Disusun Oleh :
Kelompok 1
Nurmaya (SR19213083)
PONTIANAK
2022
A. Konsep Teori
1. Definisi
Syok adalah keadaan kritis akibat kegagalan system sirkulasi dalam mencukupi
nutrient dan oksigen baik dari segi pasokan dan pemakaian untuk metabolism selular
jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler (Tash
Ervien S, 2015)
2. Etiologi
Penyebab syok berdasarkan jenis syok sebagai berikut:
a) Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah)
- Kehilangan darah, misalnya perdarahan
- Kehilangan plasma, misalnya luka bakar dan dehidrasi : cairan yang mask
kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare,
muntah-muntah,).
- Cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen sendiri)
b) Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri:
- Penyakit jantung iskemik, seperti infark
- Obat-obat yang menepresi jantung dan gangguan irama jantung.
c) Syok septic
- Infeksi bakteri gram negative
- Malnutrisi
- Luka besar terbuka
- Iskemia saluran pencernaan
d) Syok anafilaktik
- Makanan
- Obat obatan
- Bahan-bahan kimia dan
- Gigitan serangga
3. Klasifikasi Syok
a) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat
kehilangan darah yang cepat (syok hemorogik). Kehilangan darah dari luar yang
akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan
dua penyebab yang paling sering pada syok hemorogik. Syok hemorogik juga
dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam
rongga dada dan rongga abdomen. Dua penyebab utama kehilangan darah dari
dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta
abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan
yang signifikan (selain darah).
b) Syok kardiogenetik
Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah
jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenetik dapat
didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya
penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa
nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub
atau sekat jantung.
c) Shock septic
Suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang membahayakan
nyawa sebagai akibat dari sepsis, disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Syok
septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh system kekebalan untuk melawan suatu infeksi).
Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan
gangguan perdaran darah. Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman
Gram negative ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan
pintas arteriovena perifer. Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapastitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hypovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai
udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tiidak disebabkan penurunan
perfungsi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan
oksigen karena toksin kuman.
d) Shock anafilaktik
Shock anafilaktik merupakan suatu reaksi alergi yang cukup serius. Penyebabnya
bisa bermacam macam mulai dari makanan, obat-obatan, bahan-bahan kimia dan
gigitan serangga. Disebut serius karena kondisi ini dapat menyebabkan kematian
dan memerlukan tindakan medis segera. Jika seseorang sensitive terhadap suatu
antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul
reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terkait pada antibody
dipermukaan sel mat sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamine, dan zat
vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi
kapiler menyeluruh. Terjadi hypovolemia relatif karena vasodilatasi yang
mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang menurunkan
ventilasi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis syok (Kowalak, 2011)
yaitu:
a) Nilai hematokrit dapat menurun pada perdarahan atau meninggi pada jenis syok
lain yang disebabkan hypovolemia.
b) Pemeriksaan koagulasi dapat mendeteksi koagulopati akibat DIC (Diseminata
Intravascular Coagulation).
c) Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan jumlah sel darah putih
dan laju endap darah yang disebabkan cedera daninflamasi, kenaikan kadar
ureum dan kreatinin akibat penurunan perfusi renal, peningkatan serum laktat
yang terjadi sekunder karena metabolism anaerob, kenaikan kadar glukosa serum
pada stadium dini syok karena hati melepas cadangan glikogen sebagai respon
terhadap stimulasi saraf simpatik.
d) Analisis gas darah arteri dapat mengungkapkan alkalosis respiratorik pada syok
dalam stadium dini yang berkaitan dengan takipnea,asidosis respiratorik pada
stadium selanjutnya yang berkaitan dengan depresi pernapasan, dan asidosis
metabolik pada stadium selanjutnya yang terjadi sekunder karena metabolism
anaerob.
6. komplikasi
a) Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
b) Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
c) DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan
yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi
7. Prognosis
a) prognosis hipovolemik
Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian meskipun
sudah diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang
mempengaruhi Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia
jika mengalami Hypovolemic shock akan sulit ditangani dan disembuhkan.
Hypovolumic shock dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau
tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian
terhadap orang tersebut. Hypovolemi shock biasanya tergantung dari hal-hal
berikut:
1) Banyaknya darah yang hilang
2) Kecepatan penggantian cairan tubuh
3) Kondisi kesehatannya
4) Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan
b) prognosis kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada infark miokard
akut. Tanpa penanganan yang agresif dan ahli yang berpengalaman, mortalitas
syok kardiogenik mencapai 70-90%. Kunci untuk mencapai prognosis yang baik
adalah, diagnose yang cepat, terapi suportif sesegera mungkin, serta
revaskularisasi arteri koroner secara tepat pada pasien yang mengalami iskemik
dan infark miokard. Mortalitas pasien-pasien yang dirawat inap secara
keseluruhan mencapai 57%. Pasien dengan usia >75 tahun, mortalitas 64,1%.
Mortalitas syok kardiogenik yang disebabkan STEMI dan NSTEMI adalah sama.
Infark yang melibatkan ventrikel kanan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Prognosis pasien-pasien yang berhasil selamatt dari syok kardiogenik belum
diteliti dengan baik namun mungkin lebih baik jika penyebab yang mendasarinya
berhasil dikoreksi dengan tepat. Namun penelitian terbaru menunjukkan
mortalitas syok kardiogenik di era modern saat ini 50%. Faktor-faktor yang
mempengaruhi prognosisnya antara lain: usia, tanda-tanda klinis hipoperfusi
perifer, kerusakan organ anoksik, LVEF, serta kemamuan pompa jantung.
Mortalitas jangka pendek dipengaruhi oleh data hemodinamik pasien sedangkan
angka keselamatan jangka panjang.
c) Prognosis Syok anafilaksis
Prognosis anafilaksis bergantung pada seberapa cepat diagnosis dan tatalaksana
yang tepat diberikan. Apabila identifikasi dan penanganan segera dilakukan,
prognosis anafilaksis cukup baik.
d) Prognosis Syok Sepsis
Prognosis pasien yang sudah mengalami syok sepsis bersifat kurang baik.
Mortalitas pada kasus sepsis berat mencapai 25-30%, dan pada syok sepsis 40-
70%.Tingkat mortalitas pada syok sepsis bergantung pada berbagai faktor,
termasuk patogen yang mendasari, sensitivitas antibiotik, organ yang terlibat, dan
usia pasien. Bukti ilmiah yang ada juga menunjukkan bahwa adanya takipnea dan
gangguan kesadaran merupakan prediktor luaran yang buruk.
B. Asuhan Keperawatan
Studi Kasus
Seorang laki-laki berusia 40 tahun mengalami kecelakaan motor jatuh dari motor.
Akibatnya korban mengalami fraktur pelvis dekstra dan mengalami kehilangan
volume darah > 40%. Ditemukan tanda dan gelaja, pucat, akral dingin, nadi:
120x/menit, RR: 27x/menit danTD: 50/40mmHg.
Data tambahan :
Tn. B segera dibawa ke IGD dalam keadaan lemas, tampak sesak napas, Pernapasan
cepat dan dangkal, tampak meringis dan pasien mengeluh sakit di area abdomen
region kanan bawah dan panggul, tampak ada memar dan bengkak di bagian panggul
sebelah kanan, luka gores besar di lutut sebelah kanan, terjadi perdarahan. Turgor
kulit dan membrane mukosa kering, kapilari refiil memanjang > 2 detik, nadi teraba
lemah,
Nama Pasien : Tn. B Tanggal :-
Umur : 40 tahun Ruang :-
Jenis Kelamin : laki-laki Diagnosa Medis : Syok Hipovolemik
Pengkajian Primer
1. Pengkajian ABCD
a) Circulation :
Adanya perdarahan eksternal, mengalami kehilangan volume darah > 40%,
nadi teraba lemah, nadi : 120x/menit, TD : 50/40mmHg, wajah
pucat,membrane mukosa kering, akral dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit
menurun,
b) Airway :
Kaji kepatenan jalan napas : tidak ada sumbatan jalan napas, pernafasan
spontan
c) Breathing :
Pernapasan cepat dan dangkal, tampak sesak napas, frekuensi napas :
27x/menit, tidak ada bunyi napas tambahan, pemberian oksigen bila perlu
untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%
d) Disability :
Keadaan umum lemah, lemas
e) Exprosure :
Tampak ada memar dan bengkak di bagian panggul sebelah kanan, luka gores
besar di lutut sebelah kanan dan terjadi perdarahan.
f) Folley Cateter : -
g) Gastric Tube : -
h) Heart monitor : -
i) Imagery :-
2. Diagnosa Keperawatan
Data Objektif :
- RR : 27x/menit
- Tampak sesak napas
- Pernapasan cepat dan dangkal
- Klien tampak pucat
Data Subjektif : -
Diagnosa 1 :
Pola nafas tidak efektif b.d hipoperfusi alveoli
Data Objektif :
- Pasien mengalami kehilangan volume darah > 40%
- Membrane mukosa kering
- Tampak pucat
- Turgor kulit menurun
- CRT > 2 detik
- Nadi teraba lemah dan cepat
- TTV : nadi: 120x/menit, RR: 27x/menit, TD: 50/40mmHg,
Data Subjektif : -
Diagnosa 2 :
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan eksternal/perdarahan
Diagnosa 2 :
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan eksternal/perdarahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan status cairan
membaik.
Kriteria Hasil :
- Kekuatan nadi meningkat
- Turgor kulit meningkat
- Frekuensi nadi membaik
- Tekanan darah membaik
- Membrane mukosa membaik.
Intervensi :
Manajemen Hipovolemia
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah)
- Monitor initake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5 %, NaCl 0,4 %)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Rasional :
- Untuk mengetahui dan mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi
pada keadaan umum pasien terutama untuk mengeahui adakah tanda-tanda
syok hipovolemik
- Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan
cairan
- Mengganti kehilangan cairan
- Membantu kebutuhan cairan dalam tubuh
Diagnosa 2 :
S:-
O : nadi dalam batas normal, TD membaik, turgor kulit membaik, akral teraba
hangat, membrane mukosa lembab, tidak pucat
A : Masalah hipovolemia teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
S : pasien mengalami fraktur pelvis dekstra dan mengalami kehilangan volume
darah > 40%. Ditemukan tanda dan gelaja, pucat, lemah, akral dingin, nadi
teraba lemah, nadi: 120x/menit, RR: 27x/menit danTD: 50/40mmHg. Pasien
tampak meringis dan mengeluh sakit di area abdomen region kanan bawah dan
panggul, terdapat luka gores besar di lutut sebelah kanan dan terjadi perdarahan,
tampak sesak napas, pernapasan cepat dan dangkal, turgor kulit dan membrane
mukosa kering, kapilari refiil memanjang > 2 detik
A : Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat, ataupun lingkungan
tertentu
M : saat ini pasien tidak mengkonsumsi obat maupun herbal rutin
P : pasien tidak pernah mengalami trauma dan pembedahan sebelumnya
L:-
E : Pasien mengalami kecelakaan motor jatuh dari motor.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Rontgen
Terdapat close fraktur pelvis dextra
b) Darah
(Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin,
glukosa darah
6. Diagnosa Keperawatan
Data Objektif :
- Klien tampak meringis
- Klien tampak pucat
- Nadi : 120x/menit
- RR : 27x/menit
Data Subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri pada abdomen di region kanan bawah dan panggulnya
terasa sakit
P : nyeri terasa pada saat menggerakan panggul
Q : rasanya seperti ditusuk-tusuk
R : panggul sebelah kanan dan abdomen region kanan bawah
S:7
T : berkelanjutan
Diagnosa 1 :
Nyeri akut berhubungan dengan deformitas tulang
Rasional :
- dapat membantu perawat untuk berfokus pada penyebab nyeri
- dapat membantu perawat untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
- dapat mengetahui seberapa kuat nyeri yang dirasakan oleh pasien
- dapat mengetahui faktor apa saja yang dapat memperberat dan memperingan
nyeri yang dirasakan pasien
- dapat membantu klien dalam meringankan dan mengurangi nyeri pada tingkat
yang dapat diterima pasien
- memberikan pengetahuan kepada pasien maupun keluarga mengenai nyeri pasien
- memberikan pengetahuan kepada pasien maupun keluarga strategi meredakan
nyeri
- pemberian analgetik dapat membantu mengendalikan nyeri pasien
Judul Jurnal
1. Problem
Syok hipovolemik sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian di Negara
negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Angka kematian pada pasien trauma
yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang
lengkap mencapai 94%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami
syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai
64% (Diantoro, 2014). Kematian akibat syok hipovolemik di Indonesia diakibatkan
karena perdarahan yang tidak dapat diatasi pada kondisi trauma, sedangkan angka
kematian non trauma sekitar 28% terjadi pada perdarahan pada proses persalinan
(Napitupulu & Rahardjo, 2015).
Jika syok hipovolemik tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan hipoksia,
penurunan kesadaran karena berkurangnya suplai darah ke otak, kerusakan dan
kematian jaringan yang irreversible dan berakhir dengan kematian oleh karena
berkurangnya volume sirkulasi dalam tubuh. Oleh sebab itu syok hipovolemik harus
segera mendapatkan penanganan yang cepat, cermat, dan tepat untuk dapat mencegah
kematian (Hidayatulloh, et al., 2015).
2. Intervation
Penatalaksanaan sebelum maupun ditempat pelayanan kesehatan harus
memperhatikan prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Penatalaksanaan syok hipovolemik
tidak terlepas dari penerapan algoritma ABC, dimana perawat gawat darurat berperan
untuk menangani gangguan airway, breathing dan circulation segera. Pada pusat
layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan pemasangan infus
intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau
ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada
anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan
bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat
perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian
cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu
satu jam, karena distribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari intravaskuler ke
ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah
dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera (Amstrong,
2014).
Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada tahap resusitasi cairan menggunakan
cairan kristaloid berupa cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat dengan
pemberian awal tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter
pada orang dewasa. Jika tidak terjadi perbaikan maka dilakukan pemberian koloid dan
dipersiapkan pemberian darah segera.
3. Comparison
Hasil penelitian didapatkan bahwa resusitasi cairan berpengaruh terhadap perubahan
status hemodinamik Mean Arterial Pressure (MAP). Hasil ini menunjukkan bahwa
resusitasi cairan memiliki peran kontribusi yang sangat penting dalam upaya
meningkatkan status hemodinamik pada pasien syok hipovolemik.
Berdasarkan pengolahan data paired sample T Test didapat hasil nilai sig. (2-tailed)
adalah 0,000 < 0,05. Hasil ini menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara
status hemodinamik Mean Arterial Pressure (MAP) sebelum dilakukan resusitasi dan
setelah dilakukan resusitasi cairan.
4. Out come
Diharapkan, penatalaksanaan kasus syok hipovolemik melalui intervensi resusitasi
cairan dapat segera dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang dapat segera kembali sehingga
dapat meningkatkan status hemodinamik pasien melalui peningkatan tekanan darah
dan nilai mean arterial pressure (MAP).
Referensi :
Andriati, Riris & Trisutrisno, Dedi. (2021). Pengaruh Resusitasi Cairan Terhadap
Status Hemodinamik Mean Arterial Pressure (Map) Pada Pasien Syok
Hipovolemik di Igd Rsud Balaraja. Journal of Medical Surgical Concern. Vol.
1 No. 1 https://e-journal.ipphor.com/index.php/msc/article/view/66
Kakunsi, Yane D., Killing, Maykel, and Deetje, Supit. Hubungan pengetahuan perawat
dengan penanganan pasien syokhipovolemik di ugd rsud pohuwato. Buletin
Sariputra. 2015;5(3):90-96
Hudek & Bolla. (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta. EGC
Smetter & Bare. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner Suddarth. Jakarta. EGC
Schmacer. (1997). Skema Diagnosa dan Penatalaksanaan Gawat Darurat. Jakarta. EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI