Anda di halaman 1dari 9

PENYAKIT TROPIS (TYPOID)

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Anggota :

Dimas Tri P
Feny Meilinda
Riazar Zakipa
Vera Oktaviani
Mita Oktaviana

UNIVERSITAS SAMAWA
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehdirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat serta anugrah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan dengan baik dan dalam bentuk yang
sederhana. Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca mengenai pengetahuan dasar kesehatan.
Harapan kami semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengelaman bagi
para pembaca , walaupun saya akui masih banyak kekuarngan dalam penyajian makalah ini
karena ilmu yang saya miliki masih sangat kurang.
Akhir kata, kami sampaikan terimah kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam menyusun makalah ini, dari awal samapai akhir hingga menjadi sebuah
makalah.Saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk pembuatan
makalh berikutnya, terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTRA ISI........................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................1
A. Latar belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................1
C. Tujuan......................................................................................1
BAB II Pembahasan.............................................................................2
A. Definisi typoid..........................................................................2
B. Patofisiologi typoid...................................................................2
C. Tanda dan gejala typoid............................................................2
D. Test diagnostic typoid...............................................................2
E. Penatalaksanaan typoid.............................................................2
BAB III Penutup...................................................................................3
A. Kesimpulan...............................................................................3
B. Saran.........................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem
pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid di negara maju terjadi
mencapai 5.700 kasus setiap tahunnya, sedangkan di negara berkembang demam
tifoid mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam Batubuaya,
2017). Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan
222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya
mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2016 dalam Batubuaya, 2017). Penelitian Sur (2007) yang dilakukan di
Kolkata, India menyatakan bahwa daerah dengan risiko tinggi terkena demam tifoid
adalah daerah dengan status ekonomi rendah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian typoid ?
2. Bagaimana patofisiologi typoid ?
3. Apa saja tanda gejala typoid ?
4. Tes apa saja yang dilakukan pada penyakit typoid ?
5. Apa saja penatalaksannaan typoid ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definis typoid?
2. Untuk mengetahui patofisiolgi typoid?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala typoid?
4. Untuk mengetahui tes diagnostik typoid?
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan typoid?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Typoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem
pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid di negara maju terjadi
mencapai 5.700 kasus setiap tahunnya, sedangkan di negara berkembang demam
tifoid mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam Batubuaya,
2017). Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan
222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya
mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2016 dalam Batubuaya, 2017). Penelitian Sur (2007) yang dilakukan di
Kolkata, India menyatakan bahwa daerah dengan risiko tinggi terkena demam tifoid
adalah daerah dengan status ekonomi rendah.
Prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,60%, tertinggi terjadi pada
kelompok usia 5–14 tahun, karena pada usia tersebut anak kurang memperhatikan
kebersihan diri serta kebiasaan jajan sembarangan yang dapat menyebabkan
penularan penyakit demam tifoid. Prevalensi menurut tempat tinggal paling banyak di
pedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan jumlah
pengeluaran rumah tangga rendah (Depkes RI, 2008).
Penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan yang terinfeksi
Salmonella typhi. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan. Dengan
adanya penularan tersebut dapat dipastikan higyene makanan dan higyene personal
sangat berperan dalam masuknya bakteri ke dalam makanan (Kusuma, 2015). Demam
tifoid dapat berakibat fatal jika tidak dirawat. Penyakit ini dapat berlangsung selama
tiga minggu sampai sebulan. Penyebab paling umum kematian akibat demam tifoid
adalah perforasi usus atau perdarahan usus, yang selanjutnya menimbulkan
peritonitis.
Komplikasi ini diramalkan terjadi pada 5% pasien, rata-rata pada hari ke-21
sejak awal penyakit, dengan angka kematian kasus 45%. Demam tifoid yang berupa
syok septik atau komplikasinya berupa koma, juga mempunyai angka kematian tinggi,
pasien sering meninggal dalam 3 minggu pertama (Tjipto, 2009). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Parry (2014) menyatakan bahwa dari 581 orang di Vietnam
yang menderita demam tifoid terdapat 90 orang (15,5%) mengalami komplikasi
diantaranya perdarahan gastrointestinal (43; 7,4%); Hepatitis (29; 5,0%); Ensefalopati
(16; 2,8%); Miokarditis (12; 2,1%); Perforasi usus (6; 1,0%); Syok hemodinamik (5;
0,9%), dan kematian (3; 0,5%).
Terjadinya peningkatan jumlah kasus demam tifoid disebabkan karena demam
tifoid merupakan penyakit yang multifaktorial artinya banyak faktor yang dapat
memicu terjadinya demam tifoid antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, sanitasi lingkungan, personal hygiene, serta tempat tinggal si penderita
yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit tersebut (Ruztam, 2012). Penelitian
yang dilakukan Maghfiroh (2016) dan Batubuaya (2017) menyebutkan bahwa faktor
yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid antara lain praktik cuci tangan
sebelum makan, praktik cuci tangan setelah buang air besar, kondisi tempat
pembuangan sampah, pengolahan makanan, kebiasaan makan di luar rumah,
pekerjaan responden, dan tingkat pendapatan kepala keluarga.

B. Patofisiologi typoid
Patofisiologi demam typoid melibatkan 4 proses kompleks mengkuti ingesti
organisme yaitu:
1. Penempelan dan invasi sel – sel
2. Mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag
3. Mikroorganisme bertahan hidup didalam aliran darah
4. Produksi entretoksin yang meningkat
C. Tanda dan gejala
a) Gejala
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit.Demam berlangsung 3 minggu bersifat febris, remiten dan suhu tidak
terlalu tinggi.Pada awalnya suhu meningkat secara bertahap menyerupai anak
tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari,tetapi demam
bisa pula mendadak tinggi.Dalam minggu kedua penderita akan terus menetap
dalam keadaan demam, mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga dan
mencapai normal kembali pada minggu keempat.1 Pada penderita bayi
mempunyai pola demam yang tidak beraturan, sedangkan pada anak seringkali
disertai menggigil.11 Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan nyeri, perut
kembung, konstipasi dan diare.Konstipasi dapat merupakan gangguan
gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare.1,11,18
Selain gejala – gejala yang disebutkan diatas, pada penelitian sebelumnya juga
didapatkan gejala yang lainnya seperti sakit kepala , batuk, lemah dan tidak
nafsu makan
b) Tanda
Tanda klinis yang didapatkan pada anak dengan demam tifoid antara
lain adalah pembesaran beberapa organ yang disertai dengan nyeri perabaan,
antara lain hepatomegali dan splenomegali.Penelitian yang dilakukan di
Bangalore didapatkan data teraba pembesaran pada hepar berkisar antara 4 – 8
cm dibawah arkus kosta.14 Tetapi adapula penelitian lain yang menyebutkan
dari mulai tidak teraba sampai 7,5 cm di bawah arkus kosta.9 Penderita
demam tifoid dapat disertai dengan atau tanpa gangguan kesadaran.Umumnya
kesadaran penderita menurun walaupun tidak terlalu dalam, yaitu apatis
sampai somnolen.1 Selain tanda – tanda klinis yang biasa ditemukan
tersebut,mungkin pula ditemukan gejala lain.Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli dalam
kapiler kulit.Kadang-kadang ditemukan ensefalopati, relatif bradikardi dan
epistaksis pada anak usia > 5 tahun. Penelitian sebelumnya didapatkan data
bahwa tanda organomegali lebih banyak ditemukan tetapi tanda seperti roseola
sangat jarang ditemukan pada anak dengan demam tifoid

D. Tes diagnostik
Tes widal merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis penyakit typoid.
Pemeriksaan ini masih banyak dilakukan diindonesia karena praktis, cepat, dan
mudah. Diagnosa pertama yang dilakukan adalah menelusuri riwayat perjalanan
penyakit. Dokter akan menanyakan kebersihan makanan dan tempat tinggal, serta
riwayat munculnya keluhan yang dialami.
Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, antara lain memeriksa
suhu tubuh, melihat tampilan permukaan lidah, memeriksa bagian perut mana yang
nyeri, dan mendengarkan bunyi usus.
Dilaboraratorium, sempel darah akan ditetsi dengan bakteri salmonella yang
sudah dimatikan dalam bentuk antigen O (badan bakteri) dan antigen H (ekor atau
flagel bakteri) kedua bahan diuji diperlukan karena antibodi untuk badan bakteri dan
flagel bakteri berbeda.
Selanjutnya, sempel darah diencerkan sebanyak puluhan hingga ratusan kali.
Bila setelah diencerkan berkali – kali, antibodi terhadap salmonella terbukti positif,
pasien dapat dianggap mengalami demam typoid atau tifus. Pembacaan widal
umumnya dapa dianggap sebagai data kuat untuk mendukung diagnosis tifus, saat
antibodi salmonella tetap ditemukan pada pengeceran 320 kali atau lebih.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama demam tipoid adalah terapi dengan antibiotika sesuai
dengan profil sensitivikasi bakteri untuk tiap – tiap daerah endemik. Kasus ringan
dapat dilakukan rawat jalan dirumah dengan pemberian antibiotik oral dan antipiretik.
Pasien dengan tanda komplikasi dan gejala klinis signifikan seperti vomitus dengan
tanda dehidrasi, diare berat, disentri dan tanda kegawatan abdomen harus dirawat.
a) Terapi antibiotik
Penatalaksanaan dengan antibiotik merupakan lini utama terapi pasien
demam tipoid. Antibiotik memiliki peran terapi dan menurunkan risiko
komplikasi berat pada pasien demam tipoid. Modalitas pilihan antibiotik pada
demam tifoid tergantung pada snsitivitas organisme terhadap antibiotik.
b) Antibiotik pada dewasa
Antibiotik utama sebagai terapi demam tifoid adalah chloramhenicol,
ampisilim dan co – trimoxazole, namun saat ini telah banyak ditemukan strain
MDR salmonella typhi yang resistan terhadap obat – obatan tersebut.
c) Antibiotik pada anak
Pada pasien anak, saat ini pilihan terapi demam tifoid yang umum
digunakan adalah chloramphenicol peroral selama 10 – 14 hari dengan dosis
untuk anak usia 1 – 12 tahun : 100 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi
sedangkan anak usia >13 tahun, dosissnya adalah 3 gram/hari dalam 3 dosis
terbagi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem
pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid di negara maju terjadi
mencapai 5.700 kasus setiap tahunnya, sedangkan di negara berkembang demam
tifoid mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang per tahun (CDC, 2013 dalam Batubuaya,
2017). Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan
222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya
mortalitas dan morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2016 dalam Batubuaya, 2017). Penelitian Sur (2007) yang dilakukan di
Kolkata, India menyatakan bahwa daerah dengan risiko tinggi terkena demam tifoid
adalah daerah dengan status ekonomi rendah
B. Saran
Demukian yang kami sampaikan pada pokok bahasan makalah kami ini. Kami
menyadari bahwa banyak kekurangan dan kelemahan dari makalah kami ini
terbatasnya pengetahuan dan referensi yang ada hubungannya dengna makalah kami.
Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan khususnya juga bagi
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.unsrittomohon.ac.id/index.php?jurnal=&page=article&op=download&path
%5B&5D=268&path%5B%5D=240
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkms/srticle/view/87

Anda mungkin juga menyukai