Anda di halaman 1dari 305

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN SYOK
A. Definisi

Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai,syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun
jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan
mekanisme homeostasis. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang
agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisa cedera. Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan
dimana volume cairan tidak adekuat didalam pembuluh darah. akibatnya perfusi
jaringan.

Klasifikasi syok

1. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)


2. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi)
4. Syok septik (berhubungan dengan infeksi)
5. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).

B. Etiologi

Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau
gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Penyebab syok berdasarkan jenis syok
sebagai berikut :

1. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah):

a) kehilangan darah, misalnya perdarahan


b) kehilangan plasma, misalnya luka bakar dan
c) dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak
(misalnya diare, muntah-muntah,).
d) cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi usus dengan
penumpukan cairan di lumen usus).
2. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri) :

a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark, serangan jantung,


b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan
c) Gangguan irama jantung.

3. Syok septic
a) Infeksi bakteri gram negatif
b) Malnutrisi
c) Luka besar terbuka
d) Iskemia saluran pencernaan

4. Syok anafilaktik

a) makanan,
b) obat obatan,
c) bahan-bahan kimia dan
d) gigitan serangga
e) Alergi

C. Patofisiologi

Tahapan syok yaitu keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap
kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani
oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
a) Tahap kompensasi
Tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang
dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan
darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini
sulit untuk dikenal karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.

b) Tahap dekompensasi
Dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh
akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan,
tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang
dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan
tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.

c) Tahap ireversibel
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini
terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir
sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga
aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya
hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang
terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.

D. Tanda Dan Gejala

1. Tanda- tanda shock secara umum :

a) Keadaan umum lemah


b) Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
c) Takikardi
d) Vena perifer tidak tampak
e) Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari
tekanan semula.

f) Hiperventilasi

g) Sianosis perifer
h) Gelisah, kesadaran menurun
i) Produksi urine menurun

2. Tanda-tanda shock berdasarkan jenis :

a) Syok hipovolemik
1) Pucat
2) Kulit dingin
3) Takikardi
4) Oliguri
5) Hipotensi

b) Syok kardiogenik

1) Hipotensi (< 90 mmhg)


2) Gelisah,
3) Pucat,
4) Kulit dingin dan basah,
5) Menurunnya kesadaran
6) Nadi : pengisian kurang, cepat 90-110/menit. Mungkin bradikardi
7) Pernapasan : takipnea,
8) Produksi urin berkurang (Oliguria : < 30 mg/jam)

c) Syok septic

1) Pernafasan menjadi cepat,


2) Hipotensi
3) Menggigil hebat,
4) Suhu tubuh yang naik sangat cepat
5) Kulit hangat dan kemerahan
6) Denyut nadi lemah
7) Tekanan darah yang turun-naik
8) Oliguri

d) Syok anafilaktik

1) Bercak kemerahan pada kulit yang disertai dengan rasa gatal


2) Bengkak pada tenggorokan dan atau organ tubuh yang lain
3) Sesak atau kesulitan untuk bernafas
4) Rasa tidak nyaman pada dada (seperti diikat dengan kencang)
5) Suara serak
6) Kehilangan kesadaran
7) Kesulitan menelan
8) Diare, sakit perut dan muntah muntah
9) Kulit menjadi merah atau pucat.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sel Darahh Puti : Ht mungkinmeningkat pada status hipovolemik karena


hemokonsentrasi. Leukopenia ( penurunan SDP ) terjadi sebelumnya, dikuti oleh
pengulangan leukositosis ( 15.000 – 30.000 ) dengan peningkatan pita ( berpiondah
ke kiri ) yang mempublikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
2. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
3. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan ( trombositopenia ) dapat
terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati /
sirkulasi toksin / status syok.
4. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
5. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan glukoneogenesis dan
glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari perubahan selulaer dalam
metabolisme.
6. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
7. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam
tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanismekompensasi.
8. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul protein dan
SDM.
9. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindentifikasikan udara
bebas didalam abdomen dapat menunjukan infeksi karena perforasi abdomen /
organ pelvis.
10. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan disritmia
yang menyerupai infark miokard.
F. PATHWAY

Hipovolemia absolut Hipovolemia


relatif (Seperti: Infeksi Virus Dengue)

Terbentuk komplek antigen-antibodi

Mengaktivasi sistem komplemen

Dilepaskan C3a dan C5a

(peptida)
Melepaskan histamin
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma

Hipovolemia

Renjatan hipovolemi dan hipotensi

 Kekurangan volume cairan

Berkurangnya volume sirkulasi

volume menurun

menurun

Penurunan curah

jantung
G. PENGKAJIAN
1. Aktifitas
Gejala : Malaise

2. Sirkulasi
Tanda :
 Tekanan darah normal/ sedikit dibawah normal ( selama hasil curah jantung tetap
meningkat ).
 Denyut perifer kuat, cepat ( perifer hiperdinamik ): lemah/lembut/mudah hilang,
takikardi ekstrem ( syok ).
 Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
 Kulit hangat, kering, bercahaya ( vasodilatasi ), pucat,lembab,burik
( vasokontriksi ).

3. Eliminasi
Gejala : Diare

4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah.
Tanda : Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah
oliguri,anuria.

1. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit/ketidak nyamanan
urtikaria,pruritus. Pernapasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, penggunaan
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat ( 37,9 ° C atau lebih ) tetapi mungkin normal pada lansia
atau mengganggu pasien, kadang subnormal.. Menggigil.Luka yang sulit / lama
sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema. Ruam eritema macular.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


 Fluid balance Fluid management
 Hydration  Timbang popok/pembalut jika
 Nutritional Status : Food and diperlukan
Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output
Kriteria Hasil : yang akurat
 Mempertahankan urine output  Monitor status hidrasi ( kelembaban
sesuai dengan usia dan BB, membran mukosa, nadi adekuat,
BJ urine normal, HT normal tekanan darah ortostatik ), jika
 Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
 Tidak ada tanda tanda retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
dehidrasi, Elastisitas turgor urin )
kulit baik, membran mukosa  Monitor vital sign
lembab, tidak ada rasa haus  Monitor masukan makanan / cairan dan
yang berlebihan hitung intake kalori harian
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Berikan cairan IV pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah, buah segar
)
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

2 Penurunan kardiak output NOC: Cardiac care: akut


Setelah dilakukan intervensi - Evaluasi adanya nyeri dada
keperawatan pada klien selama - Auskultasi suara jantung
5x24 jam - Evaluasi adanya krackels
- Klien dapat memiliki - Monitor status neurology
pompa jantung efektif, - Monitor intake/output, urine output
- status sirkulasi, perfusi jaringan - Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk
& status tanda vital yang istirahat
normal.
Kriteria Hasil: Cirkulatory care;
- menunjukkan kardiak output - evaluasi nadi dan edema perifer
adekuat yang ditunjukkan dg - monitor kulit dan ekstrimitas
TD, nadi, ritme normal, nadi - monitor tanda-tanda vital
perifer kuat, melakukan aktivitas - pindah posisi klien setiap 2 jam
tanpa dipsnea dan nyeri jika diperlukan
- bebas dari efek samping - ajarkan ROM selama bedrest
obat yang digunakan - monitor pemenuhan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.

Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, alih


bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta.

Doenges Marilynn E, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedikteran EGC, Jakarta.
Johnson & Mass,1997, Nursing Outcomes Classifications, Second edition, By Mosby-
Year book.inc, Newyork
McCloskey & Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By
Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,
USA
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta
Rab, tabrani. 2000. Pengatasan Shock. Jakarta. EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA THORAX
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA THORAX

A. Definisi
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma
tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh
benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan system pernafasan.

Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah mekanisme


yangpaling umum dari trauma tumpul dada. Mekanisme yang paling umum untuk
trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka tusuk (Brunnar& Suddart, 2001).

B. Anatomi Fisiologi
Struktur thoraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang dada, terdiri atas
12 verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae), dan sternum. Tulang iga dan
sternum membentuk susunan sangkar dan menyokong rongga thoraks. Ruang antara
tulang-tulang iga disebut ruang interkostalis dan diberi nomor berdasarkan tulang iga
diatasnya (contoh: ruang intercostalis kedua berada dibawah tu;ang iga kedua).
Diafragma adalah otot yang memisahkan rongga toraks dari abdomen dan digunakan
selama inspirasi.

 Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada
adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula.
Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama
pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.

 Dasar toraks

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma


mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus

 Isi rongga torak.


Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura
visceralis dan parietalis.Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada.
Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlansung dengan bantuan
gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan
mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi
karena kontraksi otot pernafasan , yaitu m.intercostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara
terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intra abdomen, diafragma akan
naik ketika m.intercostalis akan tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan
dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen, menyebabkan
ekspirasi jika otot intracostal dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan
pasif (Sjamsuhidajat, 2004).

C. Etiologi
1. Tamponade jantung: disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks: disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau
spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga
dada), iatrogenik (pleural tap, biopsi paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif).

D. Manifestasi klinis
1. Tamponade jantung
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
 Gelisah.
 Pucat,
 Keringat dingin.
 Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
 Pekak jantung melebar.
 Bunyi jantung melemah.
 Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
 ECG terdapat low voltage seluruh lead.
 Perikardiosentesis keluar darah
2. Hematotoraks :
 Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
 Gangguan pernapasan

3. Pneumothoraks :
 Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
 Gagal pernapasan dengan sianosis.
 Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun
terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi
melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal.

E. Patofisiologi/ Pathway

Trauma thorax

Mengenai rongga thorax Terjadi robekan pembuluh darah

sampai rongga pleura,udara intercostal, pembuluh darah jaringan

bila masuk (pneumothorax) paru-paru

karena tekanan negatif intrapleura terjadi perdarahan : (perdarahan

maka udara luar akan terhisap jaringan interstitium, perdarahan

masuk kerongga pleura (sucking intraalveolar, diikuti kolaps kapiler

wound). Kecil-kecil dan ateleksasi)

 Open pneumothorax tekanan perifer pembuluh paru naik


 Close pneumothorax (aliran darah turun).
 Tension pneumothorax - Ringan < 300 cc = di punksi
- Sedang 300-800 cc = di Drain
- Berat > 800 cc = torakotomi
Tekanan pleura meningkat terus

Tekanan pleura meningkat terus

Sesak napas yang progresif mendesak paru-paru (kompresi &


Nyeri bernapas dekompresi).
Bising napas berkurang hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Photo thorax gambaran udara lebih
¼ dari rongga thorax. pertukaran gas berkurang

 Sesak napas yang progresif


 Nyeri bernapas/pernafasan asimetris/adanya jejas/trauma
 Bising napas tak terdengar
 Nadi cepat/lemah, anemis/pucat.
 Photo thorax 15-35%

WSD (Water Seal Drain)

 Terdapat luka pada WSD - kerusakan integritas kulit


 Nyeri pada luka bila bergerak - resiko terhadap infeksi
 Perawatan WSD harus diperhatikan - perubahan kenyamanan
 Inefektif kebersihan jalan nafas nyeri - ketidak efektifan pola pernafasan
- gangguan mobilitas fisik

F. Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada trauma toraks ialah:

1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.

2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.

3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar; ruptur

klep jantung.

4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.

5. Esofagus : mediastinitis.

6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan

ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik awal yang dilakukan, yaitu:
1. Rontgen dada
2. HSD
3. Urinalisis
4. Elektrolit dan osmolalitas
5. Saturasi oksigen
6. Gas darah arteri
7. EKG
8. CT Scan juga dpt dilakukan

H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengevaluasi kondisi pasien dan melakukan
resusitasi agresif. Sebuah jalan nafas segera ditetapkan dengan dukungan oksigen dan
pada beberapa kasus, dukungan ventilator. Tetapkan kembali volume cairan,
memulihkan seal pleura dalam dada, dan mengalirkan cairan intrapleura serta darah.
Untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi jantung paru, jalan nafas yang
adekuat dibuatdan dilakukan ventilasi. Tindakan ini termasuk stabilisasi dan
menstabilkan kembali intregitas dinding dada, menyumbat setiap lubang pada dada
(pneumotoraks terbuka), dan mengalirkan atau membuang setiap udara atau udara atau
cairan dari dalam toraks untuk menghilangakan pneumotoraks/hemotoraks serta
tamponade jantung. Hipovolemia dan curah jantung yang rendah diperbaiki.
(keperawatan medikal bedah, 2001)
I. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

1. Biodata
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik medik, alamat.
 Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan
bernafas.
 Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana (nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri,
safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat
riwayat sebelumnya.

3. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan

5. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.


 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.


 Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

4. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi cairan/udara
2. ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Perubahan kenyamanan: nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
4. Resikolaboratif: atelektasis dan penggeseran mesiatinum
5. Kerusakan integritas kulit berhubngan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage
6. Resiko terdapatnya infeksi berhubungan tempat masuknya infeksi sekunder terhadap
trauma
b. Intervensi keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi

1. Pola Nafas tidak NOC: NIC:


efektif berhubungan
Respiratory status :  Membuka jalan napas
dengan :
Ventilation
Hiperventilasi  Memposisikan pasien untuk
Respiratory status : Airway
Penurunan mendaptkan ventilasi maksimal
patency
energi/kelelahan  Mengeluarkan sekret dengan batuk
Vital sign Status
Perusakan/pelemaha efektif atau suction

n muskulo-skeletal  Mengajarkan batuk efektif


Kelelahan otot
Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara napas
pernafasan
keperawatan selama  Memonitor status respiratori daan
………..pasien oksigenasi
Hipoventilasi
menunjukkan keefektifan  Terapi oksigen
sindrom
pola nafas, dibuktikan
Nyeri  Memebersihkan sekresi pada mulut,
dengan kriteria hasil:
Kecemasan hidung dan trakea
1. Mendemonstrasikan
Disfungsi  Memelihara kepatenan jalan napas
batuk efektif dan suara
Neuromuskuler
nafas yang bersih,  Memberikan suplemen oksigen
Obesitas
tidak ada sianosis dan
Injuri tulang  Memonitor aliran oksigen
dyspneu (mampu
belakang
mengeluarkan  Memonitor kemampuan pasien
sputum, mampu bernafas dalam memelihara oksigen
DS: dengan mudah, tidak ada  Mengobservasi tanda terjadinya

-Dyspnea pursed lips) hipoventilasi


2. Menunjukkan jalan  Memonitor kecemasan pasien
-Nafas
nafas yang paten (klien
pendek  Mngajarkan pada pasoen dan
tidak merasa tercekik,
keluarga bagaimana menggunakan
DO: irama dan frekuensi
oksigen dirumah
- Penurunan tekanan pernapasan di rentang
 Pasang mayo bila perlu
inspirasi/ekspirasi normal, tidak ada suara
-Penurunan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas abnormal)
pertukaran udara per 3. Tanda Tanda vital dalam  Keluarkan sekret dengan batuk atau
menit rentang normal (tekanan suction
- Menggunakan darah, nadi, pernafasan)  Auskultasi suara nafas, catat adanya
otot pernafasan suara tambahan
tambahan  Berikan bronkodilator
-Orthopnea  Berikan pelembab udara
- Pernafasan pursed- Kassa basah NaCl Lembab
lip
 Atur intake untuk cairan
-Tahap ekspirasi
mengoptimalkan keseimbangan.
berlangsung sangat
 Monitor respirasi dan status O2
lama
 Bersihkan mulut, hidung dan secret
-Penurunan kapasitas
trakea
vital
 Mempertahankan jalan nafas yang
-Respirasi: < 11 – 24
paten
x /mnt
 Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

2. Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC: Bantuan ventilasi


tidak efektif  Respiratory status : Ventilation Aktivitas:
berhubungan dengan:  Respiratory status : Airway
 Memelihara kepatenan jalan nafas
- Infeksi, disfungsi patency
 Memonitor eek perubahan
neuromuskular,  Aspiration Control
oksigenasi
hiperplasia dinding  Setelah dilakukan tindakan
 Membantu bernafas dalam
bronkus, alergi jalan keperawatan selama
 Mengauskultasi suara nafas
nafas, asma, trauma …………..pasien
 Mengajarkan teknik bernafas
- Obstruksi jalan nafas : menunjukkan keefektifan jalan
lewat mulut
spasme jalan nafas, nafas dibuktikan dengan
 Mengajarkan teknik bernafas
sekresi tertahan, kriteria hasil :
dengan baik
banyaknya mukus, adanya  Mendemonstrasikan batuk
 Memonitor kelemahan otot
jalan nafas buatan, sekresi efektif dan suara nafas yang
respirasi
bronkus, adanya eksudat bersih, tidak ada sianosis dan
 Pastikan kebutuhan oral / tracheal
di alveolus, adanya benda dyspneu (mampu
suctioning.
asing di jalan nafas. mengeluarkan sputum,
 Berikan O2 ……l/mnt,
DS: bernafas dengan mudah, tidak
metode………
- Dispneu ada pursed lips)
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan
DO:  Menunjukkan jalan nafas yang
napas dalam
- Penurunan suara nafas paten (klien tidak merasa
 Posisikan pasien untuk
- Orthopneu tercekik, irama nafas,
memaksimalkan ventilasi
- Cyanosis frekuensi pernafasan dalam
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Kelainan suara nafas rentang normal, tidak ada
(rales, wheezing)  Keluarkan sekret dengan batuk atau
suara nafas abnormal)
suction
- Kesulitan berbicara  Mampu mengidentifikasikan
- Batuk, tidak efekotif atau  Auskultasi suara nafas, catat
dan mencegah faktor yang
tidak ada adanya suara tambahan
penyebab.
- Produksi sputum  Berikan bronkodilator :
 Saturasi O2 dalam batas
 Monitor status hemodinamik
- Gelisah normal  Berikan pelembab udara
- Perubahan frekuensi dan  Foto thorak dalam batas Kassa basah NaCl Lembab
irama nafas normal  Berikan antibiotik
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA

Crowin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi . Jakarta : EGC

Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika.

Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .

Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi


NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL NAFAS

A. DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah
ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2
didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang
tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen
yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja
dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen.
Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih
tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru
(alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses
pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang
dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika
mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat
pernapasan di otak, atau pun kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-
paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru- paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).

B. Klasifikasi

a. Gagal nafas akut

Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis

Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam.

C. Etiologi

1) Kelainan di luar paru-paru

a) Penekanan pusat pernapasan

b) Takar lajak obat (sedative, narkotik)

c) Trauma atau infark selebral


d) Poliomyelitis bulbar

e) Ensefalitis

2) Kelainan neuromuscular

a) Trauma medulaspinalis servikalis

b) Sindroma guilainbare

c) Sklerosis amiotropik lateral

d) Miastenia gravis

e) Distrofi otot
3) Kelainan Pleura dan Dinding Dada

a) Cedera dada (fraktur iga multiple)

b) Pneumotoraks tension

c) Efusi leura

d) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)

e) Obesitas: sindrom Pickwick

4) Kelainan Intrinsic Paru-Paru

1) Kelainan Obstruksi Difus

a) Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)

b) Asma, Status asmatikus

c) Fibrosis kistik

5) Kelainan Restriktif Difus

a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)

b) Sarkoidosis

c) Scleroderma

d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik

f) Nonkardiogenik (ARDS)

g) Atelektasis

h) Pneumoni yang terkonsolidasi

6) Kelainan Vaskuler Paru-Paru


a) Emboli paru-paru
D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :

a. Gagal nafas total

b. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan

c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan

e. Gagal nafas parsial

f. Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing

g. Ada retraksi dada

h. Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)

i. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

E. Patofisiologi

Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat
dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
F. Komplikasi

a. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator


(seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik, diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang
dari normal).
e. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.

f. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.

g. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi


enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium
1)
Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun)

dan kadar elektrolit (kalium).


2)
Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia bisa
trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
3)
Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
4)
Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.

b. Radiologi:

1) Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti


atelektasis dan pneumoni.
2) EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
3) Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml,
FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).

H. Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2,

sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi

pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO 2<40% menggunakan kanul

nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan

hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati


febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.

b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan
sepsis.

c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret


trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.

d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa


digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan
untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV
kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang
disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.

e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru

yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.

f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik,


hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk
yang efektif.

a. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.

b. Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.

c. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Airway

1) Peningkatan sekresi pernapasan

2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

b. Breathing

1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

2) Menggunakan otot aksesori pernapasan

3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

c. Circulation

1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

4) Papiledema

5) Penurunan haluaran urine

d. Pemeriksaan fisik

1) System pernafasaan

Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya

Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan


tertinggal Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)

2) System Kardiovaskuler

Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral

Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut
jantung paradok
3) System neurologis

Inpeksi : gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala

Palpasi : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak. Bagaimana tingkat


kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
e. Pemeriksaan sekunder

Aktifitas

Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.


Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
1) Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah


tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau
lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia),
bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilits atau komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi
otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis,
kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
2) Eliminasi

Tanda : bunyi usus menurun.

3) Integritas ego

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.

4) Makanan atau cairan

Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,


perubahan berat badan
5) Hygiene

Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

6) Neurosensori

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat Tanda : perubahan mental, kelemahan
7) Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
8) Pernafasan:

Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
9) Interkasi sosial

Gejala :stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :


penyakit, perawatan di RS
Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah
terus menerus, takut ), menarik diri.(Doengoes, E. Marylinn. 2000)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi


sekunder terhadap hipoventilasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan criteria Hasil Intervensi

1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :


Efektif
 Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan
 Respiratory status : kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan
Airway patency tracheal
untuk membersihkan sekresi
 Aspiration Control suctioning
atau obstruksi dari saluran
 Auskultasi suara
pernafasan untuk
nafas sebelum
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil :
dan sesudah
jalan nafas.
suctioning.
 Mendemonstrasikan
 Informasikan
batuk efektif dan suara
pada klien dan
nafas yang bersih,
Batasan Karakteristik : keluarga tentang
tidak ada sianosis dan
suctioning
dyspneu (mampu
 Minta klien nafas
- Dispneu, Penurunan suara mengeluarkan sputum,
dalam sebelum
nafas mampu bernafas
suction
- Orthopneu dengan mudah, tidak
dilakukan.
- Cyanosis ada pursed lips)
 Berikan O2
- Kelainan suara nafas  Menunjukkan jalan
dengan
(rales, wheezing) nafas yang paten
menggunakan
- Kesulitan berbicara (klien tidak merasa
nasal untuk
- Batuk, tidak efekotif atau tercekik, irama nafas,
memfasilitasi
tidak ada frekuensi pernafasan
suksion
- Mata melebar dalam rentang normal,
nasotrakeal
- Produksi sputum tidak ada suara nafas
 Gunakan alat
- Gelisah abnormal)
yang steril sitiap
- Perubahan frekuensi dan  Mampu
melakukan
irama nafas mengidentifikasikan
tindakan
dan mencegah factor
 Anjurkan pasien
yang dapat
untuk istirahat
menghambat jalan dan napas dalam
Faktor-faktor yang
nafas setelah kateter
berhubungan:
dikeluarkan dari
- Lingkungan : merokok, nasotrakeal
menghirup asap rokok,  Monitor status
perokok pasif-POK, infeksi oksigen pasien
- Fisiologis : disfungsi  Ajarkan keluarga
neuromuskular, bagaimana cara
hiperplasia dinding melakukan
bronkus, alergi jalan nafas, suksion
asma.  Hentikan suksion
- Obstruksi jalan nafas : dan berikan
spasme jalan nafas, sekresi oksigen apabila
tertahan, banyaknya pasien
mukus, adanya jalan nafas menunjukkan
buatan, sekresi bronkus, bradikardi,
adanya eksudat di peningkatan
alveolus, adanya benda saturasi O2, dll.
asing di jalan nafas.
Airway Management
 Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila
perlu
 Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret
dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
 Lakukan suction
pada mayo
 Berikan
bronkodilator bila
perlu
 Berikan
pelembab udara
Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi
dan status O2
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :

 Respiratory status : Airway Management


Ventilation  Buka jalan nafas,
Definisi : Pertukaran udara  Respiratory status : guanakan teknik
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak Airway patency chin lift atau jaw
adekuat  Vital sign Status thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
Batasan karakteristik : batuk efektif dan suara ventilasi
nafas yang bersih,  Identifikasi
- Penurunan tekanan tidak ada sianosis dan pasien perlunya
inspirasi/ekspirasi dyspneu (mampu pemasangan alat
- Penurunan pertukaran udara mengeluarkan sputum, jalan nafas buatan
per menit mampu bernafas  Pasang mayo bila
- Menggunakan otot dengan mudah, tidak perlu
pernafasan tambahan ada pursed lips)  Lakukan
- Nasal flaring  Menunjukkan jalan fisioterapi dada
- Dyspnea nafas yang paten jika perlu
- Orthopnea (klien tidak merasa
- Perubahan penyimpangan  Keluarkan sekret
tercekik, irama nafas,
dada dengan batuk
frekuensi pernafasan
- Nafas pendek atau suction
dalam rentang normal,
- Assumption of 3-point  Auskultasi suara
tidak ada suara nafas
position nafas, catat
abnormal)
- Pernafasan pursed-lip adanya suara
 Tanda Tanda vital
- Tahap ekspirasi tambahan
dalam rentang normal
berlangsung sangat lama  Lakukan suction
(tekanan darah, nadi,
- Peningkatan diameter pada mayo
pernafasan)
anterior-posterior  Berikan
- Pernafasan rata-rata/minimal bronkodilator bila
 Bayi : < 25 atau > 60 perlu
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30  Berikan
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25 pelembab udara
 Usia > 14 : < 11 atau > 24 Kassa basah
- Kedalaman pernafasan NaCl Lembab
 Dewasa volume  Atur intake untuk
tidalnya 500 ml saat cairan
istirahat mengoptimalkan
 Bayi volume tidalnya 6-8 keseimbangan.
ml/Kg  Monitor respirasi
- Timing rasio dan status O2
- Penurunan kapasitas vital  Terapi Oksigen

 Bersihkan
Faktor yang berhubungan : mulut, hidung
dan secret
- Hiperventilasi trakea
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding  Pertahankan
dada jalan nafas yang
- Penurunan paten
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan  Atur
muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh peralatan
- Kelelahan otot pernafasan oksigenasi
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri  Monitor
- Kecemasan aliran
- Disfungsi Neuromuskuler oksigen
- Kerusakan
persepsi/kognitif  Pertahankan
- Perlukaan pada jaringan posisi pasien
syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis  Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi

 Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign
Monitoring

 Monitor
Tekanan
darah,nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
 Monitor vital
sign saat
pasien
berbaring,
duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
 Monitor TD,
nadi,RR
sebelum,
selama,dan
setelah aktivitas
 Monitor
kualitas
dari nadi
 Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor
pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
 Monitor
sianosis perifer
 Monitor adanya
cushing
triad (tekanan
nadiyang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)

 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
3 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
 Respiratory Status :
Airway Management
Gas exchange
Definisi : Kelebihan atau  Respiratory Status :  Buka jalan nafas,
ventilation guanakan teknik
kekurangan dalam oksigenasi
 Vital Sign Status chin lift atau jaw
dan atau pengeluaran thrust bila perlu
karbondioksida di dalam Kriteria Hasil :
 Posisikan pasien
membran kapiler alveoli  Mendemonstrasikan untuk
peningkatan ventilasi memaksimalkan
dan oksigenasi yang ventilasi
Batasan karakteristik : adekuat  Identifikasi
 Memelihara pasien perlunya
🟆 Gangguan penglihatan kebersihan paru paru pemasangan alat
dan bebas dari tanda jalan nafas buatan
🟆 Penurunan CO2 tanda distress  Pasang mayo bila
pernafasan perlu
🟆 Takikardi  Mendemonstrasikan  Lakukan
batuk efektif dan fisioterapi dada
🟆 Hiperkapnia suara nafas yang jika perlu
bersih, tidak ada  Keluarkan sekret
🟆 Keletihan sianosis dan dyspneu dengan batuk
atau suction
🟆 somnolen (mampu  Auskultasi suara
mengeluarkan nafas, catat
🟆 Iritabilitas sputum, mampu adanya suara
bernafas dengan tambahan
🟆 Hypoxia mudah, tidak ada  Lakukan suction
pursed lips) pada mayo
🟆 kebingungan  Tanda tanda vital  Berika
dalam rentang bronkodilator bial
🟆 Dyspnoe
normal perlu
🟆 nasal faring  Barikan
pelembab udara
🟆 AGD Normal  Atur intake untuk
cairan
🟆 sianosis mengoptimalkan
keseimbangan.
🟆 warna kulit abnormal (pucat,  Monitor respirasi
kehitaman) dan status O2
🟆 Hipoksemia
Respiratory
🟆 hiperkarbia Monitoring
 Monitor rata –
🟆 sakit kepala ketika bangun
rata, kedalaman,
🟆frekuensi dan kedalaman irama dan usaha
respirasi
nafas abnormal
 Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
Faktor faktor yang berhubungan penggunaan otot
: tambahan,
retraksi otot
🟆 ketidakseimbangan perfusi supraclavicular
ventilasi dan intercostal
 Monitor suara
🟆 perubahan membran kapiler- nafas, seperti
alveolar dengkur
 Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
 Catat lokasi
trakea
 Monitor
kelelahan otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan /
tidak adanya
ventilasi dan
suara
tambahan
 Tentukan
kebutuhan
suction dengan
meng auskultasi
crakles
dan
ronkhi pada
jalan napas
utama
 auskultasi
suara
paru setelah
tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

Bariid, Barrarah dkk. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue et. al. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth Edition. St.
Louis : Mosby Inc.

Dochter, Joanne McCloskey et. al. 2008. Nursing Interventions Classification


Fifth Edition. St. Louis : Mosby Inc.
LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARDIUM
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing:

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARDIUM

1. Definisi
Menurut Udjianti Wajan Juni di dalam buku Keperawatan Kardiovaskular (2011),
Infark Miokard Akut adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena
kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard).
Menurut Alwi, I di dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (2014), ST Elevasi Infark
Miokard adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard dan
dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan
biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan mortalitas 1 tahun (7-
18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis sesuai pedoman dan
intervensi. Tanda dan gejala umum pada penderita STEMI sendiri yaitu, nyeri pada dada kiri
yang menyebar smpai ke bahu, leher dan lengan. Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk,
ditekan, rasa terbakar,rasa terpelintir, rasa tertindih benda berat. Selain nyeri, klien juga
mersakan mual, muntah, berkeringat dingin, cemas terhadap penyakit yang dirasakannya,
bada tersa lemas, kadang sulit bernafas.

2. Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi


Putri & Wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 Secara fisiologis,
jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya di bandingkan dengan
organ tubuh vital lainnya. Dengan kata lain, apabila fungsi jantung mengalami gangguan
amat besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh lainnya terutama ginjal dan otak. Karena
fungsi utama jantung adalah sebagai single pompa yang memompakan darah keseluruh tubuh
untuk kepentingan metabolisme sel-sel demi kelangsungan hidup.
Berikut adalah uraian dengan beberapa sub-topik anatomi fisiologi jantung di bawah
ini:
a. Ukuran, posisi atau letak jantung
Jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran panjang kira-
kira 12cm dan lebar sekitar 9cm, jantung terletak antara tulang sternum, tepatmya di bawah
tulang mediasternum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma, bagian
atas jantung terletak di bawah sternal notch 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari
midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek jantung
di interkostal ke 5 atau tepatnya di bawah puting susu.
b. Ruang jantung
Jantung kita di bagi menjadi 2 bagian ruang yaitu Atrium (serambi) dan ventrikel
(bilik).Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke
ventrikel. Oleh karena itu otot atrium lebih tipis dibandingkn dengan otot ventrikel. Ruang
atrium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu atrium kanan dan atrium kiri. Demikian halnya dengan
ruang ventrikel, di bagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jadi kita boleh
mengatakan kalau jantung dibagi menjadi 2 yaitu jantung bagian kanan (atrium kanan dan
ventrikel kanan) dan jantung kiri (atrium kiri dan ventrikel kiri). Kedua atrium memiliki
bagian luar organ masing-masing yaitu auricle. Dimanan kedua atrium dihubungkan dengan
satu auricle yang berfungsi menampung darah apabila kedua atrium memiliki kelebihan
volume.
c. Lapisan otot jantung
Syaifuddin (2012) di dalam buku anatomi fisiologi lapisan otot jantung terdiri dari 3 lapisan,
yaitu:
1) Perikardium, Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak di
mediastinum minus, terletak di belakang korpus streni dan rawan iga II-VI.
2) Perikardium fibrosum (visual): Bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung
terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar,
melekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.

3) Perikardium serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian: Perikardium parietalis


membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan perikardium viseral
(kavitas perikardialis) yang mangandung sedikit cairan yang berfungsi melumas untuk
mempermudah pergerakan jantung.
d. Miokardium
Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri bercabang
menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koranaria kanan memberikan
darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena
koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudian bersirkulasi langsung ke dalam paru.

Susunan miokardium:
1) Susunan otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun dalam dua
lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut Iuar ini paling nyata di bagian depan
atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri
dari serabut-serabut berbentuk lingkaran.
2) Susunan otot ventrikuler: Membentuk bilik jantung dimulai dari cincin atrioventrikular
sampai ke apeks jantung.
3) Susunan otot atrioventrikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik
(atrium dan ventrikel).
e. Endokardium (permukaan dalam jantung).
Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang mengilat, terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
f. Katup jantung
Nazmah A (2012) mengatakan di dalam buku panduan belajar membaca
Elektrokardiografi. Katup jantung adalah pintu penghubung antara kedua atrium dengan
kedua ventrikel dan kedua ventrikel dengan kedua cabang sirkulasinya. Dimana katup
jantung ini berfungsi mencegah aliran darah agar tidak balik ke ruang jantung yang
mempunyai tekanan lebih rendah. Ada 4 katup jantung yang harus kita ketahui adalah sebagai
berikut :
1) Katup trikuspid, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel
kanan. Katup triskupid ini mempunyai 3 daun katup.
2) Katup pulmonal, yaitu katup yang menghubungkan ventrikel kanan dengan sirkulasi
pulmonal. Katup pulmonal juga memiliki 3 daun katup.
3) Katup Mitral, yaitu katup Yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.
Katup mitral mempunyai 2 daun katup, makanya sering disebut dengan katup bicuspid.
4) Katup Aorta, yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan sirkulasi
sistemik. Katup aorta juga memiliki 3 daun katup.
Katup yang menghubungkan kedua atrium dengan kedua ventrikel dinamakan katup
atrioventrikular (katup mitral/biskupid dan katup trikuspid), sedangkan katup yang
menghubungkan antara kedua ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan pulmonal dinamakan
katup semilunar (katup aorta dan katup pulmonal).
g. Pembuluh darah besar jantung
Putri & wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah ada beberapa
pembuluh darah besar yaitu:
1) Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma ke atrium kanan.
2) Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan
3) Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri.
4) Pulmonary trunk, yaitu pemuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonalis
5) Arteri pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari
pulmonary trunk ke kedua paru-paru
6) Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari
kedua paru-paru ke atrium kiri.
7) Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel
kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian
atas.
8) Dessending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.

h. Arteri koroner
Arteri koroner berasal dari bagian proksimal aorta (cabang pertama aorta) sebagai arteri
koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Pembuluh ini tepat terletak tepat di sebelah dalam
terhadap epikardium pada permukaan jantung. Jantung menerima dua perdarahan yaitu
epikardium dan miokardium di perdarahi oleh arteri koronaria dan cabang-cabangnya,
sedangkan endokardium menerima O2 dan nutrien dari kontak langsung dengan darah di
dalam ruang jantung.
i. Siklus jantung
Nazmah A, (2012) di dalam buku panduan belajar membaca EKG Secara garis besar
siklus jantung terdiri dari dua 2 komponen yaitu sistolik atau kontraksi dan diastolic atau
relaksasi. Atau sering kita mendengarnya dengan sebutan Lub= Sistolik dan Dup= Diastolic.
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa untuk mempermudah mempelajari
siklus jantung, jantung di bagi menjadi dua bagian yaitu jantung bagian kanan (Atrium dan
Ventrikel Kanan) serta jantung bagian kiri (Atrium dan Ventrikel Kiri).

Dimana atrium kanan menerima darah yang miskin oksigen dari vena kava superior, vena
kava inferior dan sinus koronarius. Dari atrium kanan darah akan dialirkan ke ventrikel kanan
melalui katup trikuspidalis. Dari ventrikel kanan darah akan dipompakan ke 4 pulmonary
arteri melalui katup pulmonal ke paru-paru kiri dan kanan untuk di oksigenisasi.
Setelah darah di oksigenisasi di paru-paru, selanjutnya darah akan diteruskan ke atrium
kiri melalui 4 vena pulmonalis. Dari atrium kiri darah akan dialirkan ke ventrikel kiri melalui
katup biskupid atau katup mitral. Kemudian dari ventrikel kiri, melalui katup aorta darah
dipompakan ke seluruh organ tubuh termasuk ke jantung itu sendiri kernudian setelah darah
yang kaya akan oksigen dipakai maka darah akan dikembalikan lagi ke atrium kanan
(Nazmah Abu, 2012)

3. Pengertian Miokard Infark Akut dengan STEMI


Muttaqin, A (2013) mengatakan di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah I, Infark
Miokard Akut di definisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian
besar disebabkan oleh terjadinya thombosis, vasokontriksi reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan ini dapat pula disebabkan oleh spasme
arteri kororner, emboli atu vaskulitis.
Menurut Aru, S (2013) di dalam buku Keperawatan Medikl Bedah 1, IMA dengan ST
elavasion Myocardial Infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
kororner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA degan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah okulasi thrombus pada plak ateroklorosis yang sudah ada sebelumnya.
Saputra, L (2013) mengemukakan bahwa “infark miokarfium akut adalah kematian
sebagian sel-sel otot miokardium yang di sebabkan oleh kekurangan oksigen akibat perfusi
tidak normal”.

4. Klasifikasi Infark Miokard Akut dengan STEMI


Menurut Morton (2012) di dalam buku keperawatan kardiovaskular, yang termasuk Infark
Miokard Akut, yaitu:
a. Aterosklerosis
Suatu penyakit pada arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang disebut plak ateromotosa
timbul pada permukaan dalam dinding arteri sehingga mempersempit bahkan menyumbat
suplai aliran darah ke arteri bagian distal.
b. Sindrom Koroner Akut
Mencakup angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina tidak stabil mengacu pada
nyeri dada. Klien yang mengalami infark miokard akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
salah satu dari dua kelompok yang mengalami infark dengan evaluasi segmen ST dan klien
yang mengalami infark miokard dengan evaluasi non segmen ST.
c. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)
Umunya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus
pada plak atero sklerotik yang sudah ada sebelumnya. Ini disebabkan karena injuri yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid

d. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)


Disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard
yang di perberat oleh obstruksi koroner.
e. Angina Pektoris
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan nyeri dada atau ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh penyakit arteri koroner, klien dapat menggambarkan sensasi seperti tekanan,
rasa penuh, diremes, berat atau nyeri. Yang lain dari bahasa latin angina berarti mencekik.
Angina pektoris disebabkan oleh iskemia miokardium reversibel dan sementara yang
dicetuskan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen
miokardium yang berasal dari penyempitan arterosklerosis arteri koroner.
5. Etiologi Infark Miokard Akut dengan STEMI
Nurarif dan Kusuma (2013) mengemukakan bahwa etiologi Infark Miokard Akut dengan
STEMI yaitu:
Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh tiga faktor:
1) Faktor pembuluh darah: Arterosklerosis, spasme, arteritis
2) Faktor sirkulasi: Hipotensi, stenosus aorta, insufiensi
3) Faktor darah: Anemia, hipoksemia, polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat
1) Aktivitas berlebihan
2) Emosi
3) Makanan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:
1) Kerukaskan miokard
2) Hypertropimiokard
3) Hypertensi diastolik.
Faktor resiko biologis
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi pada kulit hitam

6. Manifestasi klinis ST Elevasi Infark Miokard Akut


Nurarif dan Kusuma (2013) mengatakan manifestasi klinis ST Elevasi Infark Miokard Akut
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti di tekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat, seperti di
tusuk, rasa diperas, dan di pelintir.
Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri. Nyeri
membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat.
b. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan Gejala sulit
bernafas, cemas dan lemas.
7. Patofisiologi Infark Miokard Akut dengan STEMI
Wijaya & Putri (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1 patofisiologinya
adalah Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan
selular yang ireversibel dan kematian otot atau neokrosis. Bagian miokardium yang
mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanent. Jaringan Yang
mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran
infark akhir tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami
nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis.

lnfark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. lnfark digambarkan lebih lanjut
sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai
dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama


berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar
dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada selsel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan
terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulaiproses degradasi jaringan dan
pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Kira-kira
pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung
fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada
minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas. infark miokardium jelas akan
mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan
otot yang iskemia di sekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional
infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : (1) Daya
kontraksi menurun, (2) Gerakan dinding abnormal, (3) Perubahan daya kembang dinding
ventrikel, (4) Pengurangan curah sekuncup, (5) Pengurangan fraksi ejeksi, (6) Peningkatan
volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan (7) Peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri.
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi oleh refleks simpatik dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan mempertinggi
resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata-rata artena akan
meningkat. Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas vena, akan
meningkatkan alir balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Pengisian ventrikel yang
meningkat akan meningkatkan daya kontraksi dan volume ejeksi. Dengan menurunnya fungsi
ventrikel maka dipadukan tekanan pengisian diastolik yang lebih tinggi agar curah sekuncup
dapat dipertahankan. Peningkatan tekanan diastolik dan volume ventrikel akan menegangkan
serabut miokardium, dengan meningkatkan kekuatan kontraksi sesuai hukum Starling.
Tekanan sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium dan air oleh ginjal.
Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri sementara akibat
dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu, dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai
usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel (Price, Silvia. 2006).
8. Pathway

Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Timbunan asam laktat Integritas membran sel berubah


meningkat nyeri

Fatique Kontraktilitas Resiko


Cemas
turun penurunan
curah jantung

Intoleransi
aktifitas

COP turun Kegagalan pompa


jantung

Gangguan perfusi
Gagal jantung
jaringan

Resiko kelebihan volume cairan


ekstravaskuler

(Price & Wilson, 2006)


9. Komplikasi ST Elevasi Miokard Infark Akut
Wijaya dan Putri (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1, komplikasi
Infark Miokard Akut sebagai berikut :
a. DisritmiaGangguan Keseimbangan Elektrolit.
b. Gagal Jantung Kongestif dan Syok Kardiogenik
c. Tromboemboli
d. Perikarditis
e. Ruptura Miokardium
f. Aneurisma Ventrikel

10. Pemeriksaan Infark Miokard Akut dengan STEMI


Price, Silvia. (2006) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah 1, Pemeriksaan
Diagnostik infark miokardium klasik disertai oleh trias diagnostic yang khas, yaitu:
a. Gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama dan hebat,
biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah dan perasaan seakan-akan menghadapi
ajal. Tetapi, 20%-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi atau
asimtomatik. Sekitar setengah dari kasus ini benar-benar tersembunyi dan tidak
diketemukan kelainan, dan diagnosis melalui pemeriksaan EKG yang rutin atau
pemeriksaan postmortem.
b. Meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang
nekrosis. Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase (CK atau CPK),
Glautamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH).
Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang khas sesudah terjadinya
infark miokardium. Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas dilepaskan
oleh miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan diagnosis. Pelepasan isoenzim,
MB-CK merupakan petunjuk enzimatik dari infark miokardium yang paling spesifik.
Troponin T dan I, spesifik untuk kerusakan otot jantung dapat terdeteksi 2-4 jam pasca
infark. Kadar Toponin T meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi selama 14-21
hari. Kadar Troponin I eningkat 714 jam pasca serangan dan tetap tinggi untuk 5-7 hari
pasca serangan.
c. Terlihat patahan-perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang Q yang nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan-perubahan ini tampak pada
hantaran yang terletak di atas daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Sedang
beberapa waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali normal hanya gelombang Q
tetap bertahan sebagai bukti elektrokardiograp adanya infark lama. Tetapi hanya 50% atau
75% pasien infark miokardium akut yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis
klasik ini. Pada 30% pasien yang didiagnosis dengan infark tidak terbentuk gelombang Q.
(Price, Silvia. 2006).

11. Penatalaksaan Infark Miokard Akut dengan STEMI


Muttaqin, A (2012) di dalam buku asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular Penatalaksaan medis pada fase serangan akut dan penatalaksanaan jangka
panjang, yaitu
Penatalaksanaan medis pada fase serangan akut sebagai berikut:
a. Penanganan nyeri. Dapat berupa terapi farmakologi yaitu morfin sulfat, nitrat,
penghambat beta.
b. Membatasi ukuran Infark Miokard. Penatalaksaan yang diberikan bertujuan untuk
embatasi ukuran infark secara selektif yang dilakukan dengan upaya meningkatkan
suplai darah dan oksigen ke jaringan miokardium dan untuk memelihara,
mempertahankan, atau memulihkan sirkulasi. Keempat golongan utama terapi
farmakologi yang di berikan yaitu antikoagulan, trombolitik, antilipemik, vasodilator
perifer.
c. Pemberian oksigen. Terapi oksigen segera dimulai saat awitan nyeri terjadi. Oksigen
yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektivitas terapeutik oksigen
ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan. Terapi oksigen
di lanjutkan hingga klien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam darah
secara bersamaan di ukur dengan pulsa-oksimetri.
d. Pembatasan aktivitas fisik. Istirahat merupakan cara paling efektif untuk membatasi
aktifitas fisik. Pengurangan atau penghentian seluruh aktifitas pada umumnya akan
mempercepat penghentian nyeri.
12. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STEMI
a. Pengkajian
1) Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernafas, dan pingsan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST yang meliputi:
a) Provoking incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan
setelah diberikan nitrogliserin.
b) Quality of pain : seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, di peras, atau diremas.
c) Region : radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas perikardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
d) Severity (Scale) of pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10
(visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.
Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9
(skala 0-10).
e) Time : sifat mula timbunya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
Infark Miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan lebih
berat dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium
meliputi dispnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung kelengkapan data kondisi
daaat ini. Data ini ddiperoleh dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri dada, hipertensi, DM, hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu yang
masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti nitrat dan penghambat beta serta obat-
obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
5) Riwayat Keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan penyebab kematian. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbunya pada usia muda merupakan faktor resiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
6) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Demikian pula dengan
kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok dikaji dengan menanyakan kebiasaan merokok sudah
berapa lama, berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan diatas, data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut
oleh klien.
Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya perhatikan kondisi klien. Bila
klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi
pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang jawabannya adalah “ya” dan “tidak”. Atau
pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh seperti mengangguk atau
menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
7) Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit, atau perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga,
pekerjaan, dan keuangan. Gejala perubahan integritas ego yang dapat di kaji adalah klien
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan
fokus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang dialami klien terjadi karena stress yang dialami klien
dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, atau kesulitan
koping dengan stressor yang ada.
8) Pemeriksaan FISIK
a) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau Compos mentis
(cm) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat
b) B1 (breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan mengeluh sesak nafas seperti
tercekik. Dispnea cardiak biasanya ditemukan. Sesak nafas terjadi akibat tenaga dan
disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikal kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah ventrikal
kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
c) B2 (blood)
i. Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat
terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
ii. Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Iinfark Miokard Akut tanpa komplikasi biasanya
tidak ditemukan
iii. Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan Infark
Miokard Akut. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan pada
Infark Miokard Akut tanpa komplikasi
iv. Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) B3 (brain)
Kesadaran umum klien biasanya Compos Mentis. Tidak ditemuan sianosis perifer.
Pengkajian objek klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada
miokardium.

e) B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan Infark Miokard Akut karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f) B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada
keempat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda utama Infark Miokard
Akut
g) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. Tanda klinis yang lain
ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun beraktivitas.
Kaji hygienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.

b. Diagnosa Keperawatan Infark Miokard Akut dengan STEMI


Wijaya & Putri (2013) di dalam buku KMB1. Diagnosis pada pasien dengan penyakit ST
Elevasi Miokard Infark Akut adalah
1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik,
penurunan karakteristik miokard
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau
kegagalan utama paru, perubahan membran alveolarkapiler ( atelektasis , kolaps jalan
nafas! alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif)
4) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
5) Risiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi
ginjal, peningkatan natrium l retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan
protein plasma.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan
gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas,
7) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung /
implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan
pola hidup ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan,
terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
c. Intervensi Keperawatan Infark Miokard Akut dengan STEMI
Tujuan utama intervensi menurut Wijaya dan Putri di dalam buku KMB 1 (2013) adalah sebagai berikut :

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri berhubungan dengan iskemia Tujuan : 1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan
jaringan sekunder terhadap sumbatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
arteri ditandai dengan : selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang. 2. Anjurkan pada klien menghentikan
a. nyeri dada dengan / tanpa aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
penyebaran wajah meringis Kriteria Hasil: 3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis
b. gelisah a. Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau
c. delirium ke 2, atau dari 2 ke 1 bimbingan imajinasi.
d. perubahan nadi, tekanan darah. b. tidak gelisah 4. Pertahankan Oksigenasi dengan
c. nadi 60-100 x/menit bikanul contohnya ( 2-4 L/menit )
d. TD 120/ 80 mmHg 5. Monitor tanda-tanda vital ( Nadi &
tekanan darah ) tiap dua jam.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam
pemberian analgetik.
2 Risiko penurunan curah jantung Tujuan : 1. Pertahankan tirah baring selama fase akut
berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2. Kaji dan laporkan adanya tanda
factor-faktor listrik, penurunan selama 3x 24 jam diharapkan curah jantung tanda penurunan COP, TD
karakteristik miokard membaik / stabil setelah dilakukan tindakan 3. Monitor haluaran urin
keperawatan selama di RS 4. Kaji dan pantau TTV tiap jam
5. Kaji dan pantau EKG tiap hari
Kriteria Hasil : 6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
a. Tidak ada edema 7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam
b. Tidak ada disritmia sesuai indikasi
c. Haluaran urin normal 8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan
d. TTV dalam batas normal sesuai advis
9. Berikan makanan sesuai diitnya
3 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: 1. Monitor Frekuensi dan irama jantung
berhubungan dengan, iskemik, Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2. Observasi perubahan status mental
kerusakan Otot jantung,penyempitan / selama 3x 24 jam diharapkan gangguan perfusi 3. Observasi warna dan suhu kulit / membran
penyumbatan pembuluh darah arteri jaringan berkurang / tidak meluas. mukosa
koronaria ditandai dengan : . 4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
a. Daerah perifer dingin Kriteria Hasil: 5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai
b. EKG elevasi segmen ST & Q a. Daerah perifer hangat indikasi
patologis pada lead tertentu b. tak sianosis gambaran EKG tak 6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan
c. RR lebih dari 24 x/ menit menunjukan perluasan infark laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA / Pa
d. Kapiler refill Lebih dari 3 detik c. RR 16-24 x/menit O2, (Pa C02 dan saturasi 02). Dan Pemberian
e. Nyeri dada d. tak terdapat clubbing finger kapiler refill oksigen
f. Gambaran foto torak terdapat 3-5 detik
pembesaran jantung & kongestif e. nadi 60-100x / menit
paru (tidak selalu) f. TD 120/80 mmHg
g. HR lebih dari 100 x/menit, TD >
120/80, AGD dengan : pa 02 < 80
mmHg, pa Co2> 45 mmHg dan
Saturasi < 80 mmHg
h. Nadi lebih dari 100 x/ menit
i. Terjadi peningkatan enzim
jantung yaitu CK, AST,
LDL/HDL
4 Risiko kelebihan volume cairan Tujuan : 1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan ,
ekstravaskuler berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
penurunan perfusi ginjal, peningkatan selama 3x 24 jam diharapkan keseimbangan keseimbangan cairan
natrium / retensi air , peningkatan volume cairan dapat dipertahankan. 2. Observasi adanya oedema dependen
tekanan hidrostatik, penurunan protein 3. Timbang BB tiap hari
plasma. Kriteria Hasil : 4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24
a. tekanan darah dalam batas normal jam dalam toleransi kardiovaskuler
b. tak ada distensi vena perifer vena dan 5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium,
edema dependen berikan diuretik.
c. paru bersih
d. berat badan ideal ( BB idealTB -100 : 10 %)

5 Kerusakan pertukaran gas 1. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan,


berhubungan dengan gangguan aliran Tujuan : penggunaan otot Bantu pernafasan
darah ke alveoli atau kegagalan utama Setelah dilakukan intervensi keperawatan 2. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan /
paru, perubahan membran selama 3x 24 jam diharapkan Oksigenasi tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi
alveolarkapiler ( atelektasis . kolaps dengan GDA dalam rentang normal (pa 02 < 80 tambahan misal krakles, ronki dll.
jalan nafas/ alveolar edema paru/ mmHg, pa Co2> 45 mmHg dan Saturasi < 80 3. Lakukan tindakan untuk memperbaiki /
efusi, sekresi berlebihan / perdarahan mmHg ). mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk,
aktif ) ditandai dengan : penghisapan lendir dll.
a. Dispnea berat Kriteria hasil : 4. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai
b. Gelisah a. Tidak sesak nafas kebutuhan / toleransi pasien
c. Sianosis b. tidak gelisah 5. Kaji toleransi aktintas misalnya keluhan
d. perubahan GDA c. GDA dalam batas Normal ( pa 02 < 80 kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda
e. hipoksemia mmHg, pa Co2> 45 mmHg dan Saturasi < vital berubah.
80 mm
6 Intoleransi aktifitas berhubungan tujuan: 1. catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan
dengan ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan intervensi keperawatan TD selama dan sesudah aktivitas ) Tingkatkan
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, selama 3x 24 jam diharapkan terjadi istirahat ( di tempat tidur)
adanya iskemik/ nekrotik jaringan peningkatan toleransi pada klien. 2. Batasi aktintas pada dasar nyeri dan berikan
miocard ditandai dengan gangguan aktifitas sensori yang tidak berat
frekuensi jantung, tekanan darah Kriteria Hasil : 3. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat
dalam aktifitas, terjadinya disritmia, a. klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada
kelemahan umum kemampuan klien > frekuensi jantung 60- nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah
100 x/menit mkan
b. TD 12O-80mmHg 4. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan
tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan
pelaporan pada dokter.
7 Cemas berhubungan dengan ancaman Tujuan : 1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal
aktual terhadap integritas biologis Setelah dilakukan intervensi keperawatan terhadap ansietas
selama 3x 24 jam diharapkan cemas hilang, 2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
berkurang. 3. Ajarkan tehnik relaksasi
4. Minimalkan rangsang yang membuat stress
Kriteria Hasil : 5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan
a. Klien tampak rileks lingkungan dan peralatan
b. Klien dapat beristirahat ) TTV dalam batas 6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak klien
normal berbincang-bincang dengan suasana tenang
7. Berikan support mental
8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8 Kurang pengetahuan berhubungan Tujuan : 1. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang
dengan kurang informasi tentang Setelah dilakukan intervensi keperawatan berfariasi, contoh buku, program audio/ visual,
fungsi jantung/ implikasi penyakit selama 3x 24 jam diharapkan pengetahuanklien Tanya jawab dll.
jantung dan status kesehatan yang tentang kondisi penyakitnya menguat. 2. Beri penjelasan factor risiko, diet ( Rendah
akan datang, kebutuhan perubahan Kriteria Hasil : lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang
pola hidup ditandai dengan pernyataan a. Menyatakan pemahaman tentang penyakit berlebihan.
masalah, kesalahan konsep, jantung , rencana pengobatan, tujuan 3. Peringatan untuk menghindari paktivitas
pertanyaan, terjadinya kompliksi yang pengobatan dan efek samping / reaksi manuver valsava
dapat dicegah merugikan 4. Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang
b. Menyebutkan gangguan yang memerlukan bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas
perhatian cepat. seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti Wajan Juni.(2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: salemba medika.

Alwi, I. (2014). Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing.

Robbins et al.(2012). Hubungan Antara Angka Leukosit Dengan AngkaKematian Penderita


Okvitasari et al. (2016). Analysis Of Factors Related To The OccurrenceOf Coronary
Heart Disease At Heart Polyclinic Ulin Hospital.2(2) Maret, pp.13. available
Okvitasari, Y (2016). Analisis Faktor Terkait dengan terjadinya Penyakit Jantung Koroner
Pada Rumah Sakit Jantung Poliklinik Ulin. Disertasi, Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin.
Dari Rekapitulasi 10 Besar Penyakit Ruang Intensive Coronary Care Unit RSUD Ulin
Banjarmasin Tahun 2016.
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Pembimbing Akademik :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

A. DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma olehbenda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.

2
C. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh-
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan
kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat
membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma
dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.
Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak
masuk
/ menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak)
dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang

3
dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam
(labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan
prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya
darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal
saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada
dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang
merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar dengan
bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-
vena otak yang melewati subdural mempunyasedikit jaringan penyokong
sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua
lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan
sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong
dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini
melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi
cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
d. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.

Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan karena

4
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1
satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan
berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr),
Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di
dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini
menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya
perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi,
menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat
kematian.

D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.

5
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya duramater, laserasi, kontusio).

2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion
Pressure MAP : Mean Arterial
Pressure ICP : Intra Cranial
Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.

6
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair
membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

7
PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak


sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi Terjadi



rangsangan simpatis benturan benda asing

 tahanan Teradapat luka


Aliran darah keotak 
di kepala
vaskulerSistemik

O2  gangguan Rusaknya bagian kulit


metabolisme  tek.
Pemb.darahPulmo
Kerusakan integritas
Asam laktat  jaringan kulit
 tek. Hidrostatik

Oedem otak
kebocoran cairan
kapiler
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral oedema paru cardiac output 

Penumpukan
Ketidak efektifan
Ketidakefektif pola cairan/secret
perfusi jaringan
napas
perifer
Difusi O2
terhambat

Ketidakefektifbersihan
jalan napas
8
E. MANIFESTASI KLINIS

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih


2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
11. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.

F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar

G. KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
9
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi
ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka
mata.
Skala GCS :
Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak bisa dimengerti 2
Tidak ada respons 1

10
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
otak. (Tunner, 2000)Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan
pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

11
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer
dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).

12
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan,
tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota
keluarga, agama.

13
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
4)Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi)
bradikardi, takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan
selera. Tanda : muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan
dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda :Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku
dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat,
merintih.
10) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi
14
oleh hiperventilasi nafas berbunyi)

11) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
12) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria.

c. Masalah Keperawatan
1) Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifanbersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit

d. Prioritas Masalah
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efketifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit

e. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b/d Faktor resiko:

1. Perubahan status mental


2. Perubahan perilaku
3. Perubahan respon motorik
4. Perubahan reaksi pupil
5. Kesulitan menelan
6. Kelemahan atau paralisis ekstremitas

15
7. Paralisis
Ketidaknormalan dalam berbicara

2) Ketidak efektifanbersihan jalan


nafas Faktor berhubungan:
a) Lingkungan; merokok, menghisap asap rokok, perokok pasif
b) Obstruksi jalan napas; terdapat benda asing dijalan napas, spasme jalan
napas
c) Fisiologis; kelainan dan
penyakit Batasan karakteristik:

Subjektif

1. Dispnea

Objektif

1. Suara napas tambahan


2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
b/d Faktor berhubungan:
1. diabtes militus
2. gaya hidup kurnag gerak
3. hipertensi
4. kurang pengetahuan tentang faktor pemberat
5. kurang pengetahuan tentang proses penyakit
6. merokok

16
Batasan karakteristik:
Subjektif
1. Perubahan sensasi
Objektif
1. Perubahan karakteristik kulit
2. Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
3. Klaudikasi
4. Kelambatan penyembuhan
5. Nadi arteri lemah
6. Edema
7. Tanda human positif
8. Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
9. Diskolorasi kulit
10. Perubahan suhu kulit
11. Nadi lemah atau tidak teraba
4) Kerusakan integritas jaringan kulit
b/d Faktor berhubungan
1. Cedera jaringan
2. Jaringan rusak

Batasan karakteristik
1. Kerusakan pada lapisan kulit
2. Kerusakan pada permukaan kulit
3. Invasi struktur tubuh

5) Ketidak efektifan pola


nafas Faktor berhubungan:
a) Ansietas
b) Cidera medula spinalis
c) Disfungsi neuromuskular
d) Gangguan neuromuskular
e) Gangguan neurologis
f) Hiperventilasi

17
g) Keletihan
h) Keletihan otot pernapasan
i) Nyeri
j) Obesitas
k) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
l) Sindrom
hipoventilasi Batasan
karakteristik:

18
NURSING CARE PLANNING

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan perfusi NOC: perfusi jaringan: cerebral NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan otak
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 1. berikan informasi kepada
Faktor resiko: jam masalah teratasi dengan kriteria hasil: keluarga/ orang penting lainnya
1. Perubahan status mental No Skala Awal Akhir 2. monitor status neurologis
2. Perubahan perilaku 1 TD sistolik dan diastolik 3. periksa pasien terkait ada tidaknya
3. Perubahan respon 2 Bruit pembuluh darah besar kaku kuduk
motorik 3 Hipotensi ortostatik 4. bberikan antibiotik
4. Perubahan reaksi pupil 4 Berkomunikasi dengan 5. sesuaikan kepala tempat tidur
5. Kesulitan menelan jelas dan sesuai dengan usia untuk mengoptimalkan perfusi
6. Kelemahan atau paralisis serta kemampuan serebral.
ekstremitas 5 Menunjukkan perhatian, 6. Beritahu dokter untuk peningkatan
7. Paralisis konsentrasi dan orientasi TIK yang tidak bereaksi sesuai
8. Ketidaknormalan dalam kognitif peraturan perawatan.
berbicara 6 Menunjukkan memori

19
jangkan panjang dan saat
ini
7 Mengolah informasi
8 Membuat keputusan yang
Tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas
1. posisiskan klien untuk
Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
memaksimalkan ventilasi
Faktor berhubungan: masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan penyedotan melalui
1. Lingkungan;
endotrakea dan nasotrakea
merokok, menghisap No Skala Awal Akhir
3. kelola nebulizer ultrasonik
asap rokok, perokok 1 Kemudahan bernapas
4. posisikan untuk meringankan
pasif

20
2. Obstruksi jalan napas; 2 Frekuensi dan irama sesak napas
terdapat benda asing Pernapasan 5. monitor status pernapasan dan
dijalan napas, spasme 3 Pergerakan sputum keluar oksigenasi
jalan napas dari jalan napas
3. Fisiologis; kelainan 4 Pergerakan sumbatan
dan penyakit keluar dari jalan napas
Indikator:
Batasan karakteristik: 1. gangguan eksterm
Subjektif 2. berat
1.Dispnea 3. sedang
Objektif 4. ringan
1. Suara napas tambahan 5. tidak ada gangguan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk

21
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak

3 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas

1. posisiskan klien untuk


Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
memaksimalkan ventilasi
1. Lingkungan; masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan penyedotan melalui
merokok, menghisap
endotrakea dan nasotrakea
asap rokok, perokok No Skala Awal Akhir
3. kelola nebulizer ultrasonik
pasif 1 Kemudahan bernapas
4. posisikan untuk meringankan
2. Obstruksi jalan napas; 2 Frekuensi dan irama
sesak napas
terdapat benda asing pernapasan
5. monitor status pernapasan dan
dijalan napas, spasme 3 Pergerakan sputum keluar
oksigenasi
jalan napas dari jalan napas
3. Fisiologis; kelainan

22
dan penyakit 4 Pergerakan sumbatan
keluar dari jalan napas
Batasan karakteristik: Indikator:
Subjektif 1. gangguan eksterm
1. Dispnea 2. berat
Objektif 3. sedang
1. Suara napas 4. ringan
tambahan 5. tidak ada gangguan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah

23
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak

4 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
kelembaban dan kondisi area
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
sekitar luka
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan pembalutan dengan tepat
2.Jaringan rusak
3. berikan obat-obat oral
No Skala Awal Akhir
4. monitor adanya gejala infeksi di
Batasan karakteristik: 1 Suhu, elastisitas, hidrasi
area luka
1. Kerusakan pada lapisan dan sensasi
5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
kulit 2 Perfusi jaringan
untuk mencegah penekanan
2. Kerusakan pada 3 Keutuhan kulit
6. gunakan tempat tidur khusus anti
permukaan kulit 4 Eritema kulit sekitar
dekubitus
3. Invasi struktur tubuh 5 Luka berbau busuk
7. monitor status nutrisi
6 Granulasi
8. pastikan bahwa pasien mendapat
7 Pembentukan jaringan
diet tinggi kalori tinggi protein.

Parut

24
8 Penyusutan luka
Indikator:

1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan

25
DAFTAR PUSTAKA

Amin HN & Hardhi K. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc.Yogyakarta :Mediaction.

Price and Wilson.2005.Patofisiologi Konsep Klinik Proses- Proses Penyakit.


Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC.

Ulya, I., dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma.
Jakarta Selatan: Salemba Medika.

26
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing:

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Kasus

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera/rudapaksa

atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma

atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara

diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &

Workman, 2006).

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen adalah suatu

kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda tumpul atau benda yang

menusuk yang dapat menyebabkan cidera baik psikologis ataupun emosional.

2. Etiologi

Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.

Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah :

a. Penyebab trauma penetrasi

1) Luka akibat terkena tembakan

2) Luka akibat tikaman benda tajam

3) Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi


1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

2) Hancur (tertabrak mobil)

3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

3. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

a. Kontusio dinding abdomen

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra

abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan

masa darah dapat menyerupai tumor.

b. Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di

eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2005) terdiri dari :

1) Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.

2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3) Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan

dan hati harus dieksplorasi


4. Tanda dan Gejala

a. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di

bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

b. Darah dan cairan

Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.

Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah

dan tanda-tanda awal shock hemoragik

c. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien

dalam posisi rekumben.

d. Mual dan muntah

5. Anatomi fisiologi

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas

diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen

yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah

bawah dan kecil.

Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari

panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga –

iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.

Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan

usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan

bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada

diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta

abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak

didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga

dijumpai dalam rongga ini.

6. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan

lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya

trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan

jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang

ditubruk) untuk menahan tubuh.

Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang

akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang

menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari

jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang

sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada

benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya

trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati

ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah

posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra

abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :


a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar

seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan

terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau

struktur tulang dinding thoraks.

c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada

organ dan pedikel vaskuler.


7. Patoflow
Perdarahan pada rongga
Luka tusuk / luka tembak peritonium Ledakan, benturan,
pukulan

Trauma Hipovolumia
tembus Trauma tumpul

Luka terbuka Resiko perdarahan


Kerusakan pada organ cidera

Kerusakan Hipermetabolik
intergritas kulit Distensi abdomen

Gangguan sistem Tindakan Penurunan masukan


imun laparatomi seluler oleh gangguan Peningkatan tekanan
integritas saluran diafragmatik
gastrointestinal
Respon metabolik Luka post
terhadap trauma laparatomi Ketidakefektifan pola
Resiko nafas
ketidakseimbangan
Bedrest nutrisi
Tidak adekuatnya total Kerusakan sel / jejas jaringan
pertahanan primer
dan sekunder akibat Defisit Aspirasi isi lambung
gangguan perawatan diri
Pengeluaran media kimia
gastrointestinal oleh sel mast
Tindakan intubasi
Stimulasi serabut saraf
Resiko infeksi
Masuknya isi lambung
kedalam esofagus

Motalitas usus Merangsang hormon


Penumpukan cairan atau
BPH (Bradikinin,
sekret
Prostaglandin dan
Disfungsi usus Histamin)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Refluks usus cairan Proses transduksi,
berlebih transmisi dan persepsi

Resiko kekurangan Nyeri akut


volume cairan
8. Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas

daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,

peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.

a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

1) Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen

2) Terjadi perdarahan intra abdominal.

3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal

dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam

(melena).

4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.

5) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.

b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

1) Terdapat luka robekan pada abdomen.

2) Luka tusuk sampai menembus abdomen.

3) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.

4) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan dan dapat memperburuk

keadaan

9. Komplikasi

a. Segera : hemoragik, syok, dan cedera.

b. Lambat : infeksi

c. Trombosis Vena
d. Emboli Pulmonar

e. Stress Ulserasi dan perdarahan

f. Pneumonia

g. Tekanan ulserasi

h. Atelektasis

i. Sepsis

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:

a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.

b. Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.

Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi

20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak

kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan

adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan

kemungkinan trauma pada hepar.

c. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat

duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

d. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih

belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.


e. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya

dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan

laparatomi (gold standard). Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut:

1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

2) Trauma pada bagian bawah dari dada

3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)

6) Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :

1) Hamil

2) Pernah operasi abdominal

3) Operator tidak berpengalaman

4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

g. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya

trauma pada hepar dan retroperitoneum.

Menurut Musliha (2011), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen, yaitu:

a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya

perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan

NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl

0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

b. Pemeriksaan laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.

c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

11. Penatalaksanaan Medis

a. Abdominal paracentesis

Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk

laparotomi.

b. Pemeriksaan laparoskopi

Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

c. Pemasangan NGT

Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.

d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

e. Pemberian antibiotic

Untuk mencegah terjadinya infeksi.

f. Laparotomi
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A(Airway), B

(Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai

dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.

a) Anamnesa

1) Biodata

Biasanya bisa menimpa siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.

2) Keluhan Utama

Biasanya mengeluh nyeri hebat.

3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)

 Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.

 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.

 Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.

 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada Kuadran mana

yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.

4) Riwayat Penyakit yang lalu

 Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.

 Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal

hemostasis.

5) Riwayat psikososial spiritual

 Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.


 Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.

 Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).

b) Pemeriksaan Fisik

1) Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)

 Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan

napasnya.

 Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.

 Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.

 Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.

2) Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)

 Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan

adakah anemis.

 Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak

jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.

3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)

 Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.

 Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak

 Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale

(GCS)

4) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)

 Pada inspeksi :

 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.

 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.


 Adakah pernapasan perut yang tertinggal/tidak.

 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya

abdomen iritasi.
 Pada palpasi :
 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.

 Pada perkusi :

 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.

 Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum abdomen.

 Pada Auskultasi :

 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.

 Pada rectal toucher :

 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.

 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.

5) Sistem Urologi (B5 = bladder)

 Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah

vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.

 Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.

 Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

6) Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)

 Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
 Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

Aktifitas/istirahat

2. Data lain yang sering muncul

a) Aktivitas

1) Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,

2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)

b) Sirkulasi

1) Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi,

dll).

c) Integritas ego

1) Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

2) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

d) Eliminasi

1) Data Objektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

e) Makanan dan cairan

1) Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.

2) Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

f) Neurosensori.

1) Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan

dalam menentukan posisi tubuh.


g) Nyeri dan kenyamanan

1) Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya

lama.

2) Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

h) Pernafasan

1) Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

i) Keamanan

1) Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

2) Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif atau gangguan rentang gerak.

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a) Nyeri

b) Resiko infeksi

c) Resiko kekeurangan volume cairan

d) Ketidakefektifan pola nafas

e) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

f) Kerusakan integritas kulit

g) Resiko ketidakseimbangan nutrisi

h) Resiko perdarahan

i) Defisit perawatan diri


4. Nurse Care Planning

Rencana keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue integrity : Skin & Mucous Membranes NIC : Incission Site Care
Definition :
Perubahan / gangguan epidermis dan / Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, 1. Kaji luka insisi ( kemerahan dan pemasangan
atau dermis pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit dengan kriteria selang drainase )
Batasan karakteristik : hasil : 2. monitor luka insisi untuk menemukan tanda dan
 Kerusakan lapisan kulit gejala infeksi
 Gangguan permukaan kulit No Indikator Awal Tujuan 3. lakukan perawatan luka steril
 Invasi struktur tubuh 1 Perfusi jaringan normal 5 4. gunakan antiseptik sesuai indikasi
Faktor yang 2 Tidak ada tanda infeksi 5 5. anjurkan klien cara untuk meminimalisasi stress /
berhubungan Eksternal 3 Tekstur jaringan normal 5 tekanan dari luka insisi
 zat kimia 4 Proses penyembuhan luka 5 6. ajarkan klien / keluarga cara merawat luka post
 usia yang ekstrem 5 Jaringan kulit kering 5 operasi
 kelembapan 7. jelaskan kepada klien / keluaraga tanda dan gejala
 hipertermia Indikator infeksi
1. Gangguan ekstrem 8. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
 hipotermia
2. Berat terapi farmakologis
 imobilisasi fisik
Internal 3. Sedang
 perubahan status cairan 4. Ringan
 perubahan turgor 5. Tidak ada gangguan
 perubahan pigmentasi
 penurunan imunologis
2. Nyeri akut NOC : Pain Level NIC : Pain Management
Definition : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien 1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
yang muncul akibat kerusakan jaringan menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
yang aktual atau potensial atau secara komfrehensif
digambarkan dalam hal kerusakan No Indikator Awal Tujuan 2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
sedemikian rupa ( international 1 Melaporkan nyeri berkurang 5 nyeri
Association for study of pain ) : awitan 2 Ekspresi wajah saat nyeri 5 3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas 3 Gelisah 5 4. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
ringan hingga berat dengan akhir yang 4 Mengerang / merintih 5 5. Monitor TTV
dapat diantisipasi atau diprediksi dan 5 TTV 5 6. Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum nyeri
berlangsung < 6 bulan menjadi berat
Batasan karakteristik : Indikator 7. Pastikan klien menerima pemberian analgetik
 Perubahan selera makan 1. Gangguan ekstrem 8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
 Perubahan tekanan darah 2. Berat obat golongan analgetik
 Perubahan frekuensi jantung 3. Sedang
 Perubahan frekuensi pernafasan 4. Ringan
 Laporan isyarat 5. Tidak ada gangguan
 Diaforesis
 Mengekspresikan perilaku ( mis :
gelisah, merengek, menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah )
 Masker wajah ( mis : mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu
fokus, meringis )
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit ( miss : gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan )
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari
nyeri
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Fokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera ( mis : biologis, zat kimia,
fisik, psikologis )

3. Resiko Infeksi NOC : Risk Control : Infectious Process NIC : Infection Control
Defenition : 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan klien
Mengalami peningkatan risiko terserang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. pertahankan tekhnik isolasi
organisme patogenik diharapkan pasien menunjukkan terbebas dari infeksi, dengan 3. batasi jumlah pengunjung
Faktor Resiko kriteria hasil : 4. ajarkan untuk meningkatkan mencuci tangan
 Penyakit kronis No Kriteria Awal Tujuan untuk setiap tindakan
 diabete militus 5. instruksikan klien untuk hand hygiene
 obesitas 1 Mengakui resiko diri untuk 5 6. instruksikan pengunjung untuk hand hygiene
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk infeksi sebelum dan sesudah memasuki ruangan klien
menghindari pemajanan patogen 2 Menggunakan tekhnik 5 7. gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
 pertahanan tubuh primer yang tidak desinfektan tangan
adekuat 3 Identifikasi diri dari tanda dan 5 8. cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
 gangguan peristaltik gejala yang potensial tindakan
 kerusaskan integritas kulit 4 Mempertahankan lingkungan 5 9. gunakan sarung tangan steril
 perubahan sekresi PH bersih 10. pastikan penanganan aseptik dari semua IV line
 trauma jaringan 5 Menggunakan pelayanan 5 11. Anjurkan istirahat
kesehatan 12. dorong untuk memenuhi intake cairan
13. pertahankan lingkungan aseptik
Indikator : 14. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
1. Gangguan ekstrem antibiotic
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC : Respiratory Status : Ventilation NIC : Airway Suction

Definition : Ketidakmampuan untuk Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien 1. pastikan kebutuhan oral
membersihkan sekresi atau obstruksi dari menunjukan perbaikan bersihan jalan nafas dengan kriteria 2. auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
saluran nafas untuk mempertahankan
hasil: suctioning
bersihan jalan nafas
3. informasikan kepada keluarga dan klien tentang
Batasan Karakteristik No Kriteria Awal Tujuan suction
4. minta klien nafas dalam sebelum dan sesudah
 Tidak ada batuk 1 Tingkat pernafasan 5 suction
 Suara nafas tambahan
5. gunakan alat steril untul setiap tindakan
 Perubahan frekuensi napas 2 Irama pernafasan 5
6. Monitor status oksigen pasien
 Perubahan irama napas
 Sianosis 3 Akumulasi sputum 5 7. buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift / jaw
 Keslutian berbicara/mengeluarkan trust
suara 4 Retraksi dada 5 8. keluarkan cairan / secret dengan batuk efektif /
 Penurunan bunyi nafas suction
 Dispnea 5 Kedalaman inspirasi 5 9. monitor respirasi dan status oksigen
 Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
 Batuk yang tidak efektif Indikator :
 Ortopnea 1. Gangguan ekstrem
 Gelisah 2. Berat
 Mata terbuka lebar 3. Sedang
Faktor yang 4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
berhubungan Lingkungan

 Perokok fasif
 Menghisap asap
 Merokok

Obstruksi jalan nafas

 Spasme jalan nafas


 Mukus dalam jumlah berlebihan
 Eksudat dalam alveoli
 Materi asing dalam jalan nafas
 Adanya jalan nafas buatan
 Sekresi yang tertahan/sisa sekresi
 Sekresi dalam bronki

Fisiologis

 Jalan nafas alergik


 Asma
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Hiperplasia dinding bronkial
 Infeksi

Disfungsi neuromuskular

5. Risiko kekurangan volume cairan NOC : Hydration NIC : Fluid Management


Definisi :beresiko mengalami dehidrasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 defisit 1. Monitor status hidrasi
vaskuler, seluler, atau intraseluler.
volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor vital sign
Faktor risiko :
3. Monitor intake output
 Kehilangan volume cairan aktif No Indikator Awal Tujuan
4. Monitor status nutrisi
1 Tekanan darah, nadi, suhu
 Kurang pengetahuan 5 5. Anjurkan keluarga untuk memberikan masukan
tubuh dalam batas normal
 Penyimpangan yang mempengaruhi nutrien dan cairan
2 Tidak ada tanda tanda
absorpsi cairan dehidrasi, Elastisitas turgor 6. Monitor berat badan
 Penyimpangan yang mempengaruhi kulit baik, membran 5
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
Mukosa lembab, tidak ada
akses cairan rasa haus yang berlebihan cairan intravena
 Penyimpangan yang mempengaruhi 3 Ferfusi jaringan 5
8. Monitor status cairan, respon pasien terhadap
4 Intake oral dan intravena
asupan cairan 5
adekuat cairan.
 Kehilangan berlebihan melalui rute
normal ( mis : diare )
 Usia lanjut Skala Indikator
1. Gangguan ekstrem
 Berat bdan ekstrem
2. Berat
 Faktor yang mempengaruhi 3. Sedang
kebutuhan cairan ( mis : status 4. Ringan
hipermetabolik ) 5. Tidak ada gangguan

 Kegagalan fungsi regulator


 Kehilangan cairan melalui rute
abnormal : mis : slang menetap )
 Agens farmaseutikal
( mis : diuretik)
6. Ketidakefektifan pola nafas NOC : Respiratory Status : Airway Patency NIC :
Definition : inspirasi atau ekspirasi yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Respiratory Monitoring
tidak memberi ventilasi adekuat. diharapkan pasien menunjukkan jalan nafas patent, dengan 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
kriteria hasil : untuk inspirasi
Batasan Karakteristik : 2. Monitor pola bernafas, bradypnea, tachypnea,
 Perubahan kedalaman pernafasan No Kriteria Awal Tujuan dyspnea
 Perubahan ekskursi dada 3. Monitor terjadinya dyspne, dan peristiwa yang
 Mengambil posisi tiga titik 1 Kecepatan pernafasan 5 dapat memperburuk keadaan
 Bradipnea 4. Perhatikan lokasi trakea
2 5
 Penurunan tekanan ekspirasi Irama pernafasan 5. Buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift
 Penurunan tekanan inspirasi 3 Kedalaman inspirasi 5 6. Membaca mekanisme ventilator
 Penurunan ventilasi semenit 7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
4 Cemas / kegelisahan 5 terapi farmakologi
 Penurunan kapasitas vital
 Dispnea
5 Terengah – engah 5
 Peningkatan diameter anterior –
posterior
 Pernafasan cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernafasan bibir Indikator :
 Takipnea 1. Gangguan ekstrem
 Penggunaan otot aksesorius untuk 2. Berat
bernafas 3. Sedang
Faktor yang berhubungan 4. Ringan
 Ansietas 5. Tidak ada gangguan
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Kerusakan neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot pernafsan
Cedera medula spinalis
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : Nutritional status NIC : Nutrition Management
dari kebeutuhan tubuh
Definition : asupan nutrisi tidak cukup Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, 1. Kaji adanya alergi makanan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik pasien menunjukkan perubahan status nutrisi seimbang, dengan 2. Monitor adanya penurunan BB
Batasan karakteristik : indikator : 3. Monitor Hb dan kadar Ht
 Kram abdomen 4. Monitor mual dan muntah
 Nyeri abdomen No Indikator Awal Tujuan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
 Menghindari makan 1 BB meningkat 5  Pemberian diet
 Berat badan 20% atau lebih di bawah 2 IMT 5  Pemberian suplemen makanan
berat badan ideal 3 Mal nutrisi 5 6. Dorong asupan oral
 Kerapuhan kapiler 4 Mampu menelan makanan 5 7. Anjurkan makan sedikit tapi sering
 Diare 5 Turgor kulit 5 8. Monitor intake nutrisi
6 Hb, Ht 5 9. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
 Bising usus hiperaktif
 Kurang makanan terapi cairan IV line
 Kurang informasi
 Kurang minat pada makanan Indikator
 Membran mukosa pucat 1. Gangguan ekstrem
 Ketidakmampuan memakan makanan 2. Berat
 Mengeluh gangguan sensai rasa 3. Sedang
Faktor yang berhubungan : 4. Ringan
 Faktor biologis 5. Tidak ada gangguan
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrien
 Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
 Faktor psikologis
8. Resiko Perdarahan NOC : Blood Koagulation ( kougulasi darah ) NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan
perdarahan)
Defenition : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan status koagulasi 1. monitor tanda-tanda perdarahan
Beresiko mengalami penurunan volume darah, Dengan kriteria hasil : 2. catat nilai hemoglobin
darah yang dapat mengganggu kesehata 3. catat nilai hematokrit
No Kriteria Awal Tujuan 4. monitor nilai laboratorium (koagulasi) trombosit
Faktor resiko 5. lindungi klien dari trauma yang dapat
1 Hematokrit 5 menyebabkan perdarahan
 aneurisme
6. anjurkan klien untuk meningkatkan intake
 sirkumsisi 2 Trombosit 5 makanan yang banyak mengandung vitamin K
 Trauma 7. hindari terjadinya konstipasi dengan
3 Petekie 5 menganjurkan mempertahankakn intake cairan
yang adekuat dan pelembut feses
4 Hemoglobin 5

5 Perdarahan 5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
9. Defisit perawatan diri NOC : Activity Intolerance NIC : Self Care Assistance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, klien 1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
menunjukkan status perbaikan perawatan diri secara mandiri, 2. Ciptakan lingkungan yang nyaman selama waktu
dengan kriteria hasil : makan
3. Tempatkan pasien dalam posisi yang nyaman
No Kriteria Awal Tujuan untuk makan
4. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
1 Makan 5 5. Pertahankan posisi dan privasi pasien saat
berpakaian
2 Berbaju 5 6. Sediakan artikel pribadi pasien (sabun mandi,
shampo dll)
3 Mandi 5

4 Kebersihan 5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.

EGC : Jakarta. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: EGC

Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA MUSKULOSKLETAL
( FRAKTUR )
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANBINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA MUSKULOSKLETAL

FRAKTUR

A. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A.
Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey
M.Spivak et al., 1999).

B. Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar
dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung.
Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang

2
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk; trauma
karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang
sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya
keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan
sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem
Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal
Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae,
ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat
osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang
menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di
dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui
Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk
tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah
tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow
yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua
macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah
melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-
sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat
3
Embolism Syndrom (FES)..

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang
baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan
osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel
tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-
elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh
benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin)
yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan
tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/
menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).

B. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar
dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang
panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula
tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan
mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari
ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya
halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar
dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan
daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum
merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat
dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)

D. FUNGSI TULANG

1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.


2. Tempat mlekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.

4
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)

E. Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan
berikut :

Klasifikasi etiologis

1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang


dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan)
dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu.

Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktu.


Klasifikasi klinis
4) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
5) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
5
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
6) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-
union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.

6
Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan
terbuka

Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur
dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol dengan
bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih
dari dua fragmen tulang.
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan ini
mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.

7
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan sering
terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

Gambar 2.3 konfigurasi/sudut patah dari fraktur

8
F. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang akut

Nyeri
Perub jaringan sekitar
Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Spame otot Tek sumsum tulang lebih


tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler


Melepaskan ketekolamin

Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin


Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang


Bergabung dengan trombosit

Laserasi kulit Edema


emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah
Putus vena/arteri
Kerusakan integritas kulit
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Resiko infeksi
pendarahan Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)

9
G. Manifestasi klinis
1) Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di
kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371

H. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

10
I. Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open
Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

Faktor penyembuhan fraktur


Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya
penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
a. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi
sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin berkurang.

b. Lokasi dan konfigurasi fraktur


11
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

J. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun, sianosis pada
bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas
disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur terbuka,
tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam pembedahan,
seperti pin (ORIF & OREF) dan plat
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
12
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan tidak
dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen
tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur tibia-
fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan
yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik,
pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan,
osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma.

13
K. PENGKAJIAN
a) Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :

Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :

b) Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan
c) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma lain.
d) Riwayat kesehatan masa lalu :

14
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya,
pengobatan pada saat sakit.
e) Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali klien
yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan komplikasi.
f) Pemeriksaan fisik :
1) Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS
c. Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
d. Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
e. Suhu : suhu normalnya 36 − 37,5𝑜𝐶
f. RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis frakturnya
apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya
perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan
syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau
gagal nafas akut)
2)Antropometri
BB= kg
TB= cm

3) Pemeriksaan sistematika/persistem
A) Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien fraktur
tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien trauma panggul
terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di
sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma panggul berat
biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut.

B) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening,

15
tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
- Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
- Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil
pemeriksaan
C) Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor
kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat
asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
D) Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola
mata kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke atas dan kebawah normal
Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip
Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke samping

Nervus VII (facialis) : klien dapat membedakan rasa


manis dan asin
Nervus VIII (akustikus) : pendengaran klien baik saat
ditanya oleh pengkaji
Nervus IX (glosofaringeus) : klien dapat menelan dengan baik
16
Nervus X (vagus) : klien dapat membuka mulutnya
dengan baik
Nervus XI (spinal accesory) : klien lemah mengangkat bahu
kanan dan kiri (jika terjadi pada
fraktur klavikula)

Nervus XII (hipoglesal) :pergerakan klien lemah dan tidak


bebas
E) Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada
mata, kurangnya reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan
mata (lagophthalmos).
F) Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat
serumen, fungsi pendengaran baik
G) Sistem perkemihan
Tidak ada nyeri tekan
H) Sistem muskuloskeletal
Kerusakan fungsi motorikkekuatan otot yang terjadi trauma dapat
menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) jika
tidak langsung di tangani dengan baik.

I) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
J) Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan

17
 Pola kebiasaan sehari-hari
No Pola Sebelum sakit Saat sakit
1. Makan dan minum
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Alergi Tidak ada Tidak ada
Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
Alat bantu makan Tidak ada Tidak ada
2. Istirahat dan tidur
Siang  2 jam  2-3 jam
Malam  7 jam  7-8 jam

18
3. Personal higiene
 Mandi
frekuensi 2x/hari 1x/hari
 Oral
higiene 2x/hari Tidak pernah
frekuaensi
 Cuci rambut 3x/minggu Tidak pernah
Frekuensi
4. Eliminasi
 BAK
Frekuensi  3-5x/hari  3-5x/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Penggunaan alat bantu Tidak menggunakan Menggunakan
 BAB kateter
Frekuensi  1-2x/hari
Warna kuning Tidak tentu
Konsistensi padat Kuning
Padat
5. Pola aktivitas Terbaring

A. Data Psikologis
1. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk diam
2. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang

3. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
19
d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
e. Harga diri:

B. Data Sosial
1. Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas
2. Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan jelas
C. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktivitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
D. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
a) Tomografi
b) Mielografi
c) Artrografi
2) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Elektromiograf: terdapat kerusakan kondusif saraf akibat fraktur
7) Atroskopi: di dapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
8) Indium imaging: pada pemeriksaan ini adanya di dapatkan infeksi pada
tulang
9) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.

20
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan

b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)

RENCANA KEPERAWATAN
a. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri  Pain level - Lakukan pengkajian
fisik, spasme otot, gerakan  Pain control nyeri secara
fragmen tulang edema,  Comfort level komprehensif termasuk

21
cedera jaringan lunak lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil :
pemasangan traksi. durasi,
- Pasien mampu
frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri
presipitasi
- Melaporkan bahwa
- Observasi reaksi nonverbal
nyeri berkurang dengan
dari ketidaknyamanan
menggunakan
- Gunakan komunikasi
manajemen nyeri
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik
relaksasi kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi  Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d suplai  Tissue tertentu yang hanya peka
darah jaringan perfucion: terhadap
cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan - Batasi gerakan pada kepala,
status sirkulasi yang leher dan punggung
ditandai dengan :
Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan
Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan
:
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
22
Menunjukan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

b. Re ncana keperawatan post


NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas kulit  Tissue integrity : - Jaga kebersihan kulit agar tetap
b.d fraktur terbuka, skin and mucous kering dan bersih
pemasangan traksi (pen,  Membranes
kawat, sekrup)  Hemodyalis - Anjurkan pasien
akses Kriteria hasil: menggunakan pakaian yang
- Integritas kulit yang longgar

baik bisa
dipertahankan - Monitor aktivitas dan mobilisasi
(sensasi, pasien
elastisitas,temperat - Ganti balutan, bersihkan area
ur, hidrasi, sekitar jahitan atau staples ,
pigmentasi) tidak menggunakan lidi kecil
ada luka/lesi
- Menunjukan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidera
ulang

23
2. Hambatan mobilisasi fisik  Joint movement: - Monitoring vital sign
b.d kerusakan rangka active sebelum/sesudah latihan dan
neuromuscular, nyeri,  Mobility Level lihat respon pasien saat latihan
terapi restriktif  Self care: ADL - Kaji kemampuan pasien dalam
(imobilisasi)  Transfer mobilisasi
performance Kriteria - Dampingi dan bantu pasien saat
hasil: mobilisasi dan bantu penuhi
- Pasien meningkat kebutuhan
dalam aktivitas fisik - Berikan alat bantu jika klien
- Mengerti tujuan memerlukan
dari peningkatan
mobilisasi
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah

24
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletaljilid 2. Jakarta: EGC
Nuratif,Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta:
Mediaction

25
LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATAN OBSTETRIC
(ABORTUS)
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATAN OBSTETRIC

(ABORTUS)

A. Definisi Kasus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat
badan janin kurang dari 500 gram (Murray, 2002)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia
22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Praworihardjo, 2006)
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup di luar
kandungan (Nugroho, 2010)
Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil konsepsi
(desidua dan fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi medis.

B. Macam-Macam Abortus
Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia
kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang
menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin
mencapai viabilitas.
Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak
berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau
keduanya.
Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat
berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus
spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil
konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan.

Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :

1. Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

2. Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.

3. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar,
sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.

4. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.

6. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
C. ANATOMI ORGAN REPRODUKSI INTERNA
1.
SERVIKS
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
isthmus uteri. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih
tepatnya kerucut.Batas atas serviks adalah ostium interna.Serviks letaknya menonjol melalui
dinding vagina anterior atas.Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai
portio vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis.
Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan,
ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks.Bagian luar
dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks.Lorong antara ostium eksterna ke
rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk uterine
arteri.Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina bagian atas.

2. UTERUS
Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas
penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di bawah,
yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah organ yang
memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Pada
setiap sisi dari uterus terdapat dua buah ligamentum broad yang terletak diantara rektum dan
kandung kemih, ligamentum tersebut menyangga uterus sehingga posisi uterus dapat bertahan
dengan baik. Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk datar pada permukaan
anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian posterior.Pada bagian atas korpus,
terdapat bagian berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterina disebut fundus.Serviks
berada pada bagian yang lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus. Sebelum masa
pubertas, rasio perbandingan panjang serviks dan korpus kurang lebih sebanding; namun setelah
pubertas, rasio perbandingannya menjadi 2 : 1 dan 3 : 1.
Gambar 1.Gambaran uterus pada wanita normal. Anterior (A), lateral kanan (B), dan posterior
(C). a = tuba fallopi, b = round ligament, c = uteroovarian ligament, Ur = ureter1

MIOMETRIUM DAN ENDOMETRIUM


Uterus terdiri dari tiga lapisan, seperti yang ditunjukkan pada gambar:
1. Lapisan serosa atau peritoneum viseral yang terdiri dari sel mesotelial.
2. Lapisan muscular atau miometrium yang merupakan lapisan paling tebal di uterus dan terdiri
dari serat otot halus yang dipisahkan oleh kolagen dan serat elastik. Berkas otot polos ini
membentuk empat lapisan yang tidak berbatas tegas. Lapisan pertama dan keempat terutama
terdiri atas serat yang tersusun memanjang, yaitu sejajar dengan sumbu panjang organ.
Lapisan tengah mengandung pembuluh darah yang lebih besar.
3. Lapisan endometrium yang terdiri atas epitel dan lamina propia yang mengandung kelenjar
tubular simpleks. Sel – sel epitel pelapisnya merupakan gabungan selapis sel – sel silindris
sekretorus dan sel bersilia. Jaringan ikat lamina propia kaya akan fibroblas dan mengandung
banyak substansi dasar. Serat jaringan ikatnya terutana berasal dari kolagen tipe III.
Gambar 2. Uterus5
Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi dua zona, (1) Lapisan fungsional yang
merupakan bagian tebal dari endometrium. Lapsian ini akan luruh pada saat terjadinya fase
menstruasi. (2) Lapisan basal yang paling dalam dan berdekatan dengan miometrium. Lapisan ini
mengandung lamina propia dan bagian awal kelenjar uterus. Lapisan ini berperan sebagai bahan
regenerasi dari lapisan fungsional dan akan tetap bertahan pada fase menstruasi. Endometrium
adalah jaringan yang sangat dinamis pada wanita usia reproduksi. Perubahan pada endometrium
terus menerus terjadi sehubungan dengan respon terhadap perubahan hormon, stromal, dan
vascular dengan tujuan akhir agar nanitnya uterus sudah siap saat terjadi pertumbuhan embrio
pada kehamilan.Stimulasi estrogen dikaitkan erat dengan pertumbuhan dan proliferasi
endometrium, sedangkan progesteron diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi
mengahmbat proliferasi dan menstimulasi sekresi di kelenjar dan juga perubahan predesidual di
stroma.

3. PLASENTA
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas dapat berdiferensiasi menjadi 2 jenis yakni:
1. Ekstravili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel invasif yang
menginvasi (trofoblas interstitial) desidua maternal dan arteri spiralis (trofoblas endovaskuler)
miometrium.
2. Vili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan bergabung membentuk sel sinsisiotrofoblas
multinukleus yang membentuk permukaan luar vili plasenta janin.
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai dan berlangsung sampai
12-18 minggu setelah fertilisasi. Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis
plasenta. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasif telah
melakukan penetrasi ke arteri spiralis pada lapisan basal endometrium. Pada usia kehamilan 8
minggu (6 minggu setelah nidasi) telah terjadi invasi terhadap 40-60 arteri spiralis di daerah
desidua basalis yang menjadi tempat implantasi plasenta. Lalu terbentuklah sinus
intertrofoblastik yaitu ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh darah yang
dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan-ruangan interviler di
mana vili korialis seolah-olah terapung-apung di antara ruangan tersebut. Vili korialis ini akan
bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.
Plasenta berbentuk bundar atau oval; ukuran diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm, berat 500-
600 gram. Biasanya plasenta atau uri akan berbentuk lengkap pada kehamilan kira-kira 16
minggu; dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim. Letak plasenta yang normal
umumnya pada corpus uteri bagian depan atau belakang agak kearah fundus uteri.Plasenta
normal menanamkan diri sampai ke batas atas lapisan otot rahim.
Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu :
1) Bagian janin (fetal portion). Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri
yang matang terdiri atas :
 Vili korialis
 Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri
spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah dipompa dengan tekanan 70-80
mmHg kedalam ruang interviler sampai lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari
kotiledon-kotiledon. Darah tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke vena
di desidua dengan tekanan 8 mmHg.
 Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah lapisan amnion
ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri
bagian permukaan janin.
2) Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua basalis pada uri yang matang disebut
lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi utero-plasental berjalan keruang-ruang intervili
melalui tali pusat.
3) Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-
55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm), strukturnya terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1
vena umbilikalis serta jelly wharton.

Gambar 3. Struktur plasenta3


Supaya janin dapat tumbuh dengan sempurna, dibutuhkan penyaluran darah dari ibu ke
janin dan pembuangan limbah metabolisme ke sirkulasi ibu. Berikut merupakan fungsi plasenta,
yaitu :
a. Nutrisasi, yakni alat pemberi makanan pada janin yang berasal dari sekitar 100-150 arteri
spiralis maternal yang berlokasi pada lempeng basal.
b. Respirasi, yakni alat penyalur zat asam dan pembuangan CO2
c. Ekskresi, yakni alat pengeluaran sampah metabolisme
d. Produksi, yakni alat yang menghasilkan hormon
e. Imunisasi, yakni alat penyalur antibodi ke janin
f. Pertahanan (sawar), penyaring obat dan kuman yang bisa melewati plasenta
4. Patofisilogi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya.Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus.Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.Peristiwa abortus ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan
mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam
waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi
gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
perkamen (fetus papiraseus)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya
maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan
seluruh janin berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila
perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama. (Prawirohardjo, 2006)
5. Penyebab Abortus
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang
menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat
menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat
zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi
virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh
darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang
paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum
rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
5. Trauma
Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri.Hubungan seksual khususnya kalau
terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang
berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal
Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya
abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih
fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.
7. Penyebab dari segi Janin
a. Kematian janin akibat kelainan bawaan.
b. Mola hidatidosa.
c. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

6. Manifestasi Klinik
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan
per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan
keluhan nyeri pada perut bagian bawah. (Mitayani, 2009)
Secara umum terdiri dari:
1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat.
3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.

Ciri-ciri abortus kompletus adalah :


perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan,
tidak ada sisa dalam uterus.
7. Penangan
1. Abortus KompletTidak memerlukan penanganan khusus, hanya apabila menderita
anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu.
5. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
6. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

8.Pemeriksaan
Pemeriksaan Ginekologi
1. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
3. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
4. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan
glandula thyroidea.
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.

9. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci,
Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-
organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah
E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai
adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus
pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
10. Patways
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian :
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan
alamat
2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang pervaginam berulang
Riwayat kesehatan ,
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin ,
dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

3. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

4. Pemeriksaan fisik, meliput :


Inspeksi
Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola
pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur
kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau
mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
5. Pemeriksaan laboratorium :
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga
berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
6. Data lain-lain :
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.

Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler dalam jumlah berlebih
2. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan dan kontraksi uterus
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri sendiri dan janin

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Kekurangan volume Tujuan: Observasi TTV Mengetahui keadaan
cairan berhubungan Setelah dilakukan umum klien
dengan kehilangan tindakan keperawatan Posisikan ibu Menjamin keadekuatan
vaskuler berlebih selama 3 x 24 jam dengan tepat (semi darah yang tersedia
volume cairan fowler) untuk otak, peninggian
terpenuhi dengan panggul menghindari
kriteria hasil: Berikan sejumlah kompresi vena
Pasien mengungkapkan cairan pengganti Pendarahan dapat
tidak lemah, dan tidak harian berhenti dengan reduksi
merasa haus lagi aktivitas
Mukosa bibir lembab Laporkan serta catat
Turgor kulit normal jumlah dan sifat
Mata tidak cekung kehilangan darah Untuk mengetahui
perkiraan banyak
nya kehilangan darah
2. Nyeri berhubungan Tujuan: Observasi TTV Untuk mengetahui
dengan dilatasi Setelah dilakukan keadaan umum klien
serviks, trauma tindakan 3 x 24 jam Meningkatkan koping
jaringan dan nyeri teratasi dengan Lakukan pengkajian klien dalam mengatasi
kontraksi uterus kriteria hasil: nyeri nyeri
Pasien tidak mengeluh Untuk mengetahui
nyeri lagi lokasi nyeri, skala, dan
Skala nyeri berkurang intensitasnya
(<3)
Ajarkan metode Untuk mengurangi nyeri
distraksi

Kolaborasi Analgetik berfungsi


Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
3. Resiko tinggi infeksi Tujuan: Observasi TTV Mengetahui keadaan
b.d trauma jaringan Setelah dilakukan umum klien
tindakan 3 x 24 jam
pasien tidak mengalami Terangkan pada Untuk mencegah
infeksi dengan kriteria klien pentingnya terjadinya infeksi
hasil: vulva hygiene berkelanjutan
Tidak merasa nyeri
pada daerah vulva. Lakukan teknik Inkubasi kuman pada
Tidak merasa gatal vulva hygiene area genital yang relatif
TTV dalam batas cepat dapat
normal menyebabkan infeksi

Tingkatkan teknik Membantu mencegah


cuci tangan yang penularan bakteri
benar untuk
meningkatkan
personal hygiene
klien
4. Ansietas Tujuan : Jelaskan prosedur Pengetahuan dapat
berhubungan dengan Setelah dilakukan dan arti gejala membantu menurunkan
ancaman kematian tindakan 3 x 24 jam rasa takut dan
diri sendiri dan janin pasien tidak mengalami meningkatkan rasa
kecemasan dengan kontrol terhadap situasi
ktriteria hasil: Pengetahuan akan
Klien mendiskusikan Berikan informasi membantu ibu untuk
ketakutan mengenai dalam bentuk verbal mengatasi apa yang
diri janin dan masa dan tertulis serta beri sedang terjadi dengan
depan kehamilan, kesempatan klien lebih efektif. Informasi
juga mengenai untuk mengajukan sebaiknya tertulis, agar
ketakutan yang sehat pertanyaan nantinya memungkinkan
dan tidak sehat ibu untuk mengulang
Klien tampak tenang informasi akibat tingkat
Klien tidak terlihat stress.
cemas lagi
Pantau respon verbal Menandai tingkat
dan non verbal ibu kecemasan yang sedang
dan pasangan. dialami ibu atau
pasangan.
Menjadi mampu
Libatkan ibu dalam melakukan sesuatu
perencanaan dan untuk membantu
berpatisipasi dalam mengontrol situasi
perawatan sebanyak sehingga dapat
mungkin menurunkan rasa takut
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media

Aesculapius Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: PT.

Salemba Medika Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetric. Yogyakarta: Nuha

Medika

Praworihardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN

OVERDOSIS DAN KERACUNAN


Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Pembimbing Akademik :

Ns. Raden Surahmat M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

OVERDOSIS DAN KERACUNAN

A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan
cedera tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma,
2015).
Keracuanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi.
( Brunner & Suddarth, 2015).

B. Anatomi fisiologi sistem pencernaan


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna
atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas,
hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air.Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih

2
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian
dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring,
dan laring

3. Laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang.

4. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung.Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering disebut esofagus (dari bahasa
Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus – “memakan”). Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

3
5. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia
b. Fundus
c. Antrum.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

6. Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.

4
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

7. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses. Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus.Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan
pada bakteri-bakteri didalam usus besar.Akibatnya terjadi iritasi yang
bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
8. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan
serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.

5
9. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum.

10. Rektum dan anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi
(buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

11. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin.Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

6
12. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia
dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat.Dia juga memproduksi bile, yang
penting dalam pencernaan.

13. Kandung empedu


Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk
buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan
tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu
adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna
jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

7
C. Klasifikasi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain:
1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme
yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang
bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain:
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan
membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini
banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang
sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah
badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan
ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf
otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan
susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum.
Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.

8
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa
sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak,
kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan
larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau
dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan
kirim penderita ke rumah sakit.
c) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam
jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga
mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan,
cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita
diberi minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang
rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya.Pada keracunan
yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
d) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu.
Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.

9
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali
makanan yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula
pembilasan lambung dan pernafasan buatan.Obat yang khas untuk
keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
e) Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong
beracun biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan
binatangpun tidak mau memakan daunnya.Racun asam biru tersebut
bekerja sangat cepat.Dalam beberapa menit setelah termakan racun
singkong, gejala-gejala mulai timbul.Dalam dosis besar, racun itu
cepat mematikan.
2. Minyak Tanah
Penyebab karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak
tanah:
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-
negara berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua

Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas,


pencernaan, dan CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan
mungkin muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya sedikit. Sianosis,
distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi
kemudian.

10
3. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan
golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain
adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin)
dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia
urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, kram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi
biasanya terlihat sejak awal.Kematian biasanya karena depresi pernafasan.
4. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa
seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri.
5. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise,
ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan
kematian.Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan
kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau
serangan gigitan serangga didantaranya adalah:
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa,
namun dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan pertolongan
darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran
darah tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-
organ penting (vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan

11
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan,
tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema)
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak Gejala tersebut
dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati
setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-
lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah
yang banyak
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat
menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat
banyak reaksi alergi
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari
rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari
perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali
d. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
f. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga.Penyakitserum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik
merah dan bengkakserta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas
hari setelah penggunaananti serum.
a. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak
(encephalitis).

12
b. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.

D. Etiologi

Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa


macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara
umum yang banyak terjadi di sebabkan oleh:
1. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
a.Escherichia coli patogen
b.Staphilococus aureus
c.Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e.Clostridium Botulisme
f. Streptokkkus
2. Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo Sulfat dan karbonat
3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang

13
E. Manifestasi Klinis

Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:

1. Gejala yang paling menonjol meliputi

a. Kelainan visus

b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat

c. Gangguan saluran pencernaan

d. Kesukaran bernafas

2. Keracunan ringan

a. Anoreksia

b. Nyeri kepala

c. Rasa lemah

d. Rasa takut

e. Pupil miosis

f. Tremor pada lidah dan kelopak mata

3. Keracunan sedang

a. Nausea, muntah-muntah

b. Kejang, dan kram perut

c. Hipersalifa

d. Fasikulasi otot

14
e. Bradikardi

4. Keracunan berat

a. Diare

b. Reaksi cahaya negative

c. Sesak napas, sianosis, edema paru

d. Inkontinensia urin

e. Kovulasi

f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

F. Patofisiologi

Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor

bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi

vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam

tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare,

perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan

hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di

karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .

Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat (

inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal

enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan

mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih

tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi

15
penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala

rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,

nikotinik, dan ssp ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ).

G. Komplikasi

a. Kejang

b. Koma

c. Henti jantung

d. Henti napas (Apneu)

e. Syok

H. Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan
memberi korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban
untuk muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah
dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak
tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut
korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha
memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.

16
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan
seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah,
tiner, serta pembersih toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan
inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat
dan perbaiki perfusi jaringan.
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas
buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-
obatan depresan saluran nafas, Jikaperlurespirator pada kegagalan
nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun
organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan buatan
hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag
– valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan
besar.Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh
dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat

17
sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah
aspirasi pnemonia.
4) Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akhir pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai
timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15–30-60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

18
I. Discharge Planning Keracunan

Tata cara mencegah atau menghentikan penyerapan racun:


a. Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
1) Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor mentah atau
norit)
2) Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan
cara:
a) Dimuntahkan:
Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi:
Cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa
kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
b) Bilas lambung:
1. Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2. Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat
5 %, atau asam asetat 5 %.
3. Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250
cc. Kontraindikasi : keracunan zat korosif &
kejang.
4. Bilas Usus Besar: bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau
gliserin).
b. Racun melalui melalui kulit atau mata
1) Pakaian yang terkena racun dilepas
2) Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat
penetralisir (asam cuka / bicnat encer).
3) Hati-hati: penolong jangan sampai terkontaminasi.

19
c. Racun melalui inhalasi
1) Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
2) Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang
terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth.
d. Racun melalui suntikan
3) Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri
bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
4) Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
5) Beri kompres dingin di tempat suntikan
e. Mengeluarkan racun yang telah diserap
Dilakukan dengan cara:
6) Diuretic: lasix, manitol
7) Dialisa
8) Transfusi exchange

20
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva

B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat dan dalam

C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka percernaan


akan mengalami perdarahan dalam terutama lambung.

D (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran apabila


keracunan dalam dosis yang banyak.

E (Eksposure): Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan, pernafasan cepat,


kejang, hipertensi, aritmia, pucat, hipersaliva

F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter diperlukan
untuk pengeluaran urin

2. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
- Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah,
perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di
tenggorokan dan lambung.
- Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun
yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah
lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan
dan kapan terjadinya.

21
b) Data Objektif

a. Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan


perdarahan saluran pencernaan.
b. Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,
disorientasi, delirium, kejang sampai koma.
c. BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d. Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam
jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
e. Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan
trombositopenia.
f. Gangguan elektrolit:hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau
hipokalsemia

c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di
bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat
plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
3) Pemeriksaan toksikologi :

- Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum


et repertum”
- Bahan diambil dari :
a. Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama
(100 ml)
b. Urine sebanyak 100 ml
c. darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

22
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat akumulasi
udara.
2. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan depresi
sistem saraf pusat

4. INTERVENSI

NO.
DX Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Setelah diberikan asuhan keperawatan a) Pantau a) Mengetahui tingkat


diharapkan jalan nafas klien kembali tingkat/kedaleman dan pernafasan klien
efektif dengan Kriteria hasil: pola pernafasan. b) Mengetahui bunyi
b) Auskultasi bunyi nafas. pernafasan klien
- Pasien mampu
c) Pertahankan posisi tidur c) Meningkatkan inspirasi
mempertahankan pola
yang nyaman, biasanya maksimal,
nafas yang efektif dengan
dengan peninggian meningkatkan ekspansi
tingkat pernafasan yang
kepala tempat tidur. paru.
normal.
d) Berikan tambahan O2 d) Meningkatkan
- Paru-paru pasien bersih,
pernafasan klien
bebas dari cianosis, dan
tanda-tanda/ gejala-gejala
hipoksia yang lain.
2. Setelah diberikan asuhan keperawatan a) Catat adanya mual, a) Mengetahui adanya tanda-
diharapkan kebutuhan nutrisi klien muntah, dan diare tanda mual, muntah dan
terpenuhi dengan Kriteria hasil: b) Berikan nutrisi yang diare
- Nafsu makan meningkat cukup pada klien b) Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pada klien
- BB naik c) Ajarkan klien
-Kebutuhan tubuh pasien akan nutrisi untuk memakan makanan c) Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi klien
tetap terpenuhi yang seimbang
d) Mengetahui adanya
d) Kolaborasikan dengan ahli
peningkatan status gizi klien
23
gizi
-Pasien tidak menunjukkan penurunan
status gizi/nutrisi, seperti pasien tidak
tampak mengurus, turgor kulit tetap
baik

24
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan a) Kaji tingkat kecemasan a) Peningkatan kecemasan
diharapkan ansietas klien menurun pasien secara terus akan mengacu pada
atau hilang dengan Kriteria hasil: menerus. pasien tidak mau
b) Jelaskan tentang semua berespon terhadap
- Pasien akan melaporkan
tindakan yang akan semua tindakan yang
adanya tingkat penurunan
dilakukan terhadap dilakukan.
kecemasan yang dialaminya
pasien. b) Pasien akan merasa
- Pasien menunjukkan keadaan
yang relaksasi c) Anjurkan pasien untuk aman dan kooperatif
- Pasien dapat berdoa sesuai dengan dalam setiap tindakan
mengidentifikasikan keyakinan pasien. yang akan diberikan.
kecemasan yang dialaminya d) Kolaborasikan dengan c) Doa akan menyebabkan
dan mampu mengontrol dir dokter psikologis pasien akan
dan situasi merasa aman.
d) Mengetahui masalah
klien yang belum
teratasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat A. Aziz. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Cet. 2.


Jakarta : Salemba Medika, 2006.
Alimul Hidayat A. Aziz dan Uliah Musrifatul. Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC, 2004.
Betz Cecily L dan Sowden Linda A. Keperawatan Pediatri Ed. 3.
Jakarta : EGC, 2002.
Panitia S. A. K. Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak Seri III.
Jakarta: Komisi Keperawatan P. K. St. Carolus, 2000.

26
LAPORAN PENDAHULUAN
KETOASIDOSIS DM
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri

Pembimbing Akademik :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

A. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yan g ditandai dengan asidosis met abolik akibat pembentukan
keton yang berlebihan, sedangk an SHH ditandai dengan hiperos molalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes
Association, 2004)
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan ketosis
yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008)
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epide miologi dan angka
kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini
mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asi demia. Konsensus
diantara para ahli dibidang i ni mengenai kriteria diagnost ik untuk KAD adalah pH
arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL
disertai ketonemia dan ketonuria moderate (Kitabchi dkk, 2004).
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium,
dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah
sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.

B. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
2
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh:
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
· Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel
darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
· Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
· Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
· Kardiovaskuler : infark miokardium
· Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and
adrenergik. (Samijean Nordmark,2008)

C. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa ke dalam jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia
yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan
produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton,
menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium,
3
kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik
yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan
Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat
dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

4
KETOASIDOSIS DIABETIKUM ( KAD )

5
Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care Nursing: Diagnosis
and Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult. www.nursingconsult.com

Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price, 2005).

6
PATHWAY KETOASIDODIS DIABETIKUM

7
D. Manifestasi Klinik
1. Diagnosis KAD
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
· Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
· Asidosis, bila pH darah < 7,3.
· kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
· Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
· Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
· Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
2. Diagnosis banding KAD
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain
termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis
laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
:
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

F. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi
ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati
diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
8
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.

3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )


Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang
sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh
darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan
kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah
terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian.
Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes
harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi.
Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.

9
G. Pengkajian
1. Survey Primer
Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8)
mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat
dipertahankan oleh penyisipan Guedel’s saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson
atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan drainase
jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.

Circulation
Penggantian cairan
Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut
pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan
resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory
hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi terhadap
insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian
elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin
harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular dan
memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit
air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati
pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15 menit),
fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan untuk menghindari overload
cairan.
(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA)

10
2. Survey

Sekunder Aktivitas / Istirahat


Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas, Letargi/disorientasi, koma
Penurunan kekuatan otot
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas,
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia,
Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang

Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih(infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika
terjadi hipovolemia berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites,
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan
glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia,
Gangguan penglihatan

11
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat
Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang
erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam)
Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang, Lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengatuan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

3. Pemeriksaan Laboratorium

12
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL
glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih
rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir
CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

Keton.

13
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung
lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
7. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
8. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing
yang mendasari.
9. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis >
330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H 2O ini, maka pasien jatuh
pada kondisi koma.
10. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
11. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
12. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut
akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

14
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes.
Diabetic Hyperosmolar
Sifat-sifat ketoacidosis non ketoticcoma Asidosis laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
plasma
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut

H. Diagnosa Keperawatan
15
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikema,
pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau
mental.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi asidosis metabolik.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa.

4. Ketidakseimbangan nutrisi:kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak cukupan


insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

I. Intervensi Keperawatan
16
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Fluid balance Fluid management
Definisi: Penurunan
Hydration 1. Pertahankan catatan intake dan
cairan intravaskuler,
Nutritional output yang akurat
interstisial, dan/atau
Status : 2. Monitor status hidrasi (
intrasellular. Ini kelembaban membran mukosa, nadi
Food and
mengarah ke dehidrasi, adekuat, tekanan darah ortostatik ),
Fluid Intake
kehilangan cairan dengan jika diperlukan
pengeluaran sodium 3. Monitor vital sign
Kriteria Hasil :
Batasan Karakteristik : 4. Monitor masukan makanan / cairan
1. Mempertahankan
-Kelemahan Haus urine output sesuai dan hitung intake kalori harian
dengan usia dan BB, 5. Kolaborasikan pemberian cairan
-Penurunan turgor IV
BJ urine normal, HT
kulit/lidah 6. Monitor status nutrisi
normal Tekanan darah,
-Membran mukosa/kulit nadi, suhu tubuh 7. Berikan cairan IV pada suhu
kering dalam batas normal ruangan
2. Tidak ada tanda 8. Dorong masukan oral
-Peningkatan denyut nadi, 9. Berikan penggantian nesogatrik
tanda dehidrasi,
penurunan tekanan darah, sesuai output
Elastisitas turgor kulit
penurunan 10. Dorong keluarga untuk membantu
baik, membran
volume/ tekanan nadi pasien makan
mukosa lembab, tidak
-Pengisian vena menurun ada rasa haus yang 11. Tawarkan snack ( jus buah, buah
berlebihan segar )
-Perubahan status mental 12. Kolaborasi dokter jika tanda
Konsentrasi urine cairan berlebih muncul meburuk
meningkat 13. Atur kemungkinan tranfusi
-Temperatur tubuh persiapan untuk tranfusi
meningkat
-Hematokrit meninggi

17
- Kehilangan berat badan
seketika (kecuali pada
third spacing)

Faktor-faktor yang
berhubungan:
-Kehilangan volume cairan
secara aktif
-Kegagalan mekanisme
pengaturan
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi: Pertukaran udara Respiratory status :
inspirasi dan/atau Ventilation Airway Management
ekspirasi tidak adekuat Respiratory status : 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
Airway patency chin lift atau jaw thrust bila perlu
Batasan karakteristik : Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
1. Penurunan tekanan memaksimalkan ventilasi
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Penurunan pertukaran 1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
udara per menit batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
3. Menggunakan otot nafas yang bersih,
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pernafasan tambahan 4. tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu
Nasal flaring Dyspnea atau suction
mengeluarkan sputum,
Orthopnea 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas
5. Perubahan adanya suara tambahan
dengan mudah, tidak
penyimpangan dada 8. Lakukan suction pada mayo
ada pursed lips)
6. Nafas pendek 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan
7. Assumption of 3-point nafas yang paten (klien 10. Berikan pelembab udara Kassa
position tidak merasa basah NaCl Lembab
8. Pernafasan pursed-lip tercekik, irama nafas, 11. Atur intake untuk cairan
9. Tahap ekspirasi frekuensi pernapasan mengoptimalkan keseimbangan
berlangsung sangat lama dalam rentang normal, 12. Monitor respirasi dan status O2
10. Peningkatan tidak ada suara napas
diameter anterior- abnormal) Terapi oksigen
posterior 1. Bersihkan mulut, hidung dan
11. Pernafasan rata- 3. Tanda Tanda vital secret trakea
rata/ minimal dalam rentang normal 2. Pertahankan jalan nafas yang paten

18
a 12. Bayi : < 25 atau > 60 (tekanan darah, nadi, Atur peralatan oksigenasi
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 pernafasan) 3. Monitor aliran oksigen
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 4. Pertahankan posisi pasien
Usia > 14 : < 11 atau > 24 5. Observasi adanya tanda tanda
Kedalaman pernafasan hipoventilasi
dewasa volume tidalnya 6. Monitor adanya kecemasan
500 ml saat istirahat pasien terhadap oksigenasi
Bayi volume tidalnya 6-8
ml/Kh Vital sign Monitoring
13. Timing rasio 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14. Penurunan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
kapasitas vital darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
Faktor yang berhubungan: duduk, atau berdiri
1. Hiperventilasi 4. Auskultasi TD pada kedua lengan
2. Deformitas tulang dan bandingkan
3. Kelainan bentuk dinding 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
dada selama, dan setelah aktivitas
4. Penurunan 6. Monitor kualitas dari nadi
energi/kelelahan 7. Monitor frekuensi dan irama
5. Perusakan/ pelemahan pernapasan
muskulo-skeletal 8. Monitor suara paru
6. Obesitas Posisi tubuh 9. Monitor pola pernapasan abnormal
7. Kelelahan otot 10. Monitor suhu, warna, dan
pernafasan kelembaban kulit.
8. Hipoventilasi sindrom 11. itor sianosis perifer
Nyeri 12. Monitor adanya cushing triad
9. Kecemasan (tekanan nadi yang melebar,
10. Disfungsi bradikardi, peningkatan sistolik)
Neuromuskuler
Identifikasi penyebab dari perubahan
11. Kerusakan vital sign
persepsi/kognitif
14 Ganti letak IV perifer dan line
12. Perlukaan pada
central dan dressing sesuai dengan
jaringan syaraf tulang
petunjuk umum
belakang
15. Gunakan kateter intermiten untuk
13. Imaturitas Neurologis
menurunkan infeksi kandung
kencing
16. Tingkatkan intake nutrisi

19
14.Malnutrisi 17. Berikan terapi antibiotik bila perlu
15. Peningkatan paparan Infection Protection (proteksi
lingkungan patogen terhadap infeksi)
16. Imonusupresi 18. Monitor tanda dan gejala infeksi
17. Ketidakadekuatan imun sistemik dan lokal
buatan 19. Monitor hitung granulosit, WBC
18. Tidak adekuat 20. Monitor kerentanan terhadap
pertahanan sekunder infeksi
(penurunan Hb, 21. Batasi pengunjung
Leukopenia, penekanan 22. Saring pengunjung terhadap
respon inflamasi) penyakit menular
19. Tidak adekuat 23. Partahankan teknik aspesis pada
pertahanan tubuh primer pasien yang beresiko
(kulit tidak utuh, trauma 24. Pertahankan teknik isolasi k/p
jaringan, penurunan kerja Berikan perawatan kuliat pada area
silia, cairan tubuh statis, epidema
perubahan sekresi pH, 25. Inspeksi kulit dan membran
perubahan peristaltik) mukosa terhadap kemerahan, panas,
20. Penyakit kronik drainase
26. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
27. Dorong masukan cairan Dorong
istirahat
28. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
29. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
30. Ajarkan cara menghindari
infeksi
31. Laporkan kecurigaan infeksi
32. Laporkan kultur positif

4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisikurang dari Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh food and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi Nutritional Status : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tidak cukup untuk nutrient Intake menentukan jumlah kalori dan
keperluan metabolisme Kriteria Hasil :
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
1. Adanya peningkatan
tubuh. berat badan sesuai 2. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : meningkatkan intake Fe

20
1. Berat badan 20 % atau dengan tujuan 3.Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal 2. Berat badan ideal meningkatkan protein dan vitamin C
2. Dilaporkan adanya sesuai dengan tinggi 4. Berikan substansi gula
intake makanan yang badan 5. Yakinkan diet yang dimakan
kurang dari RDA 3. Mampu mengandung tinggi serat untuk
(Recomended mengidentifikasi mencegah konstipasi
Daily Allowance) kebutuhan nutrisi. 6. Berikan makanan yang terpilih (
3. Membran mukosa dan sudah dikonsultasikan dengan ahli
konjungtiva pucat 4. Tidak ada tanda gizi)
4. Kelemahan otot yang tanda malnutrisi 7. Ajarkan pasien bagaimana
digunakan untuk 5. Menunjukkan membuat catatan makanan harian.
menelan/mengunyah peningkatan fungsi 8. Monitor jumlah nutrisi dan
5. Luka, inflamasi pada pengecapan dari kandungan kalori
rongga mulut menelan 9. Berikan informasi tentang
6. Mudah merasa 6. Tidak terjadi kebutuhan nutrisi.
kenyang, sesaat setelah penurunan berat badan 10. Kaji kemampuan pasien untuk
mengunyah makanan yang berarti mendapatkan nutrisi yang
7. Dilaporkan atau fakta dibutuhkan
adanya kekurangan
makanan Nutrition Monitoring
8. Dilaporkan adanya 1. BB pasien dalam batas normal
perubahan sensasi rasa 2. Monitor adanya penurunan
9. Perasaan ketidak berat badan
mampuan untuk 3.Monitor tipe dan jumlah aktivitas
mengunyah makanan yang biasa dilakukan
10. Miskonsepsi 4.Monitor interaksi anak atau
11. Keengganan untuk orangtua selama makan
makan 5.Monitor lingkungan selama makan
12. Kram pada abdomen Jadwalkan pengobatan dan tindakan
13. Tonus otot jelek tidak selama jam makan
14. Nyeri abdominal 6.Monitor kulit kering dan
dengan atau tanpa perubahan pigmentasi
patologi 7. Monitor turgor kulit
15. Kurang berminat 8.Monitor kekeringan, rambut
terhadap makanan kusam, dan mudah patah
16. Pembuluh darah 9. Monitor mual dan muntah
kapiler mulai rapuh 10. Monitor kadar albumin, total
17. Diare dan atau protein, Hb, dan kadar Ht
steatorrhea 11. Monitor makanan kesukaan
18. Kehilangan rambut 12. Monitor pertumbuhan dan
yang cukup banyak perkembangan
(rontok) 13. Monitor pucat, kemerahan,
19. Suara usus hiperaktif dan kekeringan jaringan
Kurangnya informasi, konjungtiva Monitor kalori dan intake
misinformasi nuntrisi
Faktor-faktor yang 14. Catat adanya edema,hiperemik,
berhubungan : hipertonik papila lidah dan cavitas
1. Ketidakmampuan
21
pemasukan atau mencerna oral.
makanan atau 15. Catat jika lidah berwarna magenta,
mengabsorpsi zat-zat gizi scarlet
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.

22
5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
Definisi : Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
Tidak adanya atau process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
kurangnya informasi Kowledge : health pengetahuan pasien tentang proses
kognitif sehubungan Behavior penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik. 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Kriteria Hasil : dan bagaimana hal ini berhubungan
Batasan karakteristik 1. Pasien dan keluarga dengan anatomi dan fisiologi, dengan
: menyatakan cara yang tepat.
memverbalisasikan adanya pemahaman 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
masalah, ketidakakuratan biasa muncul pada penyakit, dengan
mengikuti instruksi, tentang penyakit, cara yang tepat
perilaku tidak sesuai. 4. Gambarkan proses penyakit,
kondisi, prognosis dan dengan cara yang tepat
Faktor yang berhubungan : program pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan
keterbatasan kognitif, 2. Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang tepat
interpretasi terhadap mampu melaksanakan 6. Sediakan informasi pada pasien
informasi yang salah, prosedur yang tentang kondisi, dengan cara yang
kurangnya keinginan untuk dijelaskan secara benar tepat
mencari informasi, tidak 3.. Pasien dan keluarga 7. Hindari jaminan yang kosong
mengetahui sumber- mampu menjelaskan Sediakan bagi keluarga atau SO
sumber informasi. kembali apa yang informasi tentang kemajuan pasien
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya. 8. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
11. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat

23
12. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara yang
tepat
13. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat

24
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

Marilynn E, Doengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. jakarta: EGC


Sudoyo, Aru. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4,Jjilid III. Jakarta: FKUI
Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selakta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

25
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA

A. Definisi
Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas normal kadar
glukosa darah (Kedia,2011).
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dl. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah dibawah normal
yaitu <60 mg/dl (McNaughton,2011)
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar glukosa
darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan
yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai
dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi
kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang
kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).

B. Klasifikasi
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:
1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti bingung,
mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual, parestesi,
mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia
dikoreksi. Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:
1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi
obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah
normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya
merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang terkena diabetes
melitus.

C. ETIOLOGI

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

a. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pancreas

b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita

diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya

c. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal

d. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di

hati. Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :

1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak.

Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda suntik sesuai

dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar

gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar

gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus

memiliki monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.

2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit.

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali sehari

dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus seimbang

dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka

keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.

3. Aktifitas terlalu berat.

Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat anda

berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa
darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan

kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.

4. Minum alkohol tanpa disertai makan.

Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan

menurun.

5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.

Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi obat

diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah

mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka

saat bangun pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.

6. Penebalan di lokasi suntikan.

Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi suntikan

setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan

menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin

menjadi lambat.

7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.

Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda harus

mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum

sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.

8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.

Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh usus.

Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa.

Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum

glukosa yang baru menggantikannya.


9. Gangguan hormonal.

Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon ini

berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar

gula darah menjadi terganggu.

10. Pemakaian aspirin dosis tinggi.

Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.

11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya.

Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa

waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum menjamin tidak akan

mengalami hipoglikemia lagi.

D. Patofisiologi
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative ataupun absolute
dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma glukosa. Mekanisme
pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada
penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan
bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan
dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak
tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal
sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan glukosa dapat
menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke otak.
Karena terjadi penurunan suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan
suplai oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan konsentrasi
glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara
fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi glukosa darah, peningkatan konsentrasi
glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di
bawah batas normal, dan timbulnya gejala- gejala neurologic (autonom) dan penurunan
kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal (Setyohadi, 2012).
Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan
mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal, persyarafan dan
pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh organ perifer.Insulin
memegang peranan utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi
glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormon
konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh sel α
pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap hipoglikemia. Selanjutnya
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan
mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang
disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon
mulamula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi
penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi jaringan
perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak serta proteolisis di
otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan
lemah (Setyohadi, 2012).
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar
glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul.(Carpenito, 2007).
E. PATHWAY
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah,
sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah,
disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus bahaya.

G. Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu dapat
menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat mengakibatkan
kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan
gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek
hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan
pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan koma sampai kematian.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral)
dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang
sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan.
HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-
6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan
beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari
hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat seperti
minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi makanan rigan.
Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang mengandung glukosa, dapat diberikan larutan
glukosa murni 20- 30 gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan
bantuan eksternal, antara lain (Kedia, 2011) :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena pingsan, kejang, atau
perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat pemberian dekstrosa dalam air pada
konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang dewasa,
sedangkankonsentrasi 25% biasanya diberikankepada anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glucagon adalah pengobatan
pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus
diberikan secara intravena dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional,
glucagon dapat diberikan oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang
tua atau pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai
pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Primer Hipoglikemia
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah ada secret
yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
· Chin lift/ Jaw thrust
· Suction
· Guedel Airway
· Instubasi Trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
· Beri oksigen
· Posisikan semi Flower
c. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
· Cek capillary refill
· Pemberian infus
· Auskultasi adanya suara nafas tambahan
· Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
· Cek Frekuensi Pernafasan
· Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
· Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
d. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.Posisikan pasien posisi
semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan ventilasi.Segera berikan Oksigen
sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.

2. Pengkajian Sekunder Hipoglikemia


Data dasar yang perlu dikaji adalah
:
a. Keluhan utama :
sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan
diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang,
sepsis.
b. Riwayat :
· ANC
· Perinatal
· Post natal
· Imunisasi
· Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
· Pemakaian parenteral nutrition
· Sepsis
· Enteral feeding
· Pemakaian Corticosteroid therapi
· Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
· Kanker
c. Data fokus
Data Subyektif:
· Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
· Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
· Rasa lapar (bayi sering nangis)
· Nyeri kepala
· Sering menguap
· Irritabel
Data obyektif:
· Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
· Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
· Plasma glukosa < 50 gr
3. Pengkajian Head To Toe
1) Kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak adanyeri tekan
2) Rambut : warna hitam, kusut, tidak ada kebotakan
3) Mata : pengelihatan normal, diameter pupil 3, sclera ikterik, konjungtiva anemis,
pupil isokor
4) Hidung : bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret, terpasang O2 nasal 5
liter/menit
5) Telinga : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,tidak ada perdarahan
6) Mulut dan gigi :mukosa kering, mulut bersih
7) Leher :tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak adapembesaran limfoid

8) Thorax :

I : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka, frekuensi nafas tidak teratur P : tidak ada
udema pulmo
P : ada nyeri tekan dada kiri
A : bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
9) Abdomen :
I : tidak ada luka, tidak ada asites

A : bising usus normal 10 x/menit P : suara timpani

P : ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan

10) Genitalia : terpasang DC, tidak ada darah

11) Eksteremitas : kekuatan otot 3 3 3 3

ROM : penuh, Akral hangat, tidak ada edema, terpasang infuse RL di lengan kanan

12) Pola pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson :


1) Pola oksigenasi
Sebelum sakit : pasien bernafas secara normal, tidak menderita penyakit pernafasan Saat
dikaji : pasien sesak nafas, RR 22x/ menit
2) Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan lauk)pasien suka makan yang
mengandung kolesterol tinggi, minum 6-8 gelas/hari
Saat dikaji : pasien makan sesuai diit yang telah diberikan, minum 4-5 gelas/hari
3) Pola eliminasi
Sebelum sakit : pasien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari Saat dikaji : pasien BAK
3-5x/hari dan BAB 1x/hari
4) Pola aktivitas/ bekerja
Sebelum sakit : pasien melakukan aktivitas secara mandiri, bekerja sebagai
wiraswasta
Saat dikaji : aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan tidak dapat bekerja.
5) Pola istirahat
Sebelum sakit : pasien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari

Saat dikaji : pasien istirahat/ tidur 7-9 jam/hari


6) Pola suhu
Sebelum sakit : pasien tidak pernah demam (suhu normal)

Saat dikaji : suhu pasien normal 360C


7) Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai keinginannya
Saat dikaji: pasien hanya melakukan gerak-gerak terbatas karena sesak dan nyeri dada
kiri
8) Pola berpakaian
Sebelum sakit : pasien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri danmemakai
pakaian kesayangannya
Saat dikaji : pasien menggunakan pakaian seadaanya dan dibantu keluarga saat
mengganti pakaiannya
9) Pola personal hygine
Sebelum sakit : pasien biasa mandi 2xsehari dengan air bersih dan sabun mandi tanpa
bantuan keluarganya
Saat dikaji : pasien mandi dengan cara diseka dan dibantu keluarganya
10) Pola komunikasi
Sebelum sakit : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa daerah

Saat dikaji : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa daerah


11) Pola spiritual

Sebelum sakit : pasien beribadah sesuai agamanya

Saat dikaji : pasien terganggu dalam melakukan ibadah (sholat)

12) Pola aman & nyaman

Sebelum sakit : pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama keluarga pasien
merasa gelisah dirawat di rumah sakit
13) Pola rekreasi
Sebelum sakit : pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-tempat wisata
Saat dikaji : pasien tidak dapat berekreasi, hanya tidurandi tempat tidur dan cenderung
diam
14) Pola belajar
Sebelum sakit :pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya
Saat dikaji :pasien mengetahui penyakitnya gagal jantung kronik

K. Masalah Atau Diagnosa Keperawatan Hipoglikemia Yang Mungkin Muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
peningkatan secret
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan disfungsi sistem saraf pusat
akibat hipoglikemia
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh darah
L. RENCANA KEPERAWATAN HIPOGLIKEMIA
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektif Setelah Airway 1. Adanya bunyi ronchi
-an bersihan dilakukan Management menandakan terdapat
jalan tindakan 1. Auskultasi penumpukan sekret atau
nafas keperawatan bunyi nafas sekret berlebih di jalan nafas.
berhubungan selama ...x24 tambahan; posisi memaksimalkan
dengan obstruksi jam diharapkan ronchi, wheezing. ekspansi paru dan menurunkan
jalan nafas, jalan napas 2. Berikan posisi upaya
peningkatan normal dengan yang nyaman pernapasan.
secret kriteria: untuk 2. Ventilasi maksimal
Respiratory mengurangi membuka area atelektasis dan
status: airway dispnea. meningkatkan gerakan sekret
patency 3. Bersihkan ke jalan nafas besar untuk
1. Frekuensi sekret dari dikeluarkan.
pernapasan mulut dan 3. Mencegah obstruksi atau
dalam batas trakea; lakukan aspirasi. Penghisapan dapat
normal (16- penghisapan diperlukan bia klien tak
20x/mnt) sesuai keperluan mampu mengeluarkan sekret
2. Irama 4. Anjurkan sendiri.
pernapasan asupan cairan 4. Mengoptimalkan
normal adekuat. keseimbangan cairan dan
3. Kedalaman 5. Ajarkan membantu mengencerkan
pernapasan batuk sekret sehingga mudah
normal efektif dikeluarkan
4. Klien mampu 6. Kolaborasi 5. Fisioterapi dada/ back
mengeluarkan pemberian oksigen massage dapat membantu
sputum 7. Kolaborasi menjatuhkan secret yang ada
pemberian dijalan nafas.
secara efektif broncodilator
6. Meringankan kerja paru
5. Tidak ada sesuai indikasi. untuk memenuhi kebutuhan
akumulasi sputum oksigen serta memenuhi
kebutuhan oksigen dalam
tubuh.
7. Broncodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
2. Gangguan Setelah Intracranial 1. Agar pasien lebih
perfusi jaringan dilakukan Pressure (ICP) kooperatif
cerebral tindakan Monitoring ( 2. Perubahan tekanan CSS
berhubungan keperawatan Monitor merupakan potensi resiko
dengan disfungsi selama 1x24 tekanan herniasi batang otak aktivitas
system saraf jam diharapkan intrakranial ) seperti ini akan
pusat akibat gangguan perfusi 1. Jelaskan meningkatkan intra thorak
hipoglikemia jaringan cerebral kepada pasien dan abdomen yang dapat
normal dengan tentang meningkatkan TIK
kriteria: tindakan yang 3. Pengkajian kecenderungan
Tissue akan dilakukan adanya perubahan tingkat
Prefusion : 2. Pertahankan kesadaran dan potensial
cerebral posisi tirah peningkatan TIK sangat
1. Tingkat baring dengan berguna dalam menentukan
kesadaran posisi kepala lokalisasi
komposmentis head up 4. Perubahan pada frekuensi
2. Disorientasi 3. Bantu pasien jantung mencerminkan
tempat, waktu, untuk berkemih, trauma/tekanan batang otak
orang secara membatasi batuk,
tepat muntah,
3. TTV dalam mengejan,
4. anjurkan pasien
batas normal napas dalam
(suhu 35,5ºC – selama
37,5ºC, nadi 60- pergerakan
100x/menit, 5. Pantau status
tekanan darah neurologis
120/80 mmHg) dengan teratur 6.
Pantau TTV

3. Defisit volume Setelah FluidManag 1. Menghindari kelebihan


cairan dilakukan ement ambang ginjal dan
berhubungan tindakan 1. Batasi intake menurunkan tekanan osmosis.
dengan diuresis keperawatan cairan yang 2.. Mempertahankan
osmotik selama 1x24 mengandung gula komposisi cairan tubuh,
jam diharapkan dan lemak volume sirkulasi dan
defisit volume misalnya cairan menghindari overload jantung
cairan teratasi dari buah yang 3. Dehidrasi yang disertai
dengan kriteria: manis. demam akan teraba panas,
Fluid Balance 2. Kolaborasi kemerahan dan kering di kulit
1. TTV stabil dalam pemberian sebagai indikasi penurunan
(N:60-100 terapi cairan volume pada sel.
x/menit, TD: 1500-2500 ml 4. Memberikan perkiraan
100-140/80-90 dalam batas yang kebutuhan cairan tubuh (60-
mmHg, S: 36,5- dapat ditoleransi 70% BB adalah air).
370C, RR: 12- jantung. 5. Penurunan volume cairan
20 x/menit), nadi 3. Observasi darah akibat diuresis osmotik
perifer suhu, warna, dapat dimanifestasikan oleh
teraba kuat turgor kulit dan hipotensi, takikardi, nadi
turgor kulit baik kelembaban, teraba lemah, CRT yang
CRT < 2 detik pengisian kapiler lambat, turgor kulit yang
haluaran urine dan membran tidak elastis.
mukosa.
4. Pantau masukan
dan pengeluaran,
catat balance
cairan
5. Observasi TTV,
catat adanya
perubahan TD,
4. Penurunan curah Setelah Vital Sign 1. Agar pasien lebih
jantung dilakukan Monitor kooperatif
berhubungan tindakan 1. Jelaskan 2.. Menurunkan stress dan
dengan keperawatan kepada pasien ketegangan yang
vasokonstriksi selama 1x24 tentang mempengaruhi tekanan darah
pembuluh darah jam diharapkan tindakan yang dan perjalanan penyakit
penurunan akan dilakukan hipertensi
curah jantung 2. Berikan waktu 3. Pembatasan ini dapat
normal dengan istirahat yang menangani retensi cairan
kriteria: cukup/ adekuat. dengan respon hypertensive,
Circulation 3. Berikan dengan demikian menurunkan
Status Vital pembatasan beban kerja jantung
Sign cairan dan 4. Diuretik meningkatkan
Status diit aliran urine dan menghalangi
1. TTV ( TD natrium reabsorsi dari sodium/klorida
120/80 mmHg, sesuai didalam tubulus ginjal.
Nadi 60-100 indikasi 5. Tachycardia merupakan
x/menit ) dalam 4. Kolaborasi tanda kompensasi jantung
batas normal. dengan dokter terhadap penurunan
2. Kesadaran dalam pemberian kontraktilitas jantung.
Compos mentis
CRT < 2 detik. terapi diuretik. 6 . Mengetahui fungsi pompa
SPO2 95-100℅ jantung yang sangat
5. Observasi: Nadi (
irama, frekuensi), dipengaruhi oleh CO dan
Tekanan Darah.
pengisian jantung
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC


Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC
Jevon, Philip. 2010. Basic Guide To Medical Emergencies In The Dental Practice.
Inggris: Wiley Blackwell
Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon:
an Underutilized Therapeutic
Approach. Dove Press Journal
McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute Care
of Diabetes Patients. Clinical Diabetes
RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus. Yogyakarta :
Aulia Publishing
Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
LAPORAN PENDAHULUAN
KRISIS TIROID
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Pembimbing Akademik :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KRISIS TIROID

A. Pengertian
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan
stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status
tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak
segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
1999).

B. Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu
terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis
(persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik
maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

C. Patofisiologi

G3 organik kelenjar tiroid G3 Fungsi Hipotalamus /hipofisis

Produksi TSH meningkat

Produksi hormone

tiroid meningkat

Metabolisme tubuh meningkat Peningkatan aktv Peningkatan


rangsangan SSP Aktifitas GI
SSP
Proses glikogenesis meningkat meningkat

Produksi kalor Kebutuhan cairan Perub konduksi Peningkatan


meningkat meningkat listrik jantung aktivitas SSP Proses pembakaran Nafsu makan
lemak meningkat meningkat

Peningkatan suhu
Defisit Beban kerja Disfungsi SSP
tubuh
volume cairan jantung naik Penurunan berat badan

Agitasi, kejang,
Aritmia, takikardi koma

penurunan curah
jantung
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini


melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya
pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya
intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon
ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian.
Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic
adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan
kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

D. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:
1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah berkeringat
banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis, dan
peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai deman
lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf
pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.
Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).

2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang
timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif
untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme
yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ, keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi
eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan
memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode
krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan
proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik. Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu
keadaan gawat medis maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis
bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis
tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus
diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid
terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun
3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

G. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

A. Pengkajian
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda klinik yang dapat
dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi, tremor, delirium, stupor,
coma, dan hiperpireksia.
1. B1 (Breathing)
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen sebagai
bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.
2. B2 (Blood)
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang mengakibatkan
peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan cardiac output. Ini
mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi
panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi,
takikardia, dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-
mur sistolik pada area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial
fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
3. B3 (Brain)
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel,
penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang,
stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4. B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
5. B5 (Bowel)
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan kehilangan
berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus
sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.
6. B6 (Bone)
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan
kehilangan berat badan.
B. Diagnosis Keperawatan dan Perencanaan
PERENCANAAN
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Defisit volume cairan berhubungan Setelah diberi asuhan 1. Kaji status volume cairan (TD, suhu, 1. Takikardia, dispnea, atau
dengan status hipermetabolik keperawatan, cairan tubuh bunyi jantung) tiap 1 jam hipotensi dapat mengindikasikan
seimbang dengan kriteria: kekurangan volume cairan
a. Tanda-tanda vital tetap 2. Kaji turgor kulit dan membrane 2. Turgor kulit tidak elastis dan dan
stabil (TD 100-120/60- mukosa mulut setiap 8 jam membran mukosa kering dapat
90 mmHg, N: 60- menjadi gejala kurang cairan.
100x/menit, R”16- 3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 3. Haluaran urin yang rendah
sampai 4 jam. Catat dan laporkan mengindikasikan hipovolemi.
22x/menit, S: 36-37,5
perubahan yang signifikan termasuk 4. Cairan intravena yang
O
C)
urine. cukup dapat menormalkan
b. Warna kulit dan suhu
4. Berikan cairan IV sesuai instruksi. dekompensasi homeostasis
dalam batas normal
5. Nilai elektrolit abnormal dapat
c. Balance cairan seimbang
menjadi tanda kekurangan cairan
d. Turgor kulit elastis dan
5. Kaji semua data laboratorium, dan elektrolit
membrane mukosa laporkan nilai elektrolit abnormal 6. Beta adrenergik dapat
lembab menurunkan gejala yang
6. Berikan beta adrenergik sesuai dimediasi katekolamin sehingga
instruksi memulihkan fungsi jantung
2 Hipertermia berhubungan dengan Setelah diberi asuhan 1. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1 1. Menilai peningkatan dan
status hipermetabolik keperawatan, tidak terjadi jam penurunan suhu tubuh
hipertermi dengan kriteria: 2. Anjurkan banyak minum bila tidak 2. Hidrasi yang cukup dapat
a. Suhu dalam batas normal ada kontraindikasi menurunkan suhu tubuh
36-37,5 C
O
3. Beri kompres hangat 3. Kompres hangat mendilatasi
b. Tidak ada konvulsi
pembuluh darah sehingga
c. kulit tidak memerah
mengurangi panas
d. tidak ada takikardi
4. Gunakan pakaian tipis dan menyerap 4. Pakaian tipis dan menyerap
keringat keringat menurunkan
metabolisme sehingga
menurunkan panas
5. Pertahankan cairan intravena sesuai 5. Cairan intravena memenuhi
progam kebutuhan cairan sehingga
menurunkan panas
6. Berikan antipiretik sesuai program 6. Antipiretik menghambat
produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior sehingga
menurunkan suhu

3 Perubahan perfusi jaringan serebral Setelah diberi asuhan 1. Kaji status neurologi tiap jam 1. Menskrining perubahan tingkat
berhubungan dengan keperawatan, perfusi jaringan kesadaran dan status
hipertiroidisme serebral efektif, dengan neurologis
kriteria: 2. Lakukan tindakan pencegahan 2. Kejang merupakan tanda
a. Tingkat kesadaran terhadap kejang perburukan terhadap perubahan
meningkat (GCS: E:4, status neurologi
M:6, V:5) 3. Kaji adanya kelemahan, patensi 3. Ketidakpatenan jalan nafas,
b. Klien tidak mengalami jalan napas, keamanan, jika tingkat kelemahan, bisa terjadi karena
cedera kesadaran pasien menurun peningkatan status neurologi
c. Jalan napas paten 4. Lakukan tindakan pengamanan 4. Cedera rawan terjadi pada
untuk mencegah cedera pasien dengan perubahan status
neurulogi
4 Penurunan curah jantung Setelah diberi asuhan 1. Pantau tekanan darah tiap jam 1. Hipotensi umum atau ortostatik
berhubungan dengan gagal jantung, keperawatan, tidak terjadi 2. Periksa kemungkinan adanya nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari
status hipermetabolik penurunan curah jantung, dada atau angina yang dikeluhkan vasodilatasi perifer yang
dengan kriteria: pasien. berlebihan dan penurunan
a. Nadi perifer dapat teraba 3. Auskultasi suara nafas. Perhatikan volume sirkulasi
normal (60-100x/menit, adanya suara yang tidak normal (seperti 2. Merupakan tanda adanya
kuat) krekels). peningkatan kebutuhan oksigen
b. TD:100-120/80- 4. Observasi tanda dan gejala haus yang oleh otot jantung atau iskemia.
90x.menit, RR: 16- hebat, mukosa membran kering, nadi 3. S1 dan murmur yang menonjol
20x/menit, S:36-37,5 C 0 lemah, penurunan produksi urine dan berhubungan dengan curah
c. Capilary reffil <2 detik hipotensi,pengisian kapiler lambat jantung meningkat pada keadaan
d. Status mental baik 5. Kolaborasi : berikan obat sesuai hipermetabolik
e. Palpitasi berkurang dengan indikasi : Penyekat beta seperti: 4. Dehidrasi yang cepat
propranolol, atenolol, nadolol dapat yang akan menurunkan
volume sirkulasi dan
menurunkan curah jantung
5. Diberikan untuk
mengendalikan pengaruh
tirotoksikosis terhadap takikardi,
tremor dan gugup serta obat
pilihan pertama pada krisis
tiroid akut. Menurunkan
frekuensi/ kerja jantung oleh
daerah reseptor penyekat beta
adrenergic dan konversi dari
T3 dan T4
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Dongoes Marilynn, E.1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.

Nanda International. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Pembimbing Akademik :

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa mempunyai
efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa
zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali
mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu
Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local,
seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local,
tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa
Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa
ular yang telah diketahui ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah

sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus

2
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

3. Anatomi dan Fisiologi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16%
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 -1,9 meter
persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,
umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus,
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasal
dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan

3
epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong,
2008).

4. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah
bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular.
Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara
mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga
menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat
berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin
dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang
terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan
bradikinin.

5. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi,
gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang
bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul
setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan)
pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir
hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan
alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu
pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti
usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya
disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa

4
haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati.

6. Patoflow Diagram Kasus

Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)

Masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan

Merusak sel-sel endotel


dinding pembuluh
darah

Kerusakan membran
plasma

Komponen peptida bisa


ular berikatan dengan
reseptor

Bereaksi dan menimbulkan


Nyeri, rasa
bradikinin, serotonin, dan
terbakar, dan
histamin
gatal

Toksik menyebar melalui


pembuluh darah

KERACUNAN GIGITAN
ULAR

5
PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN
KERACUNAN GIGITAN
1. Bawa ke DIAGNOSTIK
ULAR
RS secepatnya 1. Pemeriksaan
2. Evaluasi klinis lengkap Laboratorium Darah
3. Derajat Lengkap
envenomasi harus
dinilai dan observasi
6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi
sesuai kondisi klien Gangguan pada Gangguan
Gangguan sistem neurologis sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Koagulopati
Mengenai saraf yang Syok hipovolemik
hebat
berhubungan dengan sistem
pernapasan Toksik masuk
ke pembuluh Gagal napas
darah

MK: Resti Oedema Paru


Infeksi Hipotensi

Sukar Bernapas

MK: Kerusakan
pertukaran gas

6
7. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

8. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar
gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan
waktu retraksi bekuan.

9. Penatalaksanaan Medik
Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan
adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4
jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan
segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang
paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung.
Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.

Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan


laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji
silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit.

7
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
a. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk
menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
b. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan
tangani syok jika ada.
c. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas
hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
d.Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk
menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan
jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah
korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak

2. Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi
endotoksin

b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada


hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
tak adekuat

8
3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi
endotoksin Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas
- Pantau frekuensi pernapasan
- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
- Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
- Observasi warna kulit dan adanya sianosis
- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
- Batasi pengunjung klien
- Pantau seri GDA
- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)

b. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung


endotoksin pada hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi
Intervensi :
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
- Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
- Beri kompres mandi hangat
- Beri antipiretik
- Berikan selimut pendingin

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh


tak adekuat
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi :

9
- Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
- Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
-Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
- Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
- Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
- Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
- Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
- Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
- Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

10
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar


Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta

11
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Nandita Eka Putri (21149011113)

Dosen Pembimbing:

Ns. Raden Surahmat, M.Kes.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR

1. Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak
dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio
aktif (Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya
bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka
bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam
menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi
diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama
kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/
gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004).

Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak

2
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar
yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini
, spesialistik serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program
rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).

2. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutan/hipodermis.
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga stratum basal karena sel-
selnya terletak di bagian basal stratum germinatium. Menggantikan sel-sel yang
diatasnya dan merupakan sel-sel yang induk. Bentuknya silindris (tabung)
dengan inti yang lonjong, di dalamnya terdapat butir-butir yang disebut
melanin. Warna sel tersebut tersusun seperti pagar (palisade) dibagian bawah
sel tersebut terdapat suatu membrane yang disebut membrane basalis. Sel-sel
basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dan
dermis.

2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling tebal

3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang terdiri dari

3
sel-sel pipih seperti kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum

Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, sebasea


rambut dan kuku, kelenjar keringat ada 2 jenis: eterin dan apoterin. Fungsinya
mengatur suhu tubuh menyebabkan panas di lepaskan dengan cara penguapan
kelenjar ekrin terdapat di semua daerah kulit, tidak terdapat pada selaput lendir.
Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh tubuh kecuali di telapak tangan, kuku dan
punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas lapisan
granular yaitu stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat diseluruh
tubuh, rambut tubuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis. Kuku merupakan
lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi bagian dorsal dari tangan dan
kaki.

4
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi oleh
membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini
tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai terdapatnya sel lemak.

C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai pegas bila
tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator panas untuk mempertahankan
suhu tubuh.

5
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
 Menutup dan melindungi organ di bawahnya
 Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
 Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
 Tempat penimbunan lemak
 Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan dan
tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan melalui
5 anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit seluruh
tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah
menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2 dan
CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.

3. Etiologi Combustio/ Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder

6
besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

4. Klasifikasi Combustio/ Luka Bakar


1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
7
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis
yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat.
Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah
atau pucat, terletak lebih tinggi di atas
permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung
saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
c. Luka bakar derajat III ( Full ThicknessKerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis
dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada
proses epitelisasi spontan.

8
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi)
tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

9
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Rule of Nine
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
i. Total : 100%
b. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut :

10
5. Fase Combustio/Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur

11
Pathway
1.
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
Gangguan Citra Tubuh
Defisiensi pengetahuan
Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas Penguapan meningkat Masalah Keperawatan:


CO
Resiko infeksi
Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh
Nyeri akut
darah kapiler
Kerusakan integritas kulit

Obstruksi jalan Hb tidak mampu


mengikat O2 Ektravasasi cairan
nafas
(H2O, Elektrolit, Masalah Keperawatan:
Gagal nafas protein)
Hipoxia otak Hambatan mobilitas fisik
MK: ketidak Tekanan onkotik menurun.
efektifan pola nafas Tekanan hidrostati
meningkat k

Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi

Gangguan sirkulasi makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi
Daya tahan
Hipoxia Kebocoran HipoxiaPelepasan Gangguan
Dilatasi tubuh
kapiler sel ginjalkatekolamin Neurologi Laju
lambung menurun metabolism
Sel otak e meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah ginjal hepatik pertumbuha
jantung n Glukoneogenesis
Gagal jantung Gagal ginjal Gagal hepar Gagalglukogenolisis
fungsi sentral

MK:
Ketidakseimbanga n
njutrisi kurang dari
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE kebutuhan tubuh

12
6. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis
dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi

13
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus
luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal.
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah.
Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin
bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai,
hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis
akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

14
7. Manifestasi Klinis
Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Bakar Yang terkena Luka Kesembuhan
Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan
Tersengat matahari Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam
Terkena Api dengan (super Minimal atau waktu satu
intensitas rendah sensitive) tanpa edema minggu
Rasa nyeri Pengelupasan kulit
mereda jika
Didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka
Tersiram air mendidih Bagian Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3
Terbakar oleh nyala api Dermis Sensitif bintik minggu
terhadap udara merah,epidermis Pembentukan
yang dingin retak, permukaan parutdan
luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar
Terbakar nyala api Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan
Terkena cairan Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan
mendidihdalam waktu kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut
yang lama kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya
Tersengat arus listrik jaringan hemolisis Kulit retak kountur serta fungsi
subkutan Kemungkin dengan bagian kulit.
terdapat luka kulit yang Hilangnya jari
masuk dan tampak edema tangan atau
keluar (pada ekstermitas dapat
luka bakar terjadi
listrik)a

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi

d. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera

15
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Ureum
j. Protein
k. Hapusan Luka
l. Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll
2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
3. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih
dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak

9. Penatalaksanaan Luka Bakar


Pengoabatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka bakar
serta pertimbangan penyebabnya.Resusitasi cairan penting dalam menangani
kehilangan cairan intravascular.Oksigen diberikan melalui masker atau ventilasi
buatan.Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah atau
kering.Penambahan obat topkal dapat juga diindikasikan.Luka baka berat
memerlukan debridement luka dan transpalasi.
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada penderita luka
bakar sebagai berikut:
1. Mematikan sumber api
2. Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh
(menyelimuti, menutup bagian yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri
ke air).
3. Merendam atau mengaliri luka
4. Setelah sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau
16
menyiram dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar
ringan tujuan ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel
jaringan dan menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan
mencegah infeksi sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
5. Rujuk ke Rumah Sakit
6. Pada luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang
memiliki unit luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
7. Resusitasi
8. Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas .namun bila terjadi
syok segera di lakukan resusitasi ABC.
a) Pernafasan:
1) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi
Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
b) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra
vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
a. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada pasien
tidak sadar.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma silafasial/gagal
intubasi.
b. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.

c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu
dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan:
17
silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium
providon.
9. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
10. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan
rumus yang di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam

Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )


Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 )
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% /
albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
11. Monitor urine dan CVP.
12. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
13. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
18
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
10. Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika
derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai
oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang
berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan
peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)

A. PENGKAJIAN

1. Data biografi
19
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka
bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen
K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan

2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase
: fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48
jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan

20
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan
stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

d. Gerak dan Aktifitas :


Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien
ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam
21
pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan
mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya
infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien
tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
1) Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

22
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien
mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

23
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas
luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan

d. Pemeriksaan thorak / dada


Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi

e. Abdomen

24
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit

1) Luas luka bakar

Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”

2) Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu


luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti
telah diuraikan dimuka.

3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher
dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan

25
(breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar
yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya
respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada,
keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.

26
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kekurangan NOC NIC


volume cairan  Fluid balance Fluid Management
 Hydration  Timbang popok/pembalut
 Nutritional Status: jika diperlukan
Food and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil : dan output yang akurat
 Mempertahankan urine  Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia (kelembaban membran
dan BB, BJ urine normal, mukosa, nadi adekuat,
HT normal tekanan darah ortostatik), jika
 Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal  Monitor vital sign
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor masukan
dehidrasi, elastisitas turgor makanan/cairan dan hitung
kulit baik, membran intake kalori harian
mukosa lembab, tidak ada  Kolaborasikan pemberian
rasa haus yang berlebihan cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output

27
 Kolaborasi dengan dokter
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal
ginjal

Resiko infeksi NOC NIC


berhubungan  Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan hilangnya  Knowledge : Infection  Bersihkan lingkungan setelah
barier kulit dan control dipakai pasien lain
terganggunya  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
respons imun.  Batasi pengunjung bila perlu
 Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
28
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien
 Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Meningkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC

29
30
Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung
 Klien bebas dari tanda dan untuk mencuci tangan saat
gejala infeksi berkunjung dan setelah
 Mendeskripsikan proses berkunjung meninggalkan
penularan penyakit, faktor pasien
yang mempengaruhi  Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya  Cuci tangan setiap sebelum
 Menunjukkan kemampuan dan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
 Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
batas normal  Pertahankan lingkungan
 Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan
hidup sehat alat
 Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
31
 Berikan perawatan kulit pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukkan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindar
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

32
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Pain Level,  Paint management
dengan inflamasi  pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dan kerusakan  comfort level secara komprehensif termasuk
Setelah dilakukan
jaringan lokasi,karakteristik, durasi,
tindakan keperawatan
frekuensi, kualitas dan faktor
selama …. Pasien tidak
presipitasi.
mengalami nyeri, dengan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil:
ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu 3.Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan tehnik non mencari dan menemukan
farmakologi untuk mengurangi dukungan.
nyeri, mencari bantuan). 4. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi nyeri seperti
berkurang dengan suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan manajemen kebisingan.
nyeri.
5. Mengurangi faktor presipitasi
3. Mampu mengenali nyeri
nyeri.
(skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri). 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman untuk menentukan intervensi.
setelah nyeri berkurang. 7. Ajarkan tentang teknik non
5. Tanda vital dalam rentang farmakologi: napas dala,
normal. relaksasi, distraksi, kompres
6. Tidak mengalami gangguan hangat/ dingin.
tidur
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

9. Meningkatkan istirahat.

10. Berikan informasi tentang nyeri


seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
33
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali

34
Kerusakan
NOC : NIC :
integritas kulit
 Tissue Integrity : Skin and  Pressure Management
berhubungan
Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit
keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
pasien teratasi dengan kriteria tempat tidur.
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang tetap bersih dan kering.
baik bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, jam sekali.
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya
2. Tidak ada luka/lesi kemerahan .
pada kulit. 6. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan baik. minyak/baby oil pada derah
4. Menunjukkan yang tertekan .
pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan kulit mobilisasi pasien.
dan mencegah 8. Monitor status nutrisi
terjadinya cedera pasien.
berulang. 9. Memandikan pasien dengan
5. Mampu melindungi sabun dan air hangat.
kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
mempertahankan peralatan yang
kelembaban kulit dan menyebabkan tekanan.
perawatan alami

Ketidakefektifan NOC : NIC :


pola nafas  Respiratory status : Airway Management
35
berhubungan
Ventilation 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan
 Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
deformitas
Airway patency bila perlu
dinding dada,
 Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
keletihan otot-
Setelahdilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
otot pernafasan,
keperawatan 3. Identifikasi pasien perlunya
hiperventilasi
selama….ketidakefektifan pola pemasangan alat jalan nafas
nafas pasien teratasi dengan buatan
kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
batuk efektif dan suara perlu
nafas yang bersih, tidak 6. Keluarkan sekret dengan batuk
ada sianosis dan atau suction
dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat
mengeluarkan sputum, adanya suara tambahan
mampu bernafas 8. Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak 9. Berikan bronkodilator bila perlu
ada pursed lips ) 10. Berikan pelembab udara kassa
2. Menunjukkan jalan basah NACl Lembab
nafas yang paten ( klien 11. Atur intake untuk cairan
tidak merasa tercekik, mengoptimalkan keseimbangan
irama nafas, frekuensi 12. Monitor respirasi dan status O2
pernafasan dalam Oxygen Therapy
rentang normal , tidak 13. Bersihkan mulut, hidung dan
da suara nafas sekret trakea
abnormal ) 14. Pertahankan jalan nafas yang
3. Tanda- tanda vital paten
dalam rentang normal ( 15. Atur peralatan oksigenasi
tekanan darah, nadi, 16. Monitor aliran oksigen
pernafasan )

36
37
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3.

Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

38

Anda mungkin juga menyukai