Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

Kanker Kolorectal

Disusun oleh :
KELOMPOK 3

EKO FUDIYANTO 2020206203400P

TRI CAHYANING TIAS 2020206203171P

KOMARIYAH 2020206203402P

METI EVA VIKTORI 2020206203164P

MARIYATI 2020206203485P

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
TAHUN 2020/2021
FAKULTAS ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
PADJADJARAN 2011
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillah kami panjatkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Judul untuk makalah ini
adalah “Kanker Kolorektal”.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
pengarahan baik moral maupun material yang tidak ternilai besarnya dari berbagai pihak.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan oleh pihak
tersebut.
Penulis bangga untuk mempersembahkan makalah ini. Ada banyak hal penting yang
dapat diraih, dipelajari dan dipikirkan didalamnya.
Penulis sadar bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini, terutama dalam penulisan,
tapi penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Wa’alaikumsalam wr.wb

Kalianda,27 Mei 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker
kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat,
baik pada pria maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit
budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di
negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih
dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang
dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama
seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rektum
lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25%
Transversa : 10%
Desendens : 15%
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada
distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan
insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis
dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila
mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal. Pada
makalah ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan klien dengan colorectal
cancer.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori dari colorectal cancer?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan colorectal cancer?

Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah pencernaan
dengan gangguan colorectal cancer.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi colorectal cancer.
2. Mengetahui dan memahami etiologi colorectal cancer.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi colorectal cancer.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan
colorectal cancer.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan colorectal cancer.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi dari colorectal cancer.
7. Mengetahui dan memahami pencegahan dari colorectal cancer.
8. Mengetahui dan memahami prognosis dari colorectal cancer.
9. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari colorectal cancer.
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan colorectal cancer.

Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Mendapatkan pengetahuan tentang colorectal cáncer.
2. Mendapatkan pengetahuan dan mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus
colorectal cancer.
BAB II
PEMBAHASAN

 Anatomi Fisiologi

Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana diketahui sistem pencernaan
dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus (duodenum, yeyunum,
ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus besar terdiri dari kolon dan
rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah usus halus, terdiri dari kolon
sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon transversum) dan kolon
sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah rektum yang merupakan saluran diatas
dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus disebut caecum, sedangkan bagian
kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon sigmoid.
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Usus
besar berbentuk tabung muscular beongga dengan panjang 1,5 meter dan diameter sekitar 6,5
cm yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani Usus besar di bagi menjadi 3 bagian yaitu
sekum, kolon, dan rectum. Kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang
(transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid.Bagian kolon dari usus buntu
hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan "kolon kanan", sedangkan bagian
sisanya sering disebut dengan "kolon kiri" (http://id.wikipedia.org).
Sekum terdiri dari katup ileosekal dan apendik. Ileosekal mengendalikan aliran kimus dari
ileum ke sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus
halus. Kolon ascendant panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini di sebut
fleksura hepatica. Kolon transversum panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon
ascendant sampai kolon descenden, berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. Kolon descenden panjangnya
kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan
fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan sigmoid. Kolon sigmoid
merupakan lanjutan dari kolon descenden terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri,
bentuknya menyerupai huruf S, dn ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. Rectum
terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan interstinum mayor dengan anus.

Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus
disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna ( misalnya selulosa ),
komponen empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan
garam dari isi lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi
utama usus besar adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi. Selulosa dan bahan-
bahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar feses dan
membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan menentukan
volume isi kolon.
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
masa feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas adalah
pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan
berkontraksi untuk mengososngkannya. Gerakan ini menyebabkan gerakan usus bolak-balik
dan meremas-remas sehingga member cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.

Konsep

Definisi Colorectal Cancer


Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai organ apa saja di
tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum,
maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka disebut kanker
kolorektal (Aru, 2006). Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat
tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya
serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah
ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik ( Burkitt, 1971 ).
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan
rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker colorectal
adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir
dan cairan lainnya).

Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI,
2001 : 209) :
A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat
buah.
C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.
D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak
dapat dioperasi lagi.
Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N =
kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese).
T = Tumor primer
TO = Tidak ada tumor
TI = Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 = Invasi ke dinding otot
T3 = Tumor menembus dinding otot
N = Kelenjar limfa
N0 = tidak ada metastase
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M = Metastasis jauh
MO = Tidak ada metastasis jauh
MI = Ada metastasis jauh
Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok
1. Tipe menonjol
Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus termasuk tipe ini. Tumor
tampak nodular, polipoid, seperti kembang kola tai fungoid. Massa tumor besar, permukaan
mudah mengalami perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di belahan kanan kolon.
Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.
2. Tipe ulseratif
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam (kedalamannya
biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis) termasuk tipe ini.tipe ulseratif paling sering
di jumpai, menempati lebih dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada massa
terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya menonjol dank
eras, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis limfogen lebih awal.

3. Tipe infiltrative
Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus setempat
menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor
seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia abnormal jaringan ikat,
lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular, dipermukaan serosa setempat
sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah terjadi ileus,
timbul diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon sigmoid dan
bagian atas rectum, derajad keganasan tinggi, metastasis lebih awal.

Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko &
faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :
1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker colorectal
pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
4. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-
buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok, atau
menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam
linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena
kanker colorectal. Adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal (seperti
juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat
kasar, dibandingkan penduduk primitive (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971)
mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan
pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein
& lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih
kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi
karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Etiologi lain :
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin
serta gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi
dan kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida
yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi,
atau pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar
polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi
kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit
Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin
tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50
tahun ke atas.

Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat
kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan
dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang
umum terjadi.
1. Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga
stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar
dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan
hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik).
Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan
mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri
cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi
rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian,
serta feses berdarah (Gale, 2000).

Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :


1. Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
2. Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung
serta adanya tekanan pada rektum.
3. Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung, polip usus,
atau wasir.
4. Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam
rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri
Kolon kanan Kolon kiri
Pasokan darah: a. mesenterika superior, Pasokan darah: a. mesenterika inferior, v.
v. mesenterika superior. mesenterika inferior
Balikan vena: vena portaàhati kanan Balikan vena: v. lienalisàvena portaàhati kiri
Besar Kecil
Cair seperti bubur Berbentuk kering, padat
Terutama absorbsi air, elektrolit Storasi feses, defekasi
Umumnya berbentuk benjolan, sering Umumnya tipe infiltrative, mudah ileus
ulserasi luas, berdarah, infeksi
Massa abdominal, sistemik, perut Ileus, hematokezia, iritasi usus
kembung, nyeri samar dan gejala tak
khas

Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel usus ).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer
dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut
adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada
stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal
adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif
lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian
dari usus besar (Davey, 2006 : 335).
Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat berupa massa polipoid, besar,
tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam
sturktur sekitarnya. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan lesi
polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon ascenden. Secara histologist 95%
kanker kolon dan rektum adalah adenokarsinoma(tumor ganas yang tumbuh di jaringan epitel
usus) yang dapat menyekresi mucus yang jumlah yang berbeda-beda. Sel kanker dapat terlepas
dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati).
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker
menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan
ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain (Gale, 2000 : 177).
Stadium pada Colorectal Cancer
1. 1. Stadium Klinis
Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN
(Tambayong, 2000 : 143).
TIS Carcinoma in situ
T1 Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler
T2 Sudah mengenai otot dinding
T3 Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar
T4 Sama dengan T3 dengan fistula
N Limfonodus terkena
M Ada metastasis
1. 2. Stadium Kanker Kolon
1. Stadium A: kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis,
tak ada metastasis kelenjar limfe.
2. Stadium B: kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi
tunika serosa, di luar serosa atau jaringan perirektal, tapi tak ada metastasis
kelenjar limfe.
3. Stadium C: kanker disertai metastasis ke kelenjar limfe. Menurut lokasi kelenjar
limfe yang terkena di bagi menjadi stadium C1 dan C2. C1; kanker disertai
metastasis kelenjar limfe samping usus dan mesenterium, C2; kanker di sertai
metastasis kelenjar limfe di pangkal arteri mesenterium.
4. Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi luas local
atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin kuratif
atau nonresektabel.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan
obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi
terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah
terjadi metastase ke kelenjar limfe.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi mereka yang
sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun
pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker
kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada
pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk pemeriksaan
kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar, memotretnya, sekaligus biopsi
tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran
makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada
kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG).
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi.
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah
adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
1. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult
blood) secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak.
2. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
3. Barium Enema
d.
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar melalui dubur
dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya dapat dilihat
bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter.
Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.

Penatalaksanaan
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal
dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab
itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi
sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada
satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa
tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua
Kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan
adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
1. Reseksi segmental dengan anastomosis.
2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut
dari kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil sebanyak
mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat
kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan
dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura
lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di
kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal
transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan
dibuat anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan
proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
1. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran
sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat
sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah untuk tindakan dekompresi usus
pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi yang membuang
rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum
dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma
sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic
sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat,
antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah,
sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira
50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena
digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211). Kemoterapi yang
diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang
dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu:
5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya
dilakukan radiasi dan kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara
berkesinambunagn dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM (T = tumor, N
= kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese) yaitu :
M0 = Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.
MI = Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga hanya bisa
dihambat dengan kemoterapi
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
TI = Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi
T2 = Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
T3 = Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
4. Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
5. Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
6. Pencegahan
Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang
air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi
ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi,
terapi radiasi dan atau imunoterapi. Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan
kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B
dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.
Komplikasi
Pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6.

Pengkajian
1. Anamnesa
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat.
1. Keluhan utama:
Nyeri abdomen.
1. Riwayat penyakit sekarang:
Mual dan muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, nyeri tekan dan teraba massa pada abdomen
kuadran bawah.
1. Riwayat penyakit dahulu
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Imunisasi
4. Pemeriksaan fisik (ROS)
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan B1 – B6

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan
serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca Colorectal
2. PK Perdarahan
3. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan tonjolan CA.
6. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
8. Konsep diri berhubungan dengan proses penyakit
9. Harga diri berhubungan dengan proses penyakit

Intervensi

Diagnosis : Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan


asupan cairan dan
serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca
Colorectal
Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan 3x24jam pola defekasi pasin
normal kembali
(2x1hari), bentuk feses lonjong dan lunak, nyeri saat
defekasi berkurang
skala: 3-4
Tujuan: - Klien akan menunjukkan pengetahuan akan program
defekasi yang dibutuhkan.
- Melaporkan keluarnya feses dengan
berkurangnya nyeri dan
mengejan.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. observasi warna dan
konsistensi feses,
1. Merupakan tindakan dependent perawat dalam
frekuensi, keluarnya memberikan bantuan defekasi kepada klien.
flatus, bising usus dan
nyeri terkan abdomen
2. Pantau tanda gejala
rupture usus dan/atau
peritonitis.

1. Observasi faktor penyebab


konstipasi.

1. Ajarkan klien
dalam bantuan
eleminasi
defekasi.
2. Anjurkan klien untuk
menghindari mengejan
selama defekasi.
3. Observasi bisingusus dan
peristaltic perut klien
4. Konsultasikan pada ahli
gizi untuk meningkatkan
serat dan cairan dalam
diet.
5. Konsultasikan dengan
dokter untuk
memberikan bantuan
eleminasi, seperti :
diet, pelembut feses,
enema dan laksatif.

1. Penting untuk menilai


keefektifan intervensi,
dan memudahkan
rencana selanjutnya.
2. Keadaan ini dapat
menjadi penyebab
kelemahan otot
abdomen dan
penurunan peristaltic
usus, yang dapat
menyebakan
konstipasi.
3. Mengetahui dengan
jelas factor
penyebab
memudahkan
pilihan intervensi
yang tepat.
4. Akan meningkatkan
pola defekasi yang
optimal.
5. Mencegah terjadi
perubahan tanda vital,
sakit kepala atau
perdarahan.
6. Untuk mengetahui
aktivitas kinerja
system pencernaan
klien
7. Pada keadaan
kekurangan
serat dan cairan.

PK Perdarahan
Diagnosis :
Kriteria hasil : Melena tidak terjadi selama 2x24 jam
Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam
Tujuan : - Perdarahan terhenti
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Posisikan klien 1. Memberikan posisi nyaman selama klien dalam
proses perawatan
2. Perkembangan tanda-tanda vital akan menentukan
1. Pantau tanda-tanda vital pola intervensi selanjutnya.
3. Meningkatkan keadekuatan tubuh klien
4. Mengatasi melena dengan konsentrasi darah
1. Batasi aktivitas klien berlebihan tanpa tahanan sfingter
2. Membantu dan 5. Membantu mengurangi hematemesis
melayani klien dalam
hal penggunaan Diapers 1. PK kolaborasi:
3. Kolaborasi rehidrasi  Untuk menghentikan perdarahan sehingga
kumbah lambung melena dan hematemesis dapat berhenti
4. PK. Kolaborasi:  Untuk mengambil tumor dan untuk menutup
 Kolaborasi denngan lesi pada kolom
dokter dalam  Untuk mengganti darah yang telah
pemberian transamin keluar agar pasien tidak anemi
(obat penghenti
perdarahan)
 Kolaborasi gengan
dokter untuk
dilakukan
pembedahan
 Kolaborasi denan
dokter untuk
transfuse darah

Nyeri berhubungan dengan proses penyakit


Diagnosis :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan
melakukan pergerakkan
yang berarti sesuai toleransi.
Tujuan : Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau
hilang.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Monitor rasa sakit secara 1. Sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas
intervensi.
reguler, catat karakteristik,
lokasi dan intensiitas (0- 1. Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau
persiapan inadekuat (misalnya apendikstomi
10) darurat) dapat memperburuk persepsi
2. Catat munculnya rasa
cemas/takut dan
hubungkan dengan
lingkungan dan
persiapan untuk
prosedur.

1. Kaji tanda-tanda vital,


perhatikan
takikardia, hipertensi dan peningkatan pasien akan rasa sakit.
pernapasan, bahkan jika pasien 2. Dapat mengindikasikan rasa sakit
menyangkal adanya rasa sakit. akut dan ketidaknyamanan.
2. Berikan informasi mengenai sifat 3. Pahami penyebab ketidaknyamanan,
ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan. sebagai langkah pemberian teknik
pengalihan nyeri / relaksasi
1. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, 4. Mungkin mengurangi rasa sakit dan
misalnya semi – Fowler ; miring. meningkatkan sirkulasi. Posisi semi –
Fowler dapat mengurangi tegangan
otot abdominal dan otot pungguung
artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal.
1. Observasi efek analgetik. 5. Respirasi mungkin menurun pada
pemberian narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik
dengan zat-zat anastesi.
1. Kolaborasi, pemberian analgetik IV 6. Analgetik IV akan dengan segera
sesuai kebutuhan. mencapai pusat rasa saki,
menimbulkan penghilang yang lebih
efektif dengan obat dosis kecil.

Diagnosis : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual/muntah.
Kriteria hasil : - klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau meningkatkan
berat badan dengan nilai laboratorium normal.
- klien melaporkan peningkatan intake makanan.
- tidak ada mual/muntah.
Tujuan : - Antropometri : Berat badan pasien bertambah, Nutrisi pasien
terpenuhi
- Biochemical : klien tidak terlihat pucat dan turgor bagus
- Clinical sign : Tanda-tanda vital dalam rentang normal
- Diet : mengerti dan mengikuti anjuran diet
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Observasi sejauh mana
ketidakadekuatan nutrisi klien
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori,
jaga komentar tentang nafsu makan
sampai minimal.

1. Timbang berat badan sesuai indikasi.


2. Anjurkan makan sedikit tapi sering.

1. Anjurkan kebersihan oral sebelum


makan.
2. Tawarkan minum saat makan bila
toleran.
3. Konsultasi tentang
kesukaan/ketidaksukaan klien yang
menyebabkan distres.
4. Kolaborasi ahli gizi
pemberian makanan yang
bervariasi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian suplemen dan obat-
obatan, serta kebutuhan nutrisi
parenteral dan pemasang pipa
lambung.
6. Menganalisa penyebab
melaksanakan intervensi.
7. Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan nutrisi
berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan mempengaruhi
masukan.
8. Mengawasi keefektifan secara diet.
9. Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
10. Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
11. Dapat mengurangi mual dan
menghilangkan gas.
12. Melibatkan pasien dalam
perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan.
13. Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
14. Menstimulasi nafsu makan dan
mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.

Diagnosis : Risiko infeksi berhubungn dengan perdarahan tonjolan CA..

Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan 3x24jam resiko infeksi dan metastase ke organ
lain tidak cepat dan mungkin hilang
Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi dan metastase ke organ lain
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi metastase peyebaran ca ke 1. Dengan cara palpasi dapat diketahui
organ lain dengan cara palpasi ke metastase ca dan dapat segera di tangani
daerah purutt sekitar kolon 2. Untuk mengetahui fungsi organ apakah
2. Observasi bising usus dan peristalaik ada penurunan atau tidak
pasien 3. Kolaborasi:
3. Kolaborasi:  Untuk menanggulangi/mengurangi
 Kolaborasi dengan dokter untuk resiko inflamasi kolon
memberikan kortikosteroid  Untuk mengetahui ,metastase ca ke
 Kolaborasi dengan dokter untuk organ-organ lain sekitar kolan
melakukan usg dan ct-scan  Untuk membunuh kuman dan bakteri
 Kolaborasi dengan dokter untuk dari darah yang pecah pado masa kolan
pemberian antibiaotik

Diagnosis : Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi


Kriteria hasil : Intake cairan dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam
Turgor kulit normal
Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan klien.

Intervensi Rasional
1. Pantau intake cairan, pastikan sedikitnya 1. Ca colorectal dapat bermetastase ke
1500 ml cairan per oral, serta pantau ginjal yang dapat mempengaruhi
haluaran, pastikan sedikitnya 1000-1500 kerja ginjal, sehingga perlu mengatur
ml per 24 jam jumlah cairan yang masuk dan
2. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen keluar.
urea darah, urin dan serum, osmolalitas, 2. Menunjukkan pola intervensi
kreatinin, hematokrit, dan Hb. selanjutnya
3. Kolaborasi pemberian dextros G5

1. Memberikan keadekuatan cairan


1. Kolaborasi pemberian tranfusi darah

klien selama kemoterapi


2. Mengimbangi haluaran darah akibat
perdarahan serta meningkatkan Hb.
Diagnosis : Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
Kriteria hasil : Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien
Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai
Intervensi Rasional
1. Monitor tingkat ansietas klien 1. Menentukanpola intervensi yang akan
dilakukan
1. Berikan edukasi mengenai penyakit 2. Untuk meningkatakan koping dan harga
yang diderita. diri klien
2. Komunikasi terapeutik 3. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan
1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan 4. Mengurangi tingkat stres
(misal : tempatkan klien di ruangan
yang lebih tenang)
2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi 1. Meningkatkan kenyamanan psikologis
terbimbing. klien

Diagnosis : Perubahan konsep diri dengan proses penyakit


Kriteria hasil : Meningkatkan rasa penerimaan akan kondisi fisiologis klien
Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping yang
sesuai untuk meningaktkan konsep diri
Intervensi Rasional
1. Berikan edukasi mengenai penyakit 1. Untuk meningkatakan koping dan harga
yang diderita. diri klien
2. Komunikasi terapeutik 2. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan
1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan 3. Mengurangi tingkat stres
2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi 4. Meningkatkan kenyamanan psikologis
terbimbing. klien
3. Komunikasikan dengan keluarga 5. Memberikan rangsangan luar agar klien
pasien bagaiman membangun dapat memperoleh perhatian lebih,
hubungan yang baik selama proses sehingga mampu meningkatkan konsep
perawatan. dirinya.

Diagnosis : Perubahan harga berhubungan dengan


proses penyakit
Kriteria hasil : Meningkatkan kenyamanan pola
interaksi klien dengan lingkungan

Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama


dalam menentukan pola koping yang
sesuai aga
Intervensi Rasional

1. Berikan edukasi mengenai penyakit


yang diderita.
2. Komunikasi terapeutik

1. Singkirkan stimulasi yang berlebihan


2. Untuk meningkatakan koping dan
harga diri klien
3. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan

4. Mengurangi tingkat stres


Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Ca Colorectal meliputi :
1. Diagnosa 1 : Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; bentuk feses dalam bentuk
normal
2. Diagnosa 2 : Melena tidak terjadi selama 2x24 jam
Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam
3. Diagnosa 3 : Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
4. Diagnosa 4 ; klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau
meningkatkan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
klien mengerti dan mengikuti anjuran diet.
melaporkan peningkatan intake makanan.
tidak ada mual/muntah.
5. Diagnosa 5 : Leukosit normal 10.000-40.000
Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi
6. Diagnosa 6 ; Intake cairan dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam
Turgor kulit normal
7. Diagnosa 7 : Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan
rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar colorectal cancer
adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir
dan cairan lainnya).
Etiologi dari colorectal cancer yaitu terdiri atas faktor resiko dan faktor predisposisi. Faktor
risiko terdiri dari usia, riwayat kanker pribadi, riwayat kanker colorectal pada keluarga, riwayat
penyakit usus inflamasi kronis, riwayat penyakit polip di usus, dan riwayat penyakit crohn.
Sedangkan faktor predisposisinya terdiri dari merokok, pola makan yang tidak sehat (tinggi
lemak dan rendah serat), kontak dengan zat-zat kimia, minuman beralkohol, obesitas, dan
bekerja sambil duduk seharian.
Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawtan klien dengan colorectal
cancer.

Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Fraktur diperlukan
pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Informasi atau pendidikan kesehatan berguna
untuk klien dengan Fraktur misalnya mengurangi dan mengobati
DAFTAR PUSTAKA
1. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC: Jakarta
2. Price, Sylvia A and Lorraine M Wilson, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Ed.6,EGC:Jakarta
3. Smeltzer, Suzanne and Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner&Suddarth, vol.2, Ed.8,EGC:Jakarta
4. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/fraktur-i.html
15:47:48
5. http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-multiple-
fraktur/ 15:47:48
6. http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/ 15:47:48
7. Anonim. Prognosis og Bone Fracture. Diunduh dari
http://www.wrongdiagnosis.com/f/fractures/prognosis.htm pada tanggal 7 Desember
2010 pukul 12.54 WIB
8. Vorvick LJ. Bone Fracture Repair. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002966.htm pada tanggal 7 Desember
2010 pukul 10.00 WIB
9. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/fraktur-patah-tulang.html
10. http://medicastore.com/penyakit/654/Patah_Tulang_fraktur_.html
11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf
12. http://sma1lamongan.blogspot.com/2009/02/skripsi-fraktur-ganda-2007.html

Anda mungkin juga menyukai