PENDAHULUAN
Sampai saat ini dikenal dua spesies Leptospira yaitu Leptospira interogans
dan Leptospira biflexa. Spesies pertama dikenal patogen terhadap manusia dan
hewan, sedangkan spesies kedua merupakan safrofit yang hidup bebas di perairan
dangkal dan jarang dihuhungkan dengan infeksi pada manusia. Leptospirosis
selain disebut sebagai Weil's Disease juga disebut redwater desease (of calves)
pada ternak sapi atau penyakit canine typhus (pada anjing) atau penyakit menular
non virus (non-virus infectious jaundice).1
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan
sampai dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis
dapat menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia.
Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s syndrome), leptospirosis secara khas
menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika. 2
1
negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat
menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging infectious diseases. 2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LEPTOSPIROSIS
1.1 Definisi
2.2 Etiologi
3
Serovars yang pernah berhasil diisolasi dari ternak sapi yatu L. hardjo, L. pomona,
L. grippotyphosa, L. canicola dan L.icterohaemorrhagiae. Dua yang disebutkan
terakhir adalah umumnya yang menyerang pada anjing juga. Bakteri ini berbentuk
benang berplintiran (filament) yang ujungnya seperti kait, berukuran panjang 6-
20 mikrometer dan diameter 0,1-0,2 mikrometer. Bakteri ini dapat bergerak maju
mundur memutar sepanjang sumbunya. Sebanyak 175 macam leptospira yang
berbeda dari segi aspek antigeniknya (yang disebut serovars), baru tujuh macam
yang berhasil diisolasi. Antar serovars ini hanya terjadi kekebalan silang secara
moderat saja, sedangkan infeksi oleh dua atau bahkan lebih serovars seringkali
ditemukan. Dalam waktu 6-12 hari paska infeksi, umumnya zat anti kebal
aglutinasi terbentuk. Titer antibodi itu meningkat dengan cepat, kemudian
menurun dalam beberpa bulan sampai kepada tingkat moderat, dan tetap ada
untuk beberapa minggu tetapi ada yang sampai bertahun-tahun.19
Gambar 1. Leptospira
Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing
anaerobes, bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak
cepat dengan kait di ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke
jaringan. Panjangnya 6-20 µm dan lebar 0,1 µm ( lihat gambar 1). Kuman ini
sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan
perak. 3,4
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat
mati. Kuman leptospira hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua
4
hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain
hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit.2
Menurut West Indian Med. Journal. vol. 54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup
leptospira yang sering menyebabkan leptospirosis adalah:
5
kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia,
seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya.
2.4 Penularan3,5
6
dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat
berkemih.
2.5 Patogenesis2,3,4
7
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen
gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di
darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan
serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan
lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi
mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran
cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan
permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan
bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis
intrahepatik sampai berkurangya sekresi bilirubin.
8
Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis20
Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput
lendir, memasuki akiran darah dan berkembang disana, lalu menyebar secara luas
ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular
maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody
spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah
yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro
organism akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan
melaliu urin. Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa
minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme
humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya
agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4
minggu.
9
Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
2.6 Patologi1,7,9
10
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis terdapat perbadaan antaraderajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histology yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari
organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit,
limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan
perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di
ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk
ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan
meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah
ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat
diantara sel-sel parenkim.
11
leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen
leptospira pada otot.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan
ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan
demam tipe kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus
dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica
pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis
bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular.
12
splenomegali, atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis,
epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis
Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css,
berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal,
rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai
nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit,
demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia.
Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang
lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari,
setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi
dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat
ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai
konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu
30 hari atau lebih.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari,
13
namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai
beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu
menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami
nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik.
Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.
Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-angsur
hilang.
14
1. Leptospirosis anikterik 1,10
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik
seperti flu dengan beberapa variasinya.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin
tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.
- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3
15
- Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia
seperti Thailand dan Malaysia.
- Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.
- Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
tumpang tindih dengan fase septikemia.
- Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan
memperoleh terapi yang tepat.
- Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi
dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.
- Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang
berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura.
Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian
bawah.
16
- Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa
organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS)
merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada
pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.
- Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan
berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult
Respiratory Distress Síndromes (ARDS) dan fatal.
Leptospirosis anikterik *
17
Fase imun (3-30 hari) aseptik Urin
Leptospirosis ikterik
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3
hari)
18
2. 8 Penegakan Diagnosis20
- Klinis
- Diagnosis Laboratorium
Leptospira dapat diisolasi dari sampel darah dan cairan serebrospinal pada
hari ketujuh hingga kesepuluh sakit, dan dari urin selama minggu kedua dan
ketiga. Kultur dan isolasi masih menjadi baku emas, dapat mengidentifikasi
serovar, tetapi membutuhkan media khusus dengan waktu inkubasi beberapa
minggu, dan membutuhkan mikroskop lapangan gelap, sehingga tidak sesuai
untuk perawatan individual. Sejumlah metode deteksi DNA leptospira dengan
reaksi rantai polimerase lebih sensitif daripada kultur, dan dapat memberikan
konfirmasi diagnosis lebih awal pada fase akut, namun belum menjadi standar
rutin.
Respons antibodi IgM yang kuat, muncul sekitar 5-7 hari setelah awitan
gejala, dapat dideteksi menggunakan beberapa uji komersial berbasis ELISA,
19
aglutinasi latex dan teknologi uji cepat imunokromatografik. Uji serologi ini
mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap genus Leptospira. Tetapi uji ini
sensitivitasnya rendah (63-72%) pada sampel fase akut (penyakit kurang dari 7
hari). Jika sampel serum diambil setelah hari ketujuh, sensitivitas meningkat
menjadi >90%. Oleh karena itu, sampel kedua hendaknya diambil pada kasus
tersangka leptospirosis dengan hasil awal negatif atau meragukan. Antibiotik yang
diberikan sejak awal penyakit mungkin menyebabkan respons imun dan antibodi
tertunda. IgM positif menunjukkan leptospirosis saat ini atau baru terjadi, namun
antibodi IgM dapat tetap terdeteksi selama beberapa tahun.
Pada uji aglutinasi mikroskopik, peningkatan titer empat kali lipat dari
serum akut ke konvalesens merupakan konfirmasi diagnosis. Akan tetapi metode
ini kompleks, deteksi antibodi terhadap suspensi antigen hidup dengan cara serum
pasien diencerkan lalu diletakkan pada panel leptospira patogenik hidup. Hasilnya
dilihat pada mikroskop lapangan gelap dan diekspresikan sebagai persentase
organisme yang dibersihkan dari lapang pandang melalui aglutinasi. Uji hanya
dilakukan di laboratorium rujukan, dapat memberikan informasi mengenai serovar
yang diduga menginfeksi, sehingga memiliki nilai epidemiologis. Di daerah
endemis, titer yang meningkat hanya sekali harus diinterpretasikan secara hati-hati
karena antibodi bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi akut. Reaksi silang
juga dapat terjadi pada sifilis, hepatitis virus, HIV, relapsing fever, penyakit
Lyme, legionellosis, dan penyakit autoimun. Pemeriksaan mikroskopik langsung
dari sampel klinis bernilai diagnostik kecil, pewarnaan imunohistokimia dari
spesimen otopsi sangat berguna.
20
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis tidak hanya didasarkan kepada gejala dan klinik saja, melainkan
juga harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium. Serologik akan
terjadi peningkatan titer dalam serum penderita. Serum diambil dari hewan
tersangka, pertama ketika penyakit datang berjalan akut, kemudian ketika
penyakit sudah berjalan 7-10 hari. Uji serologik dilakukan dengan cara uji
agultinasi mikroskopik (microscopic agglutination test) atau uji agultinasi
mikrotiter (microtiter agglutination test). Uji lain dilakukan dengan Elisa dan uji
fikasi komplemen (complement fixation test).11
21
Di laboratorium yang mempunyai fasilitas, dilakukan pula uji biologik
dengan menyuntikan 0,5 ml darah tersangka (diambil secara aseptik) kepada
hewan percobaan atau media laboratorium lainnya. Urin (yang baru dikoleksi)
dari hewan tersangka yang telah disentrifuse dapat diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap (darkfield microscope). Leptospira dikeluarkan oleh penderita
secara intermiten, maka apabila pemeriksaan pertama negatif, sebaiknya
dilakukan lagi pemeriksaan ulang. Pemeriksaan labotorium dapat pula dilakukan
dengan melakukan seksi jaringan ginjal atau hati yang diwarnai dengan metode
levaditi (silver-impreg nation method levaditi) atau teknik Warhhim-Stary.11,12
22
mencapai 20% apabila terjadi komplikasi. Selain antibiotika golongan penicilline,
bakteri ini juga peka terhadap Streptomycine, Chloramphenicol dan
Erythromycine. Antibiotika ini tergolong tidak mahal dan mudah didapatkan.
Pengobatan yang dilakukan sejak dini, maka prognosis Leptospirosis umumnya
baik, berbeda apabila terlambat dilakukan pengobatan.
Pemberian suntikan Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini
pada hari ke 4-5 sejak mulai sakit atau sebelum terjadi jaundice dengan
dosis 6-8 megaunit secara 1.v, yang dapat secara bertahap selama 5-7 hari
23
Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam selama 5 hari.
Terapi dengan antibiotika (streptomisin, khlortetrasiklin, atau oksitetrasiklin),
apabila dilakukan pada awal perjalanan penyakit biasanya berhasil. Pemberian
(oksitetrasiklin, atau oksitetrasiklin) apabila dilakukan pada awal perjalanan
penyakit, banyak berhasil.8
2.10 Pencegahan
Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan
serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
24
Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan
vaskin strain local
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama :
Mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar keluarganya ke IGD RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo
pada tanggal 24 Januari 2018, pukul 16.40 WIB dengan keluhan mual
yang sudah berlangsung 9 hari. Mual tersebut dirasakan terus menerus
terutama setiap mau makan, sehingga pasien menjadi tidak mau makan
dan nafsu makannya berkurang. Mual dirasakan sampai ingin muntah,
dan disertai kepala sakit sampai ke bagian belakang, dan badannya
lemas dan pegal-pegal diseluruh badan terutama kedua kaki. Pasien
juga merasakan badannya menggigil sejak 5 hari yang lalu. Pasien
berkata baru pertama kali merngalami sakit seperti ini. Keluhan lainnya
26
: nyeri perut (-), nyeri dada (-), sakit kepala (-), batuk (-), BAB (+)
lancar tidak diare, BAK (+) lancar tidak nyeri.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat DM (-) disangkal
Riwayat hipertensi (-) disangkal
Riwayat penyakit jantung (-) tidak pernah cek
Riwayat kolesterol (-) tidak pernah cek
Riwayat asam urat (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
5. Riwayat Pengobatan
Keluhan belum sempat diobati/ dibawa ke fasilitas kesehatan
6. Riwayat Alergi
Alergi makan (-), alergi obat (-)
7. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-)
8. Riwayat Sosial/Lingkungan
Pasien berkata dirumahnya banyak tikus
27
Status Generalis
a. Kepala/Leher
Kepala : Bentuk normal (+)
Mata : Visus +/+,
Konjungtiva : anemis (-/-), konjungtiva suffusion
+/+
Sklera : hematoma (-/-), icterus (+/+)
Pupil : refeks pupil +/+, isokor, ukuran 4-
5mm
Telinga : dalam batas normal
Hidung : pernafasan cuping hidung (-),
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), jejas (-), tumor (-)
b. Thorax
Simetris (+), tidak ada jejas
Jantung
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-),
- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultrasi : S1 dan S2 reguler, tunggal, murmur (-),
gallop (-)
Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), gerak
nafas tertinggal (-), massa (-)
- Palpasi : Gerak dinding dada simetris, fremitus
vokal paru kanan dan kiri simetris,
fremitus raba kanan dan kiri simetris,
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru depan dan
belakang
- Auskultrasi : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
28
c. Abdomen
Inspeksi : perut tampak flat, tidak tampak jejas trauma
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio hipokondrium
dextra, epigastrium, umbilikalis, tugor baik (<2
detik), hepar, lien, dan ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani
− − + +
d. Ekstremitas : oedem , Akral hangat , nadi kuat reguler,
−− + +
29
o Bilirubin Total : 11,48 (<1 mg/dL)
o SGOT : 139 (<31 U/L)
o SGPT : 115 (<31 U/L)
o BUN : 13.2 mg/dL (10-20 mg/dL)
o Creatinin : 0.8 mg/dl (0.5-1.7 mg/dl)
o UA : 3.0
Skor Faine
Bagian A : Data Klinis Skor
Sakit Kepala 2 ada
Demam 2 ada
Demam > 39’C 2
Meningismus 4
Injeksi konjungtiva 4 ada
30
bilateral
Myalgia (khususnya otot 4 ada
betis)
Myalgia, meningismus, 10
injeksi konjungtiva
Ikterus 1 ada
Albuminuria atau retensi 2
nitrogen
Hemoptisis atau 2
dypsneau
Bagian B : Riwayat
Epidemiologi
Curah hujan 5
Kontak dengan 4 ada
lingkungan
terkontaminasi
Kontak dengan binatang 1
Bagian C : Temuan
Laboratorium
Isolasi leptospira pada Diagnosis pasti
kultur
PCR 25
Serologi Positif 15 ada
ELISA IgM positif;
SAT* positif; rapid
test lain***, satu kali titer
tinggi pada
MAT** (masing-masing
dari ketiga
pemeriksaan ini harus
diberikan nilai)
Peningkatan titer MAT** 25
31
atau serokonversi( serum
yang berpasangan)
32
3.7 Follow Up Pasien Di Ruangan
Lab 26-01-2018 :
A:suspek Leptospirosis +AKI Lepto Tek : POSITIF
Planning Dx : lepto Tek, albuminuria, kultur urin Faine Score : 42
RFT, DL ulang
A: Leptospirosis +AKI
P: Inf. RL 14 tpm
Planning Dx : RFT,DL ulang
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj Ondansetron 3 x 4 mg P: Inf. RL 14 tpm
Inj. Ranitidin 2 x 1 Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Gitas 3 x 1 Inj Ondansetron 3 x 4 mg
Inf. Sanmol 3x1 Inj. Ranitidin 2 x 1
PO : Sirup Xanda 3 x cth II Inj. Gitas 3 x 1
Inf. Sanmol 3x1
PO : Sirup Xanda 3 x cth II
33
Tanggal 27 Januari 2018 Tanggal 29 Januari 2018
S: S:
Pasien berkata masih mual, sakit kepala (+) tapi Pasien berkata mual sudah jauh berkurang, sakit
sudah berkurang, , nafsu makan masih kurang, kepala (-), demam (-), nafsu makan sudah agak
badan terasa pegal terutama kedua kaki, muntah (- meningkat, badan terasa pegal (+), muntah (-),
), batuk (-), sesak (-), belum BAB dari kemarin, batuk (-), sesak (-), BAB +, BAK +
BAK sedikit
O:
O: KU: Lemah
KU: Lemah Kesadaran: Compos Mentis (456)
Kesadaran: Compos Mentis (456) TD :120/80 mmHg Nadi: 90 x/menit
TD :110/80 mmHg Nadi: 88 x/menit RR: 18x/menit Suhu: 36.8 ̊C
RR: 18x/menit Suhu: 37. ̊C
K/L : a/i/c/d: -/+/-/-, konjungtiva suffusion +/+
K/L : a/i/c/d: -/+/-/-, konjungtiva suffusion +/+ Pembesaran KGB (-)
Pembesaran KGB (-) Dada : Simetris (+), retraksi (-),
Dada : Simetris (+), retraksi (-), Jantung: S1 S2 tunggal regular, murmur (-),
Jantung: S1 S2 tunggal regular, murmur (-), Paru-paru: vesikules (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Paru-paru: vesikules (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-) Abdomen: tampak datar, BU (+), Supel, nyeri
Abdomen: tampak datar, BU (+), Supel, nyeri tekan (-), hepar, lien, dan ginjal tidak
tekan (-), hepar, lien, dan ginjal tidak teraba, timpani
teraba, timpani − − + +
Extremitas: oedem , Akral hangat
− +
,
+ +
− − + +
Extremitas: oedem − +
, Akral hangat + +
, nadi nadi kuat reguler, CTR ≤ 2 detik, nadi
kuat reguler, CTR ≤ 2 detik, nadi kuat kuat
Lab 26-01-2018 :
Lab 26-01-2018 : Lepto Tek : POSITIF
Lepto Tek : POSITIF Faine Score : 42
Faine Score : 42 Lab 29-01-2018
Alkali Fosfatase : 247 (60-170 U/L)
A: Leptospirosis +AKI
Bilirubin Direct : 8,9 (<0.5 mg/dL)
Planning Dx :, RFT, DL ulang
Bilirubin Total : 11,48 (<1 mg/dL)
P: Inf. RL 14 tpm SGOT : 139 (<31 U/L)
Inj. Ceftriaxone 2x1
SGPT : 115 (<31 U/L)
Inj Ondansetron 3 x 4 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 BUN : 13.2 mg/dL (10-20 mg/dL)
Inj. Gitas 3 x 1 Creatinin: 0.8 mg/dl (0.5-1.7mg/dl)
Inf. Sanmol 3x1 UA : 3.0
PO : Sirup Xanda 3 x cth II
34
Inj. Ranitidin 2 x 1
Inj. Gitas 3 x 1
Inf. Sanmol 3x1
PO : UDCA 3X1
Sirup Xanda 3 x cth II
35
BAB IV
PEMBAHASAN
36
2. Badan lemas
3. Penurunan nafsu makan
4. Sakit kepala
5. Badan menggigil
6. Badan pegal-pegal terutama kedua kaki
7. Riwayat sosial/lingkungan : dirumahnya banyak tikus
8. Sklera ikterus +/+
9. Konjungtiva suffusion +/+
10. Tekanan darah 100/60
11. Nyeri tekan regio hipokonrium dextra, epigastrium, umbilikalis
12. BUN: 94,0
13. Creatinin 36.0
14. SGOT : 139
15. SGPT : 115
16. Alkasli fosfatase : 247
Dari temporary problem tersebut dikelompokkan lagi sesuai penyakitnya seperti
berikut ini
No. Permanent Problem List Initial Assesment
1 - Mual 9 hari Suspek Leptospirosis
- Nafsu makan menurun
- Badan lemas PLANNING:
- Badan terasa menggigil Dx: Lepto Tek, Albuminuria
- Badan terutama kaki pegal- Tx:
pegal Inf. RL 14 tpm
- Sakit kepala Inj. Ranitidin 2x1
- Nyeri tekan regio abdomen Inj. Ondansetron 3x1
hipokondrium dextra, Inf. Sanmol 3x1 p.r.n
epigastrium, umbilikalis PO : Sirup Xanda 3x cth II
- Konjungtiva suffusion
- Sklera ikterus +/+ Mx: klinis pasien, ttv, efek obat
- BUN: 94,0 Ex: melaporkan bila ada keluhan
- Creatinin 36.0 atau tambah parah,
- SGOT : 139 makan/minum yang teratur
- SGPT : 115
- Alkasli fosfatase : 247
37
- Alkasli fosfatase : 247 Tx: atasi penyakit dasar
Mx: klinis, ttv, hasil RFT
Ex: bila terdapat keluhan
berkemih segera melapor
3
Pada tanggal 30 Januari 2018 pasien diperbolehkan pulang karena sudah terjadi
perbaikan kondisi klinis dan pasien tidak ada keluhan Tekanan darah :120/80
mmHg, nadi: 89 x/menit, RR: 19 x/menit, suhu: 36.7 ̊C, BUN: 13.2
mg/dLCreatinin: 0.8 mg/dl. Pasien diberi obat pulang antara lain:
Po: Tab. Claneksi 3 x 500mg
UDCA 3X1
Tab. Lasoprazole 2x1
Curcuma 3x1
38
abdomen regio hipokondrium dextra, epigastrium, umbilikalis, dan nyeri tekan
pada betis terutama otot gastrocnemius.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.
2. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman
Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di
Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka
Populer Obor : Jakarta. 2002.
5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira.
Hlm. 8-15. Bagian Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis — Kumpulan
Makalah Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.
7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human
Leptospirosis guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva :
WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional
Bahaya Dan Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah
Kesehatan No. 15 Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis
di RSUPNCM, 2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in
patients with severe leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku
Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, Juli 2002.
41
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be
misdiagnosed as dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI,
Malang, 2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in
northeastern Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J
Trop Med Public Health 2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus
infection in an urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13.
2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with
leptospirosis and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo.
2000.42(6):327-32
16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure;
(Brenners & Rector’s) ed WB Saunders. 2001: 465-83
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits :
Serovars of Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to
the hospitals of Semarang. Konas PETRI, 2002.
18. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans. Sept, 13, 2006.
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
42