Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK
“PROGRAM NASIONAL KESEHATAN LANSIA & ISU-ISU STRATEGI KEGIATAN
UNTUK PROMOSI KESEHATAN LANSIA SERTA DUKUNGAN ORANG YANG
TERLIBAT MERAWAT LANSIA”
Dosen Pengampu: Ns. Ridha Mardiyani, M.KEP

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

Anita (SR19213001)

Desi Ashari (SR19213005)

Dinda Putri Aulia (SR19213004)

Hafizah Fitrianai Oktatia (SR19213003)

Kholifah Nur Adila (SR19213006)

Ratna Sari (SR19213102)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Gerontik dengan judul
“Program Nasional Kesehatan Lansia & Isu-Isu Strategi Kegiatan Untuk
Promosi Kesehatan Lansia Serta Dukungan Orang Yang Terlibat Merawat
Lansia”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
perkembangan ilmu keperawatan dengan perkembangan kurikulum terbaru,
khususnya mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua dan para pembaca dapat memahami dan mendapatkan pengetahuan
yang lebih baik, sehingga dapat diaplikasikan untuk mengembangkan
kompetensi dalam keperawatan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami selalu bersedia dengan terbuka menerima berbagai saran dan
kritik demi perbaikan di masa mendatang.

Pontianak, 16
Septembert 2022

Penyusun,

Kelompok 1
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Tujuan....................................................................................................................4
C. Manfaat..................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI................................................................................................................6
A. Program Nasional kesehtan lansia.........................................................................6
B. Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia
6
C. Lingkup promosi kesehatan................................................................................8
D. Kegiatan Promosi Kesehatan..............................................................................9
E. Strategi Promosi Kesehatan.............................................................................10
F. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Lansia.....................................................14
BAB III...............................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................17
A.Kesimpulan...............................................................................................................17
B.Saran.........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki
ikatan kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya
yang menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga
maupun masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut
usia mempunyai mkebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang
dapat di teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu
timbulnya berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan
angka harapan hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan
pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi
lanjut usia yang di perkirakan 17 juta orang. Pada tahun 2020 jumlah
penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai 28 juta orang yang
berusia 71 tahun. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan
berbagai kebutuhan  baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu,
keluarga maupun masyarakat.
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan
kesejahteraan sosial lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap
memiliki karakteristik. Sebagai bangsa yang menjamin keharmonisan
hubungan di antara anak, Three in one roof, yang artinya bahwa suasana
hubungan yang harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin sepanjang
masa, walaupun saat ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu
rumah. Namun semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

B. Tujuan
Supaya program pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang
terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.

C. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep program pelayanan
kesejahteraan sosial lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap
memiliki karakteristik, sehingga dapat menjadi menjadi bekal saat
melakukan proses keperawatan keluarga pada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Program Nasional kesehtan lansia


Program kementerian kesehatan di indonesia dalam upaya untuk
meningkatkan status kesehatan para lansia, diantaranya (Arek Adhitiya-
Lampungtoday.com) :
1. Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para lansia di
pelayanan kesehatan dasar, khususnya puskesmas dan kelompok
lansia melalui konsep puskesmas santun lanjut usia.
2. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia di rumah sakit,
3. Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan dan
gizi bagi lansia,  
4. Sosialisasi program kesehatan lansia, serta pemberdayaan masyarakat
melalui pengembangan dan pembinaan kelompok usia
lanjut/posyandu lansia di masyarakat.

B. Isu-isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan


Kesejahteraan Lansia
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi
bidang yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade
terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian
dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986,
World Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi
Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di
Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa
Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program
promosi kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan
adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan
meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and to improve, their health,
WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di
dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk
menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial,
individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan
aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana
halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya
merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada
gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus
kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang
berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.
Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat
penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk
memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan
sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan
buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat
menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan
seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan
(Taylor, 2003).

C. Lingkup promosi kesehatan


Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan
sebagai berikut (Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang
berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan
peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor,
sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.

D. Kegiatan Promosi Kesehatan


Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari
berbagai sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace),
perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food),
pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system),
sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta
kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986).
Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua
prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk
menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan
terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health
Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan
promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

E. Strategi Promosi Kesehatan


a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan
kepada masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan
penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun
sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat keputusan akan
mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan
bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika
sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif
dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik
dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari
advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-
pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat keputusan,
penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan.
( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan  (partnership) masih relative baru,
namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi
sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah
gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between individuals,
groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan
adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-
kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau
tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang
komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali
terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi
baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati
bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO
pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta
pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya
kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut
akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai
keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan
operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan,
kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai
keadaan, masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan).
Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep
mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan
kita untuk membuat orang lain  melakukan apa yang kita inginkan, terlepas
dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan
bahwa kekuasaan berkaitan dengan  pengaruh dan kontrol. Pengertian ini
mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau
tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia.  Kekuasaan
tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan
kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki
konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah
pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir
sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep
pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar
belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu
meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi
yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep
tersebut secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah yang
sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan
kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade
90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul
bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme, Phenomelogi,
Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang New-Marxisme,
freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik
Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti-
astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology,
pembebasn dan konsep civil society (Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana,
agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran pembangunan bersama-
sama merancang dan memikirkan pembangunan yang diperlukan oleh
masyarakat (Sairin, 2002)
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan
sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan
masyarakat pada berbagai bidang, sehingga dibutuhkan perhatian yang
memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Achmad
Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
(http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan
melalui program pendampingan masyarakat (community organizing and
defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning),
pengorganisasian (Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi
atau pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal.
Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
(Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen;
perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program atau
biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk program-program bidang
kesehatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat (Notoadmojo, 2003).

F. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Lansia


Dukungan sosial (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011; Sarafino dalam
Muchlisin, 2017) dapat dilihat dari beberapa aspek, sebagai berikut:
1. Dukungan Instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental
sangat dibutuhkan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih
mudah.
2. Dukungan Informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau
umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi
seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi
masalah dengan lebih mudah.
3. Dukungan Emosional
Bentuk dukungan emosional dapat membuat individu memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber
dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan
lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan
yang dianggap tidak dapat dikontrol.
4. Dukungan Penghargaan
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif kepada individu,
pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan
yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu
individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang
diterima individu dari orangorang tertentu dalam kehidupannya.
Diharapkan dengan adanya dukungan sosial maka seseorang akan
merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dukungan sosial dapat
memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu dapat
dilihat bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek
dari keadaan kecemasan. Lanjut usia sebagai seseorang yang berada
dalam lingkungan keluarga diharapkan akan merasakan manfaat
dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga karena dukungan sosial
dapat mempengaruhi fisik dan psikologis individu yang diijelaskan
dalam dua teori berikut:
1. The Buffering Hyphotesis
Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu
dengan melawan efekefek negatif dari tingkat stres yang tinggi,
yaitu dengan dua cara berikut:
a. Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis
keuangan maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang
tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang
penuh stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat
dukungan sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan
sosial yang tinggi berharap bahwa seseorang yang dikenal
individu akan menolong individu tersebut.
b. Dukungan sosial dapat mengubah respon seseorang terhadap
stressor yang telah diterima sebelumnya. Contohnya, individu
dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang
yang dapat memberikan solusi terhadap masalah individu, atau
melihat masalah tersebut sebagai suatu yang tidak terlalu penting,
atau membuat individu dapat menemukan titik terang dari
masalah tersebut.
2. The Direct Effect Hyphotesis
Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi
memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan
dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa
orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga
hal ini dapat mengarahkan individu pada gaya hidup yang sehat.
(Sarafino, 2006, dikutip Muchlisin, 2017) Meskipun dalam
kenyataannya tidak semua keluarga dapat memberikan dukungan
sosial kepada lanjut usia karena berbagai hal, terutama faktor
ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui
program pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment),
karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan
inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
Dukungan keluarga terhadap lansia yaitu dukungan instrumental, dukungan
informasional, dukungan emosional dan dukungan penghargaan.
B.Saran
1. Perlu upaya dalam menjalankan program pelayanan kesejahteraan sosial
lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.
2. Perlu peningkatan dalam menjalankan program pelayanan khususnya
untuk lansia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhitiya, Arek. 2013. Dukung Aksi Nasional Kesejahteraan Lansia 2010-


2014, dalam http://www.lampungtoday.com/go/today-news/1392-dukung-
program-nasional-kesejahteraan-lansia-2010-2014.html . Diakses tanggal 9
februari 2015.
2. Basuri, Chairul. 2012. Strategi Dan Promosi Kesehatan, dalam
http://chairulars.blogspot.com/2012/11/strategi-dan-kegiatan-promosi-
kesehatan.html. Diakses tanggal 9 februari 2015.
3. Maryam, R siti.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. 2008. Jakatra:
Salemba Medika.
4. Mubarak Wahid iqbal,dkk. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. 2006. Jakarta:
Sagung Seto.
5. Lilik Ma’rifatul azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai