Anda di halaman 1dari 38

Referat

KARSINOMA KOLOREKTAL

DISUSUN OLEH :

Irina Prima Putri Salman

(2110070200122)

PRESEPTOR :
dr. Vandra Bina Riyanda, Sp. B(K)BD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN BAITURRAHMAH

RSUD MOHAMMAD NATSIR

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah dan shalawat beserta
salam untuk Nabi Muhammad, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas Referat dengan judul “Karsinoma Kolorektal” yang
merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah RSUD
Mohammad Natsir Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Dalam usaha
penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Vandra Bina Riyanda, Sp. B (K)BD selaku pembimbing dalam
penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga case
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Solok, 29 Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Anatomi Kolon dan Rektum........................................................................3
2.2. Histologi Kolon dan Rektum.......................................................................4
2.3. Definisi.........................................................................................................7
2.4. Epidemiologi................................................................................................7
2.5. Faktor Predisposisi.......................................................................................8
2.6. Patogenesis.................................................................................................14
2.7. Klasifikasi..................................................................................................15
2.8. Manifestasi Klinis......................................................................................17
2.9. Diagnosis....................................................................................................19
2.10. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................21
2.11. Diagnosis Banding.....................................................................................23
2.12. Penatalaksanaan.........................................................................................24
2.13. Komplikasi.................................................................................................28
2.14. Prognosis....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus

besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rectum (bagian

kecil terakhir dari usus besar sebelum anus). Kanker kolorektal merupakan salah

satu keganasan yang memiliki prevalensi tertinggi diseluruh dunia dan ditemukan

sekitar 1,2 juta orang yang terdiagnosis tiap tahunnya.1 Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh the Global Cancer Observatory pada tahun 2020, kanker kolorektal

merupakan kanker dengan angka kematian mencapai 935.173 dari total 9.958.133

kematian di dunia yang disebabkan oleh kanker. Kanker kolorektal juga merupakan

salah satu kanker yang mencapai 1.931.590 kasus baru pada tahun 2020 dari total

19.292.789 kasus kanker di dunia.2

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker

ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada pria

dan wanita di Amerika Serikat.1 Berdasarkan survei GLOBOCAN 2012, insidens KKR

di seluruh dunia menempati urutan ketiga (1360 dari 100.000 penduduk [9,7%],

keseluruhan laki-laki dan perempuan) dan menduduki peringkat keempat sebagai

penyebab kematian (694 dari 100.000 penduduk [8,5%], keseluruhan laki-laki dan

perempuan).2 Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016, diprediksi akan terdapat

95.270 kasus KKR baru, dan 49.190 kematian yang terjadi akibat KKR. 3 Secara

keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari 20 orang (5%). 1

Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan pada pria. Banyak

faktor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk terkena kanker kolorektal.

Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir. Ini
ii
i
berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada penanganan

kanker kolorektal Kasus kanker kolorektal di Indonesia pada tahun 2012

menempati angka 15.985 kasus pada pria sedangkan pada wanita sebanyak 11.787

pasien.5 Kasus ini meningkat pada tahun 2018 dilaporkan kanker kolorektal pada pria

sebanyak 19.113 kasus dan pada wanita 10.904 kasus. Kanker kolorektal menempati

posisi ketiga kasus terbanyak setelah kanker payudara dan kanker paru di Indonesia.6

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.

Keluhan pasien karena dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan

dapat berupa perasaan penuh di abdominal, anemia simptomatik dan perdarahan,

sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan

pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

Pembagian tahapan berdasarkan klasifikasi Duke yaitu tes darah lengkap,

digital dubur, barium enema, sigmoidoskopi, kolonoskopi. Terapi terdiri dari kuratif

dan terapi paliatif. Pengobatan kuratif adalah dengan operasi. Terapi paliatif dengan

kemoterapi dan radiasi.3

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang Karsinoma Kolorektal

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, patofisiologi, diagnosis, dan

tatalaksana pada pasien Karsinoma Kolorektal

2. Memenuhi persyaratan KKS Stase Ilmu Bedah RSUD Mohammad Natsir Kota Solok

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kolon dan Rektum

Usus besar merupakan bagian dari sistem pencernaan. Sistem pencernaan

meliputi mulut, esofagus, gaster, usus halus yang terdiri dari duodenum, yeyenum,

ileum, dan dilanjutkan dengan usus besar yang terdiri dari caecum, apendiks, rektum

dan dubur.9 Usus besar memiliki ukuran panjang 1,5 m dan diameter sebesar 6,5 cm

yang menyebar mulai dari ileus hingga ke anus. Usus besar berada dan melekat di

dinding perut posterior oleh mesokolon yang merupakan lapisan rangkap dari

peritoneum.9 Sekum membentuk kantong buntu dibawah pertemuan diantara usus

halus dan usus besar di katup iliosekum. Terdapat tonjolon kecil yang terletak di

dasar sekum yang disebut apendiks. Apendiks merupakan suatu jaringan limfoid

yang mengandung limfosit.10

Kolon membentuk sebagian besar dari usus besar. Kolon terdiri dari 3 bagian

yaitu kolon ascenden, kolon transversum, dan kolon descenden. Bagian akhir dari

kolon descenden berbentuk seperti huruf S dan membentuk kolon sigmoid kemudian

akan menyatu untuk membentuk rektum.10 Rektum berada sekitar 10 cm dari bagian

terbawah usus besar yang dimulai dari kolon sigmoideusdan berakhir pada saluran

anal yang memiliki panjang 3 cm. Saluran ini diakhiri di anus yang terdiri dari otot

internal dan otot eksternal (Gambar 2.1). 11

v
2.2 Histologi Kolon dan Rektum

Dinding kolon dan dinding usus halus memiliki lapisan-lapisan dasar yang

sama. Mukosa terdiri dari epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina

propria dan muskularis mukosa. Mukosa tidak memiliki lipatan mayor dan tidak

mempunyai vili kecuali dalam rektum. Usus besar memiliki diameter lebih besar

dari usus halus yaitu 6-7 cm. Haustra adalah dinding kolon yang mengerut

menjadi serangkaian kantong besar.12

vi
Kelenjar interstisial tubular berfungsi untuk menembus mukosa usus besar.

Kelenjar dan lumen usus dilapisi oleh sel-sel absorptif, sel goblet dan juga sedikit

sel enterodokrin. Sel-sel absorptif silindris atau yang disebut kolonosit memiliki

mikrovili tidak teratur dan celah interseluler lebar yang menandakan penyerapan

cairan aktif. Mukus pelumas yang dihasilkan oleh sel goblet menjadi semakin

banyak sepanjang kolon dan rektum. Sel punca terletak disepertiga bawah setiap

kelenjar.12

Lamina propria kaya akan sel limfoid dan limfonodulus yang sering

meluas sampai kedalam submukosa. Muskularis kolon mempunyai lapisan

sirkular dan longitudinal, berbeda dengan apa yang ada di usus haluss. Taenia

colimerupakan serat-serat lapisan luar yang tergabung dalam tida pita memanjang.

Serosa menutupi kolon bagian intraperitoneal yang ditandai dengan adanya

tonjolan kecil menggantung jaringan lemak.12

Histologi rektum bagian atas sama dengan kolon. Sel goblet mengisi

kelenjar intestinal yang lebih panjang dan lebih rapat. Muskularis mukosa berada

dibawah lamina propia. Lipatan longitudinal memiliki bagian tengah submukosa

yang dilapisi oleh mukosa, terletak di rektum bagian atas dan kolon temporer.

Ganglion parasimpatis pleksus mienterikus terletak pada kedua lapisan otot polos.

Sebagian rektum ditutupi oleh adventisia dan sisanya ditutupi oleh serosa. Banyak

pembuluh darah yang ditemukan di submukosa dan adventisia (Gambar 2.2 dan

2.3).12

vi
i
Gambar 2.2 Histologi Kolon dan Rektum (potongan transversal)13

Gambar 2.3 Dinding Kolon (potongan transversal)13

vi
ii
2.2 Definisi5

Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,

terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil

terakhir dari usus besar sebelum anus).

2.3 Epidemiologi5

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker

ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada

pria dan wanita di Amerika Serikat. Berdasarkan survei GLOBOCAN 2012,

insidens KKR di seluruh dunia menempati urutan ketiga (1360 dari 100.000

penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan perempuan) dan menduduki peringkat

keempat sebagai penyebab kematian (694 dari 100.000 penduduk [8,5%],

keseluruhan laki-laki dan perempuan). Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016,

diprediksi akan terdapat 95.270 kasus KKR baru, dan 49.190 kematian yang terjadi

akibat KKR.

Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari

20 orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan

pada pria. Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk

terkena kanker kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak

20 tahun terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan

kemajuan pada penanganan kanker kolorektal.

Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak.

Pada tahun 2008, Indonesia menempati urutan keempat di Negara ASEAN, dengan

incidence rate 17,2 per 100.000 penduduk dan angka ini diprediksikan akan terus

meningkat dari tahun ke tahun. Studi epidemiologi sebelumnya menunjukkan

1
bahwa usia pasien kanker kolorektal di Indonesia lebih muda dari pada pasien

kanker kolorektal di negara maju. Lebih dari 30% kasus didapat pada pasien yang

berumur 40 tahun atau lebih muda, sedangkan di negara maju, pasien yang

umurnya kurang dari 50 tahun hanya 2-8 % saja.

2.4 Faktor Predisposisi

2.4.1 Polip

Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari

kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai

dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia

menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor

supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi

adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel

yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen

gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan

pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis

(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,

karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53

merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53

kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi

DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan

mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini

karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.

Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan

2
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-

onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi

ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan

baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel.

Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi

melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan

menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel

akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak

aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga

kelompok gen ini akan menyebabkankelainan siklus sel akibatnya sel akan

berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen

p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali

dan karsinogenesis dimulai.

Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik.

Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik

yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip),

limfoid aggregate dan inflamatory polip.

Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna;

dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous

adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous,

dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous

adenoma dibawah 5%.

3
Adenomatous Polip

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari

adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif

karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi

dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih

besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous

adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip

yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya

kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip

lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multipel

polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya

derajat displasia.8

2.4.2 Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

1). Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon,

sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko

perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis

dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko

kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun.

4
Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari

kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk

menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang

durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa

lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker.

2). Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk

menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif

kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar

20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari

adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat

pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus

dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa

squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien

dengan crohn’s disease.6,7

2.4.3 Faktor Genetik

1). Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat

kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang

mempunyaikanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker

kolorektal dua kali lebihtinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak

memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.

2). Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal

menuju mukosakolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
5
adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling

penting dalam menegakkan diagnosa darisindrom kanker herediter yaitu riwayat

kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil

dari 1 cm.

Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini

menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini,

dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme

yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non

polyposis colorectalcancer (HNPCC).

2.4.4 Diet

Diet Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet

rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada

kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan

adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang

menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori

pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara

resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah

menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi

insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak

tak jenuh padasirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk

menstimulus proliferasidan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.

Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker

kolorektal.

2.4.5 Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
6
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.

Sedangkan merokok lebihdari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah

kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Pemakaian alkohol juga

menunjukkan hubungan dengan meningkatnyarisiko kanker kolorektal.Pada

berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas

danasupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan,

pembatasan asupanenergi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi

antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas

prostaglandin intestinal, yang berhubungandengan risiko kanker kolorektal.

2.4.6 Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan

wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7

kali (2158 per 100.000orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4

kali (1192 per

100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda

(30-64 thn). Peningkatanresiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan

usia.4,8,9,10

2.2 Patofisiologi

Penyebab dari kanker kolorektal masih terus diselidiki. Mutasi dapat

menyebabkan aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau inaktivasi dari gen supresi

tumor. Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari polip adenomatosa

dengan akumulasi dari mutasi ini.

7
Perkembangan menuju karsinoma

Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada

pasien dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi

dari gen APC dapat diidentifikasi. Mereka sekarang diketahui ada dalam 80%

kasus sporadik kanker kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi

pada setiap alel diperlukan untuk pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah

prematur stop kodon yang menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC

sendiri tidak menghasilkan karsinoma. Akan tetapi, mutasi ini menyebabkan

akumulasi kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi

pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras dan hilangnya gen supresi tumor DCC

dan p53.

Kras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel.

Gen Kras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi

signal intraceluler. Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate

(GTP) yang dihidrolisis menjadi guanosis diphosphate (GDP) kemudian

menginaktivasi G protein. Mutasi K-ras menyebabkan ketidakmampuan dalam

hidrolisis GTP yang menyebabkan G protein aktiv secara permanen. Hal ini yang

8
menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol.

DCC ialah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan

untuk degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus

karsinoma kolorektal dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53

sudah banyak dikarakteristikan dalam banyak keganasan. Protein p53 penting

untuk menginisiasi apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak dapat

diperbaiki. Mutasi p53 diperlihatkan dalam 75% kasus.

Perubahan genetik dan gambaran klinis.

9
2.3 Klasifikasi6

2.3.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal menurut Dukes-turnbull :

Prognosis Hidup
DUKES Dalamnya Infiltrasi
Setelah 5 tahun
A Terbatas di dinding usus 97%

10
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%

C Metastasis kelenjar limfe

C1 65%
Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35%

D Metastasis jauh <5%

2.3.2 Klasifikasi TNM Karsinoma Kolorektal Berdasarkan Panduan NCCN


2016 :

Tumor primer (T)


Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ditemukan tumor primer
Tis : Karsinoma in situ : intraepitel atau menginvasi lamina propia
T1 : Tumor menginvasi submucosa
T2 : Tumor menginvasi muskularis propia
T3 : Tumor menginvasi jaringan perikolorektal melalui muskularis propia
T4a : Tumor berpenetrasi ke permukaan peritoneum visceral
T4b : Tumor secara langsung menginvasi atau melekat pada organ atau
struktur lainnya

Limfonodus regional (N)


Nx : Limfonodus regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastasi limfonodus regional
N1 : Metastasis pada 1-3 limfonodus reginal
N1a : Metastasis pada satu limfonodus regional
N1b : Metastasis pada 2-3 limfonodus regional
N1c : Deposit tumor pada subserosa, mesentrium atau perikolon non-
Peritoneum atau jaringan perirectal tanpa metastasis limfonodus regional
N2 : Metastasis pada empat atau lebih limfonodus regional
N2a : Metastasis pada 4-6 limfonodus regional
N2b : Metastasis pada tujuh atau lebih limfonodus regional

Metastasis jauh (M)


M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Metastasis jauh
M1a : Metastasis terbatas pada satu organ atau area (hepar, paru,
ovarium, limfonodus non-regional)
M1b : Metastasis pada lebih dari satu organ / area atau peritoneum

Penentuan stadium dilakukan sebagai berikut :

 Stadium 0 : Tis N0 M0

11
 Stadium I : T1N0M0, T2N0M0
 Stadium IIA : T3N0M0
 Stadium IIB : T4aN0M0
 Stadium IIC : T4bN0M0
 Stadium IIIA : T1-2 N1/N1c M0; T1N2aM0
 Stadium IIIB : T3-T4a N1/N1c M0; T2-T3 N2a M0; T1-T2N2bM0
 Stadium IIIC : T4aN2aM0; T3-T4a N2b M0; T4b N1-N2 M0
 Stadium IVA : T apa saja, N apa saja, dengan M1a
 Stadium IVB : T apa saja, N apa saja, dengan M1b
 Stadium IVC : T apa saja, N apa saja, dengan M1c

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan

buang air besar.

Gejala tersebut meliputi:

a. Diare atau sembelit

b. Perut terasa penuh

c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.

d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.

e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau

kembung.

f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.

g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.

12
2.5 Diagnosis

a. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis:

 Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare

selama minimal 6 minggu (semua umur)

 Perdarahan per-anum tanpa gejala anal (di atas 60 tahun)

 Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minmal 6 minggu (di atas

60 tahun)

 Massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur) Massa intra-luminal di

dalam rektum

 Tanda-tanda obstruksi mekanik usus.

 Setiap pasien dengan anemia defisiensi Fe (Hb <11g% untuk laki-laki atau

<10g% untuk perempuan pasca menoupase)

b. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala

anorectal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani


13
dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum1/3 tengah dan

distal.pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai:

-keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum serta letak bagian terendah

terhadap cincin anorectal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujunh

os coccyges

-mobilitas tumor: untuk menilai prospek terapi pembedahan

-ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan sirkuler.

2.6 Pemeriksaan Penunjang13

29.1 Endoskopi

Sekitar 70-75% kanker usus besar terletak di dalam jarak 25% dari tepi

anus, dapat dibantu dengan pemeriksaan sigmoidoskopi. Pada waktu pemeriksaan

dapat dilakukan pula biopsi dan juga apusan untuk sediaan bagi pemeriksaan

sitologi.

2.9.2 USG

Lesi metastatik hati di atas 1 cm dapat ditemukan lewat pemeriksaan

USG, pemeriksaan ini harus dijadikan salah satu pemeriksaan rutin dalam tindak

lanjut sebelum dan pasca operasi. USG intraoperatif untuk menemukan lesi

metastatik hati yang tak teraba, sangat berguna untuk mengarahkan reseksi

bedah. USG intrakavital dapat secara jelas menampilkan struktur dinding usus

dan jaringan organ sekitar, membantu dalam menilai kedalaman dan lingkup

invasi kanker rektum ke dinding usus, arah penyebaran dan derajat terkenanya

organ sekitar. Gambaran USG kanker rektum berupa area hipodens atau relatif

hipodens dengan batas tidak beraturan.

2.9.3 CT DAN MRI

CT dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas, kelebihan
14
utama pemeriksaan ini adalah menunjukkan situasi terkenanya jaringan sekitar,

ada tidaknya metastasis kelenjar limfe atau organ jauh, sehingga membantu

dalam penentuan stadium klinis dan perkiraan operasi. Pemeriksaan ini juga peka

dalam menemukan massa dalam kavum pelvis, berguna dalam diagnosis

rekurensi pasca operasi karsinoma rektal.

2.9.4 Double-Contrast Barium Enema

Double-Contrast Barium Enema (DCBE) juga disebut dengan air-

contrast barium enema atau barium enema dengan kontras udara. Pada dasarnya

alat ini merupakan jenis dari pemeriksaan X-ray. Barium sulfat, yang merupakan

cairan yang pucat seperti kapur dan udara digunakan untuk menggambarkan

bagian terdalam dari kolon dan rektum untuk melihat area abnormal pada x-ray.

Jika bagian yang dicurigai terlihat pada pemeriksaan, kolonsokopi dibutuhkan

untuk eksplorasi lebih lanjut.

2.9.5 Colonoscopy

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh

mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat

mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat

menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari

pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang

keakuratannya hanya sebesar 67%.

Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,

mengontrol perdarahan dan dilatasi daristriktur. Kolonoskopi merupakan prosedur

yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
15
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan

cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory

bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,

megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering

terjadi pada kolonoskopi terapi dari pada diagnostik kolonoskopi, perdarahan

merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi

merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

2.9.6 Biopsi

Biasanya jika suspek kanker kolorektal ditemukan pada pemeriksaan

diagnostik, dilakukan biopsi saat kolonoskopi. Pada biopsi, dokter akan

menyingkirkan bagian kecil dari jaringan dengan alat khusus yang dilewati

melalui scope. Dapat tejadi perdarahan setelah tindakan ini, tetapi berhenti dalam

periode waktu yang singkat. Sangat jarang, bagian kolon membutuhkan operasi

pengangkatan untuk menegakkan diagnosis.

2.10 Diagnosis Banding6

Kolon kanan Kolon tengah Kolon kiri Rectum


Abses appendiks Tukak peptic Colitis ulserosa Polip
Massa appendiks Karsinoma Polip Proctitis
Amuboma lambung Diverticulitis Fisura anus
Enteritis Abses hepar Endometriosis hemoroid
regionalis Karsinoma hepar Karsinoma anus
Kolesistitis
Kelainan
pancreas
Kelainan saluran
Empedu

2.11 Tatalaksana

Penatalaksanaan kanker kolorektal meliputi beberapa bagian, yaitu tindakan

16
operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Pemilihan terapi didasarkan pada stadium

kanker, gambaran histopatologi, efek samping obat, serta kondisi klinis dan

preferensi pasien.14

2.11.1 Pembedahan

Terapi pembedahan lebih dipilih untuk kanker kolorektal stadium I-III.

Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk mengambil jaringan tumor dan

jaringan limfatik yang terkena sebagai tindakan kuratif dan mencegah invasi lebih

lanjut. Prosedur pembedahan yang dipilih tergantung pada lokasi lesi,15 Total

abdominal colectomy dilakukan pada Hereditary nonpolyposis colon cancer

syndrome (HNPCC), attenuated familial adenomatous polyposis (FAP), dan

metachronous cancer pada segmen kolon yang terpisah.

Tindakan pembedahan diusahakan mengangkat semua sel kanker dengan

margin reseksi negatif (all negative circumferential resection margins). Hal ini

akan mempengaruhi kesintasan pasien. Apabila terdapat keterlibatan kelenjar

getah bening, reseksi dari kelenjar getah bening akan mempengaruhi prognosis

pasien, terutama pada stadium II dan III. Pedoman yang ada sekarang

merekomendasikan reseksi setidaknya 12 nodus limfe.

1) Eksisi lokal

Eksisi lokal dilakukan untuk polip kolon dan polip rektum.

Polipektomi endoskopik harus dilakukan apabila struktur morfologi

polip memungkinkan. Kontraindikasi relatif polipektomi kolonoskopi

antara lain adalah pasien yang mendapat terapi antikoagulan, memiliki

kecenderungan perdarahan, mengalami kolitis akut, dan secara klinis

terdapat bukti yang mengarah pada keganasan invasif.14

17
2) Kolektomi dan Reseksi Kelenjar Getah Bening En-Bloc

Tindakan ini diindikasikan untuk kanker kolon yang resectable dan

tidak ada metastasis jauh. Luas kolektomi disesuaikan dengan lokasi

tumor, jalan arteri yang berisi kelenjar getah bening, serta kelenjar

lainnya yang berasal dari pembuluh darah yang ke arah tumor dengan

batas sayatan bebas tumor (R0). Bila ada kelenjar getah bening yang

mencurigakan di luar jalan vena yang terlibat, sebaiknya dilakukan

reseksi juga.14

3) Reseksi transabdominal

Reseksi abdominoperineal dan reseksi sphincter saving anterior atau

anterior rendah merupakan tindakan bedah untuk kanker rektum. Studi

yang ada menunjukkan bahwa 81-95% dari jaringan kanker tidak

menyebar melebihi 1 cm. Studi juga menemukan tidak ada perbedaan

bermakna terkait rekurensi lokal dan kesintasan antara pasien yang

menjalani reseksi dengan batas 1-2 cm dengan >5 cm. Hasil ini

menunjukkan bahwa prosedur sphincter saving sebaiknya lebih

diutamakan pada kanker rektum dibandingkan reseksi

abdominoperineal dengan kolostomi permanen.14

4) Kolektomi laparaskopik

Kolektomi laparoskopik merupakan tata laksana bedah pilihan untuk

kanker kolorektal. Hasil uji klinis dan kohort menunjukkan bahwa

tindakan bedah laparoskopik untuk kanker kolorektal memiliki

kelebihan berupa skala nyeri yang lebih rendah pascaoperasi,

penurunan keperluan penggunaan analgesik, pengurangan lama rawat,

18
dan lebih sedikit risiko perdarahan. Selain itu, angka kekambuhan dan

kesintasan pasien yang menjalani tindakan ini dilaporkan sebanding

dengan mereka yang menjalani bedah terbuka.14

2.11.2 Kemoterapi

Kemoterapi kurang dianjurkan bagi pasien kanker kolorektal stadium I dan

stadium II risiko rendah. Kemoterapi direkomendasikan untuk pasien kanker

kolorektal stadium II risiko tinggi dan seluruh pasien stadium III. Pedoman yang

ada menyarankan kemoterapi adjuvan diberikan dalam 6-8 minggu setelah reseksi

bedah, tergantung pada keadaan klinis pasien. Kemoterapi adjuvan dapat

mengurangi risiko rekurensi jarak jauh setelah operasi. Terdapat beberapa

regimen kemoterapi yang dapat digunakan seperti oxaliplatin, fluorouracil-

leucovorin (FU/LV), dan capecitabin. Terapi kombinasi dengan dasar oxaliplatin

lebih disenangi dibandingkan monoterapi dengan FU/LV ataupun capecitabin.

Pemberian terapi adjuvan disarankan selama 6 bulan.14

1) Regimen Kemoterapi Tunggal

Regimen kemoterapi tunggal yang dapat digunakan untuk kanker

kolorektal antara lain :

 Capecitabine 850-1250 mg/m2, 2 kali sehari pada hari ke 1-14,

diberikan setiap 3 minggu selama 24 minggu

 Leucovorin 500 mg/m2 intravena selama 2 jam pada hari ke-1, 8,

15, 22, 29, dan 36. Dikombinasikan dengan pemberian FU 500

mg/m2 bolus intravena 1 jam setelah dimulai leucovorin, diulang

setiap 8 minggu

 Leucovorin 20 mg/m2 intravena selama 2 jam pada hari ke-1, lalu

19
FU 500 mg/m2 bolus injeksi intravena 1 jam setelah dimulai

leucovorin diulang setiap minggu

 FU 2600 mg/m2 dalam infus 24 jam ditambah leucovorin 500

mg/m2, diulang setiap minggu14

2) Regimen Kemoterapi Doublet

Regimen kemoterapi kombinasi yang dapat digunakan adalah :

 Oxaliplatin 85 mg/m2 intravena selama 2 jam hari ke-1

 Leucovorin 400 mg/m2 intravena selama 2 jam hari ke-1

 FU 400 mg/m2 intravena bolus pada hari ke-1, kemudian 1200

mg/m2/hari selama 2 hari secara intravena infus kontinyu, ulangi

setiap 2 minggu

3) Pilihan regimen kombinasi lain adalah :

 Oxaliplatin 130 mg/m2 selama 2 jam hari ke-1

 Capecitabine 1000 mg/m2 2 kali sehari per oral hari ke-1 sampai

ke-14, ulangi setiap 3 minggu selama 24 minggu.14

2.11.3 Ablasi

Terapi dengan metode ablasi merupakan salah satu pilihan terapi pada

kanker kolon dengan metastasis. Metode terapi ablasi yang digunakan yaitu

krioterapi dan radiofrequency ablation (RFA). Krioterapi dilakukan dengan

melakukan pembukan pada jaringan tumor dan parenkim sekitar. RFA dilakukan

dengan cara memanaskan tumor dan jaringan sekitarnya untuk membentuk

jaringan nekrosis koagulasi.

2.11.4 Terapi Suportif

Terapi suportif yang dilakukan pada kanker kolorektal terutama rehabilitasi


20
medis pascaoperasi. Terapi suportif ini meliputi penanggulangan nyeri, latihan

pernafasan, latihan kardiopulmonal, tata laksana gangguan defekasi (konstipasi)

dan buang air kecil, serta adaptasi aktivitas sehari-hari.14

2.12 Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul akibat kanker kolorektal adalah obstruksi,

perdarahan saluran cerna bagian bawah, dan perforasi kolon. Perforasi kolon juga

merupakan komplikasi dari divertikulitis. Komplikasi juga dapat muncul setelah

tindakan operasi, seperti infeksi dan risiko kebocoran anastomosis. Komplikasi

lainnya meliputi perdarahan, tromboemboli, dan komplikasi pasca radiasi.

Pada pasien dengan usia semakin lanjut atau stadium kanker yang

semakin tinggi, risiko terjadinya komplikasi akan semakin besar.14

2.13 Prognosis6

Prognosis dipengaruhi oleh klinis pasien dan stadium kanker saat

terdiagnosis. Gambaran histopatologi juga dilaporkan dapat menjadi prediktor

prognosis. Peritoneal carcinomatosis dan mikrometastasis nodal merupakan

faktor prognostik buruk yang dapat dideteksi pada hasil pemeriksaan

histopatologi. Hal lain yang menjadi faktor prognosis buruk adalah adanya deposit

ekstramural, invasi pada limfovaskular, invasi perineural, grade histologi yang

buruk, serta ditemukannya mutasi genetik pada pemeriksaan molekular.

Kesintasan keseluruhan dalam 5 tahun berdasarkan stadium kanker saat

terdiagnosis dilaporkan sebesar :

 74% pada kanker stadium I

 66% pada stadium IIA

21
 58% untuk stadium IIB

 37% untuk stadium IIC

 % untuk stadium IIIA

 46% untuk stadium IIIB

 28% untuk stadium IIIC

 5% untuk stadium IV

Reseksi komplit dengan margin sirkumferensial negatif dilaporkan akan

meningkatkan kesintasan pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Eser S, Mathers C, Rebelo M, et al. Cancer


incidence and mortality worldwide: Sources, methods and major patternsin
GLOBOCAN 2012. Int J Cancer. 2015;136(5):E359–86.
2. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
3. Komite Penanggulangan Kanker Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker
Kolorektal. 2018. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKkolorektal.pdf
4. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit
BukuKedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-667.
5. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalamedisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378.
6. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit
BukuKedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-6676.
7. Schwartz. 2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku
KedokteranEGC. Jakarta.
8. Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting
PenyakitKolorektal. EGC : Jakarta hal :58-653.
9. Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of
ClinicalOncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347.
10. Devianti, Loli; Agus, Salmiah. Hubungan Antara Beberapa Faktor Prognostik
Klinikopatologik Karsinoma Kolorektal Di Rsud Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2015-2017. Jurnal Kesehatan Andalas, 2019, 8.2: 269-274.
11. Doherty GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw
Hill.Hal: 658-668.
12. Zieve, D. 2009. Colon Cancer. Available online at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html (diakses 26
Desember 2022).

23
13. Fingerote, Robert J. 2011. Colon Cancer. Available online at :
http://www.emedicinehealth.com/colon_cancer/article_em.htm (diakses 26
Desember 2022).
14. American Cancer Society, 2017. Colorectal Cancer Facts & Figures 2017-2019,
American Cancer Society, Atlan

1
2
3
4
5
17

Anda mungkin juga menyukai