MALARIA
DISUSUN OLEH:
Anindya Rezquyta Amelia
030.15.025
PEMBIMBING:
dr.Afifah, Sp.PD
REFERAT
Judul:
MALARIA
Penyusun:
Pembimbing
Puji dan syukur kepada Tuhan Allah SWT , karena atas berkat-Nya saya dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Malaria”. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama kepada dr. Afifah. Sp.PD
selaku pembimbing dalam referat ini, dokter beserta staf SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Budhi Asih, dan rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih
atas bantuan dan dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu penyakit dalam
.
Jakarta, 2019
Penyusun
HALAMAN SAMPUL
PERSETUJUAN………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Siklus Hidup
2.1.5 Patogenesis
2.1.6 Jenis Malaria
2.1.7 Manifestasi Klinis
2.1.8 Diagnosis
2.1.9 Tatalaksana
2.1.10 Kemoprofilaksis
2.1.11 Komplikasi
2.1.12 Prognosis
3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
darah tipis………………………………………………………………….
DAFTAR TABEL
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan morbiditas yang
cukup tinggi di dunia, dan merupakan infeksi yang ke-3 teratas dalam jumlah kematian
terutama di daerah tropis dan sub tropis. Malaria juga merupakan salah satu penyakit menular
yangmasih menjadi salah satu masalah di Indonesia khususnya di beberapa wilayah yang
dinyatakan masih endemis terutama di luar Pulau Jawa. Plasmodium Falciparum adalah
spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian
pertahun secara global. Hal ini disebabkan karena malaria masih merupakan penyakit menular
yang dapat menyebabkan kematian pada kelompok berrisiko tinggi yaitu bayi, balita, dan ibu
hamil dan secara langsung dapat menurunkan produktivitas kerja. 1,2,3
Di Indonesia, sekitar 38% populasi tinggal di daerah berisiko tinggi malaria dan
dilaporkan sebanyak 38.000 orang meninggal setiap tahun karena malaria berat. Pemerintah
memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama
pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan
Presiden Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tahun 2015 - 2019 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi.4,5
Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi
di wilayah timur Indonesia. Kabupaten/ Kota endemis di wilayah Kalimantan dan Sulawesi
menunjukan adanya penurunan dalam empat tahun terakhir.6
Klasifikasi dari epidemiologi malaria dapat juga menggunakan parameter ukur spleen rate
(angka limpa) atau parasite rate (angka parasit) ditentukan pada pemeriksaaan anak-anak usia
2-9 tahun., yaitu sebagai berikut:1
2.1.5 Patogenesis
EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan
stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen
RESA (Ring-erythrocyte surface antigen) yang menghilang setelah parasite masuk stadium
matur. Permukaan membrean EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk
knob dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila
EP tersebut berubah menjadi merozoit, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI atau
glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari
makrofag.1
Sitoaderensi adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan eritrosit
vaskular. Perelekatan terjadi molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat
dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di permukaan endotel vaskular. Sekuenstrasi
adalah sitoaderen menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam
eritrosit matur tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami
sekuenstrasi. Sedangkan Rosetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau
lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit. 14 Rosseting menyebabkan obstruksi aliran darah
lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoaderen.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi
dari toksin malaria. Sitokin ini antara lain tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin 1
(IL-1), IL-6, IL3, lymphotoxin (LT) dan interferon gamma (INF-γ). Dari beberapa penelitian
dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat
seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-α yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa
komplikasi kadar TNF-α, IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian
hasil ini tidak konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal
atau rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenanya
diduga adanya peran dari neurotransmiter yang lain sebagai free radical dalam kaskade ini
seperti nitrit oksida (NO) sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria berat. 1
Akhir-akhir ini banyak diteliti peran mediator NO baik dalam menimbulkan malaria
berat terutama malaria serebral, maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif
karena membatasi perkembangan parasite dan menurunkan efek molekuladesi. Diduga
produksi NO local di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ
tersebut. Sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO tertentu, memberikan perlindungan
terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mungkin menimbulkan malaria berat,
ditunjukkan dari rendahnya kadar nitrit dan nitrat total pada cairan serebrospinal. Anak-anak
penderita malaria serebral di Afrika, mempunyai kadar arginine yang rendah. Masalah peran
sitokin proinflamaasi dan NO pada pathogenesis malaria berat masih kontroversial, banyak
hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling
bertentangan.1
2.1.6 Jenis Malaria
1. Malaria Falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum . Gejala demam timbul intermiten dan dapat
kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam
jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
2. Malaria Vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax . Gejala demam berulang dengan interval bebas
demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax .
3. Malaria Ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale . Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan. Pola
demam seperti pada malaria vivaks.
4. Malaria Malariae
Disebabkan oleh Plasmodium malariae . Gejala demam berulang dengan interval bebas
demam 3 hari.
5. Malaria Knowlesi
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, dan tingginya transmisi
infeksi malaria. Derajat keparahan infeksi dipengaruhi ileh jenis Plasmodium (P. falciparum
sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhada pengobatan),
umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan
kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya.1
Gejala-gejala awal atau disebut juga gejala prodormal, tidak begitu spesifik,
yaitu sakit kepala, lesu, malaise, perut tidak enak, anoreksia, diare ringan, nyeri tulang
dan otot. Gejala-gejala prodormal kemudian diikuti oleh gejala klasik malaria, atau
biasa disebut dengan trias malaria (demam, anemia, dan splenomegali) yang memiliki
karakteristik demam sebagai berikut :
a. Periode dingin:
Pada periode ini pasien mulai merasakan kedinginan hebat diikuti dengan
menggigil seluruh tubuh, gigi gemeretak,diikuti dengan kulit dingin, kering, pucat
dan sianosis. Pasien berusaha membungkus diri dengan selimut. Periode ini
berlangsung selama 15 menit sampai satu jam.
b. Periode panas:
Pada periode ini suhu tubuh meningkat sampai 40°C atau lebih, kulit panas dan
kering, dan muka memerah. Periode ini berlangsung selama dua jam bahkan bisa
mencapai enam jam.
c. Periode berkeringat:
Periode ini pasien mulai berkeringat, mulai dari temporal diikuti seluruh tubuh.
Suhu tubuh menurun dengan cepat dan penderita merasa tubuhnya sehat kembali
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia ialah: destruksi eritrosit oleh parasit, hambatan sementara
eritropoiesis, hemolisis oleh karena kompleks imun yang diperantarai komplemen,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran
limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari
dari serangan infeksi akut, limpa menjadi membesar, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan
organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria.1
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah:1
Serangan primer yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan parkosismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat.
Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari jumlah parasit dan
keadaan imunitas penderita.
Periode laten yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi
malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
Rekrudesensi yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. Rekrudesensi dapat terjadi berupa berulangnya
gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. Sering disebut relaps waktu
panjang.
Rekurens yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.
Relaps atau rechute yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama
dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer atau setelah periode yang
lama dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh
oleh bentuk di luar eritrosit pada malaria vivaks atau ovale.
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
b. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit.
Untuk melihat kepadatan parasit, ada dua metode yang digunakan yaitu semi-
kuantitatif dan kuantitatif. Metode yang biasa digunakan adalah metode semi-
kuantitatif dengan rincian:
(-) : SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
Gambar 2.6 Stadium-stadium dalam siklus hidup P. falciparum pada apusan darah tipis.
A: Bentuk cincin (tropozoid awal). B: Schizont matur, jarang terlihat di sediaan apus
darah perifer karena sekuestrasi mikrovaskular. C: Gametosid, bentuk pisang.11
Malaria berat disebabkan oleh Plasmodium falsiparum. Selain Plasmodium Falsifarum
malaria berat juga dapat disebabkan oleh P. Vivax dan P. Knowlesi.1 Pada Plasmodium
falciparum stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan
temuan hasil laboratorium
Tabel 2.3 Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin 5
Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum maka
diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT yang sama
tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan malaria ovale Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu
DHP ditambah dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan
untuk malaria vivaks.
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis
sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan
dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Tabel 2.4 Pengobatan infeksi campur P.falciparum P.vivax/P.ovale dengan DHP + Primakuin 5
Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan. Untuk anak dengan obesitas gunakan
dosis berdasarkan berat badan ideal. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
Metode pengobatan pada ibu hamil prinsipnya sama dengan pengobatan pada orang
dewasa. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria disesuaikan berdasarkan umur
kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 dan primakuin tidak boleh
diberikan sama sekali pada ibu hamil.5
Tabel 2.5 Pengobatan malaria falsiparum pada ibu hamil8
Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau puskesmas
perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas
dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis
malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.
2.1.10 Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang
bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis,
peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau individu yang akan
bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection
seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain. 2 Sehubungan dengan laporan
tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin
menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak
umur < 8 tahun dan ibu hamil. Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan
klorokuin dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan
klorokuin lebih dan 3-6 bulan.7
2.1.11 Komplikasi
Komplikasi pada malaria berat dapat mencapai renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut.
Pada kehamilan dapat menimbulkan abortus spontan, pertumbuhan janin terhambat (IUGR),
BBLR, malaria kongenital (<5% pada bayi dan ibu terinfeksi), malaria berat pada ibu, kematian
ibu dan janin.8
Tabel 2.7 Penatalaksanaan segera pada manifestasi berat dan komplikasi malaria P.
falciparum8
2.1.12 Progonosis
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan
pengobatan. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %. Prognosis
malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ.
Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %, mortalitas dengan kegagalan 4
atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis
malaria berat yaitu:1,8
- Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Malaria ( malaria disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium (P. falciparum, P. vivax, P. ovale, atau P. malariae, P. knowlesi) di
dalam eritrosit atau jaringan (stadium ekstra eritrositik) yang ditandai dengan demam, anemia
dan pembesaran limpa, menggigil.
Pada tahun 2017, diperkirakan terdapat 219 juta kasus malaria terjadi di seluruh
dunia. Di Indonesia, sekitar 35% populasi tinggal di daerah berisiko tinggi malaria, serta
dilaporkan sebanyak 38.000 orang meninggal setiap tahun disebabkan oleh malaria berat.
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, dan tingginya transmisi
infeksi malaria. Derajat keparahan infeksi dipengaruhi ileh jenis Plasmodium (P. falciparum
sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhada pengobatan), umur
(usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan
,nutrisi, kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya.
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan
darah secara mikroskopik atau Rapid Diagnostik Test (RDT).
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Prognosis malaria berat tergantung dari kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA