Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER

MATA KULIAH PENYEHATAN AIR-A


TENTANG
“LEPTOSPIROSIS”

OLEH:
NAMA : YULIA MEISYAFIRA WALA
NIM : 751335121024
KELAS :4A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
JURUSAN SANITASI LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
TAHUN 2023
A. PENDAHULUAN
Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan
maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak
kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir. Iklim
yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang
basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis,
seperti Indonesia. Oleh sebab itu, kasus leptospirosis 1000 kali lebih banyak
ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan
risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian leptospirosis di negara tropis
basah 5-20/100.000 penduduk per tahun. World Health Organization (WHO)
mencatat, kasus leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah
0,1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini
meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun. Pada saat wabah,
sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko tinggi di antara 100.000
orang dapat terinfeksi.11
Leptospirosis pada manusia pertama kali ditemukan oleh Van der
Scheer pada tahun 1892 di Indonesia, namun isolasi baru dapat dilakukan pada
tahun 1922 oleh Vervoort.1Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan saat ini
leptosprosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena belum dapat
dikendalikan. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, selama tahun 2014 –
2016 terdapat tujuh provinsi yang melaporkan adanya kejadian leptospirosis,
yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jawa Timur, Banten dan Kalimantan Selatan. 2
Prevalensi penderita yang sudah terinfeksi Leptospira di Thailand 27%, di
Vietnam 23%, dan 37% di daerah pedesaan Belize. Leptospirosis juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat di negara Asia lainnya, Eropa bagian Selatan,
Australia, dan Selandia Baru. Di Amerika, leptospirosis merupakan masalah
kesehatan pada kehewanan dan masih dilaporkan 50-150 penderita leptospirosis
pada manusia setiap tahun. Penyakit leptospirosis di Cina disebut sebagai penyakit
akibat pekerjaan (occupational disease) karena banyak menyerang para petani, dan
di Jepang penyakit ini disebut dengan penyakit “demam musim gugur”. Penyakit
ini juga banyak ditemukan di Rusia, Inggris, Argentina, dan Australia. Leptospira
dapat menyerang semua jenis mamalia seperti tikus, anjing, kucing, landak, sapi,
burung, dan ikan. Hewan yang terinfeksi dapat tanpa gejala sampai meninggal.
Laporan hasil penelitian tahun 1974 di Amerika Serikat menyatakan 15-40% anjing
terinfeksi, dan penelitian lain melaporkan 90% tikus terinfeksi Leptospira. Hewan-
hewan tersebut merupakan faktor penyakit pada manusia. Manusia merupakan
ujung rantai penularan penyakit ini. 11
Manusia yang berisiko tertular adalah yang pekerjaannya berhubungan
dengan hewan liar dan hewan peliharaan seperti peternak, petani, petugas
laboratorium hewan, dan bahkan tentara. Wanita dan anak di perkotaan sering
terinfeksi setelah berenang dan piknik di luar rumah. Orang yang hobi berenang
termasuk yang berisiko terkena penyakit ini. 11
B. PEMBAHASAN
1. Definisi Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
patogen spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi
di Jepang oleh Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun
1886. Weil menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala
demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal. 6
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia
dan binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat
menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di
dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir
karena memang muncul dikarenakan banjir. 4,10
Dibeberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd, demam rawa, penyakit
weil, demam canicola. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
kuman leptospira patogen. 4,10
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan
Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,
Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice,
Field fever, Cane cutter dan lain-lain. 4,10
Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada
manusia, tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta
leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus. 4,10
Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh
semua leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis
dengan infeksi oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa
suatu serotipe leptospira bertanggung jawab terhadap berbagai macam
gambaran klinis, sebaliknya suatu gejala seperti meningitis aseptik dapat
disebabkan oleh berbagai serotipe. Oleh karena itu lebih disukai untuk
menggunakkan istilah umum leptospirosis dibanding Weil’s Disease dan
demam kanikola. 4
2. Morfologi Leptospirosis
Ciri khas mikroorganisme ini adalah berbentuk spiral, tipis, sangat motil
dengan panjang 6-20 µm dan lebar 0,1-0,2 µm. Leptospira memiliki ujung
seperti kait dan selalu berputar mengelilingi aksis longitudinalnya. Bakteri
tersebut sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, sulit diwarnai dan sulit
dikultur. Pemeriksaan Leptospira dilakukan dengan menggunakan mikroskop
fase kontras atau lapangan gelap (M Bhatia, Umapathy, & Navaneeth, 2015).
Leptopira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh serta
kulturnya membutuhkan waktu yang lama (berminggu-minggu) (Shivakumar
& Krishnakumar, 2006). Morfologi leptospira dapat ditemukan di dalam
sampel urine yang dapat terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Leptospira dalam Sampel Urine


Dari gambar 2.1 di atas dapat terlihat morfologi leptospira pada pasien
leptospirosis.
3. Etiologi Leptospirosis
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan
penyakit infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan organisme
fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 μm, disertai spiral halus
yang lebarnya 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali bengkok dan
membentuk kait.6,8,10
Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri
lainnya. Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5
lapis. Di bawah membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel
dan helikal, serta membran sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah lokasi
flagelnya, yang terletak diantara membran luar dan lapisan peptidoglikan.
Flagela ini disebut flagela periplasmik. Leptospira memiliki dua flagel
periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel. Kuman ini
bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap.6,8,10
Gambar 1. Leptospira interrogans

Gambar 2. Bakteri Leptospira sp. menggunakan mikroskop elektron tipe


scanning

Leptospira merupakan Spirochaeta yang paling mudah dibiakkan,


tumbuh paling baik pada keadaan aerob pada suhu 28-30ºC dan pada pH 7,4.
Media yang bisa digunakan adalah media semisolid yang kaya protein,
misalnya media Fletch atau Stuart. Lingkungan yang sesuai untuk hidup
leptospira adalah lingkungan lembab seperti kondisi pada daerah tropis. 6,8,10
Berdasarkan spesifisitas biokimia dan serologi, Leptospira sp. dibagi
menjadi Leptospira interrogans yang merupakan spesies yang patogen dan
Leptospira biflexa yang bersifat tidak patogen (saprofit). Sampai saat ini telah
diidentifikasi lebih dari 200 serotipe pada L.interrogans. Serotipe yang paling
besar prevalensinya adalah canicola, grippotyphosa, hardjo,
icterohaemorrhagiae, dan pomona. 6,8,10
Infeksi pada manusia terjadi akibat tertelan makanan atau minuman yang
tercemar air kencing hewan yang sakit leptospirosis selain itu kuman dapat
masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit atau selaput lendir jaringan
tubuh. Hewan-hewan yang dapat menularkan leptospirosis selain anjing adalah
sapi, babi, dan tikus. Meskipun banyak binatang tidak menunjukkan gejala
penyakit, tetapi 1 dari 10 anjing yang terinfeksi leptospirosis akan mati. 9
4. Epidemiologi Leptospirosis
Leptospirosis diperkirakan merupakan zoonosis yang paling luas tersebar
di dunia. Kasus-kasus dilaporkan secara teratur dari seluruh dunia kecuali
Antartika dan terutama paling banyak di daerah tropis. Meskipun leptospirosis
bukan merupakan penyakit umum, penyakit ini sudah pernah dilaporkan dari
seluruh daerah Amerika Serikat, termasuk daerah kering seperti Arizona.
Leptospira biasa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu,
kuda, kucing, marmut, atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai,
musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut
leptospira hidup di dalam ginjal/air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama
dari L.icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.4,8
Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus
ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah
beriklim sedang, masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim
gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim
hujan.4,8
Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis
berkisar antara 10-100 per 100.000 sedangkan di daerah subtropis angka
kejadian berkisar antara 0,1-1 per 100.000 per tahun. Case fatality rate (CFR)
leptospirosis di beberapa bagian dunia dilaporkan berkisar antara <5%-30%.
Angka ini memang tidak terlalu reliabel mengingat masih banyak daerah di
dunia yang angka kejadian leptospirosisnya tidak terdokumentasi dengan baik.
Selain itu masih banyak kasus leptospirosis ringan belum didiagnosis secara
tepat.6
5. Transmisi Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit zoonotik dengan sumber penularan
utama pada manusia berasal dari tikus, anjing, sapi, dan babi. Leptospira
icterohemorrhagiae merupakan serovar Leptospira yang menginfeksi tikus.
Leptospira hidup dalam ginjal/saluran kemih binatang tersebut tanpa
menimbulkan penyakit dan secara terus menerus ikut mengalir dalam
urine(Infect, Panaphut, Domrongkitchaiporn, & Thinkamrop, 2002).
Penularan dapat terjadi melalui dua cara yaitu langsung dan tidak
langsung. Cara langsung terjadi melalui kontak dengan urine terinfeksi
sedangkan cara tidak langsung melalui kontak dengan tanah/air/lingkungan
yang terkontaminasi urine terinfeksi. Infeksi terjadi melalui mukosa atau luka
pada kulit. Penularan dari manusia ke manusia tidak pernah terjadi (Shivakumar
& Krishnakumar, 2006)(Hochedez et al., 2015)

6. Penularan Leptospirosis
Transmisi bakteri leptospira ke manusia dapat terjadi karena ada kontak
dengan air atau tanah yang tercemar urin hewan yang mengandung leptospira.
Selain itu penularan bisa juga terjadi karena manusia mengkonsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi dengan bakteri leptospira.6

Gambar 3. Siklus penularan leptospirosis

Faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam proses penularan


leptospirosis. Faktor lingkungan tersebut meliputi lingkungan fisik, biologik,
dan sosial. Salah satu pengaruh lingkungan sosial adalah mengenai jenis
pekerjaan. Jenis pekerjaan yang berisiko terjangkit leptospirosis antara lain:
petani, dokter hewan, pekerja pemotong hewan, pekerja pengontrol tikus,
tukang sampah, pekerja selokan, buruh tambang, tentara, pembersih septic tank
dan pekerjaan yang selalu kontak dengan binatang. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Agus (2008) di Kabupaten Demak menunjukkan beberapa
faktor risiko kejadian leptospirosis yaitu pekerjaan yang melibatkan kontak
tubuh dengan air (OR=17,36; p:0,001), keberadaan sampah di dalam rumah
(OR=7,76; p:0,008), keberadaan tikus di dalam dan sekitar rumah (OR=10,34;
p:0,004), kebiasaan tidak memakai alas kaki (OR=24,04; p:0,001), kebiasaan
mandi/cuci di sungai (OR=12,24; p:0,001), tidak ada penyuluhan tentang
leptospirosis (OR=4,94; p:0,022).6
7. Patologi Leptospirosis
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin
yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis, terdapat perbedaan, antara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata
dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit,
limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan
perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di
ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk ke dalam cairan cerebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan
menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang
terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering diserang
leptospira adalah 8
a. Ginjal : Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan
bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi
ginjal.
b. Hati : Hati menunjukan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel kuppfer dengan kolestasis.
c. Jantung : Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat berupa
perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
d. Otot rangka : Pada otot rangka terjadi perubahan-perubahan berupa lokal
nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata.
e. Mata : Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase
leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang
terbentuk cukup tinggi.
f. Pembuluh darah : Terjadi perubahan pembuluh darah akibat terjadinya
vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan.
g. Susunan daraf pusat : Leptospira mudah masuk ke dalam cairan
cerebrospinal dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis.
h. Weil Disease : merupakan leptospirosis yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan
demam tipe kontinu.8

8. Patogenesis Leptospirosis
Transmisi infeksi leptospira ke manusia dapat melalui berbagai cara,
yang tersering adalah melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar
bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang lecet atau
luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penularan penyakit
ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila kontak lama
dengan air. Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira bisa juga masuk
melalui konjungtiva. Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh
tidak menimbulkan lesi pada tempat masuk bakteri. Hialuronidase dan atau
gerak yang menggangsir (burrowing motility) telah diajukan sebagai
mekanisme masuknya leptospira ke dalam tubuh. 4
Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan mengalami multiplikasi di
darah dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2
hari infeksi. Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi,
lesi primer adalah kerusakan dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan
vaskulitis serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan
kebocoran dan ekstravasasi sel.4
Patogenitas leptospira yang penting adalah perlekatannya pada
permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada bakteri
leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin
bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil
pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
trombositopenia. Bakteri leptospira mempunyai fosfolipase yaitu suatu
hemolisis yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang
mengandung fosfolipid.4
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus ginjal dan
lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi
mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan
kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal
ginjal tampak pembesaran ginjal disertai edema dan perdarahan subkapsular,
serta nekrosis tubulus renal. Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa
tidak tampak secara nyata. Secara mikroskopik tampak perubahan patologi
berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.4
9. Pengobatan Leptospirosis
Leptospirosis yang ringan umumnya tidak memerlukan penanganan
khusus, bahkan bisa sembuh dengan sendirinya dalam 7 hari. Pada kondisi yang
berat, pengobatan ditujukan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi.
Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang bisa dilakukan untuk
penderita leptospirosis yang bergejala berat:
a. Pemberian obat-obatan
Jika gejala sudah timbul, dokter akan memberikan obat-obatan
untuk meredakan gejala dan mengatasi infeksi bakteri. Beberapa obat yang
akan diberikan adalah:
 Obat antibiotik, seperti penisilin, amoxicillin, ampicillin, doxycycline,
atau azithromycin
 Obat penurun demam dan nyeri, seperti paracetamol atau ibuprofen
b. Perawatan di rumah sakit
Perawatan di rumah sakit dilakukan bila infeksi telah berkembang
makin parah dan menyerang organ (penyakit Weil). Pada kondisi ini,
antibiotik akan diberikan melalui infus.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan beberapa penanganan
tambahan berikut:
 Infus cairan, untuk mencegah dehidrasi pada pasien yang tidak bisa
minum banyak air
 Pemberian vitamin K, untuk mencegah perdarahan
 Pemasangan ventilator jika pasien mengalami gagal napas
 Pemantauan terhadap kerja jantung
 Transfusi darah jika terjadi perdarahan berat
 Cuci darah, untuk membantu fungsi ginjal

Kemungkinan sembuh dari penyakit Weil tergantung pada organ


yang terserang infeksi dan tingkat keparahannya. Pada pasien leptospirosis
yang parah, kematian bisa terjadi karena perdarahan atau akibat
komplikasi pada paru-paru atau ginjal.

10. Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit.
Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi
mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari
kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang
reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat
untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko
tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika
di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan
leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%. 11
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil
dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. 11
Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar
terhindar dari penyakit ini, diantaranya:
 Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
 Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.
 Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah
bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang
tercemar lainnya.
 Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas
kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan
menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
 Menjaga kebersihan lingkungan.
 Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.
 Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
 Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
 Menghindari pencemaran oleh tikus.
 Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh
tikus.
 Meningkatkan penangkapan tikus.

C. KESIMPULAN
1. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Leptospirainterogans berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia
dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan.
2. Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
um.
3. Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh
akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil
mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang
mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan
gangguan ginjal.
4. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang
telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi
tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius
ataupun dari gigitan binatang yang terinfeksi leptospirosis.
5. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : ginjal,hati,jantung,otot
rangka,mata,pembuluh darah,susunan saraf pusat.
6. Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe
kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi
perdarahan.
7. Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia
pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada
leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan
pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh
leukositosis.Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan
dihubungkan dengan gagal ginjal.
8. Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis,antibiotik, tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan
penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum.
9. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari
kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang
reservoir.
10. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk
mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan
terpapar dalam waktu singkat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bhatia, M., Umapathy, B., & Navaneeth, B. (2015). An evaluation of dark field
microscopy, culture and commercial serological kits in the diagnosis of
leptospirosis. Indian Journal of Medical Microbiology, 33(3), 416.
https://doi.org/10.4103/0255-0857.158570
2. Hochedez, P., Theodose, R., Olive, C., Bourhy, P., Hurtrel, G., Vignier, N., …
Cabié, A. (2015). Factors Associated with Severe Leptospirosis, Martinique,
2010–2013. Emerging Infectious Diseases, 21(12), 2221–2224.
https://doi.org/10.3201/eid2112.141099
3. Infect, I. J., Panaphut, T., Domrongkitchaiporn, S., & Thinkamrop, B. (2002).
Prognostic factors of death in leptospirosis: a prospective cohort study in Khon
Kaen, Thailand. International Journal of Infectious Diseases, 6(1), 52–59.
https://doi.org/10.1016/S1201- 9712(02)90137-2
4. Isselbacher, Braunwald, et all. 2002. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam Volume 2. Jakarta. EGC.
5. Isselbacher, Braunwald, et all. 2002. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam Volume 2. Jakarta. EGC.
6. Lucy, Andani. 2014. Infeksi Tropis : Leptospirosis.
http://eprints.undip.ac.id/44817/3/BAB_II.pdf , accessed on 19 November 2017
7. Shivakumar, S., & Krishnakumar, B. (2006). Diagnosis of Leptospirosis - Role
of MAT. Journal of Association of Physicians of India, 54(APR.), 338–339.
8. Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Surabaya: Sagung Seto
9. Soedarto. 2012. Penyakit Zoonosis Manusia Ditularkan oleh Hewan. Surabaya:
Sagung Seto
10. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing
11. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing
12. Wahyuningsih, Dwinur. 2016. Leptospirosis.
http://eprints.ums.ac.id/41309/5/BAB%20I.pdf, accessed on 19 November 2017

Anda mungkin juga menyukai