PASIEN TYPHOID
OLEH :
Denpasar, 2018
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam Thypoid merupakan salah satu jenis penyakit gangguan pada system
pencernaan yang dapat mengganggu mekanisme system pencernaan. Demam Thypoid dapat
disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu
Salmonella paratyphi. Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui
jalur fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada
lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal
ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi biasanya melalui feses penderita.
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika,
Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut
data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid di seluruh dunia dan diperkirakan
sekitar 500,000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan
tertinggi pada kasus thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap
tahunnya.
Kasus thypoid diderita oleh anak-anak sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan angka
kematian 20.000 per tahunnya. Di Indonesia, 14% demam enteris disebabkan oleh Salmonella
Parathypi A. Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak,
namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman
sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan
seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan
makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan
bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang
tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya
kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa
mengakibatkan kebocoran usus.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan Demam Tifoid” dengan tujuan agar mahasiswa memahami dan mengetahui
asuhan keperawatan pada klien dengan demam tifoid.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang penulis angkat adalah :
1. Bagaimanakah konsep penyakit dari demam thypoid ?
2. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid ?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Agar penulis mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid,
sehingga mampu mencapai hasil yang terbaik dalam mengatasi masalah pada pasien
dengan demam thypoid.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian demam thypoid
b. Untuk mengetahui etiologi demam thypoid
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam thypoid
d. Untuk mengetahui patofisiologi demam thypoid
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang demam thypoid
f.Untuk mengetahui penatalaksanaan demam thypoid
g. Untuk mengetahui komplikasi demam thypoid
h. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien demam thypoid
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengambil
makna dari konsep penyakit demam thypoid sehingga dapat dijadikan referensi dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas pada pasien dengan demam thypoid.
BAB II
PEMBAHASAN
2. ETIOLOGI
a. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
1) Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
2) Antigen (flagella)
3) Antigen VI dan protein membran hialin
b. Salmonella paratyphi A
c. Salmonella paratyphi B
d. Salmonella paratyphi C
e. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37˚C dan mati
pada suhu 54,4˚C (Simanjuntak, C. H, 2009).
3. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan
dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan
kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi dan suhu badan meningkat (39-41˚C). Setelah minggu kedua gejala makin jelas
berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak kering, dilapisi
selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih
kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada perut kanan
bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama
atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung
kuman salmonella.
Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus–kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.
1) Minggu I
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
2) Minggu II
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia
relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen,
stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang
Indonesia.
3) Minggu III
Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah
ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang
ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan
tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah. Disamping gejala–gejala yang
biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang
ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites
dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering
dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari)
bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis (Soegijanto. S, 2002).
4. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri
yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan
antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar,
akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di
usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang
melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai
folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella
typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat
lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk, 2012).
5. PATHWAY
Kuman Salmonela typhi Lolos dari asam lambung
yang masuk ke saluran Malaise, perasaan tidak enak
gastrointestinal Bakteri masuk usus halus badan, nyeri abdomen
Nyeri akut
Anoreksia mual muntah
Ketidakseimbangan
Resiko kekurangan
volume cairan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7. PENATALAKSAAN
a. Medis
1) Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
a) Klorampenicol
b) Amoxicilin
c) Kotrimoxasol
d) Ceftriaxon
e) Cefixim
2) Antipiretik (Menurunkan panas) :
a) Paracetamol
b. Perawatan
1) Observasi dan pengobatan
2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
4) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahss pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
c. Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Smeltzer & Bare, 2002).
8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
3) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
4) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
5) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
6) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer.
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam
tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya
didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut
jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali
sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis,
endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes
normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita
hemoglobinopati (Widodo. D, 2007).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata Klien dan penanggung jawab
Berisikan nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri dan
pusing
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan pusing, berat badan
berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut
dan diare, klien mengeluh nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian umum
a) Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen,supor, dan koma
b) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat
c) Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7 - 37,3 0C
Pernapasan : 15-26 x/menit
2) Pengkajian sistem tubuh
a) Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
b) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji
kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.
c) Pemeriksaan dada
(1)Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
(2)Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
d) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
e) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan ( bila anak-anak)
1) Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak
naik, pemantauan kehamilan secara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak
dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbang anak
2) Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus lamadan
anak yang lahir dengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbang anak
3) Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkar kepala (49-
50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,
4) Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringan otot (cubitan tebal untuk pada
lengan atas, pantat dan paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak (cubitan
tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan mudah / tidak
akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan lainnya.
5) Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan anak
berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat,
menaiki tangga, menendang bola dengan seimbang, egosentris dan menggunakan
kata ” Saya”, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata, bertanya,
mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan kotak –
kotak.
6) Riwayat imunisasi
e. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
f. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan
tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan.
Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan, sehingga perlu
perhatian dari orang tuanya.
2) Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe makanan
dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan makan.
3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah pola defekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu,
penggunaan obat-obatan.
4) Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan untuk
mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon
kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
5) Pola istirahat tidur
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana
kualitas dan kuantitas tidur klien, apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-
obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indra klien dan kemampuan persepsi klien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikap klien mengenai dirinya, persepsi klien
tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri
dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional seperti takut,
cemas karena dirawat di RS.
8) Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana
kemampuan dalam menjalankan perannya.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. Kasus thypoid diderita oleh anak-anak
sebesar 91% berusia 3-19 tahun dengan angka kematian 20.000 per tahunnya. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup kemungkinan untuk orang dewasa. Sehingga
pada penanganan perawatannya harus dilakukan asuhan keperawatan dan keperawatan harus
baik dan benar sehingga dapat menekan jumlah kematian pada penyakit demam thypoid dan
pembangun kesehatan dapat terwujud.
B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih
memperdalam lagi pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan demam
thypoid di Rumah Sakit serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Jilid 1. Jakarta : MediAction
Nursalam dkk, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
IDAI