Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN


SYOK SEPSIS

Oleh :
NI NENGAH DWI PRATIWI
NIM. P07120319026

PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPSIS

I. KONDEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi Syok Sepsis
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai
gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital
atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Apabila sel
tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi
dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan
kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian (Brunner &
Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).
Syok septic yaitu infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah
keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan
(Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002). Syok septik merupakan keadaan
dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan
tekanan darah sistolik < 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski
telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).

B. Tanda Dan Gejala Syok Septik


Syok septic terjadi dalam dua fase yang berbeda, yaitu:
1. Fase pertama disebut sebagai fase hangat (hiperdinamik)
a. Hipotensi
b. Takikardi
c. Takipnea
d. Alkalosis respiratorik
e. Curah jantung (CJ) tinggi dengan TVS (Tahanan Vaskuler Vistemik)
rendah
f. Kulit dingin, pucat
g. Hipertermia/hipotermia
h. Perubahan status mental
i. Poliuria
j. SDP meningkat
k. Hiperglikemia
2. Fase lanjut disebut fase dingin (hipodinamik)
a. Hipotensi
b. Takikardi
c. Takipnea
d. Asidosis metabolic
e. CJ rendah dengan TVS tinggi
f. Kulit hangat, kemerahan
g. Hiportermia
h. Status mental memburuk
i. Disfungsi organ dan selular (spt, ARDS, KIT, oliguria)
j. SDP menurun
k. Hipoglisemia

Sedangkan, tanda dan gejala primer syok septik adalah demam, kedinginan
menggigil, hiperventilasi, takikardi, hipotermia, lesi kulit (petekie, ekimosis,
ektima gangrenosum, eritema difusa, selulitis), dan perubahan status mental
seperti rancu, agitasi, kecemasan, eksitasi, letargi, penumpulan (obtundasi),
koma. Tanda dan gejala sekunder syok septik adalah hipotensi, sianosis,
gangren perifer simetreis (purpura reaksi-langsung), tanda-tanda gagal jantung
(Arvin, 2000), peningkatan tingkat jantung, penurunan tekanan darah,
penurunan PaO2, penurunan PaCO2 (awal) / peningkatan PaCO2 (akhir),
penurunan HCO3-, meningkatkan saturasi oksigen vena campuran (Svo2).

C. Fase-Fase Syok Septik


Dalam syok septik terjadi 2 fase yang berbeda yaitu:
1. Fase pertama disebut sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik ditandai
oleh tingginya curah jantung dan fase dilatasi. Pasien menjadi sangat
panas atau hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi jantung
dan pernafasan meningkat. Pengeluaran urin dapat meningkat atau tetap
dalam kadar normal. Status gastroinstestinal mungkin terganggu seperti
mual, muntah, atau diare.
2. Fase lanjut disebut sebagai fase “dingin” atau hipodinamik, yang ditandi
oleh curah jantung yang rendah dengan fasekontriksi yang mencerminkan
upaya tubuh untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan oleh
kehilangan volume intravsakuliar melalui kapiler. Pada fase ini tekanan
darah pasien turun, dan kulit dingin dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin
normal atau dobawah normal. Frekuensi jantung dan pernafasan tetap
cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ
multiple.
D. Pathway Syok Septik

Bakteri dan virus

Masuk ke sirkulasi darah

Sepsis

Syok Menurunnya Gangguan sirkulasi


darah
kontraktilitas jantung

Terjadi Iskemia
hipoperfusi/kekurangan
oksigen
Kerusakan multi
organ

Hipoksia Menurunnya
kontraktilitas Pencernaan
jantung
Proses masuknya
Mual, muntah
piruvat menurun
Cardiac output
tidak mencukupi
Penimbunan laktat Nausea Risiko
deficit
nutrisi
Perfusi perifer
Asidosis laktat tidak efektif

Tubuh
dikompensasi
mengeluarkan CO2

Hiperventilasi

E.Pola
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
nafas tidak
1. Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan aliran
efektif
invasif (selang atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk diagnosis.
2. Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP (+),
LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
3. Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada sepsis (PH > 7,45,
PCO2 < 35) dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)
4. Kultur (luka, sputum, urine, darah) untuk mengindentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitivitas menentukan pilihan obat-obatan yang paling
efektif. Ujung jalur kateter/intravaskuler mungkin diperlukan untuk
memindahkan dan memelihara jika tidak diketahui cara memasukannya.
5. SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leukopenia (penurunan SDP) terjadi sebelumnya,
dikuti oleh pengulangan leukositosis (15.000 – 30.000) dengan
peningkatan pita (berpindah ke kiri) yang mempublikasikan produksi SDP
tak matur dalam jumlah besar.
6. Elektrolit serum ; berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan, dan perubahan fungsi ginjal.
7. Pemeriksaan pembekuan : Trombosit terjadi penurunan (trombositopenia)
dapat terjadi karena agregasi trombosit. PT/PTT mungkin memanjang
mengindentifikasikan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia
hati / sirkulasi toksin / status syok.
8. Laktat serum meningkat dalam asidosis metabolic,disfungsi hati, syok.
9. Glukosa serum terjadi hiperglikemia yang terjadi menunjukan
glukoneogenesis dan glikogenolisis di dalam hati sebagai respon dari
perubahan selulaer dalam metabolisme.
10. BUN/Kr terjadi peningkatan kadar disasosiasikan dengan dehidrasi ,
ketidakseimbangan / gagalan hati.
11. GDA terjadi alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya
dalam tahap lanjut hioksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic
terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
12. Urinalisis adanya SDP / bakteri penyebab infeksi. Seringkali muncul
protein dan SDM.
13. Sinar X film abdominal dan dada bagian bawah yang
mengindentifikasikan udara bebas didalam abdomen dapat
menunjukan infeksi karena perforasi abdomen / organ pelvis.
14. EKG dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T dan
disritmia yang menyerupai infark miokard.

F. Penatalaksanaan Medis Syok Septik


Pasien dengan syok septic memerlukan pemantauan cepat dan agresif
serta penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis penatalaksanaannya
melibatkan seluruh sistem organ yang memerlukan pendekatan tim dari
bebagai disiplin antara lain:
1. Terapi-terapi definitive
a. Identifikasi dan singkirkan sumber infeksi
b. Multipel antibiotik spektrum luas
2. Terapi-terapi suportif
a. Pulihkan volume intra vaskuler
b. Pertahankan curah jantung yang adekuat
c. Pastikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
d. Berikan lingkungan metabolik yang sesuai
3. Terapi-terapi penelitian
a. Anti histamine
b. Antibodi monoklonal untuk:
1) Nalokson
2) Inhibitor neutrophil
3) Inhibitor prostagladin (obat-obat anti inflamatori nonsteroidal)
c. Steroid
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif
dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan
mencakup airway; breathing; circulation; oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP)
8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi
maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat
keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan
curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan
menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke
jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,
mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan
memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis
respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan
darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena
jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu
diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan
perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu
misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan
dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropic
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi
untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk
vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit,
norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau
epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah
dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin
0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon & milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).
Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi
substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan
hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan
bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan
secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi
insufisiensi adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan
keadaan tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali
selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan
mortalitas dibanding kontrol.(Chen dan Pohan, 2007).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
2) Kaji saturasi oksigen
3) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
4) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) Periksa foto thorak
c. Circulation
1) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
2) Monitoring tekanan darah, tekanan darah
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5) Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6) Pasang kateter
7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8) Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature
kurang dari 36˚C
9) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
10) Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
b. Sirkulasi
1) Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
2) Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
3) Heart rate : takikardi biasa terjadi
4) Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic)
dapat terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering
menunjukkan normal
5) Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis
biasa terjadi (stadium lanjut)
c. Integritas Ego
1) Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan
kematian
2) Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan
mental.
d. Makanan/Cairan
1) Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
2) Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan,
hilang/melemahnya bowel sounds

e. Neurosensori
Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motoric
f. Respirasi
1) Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi
pulmolal diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
2) Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
g. Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi
darah, episode anaplastic
h. Seksualitas
Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi
eklampsia

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Pola nafas tidak efektif
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
3. Nausea
4. Risiko deficit nutrisi

C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA SLKI SIKI


Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan
efektif keperawatan selama … Nafas
X 24 jam diharapkan
Observasi
pola nafas membaik
dengan criteria hasil : 1. Monitor pola nafas

1. Penggunaan otot bantu 2. Monitor bunyi nafas


nafas menurun tambahan

2. pernafasan cuping 3. Monitor sputum


hidung menurun
4. Monitor saturasi
3. Frekuensi nafas oksigen
membaik
Terapeutik
4. Kedalaman nafas
1. Posisikan semi fowler
membaik
atau fowler

2. Berikan minum hangat

3. Berikan oksigen

Edukasi

1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi

2. Ajarkan teknik batuk


efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik,
jika perlu
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan Perawatan Sirkulasi
efektif keperawatan selama …
Observasi
X 24 jam diharapkan
perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi
dengan criteria hasil : perifer

1. Turgor kulit membaik 2. Identifikasi risiko


gangguan sirkulasi
2. Tekanan darah sistolik
membaik 3. Monitor panas,
kemerahan, atau nyeri
3. Tekanan darah
atau bengkak di daerah
diastolic membaik
ekstremitas
4. Tekanan arteri rata-
Terapeutik
rata membaik
1. Hindari pemasangan
infuse atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi

2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatanan perfusi

3. Lakukan pencegahabn
infeksi

Edukasi

1. Anjurkan minum obat


pengontrol tekanan darah
secara teratur

2. Anjurkan program diet


untuk memperbaiki
sirkulasi

3. Informasikan tanda
dan gejala darurat yang
harus dilaporkan

4. Anjurkan berolahraga
rutin

Nausea Setelah dilakukan asuhan Manajemen Mual


keperawatan selama …
Observasi
X 24 jam diharapkan 1. Identifikasi factor
tingkat nausea menurun penyebab mual
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi
antiemetic untuk
1. Nafsu makan
mencegah mual
meningkat 3. Monitor mual
2. Keluhan mual 4. Monitor asupan
menurun nutrisi dan kalori
3. Perasaan ingin Terapeutik
1. Kendalikan factor
muntah menurun
4. Frekuensi menelan lingkungan
meningkat penyebab mual
2. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual
3. Berikan makana
dalam jumlah kecil
4. Berikan makanan
dingin, tidak berbau,
dan tidak berwarna
Edukasi
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
2. Anjurkan untuk
mencoba makan
dengan porsi kecil
tetapi sering
3. Anjurkan untuk
sering membersihkan
mulut
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian antiemetic,
jika perlu

Risiko Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi


Observasi
keperawatan selama … x
1. Identifikasi status
24 jam, diharapkan
nutrisi
status nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi dan
dengan kriteria hasil: intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan
1. Porsi makan yang yang disukai
dihabiskan meningkat 4. Identifikasi
2. Kekuatan otot kebutuhan kalori dan
menelan meningkat jenis nutrient
3. Verbalisasi keinginan 5. Identifikasi perlunya
untuk meningkatkan penggunaan selang
nutrisi meningkat nasogastric
4. Frekuensi makan 6. Monitor asupan
membaik makanan
5. Nafsu makan 7. Monitor berat badan
membaik 8. Monitor hasil
6.Membran mukosa pemeriksaan
membaik laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.,
pyramid makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
5. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiemetic jika perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang di
butuhkan, jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Jakarta: EGC.


Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Bangli, Januari 2020

Nama Pembimbing/ CI Nama Mahasiswa

(……………………………………) (…………………………..……….)

NIP. NIM.
Nama Pembimbing/CT

(…………………………….………………)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai