Rizka Humardewayanti
Penyakit Tropik Infeksi Fakultas Kedokteran UGM
Yogyakarta
2017
Nama lain
Diperkirakan 0,1 hingga 1 per 100.000 orang di daerah subtropis per tahun
menderita leptospirosis, 10 atau lebih per 100.000 orang di daerah tropis.
2012 di Indonesia dilaporkan 239 kasus leptospirosis dengan 29 kasus kematian
(case fatality rate 12,13%).
Menurut International Leptospirosis Society, Indonesia menduduki peringkat
ketiga di dunia untuk mortalitas.
Dijumpai di Lampung, Riau, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
ETIOLOGI
Leptosiprosis disebabkan spesies patogenik dari genus Leptospira ordo
spirochaeta aerob obligat.
Organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, panjang 5-15 µm, disertai spiral
halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm, ujung bakteri bengkok dan membentuk kait
Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5 lapis.
Di bawah membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan
helikal, serta membran sitoplasma.
Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi flagelanya terletak
diantara membran luar dan lapisan peptidoglikan
(flagela periplasmik).
ETIOLOGI
Infeksi jarang dari kontak langsung dengan darah, urin, atau jaringan hewan
terinfeksi.
Terdapat sekitar 160 spesies hewan yang menjadi tempat perlindungan
bakteri tersebut, reservoir yang paling penting adalah hewan pengerat
terutama tikus.
Bakteri leptospira khususnya spesies L. icterohaemorrhagiae banyak
menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus) dan tikus rumah
(Rattus diardii).
Hewan peliharaan seperti kucing, anjing, kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan
babi dapat menjadi hospes perantara dalam penularan leptospirosis.
Klasifikasi serovar bermanfaat untuk tujuan epidemiologis dengan melihat
banyaknya hubungan reservoir-serovar yang tersebar secara geografis.
Transmisi
Urin
Sumber
Lingkungan manusia
binatang
Kelompok risiko
Paparan pekerjaan
Petani, penambang
Dokter hewan, staf laboratorium, tentara
Pekerja limbah
Nelayan
Aktivitas rekreasi
Berenang, berlayar, pelari marathon, berkebun
Reservoar
Tikus
(Rattus rattus, Rattus norvegicus, Mus musculus)
Anjing
Binatang domestic, jinak
Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang lecet atau luka dan
mukosa, atau konjungtiva, bahkan dapat melalui kontak dengan kulit sehat
(intak) terutama bila kontak lama dengan air.
Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh tidak menimbulkan
lesi pada tempat masuk bakteri.
Hialuronidase dan atau gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah
diajukan sebagai mekanisme masuknya leptospira ke dalam tubuh.
Bakteri leptospira virulen akan mengalami multiplikasi di darah dan jaringan.
Selama leptospiremia, leptospira mengeluarkan endotoksin yang dapat
merusak endotel kapiler menyebabkan vaskulitis yang sifatnya sistemik.
Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi sel.
PATOGENESIS
Aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan
trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang
mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung
fosfolipid.
Patogenesis terutama pada kasus berat, masih kurang dimengerti.
Temuan mikroskopik utamanya adalah vaskulitis sistemik dengan cedera
endotel, sel endotel rusak dengan berbagai derajat pembengkakan dan
nekrosis.
PATOGENESIS
Setelah leptospira masuk ke dalam tubuh, terjadi respons imun baik seluler
maupun humoral (membentuk antibodi spesifik) yang bertujuan
menghilangkan leptospira.
Terdapat tujuh antigen leptospira yaitu p32, p37, p41, p45, p48, p62, p78,
yang memicu respons humoral.
p32 merupakan antigen yang paling poten dalam menimbulkan respons
humoral, sedangkan p37 tidak selalu diekspresikan oleh strain leptospira.
IgM merupakan respons humoral utama terhadap lipopolisakarida dalam fase
akut dan konvalesen.
IgG bersifat spesifik terhadap protein leptospira.
Cedera vaskuler dapat disebabkan oleh efek toksik leptospira secara langsung
atau oleh respons imun.
MANIFESTASI KLINIS
Banding Ikterik
Malaria, Viral hepatitis, Sepsis
Gagal GInjal
Malaria, Hanta virus, Sepsis
Meningitis
Bacterial / Viral causes
Demam berdarah
Dengue, Hanta virus, Typhus
Gambaran klinis
90% kasus
Anicteric Icteric
Sering, ringan Jarang, berat
Kematian Kematian
10% kasus
< 2% 15%
MANIFESTASI KLINIS ANIKTERIK
Fase akut dicirikan oleh demam awitan mendadak, menggigil, nyeri kepala
retroorbita, anoreksia, nyeri perut, mual, dan muntah.
Demam sering melebihi 400C dan didahului kekakuan.
Terdapat juga mialgia dengan karakteristik nyeri tekan betis, paha, abdomen,
dan regio paraspinal (lumbosakral), jika mengenai regio leher dan kuduk akan
menyerupai meningitis, nyeri tekan abdomen dapat menyerupai akut
abdomen.
Pada kasus ringan demam akan menghilang setelah 3-9 hari.
Injeksi konjungtiva biasanya muncul 2-3 hari setelah awitan demam dan
melibatkan konjungtiva bulbi
MANIFESTASI KLINIS ANIKTERIK
Setelah beberapa hari (2-3 hari), pada beberapa pasien gejala kembali
muncul, disebut fase kedua atau fase imun.
Pada fase ini muncul antibodi IgM, leptospira hilang dari darah, cairan
serebrospinal, dan jaringan, namun muncul di urin (leptospiruria).
Gejala utama fase ini adalah meningitis pada 50% kasus.
Dapat terjadi pula neuritis optik dan neuropati perifer.
Uveitis biasanya merupakan manifestasi yang muncul belakangan, 4-8 bulan
setelah awitan penyakit
MANIFESTASI KLINIS IKTERIK
Aseptic Meningo-encephalitis
jarang terjadi, jika terjadi pada fase imun
CSF – proteins , lymphocytes
Kejang, Ensefalitis, myelitis dan polineuropati
MANIFESTASI KLINIS Disfungsi Ginjal
Manifestasi jantung
Hemorrhagic Myocarditis
Cardiomyopathy / gagal jantung
Aritmia, hipotensi/kematian
Fibilasi atrial/defek pada system konduksi
Perubahan EKG
Perubahan non spesifik dari ST-T
Kompleks low voltage
Manifestasi lainnya
Klinis
Setiap pasien demam akut mempunyai riwayat, setidaknya 2 hari, tinggal
di daerah banjir atau memiliki risiko tinggi terpapar (berjalan kaki di
banjir atau air yang terkontaminasi, kontak dengan cairan dari hewan,
berenang di air banjir atau menelan air yang terkontaminasi dengan atau
tanpa luka)
DAN
menunjukkan setidaknya dua dari gejala berikut: mialgia, nyeri tekan
betis, injeksi konjungtiva, menggigil, nyeri perut, sakit kepala, ikterus,
atau oliguria.
3. Inokulasi hewan
Teknik yang sensitif untuk isolasi leptospira meliputi inokulasi
intraperitoneal pada marmot muda. Dalam beberapa hari dapat
ditemukan leptospira di dalam cairan peritoneal; setelah hewan ini mati
(8-14 hari) ditemukan lesi hemoragik pada banyak organ.
4. Serologi
Diagnosis laboratorium leptospirosis terutama didasarkan atas
pemeriksaan serologi.
Respons antibodi IgM yang kuat, muncul sekitar 5-7 hari setelah awitan
gejala
Ui komersial berbasis ELISA, aglutinasi latex dan teknologi uji cepat
imunokromatografik.
DIAGNOSIS LABORATORIUM
4. Serologi
Sensitivitasnya rendah (63-72%) diambil < 7 hari.
Sensitivitas meningkat menjadi >90%, diambil > 7 hari.
5. Macroscopic slide agglutination test -- rapid screening.
6. Pemeriksaan gold standart Microscopic Agglutination Test (MAT) yang
menggunakan organisme hidup.
Tes MAT ini mendeteksi antibodi pada tingkat serovar sehingga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi strain Leptospira pada manusia dan hewan dan karena itu
membutuhkan sejumlah strain (battery of strains) Leptospira termasuk stock-
culture, disamping sepasang sera dari pasien dalam periode sakit akut dan 5-7 hari
sesudahnya
DIAGNOSIS LABORATORIUM
MAT
Gambaran
klinis
Fase
Fase Imun> 7
Leptospirema < 7
hari
hari
ulang MAT
Problems in Diagnosis
Diagnosis awal (minggu 1) Tes serologis (minggu 2)
4 • Kontaminasi H20
2 • Nyeri kepala
WHO SEARO
2009
KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS WHO
SEARO 2009
Kasus suspect
Demam akut (≥38,50C) dan/ atau nyeri kepala hebat dengan:
Myalgia
Kelemahan dan/atau
Conjunctival suffusion, dan
Riwayat terpajan dengan lingkungan yang terkontaminasi leptospira
KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS WHO
SEARO 2009
Kasus confirm
suatu kasus suspect atau probable dengan salah satu di bawah ini:
Isolasi kuman leptospira dari spesies klasik
Hasil PCR (+)
Serokonversi dari negatif ke positif atau peningkatan 4 kali pada titer
MAT
Titer MAT = 400 atau lebih pada sampel tunggal
Apabila kapasitas laboratorium tidak dapat ditetapkan: Positif dengan 2
tes rapid diagnostik dapat dipertimbangkan sebagai kasus confirm.
TATA LAKSANA
Ringan – terapi awal Berat – terapi intensif
Balans cairan,
Transfusi trombosit
perdarahan
Disfungsi ginjal,
Komplikasi SSP
dialysis
TATALAKSANA
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen kasus leptospirosis adalah
segera merujuk penderita leptospirosis bila adanya indikasi pada disfungsi
organ ginjal, hepar, paru, terjadi perdarahan dan gangguan saraf.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran bisa
terhindar dari leptospirosis
Pencegahan sekunder yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit
leptospirosis, dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang
nantinya dapat menyebabkan kematian.
PENCEGAHAN
Primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran bisa terhindar dari
leptospirosis
Sekunder yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis,
dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya dapat
menyebabkan kematian.
PENCEGAHAN PRIMER