Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di
masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di
dunia. Diagnosis awal sepsis seringkali sulit ditegakkan, karena klinis sepsis yang
muncul sangat beragam. Jika sepsis tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
kegagalan fungsi organ yang dapat berujung pada kematian. Sepsis adalah penyakit
mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap
infeksi. Sepsis merupakan respon host terhadap infeksi yang bersifat sistemik dan
merusak. Sepsis dapat mengarah pada sepsis berat (disfungsi organ akut pada curiga
infeksi) dan syok septik (sepsis ditambah hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi cairan). Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama, yang
mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, menewaskan satu dari
empat orang (dan sering lebih).
Sepsis merupakan penyebab kematian ketiga dari 10 penyebab kematian
terbesar secara keseluruhan di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung dan
neoplasma ganas. Kejadian sepsis meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah kasus akan meningkat di masa mendatang.
Sepsis secara umum terjadi pada sekitar 2% dari semua pasien rawat inap di negara
maju. Sepsis dapat terjadi di antara 6-30% dari semua unit perawatan intensif pasien
(ICU), dengan variasi yang cukup besar karena heterogenitas antara ICU.
Terdapat kemajuan dalam penelitian klinis selama dekade terakhir, namun
sepsis masih tetap memiliki komplikasi yang berpotensi mematikan. Selain itu,
kejadian sepsis meningkat dua kali lipat selama dekade terakhir, seiring dengan
bertambahnya usia pasien yang dirawat di rumah sakit dan meningkatkannya pasien
dicurigai yang masuk ke IGD (Instalasi Gawat Darurat). Sepsis, sepsis berat dan syok
sepsis merupakan komplikasi paling umum pada pasien di IGD dan ICU. Meskipun
terapi antibiotik telah awal, tingkat kematian akibat sepsis tetap tinggi. Tingkat
kematian terkait sepsis tetap tinggi, terutama pada kelompok sepsis berat dan syok
sepsis. Sepsis bersifat dinamis, sindromnya beragam karena ketidakseimbangan dari
proses inflamasi. Pada sepsis, setelah infeksi mikroba terjadi aktivasi respon imun
sistemik dan aktivasi berlebihan dari sel-sel imunitas.

1
Infeksi bakteri merupakan penyebab terbanyak sepsis, tetapi bakteri
penyebabnya sering tidak teridentifikasi. Kondisi bakteremia yang merupakan
keberadaan bakteri dalam darah dapat ditemukan 50% pada sepsis berat atau syok
sepsis, namun 20−30% di antaranya tidak ditemukan sumber bakteri penyebabnya.
Kultur steril pasien sepsis dapat terjadi di dalam darah, dimana hanya ditemukan
endotoksin maupun eksotoksin saja, sedangkan bakterinya berada di jaringan. Kultur
darah biasanya positif hanya pada sepertiga kasus sepsis. Bakteremia adalah adanya
bakteri yang hidup dalam darah, keadaan ini hanya ditemukan sekitar 50% dari kasus
sepsis berat dan syok septik, sedangkan 20-30% dari pasien ini tidak dijumpai
mikroba sebagai penyebabnya yang diidentifikasi dari sumber manapun.
Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif atau gram
positif. Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae merupakan gram
positif yang paling umum ditemukan, sedangkan Escherichia coli, spesies Klebsiella,
dan Pseudomonas aeruginosa mendominasi di antara gram negatif. Infeksi terutama
terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (18%)
dan infeksi intra abdominal (9-14%).
Pasien sepsis yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sepsis berat atau
syok sepsis harus sudah diidentifikasi pada penerimaan pertama pasien karena
keterlambatan penilaian derajat sepsis dan pemberian antibiotik dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas di rumah sakit, sedangkan terapi yang diberikan sejak awal
untuk pengobatan sepsis berat dan syok sepsis yang dimulai di IGD dapat mengurangi
angka kematian. Penentuan sepsis dan identifikasi pasien sepsis berat atau syok sepsis
pada saat penerimaan awal pasien di IGD secara signifikan dapat meningkatkan
manajemen terapi sepsis. Saat ini penilaian diagnosis atau prognosis serta pemantauan
sepsis dengan biomarker mengandalkan PCT (Procalcitonin).
Derajat keparahan sepsis dinilai dengan menggunakan sistem skoring.
Sistem skoring banyak diterapkan untuk risiko stratifikasi dan prediksi prognosis pada
pasien sepsis. Beberapa sistem prediksi kematian yang digunakan pada pasien dengan
sepsis berat dan syok septik, yaitu skor APACHE II, skor SAPS II, skor SOFA, skor
MEDS, dan skor REMS.

2
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan mengaplikasikan teori sepsis, serta asuhan
keperawatan pasien sepsis diruang ICU.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi pasien sepsis
2. Mampu mengidentifikasi faktor resiko yang dapat menyebabkan sepsis
3. Mampu menggambarkan patofisiologi terjadinya sepsis
4. Mampu menjelaskan penatalaksanaan sepsis
5. Mampu mengaplikasikan proses keperawatan pada pasien sepsis

1.3. Ruang Lingkup Penulisan


Penulis membahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis serta proses keperawatan dari pengkajian hingga
evaluasi terhadap pasien Ms. D dengan sepsis diruang ICU Dewasa Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo. Proses keperawatan dilakukan dari tanggal 15 Juli 2019
hingga 17 Juli 2019.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.Konsep Medis
2.1.1. Pengertian
Infeksi adalah respon inflamasi tubuh terhadap mikroorganisme.The American
of Chest Physicians /Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM)
mendefinisikan sepsis sebagai respon tubuh terhadap infeksi.Istilah lainnya sepsis
adalah klinis yang berasal dari respon inflamasi terhadap infeksi.Secara klinis sepsis
didiagnosis bila adanya infeksi nyata atau curiga infeksi dengan respon sistemik yang
disebut Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS). Berdasarkan definisinya
sepsis diklasifikasikan dalam beberapa derajat
1. Infeksi
Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi kedalam tubuh.Istilah
infeksi juga hanya mengacu pada organisme pathogen, tidak pada semua jenis
organisme.Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa hadir
di dalam saluranusus tidak dianggap sebagai infeksi. Hal yang sama berlaku
untuk bakteri yang biasanya terdapatdi mulut.
2. Sindrom Respon Inflamasi Sistemik /Systemic Inflamatory Response
Syndrome (SIRS)
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) adalah respon klinis
terhadap rangsangan (insult) spesifik dan non spesifik. Dikatakan SIRS
apabila terdapat 2 atau lebih dari 4 variabel berikut:
 Suhu lebih dari 38°C atau kurang dari 36°C
 Denyut jantung lebih dari 90x/menit
 Frekuensi nafas lebih dari 20x/menit atau tekanan parsial
karbondioksida (PaCO2) kurang dari 32mmHg
 Edema atau balance cairan (+) : 20ml/kgBB selama 24 jam
 Hiperglikemia tanpa riwayat diabetes sebelumnya
 Leukosit lebih dari 12.000/µL atau kurang dari 4.000µL
 Peningkatan procalcitonin plasma
Patogenesis SIRS sebagai respon terhadap insult adalah tubuh akan
menghasilkan sitokin proinflamasi dan substansi vasodilator. Kebocoran

4
kapiler sistemik merupakan tanda awal inflamasi setelah cedera dan secara
proporsional menunjukkan insult severity.
3. Sepsis
Sepsis adalah sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) yang dipacu oleh
infeksi.Sindrom inflamasi sistemik dapat terjadi pada pasien tanpa adanya
infeksi, misalnya pada luka bakar, polytrauma atau keadaan awal di
pancreatitis dan pneumonitis kimia.The American College of Chest
Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACPP/SCCM) mendefinisikan
sepsis apabila terdapat infeksi dan 2 tanda SIRS.
4. Severe Sepsis (Sepsis Berat)
Severe sepsis berhubungan dengan adanya sepsis dan satu atau lebih gangguan
organ.Severe sepsis adalah sepsis dengan disfungsi organ, hipotensi, aliran
darah tidak cukup (hipoperfusi) untuk satu atau lebih organ menyebabkan
asidosis laktat, penurunan produksi urin, atau perubahan status mental.
5. Syok Sepsis
Syok sepsis didiagnosis dengan adanya severe sepsis dan adanya gagal
sirkulasi akut walaupun telah dilakukan resusitasi cairan.
6. Sindrom Disfungsi Organ Multipel /Multiple Organ Dysfuntion Syndrome
(MODS)
Kehadiran disfungsi organ terjadi pada pasien yang akut sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan dengan intervensi.Sindrom disfungsi organ multiple
merupakan sumber utama morbiditas dan mortalitas pasien yang dirawat pada
unit intensif dan timbul pada sekitar 15% pasien yang dirawat intensif.

2.1.2. Etiologi
Sepsis disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi
bakteri aerobik, anaerobik, gram positif, gram negatif, jamur dan virus (linda D.U,
2006)
1. Bakteri gram negatif (e.coli, klebsiella Sp, pseudomas Sp, bakteriodes Sp dan
Proteus Sp). Bakteri gram negativ mengandung liposakarida pada dinding sel
yang disebut endotoksin, apabila dilepaskan dan masuk dalam aliran darah
dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimia yang merugikan dan
mengaktivasi imun dan mediator biologis yang menunjang timbulnya shock
sepsis.

5
2. Bakteri gram positif (staphilococus, streptoccus dan pneumococcus). Dimana
bakteri ini melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan
mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin.

Penyebab umum sepsis pada orang sehat:


Sumber lokasi Mikroorganisme
Kulit Staphylococcus aureus dan gram positif
bentuk cocci lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negative bentuk
batang lainnya
Saluran pernafasan Streptococcus pneumonia
Usus dan kantung empedu Enterococcus faecalis, Escherecia coli
dan gram bentuk batang lainnya,
Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neisseria gonorrhea, anaerob

Penyebab umum sepsis pada pasien yang dirawat:


Masalah klinis Mikroorganisme
Pemasangan kateter Escheria coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
Serratia spp, Pseudomonas spp
Penggunaan IV kateter Stapilococcus aureus, Staphilococcus
epidermidis, Klebsiella spp, Pseudomonas
spp, Candida albicans
Setelah operasi: Wound Infection Stapilococcus aureus, E.Coli, anaerobes
Deep Infection (tergantung lokasinya) tergantung lokasi
anatominya
Luka bakar Coccus gram positif, Pseudomonas spp,
Candida albicans
Pasien immunocompromised Semua mikroorganisme diatas

2.1.3. Manifestasi Klinis


Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International
Sepsis Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 :
a. Variabel Umum

6
1. Suhu badan inti > 380 C atau <360 C
2. Heart Rate >9O;/menit
3. Tachipnea
4. Penurunan status mental
5. Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam
6. Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.
b. Variable Inflamasi
1. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
2. Peningkatan plasma C-reactive protein
3. Peningkatan plasma procalcitonin
c. Variabel Hemodinamik
1. Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari
sebelumnya.
2. MAP <70mmHg
3. SvO2 >70%
4. Cardiak Indeks >3,5 L/m/m3
d. Variable Perfusi Jaringan
1. Serum laktat > 1mmol/L
2. Penurunan kapiler refil
e. Variable Disfungsi Organ
1. PaO2 / Fi O2 <300
2. Urine output < 0,5 ml/kg/jam
3. Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl
4. INR >1,5 atau APTT > 60 detik
5. Ileus
6. Trombosit < 100.000mm3
7. Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

2.1.4. Pathway
Agen infeksius EBV DNA, karsinogen, hormone radioaktif,
Lingkungan, Bahan kimia

Invasive mikroorganisme

7
Pelepasan endotoksin, eksotoksin

Inflamasi

Sirkulasi darah Pelepasan bradikin, Neoplasma Peradangan


pembesaran
Terhirup,
Pengeluaran
menempel
getah
zat-zat
bening
di
cerotinin, histamin, tumor dapat menyumbat
jalan
vasoaktif
napas
prostaglandin getah bening

8
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
Peningkatan Limpangitis regional
Beberapa pemeriksaan dapat dijadikan rujukan dalam mendiagnosa sepsis. Merangsang
Iritasi bronkus
ujung saraf
aktivitas
1. Laboratorium
koagulan supresi infeksi bebas
Kegagalan aliran protein
Proses infeksi, demam,
fibrinosis pada sel getah bening
a. Hitung leukosit Tumbuh
malaisedan
Sistem komponen aktif hipotalamus
berkembannya makropag
Microtrombus
Penurunan sel darah putih (leucopenia) dapat terjadi akibat endotoxemia pada
disirkulasi Iritasi pleuraHipotalamus
permulaan sepsis.Peningkatan Netrofil
sel darah putih
meningkat dan(leukositosis) lebih sering
Korteks
HAPserebri
menempel di endotel
dijumpaiaterosklerosis
pada kasus sepsis. vaskuler
Akumulasi cairan
Gangguan
di pleura
termoregulasi
Bronkopneumonia,
Persepsi nyeri
b. Neutrofil
Penimbunan plak
produksi sputum
Hipertermi
Neutrofildi intima arteri
mempunyai peran Vasoaktif pada vaskuler Menekan paru-paru
ganda didalam sepsis.Neutrofil memainkan Nyeri
Sekret meningkat
peranan penting dalam aktivasi endotel dan timbulnya kegagalan
Sel endotel Permeabilitas vaskuler Ekspansi paru turun
Bersihan
Terganggunya
Jalanhormon
Napas
organ.Padasatu sisis sel ini penting untuk kontrol local pertumuhan bakteri,
menyusun
gastrointestinal
Tidak efektif
lapisan dinding
dan oleh karenanya juga Penuruna
untuk perfusi jaringan
mencegah diseminasi Gangguan Pertukaran
bacterial.Sebaliknya,
dalam PD
Gas
Perasaan penuh pada GI,
pada sepsis subletal migrasi neutrofil tidak tertekan dan infeksi bacterial
nafsu makan turun
terbatasi pada kavitas peritoneal, sehingga tidak terdapat mortalitas otot bantu
Berkurangnya Gangguan Perfusi Organ Hiperaktivtas
aliran darah ke ginjal napas
Asam lambung naik
signifikan. jantung
Iskemik/infark Aktivitas saraf simpatis
c. Darah mixed venous Retensi Na dan Air
Mual
naik
Suplai darah ke
Oksigen saturasi vena kava superior 70-75%.
jantung tidak
Angina : Nyeri Penurunan haluaran urin Gang. Integritas
AsuhanKulit
nutrisi kurang
akut
d. Analisa Gasadekuat
Darah Memicu RAS

Peningkatan
Alkalosis respiratorik dan hipoksemia hidrostatsik,
dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
penurunan protein plasma REM turun
TD turun, Nekrotik hipoalbumin
Aritmia lanjut, hipoksemia,
volume darahasidosis respiratorik dan asidosis metabolic dapat terjadi
turun mekanisme kompensasi.
karena kegagalan Menyerap cairan Gangguan
Intake nutrisi
Istirahat
kurang
dan
Iskemik
Gagal jantung
e. Gula darah serum interstitial dari kebutuhan
tidur tubuh
Suplai O2 turun,
Hiperglikemi
nutrisiyang
turun terjadi menunjukkan
Kelebihan volumegluconeogenesis
cairan dan glikogenelisis
Hipoksia
Penurunan
di dalam hati sebagai respon dari perubahan metabolism sel.
Curah Jantung
Gangguan
f. Elektrolit serum Kontraksi otot napas turun Skin depressan
metabolisme
Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan asidosis,
Energi untuk bernapas naik bedrest
perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
Gangguan
g. Asam laktatperfusi Kelelahan akibat Intoleransi Aktivitas
kardiopulmonal penurunan kemampuan
Asam laktat dapat meningkattubuh
akibat
untukasidosis metabolic, disfungsi hati dan
menyediakan
energi hipoksia jaringan.
syok.Peningkatan asam laktat menunjukkan
h. Pemeriksaan pembekuan darah
Terjadi perubahan pada trombosit, dan faktor pembekuan
darah.Trombositosis terjadi di fase akut, yaitu awal respon inflamasi sel.
Trombositopenia menunjukkan DIC karena adanya agregasi trombosit.

1
i. BUN dan kreatinin
Peningkatan kadar BUN dan kreatinin menunjukkan dengan adanya
dehidrasi, ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau
kegagalan hati.
j. Serum fosfat
Hipofospatesemia terjadi karena peningkatan level sitokinin proinflammatory.
k. C-Reaktin Protein (CRP)
Menigkat pada fase akut sebagai respon hati atas stress sel.
l. Prokalsitonin (PCT)
Peningkatan kadar PCT dalam darah menunjukkan semakin parah reaksi
inflamasi yang terjadi akibat infeksi dari bakteri. PCT dalam darah dapat
digunakan sebagai marker sepsis berat karena PCT memiliki sensitivitas 85%
dan spesifitas 90% dalam membedakan SIRS dan sepsis dibandingkan CRP
dan TNF.
Diagnostic PCT menurut derajat sepsis sebagai berikut :
 Normal <0,05
 Infeksi lokal: 0,05 – 0,5
 Sepsis: 0,5 – 2
 Sepsis berat: 2 – 10
 Syok septik >10
m. Kultur
Kultur dapat berasal dari luka, sputum, urin, maupun darah.Kultur dapat
mengidentifikasi organisme penyebab sepsis.
2. Radiologi
Rontgen dada bagian bawah dan abdomen dapat membantu diagnosis.

2.1.5. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab
infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau
renjatan. Vasopresor dan inotropik,  terapi suportif terhadap kegagalan organ,
gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host
terhadap infeksi.
1. Resusitasi

2
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi,
terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila
diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg,
urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau
pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).     
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya
tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan
implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin
mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi
antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis
berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang
memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke
tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan
oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan
dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ Pemberian antimikrobial dinilai kembali
setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen
penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik
daripada monoterapi.

4. Terapi suportif
a. Oksigenasi

3
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
b. Terapi cairan
i. Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%
atau ringer laktat) maupun koloid.
ii. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
iii. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar
Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.
iv. Vasopresor dan inotropik
Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor
diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP
60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin
>8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.5-
8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat
digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit,
epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan
milrinone).
v. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat
<9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
vi. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan
untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun
secara  evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal
ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
vii. Nutrisi

4
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan
produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat
resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan
proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam
amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin
viii. Kontrol gula darah
Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan
insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL
dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar
gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut
dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena
ada risiko hipoglikemia.
ix. Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi
dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi
antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti
menurunkan mortalitas.
x. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison
dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan
renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol.
Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi
sepsis.

2.2. Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian

5
Pengkajian sepsis pada unit intensif menggunakan pendekatan ABCDE. Data
tergantung pada tipe, lokasi dan durasi dari proses infektif dan organ-organ yang
teerkena. Sistem pernafasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
sepsis
1. Airway
a. Riwayat batuk produktif
b. Infeksi jalan nafas atas
c. Kebersihan jalan napas
2. Breathing
a. Takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan
b. RR> 20 x/menit
c. Kaji staturasi oksigen
3. Circulation
a. Tekanan vena central (CVP) < 8mmHg
b. Tekanan rata-rata arteri (MAP) < 65mmHg atau >90mmHg
c. Oksigen saturasi (SpO2) <88%
d. Hb <7,0 g/dl
e. Denyut nadi perifer cepat, lemah, mudah hilang, tachikardi ekstrim HR
>90x/menit
f. Pengisian kapiler >3 detik
g. Suhu > 38°C atau < 36°C
h. Auskultasi: disritmia dan suara S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard
sebagai efek dari asidosis/ ketidakseimbangan elektrolit, bising usus
i. Analisa hasil AGD
j. Laktat serum, PCT, hematologi
4. Disability
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan teknik AVPU (Alert, Voice,
Pain and Unresponsive).
b. Gelisah, ketakutan, disorientasi, delirium
5. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis

6
2. Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung
3. Gangguan perfusi kardiopulmonal berhubungan dengan gangguan aliran darah
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan intoleransi aktivitas
7. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
8. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan kelelahan
9. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
10. Mual berhubungan dengan iritasi gaster
11. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
kurang
12. Kelebihan cairan tubuh berhubungan dengan asupan cairan berlerbihan
13. Gangguan perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan penurunan
perfusi jaringan

2.2.3. Rencana Tindakan


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
jaringan Setelah dilakukan tinfakan presipitasi
keperawatan selama ….  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: Pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
DO:  Mampu mengontrol nyeri dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri (tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
- Tingkah laku berhati-hati mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Gangguan tidur (mata sayu, tehnik nonfarmakologi pencahayaan dan kebisingan
tampak capek, sulit atau untuk mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
gerakan kacau, menyeringai) mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
- Fokus menyempit berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
(penurunan persepsi waktu, menggunakan manajemen napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
kerusakan proses berpikir, nyeri hangat/ dingin

7
penurunan interaksi dengan  Mampu mengenali nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
orang dan lingkungan) (skala, intensitas, frekuensi ……...
- Tingkah laku distraksi, dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa nyaman  Berikan informasi tentang nyeri seperti
menemui orang lain setelah nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dan/atau aktivitas, aktivitas  Tanda vital dalam rentang berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
berulang-ulang) normal dari prosedur
- Respon autonom (seperti  Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
diaphoresis, perubahan gangguan tidur pemberian analgesik pertama kali
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

2. Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama jantung


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
gangguan irama jantung,  Cardiac Pump  Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume, pre load dan effectiveness  Catat adanya disritmia jantung
afterload, kontraktilitas  Circulation Status  Catat adanya tanda dan gejala penurunan
jantung.  Vital Sign Status cardiac putput
 Tissue perfusion: perifer  Monitor status pernafasan yang
DO/DS: Setelah dilakukan asuhan menandakan gagal jantung
- Aritmia, takikardia, selama………penurunan  Monitor balance cairan
bradikardia kardiak output klien teratasi  Monitor respon pasien terhadap efek
- Palpitasi, oedem dengan kriteria hasil: pengobatan antiaritmia
- Kelelahan  Tanda Vital dalam  Atur periode latihan dan istirahat untuk
- Peningkatan/penurunan JVP rentang normal (Tekanan menghindari kelelahan
- Distensi vena jugularis darah, Nadi, respirasi)  Monitor toleransi aktivitas pasien
- Kulit dingin dan lembab  Dapat mentoleransi  Monitor adanya dyspneu, fatigue,
- Penurunan denyut nadi aktivitas, tidak ada tekipneu dan ortopneu
perifer kelelahan  Anjurkan untuk menurunkan stress
- Oliguria, kaplari refill  Tidak ada edema paru,  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
lambat perifer, dan tidak ada  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
- Nafas pendek/ sesak nafas asites atau berdiri
- Perubahan warna kulit  Tidak ada penurunan  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
- Batuk, bunyi jantung S3/S4 kesadaran bandingkan

8
- Kecemasan  AGD dalam batas  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
normal dan setelah aktivitas
 Tidak ada distensi vena  Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
leher  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Warna kulit normal  Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi
stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan

3. Gangguan perfusi kardiopulmonal berhubungan dengan gangguan aliran darah


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan NOC : NIC :
kardiopulmonal tidak efektif  Cardiac pump
 Monitor nyeri dada (durasi, intensitas
b/d gangguan afinitas Hb Effectiveness
oksigen, penurunan  Circulation status dan faktor-faktor presipitasi)
konsentrasi Hb, Hipervolemia,  Tissue Prefusion :  Observasi perubahan ECG
Hipoventilasi, gangguan cardiac, periferal  Auskultasi suara jantung dan paru
transport O2, gangguan aliran  Vital Sign Statusl
 Monitor irama dan jumlah denyut
arteri dan vena Setelah dilakukan asuhan
selama……… jantung
DS: ketidakefektifan perfusi  Monitor angka PT, PTT dan AT
- Nyeri dada jaringan kardiopulmonal  Monitor elektrolit (potassium dan
- Sesak nafas teratasi dengan kriteria
magnesium)
DO hasil:
- AGD abnormal  Tekanan systole dan  Monitor status cairan
- Aritmia diastole dalam rentang  Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
- Bronko spasme yang diharapkan  Monitor peningkatan kelelahan dan
- Kapilare refill > 3 dtk  CVP dalam batas
kecemasan
- Retraksi dada normal
- Penggunaan otot-otot  Nadi perifer kuat dan  Instruksikan pada pasien untuk tidak

9
tambahan simetris mengejan selama BAB
 Tidak ada oedem
 Jelaskan pembatasan intake kafein,
perifer dan asites
 Denyut jantung, AGD, sodium, kolesterol dan lemak
ejeksi fraksi dalam  Kelola pemberian obat-obat: analgesik,
batas normal anti koagulan, nitrogliserin, vasodilator
 Bunyi jantung
dan diuretik.
abnormal tidak ada
 Nyeri dada tidak ada  Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung,
 Kelelahan yang kontrol stimulasi lingkungan)
ekstrim tidak ada
 Tidak ada
ortostatikhipertensi

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
è ketidakseimbangan perfusi exchange ventilasi
ventilasi  Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
è perubahan membran kapiler- Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
alveolar  Respiratory Status :  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
DS: ventilation  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
è sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status tambahan
è Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan  Berikan bronkodilator ;
è Gangguan penglihatan keperawatan selama ….
-………………….
DO: Gangguan pertukaran pasien
-………………….
è Penurunan CO2 teratasi dengan kriteria hasi:
 Barikan pelembab udara
è Takikardi  Mendemonstrasikan
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
è Hiperkapnia peningkatan ventilasi dan
keseimbangan.
è Keletihan oksigenasi yang adekuat
 Monitor respirasi dan status O2
è Iritabilitas  Memelihara kebersihan
è Hypoxia paru paru dan bebas dari  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
è kebingungan tanda tanda distress penggunaan otot tambahan, retraksi otot
è sianosis pernafasan supraclavicular dan intercostal
è warna kulit abnormal (pucat,  Mendemonstrasikan  Monitor suara nafas, seperti dengkur
kehitaman) batuk efektif dan suara  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
è Hipoksemia nafas yang bersih, tidak kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
è hiperkarbia ada sianosis dan dyspneu biot
è AGD abnormal (mampu mengeluarkan  Auskultasi suara nafas, catat area
è pH arteri abnormal sputum, mampu bernafas penurunan / tidak adanya ventilasi dan
èfrekuensi dan kedalaman dengan mudah, tidak ada suara tambahan
nafas abnormal pursed lips)  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
 Tanda tanda vital dalam mental
rentang normal  Observasi sianosis khususnya membran
 AGD dalam batas normal mukosa

10
 Status neurologis dalam  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
batas normal persiapan tindakan dan tujuan penggunaan
alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan


kebutuhan tubuh
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs
 Observasi adanya pembatasan klien
 Tirah Baring atau  Toleransi aktivitas
imobilisasi  Konservasi eneergi dalam melakukan aktivitas
 Kelemahan menyeluruh Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya faktor yang menyebabkan
 Ketidakseimbangan keperawatan selama …. Pasien kelelahan
antara suplei oksigen bertoleransi terhadap aktivitas
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang
dengan kebutuhan dengan Kriteria Hasil :
 Berpartisipasi dalam adekuat
Gaya hidup yang
aktivitas fisik tanpa  Monitor pasien akan adanya kelelahan
dipertahankan.
disertai peningkatan fisik dan emosi secara berlebihan
DS: tekanan darah, nadi dan
 Melaporkan secara verbal
 Monitor respon kardivaskuler terhadap
RR
adanya kelelahan atau  Mampu melakukan aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
kelemahan. aktivitas sehari hari nafas, diaporesis, pucat, perubahan
 Adanya dyspneu atau (ADLs) secara mandiri hemodinamik)
ketidaknyamanan saat  Keseimbangan aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya
beraktivitas. dan istirahat
DO : tidur/istirahat pasien
 Kolaborasikan dengan Tenaga
 Respon abnormal dari Rehabilitasi Medik dalam
tekanan darah atau nadi
merencanakan progran terapi yang tepat.
terhadap aktifitas
 Perubahan ECG : aritmia,
 Bantu klien untuk mengidentifikasi
iskemia aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,

11
psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan intoleransi aktivitas


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Anjurkan pasien untuk menggunakan
Eksternal : Mucous Membranes pakaian yang longgar
- Hipertermia atau Wound Healing : primer dan Hindari kerutan pada tempat tidur
hipotermia sekunder Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan kering
- Kelembaban keperawatan selama….. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Faktor mekanik (misalnya : kerusakan integritas kulit setiap dua jam sekali
alat yang dapat pasien teratasi dengan Monitor kulit akan adanya kemerahan
menimbulkan luka, kriteria hasil: Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
tekanan, restraint)  Integritas kulit yang derah yang tertekan
- Immobilitas fisik baik bisa dipertahankan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Radiasi (sensasi, elastisitas, Monitor status nutrisi pasien
- Usia yang ekstrim temperatur, hidrasi, Memandikan pasien dengan sabun dan air

12
- Kelembaban kulit pigmentasi) hangat
- Obat-obatan  Tidak ada luka/lesi Kaji lingkungan dan peralatan yang
Internal : pada kulit menyebabkan tekanan
- Perubahan status metabolik  Perfusi jaringan baik Observasi luka : lokasi, dimensi,
- Tonjolan tulang  Menunjukkan kedalaman luka, karakteristik,warna cairan,
- Defisit imunologi pemahaman dalam granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda
- Berhubungan dengan proses perbaikan kulit infeksi lokal, formasi traktus
dengan perkembangan dan mencegah Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
- Perubahan sensasi terjadinya sedera perawatan luka
- Perubahan status nutrisi berulang Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP,
(obesitas, kekurusan)  Mampu melindungi vitamin
- Perubahan status cairan kulit dan Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan pigmentasi mempertahankan Lakukan tehnik perawatan luka dengan
- Perubahan sirkulasi kelembaban kulit dan steril
- Perubahan turgor perawatan alami Berikan posisi yang mengurangi tekanan
(elastisitas kulit)  Menunjukkan pada luka
terjadinya proses
DO: penyembuhan luka
- Gangguan pada bagian
tubuh
- Kerusakan lapisa kulit
(dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)

7. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak NOC:
efektif berhubungan dengan:  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
- Infeksi, disfungsi Ventilation suctioning.
neuromuskular, hiperplasia  Respiratory status :  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
dinding bronkus, alergi jalan Airway patency  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
nafas, asma, trauma  Aspiration Control dalam
- Obstruksi jalan nafas : Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
spasme jalan nafas, sekresi keperawatan selama ventilasi
tertahan, banyaknya mukus, …………..pasien  Lakukan fisioterapi dada jika perlu

13
adanya jalan nafas buatan, menunjukkan keefektifan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sekresi bronkus, adanya jalan nafas dibuktikan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
eksudat di alveolus, adanya dengan kriteria hasil : tambahan
benda asing di jalan nafas.  Mendemonstrasikan  Berikan bronkodilator :
DS: batuk efektif dan suara - ………………………
- Dispneu nafas yang bersih, tidak - ……………………….
DO: ada sianosis dan dyspneu - ………………………
- Penurunan suara nafas (mampu mengeluarkan  Monitor status hemodinamik
- Orthopneu sputum, bernafas dengan  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Cyanosis mudah, tidak ada pursed Lembab
lips)
- Kelainan suara nafas (rales,  Berikan antibiotik :
wheezing)  Menunjukkan jalan nafas
…………………….
- Kesulitan berbicara yang paten (klien tidak
…………………….
- Batuk, tidak efekotif atau merasa tercekik, irama
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
tidak ada nafas, frekuensi
keseimbangan.
- Produksi sputum pernafasan dalam rentang
 Monitor respirasi dan status O2
- Gelisah normal, tidak ada suara
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
- Perubahan frekuensi dan nafas abnormal)
mengencerkan sekret
irama nafas  Mampu
mengidentifikasikan dan  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
mencegah faktor yang penggunaan peralatan : O2, Suction,
penyebab. Inhalasi.
 Saturasi O2 dalam batas
normal
 Foto thorak dalam batas
normal

8. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan kelelahan


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan pola tidur NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Anxiety Control
Sleep Enhancement
- Psikologis : usia tua,  Comfort Level
- Determinasi efek-efek medikasi

14
kecemasan, agen biokimia,  Pain Level terhadap pola tidur
suhu tubuh, pola aktivitas,  Rest : Extent and
- Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
depresi, kelelahan, takut, Pattern
kesendirian.  Sleep : Extent ang - Fasilitasi untuk mempertahankan
- Lingkungan : kelembaban, Pattern aktivitas sebelum tidur (membaca)
kurangnya privacy/kontrol Setelah dilakukan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
tidur, pencahayaan, medikasi tindakan keperawatan
- Kolaburasi pemberian obat tidur
(depresan, selama …. gangguan pola
stimulan),kebisingan. tidur pasien teratasi
Fisiologis : Demam, mual, posisi, dengan kriteria hasil:
urgensi urin.  Jumlah jam tidur
DS: dalam batas normal
- Bangun lebih awal/lebih  Pola tidur,kualitas
lambat dalam batas normal
- Secara verbal menyatakan  Perasaan fresh
tidak fresh sesudah tidur sesudah tidur/istirahat
DO :  Mampu
- Penurunan kemempuan mengidentifikasi hal-
fungsi hal yang
- Penurunan proporsi tidur meningkatkan tidur
REM
- Penurunan proporsi pada
tahap 3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi pada
tahap 1 tidur
- Jumlah tidur kurang dari
normal sesuai usia

9. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

15
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi
 Monitor suhu sesering mungkin
- penyakit/ trauma
- peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Monitor warna dan suhu kulit
metabolisme keperawatan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
- aktivitas yang berlebih selama………..pasien  Monitor penurunan tingkat kesadaran
- dehidrasi menunjukkan :
 Monitor WBC, Hb, dan Hct
Suhu tubuh dalam batas
DO/DS:  Monitor intake dan output
normal dengan kreiteria
 kenaikan suhu tubuh  Berikan anti piretik:
diatas rentang normal hasil:
 Kelola Antibiotik:
 serangan atau konvulsi  Suhu 36 – 37C
………………………..
(kejang)  Nadi dan RR dalam
 Selimuti pasien
 kulit kemerahan rentang normal
 pertambahan RR  Berikan cairan intravena
 Tidak ada perubahan
 takikardi  Kompres pasien pada lipat paha dan
warna kulit dan tidak
 Kulit teraba panas/ hangat aksila
ada pusing, merasa
 Tingkatkan sirkulasi udara
nyaman
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)

10 Mual berhubungan dengan iritasi gaster


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Mual berhubungan dengan: NOC: NIC :
- Pengobatan: iritasi gaster,  Comfort level
Fluid Management
distensi gaster, obat  Hidrasil
kemoterapi, toksin  Nutritional Status - Pencatatan intake output secara akurat
- Biofisika: gangguan Setelah dilakukan tindakan - Monitor status nutrisi
biokimia (KAD, Uremia), keperawatan selama …. - Monitor status hidrasi (Kelembaban
nyeri jantung, tumor intra mual pasien teratasi dengan
membran mukosa, vital sign adekuat)
abdominal, penyakit kriteria hasil:
oesofagus / pankreas.  Melaporkan bebas dari - Anjurkan untuk makan pelan-pelan
- Situasional: faktor mual - Jelaskan untuk menggunakan napas
psikologis seperti nyeri,  Mengidentifikasi hal-hal dalam untuk menekan reflek mual
takut, cemas. yang mengurangi mual
- Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam
 Nutrisi adekuat
DS:  Status hidrasi: hidrasi sesudah dan selama makan
- Hipersalivasi kulit membran mukosa - Instruksikan untuk menghindari bau
- Penigkatan reflek menelan baik, tidak ada rasa haus makanan yang menyengat
- Menyatakan mual / sakit yang abnormal, panas,
- Berikan terapi IV kalau perlu
perut urin output normal, TD,

16
HCT normal - Kelola pemberian anti emetik........

11.Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
kurang
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
memasukkan atau mencerna c. Weight Control tinggi serat untuk mencegah konstipasi
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
biologis, psikologis atau keperawatan makanan harian.
ekonomi. selama….nutrisi kurang  Monitor adanya penurunan BB dan gula
DS: teratasi dengan indikator: darah
- Nyeri abdomen  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
- Muntah  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Kejang perut  Hematokrit selama jam makan
- Rasa penuh tiba-tiba setelah  Hemoglobin  Monitor turgor kulit
makan  Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
DO: capacity protein, Hb dan kadar Ht
- Diare  Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
- Rontok rambut yang  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
berlebih jaringan konjungtiva
- Kurang nafsu makan  Monitor intake nuntrisi
- Bising usus berlebih  Informasikan pada klien dan keluarga
- Konjungtiva pucat tentang manfaat nutrisi
- Denyut nadi lemah  Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval

17
12. Kelebihan cairan tubuh berhubungan dengan asupan cairan berlerbihan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Electrolit and acid
 Pertahankan catatan intake dan output
- Mekanisme pengaturan base balance
melemah  Fluid balance yang akurat
- Asupan cairan  Hydration  Pasang urin kateter jika diperlukan
berlebihan Setelah dilakukan tindakan  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
DO/DS : keperawatan selama ….
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
- Berat badan meningkat Kelebihan volume cairan
pada waktu yang teratasi dengan kriteria: urin )
singkat  Terbebas dari edema,  Monitor vital sign
- Asupan berlebihan efusi, anaskara  Monitor indikasi retensi / kelebihan
dibanding output  Bunyi nafas bersih,
cairan (cracles, CVP , edema, distensi
- Distensi vena jugularis tidak ada
- Perubahan pada pola dyspneu/ortopneu vena leher, asites)
nafas, dyspnoe/sesak  Terbebas dari distensi  Kaji lokasi dan luas edema
nafas, orthopnoe, suara vena jugularis,  Monitor masukan makanan / cairan
nafas abnormal (Rales  Memelihara tekanan
 Monitor status nutrisi
atau crakles), , pleural vena sentral, tekanan
effusion kapiler paru, output  Berikan diuretik sesuai interuksi
- Oliguria, azotemia jantung dan vital sign  Kolaborasi pemberian obat:
- Perubahan status DBN ....................................
mental, kegelisahan,  Terbebas dari
 Monitor berat badan
kecemasan kelelahan, kecemasan
atau bingung  Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala dari odema

13.Gangguan perfusi jaringa renal tidak efektif berhubungan dengan penurunan


perfusi jaringan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

18
Perfusi jaringan renal tidak NOC : NIC :
efektif b/d gangguan afinitas  Circulation status
 Observasi status hidrasi (kelembaban
Hb oksigen, penurunan  Electrolite and Acid
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Base Balance membran mukosa, TD ortostatik, dan
Hipoventilasi, gangguan  Fluid Balance keadekuatan dinding nadi)
transport O2, gangguan aliran  Hidration  Monitor HMT, Ureum, albumin, total
arteri dan vena  Tissue Prefusion : renal
protein, serum osmolalitas dan urin
 Urinari elimination
DO Setelah dilakukan asuhan  Observasi tanda-tanda cairan berlebih/
- Penigkatan rasio ureum selama……… retensi (CVP menigkat, oedem, distensi
kreatinin ketidakefektifan perfusi vena leher dan asites)
- Hematuria jaringan renal teratasi
 Pertahankan intake dan output secara
- Oliguria/ anuria dengan kriteria hasil:
- Warna kulit pucat  Tekanan systole dan akurat
- Pulsasi arterial tidak teraba diastole dalam batas  Monitor TTV
normal Pasien Hemodialisis:
 Tidak ada gangguan
 Observasi terhadap dehidrasi, kram otot
mental, orientasi
kognitif dan kekuatan dan aktivitas kejang
otot  Observasi reaksi tranfusi
 Na, K, Cl, Ca, Mg,  Monitor TD
BUN, Creat dan Biknat
 Monitor BUN, Creat, HMT dan
dalam batas normal
 Tidak ada distensi vena elektrolit
leher  Timbang BB sebelum dan sesudah
 Tidak ada bunyi paru prosedur
tambahan  Kaji status mental
 Intake output seimbang
 Tidak ada oedem
 Monitor CT
perifer dan asites Pasien Peritoneal Dialisis:
 Tdak ada rasa haus  Kaji temperatur, TD, denyut perifer, RR
yang abnormal dan BB
 Membran mukosa
 Kaji BUN, Creat pH, HMT, elektrolit
lembab
 Hematokrit dbn selama prosedur
 Warna dan bau urin  Monitor adanya respiratory distress
dalam batas normal  Monitor banyaknya dan penampakan
cairan
 Monitor tanda-tanda infeksi

19
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ms. D
b. Umur : 59 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. BB : 60 Kg
e. Tanggal masuk : 06 juni 2019
f. Diagnosa medis : post code blue ec desaturasi ec retensi sputum
ec hap, riwayat stenosis subglotis, sepsis Nama

2. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan utama : Tidak dapat terkaji pasien terpasang tracheostomi
Keluhan saat ini : pasien masuk icu tgl 6 juli 2019 karena sesak nafas
dan desaturasi diruang HCU A, pasien masuk tgl 3
juli 2019 dengan keluhan sesak nafas sejak 10

20
bulan yang lalu, dilakukan pergantian canul
trakeostomi oleh SPTHT tgl 5 juli 2019.
Riwayat penyakit dahulu : Pasien terkena tetanus dan dilakukan pemasangan
trakeostomi tahun 1996 hingga saat ini, canul
diganti tiap 33 bulan sekali. Tahun 2014 mulai
terjadi penyempitan ditrakea dirawat di RSP.
Sejak tahun 2018 mulai terasa sesak dan
semakin memberat tiga bulan terkahir SMRS di
rawat di HCU RSCM dilakukan bronkoskopi
terdapat jaringan yang membuat trakea sempit di
bagian distal canul TT dan direncanakan untuk
cryoterapi namun tidak dilakukan karena alatnya
rusak.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Airway
 Terpasang TT no. 8
 Ada stenosis subglotis
 Slem kuning kental, banyak
b. Breathing
 Pola napas on ventilator dengan mode SIMV Pc 12/12, Peep 5
Rrset 12 Fio2 50%
 Tidal volume 268 CmH20
 RR 32x/menit
 Suara napas vesikuler, ronchi +/+, -/-
 Tidak ada retraksi dada, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
 Irama napas teratur
c. Circulation
 CVP +6-7
 TD 120/68
 HR 86x/mnt

21
 Suhu 37,3 °C
 CRT <3 detik
 Akral hangat, tidak ada sianosis, SPO2 100%
d. Disability
 Kesadaran DPO
 Norephineprine 0,1mcg/kg/mnt
 Midazolam 1mg/jam
 MgSo4 0,5gr/jam
 Fluimucyl 3x400mg (po)
 Ibuprofen 3x400mg(po)
 NaCl caps 3x500mg(po)
 CaCo3 3x500mg(po)
 Omeprazol 2x20 mg (po)
 D6 – levofloxacin 1x750mg(iv)
 Metochlorpamide 3x10 mg
 Inhalasi combivent /6jam
 Enteral : MC 15x 50cc
e. Exposure
 Abdomen tidak teraba distended, abdomen teraba supel
 Terpasang CVC subclavia dextra,
 Terpasang folley cateter & NGT
 diuresis 1,3 cc/kgBB/jam

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK


a. Rontgen thorax
 Tgl 15/7/19 : infiltrat di lapang bawa paru kanan tampak
berkurang, tidak ada tampak pneumothorak maupun empisema
subkutis.

b. Pemeriksaan laboratorium
 Hb 9,6 g/dl
 Ht 25,4 %
 Eritrosit 2,89 10^6/ul
 Leukosit 27,72 10^3/ul

22
 Neutrofil 81,2 %
 Trombosit 318 10^3/ul
 Natrium 128 mEq/l
 Kalium 5,5 mEq/l
 Clorida 99,5 mEq/l
 SGOT 7 U/l
 SGPT 25 U/l
 Ureum 53,0 mg/dl
 Creatinin 1,2 mg/dl
 GDS 138 mg/dl
 eGFR 49,6
 Na/K/Cl 128/5,5/119,5
 Ca Darah 99,5
 Ca Ion 0,73
 Mg 1,62
 AGD
 pH 7,618
 pCO2 29,8
 pO2 127
 BE 9,3
 HCO3 30,8
 SaO2 99,4
 SvO2 81,4
 Lactat (tgl 15/7/2019) 1,1
 Laju endap darah (tgl 14/7/19) 15 mm

c. Kultur
 Hasil kultur sputum (05/07/2019)
 Pseudomonas aeruginosa
 Hasil kultur sputum (14/07/2019)
 Klebsiella pneumonia

B. ANALISA DATA
Data Masalah keperawatan
23
a) ronchi +/+ Gangguan pertukaran gas
b) Terpasang mode ventilator PC 12/12,
RRset 12, PEEP 5, FiO2 50%, TV
268, RR 32
c) AGD
 pH 7,618
 pCO2 29,8
 pO2 127
 BE 9,3
 HCO3 30,8
 SaO2 99,4
 SvO2 81,4
d) Rontgen thorak:
Tgl 15/7/19 : infiltrat di lapang bawa
paru kanan tampak berkurang, tidak
ada tampak pneumothorak maupun
empisema subkutis.
a) sputum kuning kental , banyak Bersihan jalan nafas tidak efektif
b) ronhi +/+
c) rontgen thorak :
Tgl 15/7/19 : infiltrat di lapang bawa
paru kanan tampak berkurang, tidak
ada tampak pneumothorak maupun
empisema subkutis.
a) Suhu 37,3 Infeksi
b) Leukosit 27,72 10^3/ul
c) Laju endap darah 15 mm
d) Hasil kultur :
Sputum (05/7/2019) :
Pseudomonas aeruginosa
Hasil kultur sputum (14/07/2019)
Klebsiella pneumonia
a) TD belum stabil TDS per 24 jam Resiko Penurunan Curah jantung
108-120 mmHg, TDD per 24 jam
terakhir 62-90 mmHg
b) N-epi 0,06 mikrogram/kgbb/menit
titrasi
c) Cvp 5-6 CMH20
d) Hb 9,6
e) Produksi urin 0,7 cc/kgBB/jam

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas

24
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Infeksi
4. Resiko Penurunan Curah Jantung

25
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan dengan keperawatan 3x 24 jam tercapai - Pertahankan kepatenan jalan nafas,
kurangnya suplai oksigen ke ventilasi dan oksigen yang adekuat tempatkan pada posisi nyaman
jaringan dengan kriteria hasil: - Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan
- AGD normal - Auskultasi bunyi nafas, awasi bunyi
- SpO2 monitor 100% wheezing pada area yang mengalami
- RR= 12-20x/menit penurunan atau kehilangan ventilasi
- Ronchi berkurang - Rubah posisi tiap 2 jam
- Tidak terdapat sianosis Kolaborasi :
- Akral hangat - Pertahankan pemberian bantuan ventilasi
mekanik
- Cek AGD, laktat darah secara berkala
- Pantau rontgen dada berkala
2 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan Mandiri:
jalan nafas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, - Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
dengan kekentalan sekresi diharapkan jalan nafas kembali - Observasi tanda-tanda vital
paru efektif dengan kriteria hasil: - Observasi karakteristik bunyi nafas
- Pernafasan normal - Berikan posisi semi fowler
- Ronchi -/- - Lakukan fisiotherapi dada dan fibrasi dada
- Dapat mengeluarkan sputum - Lakukan suction sesuai kebutuhan
tanpa kesulitan Kolaborasi :
- Produksi sputum berkurang - Berikan oksigen sesuai terapi
- Berikan terapi nebulizer

3 perluasan infeksi setelah dilakukan tindakan mandiri:

26
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, - Cuci tangan 5 momen
kegagalan tubuh untuk diharapkan infeksi berkurang dengn - Batasi penggunaan alat atau prosedur
mengenal atau mengatasi kriteria hasil: invasif jika memungkinkan
infeksi, prosedur invasif, - Pasien bebas dari sekresi - Pantau suhu tubuh
nosocomial purulen - Awasi tanda-tanda infeksi pada tempat
- Suhu afebris pemasangan alat invasif atau luka
- Hasil laboratorium dalam operasi
batas normal kolaborasi:
- Dapatkan spesimen darah, sputum
untuk pewarnaan gram, kultur, dan
sensitivitas
- Berikan obat antimikrobal sesuai
indikasi
- Pantau hasil laboratorium secara
berkala
4 Resiko Penurunan Curah setelah dilakukan tindakan Mandiri:
Jantung keperawatan selama 3x24 jam, - Observasi TD dan MAP
diharapkan Resiko penurunan curah - Observasi produksi urin
jantung tidak terjadi dengan kriteria - Observasi CRT dan CVP
hasil: Kolaborasi:
- TD pasien Stabil - Kolaborasi pemeriksaan Laktat dan
- MAP normal PCT
- Produksi urin normal - Kolaborasi dalam melakukan titrasi
- CVP normal Norepineprine
- CRT <3 detik
- Laktat normal
- PCT normal

27
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal/jam No. DX Implementasi Evaluasi


Tanggal 1.  Mengobservasi TTV S: Tidak dapat dikaji
15/7/19  Mengobservasi suara nafas O:
 Memberikan posisi nyaman  Kesadaran DPO
dengan kepala head up 30  ronchi +/+
 Mencatat frekuensi dan kedalaman  Terpasang mode ventilator SIMV PC 12/12, RR 12, PEEP
pernafasan 5, FiO2 50%
 Monitoring hasil AGD  AGD
 Mempertahankan pemberian  pH 7,618
bantuan ventilasi mekanik  pCO2 29,8
 Berkolaborasi memberikan therapy  pO2 127
 BE 9,3
 HCO3 30,8
 SaO2 99,4
 SvO2 81,4
 infiltrat di lapang bawa paru kanan tampak berkurang, tidak
ada tampak pneumothorak maupun empisema subkutis.
A: gangguan pertukaran gas belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
 observasi TTV
 Observasi suara nafas
 Beri posisi nyaman dengan head up 30
 Catat frekuensi dan kedalaman nafas
 Kolaborasi pemeriksaan AGD
 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi lainnya

2  Mengobservasi suara nafas S : Tidak dapat dikaji

28
 Mengobservasi produksi sputum O:
(warna,jumlah,konsistensi)  Kesadaran DPO
 Melakukan mobilisasi/massage  sputum kuning kental , banyak
 Melakukan ROM  ronhi +/+
 Memberikan nebulizer A : Gangguan bersihan jalan nafas belum teratasi
 Melakukan suction sesuai P : Intervensi dilanjutkan
kebutuhan  Observasi suara nafas dan karakteristik bunyi nafas
 Lakukan suction sesuai kebutuhan
 Atur posisi nyaman
 Lakukan mobilisasi
 Observasi produksi sputum
 Berikan inhalasi
3  Melakukan tindakan cuci tangan 5 S : tidak dapat dikaji
momen O:
 Mengukur suhu  Kesadaran DPO
 melakukan perawatan CVC,  Suhu 37,1
trakeostomi,  Leukosit 27,72 10^3/ul
 mengganti balutan CVC, TT  Neutrofil 81,2 %
 Melakukan oral hygiene  Laktat 1,1
 memberikan terapi injeksi  Laju endap darah 15
antibiotik sesuai jadwal pemberian  Terpasang CVC subclavia dextra, kemerahan (-), pus (-),
aspirasi line berjalan lancer.
 Daerah sekitar pemaasangan trakesotomi masih tampak
basah, tampak banyak rembesan slem dari sekitar luka
trakeostomi.
 Antibiotik : D6 Levofloxacin 1x750 mg drip 1 jam
A: masalah infeksi belum teratasi
P:
 Lakukan tindakan cuci tangan 5 momen

29
 Ukur suhu
 lakukan perawatan CVC, TT, Kateter
 ganti balutan CVC, TT
 berikan terapi injeksi antibiotik sesuai jadwal pemberian
4  melakukan observasi hemodinamik S: Tidak dapat dikaji
 melakukan observasi produksi urin O :
 menghitung balance cairan per 3  Akral hangat, CRT <3 detik, CVP 7 cmH20, MAP 78-88
jam mmHg, TDS 99-118 mmHg, TDD 68-88 mmHg, HR
 mengukur CVP per jam 88x/menit
 melakukan kolaborasi dalam  N-epi 0,06 mikro/KgBB/Menit
memberikan titrasi Norepineprin  Diuresis 0,7 cc/kgBB/Jam
 Balance cairan +356/6 jam
 Laktat 1,1
A : Resiko Penurunan Curah jantung
P:
 Observasi k/u dan hemodinamik
 Ukur cvp
 Balance cairan
 Kolaborasi pemberian therapy
 Observasi produksi urin

Tanggal/jam No. DX Implementasi Evaluasi


Tanggal 1.  Mengobservasi TTV S: Tidak dapat dikaji
16/07/19  Mengobservasi suara nafas O:

30
 Memberikan posisi nyaman  Kesadaran DPO
dengan kepala head up 30  ronchi +/+
 Mencatat frekuensi dan kedalaman  Terpasang mode ventilator SIMV PC 12/12, RR 12, PEEP
pernafasan 5, FiO2 50%
 Monitoring hasil AGD  AGD
 Mempertahankan pemberian  pH 7,559
bantuan ventilasi mekanik  pCO2 40,5
 Berkolaborasi memberikan therapy  pO2 181,5
 BE 14
 HCO3 36,5
 SaO2 99,7
 SvO2 82
 infiltrat di lapang bawa paru kanan tampak berkurang, tidak
ada tampak pneumothorak maupun empisema subkutis.
A: gangguan pertukaran gas beum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
 observasi TTV
 Observasi suara nafas
 Beri posisi nyaman dengan head up 30
 Catat frekuensi dan kedalaman nafas
 Kolaborasi pemeriksaan AGD
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy
2  Mengobservasi suara nafas S : Tidak dapat dikaji
 Mengobservasi produksi sputum O:
(warna,jumlah,konsistensi)  Kesadaran DPO
 Melakukan mobilisasi/massage  sputum kuning kental , banyak
 Melakukan ROM  ronhi +/+
 Memberikan nebulizer A : Gangguan bersihan jalan nafas belum teratasi
 Melakukan suction sesuai P : Intervensi dilanjutkan

31
kebutuhan  Observasi suara nafas dan karakteristik bunyi nafas
 Lakukan suction sesuai kebutuhan
 Atur posisi nyaman
 Lakukan mobilisasi
 Observas produksi sputum
 Kolaborasi pemberian inhalasi
3  Melakukan tindakan cuci tangan 5 S : tidak dapat dikaji
momen O:
 Mengukur suhu  Kesadaran DPO
 melakukan perawatan CVC,  Suhu 36,9
trakeostomi,  Leukosit 27,72 10^3/ul
 mengganti balutan CVC, TT  Neutrofil 81,2 %
 Melakukan oral hygiene  Laktat 1,5
 memberikan terapi injeksi  Terpasang CVC subclavia dextra, kemerahan (-), pus (-)
antibiotik sesuai jadwal  Terpasang TT
pemberian  Antibiotik : D7 Levofloxacin 1x750 mg drip 1 jam
A: infeksi belum teratasi
P:
 Lakukan tindakan cuci tangan 5 momen
 Ukur suhu
 melakukan perawatan CVC, TT, Kateter
 mengganti balutan CVC, TT
 memberikan terapi injeksi antibiotik sesuai jadwal
pemberian
4  melakukan observasi S : Tidak dapat dikaji
hemodinamik O:
 melakukan observasi produksi  Akral hangat, CRT <3 detik, CVP 6 cmH20, MAP 80-92
urin mmHg, TDS 92-140 mmHg, TDD 60-80 mmHg, HR
 menghitung balance cairan per 3 81x/menit

32
jam  N-epi 0,1 mikro/KgBB/Menit
 mengukur CVP per jam  Diuresis 0,6 cc/kgBB/Jam
 melakukan kolaborasi dalam  Balance cairan +520/6 jam
memberikan titrasi Norepineprin  Laktat 1,5
A : Resiko Penurunan Curah jantung belum teratasi
P:
 Observasi k/u dan hemodinamik
 Ukur cvp
 Balance cairan
 Kolaborasi pemberian therapy
 Observasi produksi urin

Tanggal/jam No. DX Implementasi Evaluasi


Tanggal 1.  Mengobservasi TTV S: Tidak dapat dikaji
17/07/19  Mengobservasi suara nafas O:
 Memberikan posisi nyaman  Kesadaran DPO
dengan kepala head up 30  ronchi +/+

33
 Mencatat frekuensi dan kedalaman  Terpasang mode ventilator SIMV PC 12/12, RR 12 , PEEP
pernafasan 6, FiO2 50%
 Monitoring hasil AGD  AGD
 Mempertahankan pemberian  pH 7,560
bantuan ventilasi mekanik  pCO2 35
 Berkolaborasi memberikan therapy  pO2 140,9
 BE 9,6
 HCO3 31,8
 SaO2 99,4
 SvO2 88,2
A: gangguan pertukaran gas
P: Intervensi dilanjutkan
 observasi TTV
 Observasi suara nafas
 Beri posisi nyaman dengan head up 30
 Catat frekuensi dan kedalaman nafas
 Kolaborasi pemeriksaan AGD
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy
2  Mengobservasi suara nafas S : Tidak dapat dikaji
 Mengobservasi produksi sputum O:
(warna,jumlah,konsistensi)  Kesadaran DPO
 Melakukan mobilisasi/massage  sputum kuning kental , banyak
 Melakukan ROM  ronhi +/+
 Memberikan nebulizer A : Gangguan bersihan jalan nafas belum teratasi
 Melakukan suction sesuai P : Intervensi dilanjutkan
kebutuhan  Observasi suara nafas dan karakteristik bunyi nafas
 Lakukan suction sesuai kebutuhan
 Atur posisi nyaman
 Lakukan mobilisasi

34
 Observas produksi sputum
3  Melakukan tindakan cuci tangan 5 S : tidak dapat dikaji
momen O:
 Mengukur suhu  Kesadaran DPO
 melakukan perawatan CVC,  Suhu 37,3
trakeostomi,  Leukosit 27,72 10^3/ul
 mengganti balutan CVC, TT  Neutrofil 81,2 %
 Melakukan oral hygiene  Laktat 1,5
 memberikan terapi injeksi  Laju endap darah 15
antibiotik sesuai jadwal pemberian  Terpasang CVC subclavia dextra, kemerahan (-), pus (-)
 Terpasang TT
 Antibiotik : D8 Levofloxacin 1x750 mg drip 1 jam
A: infeksi belum teratasi
P:
 Lakukan tindakan cuci tangan 5 momen
 Ukur suhu
 melakukan perawatan CVC, TT, Kateter
 mengganti balutan CVC, TT
 memberikan terapi injeksi antibiotik sesuai jadwal
pemberian

4  melakukan observasi S: Tidak dapat dikaji


hemodinamik O:
 melakukan observasi produksi  Akral hangat, CRT <3 detik, CVP 8 cmH20, MAP 80-100
urin mmHg, TDS 100-150 mmHg, TDD 60-80 mmHg, HR
 menghitung balance cairan per 3 82x/menit
jam  N-epi 0,1 mikro/KgBB/Menit
 mengukur CVP per jam  Diuresis 0,8 cc/kgBB/Jam

35
 melakukan kolaborasi dalam  Balance cairan +282/6 jam
memberikan titrasi Norepineprin  Laktat 1,5
A : Penurunan Curah jantung belum teratasi
P:
 Observasi k/u dan hemodinamik
 Ukur cvp
 Balance cairan
 Kolaborasi pemberian therapy
 Observasi produksi urin

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien bernama Ny. D dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, pasien masuk pada


tanggal 06 Juli 2019. Sebelum masuk rumah sakit pasien ada keluhan sesak nafas 10 bulan
terakhir, ada riwayat tetanus dan tracheostomy tahun 1996, tahun 2014 terdapat
penyempitan dijalan nafas dilakukan bronkoskopi dan dilaser di RSP, Tahun 2018 mulai
terasa sesak nafas, sesak nafas makin memberat tiga bulan terakhir SMRS. Pasien masuk
RSCM tgl 3/7/2019 dirawat diruang HCU. Pasien dilakukan pergantian canul TT di
RSCM tanggal 5/7/2019, tanggal 6 juli 2019 pasien mengalami sesak nafas dan desaturase
pasien dipindah rawat icu jam 19.00. tanggal 13 juli 2019 pasien dilakukan tindakan
trakeoskopi tampak ada jaringan granulasi pada distal canul (80%) , jaringan granulasi
memenuhi bronkus kanan.
Dari hasil pengkajian tanggal 15 juli 2019 didapatkan data Hemodinamik TDS
108-120 mmHg, TDD 62-96 mmHg dengan topangan Norepineprin 0,06
mikro/kgBB/menit. Terpasang TT,slem + warna kuning kental banyak, ronchi +/+,
terpasang ventilator PC 12/12, RRset 12, PEEP 5, FiO2 50%, TV 268, RR 32. Hasil
laboratorium AGD pH 7,618, pCO2 29,8 pO2 127, BE 9,3 HCO3 30,8, SaO2 99,4, SvO2
81,4, leukosit 27.000, Diuresis 0,7 cc/kgBB/jam, cvp 5-6 cmH20.
Dari hasil Analisa data didapatkan diagnose keperawatan Gangguan pertukaran
gas, Bersihan jalan nafas tidak efektif, Infeksi, Resiko Penurunan Curah Jantung.
Dilakukan tindakan mandiri keperawatan dan kolaborasi selama tiga hari namun belum
tercapai hasil yang maksimal oleh karena kondisi penyakit yang dialami pasien.

37

Anda mungkin juga menyukai