Anda di halaman 1dari 21

Laboratorium/ SMF & Laboratorium Ilmu Radiologi

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Kanker Rektum

Disusun Oleh

Oldesta Zakly Brilliant Gamara


Alda Puspa Pertiwi
Sulfah Ramadani

Dosen Pembimbing :
dr. Samuel Kelvin., Sp.Onk.Rad.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepanitraan Klinik


Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan mengenai “Kanker Rektum”.
Paper ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Tidak lupa penyusun
mengucapkan terima kasih kepada dr. Samuel Kelvin., Sp.Onk.Rad selaku dosen
pembimbing radioterapi yang telah memberikan banyak bimbingan, perbaikan dan
saran penulis sehingga tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari masih terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata penulis
berharap semoga tulisan ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 6 November 2022

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................i

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................... iii

Daftar Gambar ......................................................................................................iv


BAB I Pendahuluan ...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan .............................................................................................................2

BAB II Pembahasan...............................................................................................3

2.1 Definisi ...........................................................................................................3

2.2 Epidemiologi ..................................................................................................3

2.3 Anatomi Rektum ............................................................................................3

2.4 Faktor Resiko..................................................................................................4

2.5 Patofisiologi ....................................................................................................4

2.6 Manifestasi Klinis ...........................................................................................7

2.7 Diagnosis dan Staging ....................................................................................7

2.8 Tatalaksana ...................................................................................................11

2.9 Prognosis ......................................................................................................14

2.10 Komplikasi .................................................................................................14

2.11 Pencegahan dan Pengendalian Kanker .......................................................14

BAB III Penutup ..................................................................................................16

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................16

3.2 Saran .............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Rektum............................................................................. 5

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh
yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk
dan fungsi dari organ sel tersebut untuk tumbuh. Empat belas juta kasus baru kanker
ditemukan pada tahun 2012 didunia dan ditemukan 8,2 juta kematian akibat kanker
dan 32,6 juta pasien kanker di seluruh duniajenis kanker yang banyak menyerang
pria dan wanita adalah kanker prostat dan kanker payudara, kanker paru dan kanker
kolorektal (Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI 2015).

Kanker rectal adalah kanker ketiga yang banyak terjadi didunia dengan
presentasi 9,8% dari jumlah seluruh penderita kanker diseluruh dunia. Berdasarkan
jenis kelamin penderitanya diseluruh dunia kanker kolorektal menempati posisi
ketiga yang umum terjadi pada pria (746.000 kasus atau sebesar 10%) dan posisi
kedua pada wanita (614.000 kasus atau 9,2%). Prevalensi Kanker Rectal yang
makin meningkat diseluruh dunia menjadikanya masalah kesehatan global yang
serius.Pada tahun 2012, diperkirakan ditemukan 1,3 juta kasus baru dan sebanyak
694.000 kasus meninggal dunia (Brunner & Suddarth; Edisi 8).

Di Indonesia, kanker rectal adalah kanker yang sering terjadi baik pada pria
dan wanita dengan presentase sebesar 11,5% dari jumlh seluruh pasien kanker. Data
kesehatan pada tahun 1996-2000 menunjukan bahwa puncak insidensi kanker
kolorektal di Jakarta terjadi pada usia 40-49 tahun dan 50-69 tahun. Jumlah kasus
dengan umur sekitar 45 tahun sekitar 47,85%kasus ditemukan di Jakarata. Data lain
ditemukan di kota Semarang, insidensi kanker kolorektal meningkat pada usia 50-
60 tahun dengan besar kasus sebesar 35% (Riskesdas 2015).

Permasalahan terkait dengan kanker rectal perlu mendapat perhatian khusus


dan penanganan yang komprehensif dan efektif. Salah satu bentuk penanganan
yang dapat diberikan adalah memberi asuhan keperawatan. Perawat perlu

1
memberikan pelayanan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan yang
di mulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana
keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan. Dengan adanya
asuhan keperawatan, diharapkan pasien yang dirawat dengan kanker rectal
mencapai status kesehatan yang optimal.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum bagi penulis, pembaca, institusi Pendidikan di bidang
Kesehatan srta dapat memberikan informasi terkait kanker rectum secara
komprehensif.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar
pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya
kolon berada dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7
cm di atas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh
dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Sayuti & Nouva, 2019).
2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi, kanker rektum berada di peringkat kedua (28%) kanker
yang paling banyak dijumpai pada usus besar setelah kanker kolon proksimal
(42%). Meski demikian, kanker rektum sering digabungkan dalam kanker
kolorektal pada kebanyakan studi epidemiologi. Adapun kanker kolorektal
merupakan jenis kanker ketiga paling banyak pada laki-laki, dan jenis kanker kedua
paling banyak pada wanita. Di Amerika Serikat, kanker kolorektal juga dilaporkan
merupakan peringkat ketiga sebagai penyebab mortalitas utama akibat kanker
dengan estimasi 50.260 mortalitas per tahun (Recio et al, 2020; Fazeli & Keramati.
2015).
Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak. Pada
tahun 2008, Indonesia menempati urutan keempat di Negara ASEAN, dengan
incidence rate 17,2 per 100.000 penduduk dan angka ini diprediksikan akan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Studi epidemiologi sebelumnya menunjukkan
bahwa usia pasien kanker kolorektal di Indonesia lebih muda dari pada pasien
kanker kolorektal di negara maju. Lebih dari 30% kasus didapat pada pasien yang
berumur 40 tahun atau lebih muda, sedangkan di negara maju, pasien yang umurnya
kurang dari 50 tahun hanya 2-8 % saja (Sayuti & Nouva, 2019).

2.3 Anatomi Rektum

3
Rektum adalah bagian akhir dari usus besar antara kolon sigmoid dan kanalis
analis. Rektum berbeda dari bagian usus besar lainnya karena lapisan luarnya terdiri
dari otot longitudinal (Cagir & Espat, 2022). Rektum dimulai dari persimpangan
rektosigmoid pada tingkat vertebra sakral ketiga atau sakral promontorium dan
berakhir pada tingkat anorectal ring (anorectal juction). Panjangnya sekitar 12-15
sentimeter. Ini melebar di dekat ujungnya, membentuk ampula rektal. Verge anus,
bagian paling distal dari saluran anus, merupakan penanda bedah yang penting.
Batas bawah tumor yang terletak di rektum harus ditentukan relatif terhadap garis
ini.

Pada pertemuan dua pertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah, rektum
terpisah menjadi bagian intra dan ekstraperitoneal oleh peritoneum anterior.
Kantung rektovesika adalah resesus berlapis peritoneum antara rektum dan aspek
posterior kandung kemih. Rektum dipisahkan dari saraf pelvis dan vena presacral
oleh fasia presacral. Fasia Denonvilliers (rektoprostatik) terletak di antara aspek
anterior rektum dan prostat serta vesikula seminalis pada pria dan vagina pada
wanita. Posisi anatomi tumor rektum dalam kaitannya dengan sfingter anal juga
merupakan masalah penting dalam memilih pasien untuk operasi preservation
sfingter. Kompleks sfingter anal meliputi sfingter internal dan eksternal yang
dipisahkan oleh intersphincteric plane. Sfingter internal adalah kelanjutan dari
lapisan otot polos bagian dalam rektum yang menebal. Sfingter eksterna merupakan
perpanjangan dari otot puborektalis dan dimulai pada insersi inferior otot levator
ani.

Dinding rektal terdiri dari lima lapisan termasuk mukosa, submukosa, otot
sirkular dalam, otot longitudinal luar, dan serosa. Sepertiga proksimal rektum
ditutupi oleh peritoneum; tetapi rektum bagian tengah dan bawah tidak memiliki
serosa. Katup Houston adalah tiga lipatan mukosa yang memanjang ke dalam
lumen rektal. Garis dentate atau pectinate adalah zona transisi antara mukosa
rektum kolumnar dan anoderm skuamosa. Dikelilingi oleh coloum Morgagni yang
merupakan lipatan mukosa longitudinal. Zona transisi anal adalah 1 sampai 2 cm

4
mukosa proksimal dari garis dentate dengan karakteristik histologis epitel
kolumnar, kuboid, dan skuamosa (Fazeli & Keramati, 2015).

Gambar 2.1 Anatomi Rektum

2.4 Faktor Resiko


Secara umum perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
pradisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.
Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko
terjadinya KKR, faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk didalam faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat KKR atau polip adenoma individu
dan keluarga, serta riwayat individu penyakit inflamasi kronis pada usus. Yang
termasuk didalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas,
konsumsi tinggi daging merah, merokok, dan konsumsi alkohol sedang-sering
(Kemenkes 2018).
2.5 Patogenesis
Mukosa di usus besar beregenerasi kira-kira setiap 6 hari. Sel kripta
bermigrasi dari dasar kripta ke permukaan, di mana mereka mengalami diferensiasi
dan pematangan, dan akhirnya kehilangan kemampuan untuk mereplikasi. Tiga
jalur karsinoma rektal yaitu (Cagir & Espat, 2022):

5
1. Poliposis coli adenomatosa (APC) gen (jalur adenoma-karsinoma).
Transformasi epitel rektum atau kolon normal menjadi lesi prakanker
(adenoma) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif memerlukan akumulasi
mutasi genetik baik somatik (didapat) dan/atau germline (diwariskan). kanker
kolorektal sering muncul dari polip adenomatosa yang biasanya mengalami
perubahan displastik selama periode 10 hingga 15 tahun, yang mengarah pada
perkembangan karsinoma invasif. Jalur adenoma-karsinoma disebut juga
dengan Chromosomal instability yang merupakan akumulasi mutasi yang
tidak seimbang antara onkogen dan penekan tumor (Lotfollahzadeh et al.,
2022). Jalur karsinoma adenoma APC melibatkan beberapa mutasi genetik,
dimulai dengan inaktivasi gen APC, yang memungkinkan replikasi seluler
yang tidak terkendali di permukaan crypt. Dengan peningkatan pembelahan
sel, mutasi lebih lanjut terjadi, menghasilkan aktivasi onkogen K-ras di tahap
awal dan mutasi p53 pada tahap selanjutnya. Kerugian kumulatif dalam
penekan tumor ini menyebabkan fungsi gen mencegah apoptosis dan
memperpanjang umur sel tanpa batas. Jika mutasi APC diwariskan, itu akan
menghasilkan sindrom poliposis adenomatosa familial. Secara histologis,
adenoma diklasifikasikan dalam tiga kelompok: tubular, tubulovillous, dan
vili adenoma.
2. Jalur kanker kolorektal nonpoliposis herediter (HNPCC)
Jalur karsinogenik umum lainnya melibatkan mutasi pada gen perbaikan
mismatch DNA. Banyak gen perbaikan yang mismatch ini telah diidentifikasi,
termasuk Hmlh1, Hmsh2, Hpms1, Hpms2, dan Hmsh6. Mutasi pada gen
perbaikan yang tidak cocok berdampak negatif pada perbaikan DNA.
Kesalahan replikasi ini ditemukan di sekitar 90% dari HNPCC dan 15%
kanker rektum .
3. Displasia kolitis ulserativa.
Jalur karsinogenik lainnya juga dijelaskan pada penyakit radang usus (IBD).
Peradangan kronis seperti pada kolitis ulserativa dapat mengakibatkan
perubahan genetik yang kemudian menyebabkan displasia dan pembentukan
karsinoma.

6
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang
air besar. Gejala tersebut meliputi: (Sayuti & Novia, 2019).
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau
kembung.
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.
h. Mual atau muntah

2.7 Diagnosis dan Staging


Dalam menegakkan diagnosis kanker rektal dapat dilakukan secara bertahap,
antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium klinik maupun
laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang berupa
pencitraan seperti foto polos atau dengan kontras (barium enema), kolonoskopi, CT
Scan, MRI, dan Ttransrectal Ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan
diagnosis penyakit ini (Sayuti & Nouva, 2019).

a. Anamnesis
Sebagian besar penderita datang pada dokter dengan keluhan perubahan
kebiasaan defekasi : diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering ingin
defekasi namun tinja sedikit, perdarahan campur lendir. Kadang-kadang gejala
yang timbul menyerupai gejala penyakit disentri. Penyakit yang diduga disentri,
setelah pengobatan tidak ada perubahan, perlu dipertimbangkan karsinoma kolon
dan rektum terutama penderita umur dewasa dan umur lanjut. Anoreksia dan berat
badan semakin menurun merupakan salah satu simtom karsinoma kolon dan rektum
tingkat lanjut.

7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak banyak berperan kecuali colok dubur/Rectal Toucher
yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan ataupun gejala lainnya. Pada tingkat
pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen kadang-kadang teraba masa di
daerah kolon kanan dan kiri. Hepatomegali jarang terjadi. Colok dubur merupakan
cara diagnostik sederhana. Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral,
posterior, dan anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba
dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum
dimana sesuai dengan posisi anatomis cavum douglas sebagai akibat infiltrasi sel
neoplastik.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan
darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan
rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena
adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari
pemeriksaan tinja.Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan
diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda
serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic
Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi
dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif
dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan
beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade
1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam.
Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik

8
independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. 5

2. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi


Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker
kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal

3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos
abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan
adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang
sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1
cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan
cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai
pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip
atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan
barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan
daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan
bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan
tindak lanjut pasien tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.

4. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran
seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan
saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang
lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.

9
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema
yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi
dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana
komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya
muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang
sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory
bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma.
Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada
diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik.

Setelah diagnosis rectal cancer sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur


untuk menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan (CT
scan) dada, abdomen, dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan
ginjal, urinanalysis, dan pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic
antigen).

Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah untuk mengetahui


perluasan dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan
prognosis. Stadium penyakit pada kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada
kanker kolon. `Awalnya, terdapat Duke's classification system, yang menempatkan
klanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C. sistem ini kemudian dimodofikasi
oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun
1978 oleh Gunderson & Sosin.

Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer


(AJCC) memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan kanker
menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).

10
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum
yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga
Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

2.8 Tata Laksana

1. Bedah

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif
harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus
tetap mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Pada tumor yang bisa
dioperasi, tindakan bedah merupakan satu-satunya pengobatan kuratif
karena adenokarsinoma kurang sensitif terhadap radiasi ataupun sitostatika.
Namun, pada tumor yang tidak dapat dioperasi lagi, tindakan bedah bersifat
paliatif. Pilihan penanganan kanker rektum memerlukan ketepatan

11
lokalisasi tumor, karena itu untuk tujuan terapi rektum dibagi dalam 3
bagian, yaitu 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas dibungkus
oleh peritoneum pada bagian anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah
dibungkus peritoneum hanya di bagian anterior saja, dan bagian 1/3 bawah
tidak dibungkus peritoneum. Lipatan transversal rektum bagian tengah
terletak +11cm dari garis anokutan dan merupakan tanda patokan adanya
peritoneum. Bagian rektum dibawah katub media disebut ampula rekti,
dimana bila bagian ampula ini direseksi maka frekuensi defekasi secara
tajam akan meningkat. Hal ini merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan dalam memilih tindakan pembedahan. Bagian pascaerior
rektum tidak ditutup peritoneum tetapi dibungkus oleh lapisan tipis fasia
pelvis yang disebut fasia propria. Pada setiap sisi rektum di bawah
peritoneum terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen
lateral, yang menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal. Letak
ujung bawah tumor pada kanker rekti biasanya dihitung dari berapa cm jarak
tumor tersebut dari garis anokutan. Pada hasil- hasil yang dilaporkan harus
disebutkan apakah pembagian tersebut dibuat dengan endoskopi yang kaku
atau fleksibel dan apakah patokannya dari garis anokutan, linea dentata, atau
cincin anorektal. Bagian utama saluran limfatik rektum melewati sepanjang
trunkus a. hemoroidalis superior menuju a. mesenterika inferior. Hanya
beberapa saluran limfe yang melewati sepanjang v. mesenterika inferior.
Kelenjar getah bening pararektal di atas pertengahan katup rektum mengalir
sepanjang cincin limfatik hemoroidalis superior. Di bawahnya (yaitu 7-8 cm
diatas garis anokutan), beberapa saluran limfe menuju ke lateral. Saluran-
saluran limfe ini berhubungan dengan kelenjar getah bening sepanjang
a.hemoroidalis media, fossa obturator, dan a.hipogastrika, serta a. iliaka
komunis. Perjalanan saluran limfatik utama pada kanker rekti adalah
mengikuti pembulih darah rektum bagian atas menuju kelenjar getah bening
mesenterika inferior. Aliran limfatik rektum bagian tengah dan bawah juga
mengikuti pembuluh darah rektum bagian tengah dan berakhir di kelenjar
getah bening iliaka interna. Kanker rekti bagian bawah yang menjalar ke

12
anus kadang-kadang dapat bermetastase ke kelenjar inguinal superfisial
karena adanya hubungan dengan saluran limfatik eferen yang menuju ke
anus bagian bawah. Kolektomi laparasokopik merupakan pilihan
penatalaksanaan bedah untuk kanker kolorektal. Bukti - bukti yang
diperoleh dari beberapa uji acak terkontrol dan penelitian kohort
memperlihatkan bahwa bedah laparoskopik untuk kanker kolorektal dapat
dilakukan secara onkologis dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan
bedah konvensional seperti berkurangnya nyeri pascaoperasi, penggunaan
analgetika, lama rawat di rumah sakit, dan perdarahan.

2. Radioterapi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan
x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal.
Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
kanker. Radiasi eksternal (external beam therapy) merupakan penanganan
dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak
radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung
khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi
tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa
menit. Radiasi internal (brachytherapy, implant radiation) menggunakan
radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker.
Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan
dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Radiasi
internal memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang
relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa
penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.

3. Kemoterapi Adjuvant
Kanker kolorektal telah banyak resisten pada hampir sebagian
kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi
dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas

13
kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan bila tumor sangat sedikit
dan berada pada fase proliferasi. Sitostatika berupa kombinasi FAM (5-
fluorasil, adriamycin, dan mitomycin c) banyak dipergunakan sebagai terapi
adjuvant.

2.9 Prognosis

Ketika ditemukan lebih awal, pengobatan kanker kolorektal sangat


berhasil. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun keseluruhan untuk kanker dubur
adalah 67%, tetapi ini dipengaruhi secara signifikan oleh berbagai faktor, terutama
stadium kanker. Jika kanker didiagnosis pada stadium lokal, tingkat kelangsungan
hidup melonjak hingga 89%. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 71% jika
kanker telah bermetastasis ke jaringan atau organ di sekitarnya dan/atau kelenjar
getah bening regional. Namun, dengan penyebaran metastasis ke area tubuh yang
jauh, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun turun menjadi 15% (Lotfollahzadeh , et
al., 2022).

2.10 Komplikasi

Komplikasi kanker rektum termasuk obstruksi usus, kanker


berulang/mengembangkan kanker kolorektal lain, dan penyakit metastasis
(Lotfollahzadeh , et al., 2022).

2.11 Pencegahan dan Pengendalian Kanker

Pencegahan kanker adalah tindakan yang dilakukan untuk menurunkan


kemungkinan terkena kanker. Dengan mencegah kanker, jumlah kasus baru kanker
dalam suatu kelompok atau populasi diturunkan. Diharapkan, ini akan menurunkan
jumlah kematian akibat kanker.

Untuk mencegah kanker baru dimulai, para ilmuwan melihat faktor risiko
dan faktor pelindung. Apa pun yang meningkatkan peluang Anda terkena kanker
disebut faktor risiko kanker; apa pun yang mengurangi peluang Anda terkena
kanker disebut faktor pelindung kanker.

14
Beberapa faktor risiko kanker dapat dihindari, tetapi banyak yang tidak.
Misalnya, merokok dan mewarisi gen tertentu merupakan faktor risiko untuk
beberapa jenis kanker, tetapi hanya merokok yang dapat dihindari. Olahraga teratur
dan diet sehat dapat menjadi faktor pelindung untuk beberapa jenis kanker.
Menghindari faktor risiko dan meningkatkan faktor pelindung dapat menurunkan
risiko Anda, tetapi itu tidak berarti bahwa Anda tidak akan terkena kanker.

Berbagai cara untuk mencegah kanker sedang dipelajari, termasuk:

1. Mengubah gaya hidup atau kebiasaan makan.


2. Menghindari hal-hal yang diketahui menyebabkan kanker.
3. Mengambil obat-obatan untuk mengobati kondisi prakanker atau untuk
mencegah kanker dimulai.

15
BAB 3
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar
pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya
kolon berada dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7
cm di atas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh
dan membuang zat-zat yang tidak berguna.
Dalam menegakkan diagnosis kanker rektal dapat dilakukan secara
bertahap, antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium
klinik maupun laboratorium patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang
berupa pencitraan seperti foto polos atau dengan kontras (barium enema),
kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan Ttransrectal Ultrasound juga diperlukan dalam
menegakkan diagnosis penyakit ini.

3.2 Saran

Kami sadar bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dari
segi diskusi, penulisan laporan, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari dokter-dokter yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dokter yang memberikan materi, dari rekan-rekan dokter muda stase
radiologi, dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2005 . Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Cagir, B., & Espat, J. (2022). Rectal Cancer. Acta Oncologica, 35(SUPPL. 7),
64–69.

Fazeli, M. S., & Keramati, M. R. Rectal Cancer: a review. Med J Islam Repub
Iran. 2015;29:171.

Kementkes. 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker


Kolorektal.

Lotfollahzadeh, S., Kashyap, S., Tsoris, A., Recio-Boiles, A., & Babiker, H. M.
(2022). Rectal Cancer. StatPearls.

Lotfollahzadeh S, Kashyap S, Tsoris A, Boiles A, Babiker H. Rectal Cancer. Starl


Publishing 2022 Jan;1-30.

PDQ® Adult Treatment Editorial Board. PDQ Rectal Cancer Treatment.


Bethesda, MD: National Cancer Institute. Available
at: https://www.cancer.gov/types/colorectal/patient/rectal-treatment-pdq.
Accessed <11/05/2022>. [PMID: 26389378]

PDQ Screening and Prevention Editorial Board. Colorectal Cancer Prevention


(PDQ): Patient Version. 2022 Jun 10. In: PDQ Cancer Information Summaries
[Internet]. Bethesda

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015.

Recio et al. Rectal Cancer. [Updated 2020 Dec 17]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493202/

Sayuti, M., & Nouva. (2019). Kanker Kolorektal. Jurnal Averrous, 5(2), 76–88.

17

Anda mungkin juga menyukai