Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : THYPOID

DISUSUN OLEH:
PUTRI AINUN Z
YUNI RIZKI AMALIA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2019

1
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmanirrahiim.
Assalamu’allaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala
nikmat dan berkah yang tak terhingga dianugrahkan kepada kita semua,
karena berkat ridho dan magfiroh-Nya, penyusun dapat menyelsaikan
Laporan Kasus yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuhan keperawatan
gangguan sistem pencernaan : akibat Tifoid.

Dalam penyelesaian makalah peerteaching ini, penulis


menyadari masih jauh dari sempurna, tanpa dorongan, bimbingan,
arahan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril ataupun
materil, skripsi ini selesai pada waktunya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan Peerteaching laporan pendahuluan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan pendahuluan ini masih
banyak kekurangannya, karena keterbatasan ilmu dan pemahaman, oleh
karena itu saran dan kritik membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan untuk kemajuan dimasa yang akan datang serta dapat
bermanfaat bagi setiap penggunanya. Mudah-mudahan Allah SWT
memasukan kita pada golongan orang-orang yang sabar, bersyukur,
mencintai ilmu dan berilmu pengetahuan. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, 26 November 2019


Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Inawati (2009) Demam tifoid timbul akibat dari infeksi

oleh bakteri golongan Salmonella yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S

paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut memasuki tubuh

penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009).


Tifoid suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di

sebabkan salmonella typhy. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur

endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi k

dalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan dapat

menular pada orang lain melalui makanan dan air yang terkontaminasi.

(Nurarif, 2015)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara melakukan Asuhan keperawatan gangguan sistem

pencernaan : Typoid pada anak

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “ Asuhan Keperawatan dengan gangguan Sistem

Pencernaan akibat Typoid pada anak “

2. Tujuan Khusus
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat tujuan sebagai

berikut:
a. Untuk mengetahui cara pengkajian Typoid pada anak
b. Untuk mengetahui cara membuat perencanaan keperawatan pada

pasien Typoid pada anak


c. Untuk mengetahui cara membuat tindakan keperawatan pada

pasien Typoid pada anak

3
d. Untuk mengetahui cara membuat evaluasi dan dokumentasi pada

pasien Typoid pada anak

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi lebih mengenai Asuhan Keperawatan

Gangguan Sistem Pencernaan : Typoid pada anak


2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Diharapkan hasil dari “ Asuhan Keperawatan gangguan sistem

pencernaan : Akibat Typoid bisa menambah informasi dan

wawasan bagi mahasiswa, bagaimana cara memberikan askep

pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan : Typoid.


b. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan hasil dari “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem

Pencernaan : Akibat Typoid” dapat menambah pengetahuan

askep perawat ruangan pada pasien typoid serta menambahkan

pengetahuan perawat tentang cara edukasi dalam perawatan

pasien dengan typoid di rumah.


c. Bagi Stikes Budi Luhur Cimahi
Diharapkan Asuhan Keperawatan gangguan sistem pencenaan :

Akibat Typoid Ihsan dapat menambah referensi tentang asuhan

keperawatan pasien typoid serta dalam penilaian dam tumbuh

kembang anak usia sekolah, dan merupakan informasi bagi

mahasiswa Stikes Budi Luhur Cimahi

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau

minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009)


Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya

menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan

Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang

karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa

penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)

Tifoid suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di

sebabkan salmonella typhy. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur

endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi k

dalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan dapat

menular pada orang lain melalui makanan dan air yang terkontaminasi.

(Nurarif, 2015)

B. Etiologi
Menurut Inawati (2009) Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh

bakteri golongan Salmonella yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S

paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut memasuki tubuh penderita

melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009). Sumber utama yang terinfeksi

5
adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab

penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa

penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung

Salmonella spp di dalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5

persen penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,

sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian

besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang

yang lain termasuk urinary type.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Ngastiyah (2005) tanda dan gejala demam thypoid dibagi

dalam beberapa tahapan yaitu :


1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada

umumnya adalah 10-12 hari. Gejala pada anak – anak inkubasi antara 5

– 40 hari dengan rata – rata 10 – 14 hari. Pada awal penyakit keluhan

dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :


a. Anoreksia
b. rasa malas
c. sakit kepala bagian depan
d. nyeri otot
e. lidah yang berselaput ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor )
f. gangguan perut (perut kembung dan sakit)
g. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal pada bayi muda sebagai

demam akut dengan disertai syok dan hipothermi.


h. Demam muncul pada minggu ke empat, kecuali demam tidak

tertanganiakan menyebabkan syok, stupor dan koma.


i. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
2. Gejala Khas
a. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu

pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti

demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc,

6
sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,

dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan

semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung

dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti.

Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah

pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

bergetar atau tremor.


b. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur

meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari

kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada

minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan

tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit

pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.

Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu,

saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu

tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan

penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran

umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi

semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare

menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat

terjadi perdarahan.
c. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di

akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati.

Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur

mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi

7
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya

kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana

toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa

delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan

inkontinensia urin.
Minggu Keempat
d. Minggu keempat
merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella

paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke

dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.

Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar

mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum

tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak

badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi

kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam

peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk

mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah

yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala

demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi

gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah,

kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga timbul

peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri

tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan

dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga

timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien

8
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku),

Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah

pada penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada

orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan

dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus

bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini

kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel

retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman

ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya

masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.


Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul

selama demam typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

hyperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya

perubahan pada nodus peyer tersebut menyebabkan penderita mengalami

gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Diare

dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas, dijumpai

dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua. Karena respon

imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel

mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan

pada umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi

aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe invasif

tidak didapatkan adanya diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini

mendahului fase demam enterik. Penulis lain mengatakan bahwa diare

dapat terjadi oleh karena toksin yang berhubungan dengan toksin kolera dan

enterotoksin E. coli yang peka terhadap panas.

9
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau

terlokalisir di kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan

karena mediator yang dihasilkan pada proses inflamasi (histamine,

bradikinin, dan serotonin) merangsang ujung saraf sehingga menimbulkan

rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan karena peregangan kapsul

yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut membesar.


Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai

lapisan mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh

darah. Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan

tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa

meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa

sehingga terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi

abdomen. Distensi abdomen ditandai dengan meteorismus atau timpani

yang disebabkan konstipasi dan penumpukan tinja atau kurangnya tonus

pada lapisan otot intestinal atau lambung (Suriadi, 2006).

10
E. Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi
Mulut
Kurang
pengetahuan
Saluran pencernaan

kurang terpapar
Typhus Abdominalis
informasi

Usus
Peningkatan asam lambung

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis
Perasaan tidak enak
pada perut, mual, Merangsang peningkatan
Perdarahan dan
muntah (anorexia) peristaltic usus
perforasi intestinal

Diare Kuman masuk aliran


limfe mesentrial
Defisit nutrisi
Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak


Hipovolemia

Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi


(hepatosplenomegali)
Kurang intake cairan Peradangan Penekanan pada saraf di hati

Nyeri ulu hati Nyeri Akut


Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Intoleransi
Hipertermia Tirah baring
aktivitas
Sumber: Suriadi 2006
F. Penatalaksanaan

11
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut Ngastiyah (2005)

antara lain:

a. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit

yang lama, lemah, anoreksia.

b. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu

normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas

lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.

c. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak

merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila

kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde

lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga

diberikan makanan lunak.

d. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan

obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan

dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per

hari), diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian

kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu

perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin

pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.

e. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila

terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.

f. Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan

(2008) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering

digunakan antara lain:

12
1) Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.

2) Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.

3) Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.

4) Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.

5) Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.

6) Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.

7) Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).

2. Keperawatan

Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan

menurut Ngastiyah (2005), adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar

isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang

menderita penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan,

merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang

merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek.

Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:

a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.

Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari

apatik sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia

dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan

nutrisi atau cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa

penyembuhan berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi.

Selain hal itu, pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-

tukak pada usus halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang

diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat,

13
tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat

keadaan pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak

dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau

wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur

setengah matang atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas

atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.

2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair

per sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya

diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah,

bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik

makanan beralih secara bertahap ke lunak.

3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan

glukosa dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan

per sonde di samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde

biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya

masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien,

beralih ke makanan biasa.

b. Gangguan suhu tubuh.

Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus

yang khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat

menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan

cairan, karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi

gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.

14
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella

typhosa, maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan

memberikan obatnya secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu

turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika

pasien diberikan makanan melalui sonde, obat dapat diberikan

bersama makanan tetapi berikan pada permulaan memasukkan

makanan, jangan dicampur pada semua makanannya atau diberikan

belakangan karena jika pasien muntah obat akan keluar sehingga

kebutuhan obat tidak adekuat.

Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,

menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari

lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada

pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien

banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan

anak.

Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar

penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk

membantu menurunkan suhu usahakan agar kipas angin tidak

langsung kearah tubuh pasien.

c. Gangguan rasa aman dan nyaman.

Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama

dengan pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat

di tempat tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada

pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah

15
menambah rasa tak nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu

makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari,

oleskan boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering berikan

minum. Karena pasien apatis harus lebih diperhatikan dan diajak

berkomunikasi. Jika pasien dipasang sonde perawatan mulut tetap

dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir

mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama

berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-

goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat tidur,

kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan.

Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut Aru. W (2006) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di

temukan leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau

leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain

itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada

pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat meningkat.


2. SGOT dan SGPT
Seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah

sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan

khusus.

3. Kultur Darah

Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan

tetapi hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin

disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

16
a. Telah mendapat terapi antibiotik.

b. Volume darah yang timbul kurang.

c. Riwayat vaksinasi.

4. Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman

salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara

antigen kuman salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin.

Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :

b. Aglutinin O (dari tubuh kuman).

c. Aglutinin H (flagella kuman).

d. Aglutinin Vi (sampai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

digunakan. Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi

kuman ini.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :

a. Pengobatan dini dengan antibiotik.

b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.

c. Waktu pengambilan darah.

d. Darah endemik atau non endemik.

e. Riwayat vaksinasi.

f. Reaksi anamnestik.

g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang

dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Identitas

18
Biodata Klien dan penanggung jawab (nama, usia, jenis kelamin,

agama, alamat)

1. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit

kepala, demam, nyeri dan pusing

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri

dan pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah

dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan diare, klien mengeluh

nyeri otot.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita

penyakit seperti ini sebelumnya

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama

(penularan).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor,

dan koma.

2) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat

3) Tanda-tanda vital:

a) suhu : meningkat > 37,5 º C

b) nadi : meningkat > 100 x / menit

19
c) TD : menurun < 120/80 mmHg

d) Respirasi : normal

2. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

b. Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut

dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan

pada indera.

c. Pemeriksaan dada

1) Paru-paru

 Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas

 Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus

 Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono,

hipersonor, timpani)

2) Jantung

 Inspeksi : amati iktus cordis

 Palpalsi : raba letak iktus cordis

 Perkusi : batas-batas jantung

d. Pemeriksaan abdomen

 Inspeks : keadaan kulit, besar dan bentuk

abdomen, gerakan

 Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri

tekan

 Perkusi : suara peristaltic usus

20
 Auskultasi : frekuensi bising usus

e. Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya

alat bantu.

3. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan

a. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil,

preeklamsi, BB ibu tidak naik, pemantauan kehamilan

secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak

dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak

b. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak

saat lahir, partus lamadan anak yang lahir dengan bantuan

alat/ forcep dapat mengganggu tumbang anak

c. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U,

TB/U), lingkar kepala (49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar

dada > dari lingkar kepala,

d. Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot

(cubitan tebal untuk pada lengan atas, pantat dan paha

mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan tipis

pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan

mudah / tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya

udem, anemia dan gangguan lainnya.

e. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri

(berpakaian) , kemampuan anak berlari dengan seimbang,

menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat,

menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang,

21
egosentris dan menggunakan kata ” Saya”, menggambar

lingkaran, mengerti dengan kata kata, bertanya,

mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun

jembatan dengan kotak –kotak.

f. Riwayat imunisasi

g. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang

lain.

4. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

a. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera

yang dirasakan, pengetahuan tentang gaya hidup dan

berhubungan dengan sehat, pengetahuan tentang praktik

kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan

keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang

manajemen kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang

tuanya.

b. Pola nutrisi metabolic

Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan

cairan klien, tipe makanan dan cairan, peningkatan /

penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan makan.

c. Pola eliminasi

Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih,

penggunaan alat bantu, penggunaan obat-obatan.

d. Pola aktivas latihan

22
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan

rekreasi, kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-

hari (merawat diri, bekerja), dan respon kardiovaskuler serta

pernapasan saat melakukan aktivitas.

e. Pola istirahat tidur

Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama

24 jam, bagaimana kualitas dan kuantitas tidur klien, apa

ada gangguan tidur dan penggunaan obat-obatan untuk

mengatasi gangguan tidur.

f. Pola kognitif persepsi

Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan

persepsi klien.

g. Pola persepsi diri dan konsep diri

Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai

dirinya, persepsi klien tentang kemampuannya, pola

emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan

peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan

emosional seperti takut, cemas karena dirawat di RS.

h. Pola peran hubungan

Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang

lain. Bagaimana kemampuan dalam menjalankan perannya.

i. Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.

j. Pola koping dan toleransi stres

23
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam

manghadapai stress dan adanya sumber pendukung. Anak

belum mampu untuk mengatasi stress, sehingga sangat

dibutuhkan peran dari keluarga terutama orang tua untuk

selalu mendukung anak.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak

belum terlalu mengerti tentang kepercayaan yang dianut.

Anak-anak hanyan mengikuti dari orang tua.(Nurarif.2015).

24
B. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS:- Minuman dan makanan yang Hipertermia

terkontaminasi
DO:

- Suhu tubuh diatas nilai

normal Mulut
- Kulit merah
- Kulit terasa hangat
- Takikardi
- Takipnea
- Kejang
Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum

terminalis

Perdarahan dan

perforasi intestinal

Kuman masuk aliran

limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

25
Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
2. DS: Minuman dan makanan yang Nyeri akut

terkontaminasi
DO:

- tampak meringis
- gelisah
- sulit tidur Mulut
- pola napas berubah
- TD meningkat
- Frekuensi nadi meningkat

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum

terminalis

26
Perdarahan dan

perforasi intestinal

Kuman masuk aliran

limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Hipertrofi

(hepatosplenomegali)

Penekanan pada saraf di hati

Nyeri ulu hati

Nyeri Akut

3. DS: - Minuman dan makanan yang Hipovolemia

terkontaminasi

27
DO: Mulut

- Akral dingin
- Turgor kulit jelek
Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung

Perasaan tidak enak pada perut,

mual, muntah (anorexia)

Hipovelemia

4. DS: Minuman dan makanan yang Defisit nutrisi

terkontaminasi
DO:

Mulut
- BB menurun minimal 10%

dibawah rentang ideal Saluran pencernaan


- Bising usus hiperaktif
- Otot mengunyah lemah
- Otot menelan lemah Typhus Abdominalis
- Membrane mukosa pucat
Peningkatan asam lambung

Perasaan tidak enak pada perut,

mual, muntah (anorexia)

Defisit nutrisi

5 DS: Minuman dan makanan yang Intoleransi aktivitas

terkontaminasi
DO :

28
Klien tampak lemah Mulut

Klien tirah baring Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum

terminalis

Perdarahan dan

perforasi intestinal

Kuman masuk aliran

limfe mesentrial

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia

Tirah baring

Intoleransi aktivitas

6. DS: Minuman dan makanan yang Diare

terkontaminasi
- Nyeri/kram abdomen

29
DO: Mulut

- Defekasi lebih dari 3 kali Saluran pencernaan

dalam 24 jam
- Feses lembek/ cair Typhus Abdominalis
- Frekuensi peristaltik

meningkat Usus
- Bising usus hiperaktif
Proses infeksi

Merangsang peningkatan peristaltic

usus

Diare

7. DS: Minuman dan makanan yang Defisit pengetahuan

terkontaminasi
DO:

Mulut
Orangtua klien tampak selalu

bertanya pada perawat Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Kurang terpapar informasi mengenai

penyakit

Defisit pengetahuan

C. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi salmonella thypi d.d peningkatan suhu tubuh)
2. Nyeri akut b.d inflamasi di hati dan linfa d.d terdapat nyeri tekan dibagian abdomen
3. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d klien tampak berkeringat
4. Defisit nutrisi b. d peningkatan kebutuhan metabolism d.d mual muntah
5. Diare b.d inflamasi gastrointestinal d.d BAB > 3 kali / hari dan cair

30
6. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring klien d.d tampak lelah
7. Defisit pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi mengenai penyakit d.d

orang tua tampak sering bertanya

31
32
D. Intervensi Keperawatan

NO DX. KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Hipertermi b.d proses Tupan: Observasi:


penyakit (infeksi
Setelah diberikakan 1. Identifikasi penyebab hipertermi 1. Untuk menentukan intervensi
salmonella thypi d.d
tindakan keperawatan (dehidrasi terpapar ,lingkungan panas) selanjutnya
peningkatan suhu 2. Monitor suhu tubuh 2. Suhu 38,9 °C- 41,1 °C
selama 3 x 24 jam
tubuh) menunjukan proses penyakit
diharapkan hipertermi
infeksius
dapat teratasi. Terapeutik:
1. Untuk membuat anak merasa
Tupen: 1. Sediakan lingkungan yang dingin nyaman
2. Mempercepat proses
Setelah diberikakan 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
perpindahan panas tubuh
tindakan keperawatan 3. Untuk mencegah dehidrasi
selama 1 x 7 jam
3. Berikan cairan oral
diharapkan hipertermi 1. Agar tidak terlalumengeluarkan
Edukasi:
dapat teratasi. Dengan keringat yang berlebihan
kriteria hasil: 1. Anjurkan tirah baring
1. Untuk mengatasi kekurangan
 Suhu tubuh dalam cairan dan menurunkan panas
Kolaborasi:
batas normal tubuh

1. Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena

33
2. Nyeri akut b.d inflamasi Tupan: Observasi:
di hati dan limfa d.d
Setelah diberikakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui tingkat skala
terdapat nyeri tekan
tindakan keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan nyeri
dibagian abdomen
selama 3 x 24 jam skala nyeri
2. Untuk mengetahui
2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
diharapkan nyeri akut
pengertian/pengetahuan klien
tentang nyeri
dapat teratasi.
dan keluarga tentang nyeri

Tupen:
Terapeutik:
1. Untuk membantu dalam
Setelah diberikakan mengurangi nyeri
1. Berikan teknik nonfarmakologis
tindakan keperawatan 2. Membuat klien merasa nyaman
selama 1 x 7 jam dan aman
diharapkan nyeri dapat 2. kontrol lingkungan yang memperberat
teratasi. Dengan kriteria rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
hasil: kebisingan)
1. Agar klien dan keluarga dapat

 Tidak terdapat nyeri mengerti dan berpartisasi dalam

tekan dibagian tindakan


Edukasi:
abdomen 1. Untuk membantu mengurangi
 Skala nyeri berkurang 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
nyeri

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian analgetik


34
3. Hipovolemia b.d Tupan: Observasi:
kegagalan mekanisme
Setelah diberikakan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia 1. Untuk mengetahui keadaan
regulasi d.d klien
tindakan keperawatan (nadi meningkat, nadi teraba lemah, TD umum klien
tampak berkeringat
selama 3 x 24 jam menurun, turgor kulit menurun,
diharapkan kekurangan membran mukosa kering, volume urin 2. Untuk mengetahui kebutuhan
volume cairan dapat menurun, haus dan lemah) cairan dan berapa banyak
2. Monitor intake dan output
teratasi. cairan yang dikeluarkan

Tupen: 1. Untuk memberikan asupan

Terapeutik: cairan sesuai kebutuhan


Setelah diberikakan 2. Mencegah agar tidak terjadinya
tindakan keperawatan 1. Hitung kebutuhan cairan dehidrasi
2. Berikan asupan cairan oral
selama 1 x 7 jam
diharapkan kekurangan
1. Untuk mencegah terjadinya
volume cairan dapat Edukasi: dehidrasi
teratasi. Dengan kriteria
hasil: 1. Anjurkan memperbanyak cairan oral 1. Untuk memenuhi cairan yang
telah banyak dikeluarkan
 Klien tidak berkeringat
Kolaborasi:
berlebihan
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(NaCL, RL)
4. Defisit nutrisi b. d Tupan: Observasi:
peningkatan kebutuhan
Setelah diberikakan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk memberikan kebutuhan
metabolism d.d mual
35
muntah tindakan keperawatan nutrisi yang sesuai
2. Identifikasi intelorensi makanan 2. Mencegah agar tidak terjadinya
selama 3 x 24 jam
alergi makanan.
diharapkan defisit nutrisi
3. Untuk membantu meningkatkan
dapat teratasi. 3. Identiifikasi makanan yang disukai nafsu makan klien

Tupen:
4. Untuk mengetahui pemenuhan
4. Monitor BB
Setelah diberikakan kebutuhan nutrisi
tindakan keperawatan
selama 1 x 7 jam Terapeutik:
diharapkan defisit nutrisi 1. Agar tida membawa kuman

dapat teratasi. Dengan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan masuk saat makan
2. Untuk meningkatkan nafsu
kriteria hasil: 2. Sajikan makanan secara menarik dan
makan klien
suhu yang sesuai
 Tidak mual muntah 1. Agar pemenuhan kebutuhan
 Nafsu makan Edukasi:
nutrisi dapat tercapai
meningkat
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
1. Membantu meningkatkan nafsu
makan dan tercapainya
Kolaborasi:
kebutuhan nutrisi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
5. Diare b.d inflamasi Tupan: Observasi:
gastrointestinal d.d
Setelah diberikakan 1. Identifikasi penyebab diare 1. Untuk menentukan intervensi
36
klien mengatakan BAB tindakan keperawatan selanjutnya
2. Identifikasi riwayat pemberian makanan 2. Untuk mengetahui penyebab
> 3 kali / hari dan cair selama 3 x 24 jam
terjadinya diare
diharapkan diare dapat
3. Untuk mengetahui frekwensi
teratasi. 3. Monitor warna, volume, frekuensi dan diare
konsistensi tinja
Tupen:
Terapeutik: 1. Membantu mengurangi diare
Setelah diberikakan
1. Berikan asupan cairan oral (larutan 2. Untuk mengatasi kekurangan
tindakan keperawatan
garam gula, oralit) cairan yang berlebihan
selama 1 x 7 jam
2. Berikan cairan IV (RL)
diharapkan diare dapat 1. Untuk kembali memenuhi
teratasi. Dengan kriteria kebutuhan nutrisi
Edukasi: 2. Untuk mencegah terjadinya
hasil:
diare
 Tidak BAB >3 kali/ hari 1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
3. ASI dapat mencegah terjadinya
dan tidak cair secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan diare pada anak dan memenuhi
pembentuk gas, pedas dan kebutuhan cairan
1. Untuk mencegah/mengursngi
mengandung lektosa
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI diare yang berkelanjutan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas.


6. Intoleransi aktivitas b.d Tupan: Observasi :
tirah baring klien d.d Setelah dilakukan
37
tampak lelah tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 1. Utuk mengatahui penyebab
selama 3 x 24 jam mengakibatkan kelelahan dari kelelahan
diharapkan masalah
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan 2. Untuk mengatahui intervansi
intolansi aktivitas teratasi
selama melakukan aktivitas selanjutnya yang mungkin
dilakukan
Tupen :
Setelah dilakukan Terapeutik :
tindakan keperawatan
1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan 1. Lingkungan yang rendah
selama 1 x 24 jam
rendah stimulus (mis.cahaya, suara, stimulus membuat klien lebih
diharapkan kilen dapat
kunjungan) tenang
kembali beraktivitas
Dengan kriteria hasil : 2. Lakukan aktivitas distraksi yang 2. Untuk mengurangi rasa
a. Klien dapat menenangkan ketidaknyamanan
beraktivitas sesuai
3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika 3. Untuk mengurangi risiko cedera
toleransi
tidak dapat berpindah dan berjalan kerana adanya intoleransi
b. Klien dapat
aktivitas
beraktivitas dengan Edukasi :
bentuan minimal
c. 1. Anjurkan tirah baring 1. Tirah baring dapat
memaksimalkan energy

2. Anjurkan melalukan aktivitas secara 2. Aktivitas bertahap barfungsi


bertahap untuk mengembalikan energi

38
Kolaborasi :

1. kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara 1. Peningkatan asupan makanan


meningkatkan asupan makanan dapat memperbaiki kelemahan

7. Defisit pengetahuan Tupan : Observasi :


orang tua b.d kurang Setalah dilakukan
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Agar penerimaan informasi
terpapar informasi tindakan keperawatan
menerima informasi dapat lebih maksimal
mengenai penyakit d.d selama 3 x 24 jam
orang tua tampak diharapkan masalah defisit 2. Identifikasi faktor-faktor yang 3. Mengetahui penyebab adanya
sering bertanya pengetahuan dapat meningkatkan dan menurunkan penurunan perilaku hidup
teratasi motivasi perilaku hidup bersih dan sehat bersih dan sehat

Terapeutik :
Tupen :
Setelah dilakukan 1. Sediakan materi dan media pendidikan 1. Untuk memaksimalkan
tindakan keperawatan kesehatan penyampaikan informasi
selama 1 x 24 jam
2. Berikan kesempatan untuk bertanya 2. Untuk menggali minat orangtua
diharapkan informasi
dalam memahami informasi
mengenai penyakit dapat
tersampaikan
Dengan kriteria hasil :
1. Orangtua mengatakan
pemahamannya
tentang informasi
2. Orangtua mengikuti
39
anjuran perawat Edukasi :

1. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat 1. Menambah informasi bagi


orangtua dan dapat
2. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
memandirikan orangtua
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat 2. Membantu meningkatkan dan
mempermudah dalam
pengaplikasian

40
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Asuhan keperawatan pada pasien dengan tifoid sangat penting diberikan

informasi kepada keluarga untuk merawatnya di rumah dikarenakan gejala sisa yang

sangat membutuhkan perawatan yang lama serta kesabaran dalam merawatnya

sehingga klien bisa mendapatkan kesembuhan dengan gejala sisa yang minimal.

B. Saran

1. Klien dan keluarga


Diharapkan keluarga bekerjasama dalam perawatan klien sehingga gejala sisa
yang ada bisa di minimalkan dengan melakukan perawatan pada klien serta
pemasukan gizi yang di butuhkan klien.
2. Penulis
Diharapkan kelompok bisa menggunakan dan mengfaatkan seefektif mungkin,
sehingga akan melakukan asuhan klien secara optimal dengan keterbatasan
pengetahuan kelompok serta kesibukan di ruangan yang tinggi, yang
membutukan manajman waktu yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

41
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan

Nanda. Jilid 1. Edisi Revisi. Mediaction : Jakarta

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara

Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai