PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang
paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan
peliharaan dan domestic dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira
meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada
tubulus renal selama beberapa tahun. Transmisi leptospira dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan urin, darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau
paparan pada lingkungan; transmisi antar manusia jarang terjadi. Karena
leptospira diekresikan melalui urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa
bulan, air adalah sarana penting dalam transmisinya. Epidemik leptospirosis dapat
terjadi melalui paparan air tergenang yang terkontaminasi oleh urin hewan yang
terinfeksi.
Leptospirosis paling sering terjadi di daerah tropis karena iklimnya sesuai
dengan kondisi yang dibutuhkan pathogen untuk bertahan hidup. Pada beberapa
negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun
1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality
rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada
tahun yang sama. Manusia tidak sering terinfeksi leptospirosis. Ada beberapa
kelompok pekerjaan tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pekerja-pekerja di
sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah
potong hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter
hewan. Setiap individu dapat terkena leptospirosis melalui paparan langsung atau
kontak dengan air dan tanah yang terinfeksi. Leptospirosis juga dapat dikenali
dimana populasi tikus meningkat. Aktivitas air seperti berselancar, berenang, dan
ski air, membuat seseorang menjadi beresiko leptospirosis. Pada tahun 1998,
kejadian luar biasa terjadi diantara komunitas atlet. Dikarenakan para atlet
tersebut menghisap dan menelan air yang terinfeksi leptospirosis
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis
dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage,
Penyakit Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever), Demam Pemotong
tebu (Cane-cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah, Penyakit
Stuttgart, Demam Canicola, penyakit kuning non-virus, penyakit air merah
pada anak sapi, dan tifus anjing.
Infeksi dalam bentuk subakut tidak begitu memperlihatkan gejala klinis,
sedangkan pada infeksi akut ditandai dengan gejala sepsis, radang ginjal
interstisial, anemia hemolitik, radang hati dan keguguran. Leptospirosis pada
hewan biasanya subklinis. Dalam keadaan ini, penderita tidak menunjukkan
gejala klinis penyakit. Leptospira bertahan dalam waktu yang lama di dalam
ginjal hewan sehingga bakteri akan banyak dikeluarkan hewan lewat air
kencingnya. Leptospirosis pada hewan dapat terjadi berbulan-bulan
sedangkan pada manusia hanya bertahan selama 60 hari. Manusia merupakan
induk semang terakhir sehingga penularan antarmanusia jarang terjadi.
2.2 Penyebab
Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri Leptospira
merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan
hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut,
dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran panjang 6-20 m
dan diameter 0,1-0,2 m. Sebagai pembanding, ukuran sel darah merah hanya
7 m. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang sehingga sulit terlihat
bila menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat bakteri ini diperlukan
mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini dapat bergerak maju dan
mundur.
3.
(bersifat subklinis), dalam arti hewan akan tetap terlihat sehat walaupun
sebenarnya dia sudah terserang Leptospirosis. Kucing yang terinfeksi
biasanya tidak menunjukkan gejala walaupun ia mampu menyebarkan bakteri
ini ke lingkungan untuk jangka waktu yang tidak pasti.
Gejala klinis yang dapat tampak yaitu ikterus atau jaundis, yakni warna
kekuningan, karena pecahnya butir darah merah (eritrosit) sehingga ada
hemoglobin dalam urin. Gejala ini terjadi pada 50 persen kasus, terutama jika
penyababnya L. Pomona. Gejala lain yaitu demam, tidak nafsu makan,
depresi, nyeri pada bagian-bagian tubuh, gagal ginjal, gangguan kesuburan,
dan kadang kematian. Apabila penyakit ini menyerang ginjal atau hati secara
akut maka gejala yang timbul yaitu radang mukosa mata (konjungtivitis),
radang hidung (rhinitis), radang tonsil (tonsillitis), batuk dan sesak napas.
Pada babi muncul gejala kelainan saraf, seperti berjalan kaku dan
berputar-putar. Pada anjing yang sembuh dari infeksi akut kadangkala tetap
mengalami radang ginjal interstitial kronis atau radang hati (hepatitis) kronis.
Dalam keadaan demikian gejala yang muncul yaitu penimbunan cairan di
abdomen (ascites), banyak minum, banyak urinasi, turun berat badan dan
gejala saraf. Pada sapi, infeksi Leptospirosis lebih parah dan lebih banyak
terjadi pada pedet dibandingkan sapi dewasa dengan gejala demam, jaundis,
anemia, warna telinga maupun hidung yang menjadi hitam, dan kematian
2.6 Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama
adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam
setelah pemeberian penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang
menunjukkan adanya aktivitas antileptospira> obat ini efektif pada pemberian
1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak
efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif
diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.
2.7 Prognosis
Tergantung keadaan umum klien, umur, virulensi leptospira, dan ada
tidaknya kekebalan yang didapat. Kematian juga biasanya terjadi akibat
sekunder dari faktor pemberat seperti gagal ginjal atau perdarahan dan
terlambatnya klien mendapat pengobatan.
BAB 3 PATHWAY
Leptospira interogens
Masuk kebinatang
mamalia mis:tikus,
kucing, babi
Berkembang biak di
epitel tubulus ginjal
Urin dikeluarkan di
tanah, air,lumpur
Peningkatan suhu
tubuh
Mikroorganisme
menghilang
Fagositosis leptospiral
Menuju pembuluh
darah dan cairan
cerebrospinal
Menuju ke organ dan
mengeluarkan toksin
Ginjal.
interstitiu
m,
Pembuluh
kapiler
Agglutinin gagal
menbunuh kuman
tubulus
renal
tubular lumen
Ikut aliran
urin
Keluar
melalui
urin
Menyebar
di
lingkungan
Risiko
penularan
Bakteri
mengendap
Nekrosis
tubular
Permeabilitas
kapiler
meningkat
Ginjal tidak
mampu
mengkpmpensasi
Terjadi gagal
ginjal
vaskulitis
Permeabilitas
kapiler terganggu
Timbul
perdaraha
n
Muncul
ptikie,
hiperestesi
kulit
Risiko
kerusakan
integritas
kulit
Kebocoran
cairan plasma
Sirkulasi
mikromaskule
r terganggu
Hipovolemi
sirkulasi
Infiltrasi sel
limfosit
hepatomeg
ali
Proliferasi
sel Kupfer
Mendesak
lambung
Nekrosis
sentilobuler
Mual,munta
h
Nafsu
makan
turun
BB turun
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Risiko
kekurangan
cairan tubuh
Otot rangka
Hepar
Gangguan
pemecahan
bilirubin
edema
Nyeri otot
Nyeri akut
Muncul antigen
leptospira
lokal nekrotik
Lemah,
vakuolisasi
Cemas/takut
Kehilangan
striata
Bilirubin dalam
darah
meningkat
Ikterus/jaundi
ce
Gelisah ,takut,
bingung,
sering
bertanya pada
petugas
kesehatan
Invasi
langsung
Kurang
informasi/
pengetahun
Identitis
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan
tingkat kejadiannya sama.
2.
Keluhan utama
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri
tekan (frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal.
Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis,
penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung
1-3 hari.
3.
Riwayat keperawatan
a.
Imunisasi,
riwayat
imunisasi
perlu
untuk
c.
4.
Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
Kaji klien pada :
1)
Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2)
Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3)
Sistem persyarafan
Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5)
Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6)
Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria
yang teresebar pada badan. Pretibial.
b.
Laboratorium
1)
Leukositosis
normal,
sedikit
menurun,
2)
3)
Proteinuria, leukositoria
4)
5)
BUN
ureum
dan
kreatinin
meningkat
6)
SGOT
meninggi
tetapi
tidak
melebihi 5 x normal
7)
8)
Trombositopenia
9)
Hiporptrombinemia
10)
Leukosit
dalam
cairan
serebrospinal 10-100/mm3
11)
5.
penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan
utama adalah penicillin G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari.
Diagnosa keperawatan
a.
b.
c.
d.
e.
Gangguan
pemenuhan
nutrisi:
kurang
dari
f.
Resiko
tinggi
kurangnya
volume
cairan
Resiko
tinggi
kerusakan
integritas
kulit
Kriteria hasil
a.
b.
c.
INTERVENSI
RASIONAL
a.
Bina hubungan baik dengan a.
Dengan hubungan yang baik
klien dan keluarga
sehingga
pengobatan
dan
Berikan
kompres
dingin
b.
Pemberian
kompres
dingin
c.
kebutuhan
Anjurkan memakai
baju
tubuh.
d.
e.
f.
Kolaborasi
medis
tanda-tanda
merupakan
deteksi
mengetahui
terutama
anti
piretik.,
antibiotika (Pinicillin G )
dini
vital
tim
obatan
dengan
Observasi
untuk
Pemberian
obat-obatan
proses
sedangkan
penyembuhan
antipiretik
untuk
Antibotika
spektrrum luas.
ditandai
dengan
peningkatan
tegangan,
kelelahan,
pengalaman
terhadap
yang dideritanya.
RASIONAL
klien a.
Data-data mengenai pengalaman klien
penyakit
dan
menghindari
adanya
b.
b.
Berikan
informasi
tentang
klien
rasa
dalam
memahami
proses
penyakitnya.
c.
d.
marah,
samping.
mempersiapkan
Bantu
diri
klien
sampingnya.
dalam
pengobatan.
e.
e.
klien
solusi
f.
g.
serta
mengatasinya/memberikan
dalam
upaya
meningkatkan
g.
h.
h.
mungkin
INTERVENSI
RASIONAL
a.
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, a.
Memberikan
durasi dan intensitas
b.
informasi
yang
b.
Untuk
mengetahui
terapi
yang
menyebabkan komplikasi.
cara menghadapinya
c.
Berikan
pengalihan
reposisi
dan
seperti
c.
aktivitas
menyenangkan
Untuk
meningkatkan
kenyamanan
seperti
rasa nyeri.
d.
ansietas.
sentuhan therapeutik.
e.
Evaluasi
nyeri,
berikan
e.
Untuk
mengetahui
efektifitas
sejauhmana
klien
mampu
nyeri.
f.
dll
g.
gizi klien.
dengan kebutuhannya.
b.
triceps
serta
b.
amati
tentang
klien.
lambat
dan
pembesaran
c.
kelenjar parotis.
d.
informasi
Memberikan
Anjurkan
mengkonsumsi
Menunjukkan
keadaan
gizi
klien
sangat buruk.
klien
untuk
makanan
tinggi
d.
e.
yang
terlalu
manis,
nafsu
makan
serta
menyenangkan
misalnya
makan
f.
Anjurkan
visualisasi,
dirumah sendiri.
tehnik
relaksasi,
latihan
moderate
g.
sebelum makan.
h.
Anjurkan
komunikasi
terbuka
h.
dialami klien.
klien).
Kolaboratif
i.
j.
i.
mengetahui/menegakkan
albumin
Berikan
pengobatan
sesuai
indikasi
Phenotiazine,
antidopaminergic,
makanan
secara
menghilangkan
efek
samping
tidak
akurat
dalam
mengikiuti
intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan
pengobatan pada ting-katan siap.
b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan
mengikuti prosedur tersebut.
dan
pernyataan
gejala
Membantu
penyakit,
Untuk
c. Mempunyai
inisiatif
dalam
perubahan
gaya
hidup
dan
tentang
diagnosa,
Memungkinkan
dilakukan
kanker
dan
pengobatannya,
ceritakan
pada
klien
pengalaman
klien
lain
tentang
yang
menderita kanker.
c.
b.
c.
Berikan
d.
bimbingan
kepada
e.
klien.
e.
sampai
sejauhmana
Anjurkan
klien
untuk
Mengetahui
mengkoreksi
penyakit klien.
f.
miskonsepsi
tentang penyakitnya.
f.
status
nutrisi
g.
yang
proses-
perkembangan
optimal.
g.
Mengkaji
h.
Anjurkan
klien
memelihara
menyebabkan hipovolemia.
luka.
Hitung
b. Dengan
memonitor
berat
badan
dapat
c.
d.
mukosa.
Catat
Anjurkan
intake
cairan
f. Segera
diketahui
adanya
kebutuhan individu.
f.
Observasi
perdarahan
kemungkinan
seperti
perlukaan
perubahan
h. Kolaborasi :
pethekie.
g.
Hindarkan
h.
trauma
dan
Memenuhi
kebutuhan
cairan
yang
kurang.
luka bedah.
Kolaboratif
-
Berikan
cairan
IV
bila
diperlukan.
-
b.
perkembangan
RASIONAL
a.
Memberikan
perencanaan
asuhan
mengembangkan
identifikasi
kulit,
Anjurkan
klien
untuk
tidak
b.
informasi
untuk
dan
awal
c.
pemakaian
minyak,
bedak
cream
d.
tanpa
rekomendasi dokter.
4.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu
diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien
4.4 . Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah . Evaluasi
asuhan keperawatan disesuaikan dengan tujuan dari dilakukannya
intervensi pada setiap diagnosa keperawatan yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR
Donna, D.I. Et al. 1995. Medical
PUSTAKA
Surgical Nursing ; A Nursing Process