Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA AN. M DENGAN DEMAM TYPHOID DI RUANG HAMKA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU

Oleh :

1. Tri Dita Noviana ( J230195140 )


2. Nora Rastika Aurita ( J230195123 )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
A. Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh


Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Demam
tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu
penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang
pernah menderita demam tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk
beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).
B. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S
paratyphi C. Bakteri tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan (Inawati, 2009). Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia
yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit tersebut, baik
ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa
penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam
tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain
akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk
urinary type (Inawati, 2009).
C. Manifestasi klinis
Menurut Huda dan Kusuma (2016), adapun manifestasi dari demam typoid
antara lain:
1. Gelaja pada anak, inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14
hari.
2. Demam menggigil sampai akhir minggu pertama.
3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak
tertangani lagi akan menyebabkan syok, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala dan perut.
6. Kembung, mual, muntah, diare dan konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epistaksis (hidung berdarah)
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi, dan ujung merah serta
tremor).
11. Gangguan mental berupa samnolen
12. Delirium atau psikosis
13. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi
muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dak hipotermia.
D. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar
mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum
tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak
badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam
peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon
inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga
timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka
dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu)
sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut
dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami
perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien (Dewi &
Meira. 2016).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah
pada penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada
orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu (Nadyah. 2014).

E. Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus


Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di
Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
(anorexia) Merangsang peningkatan
peristaltic usus
Perdarahan dan

perforasi intestinal

Diare
Kuman masuk aliran

Ketidakseimbangan limfe mesentrial


nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh
Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi

(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati

Kurang intake cairan

Nyeri ulu hati Nyeri Akut


Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
Sumber : Ngastiyah (2012)
F.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam typoid menurut WHO (2009), antara lain:
1. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
peroral atau intravena) selama 10-14 hari.
b. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin
100mg/kgBb/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau
kortikomoksasol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis) peroral selama 10
menit.
c. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga
sefalosporin seperti ceftriaxone (80 mg/kg IM atau IV, sekali dalam
sehari, selama 5-7 hari atau cefixime oral 20 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis selama 10 hari).
d. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran
e. Dexsametasol 1-3mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
2. Non farmakologi
a. Diet: diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien, dan diet berupa
makanan yang rendah serat.
b. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala
setiap 4 -6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut,
atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik
keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang. Demam yang
disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan
otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual
tertentu.
c. Membuka pakaian dan selimut yang berlebihan
d. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
e. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
f. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya.
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh
yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya
g. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
h. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha.
Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak
H. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat
dengan demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes
Widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam
darah terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella
enterica serotype typhi pada 2 kali pengambilan spesimen serum dengan
interval waktu 10-14 hari.
Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes
Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini
mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari respon antibodi
pada serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal
negatif dan mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari
respon antibody (Wardana, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Dewi & Meira. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA NIC-NOC Dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta : Medi Action
Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit
demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Pudjiadi, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan
pemeriksaan widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
World Health Organization, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Dirumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia

Anda mungkin juga menyukai