Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AN.

N DENGAN
DEMAM THYPOID DIRUANG SAMOLO III RSUD SAYANG CIANJUR

Disusun oleh :

Siti Alam Toraja Winda Pernian


(4006160097)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XI PROGRAM


STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam thypoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia.


Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6
Tahun 1962 Tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah.
Surveilans Departemen kesehatan RI, frekuensi kejadian demam Thypoid
di Indonesia pada Tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi
peningkatan frekuensi menjadi 15,4/10.000 penduduk. Dari survei berbagai
rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan peningkatan
jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insiden demam thypoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan: di daerah Rural Jawa Barat 157 kasus/100.000
penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810/100.000 penduduk.
Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyedian air bersih
yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah
yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case vitality rate (CFR) demam thypoid di tahun 1996 sebesar 1,08%
dari seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan hasil
survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI)
tahun 1995 demam thypoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan
mortalitas tertinggi.
Demam thypoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada
iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan
penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien
demam typhoid
2. Tujuan Khusus
a. Perawat dapat melakukan pengkajian pada anak dengan demam thypoid
di ruang samolo 3 di RSUD Sayang Cianjur
b. Perawat dapat merumuskan diagnose keperawatan pada anak dengan
demam thypoid di ruang samolo 3 di RSUD Sayang Cianjur
c. Perawat dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada anak
dengan demam thypoid di ruang samolo 3 di RSUD Sayang Cianjur
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam et al. 2008)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

B. Etiologi
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B
dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien klien yang ditemukan berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Klien FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Ngastiyah 2005).
C. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk
ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar
(Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).
D. Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan
Merangsang Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
pusat muntah endotoksin
di medulla
oblongata Pelepasan mediator Ulkus di Plak Peyeri Pembesaran hati dan limfa
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Suhu Tubuh Nyeri kepala
Peristaltik Peristaltik usus
Gg. Rasa usus Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan Dehidrasi


Kelemahan Bedrest dan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)
E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala
dan terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan
berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua
suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur
turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor
(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi
juga terdapat diare atau normal menurut Ngastiyah (2005). Umumnya klien
mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi
stupor, koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
A. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
B. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
C. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
D. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
E. Pemeriksaan Tubox
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi
penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari
kuman Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti
Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan
lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii.
Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara dini
infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul pada
hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman
Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel
darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat.

G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di
berikan perawatan sebagai berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
kondisi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang kerja usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan
susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada klien dengan thypoid yaitu :

o Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari


(maksimum) 2 gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu cepat di
musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol,
Amoxilin dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan klien.
Kloramfenikol digunakan untuk memusnahkan dan menghentikan
penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan utama untuk mengobati
demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.
H. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok
untuk memutuskan transmisi thypoid yaitu:
- Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam
thypoid maupun pada kasus carrier thypoid.
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii
akut maupun carrier.
- Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan
makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari
minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
karena akan memperberat kerja usus dan pemberian vaksin.

I. Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000).
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan
darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama
stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh
organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis,
osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis
septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.
(Behrman Richard, 1992).
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas.
b. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas,
pucat, mual, perut tidak enak, anorexia
c. Pemeriksaaan TTV
Suhu tubuh bisasanya meningkat, demam berlangsung selama 3
minggu bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada pasien thypoid adalah:
demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di
perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah
tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai
koma.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah sebelumnya pasin pernah dirawat, dengan
diagnose apa? Kaji apa yang di rasakan klien belakangan ini.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
Thypoid atau sakit yang lainnya.
4. Riwayat kesehatan social
Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
Status psikologi keluarga dan pasien:
Pada pasien juga akan merasa kecemasan akibat hospitalisasi
dan cemas karena sesuatu hal yang tertunda seperti pekerjaan,
dan pada klien-klien merasa sedih karena berpisah dari teman-
temannya serta harus beradaptasi dilingkungan yang baru. Hal
ini di anggap sebagai ancaman bagi mereka sehingga terkadang
ada yang menutup diri. Keluarga mengalami kecemasan akibat
angggota keluarganya yang sakit, masalah biaya, lama
perawatan.
e. Pemeriksaan Head to toe/data fokus:
1. Mata : konjungtiva anemis.
2. Mulut : terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan
kering. Lidah tertutup selaput putih yang kotor sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan.
3. Hidung: kadang terjadi epistaksis
4. Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali,
splenomegali, nyeri tekan, bisa terjadi konstipasi, bisa juga
diare atau normal.
5. Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
6. Sistem respirasi: normal
7. Sistem kardiovaskuler: biasanya pada pasien dengan typoid
yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu
tubuh.
8. Sistem integument : turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, akral hangat.
9. Sistem eliminasi: pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan
(kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.
10. Sistem persyarafan: apakah kesadaran penuh, apatis, somnolen
dan koma
f. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan leukosit
Terdapat leukopenia dan limposistosis relatif. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan
akan terjadi demam typhoid.
4. Uji Widal
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi
atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi
penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen
spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui
pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini
lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini
infeksi akibat kuman Salmonella typhi.

K. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan pelepasan endotoksin.
2. Nyeri berhubungan dengan pembesaran hati dan limfa.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan defekasi berlebihan.
L. Analisis Data
No Data Problem Etiologi Diagnosa
keperawatan
1 Subyektif (S) Hipertermia Hipertermia
Mengeluarkan
1. Klien mengatakan badannya terasa endotoksin berhubungan dengan
panas pelepasan edotoksin
2. Klien mengeluh sakit kepala Pelepasan
mediator
Obyektif (O) inflamasi
1. Suhu badan > 380 C
2. Klien tampak meringis
3. Nadi/ respirasi meningkat Suhu Tubuh

Hipertermia
2 Subyektif (S) Gangguan rasa Nyeri berhubungan
Masuk limfa dan hati
1. Klien mengeluh sakit perut nyaman nyeri perut dengan pembesaran hati
Obyektif (O) dan limfa
1. Terdapat nyeri tekan pada kuadran Pembesaran hati dan
kanan atas limfa
2. Klien tampak gelisah/meringis sambil
memegang perut Nyeri perabaan
kuadran atas
3. Terdapat distensi abdomen

Gg. Rasa
nyaman nyeri
perut

3 Subyektif (S) Gangguan pemenuhan Gangguan pemenuhan


Aliran darah
1. Klien mengatakan tidak mau makan nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari
2. Klien mengatakan merasa mual kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
Otak
Obyektif (O) berhubungan dengan
1. Klien tampak tidak menghabiskan SSP anoreksia
porsi makannya.
2. BB klien menurun.
3. Klien tampak tidak nafsu makan.
Merangsang pusat
muntah di medulla
oblongata

Anoreksia

Gg. Pemenuhan
Nutrisi

4 Subyektif (S) Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri


Mengeluarkan
1. Klien mengataakan badan terasa (oral hygiene) endotoksin berhubungan dengan
lemas kelemahan
Obyektif (O)
1. Klien tampak lemas
2. Klien tampak menyikat gigi sendiri.
Pelepasan
3. Lidah tampak kotor. mediator
4. Mulut tercium bau tidak sedap. inflamasi

Suhu Tubuh

Hipertermia

Kelemahan

Bedrest Total

Defisit Perawatan
Diri
5 Subyektif (S) Resiko tinggi Resiko tinggi
Motilitas usus
1. Klien mengatakan terasa haus kekurangan volume terganggu kekurangan volume
Obyektif (O) cairan dan elektrolit cairan dan elektrolit
1. Klien tampak sering minum/sulit Peristaltik usus berhubungan dengan
minum defekasi berlebihan
2. Turgor kulit sedang Diare
3. Klien tampak diare (faeces cair)
Kekurangan cairan dan
elektrolit

Defisit volume cairan


dan elektrolit
M. Intervensi
DIAGNOSE KEPERAWATAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Hipertermia berhubungan dengan 1. Jelaskan penyebab terjadinya panas 1. Membantu mengurangi kecemasan pada
pelepasan endotoksin. kepada kelaurga atau klien klien maupun keluarga
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ajurkan klien untuk banyak istirahat dan 2. Aktivitas yang berlebihna akan
selama 1 x 24 jam tidak terjadi kenaikan mengurangi aktivitas memperberat kerja usus sehingga
suhu tubuh dengan criteria hasil : menghambat proses penyembuhan
1. Suhu badan klien 36-370 3. Berikan klien banyak minum 3. Mengembalikan cairan yang keluar saat
2. Klien merngatakan nyaman. suhu tubuh mengalami peningkatan serta
3. TTV klien dalam batas normal. mencegah terjadinya dehidrasi
4. Berikan kompres air hangat 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
5. Berikan klien pakaian yang mudah 5. Membantu memberikan rasa nyaman
menyerap keringat pada klien
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan 6. Memberikan rasa nyaman pada klien
tenang
7. Monitor tanda-tanda vital 7. Sebagai indikator untuk memantau
perkembangan penyakit klien
8. Monitor input dan output cairan 8. Membantu mencegah terjadinya dehidrasi
9. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 9. Membantu menghilangkan bakteri
antibiotik penyebab thypoid
2. Nyeri berhubungan dengan pembesaran 1. Kaji respon klien terhadap nyeri 1. Membantu menyamakan persepsi antara
hati dan limfa. perawat dan klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Kaji respon nonverbal klien 2. Mencocokan kesesuaian dengan verbal
selama 1 x 24 jam tidak terjadi nyeri klien
pada bagian perut dengan criteria hasil 3. Berikan posisi yang nyaman pada klien 3. Membantu mengurangi rasa sakit yang
1. Klien mengatakan nyeri berkurang di rasakan klien
atau hilang. 4. Ajak klien untuk mengalihkan rasa sakit 4. Membantu mengalihkan perhatian
2. Klien menunjukan ekspresi wajah mereka dari apa yang di rasakan
tenang. 5. Monitor TTV 5. Sebagai indikator untuk memantau
3. Nyeri tekan berkurang. perkembangan penyakit klien
4. TTV dalambatas normal. 6. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 6. Menurangi rasa sakit yang dirasakan
analgetik klien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang 1. Kaji kebiasaan makan klien 1. Membantu menentukan inrevensi yang
dari kebutuhan tubuh berhubungan tepat
dengan anoreksia : 2. Jaga kebersihan mulut, bersihkan secret 2. Memberikan rasa nyaman pada klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maupun kotoran-kotoran sebelum makan agar klien mau makan
selama 3 x 24 jam tidak gangguan 3. Berikan makanan sedikit-sedikit tapi 3. Membantu klien untuk tidak mrasa mual
pemenuhan nutrisi dengan criteria hasil sering saat makan dan makana tetap masuk
1. Klien mampu menghabiskan 1 porsi dengan jumlah yang dibutuhkan
makanan yang disajikan. 4. Berikan atau anjurkan untuk memberikan 4. Membatu meningkatkan nafsu makan
2. BB klien stabil atau naik. makanan tambahan di luar jam makan pada klien
sesuai dengan kesukaan klien selama
tidak ada kontraindikasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Membantu menyediakan makanan
sesuai kebutuhan klien
6. Monitor BB setiap hari 6. Menunjukan pertumbuhan pada klien.
4. Defisit perawatan diri ( oral hygiene ) 1. Kaji tingkat ketergantungan klien 1. Menentukan intervensi yang akan di
berhubungan dengan kelemahan. berikan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Bantu klien dalam melakukan aktifitas 2. Membantu memotivasi klien untuk
selama 1 x 24 jam tidak terjadi deficit ringan seperti mengubah posisi memenuhi ADL
perawatan diri (oral hygiene) dengan 3. Ajarkan keluarga dalam membantu klien 3. Klien biasanya lebih nyaman jika di
criteria hasil : agar dapat memenuhi ADL bantu oleh keluarganya selain itu akan
1. Mulut tampak bersih. dapat mempererat ikatan emosional.
2. Mulut tercium tidak berbau.
3. Lidah tampak bersih.
5. Resiko tinggi kekurangan volume 1. Observasi TTV klien 4 jam sekali 1. Membantu memantau keadaan klien
cairan dan elektrolit berhubungan 2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan 2. Melakukan pencgahan dehidrasi sejak
dengan defekasi berlebihan. seperti turgor tidak elastic, ubun-ubun awal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cekung, prodiksi urin menurun,
selama 1 x 24 jam tidak terjadi membrane mukosa kering, bibir pecah-
kekurangan volume dan cairan dan pecah
elektrolit dengan kriteria hasil : 3. Observasi dan catat intake dan output 3. Untuk mempertahankan intake dan
1. Mukosa bibir tampak lembab. cairan output yang adekuat
2. TTV dalam batas normal.
3. Klien tampak tidak lemas 4. Monitor pemberian cairan melalui 4. Mencegah terjadinya pemasukan cairan
4. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi intravena yang berlebihan
5. Berikan kompres dingin atau tepid 5. Mengurangi kehilangan cairan yang
sponge tidak kelihatan
BAB III

PEMBAHASAN

Nama Mahasiswa : Nandang


Ruangan : Samolo 3
Tanggal Pengkajian : Selasa, 19 Juli 2017

A. PENGKAJIAN
I.Identitas
A. Identitas Klien
Nama klien : An. S
TTL : Cianjur 17 05 2005
Usia : 12 Tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Alamat : kp. cibulan 01/01 Des. Potoy codong Kec. Cibeber
Kab. Cianjur
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Anak ke : 2 (dua)
Dx. Medis : Sindrom Nefrotik

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama Ayah/Ib : Tn. J
Pekerjaan Ayah/Ibu : Petani
Pendidikan Ayah/Ibu : SD
Alamat : Malengbeng 04/07 Kec. Mayak Kab. Cibeber

II. Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan pasien demam sudah 1 minggu
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari selasa, tanggal 11 Juli 2017, ibu
klien mengatakan bahwa klien demam sudah 1 minggu, demam disertai
BAB cair, tidak nafsu makan, mual dan muntah. Demam hilang timbul,
demam dirasakan pada sore hari menjelang malam.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Prenatal
Menurut pernyataan ibu klien, saat hamil ibu klien sering memeriksa
kandungannya ke puskesmas setempat atau kebidan. Dan mendapatkan
vaksin lengkap dan pada saat mengandung ibu tidak ada keluhan apa
pun.
2. Intranatal
Menurut pernyataan ibu klien, pada saat ibu klien melahirkan dibidan
dengan lahir normal. Pada saat melahirkan pembukaan ibu lengkap,
ketuban pecah, dan pada saat ibu melahirkan ibu tidak dijahit.
3. Postnatal
Pada saat pasien dilahirkan BB 3 kg, pasien nangis spontan, pasien
langsung diberi asi, dan diberikan imunisasi.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Ibu pasien mengatakan waktu kecil anaknya tidak mempunyai riwayat
penyakit yang parah, anaknya hanya sakit pilek, batuk, demam dan sembuh
setelah diberikan obat, pasien juga sebelumnya belum pernah dirawat
dirumah sakit, pasien sebelumnya tidak menggunakan obat obatan terus
menerus hanya ketika sakit saja pasien meminum obat seperti paracetamol
(demam), pasien juga sebelumnya belum pernah operasi, pasien tidak
mempunyai alergi terhadap obat obatan, makanan, cuaca, ibu pasien juga
mengatakan bahwa pasien mendapatkan imunisasi lengkap, seperti DPT,
polio, hepatitis, campak
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien dan tidak ada yang menderita penyakit
menular maupun keturunan seperti HIV, TB, dan Hepatitis
f. Riwayat social
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien diasuh oleh sendiri (ayah,ibu) anaknya
tidak diberikan atau diasuh oleh orang lain semenjak kecil, pasien memiliki
hubungan yang harmonis dengan keluarganya sopan, santun, ramah terhadap
orang tua, kakak kakaknya, dan teman temannya. Hubungan dengan
teman temannya baik pada saat bermain anaknya dapat bermain secara
akur, terhadap lingkungan rumah pun pasien baik, ramah, sopan.
g. Pola kebiasaan sehari hari
Kebutuhan Dasar
a. Nutrisi
Jenis Sebelum di RS Saat di RS
Makanan yang disukai Nasi, baso Bubur
Makanan yang tidak disukai Bubur, sayuran Bubur
Selera makan Baik Kurang
Alat makan yang dipakai Piring, sendok Tempat nasi, sendok
Pola makan / jam makan Pagi, sore Pagi, siang, malam
Alergi makanan Tidak ada Tidak ada
b. Cairan
Jenis Air putih, minuman kemasan Air putih
Asupan cairan Oral Oral
Frekuensi 5-6 gelas /hari 6-7 gelas/hari
c. Pola Eliminasi
BAB Coklat lembek, 1x/hari Cair (Diare), 3-4x/hari
BAK Kuning jernih, 4x/hari Kuning pekat, 5x/hari
Perubahan eliminasi Tidak ada Ada
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Kegitan sehari hari Bermain, sekolah Tidak ada
Tingkat perawatan diri Terawat Tidak terawatt
Penggunaan waktu luang Bermain Tidak ada
e. ADL
Sebelum sakit Saat sakit
Makan Mandiri Dibantu
Berpakaian Mandiri Dibantu penuh
Toileting Mandiri Dibantu penuh
Mandi Mandiri Dibantu penuh
Mobilitas Mandiri Dibantu
f. Pola Istirahat dan Tidur
Waktu/ jam tidur Malam, siang kadang2 Tidak menentu
Malam 20.00 Tidak menentu
Siang 13.00 Tidak menentu
Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada
Teman tidur Orang tua Orang tua
Gangguan tidur Tidak ada Demam

Keadaan kesehatan saat ini :


1. Diagnose medis : Thypoid
2. Tindakan operasi : Tidak ada
3. Status nutrisi : Pasien diberikan diit bubur (lunak)
4. Status cairan : infuse asering 26 tts/mnt
5. Obat obatan :
Nama obat Dosis Rute
Cefriaxone 1 x 1 gr IV
Ondan 2 x 4 mg IV
Paracetamol syr 4 x 2 cth oral
6. Aktivitas : pasien pada saat masuk rumah sakit tidak ada
aktivitas yang dilakukan pasien terlihat lemas dan hanya berbaring di tempat
tidur
7. Tindakan keperawatan :
a) Observasi ttv
b) Anjurkan untuk kompres air hangat
c) Anjurkan keluarga agar pasien memakai pakaian yang menyerap keringat
d) Anjurkan keluarga memberikan makan tapi sering
e) Berikan makan selagi hangat
f) Bantu dalam pemenuhan ADL
g) Berikan informasi tentang penyakitnya kepada keluarga
8. Thasil laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hematologi lengkap
Hemoglobin 12,4 11,5 15,5 g/dl
Hematokrit 40,2 32 42 %
Eritrosit 4,68 4 5,2 10^6/ L
Trombosit 100 150 450 10^3/ L
Leukosit 5,5 4,5 10,5 10^3/ L
MCV 86,0 80 94 fL
MCH 26,5 27 31 Pg
MCHC 30,8 33 37 %
RDW-SD 45,9 37 54 fL
PDW 16,7 9 14 fL
MPV 10,5 8 12 fL
Differential
Limfosit % 31,5 26 36 %
Monosit % 1,7 48 %
Neutrofil % 64,3 47 62 %
Eosinofil % 2,1 13 %
Basofil % 0,4 <1 %
Absolute
Limfosit # 1,73 1 1, 51 10^3/ L
Monosit # 0,09 0.16 1.0 10^3/ L
Neutrofil # 3,55 2.1 8,4 10^3/ L
Eosinofil # 0,12 0,02 0,50 10^3/ L
Basofil # 0,02 0,00 0,10 10^3/ L
Imunoserologi
Widal
Salmonella typhi O Positif (+) 1/40 Negative
Salmonella typhi H Positif (+) 1/40 Negative

9. Hasil rontgen :
Hasil analisis thorax konvensional didapatkan :
- Tidak tampak lympadenopati perihiler (TB paru aktif /
Bronkhopneumonia)
- Tidak tampak gambaran bronchitis / emfisema pulmonum
- Tidak tampak kardiomegali
- Tidak tampak penebalan / efusi pleura
- Skeletal tampak normal
10. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : pasien tampak lemas, demam masih tinggi, BAB masih
cair, pasien masih tidak nafsu makan.
Kesadaran : Composmetis
Tanda vital :
Nadi : 100 x/mnt
Respirasi : 24 x/mnt
Suhu : 38, 2o C
BB : 25 kg
Pemeriksaan fisik head toe toe
1. Kepala : bentuk lonjong, tidak ada lesi, tidak ada hematom, tidak ada
benjolan
2. Rambut : warna hitam, kebersihan kurang, distribusi rambut tidak merata
3. Mata : mata simetris antara kiri dan kanan, kelopak mata tidak hitam, alis
tebal, dan alis simetris, pergerakan bola mata normal dapat mengikuti,
pupil reflek terhadap cahaya dan dapat digerakan kekiri dan kanan,
konjungtiva tidak anemis, tes penglihatan normal pada saat diberikan
bacaan pasien dapat membaca dengan benar
4. Telinga : telinga simetris antara kiri dan kanan, kebersihan bersih, tida ada
serumen, tes pendengaran normal pada saat diberikan bisikan tangan dan
detik jam pasien dapat mendengarnya, tidak ada nyeri tekan atau lesi
5. Hidung : hidung simetris antara kiri dan kanan, kebersihan bersih, sekresi
cairan normal, tidak ada polip, pasase udara normal, tidak ada penggunaan
selang o2, tidak ada nyeri tekan, tes penciuman normal pada saat diberikan
bau kopi dan kayu putih pasien dapat menjawab dengan benar.
6. Mulut : warna mukosa bibir merah, simetris antara kiri dan kanan, mulut
kering, tidak ada stomatitis, tidak ada karies, kebersihan lidah kotor,
palatum normal, uvula normal, sekresi dahak tidak ada
7. Leher : tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, benjolan tidak ada, tidak
ada nyeri menelan, pasien bisa mengerkan ROM dengan normal, kanan
kiri secara rotasi, JPV tidak ada peningkatan
8. Dada : bentuk dada datar, simetris antara kiri dan kanan, tidak ada
benjolan, atau pembengkakan kelenjar, auskultasi pada paru vesikuler,
perkusi paru resonan, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak ada nyeri tekan
pada saat palpasi jantung, perkusi pada daerah jantuk pekak, auskultasi
pada jantung irama reguler pada S1 dan S2 murni, tidak ada bunyi jantung
tambahan
9. Abdomen : bentuk datar, simetris antara kiri dan kanan, tidak ada asites,
tidak ada luka, auskultasi bising usus 11x /menit, suara perkusi pekak pada
daerah yang mengandung organ dan tympani pada daerah yang
mengandung cairan, pada saat palpasi ada nyeri tekan pada daerah ulu hati,
tidak ada pembesaran organ hepar lien, gaster, ginjal, pada saat ketok
ginjal tidak ada nyeri tekan atau lepas
10. Genital : tidak dilakukan pemeriksaan, karena pasien menolak dilakukan
pemeriksaan
11. Ekstremitas atas dan bawah : warna sawo matang, simetris antara kiri dan
kanan, tidak ada deformitas, tidak kontraktur, crt < 2 detik, pasien dapat
mengikuti ROM secara aktif, pasien dapat menggerakan 180o, kekuatan
otot
Tangan kanan 4 4 Tangan kiri
Kaki kanan 4 4 Kaki kiri
reflek biceps +, triceps +, patella +, baninski +
12. Pemeriksaan perkembangan
- Kemandirian dan sosialisasi
Pasien masih dibantu oleh orang tua dalam memenuhi ADL nya, pasien
dapat bersosialisasi terbukti pasien tersenyum saat diajak berbicara
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. N selama empat hari dan
perawat menemukan empat diagnosa keperawatan. Diagnosa yang muncul
antara lain :
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
4. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan defekasi
berlebihan.
b. Dari keempat diagnosa yang ditemuka, dilakukan intervensi sesuai teori
c. Tidak semua implementasi mampu dilakukan perawat karena keterbatasan
waktu yang dimiliki oleh perawat untuk melakukan tidakan keperawatan
sesuai dengan intervensi yang disusun. Namun hasil yang diperoleh oleh
perawat dalam melakukan perawatan sudah cukup memuaskan karena
kondisi pasien yang selalu membaik dibandingkan hari pertama pengkajian.
d. Mengacu pada intervensi dan implementasi dari hasil evaluasi empat
diagnosa teratasi sebagian, yaitu: Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi, Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
defekasi berlebihan, Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia
B. Saran
Setelah perawat melakukan asuhan keperawatan pada An. N dengan Demam
Tifoid di ruang Samolo 3 RSUD Sayang maka saran yang dapat diberikan
untuk dijadikannya pengalaman ke arah yang perawat tujukan kepada :
a. Keluarga
Diharapkan keluarg dapat mengetahui tanda dan gejala Demam Tifoid,
dan dapat merawat keluarga jika terkena Demam Tifoid. Keluarga
diharapkan mampu mampu melanjutkan perawatan dirumah dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai