Anda di halaman 1dari 8

PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN LEPTOSPIROSIS

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi yang diampu
oleh Ibu MG Isworo Rukmi, Dra. M.Kes

Disusun oleh :
Yuniarti Nurjanah (P1337420622154)
Lutfi Alawiyah (P1337420622153)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN DAN PROGRAM
PROFESI KEPERAWATAN
2022
A. Pengertian

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira


berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia (Irianti, 2014)

Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia,


tikus anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh Spirochaeta leptospira
ichterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009).

Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira.


Penyakit ini juga disebut Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud
fever, atau Swineherd disease (Widoyono, 2008).

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira


interrogans yang disebarkan melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi bakteri
ini. Leptospirosis dapat menyerang manusia melalui paparan air atau tanah yang telah
terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri leptospira. .Selain banyak terjadi di
daerah yang terkena banjir, Leptospirosis juga rentan menyerang orang-orang yang
biasa kontak dengan hewan tersebut. (https://dinkes.salatiga.go.id)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Leptospirosis adalah suatu penyakit yang


menyerang manusia dan hewan seperti tikus, anjing sapi dan babi. Disebabkan oleh
bakteri Leptospira berbentuk spiral yang hidup pada ginjal dan urine tikus.

B. Mikroorganisme Penyebab
1. Jenis
Leptospirosis disebabkan oleh organisme pathogen dari genus Leptospira yang
termasuk dalam ordo Spirochaeta dalam Famili Trepanometaceae. Bakteri ini
berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya berbentuk seperti
kait sehingga bakteri sangat aktif baik gerakan berputar sepanjang sumbunya,
maju-mundur, maupun melengkung, Ukuran bakteri ini 0,1 mm x 0,6 mm sampai
0,1 mm x 20 mm.
Bakteri Leptospira terdiri dari 2 kelompok atau kompleks, yaitu patogen (L-
interrogans) dan nonpatogen (L-biflexs). Kelompok patogen terdiri dari subgrup
yang masing-masing terbagi lagi menjadi berbagai serotype / serovar yang
jumlahnya sangat banyak. Saat ini, ada 240 serotype yang tergabung dalam 23
serogrup.
2. Sifat
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama
kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak
diencerkan akan cepat mati. Leptospira dapat disimpan di dalam freezer pada suhu
-70o C dan tahan sampai beberapa tahun tanpa berkurang virulensinyz, tetapi
leptospira dapat mengalami kematian hanya dalam waktu 2 hari pada suhu 32oC,
sedangkan pada suhu 60oC leptospira akan mati hanya dalam waktu 10 menit
(Rusmini, 2011). Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis
ialah tikus, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung,
insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat menjadi karier
leptospira.
Leptospira dapat di warnai dengan pewarnaan karbolfuchsin. Namun bakteri
ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap. Bakteri ini bersifat aerob
obligat dengan pertumbuhan optimal pada suhu 280C-300C dan pH 7,2 – 8,0.
Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di air tawar selama kurang lebih
satu bulan tetapi di air laut, air selokan dan air kemih yang tidak dilencerkan akan
cepat mati.
3. Morfologi
Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya
berbentuk seperti kait sehingga bakteri sangat aktif baik gerakan berputar
sepanjang sumbunya, maju-mundur, maupun melengkung, Ukuran bakteri ini 0,1
mm x 0,6 mm sampai 0,1 mm x 20 mm.

Gambar 1.1
Bakteri Leptospirosis
4. Perkembangbiakan
Hampir semua spesies mamalia dapat menjadi tempat berkembangnya
Leptospira di dalam ginjalnya dan bertindak sebagai sumber infeksi untuk manusia
dan hewan lainnya. Biasanya yang menjadi reservoir untuk Leptospira adalah sapi,
kerbau, kuda, domba, kambing, babi, anjing dan hewan pengerat. Sejauh ini
tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama leptospirosis karena
bertindak sebagia inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa
hewan lain yang juga merupakan sumber penularan leptospira memiliki potensi
penularan ke manusia tidak sebesar tikus.
Tikus merupakan binatang pertama kali dikenali sebagai reservoir
Leptospirosis, yang dapat menularkan Leptospira seumur hidup mereka tanpa
menunjukan manifestasi klinis, yaitu sebagai carrier berkepanjangan. Tidak semua
hewan yang terinfeksi dengan Leptospira menujukan gejala sakit. Beberapa hewan
menjadi host alami untuk serovar tertentu biasanya tidak menunjukan gejala sakit
atau relatif sakit ringan setelah terinfeksi dengan serovar itu. Namun, hewan
tersebut dapat mengalami sakit berat setelah terinfeksi dengan serovar lain.

C. Gejala dan Diagnosis


Menurut Anies (2008), gambaran klinis leptospirosis dibagi menjadi 3 fase,
yaitu :
1. Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,
hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi
silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 haridan berakhir dengan menghilangnya
gejala klinis untuk sementara.
2. Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta
gangguan hemostasis dengan manifestasi perdarahan spontan.
3. Fase penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2-4 dengan patogenensis yang belum jelas.
Gejala klinis ditemukan demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik, sakit
kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan, dan menggigil serta splenomegali.
Sedangkan meenurut pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya,
leptospirosis dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Leptospirosis Anikterik
Onset ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang
umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta mialgia. Nyeri ini
diduga akibat kerusakan otot sehingga creatininphospokinase meningkat dan
dibutuhkan pemeriksaan untuk membantu diagnosis klinis leptospirosis.
Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjungtival suffusion dan nyeri tekan
didaerah betis.
Gambaran klinik terpenting adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik.
Pasien dengan Leptospirosis anikterik pada umunya tidak berobat karena
keluhannya sangat ringan, biasanya sembuh sendiri (self-limited) dan gejalanya
akan menghilang dalam waktu 2-3 minggu.
Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever unknown origin di
beberapa negaraAsia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding harus
mencakup penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV serocon version, infeksi
dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi mononukleosis dan parasitik
seperti demam tifoid, bruselosis, dan malaria.
2. Leptospirosis Ikterik
Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal
ginjal akt, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik
sedangkan demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau
nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Fase imun dipengaruhi oleh jenis
serovar dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan
nutrisi serta kecepatan terapi yang tepat.

D. Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lender. Air tergenang
atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan
peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deraspun dsapat berperan.
Kadang – kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya
terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos
yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat
menularkan leprospira. Orang – orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat
pekerjaan penyakit ini adalah pekerja – pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan atau orang yang
mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.
Faktor risiko tertular leptospirosis terdapat pada Tabel 1
Tabel 1. Risiko Penularan Leptospirosis.

Kelompok Pekerja Kelompok Aktivitas Kelompok Lingkungan


Petani dan peternak Berenang di sungai Anjing piaraan
Tukang potong hewan Berenang di sungai Anjing piaraan, Ternak
Penangkap/penjerat hewan Bersampan, Kemping Genangan air hujan
Dokter/Mantri Hewan Berburu Lingkungan tikus
Penebang kayu Kegiatan di hutan Banjir
Pekerja selokan
Pekerja perkebunan

E. Pencegahan Penyebaran
Menurut Suroso, 2008 pencegahan penularan dapat dilakukan melalui 3 jalur,
yaitu :
1. Sumber infeksi
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan isolasi,
memberikan antibiotik (penisilin, apisilin, dihydrostreptpmycin) atau membunuh
hewan yang terinfeksi. Melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak dan peliharaan.
Serta memelihara dan menjaga sanitasi lingkungan.
2. Penularan
Pencegahan dapat dilakukan dengan memakai alat pelindung diri (APD) pada
saat bekerja, menerapkan pola hidup bersih, aseptik dan higienis serta rutin
melakukan desinfektan dilingkungan yang terkontaminasi. Melindungi sanitasi dan
pengelolaan air dengan metode filtasi yang dapat mencegah infeksi leptospirosis.
3. Pejamu / manusia
Peran manusia dalam mencegah penularan adalah dengan waspada dan
melakukan upaya edukasi agar masyarakat mengetahui aspek, cara dan tatalaksana
apabila terjadi infeksi leptospirosis.

F. Tindakan Disinfeksi / Sterilisasi

G. Terapi
Pengobatan suporatif dengan obsservasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik
dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Pemeberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat
dilihat pada Table 2. Untuk kasus lepirospirosis berat, pemberian intravwna
penisilin G, amoksisilin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan
untuk kasus – kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin,
dokdidiklin,, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosforin.
Tabel 2. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis

Indikasi Regimen Dosis


Leptospirosis ringan Doksisilin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500 – 750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Leptospirosis Penisilin G 1,5 juta unit / 6 jam (i.v)
sedang/berat Ampisillin 1 gram / 6 jam (i.v)
Amoksisilin 1 gram / 6 jam (i.v)
Leptospirosis Doksisiklin 200 mg / minggu
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingatkan bahwa anti-biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah ( fase
leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer 4
sampai 6 jam setelah pemberian intravena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti
leptospira. Tindakan suporatif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalua terjadi
azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis.

Anda mungkin juga menyukai