Anda di halaman 1dari 36

Kepada Yth :

Laporan Kasus
Rencana Baca :
Tempat : RSP Gedung A Lt.4

LEPTOSPIROSIS
Eko Putri Rahajeng, Irda Handayani, Benny Rusli
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Patologi Klinik FK UNHAS
Makassar

I. PENDAHULUAN
Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang seringkali
berakibat fatal, disebabkan oleh bakteri spirochaeta dari genus leptospira yang
tersebar luas diseluruh dunia. Penyakit ini ditxemukan pertama kali oleh Weil
pada tahun 1886. Tahun 1907, Stimson melaporkan penemuan mikroorganisme
dalam tubulus renal seorang pasien yang meninggal akibat demam kuning, dan
pada tahun 1915 spirochaeta pertama kali diisolasi di Jepang oleh Inada dkk.1,2
Leptospira dapat ditransmisikan secara langsung atau tidak langsung dari
binatang ke manusia. Transmisi secara langsung melalui kontak dengan urin
binatang yang telah terinfeksi leptospira atau secara tidak langsung melalui kontak
dengan air, tanah, lumpur yang terkontaminasi dengan urin binatang. Penularan
dari manusia ke manusia jarang terjadi. Individu yang terpapar dengan hewan
(misalnya petani dan dokter hewan) memiliki risiko tinggi, meskipun sebagian
besar kasus klinis sekarang dikaitkan dengan adanya aktivitas rekreasi dengan
menggunakan air yang terkontaminasi leptospira.3-6
Leptospirosis seringkali luput didiagnosis karena gejala klinis tidak
spesifik dan gejalanya sulit dibedakan dari penyakit endemis lain serta kurang
tersedia laboratorium untuk diagnostik. Satu jenis serotipe dapat menimbulkan
gambaran klinis yang berbeda, sebaliknya suatu gambaran klinis dapat disebabkan
oleh berbagai serotipe. Penyakit ini menimbulkan gejala klinis mulai dari gejala
ringan menyerupai influenza dengan sakit kepala dan mialgia hingga gejala
ikterik, disfungsi ginjal dan hemoragik yang dikenal dengan Weil's disease.3,5,7-9

II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis tersebar diseluruh dunia, disemua benua kecuali di benua
Antartika, namun terbanyak terdapat di daerah tropis. Leptospirosis endemik pada

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
1
negara tropis dan subtropis yang memiliki curah hujan tinggi karena kelangsungan
hidup leptospira lebih lama dalam kondisi hangat dan lembab. Penyakit ini
seringkali menyebabkan epidemik setelah hujan dan banjir. Diperkirakan 0,1
hingga 1 per 100.000 orang yang tinggal di daerah subtropis per tahun menderita
leptospirosis, meningkat hingga 10 atau lebih per 100.000 orang di daerah tropis.
Di daerah tropis, leptospirosis dapat mencapai 10% dari pasien rawat inap di
rumah sakit, terutama setelah hujan atau banjir.1,5-7
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang terutama terkait dengan
paparan pekerjaan atau rekreasi. Infeksi leptospira pada iklim sedang didapatkan
terutama melalui paparan rekreasi atau pekerjaan, atau hidup di daerah kumuh. Di
daerah tropis, paparan terutama melalui aktivitas pekerjaan seperti bersawah.
Infeksi jarang terjadi dari kontak langsung dengan darah, urin, atau jaringan
hewan terinfeksi. Terdapat sekitar 160 spesies hewan yang menjadi tempat
perlindungan bakteri tersebut. Anjing, tikus, dan hewan pengerat lainnya adalah
reservoir utama. .4,5,7,9
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara
dengan insiden leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
Leptospirosis di Indonesia tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY), Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Riau, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Jumlah pasien laki-laki dengan
leptospirosis lebih tinggi dibandingkan perempuan. Laki-laki remaja dan setengah
baya memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki dan orang usia
lanjut.3,5

III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus leptospira, dari famili
leptospiraceae, ordo spirochaetales. Ciri khas organisme ini berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 µm, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
µm. Leptospira sangat motil dengan ujung yang bengkok membentuk kait dan dua

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
2
flagella periplasma yang memungkinkan untuk masuk ke dalam jaringan.
Leptospira sulit diwarnai tetapi dapat dilihat secara mikroskopis dengan
pemeriksaan lapangan gelap dan setelah pewarnaan impregnasi perak. Secara
sederhana genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu leptospira interrrogans
(patogen) dan leptospira biflexa (non patogen).3,5,9

Gambar 1. Mikrograf Elektron Leptospira


(Sumber : Amin LZ. Leptospirosis. Cermin Dunia Kedokteran. 2016)

Spesies leptospira interrrogans (L. nterrrogans) terdiri dari beberapa


serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi banyak serovar berdasarkan
komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang
tergatung dalam 23 serogoup. Beberapa serovar L. interrogans yang patogen pada
manusia antara lain L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L.
grippothyphosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. automnalis,
L. hebdomadis, L. bataviae, dan L. tarasovi, L. panama, L. andamana, L.
shermani, L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L australis, L. cynopteri dan
lain-lain. Menurut beberapa penelitian, yang tersering menginfeksi manusia ialah
L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir
anjing dan L. Pomona dengan reservoir sapid dan babi.5
Bakteri ini bertahan hidup selama berhari-hari atau berminggu-minggu
pada kondisi hangat dan lembap, terutama di air segar yang tenang atau mengalir
lambat pada suhu sedang di musim panas serta di tanah yang lembap dan air di
daerah tropik, terutama pada musim hujan. Iklim yang sesuai untuk
perkembangan leptospira ialah udara hangat (25oC), tanah basah/ lembab, dan pH
tanah 6,2-8. Leptospira dapat bertahan hidup di tanah yang sesuai sampai 43 hari

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
3
dan di dalam air dapat hidup berminggu-minggu lamanya. Leptospira hidup di
lumen tubulus ginjal pejamu dan keluar di urin. 3,4,7

IV. PATOGENESIS
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet atau melalui
membran mukosa yang intak, terutama konjungtiva, mulut dan hidung. Setelah
masuk aliran darah leptospira berkembang, menyebar luas melalui aliran darah
(leptospiremia) dengan penyebaran selanjutnya ke organ, terutama ginjal dan hati.
Multiplikasi leptospira terjadi dalam darah dan jaringan. Setelah fase
leptospiremia terjadi respon imunologi baik secara seluler maupuan humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Respon imun
melisiskan bakteri sehingga terjadi pelepasan endotoksin dari bakteri yang lisis.
Pengenalan endotoksin oleh reseptor spesifik (Toll-like receptors dan Na/K-
ATPase) menginduksi sel-sel mononuklear untuk melepaskan mediator inflamasi
yang berperan dalam proses terjadinya peradangan sehingga dapat menyebabkan
disfungsi organ (Gambar 2). 2,5,6,9,10
Karakteristik perjalanan penyakit leptospirosis ialah bifasik, yaitu fase
leptospiremia dan fase imun.3
1. Fase leptospiremia: Fase ini berlangsung 5-7 hari, leptospira dapat dijumpai
dalam darah, melepaskan toksin yang menyebabkan terjadinya keadaan
patologi pada beberapa organ yaitu ginjal, mata, hati (tersering), otot rangka,
pembuluh darah dan jantung. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada
lapisan endotel kapiler. Bila leptospira masuk ke dalam cairan serebrospinal
dapat menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi tersering
sebagai komplikasi leptospirosis.5,11
2. Fase imun: Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi. Ketika
antibodi terbentuk, leptospira dihilangkan dari semua tempat dalam tubuh host
kecuali pada mata, tubulus ginjal proksimal, dan mungkin otak. Ditempat
tersebut leptospira dapat bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan. Bertahannya leptospira dalam humor aqueous kadang-kadang

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
4
menyebabkan uveitis kronis atau berulang. Respon imun sistemik efektif
dalam menghilangkan organisme tetapi juga dapat menghasilkan reaksi
inflamasi simptomatik. Biasanya produksi antibodi dimulai dalam 5-7 hari
setelah infeksi, namun produksi antibodi dapat sampai 10 hari atau lebih lama
khususnya pada individu dengan kondisi immunocompromised. 3,12

Gambar 2. Patogenesis Leptospirosis


(Sumber: Goncalves-De-Albuquerque CF et al. Leptospira and Inflammation. Mediators of
Inflammation.2012.)

Tingkat keterlibatan organ bervariasi yang disebabkan oleh leptospira


yang berbeda di berbagai belahan dunia. Semua bentuk leptospira dapat merusak

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
5
dinding pembuluh darah kecil, kerusakan ini menyebabkan vaskulitis dengan
kebocoran dan ekstravasasi sel, serta perdarahan. Leptospira juga dapat masuk ke
ruang anterior mata dan menyebabkan uveitis. Perdarahan juga dapat terjadi pada
pleura, alveoli, dan trakeobronkial.2,3,9,11
Leptospira adalah kuman nefrofilik yang dapat menyerang ginjal secara
invasi langsung. Seluruh bagian ginjal dapat terkena infeksi leptospira. Nefritis
interstisial (AIN) merupakan lesi pertama yang dapat dijumpai, bahkan sebelum
muncul gejala klinis. Selanjutnya pasien dapat mengalami nekrosis tubular, yang
dapat menyebabkan komplikasi acute kidney injury (AKI). Selain karena invasi
langsung leptospira, adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemik
ginjal juga berperan menyebabkan keruskan ginjal. Kerusakan pada pembuluh
darah dapat menyebabkan kebocoran kapiler, hipovolemia, dan syok.
Hipovolemia akibat dehidrasi atau perubahan permeabilitas kapiler dapat
berkontribusi terhadap perkembangan gagal ginjal. 5,9,11
Ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena
kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi
bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah, terjadinya perdarahan
pada jaringan dan hemolisis intravaskuler yang meningkatkan kadar bilirubin,
infiltrasi sel limfosit serta proliferasi sel kupffer sehingga terjadi kolestatik intra
hepatik. Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain karena penurunan
hepatic flow dan toksin yang dilepaskan oleh leptospira. Leptospirosis berat dapat
menyebabkan pankreatitis akut, ditandai dengan peningkatan kadar amilase dan
lipase serta keluhan nyeri perut.3,5,9,11
Invasi leptospira ke otot rangka menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi
miofibril dan nekrosis fokal. Pada leptospirosis berat, vaskulitis mengganggu
mikrosirkulasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler, yang mengakibatkan
kebocoran cairan dan hipovolemia. Pada jantung dapat terjadi perdarahan fokal
endokardium, miokardium, dan epikardium. 9,11

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
6
V. DIAGNOSIS
A. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis leptospirosis sangat bervariasi dan tidak spesifik,
tergantung pada faktor host dan patogen. Secara umum, manifestasi klinis dapat
dibagi menjadi dua sindrom klinis yang berbeda yaitu leptospira anikterik dan
leptospira ikterik. Karakteristik perjalanan penyakit leptospirosis yang bifasik
dapat terjadi pada leptospirosis anikterik dan ikterik. Leptospirosis pada fase
akut atau leptospiremia berlangsung sekitar satu minggu, diikuti oleh fase imun
yang ditandai oleh produksi antibodi dan ekskresi leptospira dalam urin. Sekitar
90% pasien datang dengan penyakit demam anikterik ringan dan 10% sakit
parah dengan ikterik dan manifestasi lainnya (Weill’s diseasa). Masa inkubasi
biasanya 1-2 minggu dengan kisaran 2 hingga 20 hari.9,12-14

1. Leptospirosis anikterik
Leptospirosis anikterik adalah bentuk penyakit yang lebih umum dan
lebih ringan, dan seringkali bersifat bifasik. Fase leptospiremia dengan
gejala demam, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
diare dan suffusion konjungtiva. Demam tinggi dan remiten mencapai
puncak 40°C sebelum terjadi penurunan suhu. Pada kasus ringan demam
akan menghilang setelah 3-9 hari. Suffusion konjungtiva biasanya muncul
pada hari ketiga atau keempat. Mialgia biasanya melibatkan otot-otot di
betis, perut, dan daerah paraspinal. Jika mengenai region leher, kaku kuduk
akan menyerupai meningitis. Nyeri tekan abdomen dapat menyerupai akut
abdomen. Manifestasi di kulit yang terlihat pada leptospirosis ringan
termasuk urtikaria, makula atau makulopapular, ruam erythematous atau
purpura. Sebagian besar pasien menjadi asimptomatik dalam 1 minggu.
Setelah beberapa hari (2-3 hari), pada beberapa pasien gejala kembali
muncul disebut fase imun. Fase imun terdiri dari demam yang tidak begitu
tinggi, nyeri kepala hebat, meningitis aseptik, konjungtiva hiperemis,
uveitis, hepatospenomegali, kelainan paru, dan ruam kulit.5,7,14

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
7
.
2. Leptospirosis ikterik
Leptospirosis ikterik, juga dikenal sebagai sindrom Weil. Bentuk
leptospirosis ini lebih mengancam jiwa daripada bentuk anikterik.
Leptospirosis ikterik biasanya jauh lebih parah dengan perjalanan klinis
seringkali sangat progresif. Awal mula Sindrom Weil sama seperti
leptospirosis anikterik. Fase leptospiremia pada leptospirosis ikterik sama
dengan leptospiremia anikterik. Manifestasi yang mencolok terjadi pada fase
imun, ditandai dengan disfungsi hepatorenal disertai hemoragik. Demam
tinggi dan adanya kuning yang persisten dapat mengaburkan dua fase pada
leptospirosis ikterik.4,14-15
Manifestasi tidak umum lainnya adalah limfadenopati generalisata,
faringitis, dan kolesistitis akalkulus. Perdarahan kadang terjadi pada kasus
anikterik tetapi paling sering pada penyakit yang berat. Semua bentuk
leptospirosis dapat menyebabkan disfungsi ginjal. Gambaran mulai dari yang
ringan berupa proteinuria ringan dan abnormalitas sedimen urin hingga berat
berupa AKI. Gangguan ginjal yang sering ditemukan adalah gagal ginjal non-
oliguria dengan hipokalemia ringan (41-45% kasus). Anuria total dengan
hiperkalemia merupakan tanda prognostik buruk. 7,14

B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kepentingan diagnosis leptospirosis wajib
dilakukan karena gambaran klinis leptospirosis tidak spesifik.
1. Pemeriksaan darah rutin
Leukositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia.
Trombositopenia (<100.000 trombosit/mm3).5,16
2. Laju Endapan Darah (LED)
Basanya didapatkan peningkatan LED disebabkan adanya proses inflamasi.16
3. Apusan Darah Tepi
Apusan darah Tepi menunjukkan leukositosis dengan shift to left dan
trombositopenia.19

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
8
4. Pemeriksaan Kimia
a. Tes fungsi hati
Leptospiroris anikterik menunjukkan sedikit peningkatan kadar
aminotransferase, bilirubin, dan alkaline phosphatase (ALP), sedangkan
leptospirosis ikterik, tes fungsi hati umumnya menunjukkan peningkatan
bilirubin yang signifikan dengan sedikit peningkatan enzim transaminase
dan peningkatan ALP.15
a. Tes fungsi ginjal
Pada gangguan fungsi ginjal ureum dan kreatinin akan meningkat. Tingkat
azotemia bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. 7,15
b. Tes Elektrolit
Dapat ditemukan adanya hiponatremia dan hipokalemia.13
c. Creatine kinase (CK)
Biasanya terjadi peningkatan CK karena keterlibatan otot pada penyakit
ini.14
5. Urinalisis
Hasil urinalisis menunjukkan adanya proteinuria, piuria, dan seringkali
hematuria mikroskopis. Hialin dan granular cast juga dapat muncul selama
minggu pertama sakit.15
6. Pemeriksaan Secara Mikroskopis
Leptospira tidak dapat diamati di bawah cahaya mikroskop biasa tetapi
dengan mikroskop lapangan gelap (darkfield). Leptospira terlihat berbentuk
tipis, melingkar dan motil. Sekitar 104 leptospira/ml diperlukan agar satu sel
per bidang dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap. Leptospira dapat
terkonsentrasi dalam darah atau urin dengan sentrifugasi. Pemeriksaan
mikroskopis langsung dari darah dan urin memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah. Menggunakan sampel darah dan urin tidak
direkomendasikan sebagai metode rutin karena adanya artefak (protein,
benang fibrin, debris) dapat menyebabkan positif palsu, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan interprestasi dengan leptospira. Metode ini tinggi

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
9
hasil positif palsu dan negatif palsu. Oleh karena itu, hasil mikroskop
lapangan gelap harus selalu dikonfirmasi dengan tes lain. Teknik ini sangat
berguna untuk mengamati leptospira dalam kultur.4,8,15,18
7. Kultur
Leptospira adalah organisme fastidious sehingga membutuhkan
media khusus. Leptospira tumbuh paling baik dalam kondisi aerobik pada
suhu 28-30°C menggunakan medium semipadat, misalnya Ellinghausen
Mccoughough Johnson Harris (EMJH) dalam tabung reaksi 10 mL dengan
agar 0,1% dan 5-fluorouracil.Kultur diamati setiap minggu dengan
mikroskop lapangan gelap hingga 13 minggu, sebelum kultur dibuang.2,8,9,19
Sampel untuk kultur harus dikumpulkan lebih awal untuk pemberian
antibiotik. Darah dan CSS harus dikultur pada 10 hari pertama penyakit (Fase
leptospiremia) ketika organisme menyebar secara hematogen, dan urin sejak
minggu kedua penyakit yakni selama fase imun. Organisme membutuhkan
waktu 1-4 minggu untuk pertumbuhan pada media kultur. Meskipun
spesifisitas kultur sangat baik, sensitivitasnya sangat rendah yaitu 5% -
50%.13,19,20
8. Tes Serologi
Sebagian besar kasus leptospirosis didiagnosis menggunkan
pemeriksaan serologi. Antibodi dapat terdeteksi pada hari ke 6 sampai 10 dan
mencapai kadar puncak dalam 3-4 minggu, kemudian dapat menurun secara
bertahap tetapi tetap dapat dideteksi selama bertahun-tahun.17
a. Microscopic Agglutination Test (MAT)
Microscopic Agglutination Test adalah metode mikro aglutinasi
sederhana, dengan menentukan antibodi yang teraglutinasi dalam serum
pasien dengan mencampurkannya dengan panel antigen hidup dari
serogroup yang berbeda dari organisme leptospira (tes serogroup). Adanya
aglutinasi diamati menggunakan mikroskop lapangan gelap. Hasil positif
peningkatan titer 4 kali antara fase akut dan konvalesens. Titer tunggal
yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui 1:100 (konversi dari

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
10
seronegatif) menunjukkan dugaan infeksi leptospira. Sensitivitas dan
spesifisitas MAT adalah 92% dan 95%. Untuk mendapatkan sensitivitas
yang optimal, harus menggunakan antigen yang mewakili semua serogrup
yang diketahui ada di wilayah tersebut.8,13
Dibandingkan dengan tes serologis lainnya, MAT dianggap
sebagai gold standar tes serodiagnosis karena spesifisitas diagnostik
(serovar/serogroup) yang tinggi. Hasil negatif palsu pada MAT dapat
terjadi pada sampel tunggal yang diambil sebelum fase imun penyakit.
Reaktivitas silang dapat terjadi baik antara berbagai serogrup Leptospira,
serta dengan spirochetes lain (spesies Treponema dan Borrelia) sehingga
dapat memeberikan hasill positif palsu. Metode ini memiliki beberapa
keterbatasan yaitu tes ini membutuhkan panel organisme hidup yang
spesifik untuk daerah yang diduga telah terinfeksi oleh pasien serta
keahlian laboratorium khusus.8,13,17
b. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tes skrining cepat untuk deteksi antibodi leptospiral pada infeksi
akut telah dikembangkan dikarenakan kerumitan dari MAT. Metode
serologis konvensional seperti enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) banyak digunakan untuk diagnosis leptospirosis. Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay adalah tes spesifik genus yang dapat mendeteksi
antibodi kelas IgM sehingga pada fase awal penyakit leptospirosis tes
dapat diindikasikan. Memiliki sensitivitas yang lebih besar daripada MAT
selama minggu pertama infeksi leptospiral sehingga cenderung positif
pada awal penyakit dari pada MAT.8,13,21
Tes serologi ini dianggap efektif untuk diagnosis cepat, namun
tidak memberikan indikasi serovar yang menginfeksi. Jika tidak ada
antibodi yang terdeteksi atau titer ELISA rendah, sampel serum kedua
harus diperiksa untuk serokonversi. Tes ini memiliki sensitivitas 98% dan
spesifisitas 90,6% pada kasus leptospirosis akut.4,8,16

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
11
c. Rapid Screening tests
Rumitnya metode MAT sehingga dikembangkan tes skrining cepat untuk
deteksi antibodi leptospiral pada infeksi akut. Tes cepat mudah digunakan
dan dapat dilakukan oleh individu tanpa pelatihan teknis khusus. Metode
cepat yang paling sering digunakan adalah metode imunokromatografi
(lateral flow).Tes ini digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik
leptospira dalam serum manusia. Berdasarkan beberapa studi, metode ini
memiliki sensitivitas 79 % dan spesifisitas 92 %.8,18,22,23
9. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase chain reaction adalah metode amplifikasi spesifik DNA
leptospira dalam sampel klinis seperti darah atau urin, cairan serebrospinal,
dan sampel jaringan. Metode ini adalah cara yang cepat, sensitif dan spesifik
untuk mendeteksi infeksi leptospira. Metode ini dapat mengidentifikasi
infeksi dini terutama selama beberapa hari pertama penyakit bahkan sebelum
antibodi terdeteksi. Sejumlah penelitian mengkonfirmasi spesifisitas dan
sensitivitas yang tinggi, dengan kemampuan mendeteksi sedikitnya 10
organisme dalam sampel. Namun, PCR membutuhkan peralatan khusus,
ruang laboratorium khusus, dan juga petugas terampil. Metode Ini juga dapat
memberikan hasil positif palsu dengan adanya jumlah DNA asing yang
sangat kecil dapat mencemari area kerja.8

Perjalanan leptospira yang bifasik dapat memberikan petunjuk pemilihan


sampel dan metode pemeriksaan yang relevan pada berbagai tahap penyakit
(Gambar 3).

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
12
Gambar 3. Perjalanan penyakit Leptospirosis
(Sumber : Speelman P et al. Leptospirosis. In: Harrison’s Infectious Diseases. 2010)

VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


Leptospirosis dapat paling sering didiagnosis banding dengan demam
berdarah dengue, hepatitis, malaria dan demam tifoid.9

Tabel 1. Diferentia Diagnosis Leptospirosis5


Leptospirosis Hepatitis Tifoid Malaria DBD

Demam + + + + +

Nyeri otot(betis) + - - - -

Bilirubin direk ↑ ↑ N N N

Manifestasi + - - - +
perdarahan
Leukosit ↑ ↑ ↑ ↑ ↑

Trombosit ↓ N N N ↓

Ureum/kreatinin ↑ N N N N

SGOT/SGPT N/↑ ↑ N N N

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
13
VII. TERAPI
Sebagian besar kasus leptospirosis ringan dan sembuh secara spontan.
Inisiasi dini terapi antimikroba dapat mencegah beberapa pasien berkembang
menjadi penyakit yang lebih parah. 22

Tabel 2. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis.5,22


Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg
Ampisilin 4 x 500-750 mg
Amoksisilin 4 x 500 mg
Azitromisin 1 x 500 mg
Leptospirosis Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV)
sedang/berat Ampisilin 1 gram/6 jam (IV)
Amoksisilin 1 gram/6 jam (IV)
Ceftriaxon 1 g IV setiap 24 jam (IV)
Cefotazim 1 g IV setiap 6 jam (IV)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/minggu

VIII. PROGNOSIS
Prognosis leptospirosis tergantung pada keparahan penyakit dan
komplikasinya. Leptospirosis anikterik biasanya memiliki prognosis yang baik.
Namun perdarahan paru yang fatal dan miokarditis kadang-kadang dapat terjadi
pada kasus ini. Tingkat mortalitas kasus Weil disease adalah 15-40%, dan lebih
tinggi pada pasien berusia di atas 60 tahun.14

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
14
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IM
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 26-05-1977
Usia : 42 tahun
Masuk rumah sakit : 8 Desember 2019
Nomor rekam medik : 903898

II. ANAMNESIS
Keluhan utama: Demam
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk dengan keluhan demam yang dialami sejak kurang lebih 2
minggu yang lalu. Demam terutama waktu sore menjelang malam hari,
demam turun saat minum parasetamol kemudian naik kembali. Merasa
mual setiap makan, muntah tidak ada, riwayat muntah ada sebanyak dua
kali. Nyeri ulu hati ada dan napsu makan menurun. Batuk tidak ada, sesak
napas tidak ada, nyeri dada tidak ada, penurunan berat badan tidak ada.
Buang air besar (BAB) encer, dirasakan 4 hari setelah muncul demam,
dialami 3-5 kali per hari. BAB bercampur darah tidak ada, lendir tidak
ada, ampas ada. Buang air kecil (BAK) lancar, volume kasan cukup.
Riwayat BAK nyeri tidak ada, berpasir tidak ada, dengan darah tidak ada.
Riwayat berpergian kedaerah endemis malaria disangkal. Riwayat
perdarahan gusi dan hidung tidak ada.

2. Riwayat penyakit sebelumnya


- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat diabetes mellitus tidak ada
- Riwayat tifoid sebelumnya tidak ada
- Riwayat malaria dan DBD tidak ada

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
15
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status umum
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 39,9 °C
b. Status generalis
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis dan sklera ikterik tidak ada
Dada : Bentuk dan pergerakan simetris.
Paru : Bunyi napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
Jantung : Bunyi jantung satu dan dua regular, tidak ada murmur.
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas: Akral hangat, edema tidak ada

IV. PLANING
a. Rencana Pemeriksaan
- Darah rutin - Anti HIV Elisa
- SGOT, SGPT - Widal
- Elektrolit - GDS
- Ureum, kreatinin - EKG

c. Rencana Terapi
- NaCl 0,9 % 20 tetes/menit
- Omeprazol 40 mg per 24 jam
- Parasetamol
- Attapulgit 2 tab pertama kali minum dilanjut 1 tablet tiap kali BAB
encer, maksimal 8 tab/hari

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
16
V. DATA LABORATORIUM
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin
Parameter 08/12/19 13/12/19 18/12/19 Nilai Satuan
Rujukan
WBC 4.5 6.5 7.3 4.50-13.50 103 /µL
RBC 4.60 3.38 3.27 4.00- 5.40 106/ µL
HGB 12.6 9.3 9.0 12.0-15.0 g/dL
HCT 35 26 27 35.0 – 49.0 %
MCV 76 77 83 78 – 94 fL
MCH 27 28 28 26 – 32 Pg
MCHC 36 36 33 32 – 36 g/dL
PLT 51 87 210 150 – 450 103/ µL
RDW-CV 14.5 15.4 11.8 11.5 – 14.5 %
PDW 00.0 15.1 15.0 10.0 – 18.0 fL
MPV 00.0 11.1 8.4 9.0 -13.0 fL
PCT 0.00 0.00 0.18 0.17 – 0.35 %
NEUT 77.3 60.6 63.3 50 – 70 %
LYMPH 19.4 31.9 29.9 20 – 40 %
MONO 3.1 7.0 5.2 2.0 – 8.0 %
EO 0.0 0.2 1.1 1.0 – 3.0 %
BASO 0.2 0.3 0.5 0.0 – 1.0 %
Kesan : - Trombositopenia
- Neutrofilia
- Anemia Normositik normokrom

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah


Parameter 08/12 09/12 13/12 16/12 18/12 19/12 Nilai Rujukan Satuan

GDS 143 < 140 mg/dl


SGOT 201 105 <38 106/ µL
SGPT 101 173 < 41 U/L
Bil. Total 0.58 < 1.1 U/L
Bil. Direk 0,24 < 0.3 mg/dl
Ureum 76 211 112 38 10-50 mg/dl

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
17
3.34 8.92 2.88 1.90 L(<1.3);
Kreatinin mg/dl
P(<1.1)
350.1 L(<190);
CK U/L
P(<167)
Natrium 127 124 136-145 mmol/L
Kalium 2.9 2.9 3,5-5,1 mmol/L
Clorida 96 93 97-111 mmol/L
Kesan : - Peningkatan enzim-enzim transaminase
- Azotemia
- Imbalance elektrolit
- Peningkatan enzim kreatinin kinase

Hasil Pemeriksaan Serologi


Pemeriksaan 08/12 09/12 13/12 16/12 Nilai Rujukan
S. Typhi O 1/320 Negatif
S. Parathyphi A O 1/160 Negatif
S. Parathyphi B O 1/160 Negatif
S. Parathyphi C Negatif Negatif
Anti body HIV 0.04 Negatif
Antigen HIV 0.02 Negatif
Leptospira Stick Positif Negatif
HBsAg (ICT) Negatif Negatif
Anti HCV (ICT) Negatif Negatif
Dengue IgG Negatif Negatif
Dengue IgM Negatif Negatif
Kesan : - Antibodi leptospira positif

Hasil Pemeriksaan Urinalisis


09/12 Nilai Rujukan
Warna Kuning 4.5-8.0
pH 5.5 1.005- 1.035
Berat Jenis 1.020 Negatif
Protein +++ Negatif

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
18
Glukosa Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Blood +++ Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Vit C 0 Negatif
Sedimen
Lekosit 8 0-4 /LPB
Eritrosit 11 0-3/LPB
Torak 10 0-1/LPB
Kristal - 0-2/LPB
Epitel - 0-5/LPB
Lain-lain -
Kesan : - Proteinuria
- Hematuria
- Leukosituria

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
19
IV. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT

Hari S O A P
pengamatan

Hari 1 Demam, menggigil tidak Kesan umum: sakit sedang. - Demam tifoid Rencana terapi
ada. BAB encer, ampas Composmentis, GCS 15 - Diare kronik non
(08/12/19) inflamatorik IVFD NaCl 0,9% 28 tetes/menit
ada, lendir dan darah
Tanda vital: - AKI pre renal
23.00 tidak ada, sakit kepala KCL 25 mEq dalam NaCL 0,9 %
TD : 100/60 mmHg - Suspek leptospirosis
tidak ada. Mual ada, 100 cc
N : 120 kali/menit - Trombositopenia
muntah tidak ada, nyeri
P : 20 kali/menit proevaluasi Ceftriaxone 3 gr/ 24 jam/IV
ulu hati tidak ada.
T : 38,8ºC - Elevated liver
enzyme Sistenol 1 tablet/8 jam/oral
Status generalis: - Hiponatremia,
Hipokalemia Attapulgit 1 tab tiap BAB,
Mata : Konjunctiva tidak anemis, maksimal 8 tab/hari
sklera tidak ikterik
Lidah thipoid (+) Maxilive/12 jam/oral
Paru : vesikuler, rochi & whezeng
(-) Rencana Tes
Abdomen : peristaltik usus (+) dbn
Analisis feses, cek elektrolit post
Extremitas : edem tidak ada, nyeri
tekan gastroknemeus (+) koreksi, HBsAg, Anti HCV, ADT,
Urinalisis
Laboratorium 8/12/1019
HB : 12,6 - Ureum : 76
WBC : 4.500 - Kreatinin : 3,34
PLT : 51.000 - SGOT : 201
Neutrofil : 77,3 - SGPT : 101

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
20
Na/K/CL : 127/2,9/94
Salmonella Typi O 1/320 H 1/160
Salmonella paratypi A O1/160
H1/160
Salmonella paratypi B O 1/160
Hari 2 Demam, napsu makan Tanda vital: - Demam tifoid Rencana terapi
berkurang, BAB encer TD : 110/70 mmHg - Hepatitis tifosa
(09/12/19) N : 117 kali/menit - AKI IVFD Asering 32 tetes/menit
P : 20 kali/menit - Hiponatremia, Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
T : 37,5ºC Hipokalemia 100cc habis dalam 30 menit
- Diare kronik non
Status generalis: inflamatorik Sistenol 500 mg/8 jam/oral
Konjunctiva anemis (-), Sklera Maxilive/12 jam/oral
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir
KSR 600 mg/12 jam/oral
kering
Attapulgit 1 tab tiap BAB,
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan
maksimal 8 tab/hari
weezhing (-)
Rillus/12 jam/oral
Peristaltik ada, kesan normal, hepar
dan lien tidak teraba Rencana Tes
Edem (-) Cek elektrolit post koreksi,
USG abdomen, Ususl konsul THT-
Laboratorium 9/12/2019
KL
HBsAg : (-)
Anti HCV : (-)
Urinalisis : Protein +++, Blood +++
Analisis Feses : Tidak ada kelainan
Na/K/Cl : 124/2,9/93

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
21
Hari 3 Demam berkurang, Kesan umum: Apatis - Demam thypoid Rencana terapi
lemas, BAB masih encer, - Hepatitis tifosa
(10/12/19) Tanda vital: - AKI pre renal dd IVFD Asering 28 tetes/menit, NaCl
pasien tidak nyambung
TD : 111/70 mmHg Acute on CKD 3 % 500 cc 10 tetes/menit
diajak biacara
N : 106 kali/menit - Diare kronik non Ceftriaxon 3 gr dalam dextrose 5%
P : 20 kali/menit inflamaorik 100cc habis dalam 30 menit
T : 37,1ºC - Susp. Leptospirosis
- Susp. Imunodefisiensi Sistenol 500 mg /8 jam/oral
Status generalis: - Sup. Gangguan fungsi
Attapulgit 1 tab tiap BAB,
kortikal
Konjunctiva anemis (-), Sklera - Trombositopenia maksimal 8 tab/hari
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir proevaluasi Maxilive 1 mg/12 jam/oral
kering - Hiponatremia,
Hipokalemia KSR 600 mg /12 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan
weezhing (-) Rillus/12 jam/oral
Peristaltik ada, kesan normal, hepar Rencana Tes
dan lien tidak teraba
USG abdomen, Usul konsul TS
Edem (-) Psikiatri

Hari 5 Demam, gelisa, bicara Kesan umum: Delirium - Demam thypoid Rencana terapi
meracau, mual tidak ada, - Susp. Meningitis
(12/12/19) Tanda vital: tifosa IVFD Asering 28 tetes/menit, NaCl
makan baik, BAK lancar,
- Hepatitis tifosa 3 % 500 cc 10 tetes/menit
belum BAB. TD : 110/60 mmHg
- AKI pre renal dd
N : 87 kali/menit Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
Acute on CKD
P : 20 kali/menit - Trombositopenia 100cc habis dalam 30 menit/24 jam
T : 37,1ºC proevaluasi Sistenol 500 mg /8 jam/oral (bila
- Hiponatremia, demam)
Hipokalemia

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
22
Status generalis: Maxilive 1 mg/12 jam/oral
Konjunctiva anemis (-), Sklera KSR 600 mg /12 jam/oral
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir
Mecobalamin 500/8 jam/oral
kering
Neurodex 200mg/24 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan
weezhing (-) Gelofusin 500 cc/24 jam
Peristaltik ada, kesan normal, hepar Rencana Tes
dan lien tidak teraba
ADT, kontrol darah rutin, elektrolit,
Edem (-) ureum, kreatinin, GOT, GPT. IgG,
IgM DHF
USG abdomen 9/12/2019:
Splenomegali
Laboratorium
Anti HIV : (-)
Hari 7 Demam tidak ada, bicara Tanda vital: - Demam thypoid Rencana terapi
meracau, gelisa, mual - AKI dd Acute on
(14/12/19) TD : 110/60 mmHg CKD IVFD Asering 28 tetes/menit, NaCl
tidak ada, BAB belum 2
N : 80 kali/menit - Trombositopenia 3 % 500 cc 10 tetes/menit
hari, BAK lancar
P : 20 kali/menit proevaluasi
Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
T : 36,5ºC - Susp. ensefalopati
uremikum 100cc habis dalam 30 menit/24 jam
Status generalis: - Elevated liver Sistenal 500 mg /8 jam/oral (bila
Konjunctiva anemis (-), Sklera enzyme demam)
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir
Maxilive 1 mg/8 jam/oral
kering
KSR 600 mg /24 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
23
weezhing (-) Mecobalamin 500/8 jam/oral
Peristaltik ada, kesan normal, hepar Neurodex 200mg/24 jam/oral
dan lien tidak teraba
Rencana
Edem (-)
Konsul TS ginjal hipertensi
Laboratorium
IgG/IgM dengue : negatif
Hasil ADT :
- Anemia normositik normokrom
susp. kausa PK dengan gambaran
gangguan fungsi ginjal disertai
leukosit dengan tanda infeksi
- Trombositopenia
Hari 9 Demam tidak ada, mulai Tanda vital: - Demam thypoid Rencana terapi
bisa diajak komunikasi, - AKI dd Acute on
(16/12/19) TD : 120/90 mmHg CKD IVFD Asering 28 tetes/menit
gelisa berkurang, BAB
N : 80 kali/menit - Trombositopenia
sudah tidak encer, BAK Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
P : 20 kali/menit - Elevated liver
lancar 100cc habis dalam 30 menit/24 jam
T : 36,4ºC enzyme
Sistenol 500 mg /8 jam/oral (bila
Status generalis:
demam)
Konjunctiva anemis (+), Sklera
Maxilive 1 mg/8 jam/oral
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir
kering KSR 600 mg /24 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan Mecobalamin 500/8 jam/oral
weezhing (-)
Neurodex 200mg/24 jam/oral
Peristaltik ada, kesan normal, hepar

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
24
dan lien tidak teraba Nephrosteril 250 cc/24 jam/
Edem (-) Rencana
CK, anti leptospira, control ureum
kreatinin, darah rutin, GOT, GPT

Hari 10 Demam ada, gelisah Tanda vital: - Weil disease Rencana terapi
berkurang, sudah bias - Anemia normositik
(17/12/19) TD : 120/80 mmHg normokrom ec PK IVFD Asering 28 tetes/menit
diajak komunikasi, sakit
N : 80 kali/menit - Gangguan mental
kepala tidak ada Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
P : 20 kali/menit organic ec suspek
100cc habis dalam 30 menit/24 jam
T : 36,5ºC neuroleptospira
- AKI Sistenal 500 mg /8 jam/oral (bila
Status generalis:
demam)
Konjunctiva anemis (+), Sklera
Maxilive 1 mg/8 jam/oral
ikterik (-), Lidah kotor ada, bibir
kering Mecobalamin 500/8 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan Neurodex 200mg/24 jam/oral
weezhing (-)
Nephrosteril 250 cc/24 jam/
Peristaltik ada, kesan normal, hepar
dan lien tidak teraba Rencana

Edem (-) CT-Scan kepala

Laboratorium:
Anti leptospira: Positif
CK : 350

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
25
Hari 12 Demam tidak ada, Mual Tanda vital: - Weil disease Rencana terapi
tidak ada, napsu makan - Anemia normositik
(18/12/19) TD : 100/80 mmHg normokrom ec PK IVFD Asering 28 tetes/menit
baik, BAB biasa, BAK
N : 80 kali/menit - AKI
lancar Ceftriaxon 3 g dalam dextrose 5%
P : 20 kali/menit - Elevated liver
100cc habis dalam 30 menit/24 jam
T : 36,5ºC enzyme
- Post derlirium ec Sistenol 500 mg /8 jam/oral (bila
Status generalis: neuroleptospira demam)
Konjunctiva anemis (+), Sklera
Maxilive 1 mg/8 jam/oral
ikterik (-),
Mecobalamin 500/8 jam/oral
Bunyi nafas vesikuler, ronchi dan
weezhing (-) Neurodex 200mg/24 jam/oral
Peristaltik ada, kesan normal, hepar Nephrosteril 250 cc/24 jam/
tidak teraba, lien teraba schuffner,
Edem (-) Rencana
Kontrol SGOT, SGPT, DR, ureum,
kreatinin
Bilirubin direk/indirek
Usul rawat jalan

Hari 14 Pasien dipulangkan, - Weils disease Terapi pulang :


rawat jalan - Anemia normositik
(20/12/19) normokrom ec PK Sistenol tab /8 jam/oral
- AKI Maxiliv /8 jam oral
- Elevated liver
enzyme Levofloxacin 500 mg/24 jam/oral
- Post derlirium ec
neuroleptospira

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
26
Instruksi pulang :
Kontrol poliklinik infeksi tropis
tanggal 24 desember 2019

V. DIAGNOSIS
Primer : Weils Disease
Sekunder : - Demam tifoid
- Acute Kidney Injury
- Anemia normositik normokrom
- Elevated liver enzyme
- Neuroleptospirosis

VI. REKOMENDASI
- Kontrol Darah rutin
- Kontrol elektrolit
- Kontrol SGOT/SGPT

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
27
VII. PEMBAHASAN
Tn. IM 45 tahun masuk RS dengan keluhan demam yang dialami ± 2 minggu
sebelum masuk RS, demam naik turun, demam terutama waktu sore menjelang
malam. Demam turun saat diberi parasetamo kemudian naik lagi, menggigil tidak
ada. BAB encer dialami beberapa hari setelah muncul demam, frekuensi lebih dari 3
kali, ampas ada, lendir tidak ada, darah tidak ada. BAK lancar, volume kesan cukup,
warna kuning jernih. Hasil pemeriksaan TD 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, suhu
39,9oC, pernapasan 20x/menit. Sklera ikterik tidak ada, injeksi konjungtiva ada, lidah
tifoid positif, nyeri tekan gastrocnemius ada. Hasil pemeriksaan laboratorium saat
masuk didapatkan PLT : 51.000, Neutrofil 77,3, Limfosit 19,4, Ureum : 76, Kreatinin
: 3,34, SGOT : 201, SGPT : 101, Natrium : 127, Kalium : 2,9, klorida : 94,
Salmonella typhi O 1/320, H 1/160, Salmonella paratyphi A O 1/160, H 1/160,
salmonella paratyphi B O 1/160. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang awal, pasien didiagnosis demam tifoid, suspek leptospirosis,
diare kronik non inflamatorik dan AKI pre renal.
Keluhan utama pasien ini adalah demam yang dialami kurang lebih 2 minggu
sebelum masuk RS. Demam pada pasien ini dapat disebabkan karena adanya infeksi
bakteri leptospira maupun salmonella typhi sehingga menyebabkan perubahan suhu
tubuh pasien. Selain invasi leptospira, beberapa komponen bakteri seperti
peptidoglikan, lipopolisakarida (LPS) dan protein membrane luar terutama
glikolipoprotein dapat mengaktivasi sel-sel fagosit mononuklear. Aktivasi tersebut
menyebabkan pelepasan sitokin seperti IL-1, TNF dan interferon α oleh sel-sel
fagosit mononuklear. Sitokin bekerja pada sel endotel khususnya pembuluh darah
dalam hipotalamus menyebabkan pelepasan prostaglandin yang bekerja pada sel-sel
hipotalamus sehingga menimbulkan peningkatan suhu tubuh.9,24,25
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira
patogen yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung dari hewan ke manusia.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah, atau lumpur yang
terkontaminasi dengan urin binatang. Pasien ini memiliki faktor risiko terinfeksi

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
28
leptospira karena memiliki riwayat kontak dengan genangan air 1 minggu sebelum
muncul demam.5,8
Hasil pemeriksaan darah rutin dan apusan darah tepi pasien, didapatkan
anemia normositik normokrom dan trombositopenia. Manifestasi hematologis yang
relatif sering pada leptospirosis adalah trombositopeni, terjadi pada 40,0 - 86,6%
infeksi. Vaskulitis, penurunan produksi trombosit, dan peningkatan kerusakan perifer
serta konsumsi trombosit dianggap sebagai penyebab potensial trombositopenia.
Penurunan produksi trombosit disebabkan penekanan sumsum tulang, karena efek
toksik langsung dari leptospira. Anemia kemungkinan disebabkan karena adanya
perdarahan (hematuria) pada pasien akibat cedera endotel, tanda perdarahan lain
pada pasien adalah adanya injeksi konjungtiva yang ditemukan pada pemeriksan
fisik.26,27
Atas dasar peningkatan kadar ureum dan kreatinin pasien didiagnosis
sekunder AKI. Leptospirosis adalah penyebab tersering terjadinya AKI, yang terjadi
pada 16 hingga 40% kasus. AKI ditandai dengan adanya akumulasi kreatinin, urea,
dan produk sisa metabolik lainnya setelah terjadi penurunan mendadak dari fungsi
ginjal. Fungsi ginjal dapat pulih dengan perawatan suportif yang tepat. Leptospira
termasuk kuman nefrofilik yang dapat menyerang seluruh bagian ginjal secara invasi
langsung. Beberapa faktor yang berperan pada patogenitas AKI adalah efek toksik
langsung leptospirosis bersama dengan hipotensi, hipovolemia, hipoksemia, ikterik,
dan rabdomiolisis. 3,13,15,28,29

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
29
Gambar. 3. Patogenesis AKI
(Sumber : Daher ED, Abreu KL, Junior GB. Leptospirosis-Associated Acute Kidney Injury. 2010)

Acute kidney injury pada pasien dapat disebabkan karena efek toksik
langsung leptospira ke tubulus proximal, keadaan dehidrasi yang dapat disebabkan
demam dan diare yang dialami kurang lebih 2 minggu sebelum masuk RS, dan juga
disebabkan toksisitas langsung mioglobin terhadap ginjal. Hari kedua pasien dirawat
dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti HCV rapid dengan hasil keduanya negatif.
Hari ketiga pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan IgG, IgM anti dengue dengan
hasil negatif. Pada hari ke 9 dilakukan pemeriksaan anti leptospira dipstick dengan
hasil positif dan ditemukan peningkatan kadar CK. Hasil pemeriksaan tersebut
membuat diagnosis leptospirosis tegak serta menyingkirkan adanya infeksi virus
hepatitis B, hepatitis C, dan virus dengue. Berdasarkan gejala, tanda, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosis weil’s disease.
Weil’s disease adalah bentuk parah dari penyakit leptospirosis (leptospirosis
berat), karakteristik klasik penyakit ini ditandai dengan adanya pendarahan,
gangguan hati, dan gangguan ginjal. Adanya ikterik dikaitkan dengan prognosis yang
buruk dari penyakit ini. Weil’s disease dapat terjadi tanpa disertai ikterus. Kelainan
hati yang dapat terjadi meliputi hepatomegali, nyeri kuadran kanan atas,

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
30
hiperbilirubinemia direk dan indirek, peningkatan alkali fosfatase (ALP),
hipoprothrombinemia, hipoalbuminemia, peningkatan enzim-enzim transaminase,
dan kolesistitis akalkulus. Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain karena
penurunan hepatic flow dan toksin yang dilepaskan oleh leptospira. Peningkatan
kadar enzim-enzim transaminase biasanya sedang dan fungsi hati akan kembali
normal selama pemulihan meskipun perbaikannya lambat. Pada pasien ini ditemukan
adanya peningkatan enzim-enzim transaminase.3,13, 27,31
Perjalanan penyakit leptospirosis ialah bifasik, yaitu terdiri dari fase
leptospiremia dan fase imun. Leptospirosis pada fase leptospiremia berlangsung
sekitar satu minggu, diikuti oleh fase imun. Fase leptospiremia dengan gejala
demam, menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, diare dan
suffusion konjungtiva. Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dimulai
dalam 5-7 hari setelah infeksi, namun produksi antibodi dapat sampai 10 hari atau
lebih lama khususnya pada individu dengan kondisi immunocompromised. Pasien ini
telah mengamali 2 fase perjalanan penyakit leptospirosis yaitu mengalami gejala
demam, mual, diare dan injeksi konjungtiva yang merupakan menifestasi klinis pada
fase leptospiremia. Sedangkan hasil dari pemeriksaan anti leptospira yang positif
menandakan telah terbentuknya antibodi leptospira. 3,5,12,14
Disfungsi ginjal pada leptospirosis biasanya non-oliguria dan berhubungan
dengan hipokalemia. Hipokalemia merupakan temuan laboratorium yang paling khas
pada pasien AKI akibat leptospirosis. Pada pasien ini ditemukan AKI non oliguria
yang merupakan karakteristik tersering dari AKI yang terjadi pada leptospirosis.
Resistensi medullary collecting tubule terhadap vasopresin menyebabkan defek pada
mengkonsentrasi urin, menyebabkan poliuria. Hipokalemia disebabkan peningkatan
sekresi kalium di tubulus distal yang disebabkan oleh peningkatan aliran urin dan
juga disebabkan oleh peningkatan aldosteron dan kortisol. Cedera tubulus proksimal
menyebabkan pengurangan reabsorpsi natrium. Hiponatremia pada leptospirosis
dapat juga disebabkan karena peningkatan kadar hormon antidiuretik, peningkatan
masuknya natrium ke dalam sel, kehilangan natrium, dan penyumbatan

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
31
osmoreseptor. Gangguan elektrolit bersifat sementara, dan membaik ketika infeksi
dikontrol.7,13,29,30
Myalgia ditemukan pada hampir semua kasus leptospirosis, terutama pada
otot betis. Peningkatan kadar creatine kinase (CK) disebabkan rabdomiolisis, telah
dilaporkan pada 45% hingga 62% kasus. Invasi leptospira ke otot rangka
menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi miofibril dan nekrosis lokal.
Rabdomiolisis merupakan cedera jaringan otot rangka yang berakibat terlepasnya
komponen serat otot (elektrolit, mioglobin, kreatin kinase, dan protein sarkoplasma
lainnya) ke cairan ekstrasel dan sirkulasi. Keruskan otot tersebut yang menyebabkan
ditemukannya nyeri tekan gastrocnemeus pada pemeriksaan fisik dan dari
laboratorium ditemukan peningkatan kadar CK pada pasien ini.30,32,33
Hasil pemeriksaan urinalisis pasien didapatkan adanya hematuria dan
proteinuria. Sebagian besar kasus leptospirosis memiliki proteinuria yang signifikan
dan banyak yang mengalami hematuria mikroskopis atau makroskopik dengan atau
tanpa adanya thorax. Selama dirawat, pasien pernah mengalami gangguan kesadaran
yaitu bicara meracau, tidak bisa diajak komunikasi sampai tidak mengenal dirinya
sendiri. Hal ini disebabkan infeksi leptospira yang juga dapat mengenai organ otak,
gambaran psikologis yang dapat terjadi pada kasus berat akut adalah delirium hingga
demensia.20,25

VIII. RESUME
Pasien masuk RS dengan keluhan demam sejak 2 minggu yang lalu, demam
naik turun, demam terutama waktu sore menjelang malam. Demam turun saat diberi
parasetamo kemudian naik lagi, menggigil tidak ada, sakit kepala tidak ada. Mual
ada, BAB encer kurang lebih 2 minggu, frekuensi lebih dari 3 kali, ampas ada, lendir
tidak ada, darah tidak ada. BAK lancar, volume kesan cukup, warna kuning jernih
Hasil pemeriksaan fisik TD 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, suhu 38,8oC,
pernapasan 28x/menit. Konjungtiva anemis tidak ada, sclera ikterik tidak ada, injeksi
konjungtiva ada, lidah tifoid positif, nyeri tekan gastrocnemius ada. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia, azotemia, peningkatan

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
32
enzim-enzim transaminase, hipokalemia, hiponatremia, Salmonella typhi O 1/320, H
1/160, Salmonella paratyphi A O 1/160, H 1/160, salmonella paratyphi B O 1/160.
Anti leptospira positif dan hasil pemeriksaan USG didapatkan splenomegali.
Terapi hidrasi adekuat 1500-2000cc/24 jam, infus asering 28 tetes/menit
cabang dengan NaCL 3 % 500 cc 10 tetes/menit, KCL 25 mEq dalam NaCl 0,9%
100 cc habis dalam 6 jam, ceftriaxone 3 gr/24 jam/IV, sistenol 1 tab/8 jam/oral,
attapulgite 2 tab lanjut 1 tab tiap BAB encer, maxilive 1 tab/12 jam/oral, rhillus 1
tab/12 jam/oral.

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sucipto MPG, Nababan RM, Falamy R. Ikterus yang Disebabkan oleh Suspek
Leptospirosis. Jurnal Medula. 2017. 7.4: 20-25.
2. Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Spirochetes and Other Spiral Microorganisms. In:
Medical Microbiology. 26th Edition. Mc Graw Hill Companies. 2013: 335-7
3. Rampengan NH. Leptospirosis. Jurnal Biomedik. 2016. 8.3: 143-50
4. Brinkley C, Hatcher C. Zoonotic Diseases. In: Text Book of Diagnostic
Microbiology. Fifth Edition. Saunders Elsevier. 2015: 942-53
5. Zein Umar. Leptospirosis dalam Buku Ajar Imu Penyakit. Edisi 4. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Jakarta.
2006:1823-25
6. Ryan KJ, Ray CG. Spirochetes. In: Sherris Medical Microbiology. McGraw Hill
Companies. 2014: 641-59
7. Amin LZ. Leptospirosis. Cermin Dunia Kedokteran. 2016. 43.8: 576-580.
8. Khaki P. Clinical Laboratory Diagnosis of Human Leptospirosis. International
Journal of Enteric Pathogens. 2016. 4.1: 1-7.
9. Speelman P, Hartskeerl R. Leptospirosis. In: Harrison’s Infectious Diseases. Mc
Graw Hill Companies. 2010. 660-4
10. Goncalves-De-Albuquerque CF, Burth P, Silva AR, Younes-Ibrahim M, Castro-
Faria-Neto HC, Castro-Faria MV. Leptospira and Inflammation. Mediators Of
Inflammation. 2012. 2012.
11. Tanzil K. Ekologi dan Patogenitas Kuman Leptospira. Jurnal Ilmiah Widya.
2012. 324:10-13
12. Izurieta R, Galwankar S, Clem A. Leptospirosis: The “Mysterious” Mimic.
Journal of Emergencies, Trauma and Shock. 2008. 1.1: 21.
13. Lane AB, Dore MM. Leptospirosis: A Clinical Review Of Evidence Based
Diagnosis, Treatment And Prevention. World J Clin Infect Dis. 2016. 6.4: 61-66.
14. Dutta TK, Christopher M. Leptospirosis – An Overview. Journal of the
Association of physicians of India. 2005. 53: 545-50

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
34
15. Levett PN. Leptospirosis. Clinical Mikrobiologi Reviews. [Internet]. 2001. [cited
2019 December 28]. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11292640
16. Dunay S, Bass J, Stremick J. Leptospirosis: A Global Health Burden In Review.
Emerg Med (Los Angel). 2016. 6.336: 2.
17. Budihal SV, Perwez K. Leptospirosis Diagnosis: Competancy Of Various
Laboratory Tests. Journal Of Clinical And Diagnostic Research: JCDR. 2014.
8.1: 199.
18. Musso D, La Scola, B. Laboratory Diagnosis Of Leptospirosis: A Challenge.
Journal Of Microbiology, Immunology And Infection. 2013. 46.4: 245-252.
19. Kumbhare MR, Surana AR, Arote RA and Borse DG. Current Status of
Leptospirosis: A Zoonotic Tropical Disease. International Journal of
Microbiology and Current Research. 2019. 1.1: 14-1.
20. Khattak MB, Khan SJ, khan A. Leptospirosis: A disease with global prevalence.
2018. 6.5: 219-20
21. Al-Orry W, Arahou M, Hassikou R, Mennane Z. A Review Of Laboratory
Diagnosis And Treatment Of Leptospirosis. [Internet]. 2016. [cited 2019
December 28]. Available at :
https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijpps/article/view/14688/8258
22. Goris MGA, Goarant C, Bourhy P, D’Ortenzio E, Dartevelle S, Mauron C et al.
Prospective evaluation of three rapid diagnostic tests for diagnosis of human
leptospirosis. Plos Neglected Tropical Diseases, 2013, 7.7: e2290.
23. Maze MJ K.J. Sharples K.J. Allan KJ, Rubach MP, Crump JA. Diagnostic
Accuracy Of Leptospirosis Whole-Cell Lateral Flow Assays: A Systematic
Review And Meta-Analysis. Clinical Microbiology and Infection. 2019. 25.4:
437-444.
24. David A, Paul NL. Leptospirosis In Humans. Current Topics In Microbiology
and Immunology. 2015. 387: 65-97.
25. Visith S, Kearkiat P. Nephropathy in leptospirosis. Journal of postgraduate
medicine. 2005. 51.3: 184.

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
35
26. Bannister B, Gillespie S, Jones J. The Nature and Pathogenesis of Infection in
Infection Microbiology and Management. Blackwell Publishing. 2006: 3-25
27. Turgut M, Sünbül M, Bayirli D, Bilge A, Leblebicioglu H, Haznedaroglu I.
Thrombocytopenia Complicating The Clinical Course Of Leptospiral Infection.
Journal Of International Medical Research. 2002. 30.5: 535-540.
28. Wagenaar JF, Goris MGA, Sakundarno MS, Gasem MH, Mairuhu ATA, et al.
Coagulation Disorders Play In The Pathogenesis Of Leptospirosis?. Tropical
Medicine and International Health. 2007. 12.1: 111-122.
29. Moore PK, Hsu RK, Liu KD. Management Of Acute Kidney Injury: Core
Curriculum. American Journal of Kidney Diseases. 2018. 72.1: 136-148.
30. Dolarslan ME, Bardak S, Turgulapt K, Demir S, Kiykim AA. A Rare Cause of
Hyponatremia and Acute Kidney Injury: Leptospirosis. Turkish Nephrology
Dialysis and Transplantation Journal, 2018, 27.2: 218-220.
31. Daher ED, Abreu KL, Junior GB. Leptospirosis-Associated Acute Kidney Injury.
Brazilian Journal of Nephrology (Jornal Brasileiro De Nefrologia). 2010. 32.4:
408-415.
32. El Hasbani George, Farooqui AR, Kofahi A, Saeed Y, Tayeh O et al. Unusual
Presentation of Urban Leptospirosis Complicated By A Septic Shock. Idcases.
2019. E00574.
33. Forbes AE, Zochowski WJ, Dubrey SW, Sivaprakasam V. Leptospirosis and
Weil’s Disease In The UK. Q J Med. 2012. 105:1151–1162
34. Wangko S. Rabdomiolisis. Jurnal Biomedik. 2013. 5 (3): 157-164

Laporan Kasus/Leptospirosis/2020
36

Anda mungkin juga menyukai