TUMOR COLON
Pembimbing
dr. Santi Andiani, Sp.B
Disusun oleh
Anindya Rezquyta Amelia
030.15.025
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Tumor Colon”
dengan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode 23 September 2019 –30 November
2019.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Santi Andiani,
Sp.B, selaku pembimbing, seluruh dokter dan staff bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah Budhi Asih, serta rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik yang telah memberi
dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan, kritik, maupun saran yang
bersifat membangun. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan
masyarakat. Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Neoplasma atau tumor adalah suatu massa abnormal dari sebuah jaringan akibat dari
pertumbuhan atau pembelahan yang abnormal dari suatu sel. Tumor dapat digolongkan
menjadi ganas (malignant) atau jinak (benign). Tumor kolon adalah tumor yang berada di
dalam kolon. Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon, kira-kira 26 % pada caecum
dan colon ascending, 10 % pada colon tranfersum, 15 % pada colon descending, 20 % pada
colon sigmoid, dan 30 % pada rectum. 1
Tumor kolon dibagi menjadi dua secara garis besarnya tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak adalah pertumbuhan non-kanker yang tidak menyebar pada bagian tubuh dan
biasanya tidak membahayakan tubuh. Polip kolorektal adalah tumor jinak yang paling umum
terjadi di kolon. Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di
mukosa kolon. Dasar penting dari keganasan kolon ini adalah proses perubahan secara genetik
pada sel-sel epitel di mukosa kolon
Insiden tumor umumnya terjadi di rectum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor
secara atipikal tidak terdeteksi, meskipun menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul
gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
organ-organ yang berdekatan.2 pada tahun 2017,sekitar 95.520 kasus baru untuk ca kolon
didiagnosis di AS. Jumlah untuk ca kolon jumlahnya cukup sama besar cukup sama pada pria
(47.700) dan wanita (47.820)2
Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab
kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di Amerika Serikat. Dari data Globocan 2012,
insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan
mortalitas 9,5% dari seluruh kasus kanker. Di Indonesia, kanker kolorektal sekarang
menempati urutan nomor 3 , kenaikan tajam yang diakibatkan oleh perubahan pada diet orang
Indonesia, baik sebagai konsekuensi peningkatan kemakmuran serta pergeseran ke arah cara
makan orang barat (westernisasi) yang lebih tinggi lemak serta rendah serat.3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar Histologi Colon
7
Serabut simpatis menginhibisi peristaltik, dan serabut parasimpatis menstimulasi
peristaltik. Colon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknicus dan
plexus presacralis. Serabut parasimpatis yang mempersarafi colon ascendens dan colon
transversum berasal dari nervus vagus dan yang mempersarafi colon descendens dan colon
sigmoideum berasal dari nervus erigentes (S2-S4).
Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang berbeda, maka nyeri alih
pada kedua bagian colon kiri dan kanan berbeda. Nyeri dari lesi pada colon bagian kanan
berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas umbilicus. Nyeri dari
lesi pada colon kiri (colon descendens dan colon sigmoideum) yang berasal dari usus belakang
terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah umbilicus.
8
Pertukaran air dan elektrolit
Colon menyerap air, natrium, klorida, dan asam lemak rantai pendek, serta
mensekresikan kalium dan bikarbonat. Hal ini membantu mempertahankan
keseimbangan cairan dan mencegah dehidrasi. Kemampuan ini hilang pada pasien
dengan ileostoma, sehingga lebih mudah terjadi dehidrasi. Fungsi utama rectum adalah
sebagai resevoir dan menahan 1200cc cairan.
Motilitas colon
Pola kontraksi colon adalah pergerakan retrograd, kontraksi segmental, dan pergerakan
massa. Pergerakan massa akan menyebabkan perpindahan isi colon ke arah anus.
Flora colon
Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri anaerob Bacteroides. Escherichia
coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob. Bakteri colon berperan penting
dalam produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan antibiotik broad-spectrum dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebih dari patogen, khususnya Clostridium difficile.
Gas colon
99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida, hidrogen, dan metana. Gas
dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi karbohidrat dan protein oleh
bakteri dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah. Dalam sehari, volume
flatus sekitar 600cc.
2.3 Definisi 8
Neoplasma atau tumor adalah suatu massa abnormal dari sebuah jaringan akibat dari
pertumbuhan atau pembelahan yang abnormal dari suatu sel. Pertumbuhannya dapat
digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign). Tumor kolon adalah tumor yang
berada di dalam kolon. Keganasan colorectal adalah perkembangan kanker pada colon hingga
rectum. Kanker adalah perkembangan sel yang abnormal yang memiliki kemampuan untuk
metastasis ke jaringan lain.
2.4 Epidemiologi
Kanker kolorektal adalah kanker yang paling umum terjadi kedua dan ketiga terbanyak
pada pria dan wanita. Pada tahun 2012, 614.000 wanita (9,2% dari semua kasus kanker baru)
dan 746.000 pria (10% dari kasus kanker baru) di diagnosis dengan kanker kolorektal diseluruh
dunia. Lebih dari setengah kasus terjadi di Negara maju. Pada 2013,771.000 orang meninggal
9
akibat kanker kolorektal secara global, menjadikan penyakit ini penyebab paling umum
kematian keempat terkait kanker di seluruh dunia setelah kanker paru-paru, hati dan perut.9
Kejadian kasus-kasus baru keganasan ini pada tahun 2015 mencapai 38 per 100.000
orang. Perbandingan laki-laki dan perempuan yang terkena adalah 4 : 1 dan semakin tinggi usia
seseorang semakin besar prevalensi keganasan pada colon dan rectum. Walaupun tingkat
diagnosa dan angka kematian keganasan colon-rectum terus menurun tiap tahun, jumlah kasus
baru akan naik. Hal ini terjadi karena ukuran populasi kita bertambah dan menua setiap tahun.
Diperkirakan pada tahun 2030, angka kejadian keganasan colon-rectum meningkat 60%
menjadi 2,2 juta kasus baru dan 1,1 juta kematian.10 Sedangkan di Indonesia, angka insidens
keganasan pada colon dan rectum adalah 19,1 per 100.000 orang pada pria dan 15,6 per
100.000 orang pada wanita. Pada 8,5-10,2% kasus ini menyebabkan kematian.11,12
2.5 Etiologi dan Faktor Risiko
Identifikasi dari faktor risiko pertumbuhan karsinoma colorectal penting untuk
pelaksanaan skrining dan program survei pada target populasi yang tepat.(10)
Usia
Usia merupakan faktor risiko yang dominan untuk terjadinya karsinoma colorectal.
Lebih dari 90% kasus yang terdiagnosis terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Walaupun
demikian semua orang dari berbagai umur dapat menderita karsinoma colorectal,
sehingga adanya gejala-gejala tertentu yang mendukung penyakit ini, membutuhkan
evaluasi yang menyeluruh.
Faktor herediter
Kurang lebih 80% pasien karsinoma colorectal terjadi secara sporadik, sedangkan pada
sekitar 20% sisanya diketahui adanya riwayat keluarga dengan karsinoma colorectal.
Hal ini menumbuhkan ketertarikan untuk dilakukannya diagnosis dini dengan tes
genetik. Beberapa pemeriksaan telah tersedia untuk mendeteksi defek umum pada gen
APC dan pada gen yang dalam perbaikan mengalami mismatch. Pasien membutuhkan
konseling genetic apabila diduga adanya sindrom familial.
Faktor lingkungan dan diet
Dengan adanya observasi bahwa karsinoma colorectal lebih sering muncul pada
populasi yang memkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat, dibuat suatu hipotesis
yang mengungkapkan bahwa faktor diet berkontribusi dalam karsinogenesis. Diet
dengan asam lemak oleat tinggi tidak meningkatkan risiko. Beberapa studi, termasuk
studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menemukan bahwa konsumsi
10
tinggi daging merah dan/atau daging yang telah diproses meningkatkan risiko kanker
kolon dan rektum Risiko tinggi KKR ditemukan pada individu yang mengkonsumsi
daging merah yang dimasak pada temperatur tinggi dengan waktu masak yang lama..
Penelitian pada hewan membuat kemungkinan bahwa lemak dapat secara langsung
menjadi toksik bagi mukosa colon dan dengan demikian meningkatkan perubahan dini
untuk menjadi keganasan. Sebaliknya diet tinggi serat dapat menjadi suatu pencegahan.
Keterbatasan Aktivitas dan Obesitas
Aktivitas fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity“ merupakan sebuah faktor yang
paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan KKR. Aktivitas fisik
yang reguler mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko KKR sampai
50%. American Cancer Society menyarankan setidaknya aktivitas fisik sedang (e.g.
jalan cepat) selama 30 menit atau lebih selama 5 hari atau lebih setiap minggu. Selain
itu, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang juga
merupakan sebuah faktor yang meningkatkan risiko KKR.
Merokok dan alkohol
Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok tobako dapat menyebabkan KKR.
Hubungan antara merokok dan kanker lebih kuat pada kanker rektum dibandingkan
dengan kanker kolon. Konsumsi alkohol secara sedang dapat meningkatkan risiko
KKR. Individu dengan rata-rata 2-4 porsi alkohol per hari selama hidupnya,
mempunyai 23% risiko lebih tinggi KKR dibandingkan dengan individu yang
mengkonsumsi kurang dari satu porsi alkohol per hari.
Inflammatory Bowel Disease
Pada ulseratif pancolitis, risiko karsinoma ini meningkat sekitar 2% setelah 10 tahun,
8% setelah 20 tahun, dan 18% setelah 30 tahun.
11
1. Hamartoma
Hamartoma dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari
komponen colon normal seperti epitel dan jaringan penghubung. Hamartoma
tidak mempunyai potensi keganasan dan kurang atipik atau invasi. Polip
Juvenil, Sindroma Cronkhite-Canada, Sindroma Peutz-Jeghers mempunyai
karakteristik hamartoma.
a. Polip Juvenil
Terdapat pada anak-anak, kadang-kadang pada dewasa, dan ditemukan
pada seluruh colon. Biasanya tumor mengalami regresi spontan dan tidak
bersifat ganas. Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan, kadang
disertai lendir; karena selalu bertangkai, dapat menonjol keluar dari anus
pada saat defekasi; nyeri abdomen karena autoamputasi polip atau
intussussepsi. Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak perlu
agresif.
b. Sindroma Cronkhite-Canada
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh,
hiperpigmentasi kulit, alopecia, dan distrofi kuku. Kelainan ini tidak
diturunkan secara genetik. Onset rata-rata pada umur 60 tahun. Predileksi
polip yang paling sering di gaster dan colon, jarang pada oesophagus dan
usus halus. Gejala klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan,
anorexia sehingga terjadi penurunan berat badan, malabsorbsi, dan anemia.
Remisi terjadi spontan atau setelah pemberian terapi medikamentosa atau
gastrectomy parsial. Penatalaksanaan dengan polipectomy untuk diagnosis
dan terapi suportif.
12
c. Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh
dan area pigmentasi pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen
autosomal dominan. Seluruh traktus gastrointestinal dapat terkena, namun
paling sering di usus halus. Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun.
Gejala klinik berupa muntah, perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan
merupakan terapi konservatif untuk mengatasi gejala sekunder akibat
ulserasi polip, obstruksi atau intussussepsi. Progresifitas ke arah keganasan
jarang terjadi. Beberapa pasien mempunyai kecenderungan timbulnya
keganasan pada organ lain seperti pankreas, payudara, dan ovarium.
13
2. Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal
dari epitel mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip
metaplastik. Tipe ini merupakan polip colon yang paling sering. Polip
hiperplastik sendiri adalah non-neoplastik, namun sering ditemukan pada
pasien carcinoma colon. Etiologinya belum jelas, diduga karena infeksi
virus. Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi disarankan dilakukan
polypectomy dan dibiopsi untuk diagnosis histologik.
14
3. Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat
inflammatory bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara
patologis. Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.
B. Polip Neoplastik
1. Polip adenomatous
Adenoma colon dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe menurut gambaran
histopatologinya yaitu tubular, villous, dan tubulovillous. Tipe yang paling sering adalah
tubular.
15
Kebanyakan polip ini berukuran kecil, dapat pedunculate atau sessile. Polip yang kecil
berbentuk bulat dan licin, sedangkan yang lebih besar berlobus. Tipe villous lebih jarang.
Polip ini berukuran lebih besar, sessile dan lembut seperti beludru. Tipe tubulovillous
mempunyai karakteristik antara tipe tubular dan villous. Polip yang berukuran besar, tipe
villous, dan atipik verhubungn dengan meningkatnya risiko keganasan.
Patofisiologi adenoma dikarakteristikan sebagai proliferasi berlebihan dengan
maturasi sel yang lambat. Normalnya sel epitel mukosa colon diganti setiap 4 sampai 8
hari, dengan keseimbangan antara pembentukan dan kematian sel, dan migrasi dari 2/3
basal kripta colon. Pada adenoma, proliferasi juga terjadi pada bagian atas kripta dengan
akumulasi sel pada permukaan luminar Kebanyakan pasien dengan polip adenoma adalah
asimptomatik, namun dapat juga terdapat hematochezia, obstruksi, nyeri, mucus
discharge, atau diare. Kebanyakan polip ini ditemukan secara kebetulan. Saat polip
ditemukan pada sigmoidoscopy, maka sebaiknya dilakukan polypectomy total untuk
evaluasi patologis, kecuali jika polip terlalu besar atau sessile. Colonoscopy tetap
diperlukan karena kemungkinan adanya carcinoma colon atau adenoma pada bagian
proximal. Total polipectomy merupakan tindakan diagnostik dan terapetik. Komplikasi
polipectomy adalah perforasi dan perdarahan.
Pada polip colorectal dapat ditemukan carcinoma invasif. Carcinoma invasif pada
polip pedunculate adalah sebuah invasi yang melewati mucosa muscularis. Carcinoma
invasif pada polip sessile selalu memerlukan reseksi colon. Polipectomy total merupakan
terapi definitifnya. Colectomy dengan membuang nodus limfatikus diindikasikan jika ada
risiko tinggi. Sebagai follow up, jika pada adenoma terdapat carcinoma invasif, maka
colonscopy perlu diulang 3 bulan, 1 tahun dan 3 tahun. Jika pada adenoma terdapat
carcinoma in situ atau benign seluruhnya, maka endoscopy diulang 1 tahun dan 3 tahun
kemudian.
Dewasa ini, hipotesis yang diterima adalah bahwa kebanyakan carcinoma colon
berasal dari adenoma benign sebelumnya. Predileksi tersering pada adenoma dan
carcinoma adalah di colon distal dan caecum. Carcinoma timbul dari adenoma yang tak
diterapi. Adenoma yang lebih dari 15 tahun akan berisiko menjadi carcinoma. Sering
terdapat koeksistensi antara bekas adenoma dengan carcinoma colon. Deteksi dini dan
pembuangan polip adenoma diharapkan dapat menurunkan insidensi carcinoma colon.
16
C. Poliposis Neoplastik Herediter
a. Familial adenomatous poliposis (FAP)
Merupakan kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.
Gambaran utamanya adalah polip adenoma difus pada seluruh traktus
gastrointestinal bagian bawah. Biasanya timbul pada dekade kedua, namun
17
dapat juga timbul lebih awal. Kelainan ini berpotensi menjadi keganasan,
dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan keganasan adalah 100%.
Usia rata-rata diagnosis carcinoma adalah 40 tahun, namun dapat juga
didiagnosis pada awal dekade pertama. Perjalanan penyakit dihambat dengan
pembuangan colon yang terkait secepat dan seagresif mungkin sebelum onset
keganasan. Proctocolectomy total dengan anastomosis ileal pouch-anal dapat
mencegah carcinoma colorectal dan menyediakan jalur untuk defekasi.
Alternatif lainnya adalah colectomy subtotal dengan ileoproctostomy, jika tidak
ada polip pada rectum. Keluarga pasien perlu diperiksa dengan proctoscopy
setiap tahunnya mulai dari usia 10 tahun, sehingga diagnosis dan terapi yang
cepat dapat mencegah carcinoma colorectal.
b. Sindroma Gardner’s
Merupakan varian dari familial adenomatous poliposis, yang terdiri dari
poliposis difus pada bagian bawah usus halus, osteoma, kista epidermoid,
18
hipertropi kongenital dari epitel retina berpigmen, polip gaster, usus halus,
pakreas, tiroid, adrenal, paratiroid, retroperitoneal fibrosis dan desmoid tumor.
c. Sindroma Turcot’s
Berhubungan dengan familial poliposis dan tumor susunan saraf pusat.
Kebanyakan tumor otak adalah medulloblastoma dan glioblastoma. Sindroma
Turcot’s merupakan varian fenotip dari pamilial poliposis dan sindroma
Gardner’s, dan diturunkan secara autosomal resesif.
2.6.2 Tumor Ganas 4
a. Hereditary colorectal carcinoma
Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti
runtutan adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi
perubahan keganasan adalah 100%.
Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynch’s Syndrome)
Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan,
manifestasi keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal
colon, dan adanya tendensi lesi synchronous dan metachronous. Pasien
sebaiknya diterapi dengan colectomy subtotal. Carcinoma berkembang dari
polip adenoma melelui progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada
varian dari sindroma ini terdapat peningkatan insidensi keganasan endometium,
gaster, ovarium, dan traktus urinarius. Kriteria untuk sindroma ini adalah:
1. Pada gambaran histopatologis, sekurang-kurangnya didapatkan adanya
3 hubungan dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan
derajat pertama.
2. Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi.
3. Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun.
19
b. Carcinoma colorectal
Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus
gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita. Carcinoma recti
lebih sering pada laki-laki, sedangkan carcinoma colon lebih sering pada wanita.
Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50
tahun.
Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.
Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau
vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan
terutama ditemukan di caecum dan colon ascendens. Tipe skirus
mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif
terjadi karena nekrosis di bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih
lanjut, sebagian besar carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi
ulcus maligna.
Gejala klinis
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala pertama
timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau
akibat metastasis.
- Carcinoma colon kanan:
Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor
obstruksi. Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas,
gejala umumnya nerupa dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat
badan, dan anemia. Oleh karena itu pasien sering datang dalam keadaan
terlambat. Nyeri pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.
- Carcinoma colon kiri dan rectum.
Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan
pola defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmus. Makin ke
distal letak tumor, faeces makin menipis, atau seperti kotoran kambing,
20
atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang
biasa didapat pada carcinoma rectum. Nyeri pada colon kiri bermula di
bawah umbilicus. Pada pemerikasaan fisik, bila tumor kecil maka tidak
teraba pada palpasi abdomen, bila sudah terba berarti sudah menunjukkan
keadaan lanjut. Massa di colon sigmoideum lebih jelas teraba daripada
massa di bagian lain colon. Pemeriksaan colok dubur merupakan
keharusan.
21
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada <10% pasien dengan kanker
kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan
diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin
mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.
Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis
kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga
dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut
divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat
menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat
menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya
merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.
2.8 Patofisiologi
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan karsinoma kolon merupakan
interaksi anatara faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan multiple beraksi terhadap
predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolon.
Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai
dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju
transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan
kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan
dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu proto-
onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper. Proto-
onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat
pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok gen
ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan)
pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan
berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi
reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena
berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. Pada keadaan normal, pertumbuhan
sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara
terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi
22
ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena
mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak
normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu
perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan
waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya
kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan
mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi
adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik,
akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi
gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan
karsinogenesis dimulai
23
Feces dengan mucus
Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya lebih
berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal bagian atas seperti
kelainan pada lambung atau duodenum.
Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti feces.
Dapat teraba massa di abdomen.
Gejala yang berhubungan dengan invasi karsinoma ke vesica urinaria
menyebabkan hematuria atau pneumaturia, atau invasi ke vagina menyebabkan
pengeluaran sekret vagina yang berbau. Ini terjadi pada stadium akhir,
menunjukkan tumor yang besar.
24
Darah pada faeces Samar Samar atau Makroskopis
makroskopis
Faeces Normal Normal Perubahan
bentuk
(atau diare)
Dispepsi Sering Jarang Jarang
Memburuknya Hampir selalu Lambat Lambat
keadaan umum
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat
Pemeriksaan fisik(1,2)
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, namun bila teraba
menunjukkan keadaan lanjut. Massa dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa
di bagian lain colon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul
dengan rectosigmoidoscopy. Foto colon dengan barium merupakan kelengkapan dalam
penegakan diagnosis. Biopsi dilakukan melalui endoskopi.
Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher), yaitu dengan memasukkan jari
yang telah memakai sarung tangan dan diberi lubrikasi untuk meraba daerah yang
abnormal. Tindakan ini hanya dapat mendeteksi tumor yang cukup besar pada bagian
distal dari rektum, tetapi juga berguna sebagai pemeriksaan skrining awal.
25
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari, mudah
berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya, jarak dari garis
anorektal sampai tumor
Pemeriksaan penunjang(14,15)
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada
individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena
kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan tes
nonspesifik untuk peroxidase yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan
traktus gastrointestinal akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging,
beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif, sehingga
pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat ditingkatkan
spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan immunochemical. Hasil positif
pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.
b. Pemeriksaan DNA feces
Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang untuk skrining
karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan karsinoma menhasilkan marker
DNA yang tidak terdegradasi selama proses pencernaan dan tetap stabil di dalam
feces. Hasil penelitian pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%.9
c. Tumor marker 16
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat
meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan
merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak spesifik karena
dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun
antigen karsinoembrionik mungkin bukan indicator yang dapat dipercaya dalam
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan
menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada
eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam
48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.
26
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan LDH
dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
2. Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon
sigmoideum bagian distal.
b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau fiberoptik dapat
memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik.
Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik,
merupakan metode yang paling akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat
sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk
diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep
biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi.
Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara
simultan untuk irigasi penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
27
3. Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam mengevaluasi
pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos abdomen (supine,
tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang menunjukkan
adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif.
Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang
berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga
colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal,
karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
28
berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini
berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah
terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak,
dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma
colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas
4. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan jaringan dengan
kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET digunakan sebagai
tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma colorectal dan dapat
digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.
29
5. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi carcinoma
recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound dapat membedakan
tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan submukosa. Ultrasound
dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4.
Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar
antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus limfatikus
perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus, dimana keakurasiannnya
adalah 58-83%.Ultrasound juga dapat digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal
setelah pembedahan.
6. Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat mendeskripsikan
tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat pada carcinoma
colorectal adalah adenocarcinoma (95%).
30
Tumor Ovarium
Pada tumor ovarium dan tumor kolon kiri sama-sama sering ditemukan
gangguan konstipasi. Pada tumor ovarium, juga didapati pembesaran abdomen namun
tumor ini tidak menyebabkan keluarnya darah bersama feces. Selain itu tumor ovarium
menyebabkan gangguan pada miksi berupa peningkatan frekuensi di mana hal ini tidak
dijumpai pada tumor kolon.
2.11 Penatalaksanaan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan utama
tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif.
Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Berbagai jenis
terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum. Tiga terapi standar yang digunakan
antara lain adalah:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium 1
dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3 juga masih dapat dilakukan
pembedahan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang sebelum dioperasi
pasien diberi presurgical treatment berupa radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan
terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rektum stadium 2 dan 3. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan
kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi
atau radiasi pasca pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Adapun
jenis pembedahan yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Eksisi lokal
Eksisi lokal jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan
tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika tumor ditemukan dalam bentuk
polip, maka operasinya disebut polypectomy. Eksisi lokal melalui rektoskop dapat
dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti,
antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat
penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
31
Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3 atas rektum. Untuk
masa tumor lebih 5 cm dari anokutan dipertimbangkan reseksi rectum rendah
(LowAnteriorResection/LAR), sehingga tidak perlu kolostomi. Rektum terbagi atas 3
bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan
tengah (5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan ” restorative anterior resection”
kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor
dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis
operasi.
32
pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan
mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal
sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan
dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen. Indikasi dan kontra indikasi
eksisi lokal kanker rectum
Indikasi
- Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
- T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
- Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secarahistology
- Ukuran kurang dari 3-4 cm
Kontraindikasi
- Tumor tidak jelas
- Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
- Termasuk Poorly diffrentiated secara histology
2. Kemoterapi
Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis,
mengecilkan ukuran tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya
diberikan setelah pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neo-
adjuvant), atau sebagai terapi primer (palliative). Kemoterapi sesudah pembedahan
biasanya diberikan setelah karsinoma menyebar ke lymph node (stadium III).
3. Radioterapi
Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena dapat
menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik dari
colon. Biasanya lebih sering diberikan radioterapi pada karsinoma rectal karena
rectum tidak bergerak sebanyak colon maka lebih mudah untuk dibidik.
Indikasi radioterapi adalah :
Karsinoma colon
Menghilangkan nyeri dan palliative, ditargetkan pada deposit tumor jika
menekan struktur vital atau menyebabkan sakit.
Karsinoma rectal
Biasanya diberikan sebelom pembedahan (neoadjuvant) pada tumor yang
tumbuh keluar dari rectum atau telah menyebar ke nodus limfatikus, dengan
tujuan menurunkan resiko rekurensi.
33
Adjuvant, jika tumor menyebabkan perforasi dari rectum atau karsinoma
sudah menyebar ke nodus limfatikus.
Palliative, untuk mengurangi ukuran tumor untuk meringankan gejala.
Beberapa sistem pembagian stadium karsinoma colorectal: 17
1. Sistem Dukes. Dukes classification, pertama kali diperkenalkan oleh Dr
Cuthbert E. Dukes pada tahun 1932, membagi stadium atas :
A – Tumor terbatas pada dinding usus
B – Tumor menginvasi melewati dinding usus
C – Dengan keterlibatan regional lymph node
D – Dengan metastasis jauh
34
TNM Stadium Modified Stadium Dukes Deskripsi
T1 N0 M0 A Limited to submucosa
T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Transmural extension
T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes
T4 C2 Invasion of adjacent organs
Any T, M1 D Distant metastases present
- Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non
peritonealisasi pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi
ke organ atau struktur lain.
- Metastase jauh
35
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase
Sistem TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
2.12 Komplikasi13
Anemia
Anemia pada tumor colon terutama disebabkan akibat adanya perdarahan. Anemia
yang terjadi adalah anemia hipokrom mikrositik.
Perforasi
o Perforasi terjadi karena adanya sumbatan oleh tumor yang akan mengganggu
pasase dari feses.
Ileus obstruksi
Metastasis
o Terutama ke hepar, paru, tulang, dan otak
2.13 Prognosis 18
Tabel stadium tumor kolon dan angka keselamatan selama 5 tahun
Pasien dengan stadium I dan II dapat mencapai angka keselamatan yang sangat
baik. Adanya metastasis pada limfonodus mengurangi angka keselamatan
sebanyak 40%. Angka keselamatan selama 5 tahun pada kanker kolorektum
stadium IV menurun drastis sampai 14%.
36
BAB III
KESIMPULAN
Neoplasma atau tumor adalah suatu massa abnormal dari sebuah jaringan akibat dari
pertumbuhan atau pembelahan yang abnormal dari suatu sel. Tumor kolon adalah tumor yang
berada di dalam kolon. Keganasan colorectal adalah perkembangan kanker pada colon hingga
rectum. Kanker adalah perkembangan sel yang abnormal yang memiliki kemampuan untuk
metastasis ke jaringan lain.
Tumor kolon dibagi menjadi dua secara garis besarnya tumor jinak dan tumor ganas.
Tumor jinak adalah pertumbuhan non-kanker yang tidak menyebar pada bagian tubuh dan
biasanya tidak membahayakan tubuh. Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam kolon.
Kelainan congenital, genetik, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik berulang, hormon,
infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau
berkembangnya sel tumor.
Diagnosis dari tumor kolorektal dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana tumor kolorektal tergantung kepada tahapan dari
penyakit tersebut. Secara garis besar operasi merupakan pilihan utama dari tatalaksana tumor
kolorektal.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Schrock tr anastomotic leak aftee colon and rectal resections. Current therapy in colon
and rectal surgery. 2nd ed. Fazio VW,Chruch JM andf Delaney CP eds .
philadhelpia:mosby 525-8
2. American Cancer Society. Colorectal Cancer Facts & Figures 2017-2019. Atlanta:
American Cancer Society; 2017.
3. Riskesdas 2018m Permenkes.Pemerintah Indonesia. NOMOR HK.01.07 Tahun 2018
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker
Kolorektal.Jakarta: Menkes.2018
4. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery 10th edition. United States: McGraw-
Hill Education, 2015. P:1175-239 = 1
5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam
Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003;Hal 646-53
6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy 5th edition. Philadelphia: Saunders/Elsevier. 2011
7. Baggish MS. Introduction of pelvic anatomy. Available at:
https://clinicalgate.com/introduction-to-pelvic-anatomy-1/
8. National Cancer Institute. What is cancer?. Available at:
https://www.cancer.gov/about-cancer/understanding/what-is-cancer
9. Ernst J. Kuipers, William M. Grady,et al. Colorectal cancer.. Rotterdam. Macmillan
Publishers. Erasmus MC University Medical Center. 2015: vol 1. 1-25
10. Arnold M, Sierra MS, Laversanne M, Soerjomataram I, Jamal A, Bray F. Global
patterns and trends in colorectal cancer incidence and mortality. J Gut 2016. 0. 1-9 =7
11. WHO. Cancer Country Profile: Indonesia. 2014. Available at:
http://www.who.int/cancer/country-profiles/idn_en.pdf =8
12. Abdullah M, Sudoyo AW, Rani AZ et al. Molecular profile of colorectal cancer in
Indonesia: is there another pathway?. J Gastroenterol Hepatol Bed Bench 2012. 5(2).
71-8 =9
13. Astin M, Griffin T, Neal RD, Rose P, Hamilton W. The diagnostic value of symptoms
for colorectal cancer in primary care: a systematic review. British Journal of general
practice 2011. E231-40
14. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s
Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders
15. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal
38
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill.
16. Mahmoud, N, Rombeau, J, Ross, H, et al. Colon and Rectum. Dalam: Sabiston
Textbook of Surgery. Townsend, Beauchamp, Evers, Mattox. Elsevier Saunders.
Philadelphia. 2004 : 1443-1472
17. John Hopkins Medicine. Sporadic Colorectal Cancer: Diagnosis. Available at:
https://www.halstedsurgery.org/GDL_Disease.aspx?CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID
=551CDCA7-A3C1-49E5-B6A0-C19DE1F94871&GDL_Disease_ID=FB4F2BE3-
FC13-44E4-BB69-2CCE936A6CD5
18. Greene et al. AJCC Cancer Staging Manual, Sixth Edition (2002) published by
Springer Science and Business Media LLC, www.springerlink.com)
39