Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN SYOK
A. Definisi
Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai,syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun
jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi.
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan
mekanisme homeostasis. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang
agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisa cedera. Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan
dimana volume cairan tidak adekuat didalam pembuluh darah. akibatnya perfusi
jaringan.
Klasifikasi syok
B. Etiologi
Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau
gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Penyebab syok berdasarkan jenis syok
sebagai berikut :
3. Syok septic
a) Infeksi bakteri gram negatif
b) Malnutrisi
c) Luka besar terbuka
d) Iskemia saluran pencernaan
4. Syok anafilaktik
a) makanan,
b) obat obatan,
c) bahan-bahan kimia dan
d) gigitan serangga
e) Alergi
C. Patofisiologi
Tahapan syok yaitu keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap
kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani
oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
a) Tahap kompensasi
Tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang
dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan
darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini
sulit untuk dikenal karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
b) Tahap dekompensasi
Dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh
akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan,
tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang
dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan
tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
c) Tahap ireversibel
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini
terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir
sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung.
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga
aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya
hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang
terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
f) Hiperventilasi
g) Sianosis perifer
h) Gelisah, kesadaran menurun
i) Produksi urine menurun
a) Syok hipovolemik
1) Pucat
2) Kulit dingin
3) Takikardi
4) Oliguri
5) Hipotensi
b) Syok kardiogenik
c) Syok septic
d) Syok anafilaktik
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(peptida)
Melepaskan histamin
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma
Hipovolemia
volume menurun
menurun
Penurunan curah
jantung
G. PENGKAJIAN
1. Aktifitas
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
Tekanan darah normal/ sedikit dibawah normal ( selama hasil curah jantung tetap
meningkat ).
Denyut perifer kuat, cepat ( perifer hiperdinamik ): lemah/lembut/mudah hilang,
takikardi ekstrem ( syok ).
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
Kulit hangat, kering, bercahaya ( vasodilatasi ), pucat,lembab,burik
( vasokontriksi ).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, Mual, Muntah.
Tanda : Penurunan haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah
oliguri,anuria.
1. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kejang abdominal,lakalisasi rasa sakit/ketidak nyamanan
urtikaria,pruritus. Pernapasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, penggunaan
kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.
Suhu : umumnya meningkat ( 37,9 ° C atau lebih ) tetapi mungkin normal pada lansia
atau mengganggu pasien, kadang subnormal.. Menggigil.Luka yang sulit / lama
sembuh, drainase purulen,lokalisasi eritema. Ruam eritema macular.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
TRAUMA THORAX
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA THORAX
A. Definisi
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma
tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh
benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan system pernafasan.
B. Anatomi Fisiologi
Struktur thoraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang dada, terdiri atas
12 verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae), dan sternum. Tulang iga dan
sternum membentuk susunan sangkar dan menyokong rongga thoraks. Ruang antara
tulang-tulang iga disebut ruang interkostalis dan diberi nomor berdasarkan tulang iga
diatasnya (contoh: ruang intercostalis kedua berada dibawah tu;ang iga kedua).
Diafragma adalah otot yang memisahkan rongga toraks dari abdomen dan digunakan
selama inspirasi.
Dinding dada.
Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada
adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula.
Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama
pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.
Dasar toraks
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlansung dengan bantuan
gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan
mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi
karena kontraksi otot pernafasan , yaitu m.intercostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara
terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan
udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intra abdomen, diafragma akan
naik ketika m.intercostalis akan tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan
dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen, menyebabkan
ekspirasi jika otot intracostal dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan
pasif (Sjamsuhidajat, 2004).
C. Etiologi
1. Tamponade jantung: disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks: disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau
spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga
dada), iatrogenik (pleural tap, biopsi paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif).
D. Manifestasi klinis
1. Tamponade jantung
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat,
Keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah
2. Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan
3. Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun
terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi
melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal.
E. Patofisiologi/ Pathway
Trauma thorax
F. Komplikasi
klep jantung.
5. Esofagus : mediastinitis.
ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik awal yang dilakukan, yaitu:
1. Rontgen dada
2. HSD
3. Urinalisis
4. Elektrolit dan osmolalitas
5. Saturasi oksigen
6. Gas darah arteri
7. EKG
8. CT Scan juga dpt dilakukan
H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengevaluasi kondisi pasien dan melakukan
resusitasi agresif. Sebuah jalan nafas segera ditetapkan dengan dukungan oksigen dan
pada beberapa kasus, dukungan ventilator. Tetapkan kembali volume cairan,
memulihkan seal pleura dalam dada, dan mengalirkan cairan intrapleura serta darah.
Untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi jantung paru, jalan nafas yang
adekuat dibuatdan dilakukan ventilasi. Tindakan ini termasuk stabilisasi dan
menstabilkan kembali intregitas dinding dada, menyumbat setiap lubang pada dada
(pneumotoraks terbuka), dan mengalirkan atau membuang setiap udara atau udara atau
cairan dari dalam toraks untuk menghilangakan pneumotoraks/hemotoraks serta
tamponade jantung. Hipovolemia dan curah jantung yang rendah diperbaiki.
(keperawatan medikal bedah, 2001)
I. Konsep Dasar Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik medik, alamat.
Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan
bernafas.
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana (nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri,
safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.
Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat
riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
7. Sistem Endokrin :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
4. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang
tidak maksimal karena akumulasi cairan/udara
2. ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Perubahan kenyamanan: nyeri akut berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal
4. Resikolaboratif: atelektasis dan penggeseran mesiatinum
5. Kerusakan integritas kulit berhubngan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage
6. Resiko terdapatnya infeksi berhubungan tempat masuknya infeksi sekunder terhadap
trauma
b. Intervensi keperawatan
Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .
GAGAL NAFAS
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL NAFAS
A. DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah
ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2
didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang
tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon
dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran
oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen
yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja
dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen.
Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih
tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru
(alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses
pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang
dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika
mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat
pernapasan di otak, atau pun kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-
paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru- paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
B. Klasifikasi
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam.
C. Etiologi
e) Ensefalitis
2) Kelainan neuromuscular
b) Sindroma guilainbare
d) Miastenia gravis
e) Distrofi otot
3) Kelainan Pleura dan Dinding Dada
b) Pneumotoraks tension
c) Efusi leura
c) Fibrosis kistik
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
b) Sarkoidosis
c) Scleroderma
d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
E. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat
dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1)
Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun)
b. Radiologi:
H. Penatalaksanaan Medis
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO 2<40% menggunakan kanul
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan
sepsis.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru
c. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
1. Pengkajian
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
d. Pemeriksaan fisik
1) System pernafasaan
2) System Kardiovaskuler
Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut
jantung paradok
3) System neurologis
Aktifitas
3) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
6) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat Tanda : perubahan mental, kelemahan
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
8) Pernafasan:
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
9) Interkasi sosial
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Bersihkan
Faktor yang berhubungan : mulut, hidung
dan secret
- Hiperventilasi trakea
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding Pertahankan
dada jalan nafas yang
- Penurunan paten
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan Atur
muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh peralatan
- Kelelahan otot pernafasan oksigenasi
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri Monitor
- Kecemasan aliran
- Disfungsi Neuromuskuler oksigen
- Kerusakan
persepsi/kognitif Pertahankan
- Perlukaan pada jaringan posisi pasien
syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
Vital sign
Monitoring
Monitor
Tekanan
darah,nadi,
suhu, dan RR
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor vital
sign saat
pasien
berbaring,
duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
Monitor TD,
nadi,RR
sebelum,
selama,dan
setelah aktivitas
Monitor
kualitas
dari nadi
Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor suara
paru
Monitor
pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
Monitor
sianosis perifer
Monitor adanya
cushing
triad (tekanan
nadiyang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
3 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
Respiratory Status :
Airway Management
Gas exchange
Definisi : Kelebihan atau Respiratory Status : Buka jalan nafas,
ventilation guanakan teknik
kekurangan dalam oksigenasi
Vital Sign Status chin lift atau jaw
dan atau pengeluaran thrust bila perlu
karbondioksida di dalam Kriteria Hasil :
Posisikan pasien
membran kapiler alveoli Mendemonstrasikan untuk
peningkatan ventilasi memaksimalkan
dan oksigenasi yang ventilasi
Batasan karakteristik : adekuat Identifikasi
Memelihara pasien perlunya
🟆 Gangguan penglihatan kebersihan paru paru pemasangan alat
dan bebas dari tanda jalan nafas buatan
🟆 Penurunan CO2 tanda distress Pasang mayo bila
pernafasan perlu
🟆 Takikardi Mendemonstrasikan Lakukan
batuk efektif dan fisioterapi dada
🟆 Hiperkapnia suara nafas yang jika perlu
bersih, tidak ada Keluarkan sekret
🟆 Keletihan sianosis dan dyspneu dengan batuk
atau suction
🟆 somnolen (mampu Auskultasi suara
mengeluarkan nafas, catat
🟆 Iritabilitas sputum, mampu adanya suara
bernafas dengan tambahan
🟆 Hypoxia mudah, tidak ada Lakukan suction
pursed lips) pada mayo
🟆 kebingungan Tanda tanda vital Berika
dalam rentang bronkodilator bial
🟆 Dyspnoe
normal perlu
🟆 nasal faring Barikan
pelembab udara
🟆 AGD Normal Atur intake untuk
cairan
🟆 sianosis mengoptimalkan
keseimbangan.
🟆 warna kulit abnormal (pucat, Monitor respirasi
kehitaman) dan status O2
🟆 Hipoksemia
Respiratory
🟆 hiperkarbia Monitoring
Monitor rata –
🟆 sakit kepala ketika bangun
rata, kedalaman,
🟆frekuensi dan kedalaman irama dan usaha
respirasi
nafas abnormal
Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
Faktor faktor yang berhubungan penggunaan otot
: tambahan,
retraksi otot
🟆 ketidakseimbangan perfusi supraclavicular
ventilasi dan intercostal
Monitor suara
🟆 perubahan membran kapiler- nafas, seperti
alveolar dengkur
Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
Catat lokasi
trakea
Monitor
kelelahan otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan /
tidak adanya
ventilasi dan
suara
tambahan
Tentukan
kebutuhan
suction dengan
meng auskultasi
crakles
dan
ronkhi pada
jalan napas
utama
auskultasi
suara
paru setelah
tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, Sue et. al. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth Edition. St.
Louis : Mosby Inc.
INFARK MIOKARDIUM
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing:
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARDIUM
1. Definisi
Menurut Udjianti Wajan Juni di dalam buku Keperawatan Kardiovaskular (2011),
Infark Miokard Akut adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena
kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard).
Menurut Alwi, I di dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (2014), ST Elevasi Infark
Miokard adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard dan
dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan
biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan mortalitas 1 tahun (7-
18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis sesuai pedoman dan
intervensi. Tanda dan gejala umum pada penderita STEMI sendiri yaitu, nyeri pada dada kiri
yang menyebar smpai ke bahu, leher dan lengan. Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk,
ditekan, rasa terbakar,rasa terpelintir, rasa tertindih benda berat. Selain nyeri, klien juga
mersakan mual, muntah, berkeringat dingin, cemas terhadap penyakit yang dirasakannya,
bada tersa lemas, kadang sulit bernafas.
Susunan miokardium:
1) Susunan otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun dalam dua
lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut Iuar ini paling nyata di bagian depan
atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri
dari serabut-serabut berbentuk lingkaran.
2) Susunan otot ventrikuler: Membentuk bilik jantung dimulai dari cincin atrioventrikular
sampai ke apeks jantung.
3) Susunan otot atrioventrikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik
(atrium dan ventrikel).
e. Endokardium (permukaan dalam jantung).
Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang mengilat, terdiri dari jaringan endotel
atau selaput lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
f. Katup jantung
Nazmah A (2012) mengatakan di dalam buku panduan belajar membaca
Elektrokardiografi. Katup jantung adalah pintu penghubung antara kedua atrium dengan
kedua ventrikel dan kedua ventrikel dengan kedua cabang sirkulasinya. Dimana katup
jantung ini berfungsi mencegah aliran darah agar tidak balik ke ruang jantung yang
mempunyai tekanan lebih rendah. Ada 4 katup jantung yang harus kita ketahui adalah sebagai
berikut :
1) Katup trikuspid, yaitu katup yang menghubungkan antara atrium kanan dengan ventrikel
kanan. Katup triskupid ini mempunyai 3 daun katup.
2) Katup pulmonal, yaitu katup yang menghubungkan ventrikel kanan dengan sirkulasi
pulmonal. Katup pulmonal juga memiliki 3 daun katup.
3) Katup Mitral, yaitu katup Yang menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.
Katup mitral mempunyai 2 daun katup, makanya sering disebut dengan katup bicuspid.
4) Katup Aorta, yaitu katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan sirkulasi
sistemik. Katup aorta juga memiliki 3 daun katup.
Katup yang menghubungkan kedua atrium dengan kedua ventrikel dinamakan katup
atrioventrikular (katup mitral/biskupid dan katup trikuspid), sedangkan katup yang
menghubungkan antara kedua ventrikel dengan sirkulasi sistemik dan pulmonal dinamakan
katup semilunar (katup aorta dan katup pulmonal).
g. Pembuluh darah besar jantung
Putri & wijaya (2013) di dalam buku Keperawatan Medikal Bedah ada beberapa
pembuluh darah besar yaitu:
1) Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian atas
diafragma ke atrium kanan.
2) Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan
3) Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri.
4) Pulmonary trunk, yaitu pemuluh darah besar yang membawa darah kotor dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonalis
5) Arteri pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari
pulmonary trunk ke kedua paru-paru
6) Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih dari
kedua paru-paru ke atrium kiri.
7) Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari ventrikel
kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian
atas.
8) Dessending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
h. Arteri koroner
Arteri koroner berasal dari bagian proksimal aorta (cabang pertama aorta) sebagai arteri
koronaria kanan dan arteri koronaria kiri. Pembuluh ini tepat terletak tepat di sebelah dalam
terhadap epikardium pada permukaan jantung. Jantung menerima dua perdarahan yaitu
epikardium dan miokardium di perdarahi oleh arteri koronaria dan cabang-cabangnya,
sedangkan endokardium menerima O2 dan nutrien dari kontak langsung dengan darah di
dalam ruang jantung.
i. Siklus jantung
Nazmah A, (2012) di dalam buku panduan belajar membaca EKG Secara garis besar
siklus jantung terdiri dari dua 2 komponen yaitu sistolik atau kontraksi dan diastolic atau
relaksasi. Atau sering kita mendengarnya dengan sebutan Lub= Sistolik dan Dup= Diastolic.
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa untuk mempermudah mempelajari
siklus jantung, jantung di bagi menjadi dua bagian yaitu jantung bagian kanan (Atrium dan
Ventrikel Kanan) serta jantung bagian kiri (Atrium dan Ventrikel Kiri).
Dimana atrium kanan menerima darah yang miskin oksigen dari vena kava superior, vena
kava inferior dan sinus koronarius. Dari atrium kanan darah akan dialirkan ke ventrikel kanan
melalui katup trikuspidalis. Dari ventrikel kanan darah akan dipompakan ke 4 pulmonary
arteri melalui katup pulmonal ke paru-paru kiri dan kanan untuk di oksigenisasi.
Setelah darah di oksigenisasi di paru-paru, selanjutnya darah akan diteruskan ke atrium
kiri melalui 4 vena pulmonalis. Dari atrium kiri darah akan dialirkan ke ventrikel kiri melalui
katup biskupid atau katup mitral. Kemudian dari ventrikel kiri, melalui katup aorta darah
dipompakan ke seluruh organ tubuh termasuk ke jantung itu sendiri kernudian setelah darah
yang kaya akan oksigen dipakai maka darah akan dikembalikan lagi ke atrium kanan
(Nazmah Abu, 2012)
lnfark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. lnfark digambarkan lebih lanjut
sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai
dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum.
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri
Oksigen turun
Intoleransi
aktifitas
Gangguan perfusi
Gagal jantung
jaringan
e) B4 (bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan Infark Miokard Akut karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f) B5 (bowel)
Klien biasanya mengalami mual muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada
keempat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda utama Infark Miokard
Akut
g) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. Tanda klinis yang lain
ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun beraktivitas.
Kaji hygienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
Alwi, I. (2014). Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing.
TRAUMA KEPALA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Pembimbing Akademik :
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA
A. DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta
edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh
trauma benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada
kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma olehbenda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.
2
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Kepala
a. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh-
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan
kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat
membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma
dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
b. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur
tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.
Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak
masuk
/ menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak)
dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang
3
dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam
(labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan
prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya
darah dalam ruang epidural.
c. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
1) Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis
menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat
diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
a) Melindungi otak
b) Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal
saja tanpa jaringan vaskuler )
c) Membentuk periosteum tabula interna.
2) Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada
dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang
merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar dengan
bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-
vena otak yang melewati subdural mempunyasedikit jaringan penyokong
sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
3) Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua
lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan
sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar
ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong
dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini
melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi
cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
d. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai
pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1) Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2) Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
4
tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian
tekanan tekanan intra cranial).
e. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1
satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan
berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr),
Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa
Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di
dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini
menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya
perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi,
menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat
kematian.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur,
misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat
terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala
sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan
perdarahan.
5
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan
otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak,
robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk
robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion
Pressure MAP : Mean Arterial
Pressure ICP : Intra Cranial
Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang
makin parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial
hipotensi/syok, hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
6
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan
kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair
membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan
terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang
berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic
bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).
7
PATHWAY
Cidera kepala
Oedem otak
kebocoran cairan
kapiler
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral oedema paru cardiac output
Penumpukan
Ketidak efektifan
Ketidakefektif pola cairan/secret
perfusi jaringan
napas
perifer
Difusi O2
terhambat
Ketidakefektifbersihan
jalan napas
8
E. MANIFESTASI KLINIS
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar
G. KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
9
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi
ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka
mata.
Skala GCS :
Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak bisa dimengerti 2
Tidak ada respons 1
10
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa
gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak
maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan
otak. (Tunner, 2000)Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan
pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000)
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
11
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari),
tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer
dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000).
12
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan,
tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota
keluarga, agama.
13
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
3) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
4)Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi)
bradikardi, takikardi.
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
6) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan
selera. Tanda : muntah, gangguan menelan.
7) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan
dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda :Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku
dan memoris.
9) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat,
merintih.
10) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi
14
oleh hiperventilasi nafas berbunyi)
11) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara
umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
12) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria.
c. Masalah Keperawatan
1) Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifanbersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit
d. Prioritas Masalah
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3) Ketidakefektifan pola nafas
4) Ketidak efketifan perfusi jaringan perifer
5) Kerusakan integritas jaringan kulit
15
7. Paralisis
Ketidaknormalan dalam berbicara
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
16
Batasan karakteristik:
Subjektif
1. Perubahan sensasi
Objektif
1. Perubahan karakteristik kulit
2. Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
3. Klaudikasi
4. Kelambatan penyembuhan
5. Nadi arteri lemah
6. Edema
7. Tanda human positif
8. Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
9. Diskolorasi kulit
10. Perubahan suhu kulit
11. Nadi lemah atau tidak teraba
4) Kerusakan integritas jaringan kulit
b/d Faktor berhubungan
1. Cedera jaringan
2. Jaringan rusak
Batasan karakteristik
1. Kerusakan pada lapisan kulit
2. Kerusakan pada permukaan kulit
3. Invasi struktur tubuh
17
g) Keletihan
h) Keletihan otot pernapasan
i) Nyeri
j) Obesitas
k) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
l) Sindrom
hipoventilasi Batasan
karakteristik:
18
NURSING CARE PLANNING
19
jangkan panjang dan saat
ini
7 Mengolah informasi
8 Membuat keputusan yang
Tepat
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas
1. posisiskan klien untuk
Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam
memaksimalkan ventilasi
Faktor berhubungan: masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan penyedotan melalui
1. Lingkungan;
endotrakea dan nasotrakea
merokok, menghisap No Skala Awal Akhir
3. kelola nebulizer ultrasonik
asap rokok, perokok 1 Kemudahan bernapas
4. posisikan untuk meringankan
pasif
20
2. Obstruksi jalan napas; 2 Frekuensi dan irama sesak napas
terdapat benda asing Pernapasan 5. monitor status pernapasan dan
dijalan napas, spasme 3 Pergerakan sputum keluar oksigenasi
jalan napas dari jalan napas
3. Fisiologis; kelainan 4 Pergerakan sumbatan
dan penyakit keluar dari jalan napas
Indikator:
Batasan karakteristik: 1. gangguan eksterm
Subjektif 2. berat
1.Dispnea 3. sedang
Objektif 4. ringan
1. Suara napas tambahan 5. tidak ada gangguan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
21
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
3 Ketidakefektifan pola nafas NOC: status pernapasan: ventilasi NIC: manajemen jalan napas
22
dan penyakit 4 Pergerakan sumbatan
keluar dari jalan napas
Batasan karakteristik: Indikator:
Subjektif 1. gangguan eksterm
1. Dispnea 2. berat
Objektif 3. sedang
1. Suara napas 4. ringan
tambahan 5. tidak ada gangguan
2. Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
3. Batuk tidak ada atau
tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk
berbicara
6. Penurunan suara napas
7. Ortopnea
8. Gelisah
23
9. Sputum berlebihan
10. Mata terbelalak
4 Kerusakan integritas NOC: intergritas jaringan: kulit dan membran NIC: perawatan luka tekan
jaringan kulit mukosa
1. monitor warna, suhu, udem,
kelembaban dan kondisi area
Faktor berhubungan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
sekitar luka
1.Cedera jaringan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
2. lakukan pembalutan dengan tepat
2.Jaringan rusak
3. berikan obat-obat oral
No Skala Awal Akhir
4. monitor adanya gejala infeksi di
Batasan karakteristik: 1 Suhu, elastisitas, hidrasi
area luka
1. Kerusakan pada lapisan dan sensasi
5. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali
kulit 2 Perfusi jaringan
untuk mencegah penekanan
2. Kerusakan pada 3 Keutuhan kulit
6. gunakan tempat tidur khusus anti
permukaan kulit 4 Eritema kulit sekitar
dekubitus
3. Invasi struktur tubuh 5 Luka berbau busuk
7. monitor status nutrisi
6 Granulasi
8. pastikan bahwa pasien mendapat
7 Pembentukan jaringan
diet tinggi kalori tinggi protein.
Parut
24
8 Penyusutan luka
Indikator:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan
25
DAFTAR PUSTAKA
Ulya, I., dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma.
Jakarta Selatan: Salemba Medika.
26
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing:
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Kasus
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera/rudapaksa
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
Workman, 2006).
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen adalah suatu
kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda tumpul atau benda yang
2. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
3. Klasifikasi
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra
abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2005) terdiri dari :
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
5. Anatomi fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari atas
diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian – abdomen
yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul dari
panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga –
iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan
usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan
bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada
diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta
abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
6. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan
jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang
akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada
benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya
trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah
posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
Trauma Hipovolumia
tembus Trauma tumpul
Kerusakan Hipermetabolik
intergritas kulit Distensi abdomen
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas
daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal
dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam
(melena).
4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
3) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.
4) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan dan dapat memperburuk
keadaan
9. Komplikasi
b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena
d. Emboli Pulmonar
f. Pneumonia
g. Tekanan ulserasi
h. Atelektasis
i. Sepsis
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus.
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya
dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
1) Hamil
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan
NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl
b. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
a. Abdominal paracentesis
laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
c. Pemasangan NGT
e. Pemberian antibiotic
f. Laparotomi
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
(Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai
dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
a) Anamnesa
1) Biodata
2) Keluhan Utama
Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada Kuadran mana
Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal
hemostasis.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan
napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan
adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
Pada inspeksi :
Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya
abdomen iritasi.
Pada palpasi :
Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi :
Pada Auskultasi :
Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
Aktifitas/istirahat
a) Aktivitas
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
b) Sirkulasi
dll).
c) Integritas ego
d) Eliminasi
f) Neurosensori.
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan
1) Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
h) Pernafasan
i) Keamanan
a) Nyeri
b) Resiko infeksi
h) Resiko perdarahan
Rencana keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit NOC : Tissue integrity : Skin & Mucous Membranes NIC : Incission Site Care
Definition :
Perubahan / gangguan epidermis dan / Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, 1. Kaji luka insisi ( kemerahan dan pemasangan
atau dermis pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit dengan kriteria selang drainase )
Batasan karakteristik : hasil : 2. monitor luka insisi untuk menemukan tanda dan
Kerusakan lapisan kulit gejala infeksi
Gangguan permukaan kulit No Indikator Awal Tujuan 3. lakukan perawatan luka steril
Invasi struktur tubuh 1 Perfusi jaringan normal 5 4. gunakan antiseptik sesuai indikasi
Faktor yang 2 Tidak ada tanda infeksi 5 5. anjurkan klien cara untuk meminimalisasi stress /
berhubungan Eksternal 3 Tekstur jaringan normal 5 tekanan dari luka insisi
zat kimia 4 Proses penyembuhan luka 5 6. ajarkan klien / keluarga cara merawat luka post
usia yang ekstrem 5 Jaringan kulit kering 5 operasi
kelembapan 7. jelaskan kepada klien / keluaraga tanda dan gejala
hipertermia Indikator infeksi
1. Gangguan ekstrem 8. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
hipotermia
2. Berat terapi farmakologis
imobilisasi fisik
Internal 3. Sedang
perubahan status cairan 4. Ringan
perubahan turgor 5. Tidak ada gangguan
perubahan pigmentasi
penurunan imunologis
2. Nyeri akut NOC : Pain Level NIC : Pain Management
Definition : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien 1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
yang muncul akibat kerusakan jaringan menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
yang aktual atau potensial atau secara komfrehensif
digambarkan dalam hal kerusakan No Indikator Awal Tujuan 2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
sedemikian rupa ( international 1 Melaporkan nyeri berkurang 5 nyeri
Association for study of pain ) : awitan 2 Ekspresi wajah saat nyeri 5 3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas 3 Gelisah 5 4. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
ringan hingga berat dengan akhir yang 4 Mengerang / merintih 5 5. Monitor TTV
dapat diantisipasi atau diprediksi dan 5 TTV 5 6. Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum nyeri
berlangsung < 6 bulan menjadi berat
Batasan karakteristik : Indikator 7. Pastikan klien menerima pemberian analgetik
Perubahan selera makan 1. Gangguan ekstrem 8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
Perubahan tekanan darah 2. Berat obat golongan analgetik
Perubahan frekuensi jantung 3. Sedang
Perubahan frekuensi pernafasan 4. Ringan
Laporan isyarat 5. Tidak ada gangguan
Diaforesis
Mengekspresikan perilaku ( mis :
gelisah, merengek, menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah )
Masker wajah ( mis : mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu
fokus, meringis )
Sikap melindungi area nyeri
Fokus menyempit ( miss : gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan )
Indikasi nyeri yang dapat diamati
Perubahan posisi untuk menghindari
nyeri
Melaporkan nyeri secara verbal
Fokus pada diri sendiri
Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera ( mis : biologis, zat kimia,
fisik, psikologis )
3. Resiko Infeksi NOC : Risk Control : Infectious Process NIC : Infection Control
Defenition : 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan klien
Mengalami peningkatan risiko terserang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. pertahankan tekhnik isolasi
organisme patogenik diharapkan pasien menunjukkan terbebas dari infeksi, dengan 3. batasi jumlah pengunjung
Faktor Resiko kriteria hasil : 4. ajarkan untuk meningkatkan mencuci tangan
Penyakit kronis No Kriteria Awal Tujuan untuk setiap tindakan
diabete militus 5. instruksikan klien untuk hand hygiene
obesitas 1 Mengakui resiko diri untuk 5 6. instruksikan pengunjung untuk hand hygiene
Pengetahuan yang tidak cukup untuk infeksi sebelum dan sesudah memasuki ruangan klien
menghindari pemajanan patogen 2 Menggunakan tekhnik 5 7. gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
pertahanan tubuh primer yang tidak desinfektan tangan
adekuat 3 Identifikasi diri dari tanda dan 5 8. cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
gangguan peristaltik gejala yang potensial tindakan
kerusaskan integritas kulit 4 Mempertahankan lingkungan 5 9. gunakan sarung tangan steril
perubahan sekresi PH bersih 10. pastikan penanganan aseptik dari semua IV line
trauma jaringan 5 Menggunakan pelayanan 5 11. Anjurkan istirahat
kesehatan 12. dorong untuk memenuhi intake cairan
13. pertahankan lingkungan aseptik
Indikator : 14. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
1. Gangguan ekstrem antibiotic
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC : Respiratory Status : Ventilation NIC : Airway Suction
Definition : Ketidakmampuan untuk Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien 1. pastikan kebutuhan oral
membersihkan sekresi atau obstruksi dari menunjukan perbaikan bersihan jalan nafas dengan kriteria 2. auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
saluran nafas untuk mempertahankan
hasil: suctioning
bersihan jalan nafas
3. informasikan kepada keluarga dan klien tentang
Batasan Karakteristik No Kriteria Awal Tujuan suction
4. minta klien nafas dalam sebelum dan sesudah
Tidak ada batuk 1 Tingkat pernafasan 5 suction
Suara nafas tambahan
5. gunakan alat steril untul setiap tindakan
Perubahan frekuensi napas 2 Irama pernafasan 5
6. Monitor status oksigen pasien
Perubahan irama napas
Sianosis 3 Akumulasi sputum 5 7. buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift / jaw
Keslutian berbicara/mengeluarkan trust
suara 4 Retraksi dada 5 8. keluarkan cairan / secret dengan batuk efektif /
Penurunan bunyi nafas suction
Dispnea 5 Kedalaman inspirasi 5 9. monitor respirasi dan status oksigen
Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
Batuk yang tidak efektif Indikator :
Ortopnea 1. Gangguan ekstrem
Gelisah 2. Berat
Mata terbuka lebar 3. Sedang
Faktor yang 4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
berhubungan Lingkungan
Perokok fasif
Menghisap asap
Merokok
Fisiologis
Disfungsi neuromuskular
5 Perdarahan 5
Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
9. Defisit perawatan diri NOC : Activity Intolerance NIC : Self Care Assistance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, klien 1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
menunjukkan status perbaikan perawatan diri secara mandiri, 2. Ciptakan lingkungan yang nyaman selama waktu
dengan kriteria hasil : makan
3. Tempatkan pasien dalam posisi yang nyaman
No Kriteria Awal Tujuan untuk makan
4. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
1 Makan 5 5. Pertahankan posisi dan privasi pasien saat
berpakaian
2 Berbaju 5 6. Sediakan artikel pribadi pasien (sabun mandi,
shampo dll)
3 Mandi 5
4 Kebersihan 5
Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6.
Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA MUSKULOSKLETAL
( FRAKTUR )
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing :
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA MUSKULOSKLETAL
FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A.
Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey
M.Spivak et al., 1999).
B. Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar
dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung.
Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
2
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk; trauma
karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang
baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan
osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel
tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-
elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh
benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin)
yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah
metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya
terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan
tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/
menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).
B. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar
dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang
panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula
tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan
mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari
ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya
halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar
dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan
daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum
merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat
dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
D. FUNGSI TULANG
4
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
E. Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan
berikut :
Klasifikasi etiologis
6
Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan
terbuka
Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur
dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol dengan
bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih
dari dua fragmen tulang.
e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan ini
mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya.
7
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan sering
terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.
8
F. Pathway
Fraktur
Nyeri
Perub jaringan sekitar
Kerusakan fragmen tulang
9
G. Manifestasi klinis
1) Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di
kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371
H. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
10
I. Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2) Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open
Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
J. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun, sianosis pada
bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas
disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar
oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur terbuka,
tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam pembedahan,
seperti pin (ORIF & OREF) dan plat
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
12
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan tidak
dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen
tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur tibia-
fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan
yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik,
pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan,
osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
13
K. PENGKAJIAN
a) Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :
Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :
b) Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan
c) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma lain.
d) Riwayat kesehatan masa lalu :
14
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya,
pengobatan pada saat sakit.
e) Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali klien
yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan komplikasi.
f) Pemeriksaan fisik :
1) Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS
c. Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
d. Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
e. Suhu : suhu normalnya 36 − 37,5𝑜𝐶
f. RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis frakturnya
apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya
perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan
syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau
gagal nafas akut)
2)Antropometri
BB= kg
TB= cm
3) Pemeriksaan sistematika/persistem
A) Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien fraktur
tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien trauma panggul
terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di
sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma panggul berat
biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut.
B) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening,
15
tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
- Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
- Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil
pemeriksaan
C) Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor
kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat
asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
D) Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola
mata kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke atas dan kebawah normal
Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan
kurang/ hilangnya reflek kedip
Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola
mata ke samping
I) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
J) Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan
17
Pola kebiasaan sehari-hari
No Pola Sebelum sakit Saat sakit
1. Makan dan minum
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Alergi Tidak ada Tidak ada
Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
Alat bantu makan Tidak ada Tidak ada
2. Istirahat dan tidur
Siang 2 jam 2-3 jam
Malam 7 jam 7-8 jam
18
3. Personal higiene
Mandi
frekuensi 2x/hari 1x/hari
Oral
higiene 2x/hari Tidak pernah
frekuaensi
Cuci rambut 3x/minggu Tidak pernah
Frekuensi
4. Eliminasi
BAK
Frekuensi 3-5x/hari 3-5x/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Penggunaan alat bantu Tidak menggunakan Menggunakan
BAB kateter
Frekuensi 1-2x/hari
Warna kuning Tidak tentu
Konsistensi padat Kuning
Padat
5. Pola aktivitas Terbaring
A. Data Psikologis
1. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk diam
2. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang
3. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
19
d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
e. Harga diri:
B. Data Sosial
1. Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas
2. Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan jelas
C. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktivitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
D. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
a) Tomografi
b) Mielografi
c) Artrografi
2) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Elektromiograf: terdapat kerusakan kondusif saraf akibat fraktur
7) Atroskopi: di dapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan
8) Indium imaging: pada pemeriksaan ini adanya di dapatkan infeksi pada
tulang
9) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Diagnosa pre op
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
20
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
b. Diagnosa post op
1) Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
2) Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
RENCANA KEPERAWATAN
a. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri Pain level - Lakukan pengkajian
fisik, spasme otot, gerakan Pain control nyeri secara
fragmen tulang edema, Comfort level komprehensif termasuk
21
cedera jaringan lunak lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil :
pemasangan traksi. durasi,
- Pasien mampu
frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri
presipitasi
- Melaporkan bahwa
- Observasi reaksi nonverbal
nyeri berkurang dengan
dari ketidaknyamanan
menggunakan
- Gunakan komunikasi
manajemen nyeri
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik
relaksasi kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d suplai Tissue tertentu yang hanya peka
darah jaringan perfucion: terhadap
cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan - Batasi gerakan pada kepala,
status sirkulasi yang leher dan punggung
ditandai dengan :
Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan
Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan
:
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
22
Menunjukan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter
baik bisa
dipertahankan - Monitor aktivitas dan mobilisasi
(sensasi, pasien
elastisitas,temperat - Ganti balutan, bersihkan area
ur, hidrasi, sekitar jahitan atau staples ,
pigmentasi) tidak menggunakan lidi kecil
ada luka/lesi
- Menunjukan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidera
ulang
23
2. Hambatan mobilisasi fisik Joint movement: - Monitoring vital sign
b.d kerusakan rangka active sebelum/sesudah latihan dan
neuromuscular, nyeri, Mobility Level lihat respon pasien saat latihan
terapi restriktif Self care: ADL - Kaji kemampuan pasien dalam
(imobilisasi) Transfer mobilisasi
performance Kriteria - Dampingi dan bantu pasien saat
hasil: mobilisasi dan bantu penuhi
- Pasien meningkat kebutuhan
dalam aktivitas fisik - Berikan alat bantu jika klien
- Mengerti tujuan memerlukan
dari peningkatan
mobilisasi
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATAN OBSTETRIC
(ABORTUS)
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATAN OBSTETRIC
(ABORTUS)
A. Definisi Kasus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat
badan janin kurang dari 500 gram (Murray, 2002)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia
22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Praworihardjo, 2006)
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup di luar
kandungan (Nugroho, 2010)
Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil konsepsi
(desidua dan fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi medis.
B. Macam-Macam Abortus
Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia
kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang
menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin
mencapai viabilitas.
Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak
berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau
keduanya.
Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat
berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus
spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil
konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan.
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1. Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2. Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar,
sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
C. ANATOMI ORGAN REPRODUKSI INTERNA
1.
SERVIKS
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
isthmus uteri. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih
tepatnya kerucut.Batas atas serviks adalah ostium interna.Serviks letaknya menonjol melalui
dinding vagina anterior atas.Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai
portio vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis.
Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan,
ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks.Bagian luar
dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks.Lorong antara ostium eksterna ke
rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk uterine
arteri.Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina bagian atas.
2. UTERUS
Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas
penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di bawah,
yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah organ yang
memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Pada
setiap sisi dari uterus terdapat dua buah ligamentum broad yang terletak diantara rektum dan
kandung kemih, ligamentum tersebut menyangga uterus sehingga posisi uterus dapat bertahan
dengan baik. Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk datar pada permukaan
anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian posterior.Pada bagian atas korpus,
terdapat bagian berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterina disebut fundus.Serviks
berada pada bagian yang lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus. Sebelum masa
pubertas, rasio perbandingan panjang serviks dan korpus kurang lebih sebanding; namun setelah
pubertas, rasio perbandingannya menjadi 2 : 1 dan 3 : 1.
Gambar 1.Gambaran uterus pada wanita normal. Anterior (A), lateral kanan (B), dan posterior
(C). a = tuba fallopi, b = round ligament, c = uteroovarian ligament, Ur = ureter1
3. PLASENTA
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas dapat berdiferensiasi menjadi 2 jenis yakni:
1. Ekstravili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel invasif yang
menginvasi (trofoblas interstitial) desidua maternal dan arteri spiralis (trofoblas endovaskuler)
miometrium.
2. Vili – sel sitotrofoblas berproliferasi dan bergabung membentuk sel sinsisiotrofoblas
multinukleus yang membentuk permukaan luar vili plasenta janin.
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai dan berlangsung sampai
12-18 minggu setelah fertilisasi. Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis
plasenta. Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasif telah
melakukan penetrasi ke arteri spiralis pada lapisan basal endometrium. Pada usia kehamilan 8
minggu (6 minggu setelah nidasi) telah terjadi invasi terhadap 40-60 arteri spiralis di daerah
desidua basalis yang menjadi tempat implantasi plasenta. Lalu terbentuklah sinus
intertrofoblastik yaitu ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh darah yang
dihancurkan. Pertumbuhan ini berjalan terus, sehingga timbul ruangan-ruangan interviler di
mana vili korialis seolah-olah terapung-apung di antara ruangan tersebut. Vili korialis ini akan
bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.
Plasenta berbentuk bundar atau oval; ukuran diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm, berat 500-
600 gram. Biasanya plasenta atau uri akan berbentuk lengkap pada kehamilan kira-kira 16
minggu; dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim. Letak plasenta yang normal
umumnya pada corpus uteri bagian depan atau belakang agak kearah fundus uteri.Plasenta
normal menanamkan diri sampai ke batas atas lapisan otot rahim.
Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu :
1) Bagian janin (fetal portion). Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri
yang matang terdiri atas :
Vili korialis
Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri
spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah dipompa dengan tekanan 70-80
mmHg kedalam ruang interviler sampai lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari
kotiledon-kotiledon. Darah tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke vena
di desidua dengan tekanan 8 mmHg.
Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah lapisan amnion
ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri
bagian permukaan janin.
2) Bagian maternal (maternal portion). Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari
beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah). Desidua basalis pada uri yang matang disebut
lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi utero-plasental berjalan keruang-ruang intervili
melalui tali pusat.
3) Tali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-
55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm), strukturnya terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1
vena umbilikalis serta jelly wharton.
6. Manifestasi Klinik
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan
per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan
keluhan nyeri pada perut bagian bawah. (Mitayani, 2009)
Secara umum terdiri dari:
1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat.
3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
8.Pemeriksaan
Pemeriksaan Ginekologi
1. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk
dari ostium.
3. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol
dan tidak nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
4. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan
glandula thyroidea.
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
9. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain.
3. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat.
4. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif
enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci,
Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-
organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah
E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus,
Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai
adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus
pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
10. Patways
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian :
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan
alamat
2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang pervaginam berulang
Riwayat kesehatan ,
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin ,
dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
3. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler dalam jumlah berlebih
2. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan dan kontraksi uterus
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri sendiri dan janin
Intervensi Keperawatan
Carpenito, Lynda. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media
Salemba Medika Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetric. Yogyakarta: Nuha
Medika
Praworihardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun oleh :
Pembimbing Akademik :
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan
cedera tubuh dengan adanyareaksi kimia (Smeltzer suzana dalam nurarif kusuma,
2015).
Keracuanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi.
( Brunner & Suddarth, 2015).
2
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian
dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring,
dan laring
3. Laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan
ruas tulang belakang.
4. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung.Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering disebut esofagus (dari bahasa
Yunani: oeso – “membawa”, dan phagus – “memakan”). Esofagus
bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3
5. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia
b. Fundus
c. Antrum.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
4
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
5
9. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum.
11. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin.Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
6
12. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia
dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat.Dia juga memproduksi bile, yang
penting dalam pencernaan.
7
C. Klasifikasi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang
mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain:
1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme
yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang
bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain:
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan
membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini
banyak dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang
sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah
badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan
ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf
otak lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan
susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum.
Oleh karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
8
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
b) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa
sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak,
kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita
dirangsang agar muntah. Kemudian lambungnya dibilas dengan
larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air), atau
dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan
kirim penderita ke rumah sakit.
c) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam
jengkol dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga
mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan,
cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita
diberi minum air soda sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang
rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya.Pada keracunan
yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
d) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu.
Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
9
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali
makanan yang sudah tertelan itu. Kalau mungkin lakukan pula
pembilasan lambung dan pernafasan buatan.Obat yang khas untuk
keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.
e) Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong
beracun biasanya ditanam hanya untuk pembatas kebun, dan
binatangpun tidak mau memakan daunnya.Racun asam biru tersebut
bekerja sangat cepat.Dalam beberapa menit setelah termakan racun
singkong, gejala-gejala mulai timbul.Dalam dosis besar, racun itu
cepat mematikan.
2. Minyak Tanah
Penyebab karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak
tanah:
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-
negara berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua
10
3. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan
golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan karbamat lain
adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin)
dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia
urin, miosis, fasikulasi otot, cemas dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi,
bronkospasme, kram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan letargi
biasanya terlihat sejak awal.Kematian biasanya karena depresi pernafasan.
4. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa
seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri.
5. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise,
ansietas, sampai edema laring, bronkhospasme berat, syok dan
kematian.Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan dan
kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau
serangan gigitan serangga didantaranya adalah:
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa,
namun dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan pertolongan
darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran
darah tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-
organ penting (vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
11
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan,
tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema)
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak Gejala tersebut
dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.
1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati
setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-
lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah
yang banyak
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat
menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat
banyak reaksi alergi
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari
rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari
perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali
d. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
f. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan
serangga.Penyakitserum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik
merah dan bengkakserta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas
hari setelah penggunaananti serum.
a. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak
(encephalitis).
12
b. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.
D. Etiologi
13
E. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:
a. Kelainan visus
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
3. Keracunan sedang
a. Nausea, muntah-muntah
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
14
e. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
F. Patofisiologi
bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
hati ( sebagai akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di
mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih
tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
15
penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
G. Komplikasi
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
e. Syok
H. Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan
memberi korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban
untuk muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah
dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak
tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut
korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha
memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.
16
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan
seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah,
tiner, serta pembersih toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan
inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat
dan perbaiki perfusi jaringan.
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas
buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-
obatan depresan saluran nafas, Jikaperlurespirator pada kegagalan
nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun
organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan buatan
hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag
– valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan
besar.Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh
dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat
17
sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah
aspirasi pnemonia.
4) Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akhir pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai
timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15–30-60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
18
I. Discharge Planning Keracunan
19
c. Racun melalui inhalasi
1) Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
2) Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang
terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth.
d. Racun melalui suntikan
3) Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri
bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
4) Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
5) Beri kompres dingin di tempat suntikan
e. Mengeluarkan racun yang telah diserap
Dilakukan dengan cara:
6) Diuretic: lasix, manitol
7) Dialisa
8) Transfusi exchange
20
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva
F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter diperlukan
untuk pengeluaran urin
2. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
- Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah,
perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di
tenggorokan dan lambung.
- Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun
yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah
lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan
dan kapan terjadinya.
21
b) Data Objektif
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat
membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di
bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat
plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
3) Pemeriksaan toksikologi :
22
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat akumulasi
udara.
2. Resiko kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan depresi
sistem saraf pusat
4. INTERVENSI
NO.
DX Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
24
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan a) Kaji tingkat kecemasan a) Peningkatan kecemasan
diharapkan ansietas klien menurun pasien secara terus akan mengacu pada
atau hilang dengan Kriteria hasil: menerus. pasien tidak mau
b) Jelaskan tentang semua berespon terhadap
- Pasien akan melaporkan
tindakan yang akan semua tindakan yang
adanya tingkat penurunan
dilakukan terhadap dilakukan.
kecemasan yang dialaminya
pasien. b) Pasien akan merasa
- Pasien menunjukkan keadaan
yang relaksasi c) Anjurkan pasien untuk aman dan kooperatif
- Pasien dapat berdoa sesuai dengan dalam setiap tindakan
mengidentifikasikan keyakinan pasien. yang akan diberikan.
kecemasan yang dialaminya d) Kolaborasikan dengan c) Doa akan menyebabkan
dan mampu mengontrol dir dokter psikologis pasien akan
dan situasi merasa aman.
d) Mengetahui masalah
klien yang belum
teratasi.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAPORAN PENDAHULUAN
KETOASIDOSIS DM
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Pembimbing Akademik :
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
A. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan
elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yan g ditandai dengan asidosis met abolik akibat pembentukan
keton yang berlebihan, sedangk an SHH ditandai dengan hiperos molalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American Diabetes
Association, 2004)
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan ketosis
yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark, 2008)
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epide miologi dan angka
kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang definisi KAD. Sindroma ini
mengandung triad yang terdiri dari hiperglikemia, ketosis dan asi demia. Konsensus
diantara para ahli dibidang i ni mengenai kriteria diagnost ik untuk KAD adalah pH
arterial < 7,3, kadar bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL
disertai ketonemia dan ketonuria moderate (Kitabchi dkk, 2004).
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium,
dan natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah
sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.
B. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada
2
pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus.
Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh:
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
· Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel
darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.
· Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
· Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
· Kardiovaskuler : infark miokardium
· Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and
adrenergik. (Samijean Nordmark,2008)
C. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa ke dalam jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia
yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan kelebihan
produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton,
menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium,
3
kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik
yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan
Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking
vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat
dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan
tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
4
KETOASIDOSIS DIABETIKUM ( KAD )
5
Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelan’s Critical Care Nursing: Diagnosis
and Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult. www.nursingconsult.com
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula
yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut
polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi
koma yang disebut koma diabetik (Price, 2005).
6
PATHWAY KETOASIDODIS DIABETIKUM
7
D. Manifestasi Klinik
1. Diagnosis KAD
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
· Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
· Asidosis, bila pH darah < 7,3.
· kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
· Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
· Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
· Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
2. Diagnosis banding KAD
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain
termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis
laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
:
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit,
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
F. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi
ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati
diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
8
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
9
G. Pengkajian
1. Survey Primer
Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS <8)
mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat
dipertahankan oleh penyisipan Guedel’s saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson
atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan drainase
jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.
Circulation
Penggantian cairan
Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita dehidrasi berat bisa berlanjut
pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan
resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory
hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi terhadap
insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan penggantian
elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin
harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular dan
memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa digunakan jika pasien dalam
syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit
air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati
pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil setiap 15 menit),
fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan untuk menghindari overload
cairan.
(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA)
10
2. Survey
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih(infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika
terjadi hipovolemia berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites,
Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan
glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan
diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia,
Gangguan penglihatan
11
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru,
masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat
Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang
erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam)
Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang, Lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengatuan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
3. Pemeriksaan Laboratorium
12
1. Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL
glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat
digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
4. Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan
kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.
5. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih
rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir
CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
Keton.
13
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung
lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
7. β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3
mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
8. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing
yang mendasari.
9. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis >
330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H 2O ini, maka pasien jatuh
pada kondisi koma.
10. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
11. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
12. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut
akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
14
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes.
Diabetic Hyperosmolar
Sifat-sifat ketoacidosis non ketoticcoma Asidosis laktat
(KAD) (HONK)
Glukosa Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
plasma
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
H. Diagnosa Keperawatan
15
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikema,
pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau
mental.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa.
I. Intervensi Keperawatan
16
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO KEPERAWATAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
1 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Fluid balance Fluid management
Definisi: Penurunan
Hydration 1. Pertahankan catatan intake dan
cairan intravaskuler,
Nutritional output yang akurat
interstisial, dan/atau
Status : 2. Monitor status hidrasi (
intrasellular. Ini kelembaban membran mukosa, nadi
Food and
mengarah ke dehidrasi, adekuat, tekanan darah ortostatik ),
Fluid Intake
kehilangan cairan dengan jika diperlukan
pengeluaran sodium 3. Monitor vital sign
Kriteria Hasil :
Batasan Karakteristik : 4. Monitor masukan makanan / cairan
1. Mempertahankan
-Kelemahan Haus urine output sesuai dan hitung intake kalori harian
dengan usia dan BB, 5. Kolaborasikan pemberian cairan
-Penurunan turgor IV
BJ urine normal, HT
kulit/lidah 6. Monitor status nutrisi
normal Tekanan darah,
-Membran mukosa/kulit nadi, suhu tubuh 7. Berikan cairan IV pada suhu
kering dalam batas normal ruangan
2. Tidak ada tanda 8. Dorong masukan oral
-Peningkatan denyut nadi, 9. Berikan penggantian nesogatrik
tanda dehidrasi,
penurunan tekanan darah, sesuai output
Elastisitas turgor kulit
penurunan 10. Dorong keluarga untuk membantu
baik, membran
volume/ tekanan nadi pasien makan
mukosa lembab, tidak
-Pengisian vena menurun ada rasa haus yang 11. Tawarkan snack ( jus buah, buah
berlebihan segar )
-Perubahan status mental 12. Kolaborasi dokter jika tanda
Konsentrasi urine cairan berlebih muncul meburuk
meningkat 13. Atur kemungkinan tranfusi
-Temperatur tubuh persiapan untuk tranfusi
meningkat
-Hematokrit meninggi
17
- Kehilangan berat badan
seketika (kecuali pada
third spacing)
Faktor-faktor yang
berhubungan:
-Kehilangan volume cairan
secara aktif
-Kegagalan mekanisme
pengaturan
2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Definisi: Pertukaran udara Respiratory status :
inspirasi dan/atau Ventilation Airway Management
ekspirasi tidak adekuat Respiratory status : 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
Airway patency chin lift atau jaw thrust bila perlu
Batasan karakteristik : Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
1. Penurunan tekanan memaksimalkan ventilasi
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Penurunan pertukaran 1. Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas buatan
udara per menit batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
3. Menggunakan otot nafas yang bersih,
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pernafasan tambahan 4. tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu
Nasal flaring Dyspnea atau suction
mengeluarkan sputum,
Orthopnea 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas
5. Perubahan adanya suara tambahan
dengan mudah, tidak
penyimpangan dada 8. Lakukan suction pada mayo
ada pursed lips)
6. Nafas pendek 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Menunjukkan jalan
7. Assumption of 3-point nafas yang paten (klien 10. Berikan pelembab udara Kassa
position tidak merasa basah NaCl Lembab
8. Pernafasan pursed-lip tercekik, irama nafas, 11. Atur intake untuk cairan
9. Tahap ekspirasi frekuensi pernapasan mengoptimalkan keseimbangan
berlangsung sangat lama dalam rentang normal, 12. Monitor respirasi dan status O2
10. Peningkatan tidak ada suara napas
diameter anterior- abnormal) Terapi oksigen
posterior 1. Bersihkan mulut, hidung dan
11. Pernafasan rata- 3. Tanda Tanda vital secret trakea
rata/ minimal dalam rentang normal 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
18
a 12. Bayi : < 25 atau > 60 (tekanan darah, nadi, Atur peralatan oksigenasi
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 pernafasan) 3. Monitor aliran oksigen
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 4. Pertahankan posisi pasien
Usia > 14 : < 11 atau > 24 5. Observasi adanya tanda tanda
Kedalaman pernafasan hipoventilasi
dewasa volume tidalnya 6. Monitor adanya kecemasan
500 ml saat istirahat pasien terhadap oksigenasi
Bayi volume tidalnya 6-8
ml/Kh Vital sign Monitoring
13. Timing rasio 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
14. Penurunan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan
kapasitas vital darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
Faktor yang berhubungan: duduk, atau berdiri
1. Hiperventilasi 4. Auskultasi TD pada kedua lengan
2. Deformitas tulang dan bandingkan
3. Kelainan bentuk dinding 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
dada selama, dan setelah aktivitas
4. Penurunan 6. Monitor kualitas dari nadi
energi/kelelahan 7. Monitor frekuensi dan irama
5. Perusakan/ pelemahan pernapasan
muskulo-skeletal 8. Monitor suara paru
6. Obesitas Posisi tubuh 9. Monitor pola pernapasan abnormal
7. Kelelahan otot 10. Monitor suhu, warna, dan
pernafasan kelembaban kulit.
8. Hipoventilasi sindrom 11. itor sianosis perifer
Nyeri 12. Monitor adanya cushing triad
9. Kecemasan (tekanan nadi yang melebar,
10. Disfungsi bradikardi, peningkatan sistolik)
Neuromuskuler
Identifikasi penyebab dari perubahan
11. Kerusakan vital sign
persepsi/kognitif
14 Ganti letak IV perifer dan line
12. Perlukaan pada
central dan dressing sesuai dengan
jaringan syaraf tulang
petunjuk umum
belakang
15. Gunakan kateter intermiten untuk
13. Imaturitas Neurologis
menurunkan infeksi kandung
kencing
16. Tingkatkan intake nutrisi
19
14.Malnutrisi 17. Berikan terapi antibiotik bila perlu
15. Peningkatan paparan Infection Protection (proteksi
lingkungan patogen terhadap infeksi)
16. Imonusupresi 18. Monitor tanda dan gejala infeksi
17. Ketidakadekuatan imun sistemik dan lokal
buatan 19. Monitor hitung granulosit, WBC
18. Tidak adekuat 20. Monitor kerentanan terhadap
pertahanan sekunder infeksi
(penurunan Hb, 21. Batasi pengunjung
Leukopenia, penekanan 22. Saring pengunjung terhadap
respon inflamasi) penyakit menular
19. Tidak adekuat 23. Partahankan teknik aspesis pada
pertahanan tubuh primer pasien yang beresiko
(kulit tidak utuh, trauma 24. Pertahankan teknik isolasi k/p
jaringan, penurunan kerja Berikan perawatan kuliat pada area
silia, cairan tubuh statis, epidema
perubahan sekresi pH, 25. Inspeksi kulit dan membran
perubahan peristaltik) mukosa terhadap kemerahan, panas,
20. Penyakit kronik drainase
26. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
27. Dorong masukan cairan Dorong
istirahat
28. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
29. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
30. Ajarkan cara menghindari
infeksi
31. Laporkan kecurigaan infeksi
32. Laporkan kultur positif
20
1. Berat badan 20 % atau dengan tujuan 3.Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal 2. Berat badan ideal meningkatkan protein dan vitamin C
2. Dilaporkan adanya sesuai dengan tinggi 4. Berikan substansi gula
intake makanan yang badan 5. Yakinkan diet yang dimakan
kurang dari RDA 3. Mampu mengandung tinggi serat untuk
(Recomended mengidentifikasi mencegah konstipasi
Daily Allowance) kebutuhan nutrisi. 6. Berikan makanan yang terpilih (
3. Membran mukosa dan sudah dikonsultasikan dengan ahli
konjungtiva pucat 4. Tidak ada tanda gizi)
4. Kelemahan otot yang tanda malnutrisi 7. Ajarkan pasien bagaimana
digunakan untuk 5. Menunjukkan membuat catatan makanan harian.
menelan/mengunyah peningkatan fungsi 8. Monitor jumlah nutrisi dan
5. Luka, inflamasi pada pengecapan dari kandungan kalori
rongga mulut menelan 9. Berikan informasi tentang
6. Mudah merasa 6. Tidak terjadi kebutuhan nutrisi.
kenyang, sesaat setelah penurunan berat badan 10. Kaji kemampuan pasien untuk
mengunyah makanan yang berarti mendapatkan nutrisi yang
7. Dilaporkan atau fakta dibutuhkan
adanya kekurangan
makanan Nutrition Monitoring
8. Dilaporkan adanya 1. BB pasien dalam batas normal
perubahan sensasi rasa 2. Monitor adanya penurunan
9. Perasaan ketidak berat badan
mampuan untuk 3.Monitor tipe dan jumlah aktivitas
mengunyah makanan yang biasa dilakukan
10. Miskonsepsi 4.Monitor interaksi anak atau
11. Keengganan untuk orangtua selama makan
makan 5.Monitor lingkungan selama makan
12. Kram pada abdomen Jadwalkan pengobatan dan tindakan
13. Tonus otot jelek tidak selama jam makan
14. Nyeri abdominal 6.Monitor kulit kering dan
dengan atau tanpa perubahan pigmentasi
patologi 7. Monitor turgor kulit
15. Kurang berminat 8.Monitor kekeringan, rambut
terhadap makanan kusam, dan mudah patah
16. Pembuluh darah 9. Monitor mual dan muntah
kapiler mulai rapuh 10. Monitor kadar albumin, total
17. Diare dan atau protein, Hb, dan kadar Ht
steatorrhea 11. Monitor makanan kesukaan
18. Kehilangan rambut 12. Monitor pertumbuhan dan
yang cukup banyak perkembangan
(rontok) 13. Monitor pucat, kemerahan,
19. Suara usus hiperaktif dan kekeringan jaringan
Kurangnya informasi, konjungtiva Monitor kalori dan intake
misinformasi nuntrisi
Faktor-faktor yang 14. Catat adanya edema,hiperemik,
berhubungan : hipertonik papila lidah dan cavitas
1. Ketidakmampuan
21
pemasukan atau mencerna oral.
makanan atau 15. Catat jika lidah berwarna magenta,
mengabsorpsi zat-zat gizi scarlet
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.
22
5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
Definisi : Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
Tidak adanya atau process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
kurangnya informasi Kowledge : health pengetahuan pasien tentang proses
kognitif sehubungan Behavior penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik. 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Kriteria Hasil : dan bagaimana hal ini berhubungan
Batasan karakteristik 1. Pasien dan keluarga dengan anatomi dan fisiologi, dengan
: menyatakan cara yang tepat.
memverbalisasikan adanya pemahaman 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
masalah, ketidakakuratan biasa muncul pada penyakit, dengan
mengikuti instruksi, tentang penyakit, cara yang tepat
perilaku tidak sesuai. 4. Gambarkan proses penyakit,
kondisi, prognosis dan dengan cara yang tepat
Faktor yang berhubungan : program pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan
keterbatasan kognitif, 2. Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang tepat
interpretasi terhadap mampu melaksanakan 6. Sediakan informasi pada pasien
informasi yang salah, prosedur yang tentang kondisi, dengan cara yang
kurangnya keinginan untuk dijelaskan secara benar tepat
mencari informasi, tidak 3.. Pasien dan keluarga 7. Hindari jaminan yang kosong
mengetahui sumber- mampu menjelaskan Sediakan bagi keluarga atau SO
sumber informasi. kembali apa yang informasi tentang kemajuan pasien
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya. 8. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
11. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
23
12. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara yang
tepat
13. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA
A. Definisi
Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas normal kadar
glukosa darah (Kedia,2011).
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dl. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah dibawah normal
yaitu <60 mg/dl (McNaughton,2011)
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar glukosa
darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan
yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai
dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi
kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang
kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).
B. Klasifikasi
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:
1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti
berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti bingung,
mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual, parestesi,
mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia
dikoreksi. Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:
1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi
obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah
normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya
merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang terkena diabetes
melitus.
C. ETIOLOGI
b. Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda suntik sesuai
dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar
gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar
gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali sehari
dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus seimbang
dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat anda
berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa
darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan
menurun.
diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah
mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi suntikan
setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan
menjadi lambat.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda harus
mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh usus.
Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa.
Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon ini
berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa
waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum menjamin tidak akan
D. Patofisiologi
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative ataupun absolute
dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma glukosa. Mekanisme
pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada
penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan
bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan
dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak
tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal
sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan glukosa dapat
menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke otak.
Karena terjadi penurunan suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan
suplai oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan konsentrasi
glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara
fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi glukosa darah, peningkatan konsentrasi
glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di
bawah batas normal, dan timbulnya gejala- gejala neurologic (autonom) dan penurunan
kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal (Setyohadi, 2012).
Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan
mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal, persyarafan dan
pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh organ perifer.Insulin
memegang peranan utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi
glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormon
konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh sel α
pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap hipoglikemia. Selanjutnya
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan
mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang
disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon
mulamula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi
penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi jaringan
perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak serta proteolisis di
otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan
lemah (Setyohadi, 2012).
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar
glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul.(Carpenito, 2007).
E. PATHWAY
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah,
sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah,
disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus bahaya.
G. Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu dapat
menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat mengakibatkan
kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan
gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek
hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan
pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan koma sampai kematian.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral)
dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang
sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan.
HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-
6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan
beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari
hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat seperti
minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi makanan rigan.
Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang mengandung glukosa, dapat diberikan larutan
glukosa murni 20- 30 gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan
bantuan eksternal, antara lain (Kedia, 2011) :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena pingsan, kejang, atau
perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat pemberian dekstrosa dalam air pada
konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang dewasa,
sedangkankonsentrasi 25% biasanya diberikankepada anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glucagon adalah pengobatan
pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus
diberikan secara intravena dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional,
glucagon dapat diberikan oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang
tua atau pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai
pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Primer Hipoglikemia
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah ada secret
yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
· Chin lift/ Jaw thrust
· Suction
· Guedel Airway
· Instubasi Trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
· Beri oksigen
· Posisikan semi Flower
c. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
· Cek capillary refill
· Pemberian infus
· Auskultasi adanya suara nafas tambahan
· Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
· Cek Frekuensi Pernafasan
· Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
· Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
d. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.Posisikan pasien posisi
semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan ventilasi.Segera berikan Oksigen
sesuai dengan kebutuhan, atau instruksi dokter.
8) Thorax :
I : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka, frekuensi nafas tidak teratur P : tidak ada
udema pulmo
P : ada nyeri tekan dada kiri
A : bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
9) Abdomen :
I : tidak ada luka, tidak ada asites
ROM : penuh, Akral hangat, tidak ada edema, terpasang infuse RL di lengan kanan
Sebelum sakit : pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama keluarga pasien
merasa gelisah dirawat di rumah sakit
13) Pola rekreasi
Sebelum sakit : pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-tempat wisata
Saat dikaji : pasien tidak dapat berekreasi, hanya tidurandi tempat tidur dan cenderung
diam
14) Pola belajar
Sebelum sakit :pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya
Saat dikaji :pasien mengetahui penyakitnya gagal jantung kronik
Disusun oleh :
Pembimbing Akademik :
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KRISIS TIROID
A. Pengertian
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan
stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status
tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak
segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
1999).
B. Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:
1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu
terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.
7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis
(persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik
maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).
C. Patofisiologi
Produksi hormone
tiroid meningkat
Peningkatan suhu
Defisit Beban kerja Disfungsi SSP
tubuh
volume cairan jantung naik Penurunan berat badan
Agitasi, kejang,
Aritmia, takikardi koma
penurunan curah
jantung
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
D. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:
1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)
2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C
3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus,
Amenore)
4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)
5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)
6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).
Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah berkeringat
banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis, dan
peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai deman
lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi
Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf
pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena
b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
c) Multivitamin, terutama vitamin B
d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
f) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid
h) Sedasi jika perlu
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.
Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang
timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif
untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme
yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ, keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi
eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan
memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode
krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan
proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik. Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu
keadaan gawat medis maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis
bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis
tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan
laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus
diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid
terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun
3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.
G. Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
A. Pengkajian
Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda klinik yang dapat
dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi, tremor, delirium, stupor,
coma, dan hiperpireksia.
1. B1 (Breathing)
Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen sebagai
bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.
2. B2 (Blood)
Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang mengakibatkan
peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan cardiac output. Ini
mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi
panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi,
takikardia, dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-
mur sistolik pada area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial
fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan
gagal jantung.
3. B3 (Brain)
Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel,
penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang,
stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.
4. B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).
5. B5 (Bowel)
Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan kehilangan
berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus
sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.
6. B6 (Bone)
Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan
kehilangan berat badan.
B. Diagnosis Keperawatan dan Perencanaan
PERENCANAAN
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Defisit volume cairan berhubungan Setelah diberi asuhan 1. Kaji status volume cairan (TD, suhu, 1. Takikardia, dispnea, atau
dengan status hipermetabolik keperawatan, cairan tubuh bunyi jantung) tiap 1 jam hipotensi dapat mengindikasikan
seimbang dengan kriteria: kekurangan volume cairan
a. Tanda-tanda vital tetap 2. Kaji turgor kulit dan membrane 2. Turgor kulit tidak elastis dan dan
stabil (TD 100-120/60- mukosa mulut setiap 8 jam membran mukosa kering dapat
90 mmHg, N: 60- menjadi gejala kurang cairan.
100x/menit, R”16- 3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 3. Haluaran urin yang rendah
sampai 4 jam. Catat dan laporkan mengindikasikan hipovolemi.
22x/menit, S: 36-37,5
perubahan yang signifikan termasuk 4. Cairan intravena yang
O
C)
urine. cukup dapat menormalkan
b. Warna kulit dan suhu
4. Berikan cairan IV sesuai instruksi. dekompensasi homeostasis
dalam batas normal
5. Nilai elektrolit abnormal dapat
c. Balance cairan seimbang
menjadi tanda kekurangan cairan
d. Turgor kulit elastis dan
5. Kaji semua data laboratorium, dan elektrolit
membrane mukosa laporkan nilai elektrolit abnormal 6. Beta adrenergik dapat
lembab menurunkan gejala yang
6. Berikan beta adrenergik sesuai dimediasi katekolamin sehingga
instruksi memulihkan fungsi jantung
2 Hipertermia berhubungan dengan Setelah diberi asuhan 1. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1 1. Menilai peningkatan dan
status hipermetabolik keperawatan, tidak terjadi jam penurunan suhu tubuh
hipertermi dengan kriteria: 2. Anjurkan banyak minum bila tidak 2. Hidrasi yang cukup dapat
a. Suhu dalam batas normal ada kontraindikasi menurunkan suhu tubuh
36-37,5 C
O
3. Beri kompres hangat 3. Kompres hangat mendilatasi
b. Tidak ada konvulsi
pembuluh darah sehingga
c. kulit tidak memerah
mengurangi panas
d. tidak ada takikardi
4. Gunakan pakaian tipis dan menyerap 4. Pakaian tipis dan menyerap
keringat keringat menurunkan
metabolisme sehingga
menurunkan panas
5. Pertahankan cairan intravena sesuai 5. Cairan intravena memenuhi
progam kebutuhan cairan sehingga
menurunkan panas
6. Berikan antipiretik sesuai program 6. Antipiretik menghambat
produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior sehingga
menurunkan suhu
3 Perubahan perfusi jaringan serebral Setelah diberi asuhan 1. Kaji status neurologi tiap jam 1. Menskrining perubahan tingkat
berhubungan dengan keperawatan, perfusi jaringan kesadaran dan status
hipertiroidisme serebral efektif, dengan neurologis
kriteria: 2. Lakukan tindakan pencegahan 2. Kejang merupakan tanda
a. Tingkat kesadaran terhadap kejang perburukan terhadap perubahan
meningkat (GCS: E:4, status neurologi
M:6, V:5) 3. Kaji adanya kelemahan, patensi 3. Ketidakpatenan jalan nafas,
b. Klien tidak mengalami jalan napas, keamanan, jika tingkat kelemahan, bisa terjadi karena
cedera kesadaran pasien menurun peningkatan status neurologi
c. Jalan napas paten 4. Lakukan tindakan pengamanan 4. Cedera rawan terjadi pada
untuk mencegah cedera pasien dengan perubahan status
neurulogi
4 Penurunan curah jantung Setelah diberi asuhan 1. Pantau tekanan darah tiap jam 1. Hipotensi umum atau ortostatik
berhubungan dengan gagal jantung, keperawatan, tidak terjadi 2. Periksa kemungkinan adanya nyeri dapat terjadi sebagai akibat dari
status hipermetabolik penurunan curah jantung, dada atau angina yang dikeluhkan vasodilatasi perifer yang
dengan kriteria: pasien. berlebihan dan penurunan
a. Nadi perifer dapat teraba 3. Auskultasi suara nafas. Perhatikan volume sirkulasi
normal (60-100x/menit, adanya suara yang tidak normal (seperti 2. Merupakan tanda adanya
kuat) krekels). peningkatan kebutuhan oksigen
b. TD:100-120/80- 4. Observasi tanda dan gejala haus yang oleh otot jantung atau iskemia.
90x.menit, RR: 16- hebat, mukosa membran kering, nadi 3. S1 dan murmur yang menonjol
20x/menit, S:36-37,5 C 0 lemah, penurunan produksi urine dan berhubungan dengan curah
c. Capilary reffil <2 detik hipotensi,pengisian kapiler lambat jantung meningkat pada keadaan
d. Status mental baik 5. Kolaborasi : berikan obat sesuai hipermetabolik
e. Palpitasi berkurang dengan indikasi : Penyekat beta seperti: 4. Dehidrasi yang cepat
propranolol, atenolol, nadolol dapat yang akan menurunkan
volume sirkulasi dan
menurunkan curah jantung
5. Diberikan untuk
mengendalikan pengaruh
tirotoksikosis terhadap takikardi,
tremor dan gugup serta obat
pilihan pertama pada krisis
tiroid akut. Menurunkan
frekuensi/ kerja jantung oleh
daerah reseptor penyekat beta
adrenergic dan konversi dari
T3 dan T4
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. dan Suastika, I.K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta:
EGC.
Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Editor:
Irawati Setiawan. Jakarta :EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price Sylvia, A.1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi IV. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Pembimbing Akademik :
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
SENGATAN BINATANG BERBISA
2. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu
Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local,
seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local,
tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa
Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa
ular yang telah diketahui ada 2 macam :
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
2
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.
3
epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong,
2008).
4. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein. Jumlah
bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan usia ular.
Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur. Secara
mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga
menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat
berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin
dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang
terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan
bradikinin.
4
haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati.
Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)
Masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan
Kerusakan membran
plasma
KERACUNAN GIGITAN
ULAR
5
PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN
KERACUNAN GIGITAN
1. Bawa ke DIAGNOSTIK
ULAR
RS secepatnya 1. Pemeriksaan
2. Evaluasi klinis lengkap Laboratorium Darah
3. Derajat Lengkap
envenomasi harus
dinilai dan observasi
6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi
sesuai kondisi klien Gangguan pada Gangguan
Gangguan sistem neurologis sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Koagulopati
Mengenai saraf yang Syok hipovolemik
hebat
berhubungan dengan sistem
pernapasan Toksik masuk
ke pembuluh Gagal napas
darah
Sukar Bernapas
MK: Kerusakan
pertukaran gas
6
7. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
9. Penatalaksanaan Medik
Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan
adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4
jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan
segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang
paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung.
Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
7
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
a. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk
menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
b. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan
tangani syok jika ada.
c. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas
hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
d.Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk
menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan
jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
1. Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah
korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
b. Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak
2. Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi
endotoksin
8
3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi
endotoksin Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas
- Pantau frekuensi pernapasan
- Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
- Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
- Observasi warna kulit dan adanya sianosis
- Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
- Batasi pengunjung klien
- Pantau seri GDA
- Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
- Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
9
- Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
- Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
-Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
- Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
- Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
- Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
- Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
- Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
- Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun oleh :
Dosen Pembimbing:
2021/2022
1
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
2
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar
yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini
, spesialistik serta individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program
rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling tebal
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang terdiri dari
3
sel-sel pipih seperti kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum
4
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis dilapisi oleh
membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini
tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah mulai terdapatnya sel lemak.
C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai pegas bila
tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator panas untuk mempertahankan
suhu tubuh.
5
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan dan
tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan melalui
5 anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit seluruh
tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah
menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2 dan
CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
6
besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
8
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi)
tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
9
4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Rule of Nine
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
i. Total : 100%
b. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut :
10
5. Fase Combustio/Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur
11
Pathway
1.
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir
Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
Gangguan Citra Tubuh
Defisiensi pengetahuan
Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit
Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi
MK:
Ketidakseimbanga n
njutrisi kurang dari
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE kebutuhan tubuh
12
6. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis
dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi
13
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus
luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal.
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah.
Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin
bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai,
hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis
akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
14
7. Manifestasi Klinis
Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Bakar Yang terkena Luka Kesembuhan
Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan
Tersengat matahari Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam
Terkena Api dengan (super Minimal atau waktu satu
intensitas rendah sensitive) tanpa edema minggu
Rasa nyeri Pengelupasan kulit
mereda jika
Didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka
Tersiram air mendidih Bagian Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3
Terbakar oleh nyala api Dermis Sensitif bintik minggu
terhadap udara merah,epidermis Pembentukan
yang dingin retak, permukaan parutdan
luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar
Terbakar nyala api Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan
Terkena cairan Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan
mendidihdalam waktu kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut
yang lama kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya
Tersengat arus listrik jaringan hemolisis Kulit retak kountur serta fungsi
subkutan Kemungkin dengan bagian kulit.
terdapat luka kulit yang Hilangnya jari
masuk dan tampak edema tangan atau
keluar (pada ekstermitas dapat
luka bakar terjadi
listrik)a
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi
15
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Ureum
j. Protein
k. Hapusan Luka
l. Urine Lengkap, dllRontgen : Foto Thorax, dll
2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
3. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih
dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak
c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal yaitu
dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan:
17
silver sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium
providon.
9. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
10. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan
rumus yang di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:
A. PENGKAJIAN
1. Data biografi
19
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka
bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen
K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase
: fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48
jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
20
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan
stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
22
2) Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum
ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan
dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien
mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
l. Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
m. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
23
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas
luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
e. Abdomen
24
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher
dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan
25
(breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar
yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)
Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)
Genetalia 1% 1% 1%
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute
abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya
respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada,
keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.
26
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
27
Kolaborasi dengan dokter
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
Monitor tanda vital
Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
Monitor adanya tanda gagal
ginjal
29
30
Kriteria Hasil : Instruksikan pada pengunjung
Klien bebas dari tanda dan untuk mencuci tangan saat
gejala infeksi berkunjung dan setelah
Mendeskripsikan proses berkunjung meninggalkan
penularan penyakit, faktor pasien
yang mempengaruhi Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya Cuci tangan setiap sebelum
Menunjukkan kemampuan dan sesudah tindakan
untuk mencegah timbulnya keperawatan
infeksi Gunakan baju, sarung tangan
Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
batas normal Pertahankan lingkungan
Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan
hidup sehat alat
Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit,
WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
31
Berikan perawatan kulit pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukkan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindar
infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
32
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Level, Paint management
dengan inflamasi pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dan kerusakan comfort level secara komprehensif termasuk
Setelah dilakukan
jaringan lokasi,karakteristik, durasi,
tindakan keperawatan
frekuensi, kualitas dan faktor
selama …. Pasien tidak
presipitasi.
mengalami nyeri, dengan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil:
ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu 3.Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan tehnik non mencari dan menemukan
farmakologi untuk mengurangi dukungan.
nyeri, mencari bantuan). 4. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi nyeri seperti
berkurang dengan suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan manajemen kebisingan.
nyeri.
5. Mengurangi faktor presipitasi
3. Mampu mengenali nyeri
nyeri.
(skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri). 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman untuk menentukan intervensi.
setelah nyeri berkurang. 7. Ajarkan tentang teknik non
5. Tanda vital dalam rentang farmakologi: napas dala,
normal. relaksasi, distraksi, kompres
6. Tidak mengalami gangguan hangat/ dingin.
tidur
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Meningkatkan istirahat.
34
Kerusakan
NOC : NIC :
integritas kulit
Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
berhubungan
Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan lesi pada
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian yang
kulit
keperawatan selama….. longgar.
kerusakan integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
pasien teratasi dengan kriteria tempat tidur.
hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang tetap bersih dan kering.
baik bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi, jam sekali.
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya
2. Tidak ada luka/lesi kemerahan .
pada kulit. 6. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan baik. minyak/baby oil pada derah
4. Menunjukkan yang tertekan .
pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan
proses perbaikan kulit mobilisasi pasien.
dan mencegah 8. Monitor status nutrisi
terjadinya cedera pasien.
berulang. 9. Memandikan pasien dengan
5. Mampu melindungi sabun dan air hangat.
kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
mempertahankan peralatan yang
kelembaban kulit dan menyebabkan tekanan.
perawatan alami
36
37
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3.
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
38