Anda di halaman 1dari 20

SYOK HIPOVALEMIK

Resum ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
I yang dibina oleh:
Ns. Achmad Dafir Firdaus.,S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 1

Achfa kurnia ridha rini 1714314201001


Nurrahmi 1714314201031
Winy liveline suryani 1714314201037

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

JL. Simpang Candi Panggung No. 133, Lowokwaru. Malang

Tahun Ajaran

2019/2020
1. Pengertian Syok
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian
diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya
gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah
bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera
harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus
ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok) (Bruner &
Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan,
dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi,2006).
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok
adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah
ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisacedera.(Az Rifki,
2006).

2. Jenis-Jenis Syok
a. Syok hipovolemik, disebabkan oleh kehilangan darah, plasma, atau cairan
tubuh.
b. Syok Kardiogenik, disebabkan oleh gagalnya fungsi jantung sebagai
pompa.
c. Syok Septik. Disebabkan oleh vasodilatasi, meningkatnya permaebelitas
kapiler, depresi miokardium yang berhubungan dengan infeksi sistemik
atau endotoksomia.
d. Syok anafilaktik, berhubungan dengan vasodilatasi dan kebocoran kapiler
yang disebabkan oleh pelepasan zat-zat vasoaktif akibat reaksi imunologis.
e. Syok spinal berhubungan dengan vosodilatasi sekunder akibat penghentian
mendadak dari kontrol syaraf.
f. Syok Obstruktif dapat timbul sekunder akibat obstruksi mekanis dari
aliran balik vena ke jantung seperti pada tamponade jantung dan tension
pneumotoraks. Aliran darah dari jantung dapat tersumbat akibat diseksi
dari aneurisma aorta.

3. Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani olehtubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).Tahap kompensasi adalah tahap awal
syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tandaatau gejala yang
dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi
ringan,tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama.
Gejala-gejala pada tahap inisulit untuk dikenali karena biasanya individu yang
mengalami syok terlihat normal.
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan
fungsi-fungsinya. Yang terjadiadalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ
vital yaitu dengan mengurangi aliran darah kelengan, tungkai, dan perut dan
mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yangdapat
ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi,
penurunantekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai
terganggu.Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap
dan tidak dapat diperbaiki. Tahapini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan
sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangatlambat sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme
pertahanantubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga
aliran ke organ-organ seperti hatidan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi
penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik
sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapatdiperbaiki

4. Syok Hipovolemik
Syok hipofolemik, atau status syok akibat dari kehilangan volume cairan
sirkulasi (penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi yang
secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau air.
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi
secara langsung karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya
cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin
berlebihan, atau keringat berlebihan) (sherwood, )
4.1. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler,
ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh
darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet
diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk
bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin
dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang
sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard,
dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat
peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus
nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium
kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi
perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi
menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2
efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada
reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan
meningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan
dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan
darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi
natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus
distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
Mekanisme yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam
memenuhi perfusi organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa
resusitasi cairan dan darah dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari
perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai
organ akan segera terjadi.

4.2. Penyebab
a. Kehilangan darah
 Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
 Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika
perdarahan ini dalam toraks, abdomen, retroperitoneal atau
tungkai atas.
b. Kehilangan plasma, merupakan akibat yang umum dari luka bakar,
cidera berat dan inflamasi peritorial
c. Kehilangan cairan (dehidrasi), dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
secara kelebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius atau
kehilanganlainnya tanpa adanya pengganti yang adekuat.
4.3. Tanda-Tanda Klinis
a. Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium
syok. Ansietas, tidak bisa tenang, takut, apati, stupor, atau koma
dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini menunjukkan adanya perfusi
darah cerebral yang menurun
b. Tanda-tanda vital
 Tekan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemik adalah
adanya pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan
diastolik. Ini merupakan akibat adanya peningkatan tekanan
diastoli yang disebabkan oleh vasokonstriksi atas rangsang
simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal
sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%. Hipotensi
posturaldan hipotensi pada keadaan berbaring akan timbul.
Perbedaan postural lebih besar dari 15mmHg adalah
bermakna.
 Denyut nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring
adalah karakteristik syok. Perubahan postural lebih dari 15
denyutan per menit adalah bermakna. Takikardi dapat tidak
ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker.
 Pernapasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius
sering dtemukan pada tahap awal dari syok
c. Kulit
 Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara
keseluruhan mudah berubah menjadi pucat.
 Vena-vena ekstermitas menunjukkan tekanan yang rendah –
ini dinamakan vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan
adanya distensi vena jugularis.
d. Gejala-gejala
Pasien mengeluh mual, muntah lemah atau lelah. Sering ditemukan
rasa haus yang sangat

4.4. Penatalaksanaan
a. Penanganan Sebelum di Rumah Sakit
Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada
tempat kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke
rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa
pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang
sesuai. Berikut adalah langkah-langkah nya :
 DRABC
 Baringkan korban dan longgarkan pakaian yang ketat
 Topang dan tinggikan kaki korban setinggi mungkin
 Tangani semua penyebab syok, seperti perdarahan, dll
 Selimuti korban agar tidak kedinginan dan mempertahankan panas
tubuh
 Jangan ijinkan korban untuk minum, makan atau berjalan
 Jangan tinggalkan korban sendirian tanpa pengawasan
 Tetap lakukan pemeriksaan sampai bantuan datang
Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien
trauma. Vertebra servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus
dibebaskan jika mungkin, dan dipindahkan ke tandu. Fiksasi fraktur
dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler dan kehilangan darah.
Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat,
transportasi segera pasien ke rumah sakit tetap paling penting pada
penanganan awal sebelum di rumah sakit. Penanganan definitif pasien
dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di rumah sakit, dan kadang
membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan pada
penanganan seperti terlambat dipindahkan sangat berbahaya.
Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada
pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi,
dan memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik,
ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi
cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun
oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat
merusak pada pasien dengan syok hipovolemik.
Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan
transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau
fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan.
Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya
ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat
kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus
dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan.
Pada tahun-tahun terakhir ini, telah terjadi perdebatan tentang
penggunaan Military Antishock Trousers (MAST). MAST diperkenalkan
tahun1960-an dan berdasarkan banyak kesuksesan yang dilaporkan, hal
ini menjadi standar terapi pada penanganan syok hipovolemik sebelum
ke rumah sakit pada akhir tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an,
“American College of Surgeon Commite on Trauma” memasukkan
penggunaannya sebagai standar penanganan pasien trauma dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala syok. Sejak saat itu, penelitian telah gagal untuk
menunjukkan perbaikan hasil dengan penggunaan MAST. “American
College of Surgeon Commite on Trauma” tidak lama merekomendasikan
penggunaan MAST.

b. Penanganan lanjutan
 Pemantauan
Parameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan
pengobatan : Denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah,
tekanan vena central (CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran
urin yang kurang dari 30ml/jam (atau o,5ml/kg/jam) menunjukkan
perfusi ginjal yang tidak adekuat.
 Penatalaksanaan pernafasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker
atau kanula. Jalan nafas yang bersih harus diperahankan dengan
posisi kepala dan mandibula yang tepat dan aliran pengisapan
darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial
harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika
ditemukan kelainan secara klinis atau laboratirum analisis gas
darah, pasien harus diintubasi dan diventilasi dengan ventilator
yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12-
15ml/kg. Frekuensi pernapasan sebesar 12-16 per menit.oksigen
harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100mmHg.
Jika pasien melawan terhadap “ventilator”, maka obat sedatif atau
pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk
menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika fungsi paru-paru
menurun harus ditambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir
positif.
 Pemberian cairan
- Penggantianharus dimulai dengan memasukkan larutan ringer
laktat atau larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan
pemberian dan jumlah aliran intravena yang diperlukan
bervariasi tergantung beratnya syok. Umumnya paling sedikit
2liter larutan Ringer laktat harus diberikan dalam 45-60 menit
pertama atau bisa lebih cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika
hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini
merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah minimal.
Jka hipotensi tetap berlangsung, harus dilakukan tranfusi darah
pada pasien secepat mungkin, dan kecepatan serta jumlah yang
diberikan disesuaikan dengan respon dari parameter yang
dipantau.
 Darah yang belum dilakukan reaksi silang atau
bergolongan O-neegatif dapat diberikan terlebih dahulu,
apabila syok menetap dan tidak ada cukup waktu
(kurang lebih 45 menit) untuk mrnunggu hasil reaksi
silang selesai dikerjakan.
 Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis
golongan darah yang ssesuai harus diberikan
 Koagulopati dilusional dapat timbul pada pasien uyang
mendapat tranfusi darah yang masif. Darah yang
disimpan tidak mengandung trombosit hidup dan faktor
pembekuan V dan IV. Satu unit plasma segar beku
harus diberikan untuk setiap 5 unit whole blood yang
diberikan. Hitung jumlah trombosit dan status koagulasi
harus dipantau terus menerus pada pasien yang
mendapat terapi tranfusi masif.
 Hipotermis juga merupakan konsekuensi dari tranfusi
masif. Darah yang akan diberikan harus dihangatkan
dengan koil penghangat dan sushu tubuh pasien
dipantau.
-
- Celana Militer Anti Syok (MAST : Military Antishock
Trousera)
Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST
bermanfaat sebagai terapi tambahan pada terapi penggantian
cairan. Pakaian MAST dikenakannpada kedua tungkai atau
abdomen pasien, dan masing-masing ketiga kompartmen
individual ini (krdua tungkai dan abdomen) dapat
dikembangkan. Pakaian ini meredistribusaikan darah dari
ekstermitas bawah ke sirkulasi sentral dan mengurangi aliran
darah arterial ke tungkai dengan memperkecil diameter
pembuluh darah.
 Kontradiksi untuk memakainya
Edema paru yang bersamaan, kehamilan (ini hanya
berlaku pada kompartemen abdomen)
 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Pakaian MAST dapat meningkatkan kejadian
perdarahan karena cidera diafragmatik.
Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang
cidera dapat menyebabkan timbulnya sindrom
kompartmen pada fascia.
 Vasopresor
Pemakaina vasopresor pada penanganan syok hipovolemik akhir-
akhir ini kurang disukai. Alasannya adalah bahwa hal ini akan
lebih mengurangi perfusi jaringan. Pada kebanyakan kasus,
vasopresor tidak boleh digunakan. Tapi vesopresor mungkin
bermanfaat pada beberapa keadaan. Vasopresor dapat diberikan
sebagai tindakan sementara untuk meningkatkan tekanan darah
sampai didapatkan cairan pengganti yang adekuat. Hal ini terutama
bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner
atau penyakit pembuluh darah otak berat. Zat yang digunakan
adalah norepineprin 4 sampai 8 mg yang dilarutkan dalam 500ml
5% dekstrosa dalam air (D5W), yang bersifat vasokonstriktor
predomain dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus
disesuaikan dengan tekanan darah.

c. Bidang Kegawatdaruratan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik
antara lain:
(1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran
darah,
 Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika
perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas,
harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti
pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu
pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam
jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua
pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya
pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya
dihindari.
 Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum
Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan
panjang kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter.
Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan
diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya.
Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena
sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan
menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena
sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada
anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor
yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan
pengalaman.
 Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring
tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
 Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk
resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau
Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20
ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.
 Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap
stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda
vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan
dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak
bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan
darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada
pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi
lanjut).
 Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan
cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid
dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan
kondisi pasien
 Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah
satu contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan
diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah
memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah
kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava
inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak
dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan
terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki
keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.
o Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma.
Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi,
dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah
yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang
thorakostomi.
(2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut,
 Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering
memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma,
perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan
secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah.
Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi
kehilangan darah.
 Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat
atau awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi
dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga
suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh
segera dibawa di ruang operasi.
 Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin
intravena dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya
dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia,
gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu,
harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2
Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan
 Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya
pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari
varises dan ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin
tanpa efek samping yang signifikan.
 Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-
Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon
gaster dan balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan
dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut.
Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti
ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena
alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai
alat sementara pada keadaan yang ekstrim.
 Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi
(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta,
ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.
 Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya.
Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan
keadaan pasien hipovolemik, menentukan penyebab perdarahan,
dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika
perlu untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus
dilakukan segera.
 Pada pasien trauma, jika petugas unit gawat darurat
mengindikasikan telah terjadi cedera yang serius, ahli bedah (tim
trauma) harus diberitahukan segera tentang kedatangan pasien.
Pada pasien yang berusaia 55 tahun dengan nyeri abdomen,
sebagai contohnya, ultrasonografi abdomen darurat perlu utnuk
mengidentifikasi adanya aneurisma aorta abdominalis sebelum ahli
bedahnya diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi ketat karena
keterlambatan penanganan yang tepat dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.
(3) resusitasi cairan.
 Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang
dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian.
Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu:
larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline
hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma,
hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
 Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan
tekanan onkotik dengan menggunakan substansi ini akan
menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal
memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel
dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik
pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih
penting dalam mencegah edama paru)
 Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan
akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan
perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan kristaloid.
 Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran
70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid
alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan
albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama,
tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka
kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema
intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian
gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes
fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau
kelangsungan hidup.
 Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari
sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat
meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di
Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan
kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida
isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan
resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk
menggunakan Saline Normal atau Ringer Laktat. Di Amerika
Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid untuk resusitasi
adalah harga cairan tersebut.
Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk
mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan
normal sebelum control perdarahan.Selama perang dunia I, Cannon
mengamati dan menandai pasien yang mengalami syok. Dia kemudian
mengajukan suatu model hipotensi yang dapat terjadi pada perlukaan
tubuh, dengan minimalisasi intensif perdarahan selanjutnya.
Penemuan dari penelitian awal menunjukkan bahwa binatang yang
mengalami perdarahan telah meningkat angka kelangsungan hidupnya jika
binatang ini memperoleh resusitasi cairan. Namun, pada penelitian ini
perdarahan dikontol dengan ligasi setelah binatang tersebut mengalami
perdarahan.
Selama perang Vietnam dan Korea, resusitasi cairan yang agresif
dan akses yang cepat telah dilakukan. Tercatat bahwa pasien yang segera
mendapatkan penanganan resusitasi yang agresif memperlihatkan hasil
yang lebih baik, dan pada tahun 1970-an, prinsip ini diterapkan secara luas
pada masyarakat sipil. Sejak saat itu, banyak penelitian telah dilakukan
untuk menentukan apakah prinsip ini valid pada pasien dengan perdarahan
yang tidak terkontrol. Sebagian besar dari penelitian tersebut menunjukkan
adanya peningkatan angka kelangsungan hidup pada hipotensi yang berat
dan kasus yang terlambat ditangani. Teori ini mengatakan bahwa
peningkatan tekanan menyebabkan perdarahan lebih banyak dan merusak
bekuan darah yang baru terbentuk, di lain pihak hipotensi berat dapat
meningkatkan risiko perfusi otak
Pertanyaan yang belum terjawab dengan sempurna adalah sebagai
berikut: mekanisme dan pola cedera yang mana yang disetujui untuk
pengisian volume darah sirkulasi? Apakah tekanan darah yang adekuat,
tetapi tidak berlebihan? Meskipun beberapa data menunjukkan bahwa
tekanan darah sistolik 80-90 mmHg mungkin adekuat pada trauma tembus
pada badan tanpa adanya cedera kepala, dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan
dengan Ringer Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang
mendasari.
Kesalahan yang umum terjadi pada penanganan syok hipovolemik
adalah gagal mengenali keadaan ini secara cepat. Kesalahan ini menyebabkan
keterlambatan diagnosis penyebab dan penanganan resusitasi pada pasien.
Kekesalahan ini sering disebabkan oleh kepercayaan terhadap tekanan darah
dan level hematokrit yang lebih besar dibandingkan tanda-tanda berupa
penurunan perfusi perifer, dalam mendiagnosis.
Beberapa cedera pada pasien yang mengalami trauma dapat
terlewatkan, khususnya jika pemeriksa memusatkan perhatian hanya pada
cedera yang kelihatan. Kesalahan ini dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan fisis yang lengkap, secara rutin dan ketat mengamati status
pasien dan melakukan pemeriksaan serial. Pasien usia lanjut menunjukkan
toleransi yang kurang terhadap keadaan hipovolemik dibandingkan populasi
yang lain. Terapi yang agresif seharusnya diberikan segera untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut, seperti infark miokard dan stroke.
Pada pasien yang membutuhkan volume resusitasi yang cukup
banyak, harus diperhatikan untuk mencegah hipotermia , karena hal ini dapat
menyebakan aritmia atau koagulopati. Hipotermia dapat dicegah dengan
menghangatkan cairan intravena yang digunakan untuk penanganan
pasien.Pasien yang mengkonsumsi beta bloker, atau calcium channel bloker
dan pada pengguna alat pacu jantung tidak menunjukkan respon takikardi
terhadap hipovolemik; kurangnya respon ini dapat menyebabkan
terlambatnya ditegakkan diagnosis syok. Untuk meminimalkan kemungkinan
keterlambatan ini, pada anamnesis selalu ditanyakan riwayat pengobatan
sebelumnya. Pemeriksa seharusnya juga mengandalkan tanda-tanda
penurunan perfusi perifer selain takikardi. Koagulopati dapat terjadi pada
pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah yang besar. Hal ini terjadi
karena dilusi platelet dan faktor pembekuan darah, tetapi jarang pada jam
pertama resusitasi. Pengetahuan tentang dasar koagulasi seharusnya
digambarkan dan sebagai panduan penanganan platelet dan fresh frozen
plasma.

4.5. Pengobatan
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi
Obat Anti Sekretorik
Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah
ke sistem porta.
 Somatostatin (Zecnil)
Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus
dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke
sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan
vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner.
Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit.
Dosis – Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-
500 mcg/jam, infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil
Anak-anak : Tidak dianjurkan Interaksi :
Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat
mengurangi efek obat ini.
Kontraindikasi, Hipersensitifitas, Kehamilan, Risiko yang fatal
ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada
manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada
risiko terhadap janin.
Perhatian
Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih;
mengubah keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat
menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.
 Ocreotide (Sandostatin)
Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki
efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja
yang lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi
fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan
ileum), atau pankreas.
Dosis
Dewasa : 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan
dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari.
Anak-anak : 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam
50-100 ml Saline Normal atau D5W.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Kehamilan , Risiko terhadap janin tidak diteliti
pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada
binatang.
Perhatian
Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan
peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena
perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan
hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi,
kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia,
karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-
hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Kolecki, Paul. Hypovolemic Shock. 2010. Medscape reference


http://emedicine.medscape.com/article/760145-overview#showall
Eliastam, michael, dkk. 1998. Buku saku penuntuk kedaruratan medis edisi 5 .
Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan . Jakarta : EGC
Penanganan Umum Syok http://www.scribd.com/doc/47593935/syok
Susanto. 2009. PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT
(PPGD)_PINGSAN, TIDAK SADAR, SYOK
http://ibnususanto.wordpress.com/2009/09/06/pertolongan-pertama-gawat-
darurat-ppgd_pingsan-tidak-sadar-syok/
=

Anda mungkin juga menyukai