Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MELENA

A. Pengertian
Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena bercampur produk darah
dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna
dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian atas,
walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon.
Sementara hematochezia adalah terdapatnya darah segar pada feses, yang menunjukkan
perdarahan saluran cerna bagian bawah.
B. Tanda dan gejala
Melena terjadi bila ada perdarahan di daearah proksimal jejunum dan melena dapat terjadi
sendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak
50-100 ml, baru di jumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit di pakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan
yang gawat dan membutuhkan segera perawatan di rumah sakit. (Sjaifuellah Noer, dkk.
1996).Etiologi dari hematemesis melena adalah:
1) Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2) Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lainlain.
3) Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4) Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5) Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan
lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas,
karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan
bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di
Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas.(Nurarif. 2013)

C. Patofisiologi
Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga riwayat
muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan
mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntahmuntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi
alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (3040%), atau kadang-kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke
keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter
meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis
sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan
riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai kolaps
hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya
arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan perdarahan saluran
pencernaan
intermitten
yang
banyak)
(Davey,
2005).
Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan kepada factorfaktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada
tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor trombosit (thrombopathy) seperti pada ITP,
factor kekurangan zat-zat pembentuk darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis
hati dan lain-lain. Malahan pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya
varises esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer akibat
hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel hati. Khusus pada
pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu pecahnya pembuluh darah
karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi dan kasar), atau minum OAINS
(NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula
dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan,
mengangkat
barang
berat,
dan
lain-lain.
Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer, seperti pada :
hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain. Dapat pula secara
sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan iatrigenic seperti penderita dengan
terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-induce thrombocytopenia, pemberian transfuse
darah
yang
massif,
dan
lain-lain.
(Made,
1999)
Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan
fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian
atas singkat berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus
dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang
dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak.(Dwaney, 2012)

D. Clinical pathway

E. Manifestasi Klinis
Perdarahan yang lebih banyak dan cepat akan menyebabkan penurunan venous return ke
jantung, penurunan cardiac out put dan meningkatkan tahanan perifer yang merangsang
reflex vasokonstriksi. Terjadinya hipotensi ortostatik lebih dari 10 mmHg (Till Test),
menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai
antara lain adalah : sincop, kepala terasa ringan, mual, berkeringat dan haus. Bila darah yang
keluar sekitar 40% akan terjadi renjatan (syok) dengan segala manifestasinya. (I Made Bakta,
1999 : 57)
Manifestasi Klinis yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah syok
(frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati
purpura serta memar, demam ringan antara 38C-39C, nyeri pada lambung, hiperperistaltik,
penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada
2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat
pemecahan protein darah oleh bakteri usus.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien Hematemesis Melena adalah koma hepatik (suatu
sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan kesadaran, penurunan intelektual,
dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok hipovolemik
(kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun),
aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran napas), anemi
posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari).
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan
sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan
yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif morfin,
meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
b. Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti
dapat diberikan makanan cair.
c. Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis slama belum ada
darah.
d. Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu dipasang CVP
monitor.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
perdarahan.
f. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan mempertahankan kadar
hemoglobin 50-70 % harga normal.
g. Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom (Adona AC),
antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
h. Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika yg tidak
diserap
oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah
lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung
akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di

mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan
dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna
jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan
vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat
bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner,
karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita
penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises.
Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga
penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus.
Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml
dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian
ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat
diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu
pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan
tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi
efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
Selain cara-cara tersebut diatas, adapula metode lain untuk menghentikan perdarahan varises
esophagus, antara lain :
a. Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl R) yang
langsung disuntikkan intravena.
b. Endoscopic band ligator
Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Laser photo coagulation
b. Diathermy coagulation
c. Adrenalin injection
d. Sclerotheraphy injection. (I Made Bakta, 1999 : 60)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esofagus
dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum.
emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus,

kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil
yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya
segera setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopik
menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto
untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada
perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik
seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas.
Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya
terdapat dikota besar saja.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1.
Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun
perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa
medis
2.
Keluhan utama
biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tibatiba.
3.
Riwayat kesehatan
a.
Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba .
b.
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus
peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM),
riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup /
kebiasaan makan).
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang dapat
memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang
lain
4.
Pola-pola fungsi kesehatan
a.
Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat ulserogenik
b.
Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan nafsu
makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang lunak yang mudah
dicerna
c.
Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang dapat
menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga
aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja
d.
Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi konstipasi
atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan
pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
e.
Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut membesar
karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f.
Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam menjalankan
perannya seperti semula.
g.
Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen, bila terjadi
pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada
wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini
tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
h.
Pola penaggulangan stres

Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya namun
sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan
sekitarnya.
i.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
1.Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan nutrisi akibat
anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah, kembung.
b.
Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia, ascites.
c.
Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal
hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d.
Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e.
Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat tak jelas.
f.
Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan / tak adanya
bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipasi.

B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung
2.
Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.
Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk memproses (mencerna) makanan.
4.
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan pennyakitnya.
5.
Intoleransi aktivitas berhubugnan dengan kelemahan
C. Perencanaan / Intervensi
1.
Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
dilambung
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti
- Nadi teratur dan pengisian kuat (60 100 x/mnt)
- Tekanan darah menurun (110/70 120/80 mmHg)
- Akral hangat
Rencana Tindakan
a.
Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat menentukan tindakan
yang lebih tepat.
b.
Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari kaki..
R / Mencegah terjadinya hipoksia
c.
Observasi intake dan out put cairan
R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat

d.
Observasi adanya perdarahan
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien
e.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander
R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah
2.
Diagnosa Kep II : Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Tujuan : Sesak nafas berkurang
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 20 x/menit).
- Tidak terdapat bunyi nafas tambahan.
- Kx tidak hipoksia.
Rencana Tindakan
a.
Observasi TTV klien (terutama RR).
R / Mengetahui tk skala sesak Kx.
b.
Auskultasi bunyi nafas Kx.
R / Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan.
c.
Berikan posisiyang nyaman pada Kx seperti semi fowler.
R / Mengurangi rasa nyeri.
d.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan teraepi obat.
R / Melaksanakan fungsi independent.
3.
Diagnosa Kep. III : Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
Tujuan : Kebutuhan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : - Tidak ada nyeri tekan abdomen
- Mual / muntah berkurang
- BB meningkat
- Nafsu makan bertambah
Rencana Tindakan
a.
Timbang BB Kx setiap hari.
R / Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau belum.
b.
Erikan HE pada Kx dan keluarga tentang pentingnya makanan / nutrisi bagi diri Kx.
R / Kx dapatkooperatif dan mau makan.
c.
Motivasi Kx agar mau makan.
R / Meningkatkan nafsu makan.
d.
Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
R / Melaksanakan fungsi independent

DAFTAR PUSTAKA
Davey,

Patrick

(2005).

At

Glance

Medicine

(36-37).

Jakarta:

Erlangga.

H. M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk., Ilmu Penyakit Dalam,FKUI, Jakarta, 1996..
Lynda

Juall

Carpenito, Diagnosa

Keperawatan,

Edisi

8,

EGC,

Jakarta,

1999.

Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. 2000
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.
Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.). Jakarta:
EGC.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta
: EGC

LEMBAR PENGESAHAN
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN NUSA TENGGARA BARAT

Laporan ini telah di sahkan pada :


Hari

Tanggal

Mengetahui
Mahasiswa

Pembimbing Lahan

Pembimbing Akademik

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS MELENA DI RUANG 24A RSUS Dr.
SYAIFUL ANWAR

DI SUSUN OLEH
ELI LINA WATI
032001D14048

AKADEMI PERAWAT KESEHATAN


NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AJARAN 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai