Anda di halaman 1dari 39

TUGAS NURSING CARE PLAN

(RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN)


PADA PENYAKIT KANKER KOLOREKTAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB I

Dosen Pengampu: Ns. Rohman Azzam, M.Kep.,Sp.KMB

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1:


AWINDA SARI
INDHIT TRI UTAMI

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan HidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Tugas Keperawatan Medikal
Bedah 1 dengan pokok bahasan Nursing Care Plan pada penyakit Kanker Kolorektal.
Mengingat bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak
yang membantu dalam penyusunan makalah ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Bapak Ns. Rohman Azzam, M.Kep.,Sp. KMB selaku koordinator dan dosen mata
kuliah keperawatan medikal bedah 1, dan tidak lupa teman-teman peminatan KMB
kami mengucapkan terimakasih banyak bagi yang telah membantu kami.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dapat memperluas ilmu keperawatan terutama dalam
bidang medikal bedah yaitu pada sistem onkologi khususnya pada penyakit kanker
kolorektal, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar
kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan, oleh kerena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, Juli 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................................................ 2
C. Manfaat.......................................................................................................... 3

BAB II KONSEP ANATOMI FISIOLOGI


A. Anatomi Usus Besar (Kolon)......................................................................... 4
B. Fisiologi Usus................................................................................................. 6

BAB III TINJAUAN TEORI


A. Definisi........................................................................................................... 10
B. Etiologi........................................................................................................... 10
C. Faktor Risiko.................................................................................................. 11
D. Patofisiologi................................................................................................... 14
E. Manifestasi Klinis.......................................................................................... 17
F. Stadium dan Prognosis................................................................................... 18
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................................. 19
H. Penatalaksanaan Medis.................................................................................. 20

BAB IV PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian....................................................................................................... 24
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................................... 27
C. Nursing Care Plan (NCP) ................................................................................. 28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 36
B. Saran............................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 37

LAMPIRAN JURNAL
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kanker kolorektal (colo-rectal carcinoma) atau disebut juga kanker usus
besar merupakan suatu tumor ganas yang ditemukan di colon atau rectum. Colon
atau rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut
juga traktus gastointestinal yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi tubuh
dan membuang zat – zat yang tidak berguna. Menurut International Agency for
Research on Cancer (IARC) tahun 2013 dari evaluasi data – data didapatkan
1,4 juta kasus kanker kolorektal di dunia. Di Indonesia kolorektal merupakan
urutan ke sepuluh setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah
bening, kulit, nasofaring, ovarium, dan tiroid, prostat, dan kanker hati).
Dari data Globocan (2012), insiden kanker kolorektal di Indonesia
adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari
seluruh kasus kanker. Di Indonesia, kanker kolorektal sekarang menempati
urutan ketiga (GLOBOCAN 2012), kenaikan tajam yang diakibatkan oleh
perubahan pada diet orang Indonesia, baik sebagai konsekuensi peningkatan
kemakmuran serta pergeseran ke arah pola makan yang lebih tinggi lemak serta
rendah serat. Kanker kolorektal biasanya ditandai dengan adanya polip pada
kolon yang selanjutnya berubah menjadi kanker. Polip dan kanker pada stadium
awal terkadang tidak menunjukkan gejala, hal ini membuat penderita kanker
kolorektal baru menyadari setelah dilakukannya pemeriksaan untuk pengobatan
dan didagnosis.
Meskipun perkembangan pengobatan adjuvan akhir-akhir ini
berkembang secara cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja
meningkatkan harapan hidup pasien karsinoma kolorektal bila sudah ditemukan
dalam stadium lanjut. Kunci utama keberhasilan penanganan karsinoma
kolorektal adalah ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi
dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Sebagian besar penderita di Indonesia
datang dalam stadium lanjut sehingga angka harapan hidup rendah. Penderita
datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala
awal dan tidak mengetahui atau menganggap penting gejala dini yang terjadi.
Skrining karsinoma kolorektal memegang peranan yang sangat penting.
Pengalaman di berbagai negara memperlihatkan bahwa skrining yang adekuat
terbukti menurunkan angka kematian akibat dari karsinoma kolorektal.
Kanker kolorektal insidenya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan
pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu
dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi
kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun
terakhir. Insiden kanker pada sigmoid dan area rectal telah menurun, sedangkan
insiden pada kolon asenden dan desenden meningkat Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal
setiap tahunya meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. (Smeltzer & Bare, 2002).
Dari latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui mengenai
kanker kolorektal dan Evidance Based Practice mengenai perawatan pada
pasien kanker kolorektal.

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan tugas ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan mengenai keperawatan medikal bedah pada
sistem Onkologi terutama kanker kolorektal.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Konsep Kanker Kolorektal
b. Untuk mengetahui Pengkajian pada kasus Kanker Kolorektal
c. Untuk mengetahui Nursing Care Plan (NCP) pada Kasus Kanker
Kolorektal melalui Evidence Based Practice.
C. MANFAAT
Manfaat dari penulisan tugas ini adalah:
1. Menambah wawasan dalam ilmu keperawatan medikal bedah pada sistem
onkologi khususnya pada penyakit Kanker Kolorektal.
2. Mengaplikasikan dalam praktek keperawatan sehari-hari pada klien di
rumah sakit.
3. Dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian dan perkembangan ilmu
baru.
BAB II
KONSEP ANATOMI FISIOLOGI

A. ANATOMI USUS BESAR (KOLON)


1. Anatomi Makroskopis Usus Besar
Usus besar menutupi usus kecil (halus) melalui 3 sisi dan berjalan
dari katub ileosekal menuju anus. Diameternya lebih besar dari usus kecil
(oleh karena itu disebut usus besar), tapi lebih pendek. Fungsi utamanya
adalah mengabsorbsi air dari sisa-sisa makanan yang dicerna dan
mengeluarkannya dalam bentuk semisolid. Pada hampir seluruh panjangnya,
usus besar memiliki tiga keunikan yang tidak terdapat pada organ tubuh
lainnya; taenia coli, haustra dan appendik epiploica. Kecuali pada bagian
ujung terminalnya, bagian longitudinal dari lapisan otot direduksi menjadi 3
barisan otot polos disebut taenia coli (artinya pita dari kolon). Adanya
variasi dari dinding usus besar membentuk suatu kantong yang disebut
haustra (artinya menggambarkan variasi) dan bagian terakhir sangat jelas
adalah appendik epiploika, suatu lapisan lemak kecil dari peritonium
viseralis yang menggantung pada permukaan kolon. Kegunaannya belum
diketahui. Kolon memiliki 4 bagian yakni:
a. Bagian pertama adalah kolon asenden. Dimulai dari usus kecil
melekat pada kolon dan naik ke atas menuju bagian kanan dari
abdomen.
b. Bagian kedua adalah kolon transversum yang melewati tubuh dari
kanan ke sisi kiri.
c. Bagian ketiga adalah kolon desenden menuju ke bawah.
d. Bagian terakhir adalah kolon sigmoid, disebut demikian oleh karena
bentuknya yang seperti huruf S. Kolon sigmoid bergabung dengan
rektum, dan pada akhirnya bergabung dengan anus tempat feses
keluar dari tubuh.
Usus besar memiliki beberapa subdivisi yakni: sekum, appendik,
kolon, rektum, dan ujung dari anus. Adanya kantong seperti sekum yang
mulai dari katub ileosekal hingga sisi kanan fossa iliaka, adalah bagian
pertama usus besar, sementara yang menempel pada bagian posteromedial
dari permukaan berbentuk seperti cacing yakni appendik vermiformis.
Appendik memiliki massa dari jaringan limfa yang merupakan bagian dari
MALT (Mucosa Associated Lymphatic Tissue) memiliki hubungan yang
sangat erat dengan sistem imun tubuh. Namun ia memiliki infrastruktur
yang penting yaitu suatu struktur yang memberikan lokasi ideal bagi bakteri
untuk berakumulasi dan berkembang biak.
Pada pelvis setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid
bergabung dengan rektum lalu berjalan dari posteroinferior di depan
sakrum. Selain itu rektum memiliki kurva lateral tiga buah, dimana di
bagian internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut katub rektal.
Katub ini memisahkan feses dari flatus yang menghentikan feses dan
membuat gas saja yang keluar. Anus merupakan bagian yang terakhir dari
usus besar yang terletak eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-kira 3
cm panjangnya dengan saluran anus berawal dari rektum mempenetrasi
muskulus levator ani dari pelvis dan membuka kebagian badan eksterior
dari anus. Saluran anal memiliki dua buah spingter, yaitu spingter internal
tidak disadari (involuntari) dan spingter ekternal yang terdiri dari otot
skeletal. Spingter bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus
kecuali pada saat defekasi.

2. Anatomi Mikroskopis Usus Besar


Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon
terdiri dari epitel simple columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena
makanan diserap sebelum memasuki usus besar makanya tidak didapati plika
sirkular, villi dan juga tidak ada sel yang menghasilkan enzim pencernaan.
Namun mukosanya lebih tebal, kriptanya lebih dalam dan terdapat sel goblet
yang banyak dalam kriptanya. Lubrikasi dihasilkan oleh sel goblet untuk
mempermudah pengeluaran feses dan melindungi dinding usus dari asam
yang mengiritasi dan gas yang dilepaskan dari bakteri di kolon.
Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda karena Pada daerah ini
sering terjadi abrasi. Hal ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal
columns dan memiliki epitel stratified skuamous. Sinus anal berhenti pada
anal columns, mengeluarkan mukus apabila ditekan oleh feses yang
membantu mengosongkan kanal anal. Garis horizontal yang
menghubungkan bagian margin inferior dari sinus anal disebut linea
pectinate. Mukosa superior pada garis ini disarafi oleh sensori visceral fiber
dan relatif tidak sensitif pada sakit. Area inferior dari linea ini sangat sensitif
pada rasa sakit, merefleksikan rasa sakit pada serabut somatik sensorik. Dua
buah pleksus superfisial dihubungkan dengan anal kanal, satu dengan anal
columns dan lainnya dengan anus. Jika adanya vena yang mengalami
inflamasi, maka akan timbul varikositis disebut hemoroid. Berbeda dengan
regio proksimal usus besar, tidak terdapat haustra pada rektum dan anal
canal. Sejalan dengan kemampuannya meregenerasikan kontraksi untuk
memberikan peran ekspulsif pada defekasi, otot rektum berkembang sangat
baik

B. FISIOLOGI USUS
1. Motilitas Usus Besar
Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lama,
kontraksinya lambat dan singkat. Pergerakan yang paling sering tampak
pada kontraksi haustra yang dengan lambat melakukan kontraksi secara
individual selama 30 menit melalui otot polos pada masing-masing
haustra. Pada haustra yang terisi makanan distensinya menstimulasi otot
untuk berkontraksi yang mendorong isi luminal untuk menuju ke bagian
haustra berikutnya. Pergerakan ini menggabungkan residu dan
membantu dalam peresapan air. Pergerakan otot adalah panjang dan
lambat namun kuat dalam kontraksi, dimana melalui areal yang panjang
dari kolon tiga hingga empat kali setiap hari dan mendorong isinya ke
rektum. Biasanya ini terjadi pada saat makan atau sesudah makan,
mengindikasikan adanya makanan pada perut dan menimbulkan refleks
gastrokolik pada kolon. Serat maupun bahan lainnya pada diet
memperkuat kontraksi kolon dan melembekkan feses serta membantu
kolon seperti pelumas mobil.
Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit,
ekskresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya
keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses tiap harinya. Udara
ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan
karbondioksida di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama
gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas
dalam usus mencapai 500 ml sehari.

2. Perjalanan Makanan pada Saluran Cerna


Setelah makanan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut berjalan
dari esofagus hingga ke lambung. Di lambung makanan dipecah menjadi
bagian yang lebih sederhana lagi menurut masing-masing unsur kimianya
dan dialirkan ke usus kecil atau sering disebut “small bowel“. Usus kecil
merupakan bagian yang paling panjang dari segmen saluran pencernaan
dengan ukuran lebih kurang 20 kaki. Usus kecil ini memecahkan makanan
yang dialirkan dari lambung dan menyerap sari-sari makanan yang penting
bagi tubuh. Pada bagian kanan bawah abdomen terdapat persambungan
menuju usus besar (atau yang lazimnya disebut “large bowel“atau kolon),
suatu organ silindris muskular dengan panjang 5 kaki.
Kolon bagian yang pertama dan terutama dari usus besar, secara
terus-menerus menyerap air dan mineral nutrisi dari bahan-bahan makanan
dan menjadi tempat penampungan sementara dari sisa-sisa makanan yang
akan dikeluarkan dari tubuh. Bahan makanan sisa ini setelah diproses
menjadi feses dan menuju rektum, yang merupakan bagian terakhir seukuran
6 inci dari usus besar. Dari tempat tersebut feses keluar dari tubuh melewati
anus.

3. Flora Bakteri
Walaupun sebagian bakteri yang masuk ke usus besar dari usus kecil
mati oleh lisosim, defensins, HCl dan enzim protein lainnya, namun
beberapa diantaranya masih dapat hidup dan berkembang biak. Kelompok
bakteri ini masuk ke usus besar dan membentuk flora bakteri dan berkoloni
di kolon dan memfermentasikan karbohidrat sisa, melepaskan asam dan gas
(termasuk dimetil sulfida, N2,H2,CH4, CO2). Beberapa gas ini (dimetil
sulfida) sangat bau. Lebih kurang 500 cc gas (flatus) dihasilkan setiap hari
dan dapat semakin banyak apabila banyak karbohidrat dimakan. Flora ini
juga mensintesa vitamin B kompleks dan vitamin K yang berguna untuk
membentuk protein pembekuan darah.
4. Proses Pencernaan yang terjadi pada Usus Besar
Kecuali sejumlah kecil residu yang diambil oleh bakteri, tidak ada
pencernaan lain di usus besar. Walaupun usus besar menghasilkan vitamin
oleh flora bakteri serta mengambil elektrolit dan air, namun absorbsi bukan
fungsi utama dari organ ini melainkan membentuk propulsi dan mendorong
feses keluar dari tubuh. Usus besar sangat penting untuk kenyamanan hidup
kita, namun tidaklah fatal bila kolon dibuang misalkan oleh karena kanker
kolon. Terminal ileum dapat disambung dengan dinding abdomen yang
disebut ileostomi dan residu makanan langsung menuju kantong yang
ditempatkan pada dinding abdomen.

5. Proses Defekasi
Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan
kedalamnya oleh dorongan otot kolon akan melebarkan dinding rektum
dengan menginisiasi reflek defekasi. Pada batang otak terdapat pusat
defekasi di mana dengan dimediasi oleh reflek parasimpatis menimbulkan
kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan relaksasi anal spingter. Feses
didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke otak dimana timbul
pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter anal untuk membuka atau
menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka reflek ini berhenti
beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi
yang lama-kelamaan tidak dapat dihindari lagi.
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Kanker adalah sebuah proses penyakit yang ditandai dengan adanya
sel abnormal yang ditransformasikan oleh mutasi genetik dari sel DNA,
dimana merupakan kanker yang terletak pada kolon dan rektal (Smeltzer &
Bare, 2002). Desem (2008) mengatakan kanker kolorektal merupakan
bentuk malignansi yang terdapat pada kolon, asendens, transversum,
desendens, sigmoid, dan rektum. Sehingga dapat dikatakan bahwa kanker
kolorektal merupakan suatu keganasan atau pertumbuhan sel abnormal pada
area usus besar (kolon) dan rektum.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari kanker kolorekal belum diketahui secara pasti
(Black & Hawks, 2009). Kejadian kanker kolorektal pada pria ataupun
wanita tidak memiliki perbedaan yang signifikan, begitupun dengan etnik.
Black & Hawks dalam bukunya memaparkan memang terjadi prevalensi
dan tingkat mortalitas tinggi pada keturunan Amerika dan Afrika, namun
mungkin disebabkan karena mayoritas dari mereka melakukan diet tinggi
lemak, makanan olahan, serta kurangnya asupan buah dan sayur.
Selain diatas, penelitian saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik
memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal. Mutasi gen dipercaya
menjadi salah satu etiologi dari kanker kolorektal yang dapat diturunkan
yaitu Inherited Familial Colorectal Cancer Syndromes. Sindrom ini terdiri
dari dua tipe, yakni Familial Adenomatosa Polyposis (FAP), yang
mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100% mengembangkan
kanker usus besar pada usia 40 atau 45 tahun. Sementara Hereditary
Nonpolyposis Cancer Colorectal (HNPCC) dapat menyebabkan kanker
kolorektal karena adanya lesi atau luka pada kolon, dan biasanya
menyebabkan kanker pada usia 20 tahun.
C. FAKTOR RISIKO
1. Usia
Individu dengan usia dewasa muda dapat terkena karsinoma
kolorektal, tetapi kemungkinan meningkat tajam setelah usia 50
tahun,sekitar 9 dari 10 orang didiagnosis dengan karsinoma kolorektal
berusia minimal 50 tahun.

2. Polip Kolon
Polip adalah suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam
lumen usus. Polip dapat terbentuk akibat pematangan, peradangan atau
arsitektur mukosa yang abnormal. Polip ini bersifat nonneoplatikdan
tidak memiliki potensi keganasan. Polip yang terbentuk akibat
proliferasi dan displasia epitel disebut polip adenomatosa atau
Adenoma (Robbins, 2012).
Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-
3mm dan berasal dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik.
Umumnya, polip ini tidak bergejala tetapi harus dibiopsi untuk
menegakkan diagnosa histologik ( Sjamsuhidayat & de Jong, 2011).
Polip juvenilis pada dasarnya adalah proliferasi hamartomatosa,
terutama di lammina propia, yang membungkus kelenjar kistik yang
terletak berjauhan. Polip ini paling sering terjadi pada anak berusia
kurang dari 5 tahun. Polip ini tidak memiliki potensi keganasan
(Robbins, 2012).
Polip adenomatosa adalah polip asli yang bertangkai dan jarang
ditemukan pada usia dibawah 21 tahun. Insidensinya meningkat sesuai
dengan meningkatnya usia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip
ini bersifat pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan.
Polip adenomatosa dibagi menjadi tiga subtipe berdasarkan struktur
epitelnya:
a. Adenoma tubular : merupakan yang tersering
b. Adenoma vilosa : tonjolan-tonjolan seperti vilus (1% adenoma)
c. Adenoma tubulovilosa : campuran dari yang di atas (1-10% adenoma)
Polip adenomatosa dapat berkembang menjadi kelainan
pramaligna dan kemudian menjadi karsinoma, maka setiap adenoma
yang ditemukan harus dikeluarkan). Timbulnya karsinoma dari lesi
adenomatosa disebut sebagai sekuensi/urutan adenoma-karsinoma.
Sindrom poliposis atau poliposis kolon atau poliposis familial
merupakan penyakit herediter yang jarang ditemukan. Gejala pertamanya
timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanita.
Polip yang tersebar di seluruh kolon dan rektum iniumumnya tidak
bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau diare disertai perdarahan per
ani. Biasanya sekum tidak terkena. Risiko keganasannya 60% dan sering
multipel (Sjamsuhidayat & de Jong, 2011).

3. Penyakit Ulseratif Kolitis


Merupakan penyakit ulserasi atau inflamasi akut atau konis dari
rektum dan kolon dengan tanda- tanda yang khas yaitu adanya diare,
perdarahan per rektal, nyeri di prut, anoreksia dan penurunan berat
badan. Kolitis ulserative sering juga menyebabkan terjadinya karsinoma
dari kolon dan paling banyak terdapat di segmen proksimal kolon
(Sujono, 2013).

4. Penyakit Crohn’s
Penyakit ini sering disebut kolitis granulomatosis atau kolotis
transmural, merupakan radang granulomatois di seluruh dinding kolon,
sedangkan kolitis ulseratif secara primer merupakan inflamasi yang
terbatas pada selaput lendir kolon. Risiko kejadian karsinoma kolon pada
penyakit Crohn’s lebih besar (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).

5. Pola Makan
Kekurangan serat dan sayuran serta kelebihan lewak hewani
dalam diet merupakan faktor risiko karsinoma kolorektal.

6. Kurang Aktivitas Fisik


Jika individu tidak aktif secara fisik, maka individu tersebut
memiliki kesempatan lebih besar terkena karsinoma kolorektal. Aktivitas
fisik meningkatkan angka metabolik dan meningkatkan ambilan oksigen
maksimal, serta juga meningkatkan motilitas usus. Mereka yang kurang
melakukan aktivitas fisik menyebabkan rendahnya motilitas usus
sehingga kotoran akan lebih lama berada di usus besar.

7. Obesitas
Obesitas dihubungkan akibat kurang aktivitas fisik dan diet tinggi
lemak. Kurangnya aktivitas fisik membuat motilitas usus berkurang dan
membuat kotoran menetap terlalu lama di dalam usus. Selain itu diet
tinggi lemak dan rendah serat menyebabkan feses tertahan sangat lama di
dalam saluran cerna sehingga terpajan karsinogen cukup lama. Kelebihan
lemak diyakini mengubah flora alami dan mengubah steroid menjadi
senyawa yang bersifat karsinogen.

8. Merokok
Karsinogen rokok meningkatkan pertumbuhan kanker kolorektal
dan meningkatkan risiko terdiagnosis kanker. Merokok menyebabkan
pembentukan dan pertumbuhan polip adenomatosa.

9. Konsumsi Alkohol
Metabolit reaktif pada alkohol seperti asetaldehid bersifat
karsiogenik. Alkohol berperan sebagai solven, meningkatkan penetrasi
molekul karsinogen lain ke dalam sel mukosa. Konsumsi alkohol
biasanya berhubungan dengan nutrisi rendah, sehingga jaringan rentan
terhadap karsinogenesis.

D. PATOFISIOLOGI
Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal dari efek
karsinogen seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun dari dalam tubuh
manusia itu sendiri. Kanker pada kolon dan rektum diawali dengan adanya
polip pada individu. Polip merupakan massa dari jaringan yang menonjil
pada lumen usus (Smeltzer & Bare, 2002). Polip yang tidak diatasi atau
dilakukan intervensi, dapat berubah menjadi maligna. Polip yang telah
berubah menjadi ganas tersebut akan menyerang dan menghancurkan sel
normal dan meluas di jaringan sekitarnya.
Manusia pada dasarnya memiliki zar karsinogen atau zat pemicu
kanker pada tubuh. Zat karsinogen juga berpotensi untuk menyebabkan
proliferasi sel kanker. Corwin (2001) menyatakan, kurangnya asupan
antioksidan dengan minimnya konsumsi buah dan sayur dapat mengurangi
perlindungan sel terhadap efek karsinogen. Kondisi feses yang kurang baik
juga dapat memicu terjadinya kanker kolon. Aktivitas atau olahraga yang
kurang teratur dapat mengakibatkan toksin yang terdapat dalam feses
mencetuskan pertumbuhan sel kanker. Feses yang mengandung banyak
lemak juga dapat memicu sel kanker. Tingginya lemak dalam fesef
diakibatkan oleh konsumsi tinggi lemak seperti daging. Feses yan
mengandung banyak lemak dapat mengubah flora dalam fesef menjadi
bakteri Clostrida & Bakteriodes) yang mempunyai enzim 7- alfa
dehidrosilase yang mencerna asam Deoxycholi dan Lithocholic (yang
bersifat karsinogenik) meningkat dalam feses.
Massa kanker yang terdapat pada kolon ataupun rektum akan
menyebabkan adanya sumbatan atau obstruksi, yang mengakibatkan
evakuasi fese yang terhambat atau tidak lengkap setelah defekasi. Akibat
lebih lanjutnya ialah konstipasi, distensi atau nyeri abdomen, hingga feses
berdarah. Apabila massa kanker tidak terdeteksi sejak dini dan dibiarkan,
maka besar kemungkinan sel kanker akan melakukan metastase. Metastase
pada sel kanker kolorektal terdiri dari penyebaran langsung, penyebaran
limfogen, dan hematogen.
Kurangnya Diet tinggi lemak, Kurang serat Riwayat polip
aktivitas fisik: protein hewani,
olahraga yang daging

Menurunnya Peningkatan kadar Menurunnya zat Polip menjadi


motiltas usus lemak dalam feses antioksidan ganas

Feses tertahan Mengubah flora Berkurangnya Merusak jaringan


menjadi bakteri perlindungan sel normal dan meluas
Clostridia dan dari efek
Mendorong toksin Bakteriodes karsinogen
dalam tinja untuk
mencetuskan
kanker Eksresi enzim 7-
alfa dehidrosilase

Mencerna asam
menjadi asam
deoxycholi & Lithocholic
yang bersifat karsinogen

Pertumbuhan sel abnormal pada kolon dan


rektum

Sel kanker mengalami metastase

Penyebaran langsung ke Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen


organ terdekat

Penyebaran ke vesica Metastase melalui Mtastase melalui pembuluh


urinari, uterus,vagina, kelenjar paraliaka, darah hepatikum dan intra
mesentrium dan paraaorta abdominal
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan.
Kanker kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak
menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi
padat. Pada kanker kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair
sehingga tidak ada faktor obstruksi. Gejala dan tanda dini kanker kolorektal
tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan
faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat penyebaran. Kanker kolon kiri
dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau
defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor feses makin menipis
atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.
Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul
berupa tanda penyakit lanjut.
Pada obstruksi penderita merasa lega saat flatus. Tanda dan gejala
yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara lain ialah:
a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu
darah segar maupun yang berwarna hitam.
b. Terdapat massa di bagian perut bawah
c. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong
saat BAB
d. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
e. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri.
f. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
g. Mual dan muntah.
h. Rasa letih dan lesu.
i. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri
pada daerah gluteus.
F. STADIUM dan PROGNOSIS KANKER KOLOREKTAL
Stadium dan prognosis kanker kolorektal menurut satdium Duke,
TNM, dan berdasarkan derajat (Sudoyo, dkk, 2006)
STADIUM
Dukes TNM Derajat Derajat Histopatologi
A T1N0M0 I Kanker terbatas pada
mukosa dan submukosa
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai muskularis
B2 T2N0M0 II Kanker cenderung melewati
lapisan serosa
C TxN1M0 III Invasi ke dalam sistem
limfe/KGB
D TxNxM1 IV Metastase tahap lanjut dan
penyebaran yang luas
Keterangan :
Tumor Primer (T)
T0 : tidak ada bukti tumor primer
T1 : tumor ≤ 2cm dalam dimensi terbesarnya
T2 : tumor ≥ 2 cm tetapi tidak > 5 cm dalam dimensi terbesarnya
T3 : tumor > 5 cm dalam dimensi terbesarnya
Nodus Limfe Regional (N)
N0: Tidak ada metastase nodus limfe regional
N1 : Metastase ke nodus limfe yang dapat digerakkan
Metastase Jauh (M)
M0 : tidak ada metastase yang jauh
M1: Metastase jauh

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan
abdomen dan colok dubur. Pemeriksaan abdomen dapat dilakukan dengan
palpasi abdomen (tumor kecil atau tahap dini akan sulit teraba). Palpasi
abdomen dapat juga untuk memeriksa adanya manifestasi klinis konstipasi,
distensi, dan nyeri tekan abdominal. Pemeriksaan colok dubur dilakukan
untuk mengetahui adanya massa pada rektum. Pemeriksaan ini biasanya
akan terasa nyeri pada pasien.
Prosedur diagnostik yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan kanker
kolorektal adalah pengujian darah samar pada feses, foto kolon dengan
enema barium atau kontras ganda, rektosigmoidoskopi (pemeriksaan rektum
dan sigmoid dengan memasukkan selang berlampu melalui anus), dan
kolonoskopi (pemeriksaan dengan serat optik). Pasien dengan dugaan
kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik lanjut diantaranya
test laboratorium, radiograpi, dan biopsi untuk memastikan. Test
laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :
a. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik ditandai
dengan sel-sel darah merah yang kecil tanpa terlihat penyebab adalah
indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan
kepastian kanker kolorektal.
b. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses,
karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
c. CEA (Carcinoembryogenic Antigen) adalah ditemukannya glikoprotein
di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal.
Karena tes ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih
dari separuh pasien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam
skrining atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama
digunakan sebagai prediktor pada prognosis postoperatif dan untuk
deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan. Sel tumor
aataupun kanker pada kolon dapat menyebabkan peningkatan level CEA,
dimana normalnya akan kembali dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada
tanggal selanjutnya menandakan kekambuhan.
d. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya
meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
e. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada
tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium
dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa
mengisi lumen usus, konstriksi atau gangguan pengisian. Dinding usus
terfiksir oleh tumor dan pola mukosa normal hilang. Meskipun
pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam
mendeteksi rektum.
f. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru.
g. CT scan (Computed Tomography Scan), Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji
apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari
metastase tumor.
h. Endoskopi (sigmoidoskopi atau kolonoskopi) adalah test diagnostik
utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian
dilakukan biopsi jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50-
65% dari kanker kolorektal. Pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsi lesi pada pasien
dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi
sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak
membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikel, ulseratif
kolitis dan penyakit Crohn’s.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-
satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama
tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun non kuratif. Beberapa adalah terapi standar dan beberapa lagi masih
diuji dalam penelitian klinis. Terapi standar untuk kanker rektum yang
digunakan antara lain adalah :

1. Pembedahan
Pembedahan pada tumor kolon yang berdekatan dan kelenjar
getah bening yang berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker
kolorektal. Penanganan pembedahan bervariasi dari pengrusakan tumor
oleh laser photokoagulasi selama endoskopi sampai pemotongan
abdominoperineal (APR = abdominoperineal resection) dengan
kolostomi permanen. Bila memungkinkan spingter ani dipertahankan dan
hindari kolostomi. Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus
diberi sorotan sinar untuk pemanasan langsung jaringan didalamnya.
Panas oleh laser umumnya dapat digunakan untuk merusak tumor kecil.
Selain itu juga digunakan untuk bedah paliatif atau tumor lanjut untuk
mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk berupa
endoskopik dan digunakan untuk pasien yang tidak mampu / tidak
toleransi untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil termasuk pemotongan
lokal dan fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama
endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk bedah abdomen. Eksisi
lokal dapat digunakan untuk mengangkat pengerasan di rektum berisi
tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak
bebas. Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi
ukuran tumor yang besar bagi pasien yang risiko pembedahan. Prosedur
ini umumnya dilakukan anestesi umum dan dapat dilakukan bertahap.
Banyak pasien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan
bedah dari kolon dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur
pengobatan. Penyebaran ke kelenjar getah bening regional dibedakan
untuk dipotong bila berisi lesi metastase. Sering tumor di bagian
asenden, transversum, desenden dan colon sigmoid dapat dipotong.
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon. Dibuat bila usus tersumbat
oleh tumor sebagai penatalaksanaan sementara untuk mendukung
penyembuhan dari anastomosis atau sebagai pengeluaran feses permanen
bila kolon bagian distal dan rektum diangkat /dibuang. Kolostomi diberi
nama berdasarkan: asenden kolostomi, transversum kolostomi, desenden
kolostomi dan sigmoid kolostomi. Kolostomi sigmoid sering permanen,
sebagian dilakukan untuk kanker rektum. Biasanya dilakukan selama
reseksi/pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini meliputi
pengangkatan kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal
dan abdominal. Saluran anal ditutup dan stoma dibentuk dari kolon
sigmoid proksimal. Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri
abdomen. Bila kolostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang
terpisah. Kolon bagian distal tidak diangkat tetapi dibuat saluran
bebas/bypass. Stoma proksimal yang fungsional mengalirkan feses ke
dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat dengan stoma proksimal
atau di akhir dari bagian tengah insisi disebut juga mukus fistula, stoma
distal mengeluarkan mukus dari kolon distal. Kolostomi double barrel
dapat diindikasikan untuk kasus trauma, tumor atau peradangan, dan
dapat sementara atau permanen. Dalam prosedur emergensi digunakan
untuk mengatasi sumbatan usus atau perforasi.
Pada prosedur Hartmann, prosedur kolostomi sementara. Bagian
distal dari kolon ditempatkan di kiri dan dirawat untuk ditutup kembali.
Kolostomi sementara dapat dibentuk bila usus istirahat atau dibutuhkan
penyembuhan, seperti pemotongan tumor atau peradangan pada usus.
Juga dibentuk akibat traumatik injuri pada kolon, seperti luka tembak.
Penyambungan kembali atau anastomosis dari bagian kolon tidak
dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak
diikuti penyembuhan sempurna dari anastomosis. Berkisar 3 – 6 bulan
kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosis kolon.

2. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari
pengangkatan bedah dari tumor usus. Bagi kanker rektum yang kecil,
intrakavitari, eksternal atau implantasi radiasi dapat dengan atau tanpa
eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperatif diberikan bagi pasien dengan
tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi radiasi
megavoltase digunakan, kemungkinan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, kanker rektum berkurang ukurannya, sel-sel jaringan
limpatik regional dibunuh dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh
sama sekali. Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan
postoperatif untuk mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi
nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak diangkat, dapat ditangani dengan
mengurangi pemisah / hambatan dan memperlambat berkembangnya
kanker.
3. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi seperti levamisole oral dan intravenous
fluorouracil (5-FU), juga digunakan postoperatif sebagai terapi adjuvan
untuk kanker kolorektal. Bila dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol
pemberian kemoterapi lokal dan survive bagi pasien dengan stadium II
dan III dengan kanker rektum. Keunggulan bagi kanker kolon adalah
bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong mengurangi
penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan.Leucoverin dapat juga
diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek anti tumor.
BAB IV
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir,
alamat, agama, dan tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah perasaan lelah, nyeri abdomen atau rectal.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Penderita penyakit kanker kolorektal menampakkan gejala nyeri abdomen, cepat lelah dan nyeri rektal
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien pernah menderita penyakit
sebelumnya, seperti radang usus.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit kanker kolorektal pada anggota keluarga yang lain.
6. Data Dasar Pengkajian Pasien
a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelemahan,kelelahan/keletihan, perubahan pola istirahat/tidur malam hari adanya faktor-faktor


yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari serta pekerjaan
atau profesi yang berkaitan dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.

b. Sirkulasi

Gejala : palpitasi, nyeri dada pada aktivitas


Tanda : dapat terjadi perubahan denyut nadi, dapat terjadi perubahan tekanan darah
c. Integritas ego

Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum
alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual, menyangkal diagnosis, perasaan tidak
berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : menyangkal, menarik diri, dan marah.

d. Eliminasi:

Gejala : perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada saat defekasi.
Tanda : perubahan bising usus, distensi abdomen, teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah

e. Makanan/cairan:

Gejala : riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet),
anoreksia, mual, muntah, intoleransi makanan
Tanda : penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, perubahan kelembapan turgor, edema

f. Nyeri/ketidaknyamanan:

Gejala : gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit

g. Keamanan:

Gejala : komplikasi pembedahan atau efek sitostika, pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan
matahari lama/berlebihan.
Tanda : demam, lekopenia, trombositopenia, ruam kulit, ulserasi

h. Interaksi social

Gejala : lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan), masalah perubahan peran sosial yang
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

i. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga sirkulasi darah ke otak
tidak lancar.
j. Pernapasan

Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


Diagnosa keperawatan yang muncul sebelum pembedahan (pre operasi)
1. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat, mual dan
anoreksia.
3. Ansietas/ b.d krisis situasi (kanker), tindakan pembedahan

Diagnosa keperawatan yang muncul setelah pembedahan (post operasi)

4. Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit sekunder terhadap tindakan pembedahan.
5. Resiko Infeksi b.d adanya luka pembedahan (colostomy)
C. NURSING CARE PLAN (NCP)
Nama :......... No. Medical Record :...............
Usia/ TTL :................ Diagnosa Medis :...............

No Diagnosa Tujuan Intervensi Jurnal Terkait


keperawatan
1 Konstipasi b/d adanya Setelah dilakukan Asuhan Mandiri
lesi obstruksi keperawatan…x 24Jam 1. Kaji frekuensi eliminasi BAB dan
konstipasi berkurang, konsistensi (bentuk) defekasi.
Definisi: nyeri berkurang sampai 2. Dorong asupan harian sedikitnya 2
Penurunan defekasi dengan hilang dengan liter cairan sampai dengan 8-10
normal yang disertai Kriteria Hasil: gelas.
pengeluaran feses sulit 1. Feses tidak keras. 3. Anjurkan satu gelas air hangat yang
dan tidak tuntas serta 2. BAB normal. diminum 30 mnt sebelum sarapan,.
feses kering dan 4. Auskultasi bising usus
banyak. Kolaboratif
1. Berikan pelunak feses

DS :
Mengeluh defekasi
kurang dari 2 kali
seminggu,
pengeluaran feses
lama dan sulit, serta
mengejan saat
defekasi.

DO:
Feses keras, peristaltik
usus menurun, distensi
abdomen, kelemahan
umum, teraba massa
pada rektal.
2 Perubahan nutrisi, Setelah dilakukan asuhan Mandiri
kurang dari kebutuhan keperawatan….x 24 jam 1. Pantau masukan setiap hari.
tubuh b/d intake kebutuhan nutrisi pasien 2. Timbang berat badan setiap hari atau
makanan yang kurang terpenuhi dengan sesuai indikasi.
adekuat, mual dan Kriteria Hasil: 3. Dorong pasien untuk makan diet
anoreksia. 1. Pasien dapat mencerna tinggi kalori, dan kaya nutrien
jumlah kalori atau dengan masukan cairan adekuat.
Definisi: nutrien yang tepat 4. Dorong pasien untuk makan dengan
Asupan nutrisi tidak 2. Berat badan stabil atau porsi kecil tetapi sering
cukup untuk penambahan ke arah 5. Ciptakan suasana makan yang
memenuhi kebutuhan rentang biasanya menyenangkan.
metabolisme. 3. Nafsu makan 6. Identifikasi mual/muntah yang
bertambah diantisipasi.
DS: 7. Auskultasi bising usus.
Mengeluh tidak nafsu
makan, cepat kenyang Kolaboratif
setelah makan, dan 1. Diskusikan diet yang sesuai dengan
nyeri abdomen ahli gizi

DO:
Masukan makanan
yang tidak adekuat,
penurunan BB, Tidak
nafsu makan,
kelemahan.

3 Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan Asuhan Mandiri


situasi (kanker), keperawatan …. jam 1. Monitor respons fisik seperti
tindakan pembedahan ansietas berkurang/ dapat kelemahan, perubahan TTV, gerakan
dikontrol yang berulang-ulang, kesesuaian
Definisi : dengan Kriteria Hasil: respon verbal dan nonverbal selama
Kondisi emosi dan 1. Pasien mampu komunikasi
pengalaman subjektif mengungkapkan 2. Dorong pasien untuk
individu terhadap perasaannya mengungkapkan pikiran dan
objek yang tidak jelas kepada perawat perasaan.
dan spesifik akibat 2. Pasien mampu 3. Berikan lingkungan terbuka dimana
antisipasi bahaya yang memahami pasien merasa aman.
memungkinkan perubahan koping 4. Pertahankan kontak sering dengan
individu melakukan yang digunakan pasien.
tindakan untuk sesuai situasi yang 5. Bantu pasien/ orang terdekat dalam
menghadapi ancaman. dihadapi mengenali rasa takut
DS: 3. Pasien dapat tidur/ 6. Tingkatkan rasa tenang dan
Mengeluh merasa istirahat dengan lingkungan tenang
takut dengan kondisi baik, tenang, dan
yang dihadapi, merasa rileks.
tidak berdaya, sulit
berkonsentrasi.
DO:
gelisah, tampak
tegang, sulit tidur,
frekuensi napas, nadi,
TD meningkat,
palpitasi, tremor,
muka tampak pucat,
kontak mata buruk.
4 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Asuhan Mandiri
terputusnya keperawatan…x 24jam
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
kontinuitas jaringan nyeri berkurang/ teratasi
komprehensif termasuk lokasi,
kulit sekunder dengan
karakteristik, durasi, frekuensi,
terhadap tindakan Kriteria Hasil:
kualitas dan factor presipitasi.
pembedahan. 1. Klien tidak
2. Observasi reaksi non verbal dan
mengeluh nyeri
ketidaknyamanan
Definisi: 2. Ekspresi wajah
3. Gunakan teknik komunikasi
Pengalaman sensorik Rileks
terapeutik untuk mengetahui
atau emosional yang     
pengalaman nyeri pasien
berhubungan dengan
4. Kontrol lingkungan yang dapat
kerusakan jaringan
mempengaruhi nyeri seperti suhu
aktual atau fungsional,
dengan onset ruangan, pencahayaan dan
mendadak atau lambat kebisingan.
dan berintensitas 5. Dorong keterampilan manajemen
ringan hingga berat nyeri (distraksi & relaksasi)
yang berlangsung 6. Tingkatkan istirahat
kurang dari 3 bulan.
Kolaboratif

DS: 1. Kolaborasi dengan dokter untuk


Mengeluh nyeri luka pemberian obat analgetik
operasi
DO:
Tampak meringis,
frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur,
TD meningkat, pola
nafas berubah, nafsu
makan berubah,
proses berfikir
terganggu, diaforesis,
gelisah, bersikap
protektif.

5 Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Asuhan Mandiri


adanya luka keperawatan…x 24jam 1. Pantau TTV
pembedahan infeksi tidak terjadi dengan 2. Observasi tanda dan gejala infeksi
(colostomy) Kriteria Hasil: seperti kemerahan, panas, nyeri,
1. TTV dalam batas tumor dan adanya fungsiolaesa
normal 3. Lakukan cuci tangan sebelum dan
Definisi: 2. Tidak ada tanda- sesudah tindakan keperawatan.
Beresiko mengalami tanda infeksi 4. Gunakan APD .
peningkatan terserang 5. Lakukan perawatan luka dengan
organisme patogenik teknik aseptik
6. Lakukan Perawatan luka terhadap
DS: Prosedur invasive (colostomy)
Klien mengeluhkan a. Lakukan penggantian kantong
sakit di sekitar stoma kolostomi secara berkala
b. Lakukan perawatan stoma dan
DO: kulit sekitar stoma
Adanya tanda-tanda c. Lakukan irigasi kolostomi
infeksi (kalor, tumor,
dolor, rubor, Kolaboratif
fungsiolaesa) 1. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat antibiotik
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kanker kolorektal insidenya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan
pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu
dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi
kronis atau polip. Kanker kolorektal merupakan bentuk malignansi yang
terdapat pada kolon, asendens, transversum, desendens, sigmoid, dan rektum.
Selain usia, adanya riwayat polip, factor risiko kanker kolorektal meliputi
makanan tinggi lemak dan kurang serat, kurang aktivitas fisik, obesitas,
merokok, dan alcohol. Tanda dan gejalanya diantara perut sakit, diare, leluar
perdarahan baik darah segar ataupun melena. Dan jika kanker mengenai bagian
kiri dari usuus besar, maka feses akan berbentuk seperti kotoran kambing karena
terjadi obstruksi lumen usus besar akibat kanker kolorektal.
Saat ini penanganan kanker kolorektal meliputi pembedahan, radioterapi
dan kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi bertunjukan untuk anti tumor dan
menghentikan penyebaran ke system limfatik. Sementara pembedahan yang
paling umum saat ini ialah kolostomi.

B. SARAN
Dengan mempunyai pengetahuan mengenai konsep penyakit kanker
kolorektal dan mengetahui mengenai factor risiko pada kanker kolorektal akan
membantu menurunkan kematian akibat kanker kolorektal dengan aktif
memberikan edukasi kepada pasien dan masyarakat sebagai salah satu bentuk
asuhan keperawatam. Asuhan keperawatan akan semakin baik bila didasari oleh
temuan (Evidence Based Practice)
DAFTAR PUSTAKA

Agency for Research on Cancer. (2013). Latest world cancer statistics: Extimated
Cancer Incidence. Diunduh tanggal 8 Juli 2017 pkl 22.00 WIB
Black, J.M & Hawks, J.H. (2009). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang diharapkan Edisi 8. Singapura: Jakarta.
Corwin, E.J. (2011). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.
Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologis Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Dongoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Robbins (2012). Buku Ajar patologi Edis1 7 Volume 2. Jakarta: EGC.
Sjamshidayat & de Jong. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta;EGC.
Sujono,H. (2013) .Gastroenterologi Edisi 1.Bandung; PT Alumni.
Smeltzer, S.C.& Bare, B.G.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddart Edisi 8 Volume 2.Jakarta:EGC..
Sudoyo, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI.
World Health Organization. (2012). GLOBOCAN 2012. Estimated Cancer Insidence
Mortality and Prevalence Worldwide 2012. http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets-
cancer.aspx diunduh tanggal 1 juli 2017 pukul 21.09 WIB

Anda mungkin juga menyukai