Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN TYPHOID

DOSEN PEMBIMBING:
Herman, S.Kep,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
Milda Eka Pratiwi D.0020.P.009
Ida Asri D.0020.P.008
Nurfadilla D.0020.P015
Hilda Arini Masri D.0020.P.007
Riski Ananda D.0020.P.020

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Typphus Abdominalis atau yang lebih dikenal dengan demam tifoid atau tifes

dalam bahasa kita adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja

mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dan orang tua, laki-laki maupun wanita.

Penyakit demam tifoid ini mendunia, artinya terdapat di seluruh dunia. Tetapi

lebih banyak di negara sedang berekembang di daerash tropis, seperti Indonesia.

Penyakit tifus merupakan endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit

menular, yang mudah menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.

Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus

per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang

dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal.

Insiden penderita berumur anak usia 12 – 13 tahun ( 70% – 80% ), pada usia 30 – 40

tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10%) .

Terjadinya penyakit yang merupakan penyakit ini tidak memandang musim,

baik musim kemarau maupun penghujan. Penularan penyakit ini melalui makanan

yang tercemar. Kadang kebersihan makanan kurang terjamin. Oleh karena itu kita

harus memperhatikan kualitas makanan. bukan dari segi harga, tapi dari susunan

menu, kehigienisan dan sanitasi makanan.

1.2 Perumusan Masalah

a. Mahasiswa belum memahami definisi dari thypoid fever

b. Mahasiswa belum memahami anatomi fisiologi thypoid fever

c. Mahasiswa belum memahami tentang etiologi thypoid fever


d. Mahasiswa belum memahami tanda dan gejala thypoid fever

e. Mahasiswa belum memahami patofisiologi dan patoflow thypoid fever

f. Mahasiswa belum memahami pemeriksaan diagnostik dan penunjang

g. Mahasiswa belum memahami penatalaksanaan medis

h. Mahasiswa belum memahami pengkajian data dasar asuhan keperawatan

i. Mahasiswa belum memahami analisa data dan diagnosa keperawatan

j. Mahasiswa belum memahami rencana dan tindakan keperawatan thypoid fever

k. Mahasiswa belum memahami evaluasi keperawatan pada pasien yang terkena

thypoid fever

1.3 Tujuan

Dalam makalah ini penulis merumuskan tujuan menjadi dua bagian yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus antara lain yaitu :

1. Tujuan umum

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan nyata tentang pelaksanaan proses

asuhan keperawatan pada klian yang mengalami gangguan di sistem pencernaan :

thipoid fever

2. Tujuan khusus

a. Mampu mengkaji masalah klien dengan melakukan pendekatan

yang sistematis untuk mengumpulkan data dan selajutnya merumuskan

diagnosa keperawatan sesuai dengan data yang di peroleh

b. Mampu merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang telah dirumuskan dan menetapkan tujuan serta

kriterian hasil yang akan di capai .


c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah

direncanakan dan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi

klien

d. Mampu mengevaluasi hasil yang telah dicapai berdasarkan tujaun dan

kriteria yang telah ditetapkan.

1.4 Metode

Penyusunan makalah ini menggunakan studi pustaka dengan cara membaca buku-

buku yang berkaitan dengan tema. Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan atau

sumber dari internet,Menyusun kerangka makalah, Mengembangkan kerangka

makalah, Mengevaluasi hasil makalah

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Paratifoid

biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang sama, atau menyebabkan

enteritis akut. Sinonim dengan tifoid adalah typoid and paratyphoid fever, enteric

fever, typhus and paratypus abdominalis. (Soeparman, 1999, Edisi II, Ilmu Penyakit

Dalam, Jakarta, FKUI)

Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melalui makan, mulut

atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii. (Hidayat Alimul

Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika)
Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005, Edisi II,

Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC)

2.2 Anatomi Dan Fisiologi


Saluran gastrointestinal adalah jalur (panjang total 23-26 kaki) yang berjalan

dari mulut melalui esophagus, lambung, dan usus sampai anus.

Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang

punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Panjang esophagus kira-kira 25

cm menjadi distensi bila makanan mlewatinya.

Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah

tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat

berdistensi dengankapasitas kira-kira 1500 ml. Lambung dapat di bagi ke dalam

empat bagian : kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pylorus.

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal yang

jumlah panjangnya kira-kira dua per tiga dari panjang total saluran. Bagian ini

membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan

untuk sekresi dan absorpsi. Usus halus dibagi kedalam 3 bagian:

1. Duodenum (bagian atas)

2. Jejunum (bagian tengah)

3. Ileum (bagian bawah)

Pertemuan antara usus halus dan besar terletak dibagian bawah kanan

duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang

berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus kedalam usus besar dan mencegah refluks

bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis.

Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen

transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden

pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian: kolon

sigmoid dan rectum.


Rectum berlanjut pada anus.

2.3 Etiologi

Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A, Salmonella paratyphii B, S.

Paratyphii C .

2.4 Tanda dan Gejala

Masa tunas demam tifoid berlansung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala yang

timbul amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi

juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit

bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosa, sampai gambaran penyakit

yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang

ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk

membuat diagnosa klinis tifoid.

1. Demam, pada kasus yang khas demam berlansung 3 minggu, bersifat febris

remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik tiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat

pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam

keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali

pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan, pada mulut terdapat panas berbau tidak

sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor

(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada

abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa

membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi

juga dapat diare atau normal.gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien


menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi

spoor, koma, atau gelisah gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada

minggu pertama

Fatofisiologi Dan Patoflow

Makanan tercemar masuk kemulut dilambung sebagian basil


Salmonella typhosa musnah oleh asam lambun

Ragaden, coated tongue melalui pembuluh Sebagian masuk ke usus


limfe halus halus dan basil diserap
anoreksia

Bakteriemia masuk ke dalam peredaran melepaskan endotoksin


darah
menstimulasi sintesis
Basil menyebar sampai di organ-organ utama
keseluruh tubuh (Hati dan Limfa)

Terjadi pelepasan
Terutama kedalam basil berkembang biak zat pirogen
kelenjer limfoid
usus halus
organ-organ membesar inflamasi lokal
disertai nyeri pada perabaan
menimbulkan tukak
Jaringan meradang

Berbentuk lonjong pada Nyeri Resti komplikasi


mukosa diatas plak (cedera) Histamin
Peyeri

Mengakibatkan perdarahan hipotalamus


Nyeri saat makan dan perforasi usus

Peningkatan panas
anoreksia melena

gangguan thermoregulasi
gangguan pemenuhan intake berkurang
Nutrisi
malaise resti intoleransi aktivitas

2.5 Pemerikasaan Diagnostic Dan Penunjang

a. Pemeriksaan leukosit

Walaupun menurut buku-buku disebutkan bahwa tifoid terdapat leucopenia

dan limpositosis relative, tetapi kenyataan leukopeni tidaklah sering dijumpai.

Pada kebanyakan kasus tifoid, jumlah leukosit pada sedian darah tepi berada

dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis,

walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu

pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis tifoid.

b. Biakan darah

Biakan darah positif memastikan tifoid, tetapi biakan Negara negative

tidak menyingkirkan tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah

tergantung pada beberapa factor, antara lain :

1. Tehnik pemeriksaan laboratorium.Hasil pemeriksaan satu laboratorium

berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu laboratorium bisa berbeda dari

waktu kewaktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan

yang digunakan.

Karena jumlah kumam yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang

dari 10 kuman/ml darah, maka untuk jeperluan pembiakan, pada penderita

dewasa diambil 5-10 ml darah dan pada anak-anak 2-5 ml. bila darah yang

dibiakan terlalu sedikit hasil biakan bisa negative, terutama pada orang yang

sudah mendapat pengobatan yang spesifik. Selain itu darah tersebut harus

lansung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi penderita dan

lansung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah

saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlansung.


2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit. Pada tifoid biakan darah

terhadap S. typhii terutama positif pada minggu pertama penyakit dan

berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah

bisa positif lagi.

3. Vaksinasi di masa lampau.

Vaksinasi terhadap tifoid di masa lampau menimbulkan antibody dalam darah

penderita. Antibody ini dapat menekan bakterimia, sehingga biakan darah

mungkin negativ.

4. Pengobatan dengan obat antimikroba.

Bila penderita sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkib

negative.

c. Reaksi Widal

Reaksi widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody

(agglutinin) yang spesifik terhadap salmonella terhadap dalam serum penderita

tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada oraang yang

pernah di vaksinasi terhadap tifoid.

Antigen yang digunakan pada reaksi widal adalah suspensi salmonella

yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud reaksi widal adalah

untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita yang disangka

menderita tifoid.

Akibat infeksi oleh S. typhii, penderita membuat antibody (agglutinin),

yaitu :

1. Agglutinin O, yang dibuat karena ransangan antigen O (berasal dari tubuh

kuman).
2. Agglutinin H, karena ransangan antigen H (berasal dari flagella kuman).

3. Agglutinin Vi, karena ransangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosis, makn tinggi titernya, mangkin besar kemungkinan

penderita menderita tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer reaksi widal akan

meningkat pada pemerikasaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit lima

hari.

2.6 Panatalaksanaan Medis

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifoid harus dianggap dan

diperlakukan lansung sebagai pasien tifoid dan diberikan pengobatan sebagai berikut:

1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan eksreta.

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.

3. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal

kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk; jika tidak panas lagi boleh

berdiri kemudian berjalan di ruangan.

4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meransang dan

tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun

di berikan makan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu

makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.

5. Obat pilihan adalah klorampenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat

diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian klorampenikol

dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimal 2 gram perhari),

diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian klorampenikol


dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah

relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena

basil terlalu cepat dimusnakan.

6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi

dehidrasi dan asidisis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TIFOID FEVER

A. Pengkajian

Pada pengkajian dengan tifoid dapat ditemukan timbulnya demam yang khas yang

berlansung selama kurang lebih tiga minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat

pada sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor

dan ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran hati dan limfa,

adanya konstipasi dan bahkan tidak terjadi komplikasi seperti apatis sampai samnolen,
adanya bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti perdarahan pada usus halus,

adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada meningen, bronchopneumonia, dan lain-

lain.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leucopenia dengan limfositosis

relative, pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urine, feces, dan uji serologis

widal menunjukan kenaikan pada titer antibody O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H:

1/200.(Hidayat Alimul Aziz. A. 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta,

Salemba Medika).

B. Diagnosa /Masalah Keperawatan

Diagnosa atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan tifoid adalah

sebagai berikut:

a. Defisit nutrisi.
15
b. Hipertermia.

c. Gangguan rasa nyaman

C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA SLKI SIKI

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Observasi:

selama 3x 24 jam intervensi - identifikasi status nutrisi

dapat membaik. Dengan Terapiutik:

kriteria hasil: - berikan makanan tinggi

1. Porsi makananyang serat untuk mencegah

dihabiskan meningkat konstipasi


2. nyeri abdomen menurun edukasi:

3. diare menurun - anjurkan posisi duduk jika

4. bb IMT membaik mampu

kolaborasi:

- klaborasi pemberian

medikasi sebelum

makan(mis.pereda nyeri)

Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Observasi

selama 3x 24 jam intervensi - Monitor suhu minimal 2

dapat teratasi. Dengan jam

kriteria hasil: - Monitor ttv

1.suhu tubuh dalam rentang - Monitor warna dan suhu

normal kulit

2.nadi respirasi normal - Monitor adanya kejang

3.tidak menggigil - Monitor adanya hidrasi

4.tidak ada perubahan warna Kolaborasi

kulit dantidak ada pusing - Berikan antireptik

- Berikan antibiotik
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

a. Tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Paratifoid

biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang sama, atau

menyebabkan enteritis akut. Sinonim dengan tifoid adalah typoid and

paratyphoid fever, enteric fever, typhus and paratypus abdominalis.

(Soeparman, 1999, Edisi II, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, FKUI)

b. Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melalui

makan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella

thypii. (Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu Keperawatan

Anak, Jakarta, Salemba Medika)

c. Demam tifoid, enteric fever ialah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu

minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan

kesadaran(Ngastiyah,2005,Edisi II, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC

d. Penyebab thypoid adalah Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A,

Salmonella paratyphii B, S. Paratyphii C.

35
e. Tanda dan gejala
1. Demam, pada kasus yang khas demam berlansung 3 minggu, bersifat

febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali.

2. gangguan pada saluran pencernaan, pada mulut terdapat panas berbau

tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).

3. gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun

tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi spoor, koma,

atau gelisah gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya.

Saran
Saran yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan makalah ini menjadi

salah satu alternatif ilmu pengetahuan bagi para pembaca, baik dirumah sakit

maupun di institusi-institusi resmi.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.1.
EGC: Jakarta

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Media Aesculapius:
Jakarta

Staf Pengajar IKA FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 1. Bagian IKA
FKUI: Jakarta

Suriadi & Rita Yuliani.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. CV. Sagung
Seto: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai