Oleh :
E. Pathway
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)
Hipertermia
Sumber : Ngastiyah (2012)
F.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam typoid menurut WHO (2009), antara lain:
1. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
peroral atau intravena) selama 10-14 hari.
b. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksilin
100mg/kgBb/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau
kortikomoksasol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis) peroral selama 10
menit.
c. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga
sefalosporin seperti ceftriaxone (80 mg/kg IM atau IV, sekali dalam
sehari, selama 5-7 hari atau cefixime oral 20 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis selama 10 hari).
d. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran
e. Dexsametasol 1-3mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
2. Non farmakologi
a. Diet: diberikan bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien, dan diet berupa
makanan yang rendah serat.
b. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala
setiap 4 -6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut,
atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik
keatas, atau apakah anak mengalami kejang – kejang. Demam yang
disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan
otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan
demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual
tertentu.
c. Membuka pakaian dan selimut yang berlebihan
d. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
e. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
f. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya.
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh
yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya
g. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
h. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha.
Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak
H. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat
dengan demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes
Widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam
darah terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella
enterica serotype typhi pada 2 kali pengambilan spesimen serum dengan
interval waktu 10-14 hari.
Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes
Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini
mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari respon antibodi
pada serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal
negatif dan mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari
respon antibody (Wardana, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Dewi & Meira. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huda Nurarif, Amin dan Kusuma Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa NANDA NIC-NOC Dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta : Medi Action
Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit
demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2012). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Pudjiadi, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan
pemeriksaan widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
World Health Organization, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Dirumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia