Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR SYOK

Oleh: Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep

A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat
tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor
perifer. Jika salah satu faktor penentu tersebut mengalami gangguan dan faktor lain tidak
dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Kompensasi awal yang umum
terjadi jika mengalami gangguan pada salah satu faktor adalah tekanan darah arteri akan
menjadi normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipertensi
menetap dan vasokonstriksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat,
ologuria, dan ileus. Sedangkan jika tekanan arteri cukup rendah, akan terjadi disfungsi
otak dan otot jantung.

B. Kategori Syok
Terdapat empat kategori syok, yaitu:
1. Syok hipovolemik
Yaitu syok yang terjadi akibat penurunan volume darah baik secara langsung karena
perdarahan ataupun kehilangan cairan yang berasal dari plasma seperti pada kondisi
diare berat, pengeluaran urin berlebihan dan atau kehilangan keringat berlebihan.
2. Syok kardiogenik
Syok yang disebabkan oleh kegagalan jantung untuk memompa darah secara adekuat.
3. Syok distributif
Disebabkan oleh vasodilatasi luas yang disebabkan oleh zat-zat vasodilator. Ada tiga
jenis syok yaitu syok septic, syok anafilaktik, dan syok neurogenik.
4. Syok obstruktif
Yaitu perfusi jaringan yang tidak adekuat, yang terjadi akibat adanya resistensi untuk
pengisian ventrikel. Obstruksi terjadi akibat faktor eksternal dari jantung, meghambat
aliran balik vena saat pengisian diastolik jantung.

Syok Kardiogenik
Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., Ns., M.Kep Page 1
C. Tahapan Syok
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Tahap kompensasi
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga
fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada awal seperti kulit
pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian
pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena
biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
Penurunan curah jantung yang terjadi akan menimbulkan gangguan perfusi
jaringan, namun belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.
Saat terjadi hal ini, faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dnegan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri.
Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomerolus. Akan
tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtarsi glomerulus juga menurun.
2. Tahap dekompensasi/Tahap progresif
Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-
fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu
dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai dan perut dan mengutamakan
aliran darah ke otak, jantung dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan
diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan dneyut nadi, penurunan tekanan
darh, kulit dingin, pucat, serta kesadaran mulai terganggu.
Tahap ini terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terhjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan
seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel.
Tahap ini kemudian akan berlanjut dengan dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous
return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan
tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas. Menurunnya aliran
darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan
ini menambah hipoksia jaringan.
3. Tahap ireversibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia
dan hiperkapnea.
Tahap dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka
aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunuan tekanan
darah dan dneyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran
darah ke otak dan jantung sehingga aliran darah ke oragan – organ lainnya seperti hati
dan ginjal akan menurun. Hal ini yang akan menjadi penyebab rusaknya hati dan
ginjal. Kerusakan organ yang menetap tidak akan dapat diperbaiki.
Tabel 1. Gejala Klinis masing-masing tahapan syok
Gejala klinis Kompensasi Dekompensasi Irreveribel

Kehilangan darah % 25 25-40 >40

Frekuensi jantung Takikardia + Takikardia ++ Takikardia/bradikardi

Volume nadi Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Pengisian kapiler Normal/meningkat Meningkat + Meningkat ++

Kulit Dingin, pucat Dingin, mottlead Pucat mati

RR Takipnea + Takipnea + Sighing respiration

Tingkat kesadaran Agitasi ringan berkooperatif Bereaksi hanya pada


rangsangan nyeri atau
unresponsif
D. Monitoring Pasien Syok
Beberapa hal yang dapat Anda lakukan dalam monitoring pasien syok secara umum
adalah:

1. Posisi syok dapat diberikan dengan kaki ditinggikan agar aliran balik darah ke jantung
lebih mudah.
2. Intervensi awal untuk menstabilkan pasien syok berfokus pada memastikan ABC
pasien adekuat
3. Mengidentifikasi etiologi dan tahapan syok
4. Lakukan pengkajian berkelanjutan dari irama jantung, denyut nadi, frekuensi napas,
pulse oksimetri.
5. Mengkaji kecenderungan perubahan TTV dan mengidentifikasi perubahan fisiologis.
6. Pantau MAP pasien (MAP = tekanan sistolik + 2 (tekanan diastolik)/3)
7. Pantau urine output sebagai indikator
8. Perfusi kulit dinilai kualitas, suhu, kelembaba, dan CRT
9. Tingkat kesadaran terus dimonitor
10. Pemantauan hemodinamik infasif jika memungkinkan
11. Hasil AGD dan analisanya

E. Hal Pengting pada Resusitasi Syok


Hal yang penting harus diperhatikan pada resusitasi pasien syok, terlepas dari jenis syok
adalah untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat, keberhasilan resusitasi syok
diantaranya;

1. MAP > 60-70 mmHg


2. Output urine 0.5-1cc/kgBB/jam atau 30-60cc/jam
3. Laktat serum normal (bisa dilihat hasil AGD)
4. SvO2 65-75%
5. Tekanan sistolik >90mmHg
SYOK KARDIOGENIK
Oleh: Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep

A. Definisi
Syok kardiogenik adalah kondisi klinis ditandai dengan ketidakadekuatan perfusi
jaringan akibat ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah ke seluruh tubuh. Syok
kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel yang menyebabkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Syok kardiogenik juga
diartikan sebagai kegagalan fungsi jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok.
Penyebab syok kardiogenik diantaranya:
1. Disfungsi miokardium (gagal pompa), terutama karena komplikasi infark
myokard akut (IMA).
2. Gangguan kontraktilitas miokardium
3. Obat-obatan : Beta bloker, Kalsium chanel Bloker, beberapa obat kemoterapi
4. Ketidakseimbangan elektrolit: hipokalemia
5. Struktural
a. Hipertrofi ventrikel
b. Kardiomiopati
c. Stenosis aorta
d. Regurgitasi mitral atau aorta
6. Miokarditis (peradangan pada miokardium)

B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada syok kardiogenik utamanya disebabkan oleh kegagalan
ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan, ditandai dengan:
1. Nadi cepat dan lemah (takikardi) > 100 kali/menit
2. Hipotensi (SBP < 90 mmHg)
3. Penurunan tekanan rerata arteri (MAP) <65 mmHg
4. Peningkatan LVEDP (>18mmHg)
5. Penurunan curah jantung (CO<3,2L/menit)
6. Nyeri dada / ketidaknyamanan pada dada
7. Diaphoresis
8. Sianosis dan Perabaan akral dingin (pucat dan lembab)
9. Distres pernapasan (komplikasi sekunder dari udem pulmonal): takipnea, hipoksia
(SpO2 < 95%), wheezing atau ronkhi basah.
10. Oliguri (urin output <20 ml/jam)

C. Patofisiologi
Kegagalan jantung memompakan darah ke seluruh tubuh dapat terjadi pada sistol
dan diastol akibat komplikasi serius beberapa kondisi. Kegagalan sistol atau pengaliraan
darah dapat disebabakan oleh kardiomiopati yang menyababkan burukanya kontraktilitas,
atau obat-obatan yang menurunkan kerja otot jantung sehingga terjadi penurunan
afterload (jumlah darah ayang akan keluar jantung). Sedangkan kegagalan diastol
(pengisian jantung) dapat diakibatkan oleh kardiomiopati hipertrofik, regurgitasi mitral,
tamponade jantung, fibrosis perikardium, dan aritmia yang menyebabkan buruknya
preload (jumlah darah yang masuk ke jantung). Jika kondisi ini terus berlangsung pada
akhirnya akan menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital salah satunya
jantung itu sendiri. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke
jantung menurun dan semakin memperburuk kemampuan jantung untuk memompa darah.
Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan
volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-
paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan
terhadap baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas untuk
menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah.
Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi
natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai
respon kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen.
Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium semakin
meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat iskemia dan nekrosis fokal, yang
akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan miokardium. Dengan bertambah
buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ penting.
Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain. Seperti telah
diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.
Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen,
beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada
keadaan syok, maka miokardium tidak dapat memperthankan cadangan fosfat berenergi
tinggi dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia
dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya kerusakan lebih
lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke
bawah dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Tahap Awal (Tahap Kompensasi)
Pada tahap ini tubuh melakukan kompensasi yang bertujuan melindungi
diri dari perubahan yang terjadi. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada
awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal,
gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini
sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat
normal. Penurunan curah jantung yang terjadi akan menimbulkan gangguan
perfusi jaringan, namun belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran
darah ke tempat yang kurang vital. Saat terjadi hal ini, faktor humoral dilepaskan
untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar
oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak
dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
Terjadi bermacam-macam kompensasi pada tahap ini yang akan
meningkatkan produksi energi, volume sirkulasi, kontraktilitas yang pada
akhirnya akan menyebabkan peningkatan Cardiac Output, seperti:
a. MAP turun 10-15 mmHg
b. Aktivasi susuna saraf simpatis melawan saraf parasimpatis
c. Terjadi vasokonstriksi selektif pada: ginjal, otot, kulit dan splanknik
untuk memperbaiki sirkulasi otak dan jantung.
d. Penurunan aliran darah koroner : terjadi metabolisme anaerob dan
dilatasi arteri
e. Pada ginjal: perubahan regulasi untuk mempertahankan filtrasi, jika
kondisi ini berlangsung terus filtrasi glomerulus akan menurun. Akan
terjadi pelepasan hormon; epinefrin, norepinefrin, glikokortikoid,
Renin-angiitensin-aldosteron.
f. Pituitari anterior: peningkatan sekresi Anti Diuretik Hormon

2. Tahap Lanjutan (Tahap dekompensasi)


Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan
fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ
vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai dan perut dan
mengutamakan aliran darah ke otak, jantung dan paru. Tanda dan gejala yang
dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan dneyut
nadi, penurunan tekanan darh, kulit dingin, pucat, serta kesadaran mulai
terganggu.
Tahap ini terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu
mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung.
Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terhjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Tahap ini kemudian akan berlanjut dengan dinding pembuluh darah
menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena
balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran
darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa
yang luas. Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Kondisi yang terjadi pada tahap ini diantaranya:
a. MAP menurun > 20mmHg
b. Vasokonstriksi berlanjut dengan penurunan MAP yang
mengakibatkaan perfusi jaringan tidak adekuat dan hipoksia
c. Metabolisme anaerob sistemik yang menghasilkan asam laktat dapat
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik
d. Penurunan produksi ATP terkait dengan gangguan transpor membran
berakibat pada edema sel hingga sel pecah (rupture)
e. Respon renal berlanjut
f. Perburukan fungsi jantung
Kesemua kondisi tersebut pada akhirnya akan menurunkan Cardiac
Output.

3. Tahap Irreversible
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. Tahap dimana kerusakan organ yang
terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak
dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat
lambat sehingga menyebabkan penurunuan tekanan darah dan dneyut jantung.
Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran darah ke oragan – organ lainnya seperti hati dan ginjal
akan menurun. Hal ini yang akan menjadi penyebab rusaknya hati dan ginjal.
Kerusakan organ yang menetap tidak akan dapat diperbaiki.
a. Kompensasi tidak mampu mempertahankan perfusi otak dan jantung
b. Depresi fungsi miokard berlanjut
c. Iskemia otak dapat menurunkan fungsi neuron dan hilangnya
mekanisme kompensasi neuronal sentral
d. Vasokonstriksi mikrosirkulasi yang berakibat pada penurunan venous
return.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
Untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola. Mengetahui adanya sinus takikardia, iskemia, infark/fibrilasi atrium,
hipertrofi ventrikel, disfungsi penyakit katub jantung.

2. Rontgen dada
Menunjukkan adanya pembesaran jantung. Bayangan yang muncul pada hasil rontgen
menunjukkan adanya dilatasi atau hipertrofi ventrikel atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.

3. Pemindaian Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.

4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.

5. Elektrolit
6. Oksimetri nadi
7. AGD
8. Enzim Jantung; Akan meningkat bila terjadi kerusakan jaringan jantung, misalnya
infark miokard (kkreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan dehidrogenase
laktat/LDH, isoenszim LDH). (Muttaqiun, 2009)

E. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


1. Pasien bedrest total
2. Lakukan RJP jika terjadi cardiac arrest
3. Oksigen support : NRM (8-15 L/menit) atau CPAP, intubasi atau ventlator mekanik
jika terjadi gagal nafas), pertahankan PO2 70-120 mmHg
4. Pemasangan IVFD
5. Berikan analgesik narkotik (morfin) jika timbul nyeri akibat infark
6. Koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
7. Pertahankan hematokrit >30% untuk kebutuhan oksigen miokard
8. Jika terjadi gangguan irama segera siapkan anti-aritmi atau pemasangan pacu jantung,
kardioversi
9. Monitoring invasif atau non invasif untuk mengetahui situasi preload, SVR dan CO
10. Jika preload rendah maka diberikan fluid chellenge 1-4 cc/kgBB/10 menit hingga
dipastikan preload cukup
11. Jika CO rendah dengan SVR tinggi namun MAP masih < 70 mmHg maka diberikan
preparat inotropik vasodilator (dobutamin) atau inodilator (milrinon). Pemasangan
IABP harus direkomendasikan pada pasien syok kardiogenik dengan sindrom koronner
akut.
12. Jika CO tinggi dengan SVR rendah maka diberikan preparat vasopressor seperti
noradrenalin atau adrenalin atau dopamine.
13. Dopamin dosis rendah dapat diberikan pada kondisi oliguria.
14. Pada syok kardiogenik yang refrakter pertimbangkan pemasangan IABP, ECMO atau
LVAD sebagai bridging terapi definitif.
15. Terapi definitif seperti PCI, operasi penggantian katup, BMV (pada MS), urgent
CABG harus segera dilakukan, atau transplantasi jantung bila memungkinkan.
16. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang CVCU.
PATOFISIOLOGI SYOK KARDIOGENIK

Kerusakan jantung

Penurunan curah jantung

Menurunnya tekanan darah arteri ke organ vital

↓ aliran darah ke arteri abdominal ↓ aliran darah koroner Arteri serebral

Kerusakan hati Saluran cerna Ginjal Suplai O2 ke


Hipoksia otak
miokardium
Ggn fungsi hati Nekrosis hemoragik ↓ haluran urin
usus besar Konfusi dan agitasi
↑ beban kerja
↑ enzim hati: Oliguria kebutuhan O2
Cedera usus Ggn kesadaran
besar
- SGOT
Na ↓ sejalan
- SGPT dengan ↓GFR Metabolisme Risiko cedera / trauma
- Hipoksia hati anaerob

Penimbunan
Penimbunan cairan pada usus ↑ BUN dan kreatinin asam laktat
dan absorpsi bakteri dan Miokardium tidak dapat
endotoksin dalam sirkulasi mempertahankan cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) dalam
Nekrosis tubular akut keadaan normal Merangsang
reseptor nyeri

Gagal ginjal akut Kontraktilitas ventrikel


semakin terganggu Nyeri dada

Kerusakan lebih lanjut

↓ kontraktilitas jantung

↓ tekanan arteri - ↓ tekanan darah ↓ curah jantung dan ↑


- Nadi cepat dan lemah tekanan akhir diastolik
- Disritmia jantung ventrikel kiri
Merangsang
baroreseptor
pada aorta dan Kongesti paru dan
sinus karotik edema

Sindrom distres
Vasokonstriksi
pernapasan
dan takikardia
- Takipnea
- Dispinea
- Ronki

Gambar. Patofisiologi Syok Kardiovaskuler (Muttaqin, 2009)


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Airway : periksa kepatenan jalan nafas, lihat jika terdapat kesulitan untuk
bernafas.
Breathing : pasien umumnya mengeluh sesak nafas, terasa berat untuk bernafas
(ampeg), RR meningkat, adanya usaha untuk bernafas lebih kuat,
dispneu, adanya penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping
hidung, pada beberapa kondisi terdengar suara ronkhi dan wheezing
pada saat auskultasi.
Circulation : Peningkatan HR, nadi terapa kuat dan cepat, pucat, diaphoresis,
peningkatan vena jugularis, TD dapat meningkat atau menurun,
gamabaran EKG terdapat
Disability : periksa adanya penurunan kesadaran, keluhan pusing dan sinkop
biasanya terjadi.
Keluhan Nyeri Dada :
Paliatif/Profokatif : Nyeri dapat timbul secara tiba-tiba, dengan atau tanpa pemicu.
Quality : seperti ditekan, ditindih benda berat. Gejala
juga biasanya disertai dengan gejala lain yitu: mual, muntah,
keringat dingin, dan berdebar-debar, sesak nafas.
Regio : Pasien umumnya mengeluhkan adanya nyeri dada di tengah
yang menjalar ke lengan, rahang, atau leher, bahu, punggung
belakang.
Scale : dapat dangat berat 8 – 10
Time : Nyeri biasanya dirasakan lebih lebih dari 30 menit dan tidak
berkurang setelah diberi nitrogliserin pada STEMI dan pada
UAP dan N-STEMI dapat berkurang dengan pemberiann nitrat.

2. Masalah Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (kode: 00132)
b. Penurunan curah jantung (berhubungan dengan kondisi terkait sesuai dnegan
batasan karakteristik; perubahan frekuensi irama jantung, perubahan preload,
perubahan afterload, perubahan kontraktilitas, perubahan volume sekuncup)
(kode: 00029)
c. Risiko penurunan curah jantung (berhubungan dengan kondisi terkait sesuai
dnegan batasan karakteristik; perubahan frekuensi irama jantung, perubahan
preload, perubahan afterload, perubahan kontraktilitas, perubahan volume
sekuncup) (kode: 00240)
d. Risiko ketidakstabilan tekanan darah (berhubungan dengan kondisi terkait;
disritmia jantung) (kode: 00267)
e. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (kode: 00031)
f. Ketidak efektifan pola nafas (kode: 00032)
g. Hambatan pertukaran gas (kode: 00030)

3. Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Nyeri (1400)
b. Manajemen disrtimia (4090)
c. Manajemen syok: Jantung (4254)
d. Manajemen terapi kejut listrik (2570)
e. Manajemen terapi trombolitik (4270)
f. Monitor TTV (6680)
g. Terapi oksigen (3320)
h. Pengaturan hemodinamik (4150)
i. Pemasangan infus (4190)
j. Pemasangan kateter urin sementara (0582)
k. Pemberian analgesik (2210)
l. Perawatan jantung; akut (4044)
m. Pemberian obat intravena (2314)
n. Penghisapan lendir pada jalan nafas (kode: 3160)
o. Manajemen Jalan nafas (kode: 3140)
p. Pengaturan posisi (kode: 0840)
q. Monitor pernafasan (kode: 3350)
r. Manajemen asam basa (kode: 3210)
s. Terapi intravena (kode: 4200 )
t. Manajemen cairan (kode: 4120 )
u. Bantuan ventilasi (kode: 3390 )
REFERENSI

American Heart Association (AHA). (2015). ACLS for Healthcare Providers; Student
Manual. United States of America.

(Ed) Kurniati A, Trisyani Y, Ikaristi SMT. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy. Elsevier: Jakarta.

Morton, P. G., and Fontaine, D. K. 2013. Essentials of Critical Care Nursing: A Holistic
Approach. Phipadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A., and Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sheehy’s. (2010). Emergency Nursing Principles and Practice; sixth Edition. Mosby Elsevier
Syok Kardiogenik
Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., Ns., M.Kep Page 16

Anda mungkin juga menyukai