Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TYPHOID

NAMA : Rian Achmad Ma’ruf


NIM : 21220056

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2002-2021


LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TYPHOID

1. DEFINISI
Typhus abdominalis/demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 – 13tahun (70% - 80% ), pada usia 30 - 40tahun ( 10%-20% )
dan juga diatas usia pada anak 12-13 ahun sebanyak (5%-10%) (Mansjoer, Arif.
2010). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C (Syaifullah Noer,
2015).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia/endokardial dan juga invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam
sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan
juga dapat menular pada orang lain melalui makanan/air yang terkontaminasi
(Nurarif & Kusuma, 2015).

2. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonellaparathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15- 20
menit. Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:
1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigenVi (berasal dari simpai kuman), (Aru W. Sudoyo. 2009).
3. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10- 14hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeriperut
6. Kembung, mual muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium/psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

4. PATOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil
kuman). Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju
lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum
distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Jaringan limfoid plak peyeri dan
kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk
ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh
organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui
sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan
sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang
disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). Perdarahan
saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada
minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam
minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di
tularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan),
Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.
(Lestari Titik, 2016).
5. PATHWAY

Kuman salmonella typhi

Masuk melalui makanan/


minuman, jari tangan/kuku,
muntahan lalat dan feses

Menuju ke saluran pencernaan

Kuman mati Lambung Kuman hidup

Peredaran darah dan masuk ke


retikulo endothelia trutama hati Bakteri masuk ke dalam usus halus
dan limpa

Inflamasi pada hati dan Masuk kealiran


limfa darah

Merangsang melepas sel


perogen
Nyeri tekan Penurunan peristaltik usus

Hematomegali Peningkatan asam Mempengaruhi pusat


lambung thermoregulator di
hipotalamus
Nyeri Akut
Anoreksia, mual dan Hipertermia
muntah

Defisit Nutrisi

Sumber: (Lestari Titik, 2016).


6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
2. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi.
3. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya
demam. (Nurarif & Kusuma, 2015).

7. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicillin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracatamol

2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau
kurang lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
(Smeltzer & Bare. 2002).

8. KOMPLIKASI
1. Pendarahan usus.
2. Perforasi usus.
3. Peritonitis.
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis,
yaitu meningitis,kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain.
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata klien dan penanggungjawab (nama, usia, jenis kelamin, agama,
alamat)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan sakit kepala,
demam, nyeri dan juga pusing
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan juga
pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan
anoreksia, klien merasa sakit diperut dan juga diare, klien mengeluh
nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti
ini sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yan menderita penyakit yang sama (penularan).
c. Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian umum
a) Tingkat kesadaran: composmentis, apatis, somnolen, supor, koma
b) Keadaan umum : sakit ringan, sedang, berat
c) Tanda-tanda vital, normalnya:
Tekanan darah: 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 C
Pernapasan : 15-26 x/menit
2. Pengkajian sistem tubuh
a) Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor tekstur dari kulit dan rambut pasien
b) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan
leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan indera
c) Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor
Auskultasi : suara paru
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung
d) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen
Palpasi : hati, limpa teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
e) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat
bantu.

d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer
zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif.
(Nursalam Susianingrum, Rekawati Utami, Sri, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang dapat ditemukan pada pasien demam typhoid antara lain:
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas normal.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi
3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Hipertermi berhubungan Label : Termoregulasi Label : Manjaemen Hipertermia
dengan proses penyakit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi :
dibuktikan dengan suhu tubuh selama 2 x 24 jam, diharapkan suhu 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi,
diatas normal. tubuh klien kembali normal terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun 3. Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun 4. Monitor haluan urine
3. Kejang menurun 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Akrosianosis menurun 6. Monitor tekanan darah, frekuensi nafas dan nadi
5. Pucat menurun 7. Monitor warna dan suhu kulit
6. Takikardi menurun 8. Monitor tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
7. Takipnea menurun Terapeutik :
8. Suhu tubuh membaik 1. Berikan asupan cairan oral
9. Suhu kulit membaik 2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
10. Kadar gukosa darah membaik 3. hiperglikemia tetap ada atau memburuk
11. Ventilasi membaik 4. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
12. Tekanan darah membaik 5. Pasangkan alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
Skala : 6. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
1. Menurun/Meningkat/memburuk 7. Pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih
2. Cukup
untuk mengurangi kehilangan panas karena proses
menurun/meningkat/memburuk
3. Sedang evaporasi
4. Cukup 8. Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan
meningkat/menurun/membaik
penghangat ruangan
5. Meningkat/menurun/membaik
9. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dL
2. Anjrkan monitor kadar glukosa darah secera mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton
urine
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunan
insulit,
obat oral, monitor asupan cairan)
6. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat
stroke
7. Demonstrasikan teknik kangguru
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
2. Nyeri akut berhubungan Setelah di lakukan Tindakan Label: Manajemen nyeri
dengan agen cedera fisiologis. keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi
diharapkan masalah dapat teratasi 1. Identifikasi lokasi nyeri
2. Identifikasi skla nyeri
Label : Tingkatan Nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Meringis menurun memperingan nyeri
3. Gelisah menurun
Terapeutik
4. Ketegangan otot menurun
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Defisit nutrisi berhubungan Label : Status Nutrisi Label : Manajemen Nutrisi


dengan kurangnya asupan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
makanan selama 2 x 24 jam, diharapkan nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
klien kembsli normal dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Gejala dan tanda mayor hasil : 3. Identifikasi makanan yang disukai
Subjektif: 1. Porsi makanan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
(tidak tersedia) meningkat nutrient
Objektif: 2. Kekuatan otot pengunyah 5. Monitor asupan makanan
1. Berat badan menurun meningkat 6. Monitor berat badan
minimal 10% di bawah 3. Kekuatan otot menelan Teraupetik
rentang ideal meningkat 1. Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika
Gejala dan tanda minor 4. Serum albumin meningkat perlu
Subjektif: 5. Verbalisasi keinginan untuk 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
1. Cepat kenyang setelah meningkatkan nutrisi meningkat Piramida makanan)
makan 6. Pengetahuan tentang pilihan 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
2. Kram/nyeri abdomen makanan yang sehat meningkat yang sesuai
3. Nafsu makan menurun 7. Pengetahuan tentang pilihan 4. Berikan makanantinggi serat untuk
Objektif: minuman yang sehat meningkat mencegah konstipasi
1. Bising usus hiperaktif 8. Pengetahuan tentang standar 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
2. Otot pengunyah lemah asupan nutrisi yang tepat protein
3. Otot menelan lemah meningkat 6. Berikan makanan rendah protein
4. Membran mukosa pucat 9. Penyiapan dan penyimpanan
5. Sariawan makanan yang aman meningkat Edukasi
6. Serum albumin turun 10. Penyiapan dan penyimpanan 1. Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
7. Rambut rontok berlebihan minuman yang aman meningkat 2. Anjurkan diet yang diprogramkan
8. Diare 11. Sikap terhadap makanan /
minuman sesuai dengan tujuan
kesehatan meningkat
12. Perasaan cepat kenyang menurun Kolaborasi
13. Nyeri abdomen menurun 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
14. Sariawan menurun makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
15. Diare menurun perlu
16. Berat badan membaik 2. Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
17. Indeks Massa Tubuh (IMT) jumlah kalori dan jenis nutrient yang
membaik dibutuhkan, jika perlu
18. Frekuensi makan membaik
19. Nafsu makan membaik
20. Bising usus membaik
21. Tebal lipatan kulit trisep
membaik
22. Membran mukosa membaik

Skala :
1. Menurun/Meningkat/memburuk
2. Cukup
menurun/meningkat/memburuk
3. Sedang
4. Cukup meningkat / menurun
/membaik
5. Meningkat/menurun/membaik
4. Implementasi
Pelaksanaan Keperawatan merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dengan kondisi
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Dalam melaksanakan implementasi keperawatan, perawat
harus memiliki kemampuan kognitif (intelektual), keterampilan
interpersonal dan keterampilan dalam melakukan tindakan.
(Potter & Perry, 2015).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
diamati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Tujuan dari evaluasi untuk melihat dan menilai
kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan
keperawatan telah tercapai atau belum. Jika tujuan asuhan keperawatan
belum tercapai maka dinilai penyebabnya (Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta: Media


Aesculapius.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Bare & Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta: EGC.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Direktorat Bina Gizi.

Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:


Tim.

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Noer, Syaifullah. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC.

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Media
Action.

Nursalam, Susilaningrum, R., and Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai