairan
intravaskuler karena berpindah keruang interstisial. Perubahan-
perubahan ini harus selalu dimonitor karena berpengaruh terhadap
proses pengobatan selanjutnya. Analisa lain terkait kelebihan volume
cairan, pada kedua partisipan tidak dilakukan tes Esbach. Peneliti
berasumsi, tidak ada indikasi yang mengharuskan pasien untuk
dilakukan tes esbach. Indikator tersebut meliputi mengetahui jumlah
awal protein dalam urine dan mengetahui waktu remisi dicapai. Selain
itu, pada kedua participan telah dilakukan urinalisa untuk mengetahui
adanya proteinurie. Sehingga tidak diperlukan lagi tes esbach.

Pada masalah risiko infeksi yang dialami oleh kedua responden,


implementasi yang dilakukan peneliti adalah a) memberikan terapi
antibiotik, b) mengajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan
dengan benar, c) melakukan pengecekan kulit terkai adanya tanda
gejala infeksi seperti bengkak dan kemerahan, d) memberikan diit
sesuai kebutuhan pasien, e) melakukan pengukuran suhu, f)
memantau adanya peningkatan atau penurunan berat badan.

Menurut Syaifuddin, (2012) Penurunan fungsi filtrasi glomerulus


mengakibatkan protein terfiltrasi dan ikut keluar bersama urine, jika
dilakukan pemeriksaan hematologi akan ditemukan hasil hipoalbuminemia.
Respon tubuh anak adalah daya tahan tubuh yang rendah seperti mudah
demam, pucat, kelelahan.
Menurut analisis peneliti, pelaksaan intervensi pada diagnosa ini
sudah tepat. Sehingga peneliti dapat mengetahui adanya peningkatan
suhu sebagai respon tubuh akibat infeksi, mengetahui adanya
peningkatan ataupun penurunan nafsu makan dan berat badan anak,
selain itu dapat menambah pengetahuan pasien dan keluarga tentang
cara mencuci tangan yang benar sebagai salah satu upaya mencegah
penyebaran kuman penyakit.

Pada masalah partisipan I yaitu defisiensi pengetahuan telah


dilakukan tindakan keperawatan seperti a) menggali pengetahuan
orangtua tentang penyakit yang diderita anak saat ini melalui diskusi
terbuka, b) memberikan pendidikan kesehatan dengan berdiskusi
terbuka bersama orangtua anak.

Defisit pengetahuan banyak terjadi pada orang tua anak yang sedang
sakit. Biasanya, kekhawatiran orangtua terhadap keadaan anaknya
merupakan salah satu bentuk ketidaktahuan orang tua terhadap proses
penyakit. Menurut analisa peneliti, kurangnya informasi kepada
orangtua anak sangat berpengaruh teradap pola koping keluarga
dalam menghadapi anak yang sedang sakit, sehingga pendidikan
kesehatan kepada keluarga pasien sangat perlu diberikan. Informasi
yang telah diberikan kepada keluarga pasien meliputi tanda-gejala
anak dengan sindroma nefrotik sehingga anak perlu segera dibawa ke
pelayanan kesehatan terdekat, serta memberikan pengetahuan tentang
diit rendah garam dan tinggi protein kepada anak.

Pada masalah partisipan II yaitu hipertermi telah dilakukan tindakan


keperawatan seperti a) memonitor suhu pasien setiap 6 jam, b)
memonitor warna kulit untuk menilai adanya infeksi seperti bengkak
dan kemerahan, c) memberikan terapi antipiretik, d) mengajarkan
keluarga kompres hangat, e) memberikan terapi antibiotik.

Menurut Ngastiyah, (2014) Mencegah infeksi juga perlu dilakukan pada


pasien dengan sindroma nefrotik, hal ini dikarenakan daya tahan tubuh
anak yang rendah. Salah satu respon tubuh anak terhadap infeksi adalah
peningkatan suhu tubuh. Menurut analisa peneliti, pelaksanaan intervensi
yang dilakukan sudah baik, sehingga dapat mengetahui perkembangan
kondisi pasien seperti suhu tubuh, respon tubuh pasien terhadap pemberian
terapi antipretik serta mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam
melakukan kompres hangat pada anggota keluarga yang sakit.
Pada masalah partisipan II yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan yang telah dilakukan
adalah a) menimbang berat badan anak setiap hari, b) memantau
adanya mual muntah, c) memberikan diit, d) memotivasi pasien untuk
makan, e) pantau sebab penurunan nafsu makan.
Menurut Syaifuddin, (2012) Penumpukan cairan keruang interstisial
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan abdomen yang mendesak
lambung. Respon tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah.
Menurut Ngastiyah, (2014) salah satu Penatalaksanaan medis pada
anak dengan Sindroma nefrotik Meliputi Diit tinggi protein sebanyak
2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila
edema sudah berkurang, maka dapat diberikan sedikit garam ( Buku
Kuliah IKA Jilid II).

Menurut analisa peneliti, pelaksanaan intervensi yang dilakukan


sudah baik. Dengan tindakan tersebut, peneliti dapat mengetahui
adanya penurunan berat badan >20%, mengetahui adanya mual
muntah, mengetahui penyebab kurangnya nafsu makan pasien,
mengetahui kebiasaan makan pasien dan memberikan anjuran
modifikasi yang sesuai.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dari tanggal 24–30 Mei 2017 dengan metode
penilaian Subjektiv, Objektiv, Assasment, Planning (SOAP) untuk
mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I selama 5 hari untuk
masalah keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi ditemukan data subjektif ibu
mengatakan sembab pada bagian mata anak sudah berkurang dan anak
sudah tidak rewel, Sedangkan data objektif diperoleh TD 130/90
mmHg, nadi 113x/i, pernapasan 22x/i, suhu 36,9oC, namun berat
badan anak masih 12 kg. Masih terdapat edema pada ekstremitas dan
skrotum serta asites. balance cairan +150 cc. Kriteria yang harus
dicapai adalah
Tekanan Darah dalam batas normal, Keseimbangan intake dan output
dalam 24 jam, Berat badan stabil, edem berkurang, tidak ditemukan asites,
nilai elektrolit dalam batas normal.

Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat menurunnya


jumlah albumin dan penurunan tekanan osmotik yang mengakibatkan
cairan intravaskuler berpindah keruang interstisial yang
dimanifestasikan dengan edema (palpebra, ekstremitas, kelamin,
abdomen), peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah,
oliguri bahkan anurine. Sehingga dapat disimpulkan masalah belum
teratasi, namun karena pasien pulang paksa pada hari rawatan ke-8
telah diberikan pendidikan kepada keluarga untuk mengatur makanan
pasien rendah garam dan mengatur kebutuhan protein pasien 20
gr/hari, jika hal ini tidak diperhatikan maka anak akan mengalami
edema, oliguri, dan peningkatan tekanan darah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I selama 5
hari untuk masalah keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan sekunder diperoleh data subjektif
orangtua mengatakan selama dirawat anaknya tidak pernah demam.
Sedangkan tidak ditemukan data objektif yang menunjukkan adanya
tanda dan gejala infeksi pada anak. Kriteria hasil yang harus dicapai
adalah mengidentifikasi faktor risiko infeksi pada klien,
mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi pada klien, asupan gizi klien
adekuat, ratio berat badan/tinggi badan ideal, status hidrasi adekuat.

Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat kondisi


hipoalbumin dan hiperlipidemia yang dialami oleh anak, sehingga
anak akan mengalami penurunan daya tahan tubuh yang
dimanifestasikan dengan penurunan albumin serum dan total protein,
peningkatan kolesterol, demam, tanda infeksi pada kulit seperti
bengkak dan kemerahan, sehingga dapat disimpulkan masalah tidak
terjadi, intervensi dilanjutkan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
pasien.

Pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya


informasi pada partisipan I telah dilakukan implementasi selama 5
hari, dari hasil tersebut data subjektif orangtua mengatakan
memahami tentang penyakit yang diderita anaknya saat ini dan
kekhawatiran berkurang. Sedangkan data objektif ditemukan orangtua
pasien mampu menjawab pertanyaan peneliti, masalah teratasi,
intervensi dihentikan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada
partisipan II selama 5 hari pada masalah keperawatan hipertermi
berhubungan dengan penyakit ditemukan data subjektif Tn.R
mengatakan adiknya sudah tidak demam lagi. Pada data objektif
ditemukan anak tidak berkeringat, kulit tidak teraba hangat, TD
110/60 mmHg, nadi 84x/i, pernapasan 21x/i, suhu 37,0oC. Masalah
teratasi. Intervensi dihentikan. Dengan kriteria hasil keseimbangan
antara produksi dan kehilangan panas, tanda-tanda vital serta kontrol
risiko hipertensi.

Menurut peneliti, pasien dengan sindroma nefrotik mengalami kondisi


hipoalbuminemia dan hipoproteinemia yang menyebabkan penurunan
daya tahan tubuh pasien sehingga rentan terhadap infeksi. Demam
merupakan salah satu kompensasi tubuh terhadap infeksi yang sedang
terjadi dengan manifestasi klinis peningkatan suhu tubuh, berkeringat,
kulit kemerahan dan teraba hangat sehingga dapat disimpulkan
masalah teratasi, intervensi dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 5 hari pada masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis pada partisipan II ditemukan data
subjektif Tn.R mengatakan anak menghabiskan ½ dari 1 porsi
makanannya. Pada data objektif ditemukan berat badan anak sudah
bertambah 1 kg, LILA 19 cm. Dengan kriteria hasil Asupan gizi,
makanan dan cairan adekuat, Rasio berat badan/ tinggi badan
mencapai ideal.
Menurut peneliti, masalah ini timbul akibat cairan yang mengisi
rongga abdomen mendesak lambung, sehingga anak akan mengeluh
mual bahkan muntah. Selain itu terapi makanan anak yang rendah
garam menyebabkan anak mengalami gangguan sensasi rasa,
akhirnya anak akan mengeluh makanan tidak enak maupun tidak
selera makan. Karena batasan karakteristik dan kriteria hasil sesuai
dengan diagnosa telah tercapai dapat disimpulkan masalah teratasi,
intervensi dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada masalah
keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder ditemukan data subjektif Tn.R mengatakan
adiknya sudah tidak demam lagi. Pada data objektif tidak ditemukan
tanda dan gejala infeksi pada anak. Namun, karena daya tahan tubuh
anak yang lemah menyebabkan anak rentan terserang penyakit.
Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat kondisi
hipoalbumin dan hiperlipidemia yang dialami oleh anak, sehingga
anak akan mengalami penurunan daya tahan tubuh yang
dimanifestasikan dengan penurunan albumin serum dan total protein,
peningkatan kolesterol, demam, tanda infeksi pada kulit seperti
bengkak dan kemerahan, sehingga dapat disimpulkan masalah tidak
terjadi, intervensi dilanjutkan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
pasien.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada masalah
keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik koloid ditemukan data subjektif Tn.R
mengatakan masih sembab pada kaki dan tangan adiknya. Pada data
objektif piting edema masih ditemukan pada punggung tangan dan
kaki pasien, berat badan pasien bertambah 1 kg, TD 110/60 mmHg,
nadi 81x/i, pernapasan 21x/i, suhu 37,1oC. Kriteria hasil yang
diharapkan tekanan darah dalam batas normal, keseimbangan intake
dan output dalam 24 jam, berat badan stabil, edem berkurang, tidak
ditemuka asites, nilai elektrolit dalam batas normal, dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian, sehingga pada
hari rawatan ke-13 intervensi pemberian terapi kortikosteroid tetap
dilanjutkan hingga hari rawatan pasien ke-28 hari. Selain itu perlu
dipantau keseimbangan cairan pasien dan monitor adanya perubahan
tekanan darah. Sehingga, keseimbangan cairan dapat terjaga, tidak
ditemukan keparahan kondisi edema dan tekanan darah tetap stabil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada Partisipan I dan Partisipan
II dengan sindroma nefrotik diruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP
DR. M. Djamil Padang, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan data bahwa orangtua Partisipan I mengeluh
anak sembab, rewel dan berat badan meningkat. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan piting edema positif pada palpebra, ekstremitas, skrotum dan
asites, tekanan darah 150/100 mmHg, berat badan anak 12 kg, lingkar
perut 61 cm. Hasil pemeriksaan penunjang pada Participant I, total
albumin 1,1 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Sedangkan pada Partisipan II, Tn.R
mengeluh adiknya sembab, pucat dan penurunan nafsu makan. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan piting edema positif pada punggung tangan
dan punggung kaki, berat badan 29 kg, LILA 19 cm. Hasil pemeriksaan
penunjang pada Participant II albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada sindroma nefrotik sebanyak
tujuh diagnosa. Berdasarkan kasus, diagnosa yang muncul pada Partisipan
I adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi. Sedangkan pada partisipan II diagnosa yang muncul
yaitu hipertermi berhubungan dengan penyakit, ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis,
risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder
dan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
3. Intervensi keperawatan yang direncakan tergantung pada masalah
keperawatan yang ditemukan. Berikut beberapa intervensi keperawatan
berdasarkan diagnosa kelebihan volume cairan pada Partisipan I a)
manajemen cairan, aktivitas keperawatan seperti menimbang berat badan
anak setiap hari, jaga dan catat intake/output, b) monitor cairan, aktivitas
keperawatan seperti monitor serum dan elektrolit urine, c) monitor
tandatanda vital, aktivitas keperawatan seperti monitor tekanan darah,
nadi, suhu, pernapasan, irama napas. Sedangkan beberapa intervensi pada
diagnosa kelebihan volume cairan pada kasus Partisipan II sama dengan
intervensi pada kasus Partisipan I.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai rencana tindakan yang
telah disusun. Implementasi keperawatan pada Partisipan I dilakukan
selama lima hari sedangkan implementasi keperawatan pada Partisipan II
dilakukan selama tujuh hari.
5. Hasil evaluasi :
1. Evaluasi tindakan keperawatan selama lima hari pada Partisipan I dengan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan didapatkan data subjektif:
orangtua mengatakan sembab pada anak sudah berkurang, dan data
objektif: TD 130/90 mmHg, nadi 113x/i, pernapasan 22x/i dan suhu
36,9oC, berat badan anak 12 kg, balance cairan +150 cc, piting edema
positif pada punggung tangan, punggung kaki, skrotum dan asites pada
abdomen, masalah belum teratasi, namun karena pasien pulang paksa
pada hari rawatan ke-8 telah diberikan pendidikan kepada keluarga untuk
mengatur makanan pasien rendah garam dan mengatur kebutuhan protein
pasien 20 gr/hari, jika hal ini tidak diperhatikan maka anak akan
mengalami edema, oliguri, dan peningkatan tekanan darah.
2. Evaluasi yang dilakukan selama tujuh hari pada Partisipan II dengan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan didapatkan data subjektif:
Tn.R mengatakan masih sembab pada kaki adiknya, dan data objektif:
anak tidak berkeringat, tidak ada kemerahan pada kulit anak, suhu 37,1oC,
tidak teraba panas pada kulit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
masalah teratasi sebagian, sehingga pada hari rawatan ke-13 intervensi
pemberian terapi kortikosteroid tetap dilanjutkan hingga hari rawatan
pasien ke-28 hari. Selain itu perlu dipantau keseimbangan cairan pasien
dan monitor adanya perubahan tekanan darah. Sehingga, keseimbangan
cairan dapat terjaga, tidak ditemukan keparahan kondisi edema dan
tekanan darah tetap stabil.

2. Saran
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui pimpinan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada
semua staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal
dan meningkatkan mutu dalam pelayanan di rumah sakit.

2. Bagi Ruang Rawat Inap Anak


Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi perawat di ruang akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
profesional.

3. Bagi instiusi pendidikan


Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan
perawat yang profesional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


1. Diharapkan peneliti melakukan pengkajian secara tepat dan
mengambil diagnosa secara tepat menurut pengkajian yang
didapatkan dan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, harus
terlebih dahulu memahami masalah dengan baik, serta
mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
benar.
2. Diharapkan peneliti dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik pada pasien dengan sindroma nefrotik.
punggung tangan hingga batas lengan
n. Ekstremitas edema pada punggung kaki hingga bagian paha dengan CRT <3
deik
Bawah
o. Genitalia dan Laki-laki
anus Bentuk : normal
Data lain : terdapat edema pada skrotum

3) Kebiasaan sehari-hari
1.Nutrisi dan makanan dari rumah sakit berupa nasi, lauk, sayur, buah (MB cairan
Nefroik 1100 kkal, protein 20 gr/day, garam 1 gr/day) dan habis 1 porsi. Sedangkan
cairan yang dikonsumsi anak selama 1 hari ±1200 cc. Anak mengatakan porsi makan
yang diberikan kurang.
2.Isirahat dan Siang Malam
idur Pola idur : teratur Pola idur : teratur
Jumlah jam idur :3 jam/hari Jumlah jam idur :8 jam/hari
Masalah :idak ada Masalah :idak ada
3.Eliminasi BAK : Frek 5x/hari, Jumlah ±900 cc, Warna kuning kecokelatan
Masalah :pernah mengalami hematurie
BAB : Frek 1x/hari
Konsistensi lembek
Masalah :idak ada
4.Personal Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : 7 x/mg Sikat gigi :2x/hr higiene
Masalah :idak ada
5.Akivitas Dengan teman sebaya bermain
6.Rekreasi Pola rekreasi keluarga : idak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada 22 Mei 2017 diperoleh total protein
3,2 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1 gr/dL(3,8-5,0 gr/dL), nilai natrium
128 Mmol/L (136-145 Mmol/L) dan kalsium 7,6 mg/dL (8,1-10,4 mg/dL).
Sedangkan hasil urinalisa pada 22 Mei 2017 diperoleh protein +2 dalam
urine.

Terapi medis Pada 24 Mei 2017, An.A mendapatkan terapi medis antara lain Prednison
1-1-2 tab, Captopril 3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 mg, Lasix 2x10 mg,
Simfastain 1x10 mg, Ceixime 2x25 mg
Perawat Yang Melakukan
Pengkajian

(_________________________)
BETRI WAHYUNI
Analisa Data
No Data Eiologi Masalah
1 DS: Kelebihan asupan Kelebihan volume
1. Ny.J mengatakan anaknya cairan cairan
mengalami sembab pada
hampir seluruh bagian
tubuh,
2. Ny.J mengatakan anak juga
sedikit rewel
DO:
1. anak minum ±1200 cc dan
BAK ±900 cc.
2. Piing edema posiif pada
palpebra, pipi, punggung
tangan hingga batas lengan,
punggung kaki hingga paha,
skrotum, abdomen,
3. anak terlihat gelisah,
4. BB anak 12 kg, sebelum sakit
9,5 kg.
5. nilai natrium 128 Mmol/L
dan kalsium 7,6 mg/dL.

2 DS: Keidakadekuatan Risiko infeksi


1. Ny.J mengatakan ananya pertahanan
sudah 3x dirawat karena sekunder
penyakit yang sama,
2. Ny.J mengatakan, selama
dirumah anak sering
mengalami demam
DO:
1. terpasang tryway di vena
radialis dextra
2. total protein 3,2 gr/dL,
albumin 1,1 gr/dL, leukosit
11.7600 /mm 3.

3 DS: Kurangnya Deisiensi


1. Ny.J mengatakan sangat informasi pengetahuan
khawair dengan kondisi
anaknya saat ini,
2. Ny.J mengatakan belum
mendapatkan informasi yang
jelas mengenai penyakit
anaknya dan panik jika
melihat anaknya iba-iba
sembab saat berada dirumah
DO:
Orangtua terlihat bingung saat
ditanya tentang penyakit
anaknya
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2. Risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Kelebihan volume 3. Keseimbangan cairan4. Manajemen cairan
cairan berhubungan Kriteria Hasil: 10. Timbang berat dengan
kelebihan 6. Keseimbanganbadan seiap asupan cairan intake
dan output hari dan dalam 24 jam monitor
7. Berat badan stabil status pasien
8. Turgor kulit 11. Jaga dan catat
9. Asitesintake/output
10. Edema perifer 12. Monitor
6. 4. AsupanEliminasi urine
makanan 5. status hidrasi
Monitor Kriteria hasil :
nutrisi
7. Raio13. Monitor
berat 5. Timbang berat
badan/inggi badan badan pasien
5. Pola eliminasi tanda-tanda
8. hidrasi 6. Lakukan
6. Bau urine vital pasien
pengukuran
7. Jumlah urine 14. antropometri
Monitor pada
8. Warna urine kelebihankomposisi tubuh
7. Monitor
cairan atau
kecenderungan
retensi
naik dan turunnya
(misalnya
berat badan anak
edema,
8. Ideniikasi
distensi vena
perubahan berat
jugularis dan
badan terakhir
edema)
15. Kaji luas dan
6. Pengecekan kulit
6. Amai lokasi edema
warna,
16.
kehangatan, Monitor
bengkak, status
pulsasi,gizi
17. edema
tekstur, Berikan
dancairan
ulserasi dengan
pada tepat
ekstremitas
7. Monitor warna dan
suhu kulit
8. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
untuk adanya
kekeringan atau
kelembaban
10. Monitor
infeksi, terutama
dari daerah edema
3 Deisiensi 5. Pengetahuan: Diet yang 1. Pengajaran:

manfaat diet yang pola makan


pengetahuan disarankan peresepan diit berhubungan Kriteria Hasil : 1.
Kaji pola dengan kurangnya 1. Mengetahui makan pasien informasi
makanan yang saat ini dan
diperbolehkan dan sebelumnya,
dilarang selama termasuk
diet makanan yang
2. Mengetahui disukai dan
18. Berikan
diureik yang
diresepkan

5. Monitor Cairan
5. Tentukan riwayat,
jumlah dan ipe
intake/output
6. Monitor serum
dan elektrolit
urine
7. Monitor TD, HR
dan RR
8. Catat
intake/output
akurat

6. Monitor tanda-tanda
vital
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan
dengan tepat
6. Monitor irama dan
laju pernapasan
7. Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
8. Monitor sianosis
sentral dan perifer
2 Risiko infeksi 3. Kontrol risiko: proses4. Kontrol Infeksi
dengan faktor risiko infeksi 4. Batasi jumlah
keidakadekuatan Kriteria Hasil : pengunjung
pertahanan 5. Mengideniikasi 5. Anjurkan pasien
sekunder faktor risiko infeksi mengenai teknik
6. Mengidniikasi cuci tangan yang
tanda dan gejala benar
infeksi 6. Anjurkan
7. Menggunakan alat pengunjung untuk
pelindung diri mencuci tangan
8. Mencuci tangan saat memasuki dan
4. Status nutrisi meninggalkan
Kriteria hasil : ruangan pasien
5. Asupan gizi hi berat badan

4.Implementasi Keperawatan
dianjurkan saat ini
3. Mengetahui porsi 2. Kaji adanya
makanan yang keterbatasa
disarankan inansial yang
dapat
mempengaru
hi
3. Ajarkan
pasien dan
keluarga
nama
makanan yang
sesuai dengan
diit yang
disarankan
4. Jelaskan pada
pasien
mengenai
tujuan
kepatuhan
terhadap diit
2. Manajemen
hipervolemi
1. Monitor
intake/output
2. Monitor
edema perifer
3. Batasi asupan
natrium
sesuai indikasi
3. Manajemen berat
badan
1. Hitung berat badan ideal
pasien
2. Diskusikan dengan keluarga
kondisi medis yang
mempengaru

Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi


Kelebihan volume 1. menimbang berat
badan pasien : cairan berhubungan 12 kg dengan
kelebihan 2. memonitor tanda-tanda vital : TD
asupan cairan150/100 mmHg, nadi 112x/i, pernapasan 24x/i,
suhu 36,8oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output:
intake±1200 output ±900
5. memberikan diureik :
anak diberikan terapi Lasix
2x10 mg. Risiko infeksi dengan
1. memberikan terapi
anibioik: faktor
risiko Ceixime 2x25 mg
keidakadekuatan 2. mengajarkan pasien dan keluarga
24 Mei 2017 pertahanan cara mencuci tangan dengan benar sekunder 3.
melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai
kebutuhanpasien: MB Nefroik 1100
kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,80C
6. memantau adanya
peningkatanatau penurunan berat
badan: BB 12 kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi 1. menggali pengetahuan orangtua pengetahuan
tentang penyakit yang diderita anak berhubungan saat ini
dengan kurangnya 2. memberikan pendidikan kesehatan
informasi dengan berdiskusi terbuka bersama orangtua anak
25 Mei 2017 Kelebihan volume 1. menimbang
berat badan cairan berhubungan pasien : 12 kg dengan
kelebihan 2. memonitor tanda-tanda vital :
asupan cairan TD 140/90 mmHg, nadi, 112x/i,
pernapasan 22 x/i dan suhu
36,7oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1400cc output
cairan ±1200cc
5. memberikan diureik :
anakdiberikan terapi Lasix 2x10
mg. Risiko infeksi dengan 1.
memberikan terapi anibioik:
faktor risiko
Ceixime 2x25 mg
keidakadekuatan 2. mengajarkan pasien dan keluarga
pertahanan cara mencuci tangan dengan benar
sekunder 3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai
kebutuhanpasien: MB Nefroik 1100
kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,7oC
6. memantau adanya
peningkatanatau penurunan berat
badan: BB 12 kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi 1. menggali pengetahuan orangtua pengetahuan
tentang penyakit yang diderita anak berhubungan saat ini
dengan kurangnya 2. memberikan pendidikan kesehatan
informasi dengan berdiskusi terbuka bersama orangtua anak
26 Mei 2017 Kelebihan volume 1. menimbang
berat badan cairan berhubungan pasien : 12 kg dengan
kelebihan 2. memonitor tanda-tanda vital : asupan cairan TD
150/100 mmHg, nadi
114x/i, pernapasan 23x/i dan
suhu 36,7oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan
output: ,intake cairan ±1100 cc
output cairan ±1000cc.
5. memberikan diureik :
anakdiberikan terapi Lasix 2x10
mg. Risiko infeksi dengan 1.
memberikan terapi anibioik:
faktor risiko
Ceixime 2x25 mg
keidakadekuatan 2. mengajarkan pasien dan keluarga
pertahanan cara mencuci tangan dengan benar sekunder 3.
melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai
kebutuhanpasien: MB Nefroik 1100
kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,7oC
6. memantau adanya
peningkatanatau penurunan berat
badan: BB 12 kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi 1. menggali pengetahuan orangtua pengetahuan
tentang penyakit yang diderita anak berhubungan saat ini
dengan kurangnya 2. memberikan pendidikan kesehatan
informasi dengan berdiskusi terbuka bersama orangtua anak
27 Mei 2017 Kelebihan volume 1. menimbang
berat badan cairan berhubungan pasien : 12 kg dengan
kelebihan 2. memonitor tanda-tanda vital :
asupan cairan TD 130/90 mmHg, nadi 110x/i,
pernapasan 23x/i dan suhu
37,2oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1200 cc output
cairan ±900cc.
5. memberikan diureik :
anakdiberikan terapi Lasix 2x10
mg. Risiko infeksi dengan 1.
memberikan terapi anibioik:
faktor risiko
Ceixime 2x25 mg
keidakadekuatan 2. mengajarkan pasien dan keluarga
pertahanan cara mencuci tangan dengan benar sekunder 3.
melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai
kebutuhanpasien: MB Nefroik 1100
kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
37,2oC
6. memantau adanya
peningkatanatau penurunan berat
badan: BB 12 kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi 1. menggali pengetahuan orangtua pengetahuan
tentang penyakit yang diderita anak berhubungan saat ini
dengan kurangnya 2. memberikan pendidikan kesehatan
informasi dengan berdiskusi terbuka bersama orangtua anak
Kelebihan volume 1. menimbang berat badan cairan
berhubungan pasien : 12 kg dengan kelebihan 2. memonitor
tanda-tanda vital :
asupan cairan TD 140/90 mmHg, nadi 113x/i,
pernapasan 22x/i dan suhu
36,9oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada punggung
tangan hingga batas lengan,
punggung kaki hingga bagian
paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1000 cc output
cairan ±900cc.
5. memberikan diureik :
anakdiberikan terapi Lasix 2x10
mg. Risiko infeksi dengan 1.
memberikan terapi anibioik:
faktor risiko
Ceixime 2x25 mg
28 Mei 2017
keidakadekuatan 2. mengajarkan pasien dan keluarga
pertahanan cara mencuci tangan dengan benar
sekunder 3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai
kebutuhanpasien: MB Nefroik 1100
kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,9oC
6. memantau adanya
peningkatanatau penurunan berat
badan: BB 12 kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi 1. menggali pengetahuan orangtua pengetahuan
tentang penyakit yang diderita anak berhubungan saat ini
dengan kurangnya 2. memberikan pendidikan kesehatan
informasi dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
5. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal 24 Mei 2017 risiko keidakadekuatan
Evaluasi Paraf
9. suhu 36,8 C o
pertahanan sekunder
Diagnosa
A: masalah idakS:terjadi
orangtua mengatakan badan anaknya
Kelebihan
P: intervensi sembab
masih dan anak masih rewel O:
dilanjutkan
volume cairan 1. TD 150/100
pemberian anibioik dan memantau suhu DeisiensimmHg,
S: nadi 112x/i,
berhubungan pernapasan 24x/i,
tanda- 36,8 C,
suhu o
orangtua mengatakan sudah mengetahui pengetahuan
dengan
gejala pada anak dengan sindroma 2. BB 12 kg,
kelebihan
berhubungan nefroik dengan 3. intake ±1200cc dan output ±900
asupan cairan
O: cc
kurangnya orangtua mampu menjelaskan 4. terapi lasix 2x10mg
kembali informasi
tanda-gejala sindroma nefroik 5. anak terlihat rewel
6. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini O:
Risiko infeksi
7. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
dengan faktor
8. terpasang tryway pada vena
radialis dextra
25 Mei 2017 Kelebihan volume S: orangtua mengatakan badan anaknya
cairan masih sembab dan anak masih rewel O:
berhubungan 10. TD 140/90 mmHg, nadi, 112x/i,
dengan pernapasan 22 x/i dan suhu 36,7oC
kelebihan 11. BB 12 kg,
asupan cairan 12. intake ±1400cc dan output ±1200
A: masalah belum teratasi cc
P: intervensi dilanjutkan 13. terapi lasix 2x10mg

14. anak terlihat rewel


15. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: orangtua mengatakan anaknya idak
dengan faktor mengalami demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
16. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
pertahanan
17. terpasang tryway pada vena radialis
sekunder
dextra
18. suhu 36,7 oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
berhubungan O:
dengan orangtua mampu menjelaskan kembali jenis
kurangnya makanan untuk anaknya
informasi A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

Risiko infeksi S: orangtua mengatakan anaknya idak


dengan faktor mengalami demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
25. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
pertahanan
26. terpasang tryway pada vena radialis
sekunder
dextra
27. suhu 36,7 oC
A: masalah idak terjadi
26 Mei 2017 Kelebihan volume S: orangtua mengatakan badan anaknya
cairan masih sembab dan anak masih rewel
berhubungan O:
dengan kelebihan
19. TD 150/100 mmHg, nadi
114x/i,
asupan cairan o

pernapasan 23x/i dan suhu 36,7 C


20. BB 12 kg,
21. intake ±1100cc dan
output ±1000 cc
22. terapi lasix 2x10mg
23. anak terlihat rewel
24. piing edema posiif pada
palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
pemberian anibioik dan memantau suhu Deisiensi S:
orangtua mengatakan sudah mengetahui pengetahuan
penyebab sembab pada anak berhubungan O: dengan
orangtua mampu menjelaskan kembali kurangnya
makanan yang boleh dan idak boleh
informasi dikonsumsi anak
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Kelebihan volumeS: orangtua mengatakan badan anaknya
cairanmasih sembab dan anak masih rewel berhubunganO:
dengan kelebihan
28. TD 130/90 mmHg, nadi 110x/i,
asupan cairan o

pernapasan 23x/i dan suhu 37,2 C 29.


BB 12 kg,
30. intake ±1200cc dan output ±900 cc
31. terapi lasix 2x10mg
32. anak terlihat rewel
33. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: orangtua mengatakan anaknya idak dengan faktor
mengalami demam saat ini
27 Mei 2017 risiko O:
keidakadekuatan
34. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
pertahanan
35. terpasang tryway pada vena radialis
sekunder
dextra
36. suhu 37,2oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan
pemberian anibioik dan memantau suhu Deisiensi S:
orangtua mengatakan sudah mengetahui pengetahuan
penyebab tekanan darah anak inggi berhubungan O:
dengan orangtua mampu menjelaskan kembali kurangnya
makanan yang mempengaruhi terjadinya informasi
peningkatan tekanan darah
28 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan A:
masalah belum
teratasi
P: intervensi dilanjutkan
S: orangtua mengatakan badan
anaknya masih sembab dan anak
masih rewel
dengan kelebihan O:
asupan cairan 37. TD 140/90 mmHg, nadi 113x/i,

Risiko infeksi
dengan faktor
risiko O:
keidakadekuatan
43. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
pertahanan
44. terpasang tryway pada vena radialis
sekunder
dextra
45. suhu 37,2 oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
pengetahuan penyebab tekanan darah anak inggi
berhubungan O:
dengan orangtua mampu menjelaskan kembali
kurangnya makanan yang mempengaruhi terjadinya
informasi peningkatan tekanan darah
A: masalah teratasi
P: intervensi dihenikan
pernapasan 22x/i dan suhu 36,9oC
38. BB 12 kg
39. intake ±1000cc dan output ±900
cc
40. terapi lasix 2x10mg
41. anak terlihat rewel
42. piing edema
posiif pada
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan dengan
pemberian pendidikan kesehatan
kepada keluarga tentang tanda-
gejala anak perlu segera
dibawa ke pelayanan kesehatan
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK

2. Pengkajian
Waktu Pengkajian Hari Tanggal Jam
Masalah :idak ada
10. Personal Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : 2 x/mg Sikat gigi :2x/hr higiene
Masalah :idak ada
11. Akivitas Dengan teman sebaya bermain
12. Rekreasi Pola rekreasi keluarga : idak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada 18 Mei 2017 diperoleh nilai asam
urat 7,5 mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL), total kolesterol 237 mg/dl (<200 mg/dl),
nilai natrium 130 Mmol/L (136-145 Mmol/L), total protein 6,3 gr/dL
(6,68,7 gr/dL), albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Sedangkan hasil
urinalisa pada 18 Mei 2017 diperoleh protein +2 dalam urine.
Terapi medis Pada 24 Mei 2017, An.R mendapatkan terapi medis antara lain
Methylprednisolon 1x24 mg, Captopril 3x12,5 mg, Vit.C 3x100 mg, Bicnat
3x3 mg, Luminal 2x60 mg, Ceixime 2x150 mg, Allopurinol 3x100 mg, Calc
3x500 mg
Perawat Yang Melakukan
Pengkajian

(_________________________)
BETRI WAHYUNI

Analisa Data
N Data Eiologi Masalah
o
1 DS: Penyakit Hipertermi
Tn.R mengatakan adiknya
demam dan badannya teraba
hangat.
DO:
6. suhu 38,5oC
7. kulit teraba hangat
8. wajah memerah
9. leukosit 5.700/mm 3.
2 DS: Faktor biologis Keidakseimbangan
Tn.R mengatakan adiknya nutrisi kurang dari
terlihat pucat dan idak kebutuhan tubuh
menghabiskan makanan,
pasien mengeluh rasa
makanan hambar.
DO:
3. mukosa mulut kering,
4. bibir pecah-pecah,
5. LILA 19 cm,
6. berat badan saat ini 29 kg,
berat badan sebelumnya 36
kg,
7. HDL 21 mg/dL
(dislipidemia),
8. diit MB DN 2048 kkal
dengan protein 30 gr dan
lemak 36,4 gr, habis ¼ porsi
3 DS: Keidakadekuatan Risiko infeksi
Tn.R mengatakan adiknya pertahanan
sering mengalami demam dan sekunder
sudah ±1,5 tahun didiagnosa
SLE + Sindroma Nefroik
DO:
total protein 6,3 gr/dL,
albumin 2,4 gr/dL.

4 DS: Kelebihan asupan Kelebihan volume


Tn.R mengatakan adiknya cairan cairan
mengalami sembab pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga lutut.
DO:
13. edema pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga
lutut,
14. BB saat ini 29,
sebelum sakit 36 kg,
15. minum ±1000 cc dan
BAK ±800cc,
16. nilai natrium 130
Mmol/L.

2. Diagnosa Keperawatan
4. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologi
6. Risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder
7. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
3. Intervensi Keperawatan
berat badan/kebutuhan inggi
badannutrisi pasien
6. Hidrasiperhari
sesuai kebutuhan
6. Berikan nutrisi yang
dibutuhkan sesuai
dengan batasan anjuran

5. Monitor nutrisi
10.Timbang berat badan pasien
11.Lakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
12.Monitor kecenderungan
naik dan turunnya berat badan
anak
13.Ideniikasi perubahan berat
badan terakhir
14.Monitor adanya mual dan
muntah
15.Ideniikasi abnormalitas
eliminasi bowel
16.Monitor diet dan asupan
kalori
17.Ideniikasi perubahan nafsu
makan dan
akivitas
akhir-
akhir ini
18.Tentukan pola makan
(misalnya
makanan yang disukai dan idak
disukai, 12. konsumsi
Ideniikasimakanan
perubahan berat
cepat
badan terakhir

6. Pengecekan kulit
11. Amai warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
12. Monitor
No Diagnosa NOC saji, NIC
warna dan suhu
makan
1 Hipertermi 2. Termoregulasi 1. Pengaturan
kulit suhu
tergesa-gesa)
berhubungan Kriteia Hasil : 1. Monitor
13. suhu dan
Monitor
dengan penyakit 7. Tidak ada 6. warna kulit untuk
Penahapan
dehidrasi 2. Monitor
diet tekanan
memeriksa adanya
normal 14.siperoral
Monitor sesuai
kulit
9. Tidak ada 3. Monitor
untuk
kebutuhan adanya dan
peningkatan suhu laporkan
Monitor adanya
6. kekeringan atau
toleransi
kulit hipotermia
kelembaban
peningkatan diet
10. Tidak ada 4.
7. Tingkatkan
15. Monitor
Tawarkan nutrisi
perubahan warna yang adekuat
infeksi, terutama
kemungkinan
kulit 5. Berikan
dari medikasi
makan 6 edema
daerah kali
2. Perawatan
Manajemen
dalam porsicairan
kecil
demam
8. Ciptakan
1. Pantau suhu dan
lingkungan yang
tanda vital lain
memungkinkan
2. Monitor asupan dan
makanan
haluaran
disajikan sebaik
3. Lembabkan
mungkinhidung
3 Risiko infeksi dengan 6. Kontrol risiko: proses4. Kontrolmukosa dan Infeksi bibir
faktor risiko infeksi 10.yangBatasi
kering jumlah
keidakadekuatan Kriteria Hasil : 3. Kontrol Infeksi
pengunjung
pertahanan 9. Mengideniikasi 7.
11.Batasi Anjurkan jumlah
sekunder faktor risiko pengunjung
pasien mengenai
infeksi 8. Anjurkan
teknik cucipasien
tangan
10. Mengidniikasi mengenai
yang benar teknik
tanda dan gejala 12.cuci tangan
Anjurkan yang
infeksi benar
pengunjung untuk
11. Menggunakan 9. Anjurkan
mencuci tangan
alat pelindung diri pengunjung
saat memasuki untuk
dan
12. Mencuci tangan mencuci
meninggalkan tangan
7. Status nutrisi saat memasuki
distensi
ruangan pasien dan
vena
4 Kelebihan volume 5. Kriteria Keseimbangan
hasil : cairan7.meninggalkan
cairan berhubungan 9. Kriteria Hasil: ruangan pasien
Asupan gizi 19. 5. Timbang
Monitor berat
nutrisi dengan
2 Keidakseimbangan
kelebihan 3. Status nutrisi
11. 10. Keseimbanganbadan 4. Terapi nutrisi
Asupan makanan seiap asupan cairan
9. Timbang berat
nutrisi kurang dari Kriteia
intake dan output 11. hariRaio Hasil : dan 4.
dalam badan Lengkapi
24 jampasienmonitor
berat
kebutuhan tubuh 1. Asupan 10. pengkajian
Lakukan
12. badan/inggi
Berat badan
badanstabil status pasien
berhubungan gizi nutrisi sesuai
pengukuran
12. 13. hidrasi
Turgor kulit 20. Jaga dan catat
dengan faktor 2. Asupan kebutuhanpada
antropometri
biologi 14. makanan
Asites intake/output 5. komposisi
Monitor tubuh
15. 3. Edema perifer 21.
Asupan 11.
Monitor
intruksi
Monitor diet
6. Eliminasi
cairan urine status hidrasi yang sesuai
Kriteria
kecenderungan hasil : 22.
Monitor
4. Energi untuk
naik dan turunnya
5. Rasio beratmemenuhi
tanda-tanda badan anak
9. Pola eliminasi
10. Bau urine vital pasien
11. Jumlah urine 23. Monitor
kelebihan
12. Warna urine
cairan atau
retensi
(misalnya
edema,
jugularis dan
edema)
24. Kaji luas dan
lokasi edema
25. Monitor
status gizi
26. Berikan cairan
dengan tepat
27. Berikan
diureik yang
diresepkan

8. Monitor Cairan
9. Tentukan riwayat,
jumlah dan ipe
intake/output
10. Monitor
serum dan
elektrolit urine
11. Monitor TD,
HR dan RR
12. Catat
intake/output
akurat

9. Monitor tanda-tanda
vital
9. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan
dengan tepat
10. Monitor irama
dan laju
pernapasan
11. Monitor
warna kulit, suhu
dan kelembaban
12. Monitor
sianosis sentral
dan perifer
4. Implementasi Keperawatan Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi
Hipertermi 1. monitor suhu, hasilnya 38,5 C berhubungan
o

dengan 2. monitor warna kulit, idak penyakit ditemukan


kemerahan dan
bengkak
3. memberikan paracetamol 300 mg,
4. mengajarkan keluarga
kompreshangat.

Risiko infeksi dengan 1. memberikan Ceixime 2x150 mg,


faktor risiko 2. mengajarkan pasien dan keluarga
keidakadekuatan cara mencuci tangan dengan pertahanan
sekunder benar,
3. melakukan pengecekan kulit, idak
ditemukan bengkak dan
kemerahan,
24 Mei 2017 1. melakukan pengukuran suhu, hasilnya suhu 38,5oC.
Kelebihan volume 1. menimbang berat badan, hasilnya
cairan berhubungan 29 kg dengan kelebihan 2. memonitor
tanda-tanda vital, TD asupan cairan 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i dan suhu 38,5 Co

3. memantau retensi
cairan, ditemukan adanya
piing edema,
4. menilai luas dan lokasi
edema,terdapat edema (punggung
kaki dan punggung tangan),
5. memantau intake/output,
intakecairan ±1000cc dan output
cairan ±800 cc.

25 Mei 2017 Hipertermi 1. monitor suhu, hasilnya 37,1oC


berhubungan dengan2. monitor warna kulit, idak ditemukan
penyakit kemerahan dan bengkak
3. memberikan paracetamol 300 mg,
4. mengajarkan keluarga
kompres hangat.

Risiko infeksi dengan 1. memberikan Ceixime 2x150 mg,


faktor risiko 2. mengajarkan pasien dan keluarga
keidakadekuatan cara mencuci tangan dengan pertahanan
sekunder benar,
3. melakukan pengecekan kulit,
idak ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 37,1oC.
Kelebihan
volume1. menimbang berat
badan, hasilnya 29 cairan
berhubungan kg
dengan kelebihan2. memonitor tanda-tanda vital,
TD asupan cairan 130/80 mmHg, nadi 88x/i, pernapasan
24x/i, suhu 37,1oC
3. memantau retensi cairan, ditemukanadanya
piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,terdapat edema
(punggung kaki dan punggung tangan) Risiko
infeksi dengan 1. memberikan Ceixime
2x150 mg, faktor risiko 2.
mengajarkan pasien dan keluarga
keidakadekuatan cara mencuci tangan dengan
pertahanan sekunder benar,
3. melakukan pengecekan kulit, idak
ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 36,7oC.
26 Mei 2017 Kelebihan volume1. menimbang berat badan,
hasilnya 29 cairan berhubungan kg
dengan kelebihan2. memonitor tanda-tanda vital,
TD asupan cairan 110/60 mmHg, nadi 83x/i, pernapasan
22x/i, suhu 36,7oC
3. memantau retensi cairan,
ditemukanadanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi
edema,terdapat edema (punggung
kaki dan punggung tangan)
27 Mei 2017 Risiko infeksi dengan1. memberikan Ceixime 2x150 mg, faktor
risiko2. mengajarkan pasien dan keluarga cara keidakadekuatan mencuci
tangan dengan benar,
pertahanan sekunder3. melakukan pengecekan kulit, idak
ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu, hasilnya
suhu 36,7oC.
Kelebihan volume1. menimbang berat badan, hasilnya 29
cairan berhubungan kg
dengan kelebihan2. memonitor tanda-tanda vital, TD asupan
cairan 110/60 mmHg, nadi 83x/i,
pernapasan 22x/i, suhu 36,7oC
3. memantau retensi cairan,
ditemukanadanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki dan
punggung tangan) Risiko infeksi dengan 1. memberikan
Ceixime 2x150 mg, faktor risiko 2. mengajarkan
pasien dan keluarga keidakadekuatan cara mencuci tangan
dengan pertahanan sekunder benar,
3. melakukan pengecekan kulit,
idak ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 36,9oC.

28 Mei 2017
Kelebihan volume1. menimbang berat badan, hasilnya 29
cairan berhubungan kg
dengan kelebihan2. memonitor tanda-tanda vital,
TD asupan cairan 120/80 mmHg, nadi 83x/i, pernapasan
23x/i, suhu 36,9oC
3. memantau retensi cairan,
ditemukanadanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi
edema,terdapat edema (punggung
kaki dan punggung tangan)

5. Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf


24 Mei 2017 Hipertermi S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
berhubungan panas
dengan penyakit O:
46. Suhu 38,5 0C
47. Kulit teraba panas
48. Terapi paracetamol 300mg diberikan
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: Tn.R mengatakan adiknya mengalami
dengan faktor demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
49. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
50. suhu 38,5 C
sekunder
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan pemberian


anibioik dan memantau suhu
Kelebihan volume S: Tn.R mengatakan masih sembab pada
cairan tangan dan kaki adiknya berhubungan O:
dengan kelebihan
1. berat badan anak 29 kg
asupan cairan
2. TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 38,5oC
3. Piing edema posiif pada punggung
tangan dan punggung kaki
A: masalah belum teratasi
Hipertermi S: P:
Tn.R mengatakan
intervensi badan adiknya idak
dilanjutkan
berhubungan panas lagi
dengan penyakit O:
51. Suhu 37,1 0C
52. Terapi paracetamol 300mg diberikan
A: masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan pemantauan suhu
Risiko infeksi S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
dengan faktor demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
53. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
pertahanan
54. suhu 37,1 oC
25 Mei 2017 sekunder
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan pemberian

anibioik dan memantau suhu


Kelebihan volume S: Tn.R mengatakan masih sembab pada
cairan tangan dan kaki adiknya berhubungan O:
dengan kelebihan
4. berat badan anak 29 kg
asupan cairan
5. TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 38,5oC
6. Piing edema posiif pada punggung
tangan dan punggung kaki
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
26 Mei 2017 Kelebihan volume S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
cairan sembab dan anak masih rewel berhubungan
O:
dengan kelebihan
55. TD 130/80 mmHg, nadi 88x/i,
asupan cairan o

pernapasan 24x/i, suhu 37,1 C


56. BB 29 kg,
57. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
dengan faktor demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
58. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
pertahanan
59. suhu 37,1 oC
sekunder
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Kelebihan volume S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
cairan sembab dan anak masih rewel
berhubungan O:
dengan kelebihan
60. TD 110/60 mmHg, nadi 83x/i,
asupan cairan
pernapasan 22x/i, suhu 36,7 oC
61. BB 29 kg,
62. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
27 Mei 2017 P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
dengan faktor demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
63. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
pertahanan
64. suhu 36,7 oC
sekunder
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
28 Mei 2017 Kelebihan volume S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
cairan sembab dan anak masih rewel
berhubungan O:
dengan kelebihan
65. TD 110/70 mmHg, nadi 86x/i,
asupan cairan
pernapasan 23x/i, suhu 37,2 oC
66. BB 29 kg,
67. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
dengan faktor demam saat ini
risiko O:
keidakadekuatan
68. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
pertahanan
69. suhu 37,2 oC
sekunder
A: masalah idak terjadi
Deisiensi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
pengetahuan
berhubungan anibioik dan memantau suhu
dengan
kurangnya
informasi

Anda mungkin juga menyukai