Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN

GANGGUAN NUTRISI “TYPUS ABDOMINALIS”

Dosen:Ns Welmin Lumi S.kep,M.kep


Di Susun Oleh:
Alexandro tewu
Delvia kereh
Louisa Rau
Tesa Dalantang

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA TOMOHON


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa karena dimana berkat kasih dan

rahmat dan karunianya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini, Adapun

tema dari tugas makalah kami yaitu “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK

DENGAN GANGGUAN NUTRISI”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah keperawatan

Anak yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesunguhnya.

Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kesempatan kami maka kritik dan saran yang

membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada

khususnya pada pihak lain yang berkepentingan.


DATAR ISI

KATA PENGANTAR.............
DAFTAR ISI...........................
BAB 1 PENDAHULUAN..............
A. LATAR BELAKANG..............
B. RUMUSAN MASALAH..............
C. TUJUAN...............
BAB 11 PEMBAHASAN.................
A. Typus abdominalis
B. Tanda dan gejala
C. Penatalaksanaan
D. Pemeriksaan penunjang
E. Konsep AsuhanKeperawatan keperawatan
BAB 111 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi usus halus yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Bakteri ini

ditularkan melalui makanan dan minuman yang tekontaminasi oleh kotoran atau

tinja dari penderita typus abdominalis. Penyakit ini banyak ditemukan dinegara-

negara berkembang seperti di Indonesia. Penyakit ini dianggap serius karena

dapat disertai berbagai penyakit dan juga mempunyai angka kematian yang cukup

tinggi, yaitu 1-5 % dari penderita (Darmawati, 2009).

Typus merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Sebanyak 22

juta kasus tifoid yang di temukan pertahun dan menyebabkan 216.000 -600.000

kematian di dunia. Studi yang dilakukan di beberapa negara Asia pada anak usia

5-15 tahun menunjukkan bahwa insidensi dengan biakan darah positif mencapai

180-194 per 100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5-15 tahun sebesar 400-500

per 100.000 anak, di Asia Timur Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 anak

dan di Asia Tenggara 100-200 per 100.000 anak. Penderita typus tercatat di Dinas

Kesehatan Kabupaten Pasuruan pada tahun 2017 jumlah angka kejadian 1.634

kasus. Adapun yang teridentifikasi widal positif sejumlah 596 kejadian.

Berdasarkan studi Pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Lekok pada

bulan Januari 2018 didapatkan sebanyak 596 kasus dengan rincian 96 kasus baru

dan 497 kasus lama selama bulan Januari sampai Desember 2017. Pada bulan
Desember 2017 terdapat peningkatan kasus baru typus dibandingkan dengan

bulan Oktober dan November.

Tanda dan gejala typus abdominalis akan muncul setelah terinfeksi dan

menyebabkan masalah keperawatan bagi penderitanya. Umumnya gejala klinis

timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak turun

selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari,pola demam yang khas adalah

kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder),

sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan, mual, muntah, sering

sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Menurut

thomas dalam Sucipto (2015) masa inkubasi penyakit 7-14 hari dengan rentang 3-

30 hari, tergantung jumlah bakteri yang masuk gejala yang muncul tergantung

usia penderita. Gejala klinis bervariasi mulai yang ringan seperti demam ringan,

lemas, batuk ringan hingga berat berupa keluhan abdomen hingga komplikasi

multipel.

B.Rumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada penderita Typus

Abdominalis?

C Tujuan

a.Tujuan umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada penderita Typus

Abdominalis.

b Tujuan khusus

1. Menentukan pengkajian keperawatan pada penderita typus abdominalis.

2. Menentukan diagnosa keperawatan pada penderita typus abdominalis.

3. Menentukan intervensi keperawatan pada penderita typus abdominalis.


4. Melaksanakan implementasi keperawatan pada penderita typus

abdominalis.

5. Melaksanakan evaluasi dan dokumentasi keperawatan pada penderita

typus abdominalis

BAB 11

PEMBAHASAN

A. TYPHUS ABDOMINALIS

Typhus abdominalisatau demam tifoid merupakan

penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam

satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang

disebabkan oleh Salmonella typhi (S.Typhi). Bakteri tersebut

terkait dengan bakteri Salmonella yang menyebabkan

keracunan makanan. S. Typhi biasanya hidup pada tubuh

manusia dan ditularkan melalui kotoran seseorang (feses)

atau air kencing (urine).

Di Indonesia, diperkirakan kejadian penyakit ini adalah

300-810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. insidensi

tertinggi ditemukan pada anak-anak. Orang dewasa sering

mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri dan menjadi

resisten. Kejadian pasien berusia 12 tahun ke atas adalah


70 - 80%, pasien berusia antara 12 dan 30 tahun adalah 10-

20%, pasien antara 30-40 tahun adalah 50-10%, dan hanya

50-10% di atas 40 tahun.

Penyabab penyakit ini

Salmonella typhi,

Salmonella typhii A, dan Salmonella paratyphiiB. Bakteri

gram negatif, bergerak dengan bulu bergetar, tidak berspora,

memiliki 3 macam antigen: antigen 0, antigen H, dan antigen

VI. Pada serum pasien terdapat zat (aglutinin) terhadap tiga

jenis antigen. Kuman tumbuh di atmosfer anaerobik aerobik

dan fakultatif pada suhu 15-41° C (optimum 37°C) dan pH

6-8.Untuk membuat diagnosis pada demanm tifoid, dokter

akan mengevaluasi gejala dan menanyakan riwayat kesehatan

anak. Dokter mungkin akan mengambil sampel tinja (feses).

air kencing (urine), atau darah untuk mengujinya untuk

adalah

Orang biasanya terkena demam tifoid dengan meng-

konsumsi minuman atau makanan yang telah dikonsumsi oleh

seseorang penderita demam tifoid atau merupakan pembawa

penyakit. Mereka yang terinfeksi juga bisa menvebarkan

penyakit ini ke orang lain secara langsung (misalnya dengan

menyentuhnya dengan tangan yang tidak dicuci). Orang juga


terkena penyakit dengan minum air yang terkontaminasi

oleh limbah yang mengandung bakteri S. Typhi.

Begitu bakteri masuk ke dalam tubuh, mereka berkem-

bang biak dengan cepat dan menyebar ke aliran darah. Tubuh

kemudian akan merespons dengan demam tinggi dan gejala

lainnya, biasanya satu atau dua minggu setelah terpapar

bakteri. Gejalanya bisa ringan sampai parah dan biasanya

hilang 2 sampai 5 hari setelah pengobatan antibiotik dimulai.

Tanpa pengobatan, demam tifoid bisa berlangsung sebulari atau

lebih dan menjadi sangat serius, bahkan mengancam nyawa.Setelah

sembuh dari demam tifoid, beberapa orang masih bisa menjadi

pembawa bakteri. Hal ini berarti bahwa mereka tidak mengalami

gejala demam, namun memiliki bakteri dalam tubuh mereka dan

dapat menyebarkannya ke orang lain.

B. Tanda dan gejala

Gejala demam tifoid berkisar dari ringan sampai berat, tergantung

pada faktor-faktor seperti usia, kesehatan, dan riwayat vaksinasi

orang yang terinfeksi dan lokasi geografis tempat infeksi berasal.

Demam tifoid dapat terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap

selama beberapa minggu. Tanda dan gejala awal penyakit tersebut

meliputi:
a. demam yang bisa mencapai setinggi 104” f (40” c),

b. merasa sakit, lelah, atau lemah,

C. sembelit,

d. diare,

e. sakit kepala,

f sakit perut dan kehilangan nafsu makan, serta

g: sakit tenggorokan.

Bila demam tifoid tidak diobati, gejala menjadi semakin buruk

minggu demi minggu. Selain demam, seseorang bisa mengalami

penurunan berat badan secara drastis, perut bengkak, atau

mengalami ruam merah yang terlihat di dada bawah atau perut

bagian atas. Ruam biasanya hilang dalam 2 sampai 5 hari.

Pada kebanyakan kasus, gejala demam tifoid mulai hilang pada

minggu ketiga dan keempat selama penyakit ini tidak

menyebabkan masalah kesehatan lainnya.Masalah kesehatan serius

(komplikasi) akibat demam tifoid jarang terjadi pada anak-anak.


Saat anak mengalami komplikasi, mereka cenderung mengalami

masalah pencernaan, khususnya perforasi usus (lubang di usus).

Kondisi yang mengancam jiwa Ini memerlukan perhatian medis

dengan segera. Komplikasi yang jarang terjadi mencakup masalah

dengan paru-paru

atau jantung, infeksi pada tulang atau sendi, infeksi saluran kemih,

atau masalah kesehatan mental

Demam tifoid diobati dengan antibiotik yang membunuh bakteri S.

Typhi. Jika dokter meresepkan antibiotik, orang tua harus

memastikan anak menghabiskan antibiotik yang diberikan.

Kebanyakan anak mulai merasa lebih baik dalam 2 sampai 3 hari

sejak pengobatan dimulai. Selain memberi antibiotik, perawat dan

orang tua harus menyediakan banyak cairan untuk mencegah

dehidrasi. Anak-anak yang mengalami dehidrasi parah karena

kehilangan cairan akibat diare mungkin diberikan cairan infus

(intravena) di rumah Sakit atau fasilitas perawatan medis lainnya.

Acetaminophen dapat membantu mengurangi demam dan

membuat anak merasa lebih nyaman. Anak harus segera dibawa ke

pelayanan kesehatan dengan segera jika gejala tetap ada, jika gejala

hilang dan kemudian muncul kembali, atau jika anak mengalami

gejala baru.
Jika anak pulih dari demam tifoid atau merupakan pembawa

penyakit yang sehat, sering mencuci tangan adalah cara terbaik

untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Anak harus dibiasakan

mencuci tangan menggunakan air hangat dan menggosok

tangannya dengan sabun minimal 20 detik. Untuk mencegah

penyebaran penyakit ini, orang tua juga harus membersihkan hal-

hal yang disentuh anak (seperti

toilet, pegangan pintu, dan mainan) setiap hari. Orang dengan

demam tifoid harus menghindari menyiapkan makanan dan harus

menjaga barang-barang pribadi mereka dari barang milik orang

lain. Anak-anak dengan demam tifoid harus tetap berada di rumah

sampai penyakitnya sembuh dan dokter telah membersihkan

bakteri S. Typhidari tubuh anak.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada daerah berisiko

tinggi, antara lain:

a. Perhatikan sanitasi air, Rebus atau berikan cairan disinfektan

untuk air yang akan digunakan untuk minum, mencuci piring,

menyiapkan makanan, membuat es, atau menyikat gigi. Lebih baik


lagi, usahakan minum hanya air kemasan (berkarbonasi) atau

minuman lain yang

masuk dalam kaleng atau botol, tapi bersihkan bagian Juar kaleng

atau botol sebelum diminum. Orang tua perlu memberitahu anak-

anaknya untuk menghindari mmum Jangsung dari air keran dan es

batu. Selain itu, orang tua juga perlu mengingatkan anak untuk

tidak menelan air di pancuran pada saat mandi.

b.Masak semua makanan dengan benar. Orang tua perlu memasak

semua makanan sampai matang. Selain itu,keluarga jugaharus

menghindari makanan dari pedagang kaki lima dan makanan yang

disimpan atau disajikan pada suhu kamar. Sebagai gantinya,

sajikan makanan kemasan atau makanan yang baru dimasak dan

disajikan panas.

c.Hindari makanan mentah. Hindari buah dan sayuran mentah yang

belum dikupas yang mungkin telah dicuci dengan air yang

terkontaminasi, terutama selada dan buah-buahan yang tidak bisa

dikupas. Mengupas sendiri pisang, alpukat, dan jeruk bisa menjadi

pilihan yang lebih baik bila ingin mengonsumsi buah-buahan.


d.Sering cuci tangan. Cuci tangan dengan sabun dan air hangat,

terutama setelah anak-anak menggunakan kamar mandi atau

sebelum mereka makan atau menyiapkan makanan. Jika tidak ada

sabun dan air tersedia, gunakan pembersih tangan berbasis alkohol.

B. Penatalaksanaan

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis

harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus

abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

1) Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.

2) Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat

sakit yang lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.

3) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu

normal kembali ( istirahat total ), kemudian boleh duduk, jika tidak

panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.

4) Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan

tinggi

protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat,

tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari.

Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui

sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat

juga diberikan makanan lunak.


5). Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak

cocok

dapat diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian

kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari

(maksimum 2 gram per hari), diberikan 4 kali sehari per oral atau

intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut

mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek

negatifnya adalah mugkin pembentukan zat anti kurang karena

basil terlalu cepat dimusnahkan.

6) Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan

penyakitnya.

Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena

dan sebagainya (Ngastiyah,2005).

C. Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis

perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:

1. Darah tepi

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan

ameosinofilia pada permulaan sakit.Mungkin terdapat anemia

dan trombositopenia ringan. Pemerikasaan darah tepi ini


sederhana dan mudah dikerjakan di laboratorium yang

sederhana, tetapi hasilnya berguna untuk membantu

menentukan penyakitnya dengan cepat.

2. Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal

Biakan empedu untuk menemukan salmonella typhosa dan

pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat

menentukan diagnose typhus abdominalis secara pasti (

Ngastiyah,2005 ).

E. Konsep Asuhan Perawatan

a.Pengkajian

1) Kaji riwayat keperawatan.

2) Kaji adanya gejala dan tanda peningkatan suhu

tubuh (terutama pada malam hari), nyeri kepala, lidah kotor, tidak

nafsu makan, epistaksis, dan

penurunan kesadaran.

b. Diagnosis Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan tidak nafsu makan, mual, dan kembung.

2) Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan

kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.

3) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan

kesadaran.

4) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.

5) Hipertensi berhubungan dengan proses infeksi.

c. Perencanaan

1) Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhi kebutuhaa nutrisinya.

2) Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhi kebutuhan cairannya.

3) Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran yang

lebih lanjut.
4) Anak dapat melakukan aktvitas sesuai dengan kondisi fisik dan

tingkat perkembangan anak.

5) Anak dapat menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal

d. Iimpiementasi

1) Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan

a) Nilai status nutrisi anak

b) Izinkan anak untuk mengonsumsi makanan yang dapat

ditoleransi anak.

c) Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi

pada saat selere makan anak meningkat.

d) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk

meningkatkan kualitas intake nutrisi.

e) Anjurkan kepada orang tua untuk membenkan makanan dengan

teknik porsi kecil tetapi sering.

f) Timbang berat badam setiap hari pada waktu dan skala yang

sama.

g) Pertahankan kebersihan mulut anak.

h) Jelaskan pentingnya intake nutrssi yang untuk penyembuhan

penyakit

i). Kolaborasikan untuk pemberian makanan


melalui perenteral pka pemberian kanan melalut oral tidak

memenutu kebdiuhan gizi anak.

2) Mencegah kurangnya volums cairan

a) Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap

empat jam.

b) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan (turgor

tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urine menurun,

membran mukosa kering, dan bibir pecah-pecah).

c) Observasi dan catat intake maupun output

serta pertahankan keadaan intake-output yang adekuat.

d) Monitor dan timbang berat badan setiap hari pada waktu dan

skala yang sama.

e) Monitor pemberian cairan melaui intravena setiap jam.

f) Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water

loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid

sponge.
8) Memberikan antibiotik sesuai program.

3) Mempertahankan fungsi persepsi sensori

a) Kaji status neurologis.

b) Istirahatkan anak hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil.

C) Hindari aktivitas yang berlebihan.

d) Pantau tanda-tanda vital anak.

4) Kebutuhan perawatan diri terpenuhi

a) Kaji aktivitas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan tugas

perkembangan anak.

b) Jelaskan pada anak dan keluarga, aktivitas yangdapat dan tidak

dapat dilakukan hingga demam berangsur-angsur turun.

c) Bantu penuhi kebutuhan dasar anak.

d) Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak.


5) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal

a. Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang hipertermia.

b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, dan pernapasan.

c. Berikan minum yang cukup.

d. Berikan kompres air biasa.

e. Lakukan tepid sponge (seka).

f. Pakaikan baju yangtipis dan menyerap keringat.

g. Berikan obat antipireksia.

h. Berikan cairan parenteral (IV) yang adekuat.

e. Perencanaan Pemulanga

1) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai tingkat

perkembangan dan kondisi fisik anak.

2) Jelaskan terapi, dosis obat, dan efek samping dari terapi/obat yang diberikan.

3) Jelaskan tanda-tanda kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan

untuk mengatasi hal tersebut.

4 Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan
F. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi adalah mengakhiri

rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan

keperawatan dan meneruskan rencana tindakan keperawatan (Nikmatur,

2012). Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP. Pengertian SOAP

adalah sebagai berikut :

a. S : Data Subjektif

Keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

b. O : Data Objektif

Hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien

dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

c. A : Analisis

Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis merupakan suatu


masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat

dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status

kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif

dan objektif.

d. P : Planning

Perencanaan perawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya.


BAB 111

PENUTUP

A. Kesimpulan

- Komplikasi tifus abdominalis yang paling sering terjadi adalah

komplikasi intestinal yaitu perdarahan usus dan perforasi usus.

- Relaps adalah kekambuhan yang biasanya terjadi akibat pengobatan

tifoid dengan antibiotik kloramfenikol.

- Komplikasi demam tifoid dapat dihindarkan dengan cara

meningkatkan derajat daya tahan tubuh pasien dan memberikan

perawatan yang sebaik-baiknya pada pasien demam tifoid.

B. Saran

- Mengadakan penyuluhan cara hidup sehat dan pencegahan penyakit

demam tifoid kepada masyarakat, terutama masyarakat dengan

pendidikan yang kurang.

- Sebaiknya semua penderita tifoid dibawa ke Rumah Sakit untuk

mendapat perawatan yang sempurna.

- Sebaiknya penderita tifoid mendapat pengobatan sesuai dengan

dosis dan ketentuan pengobatan, untuk mencegah terjadinya

komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai