Disusun oleh:
Dela Lorenza (191FK03110)
M. Javier Zada (191FK03109)
Nelis Siti Aisyah (191FK03108)
Puji Nabila (191FK03112)
Sinta Fauziah A. (191FK03113)
Tia Priliantini (191FK03114)
0
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................4
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat maupun tenaga kesehatan
lainnya kepada pasien dan keluarga di rumah sakit sangatlah penting untuk
memperhatikan keselamatan pasien. Melalui komunikasi efektif yang dilakukan
oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya baik ketepatan waktu, keakuratan,
kelengkapan, kejelasan serta pemahaman dari resipien ataupun penerima dapat
meminimalisir terjadinya kesalahan dalam berkomunikasi. Informasi tentang
asuhan pasien dan respon terhadap asuhan dikomunikasikan antara praktisi medis,
keperawatan dan praktisi kesehatan lainnya saat pergantian shift. Informasi
tersebut dapat dikomunikasikan baik secara lisan, tertulis atau elektronik (Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, 2012).
Salah satu indikator keselamatan pasien adalah komunikasi yang efektif. Dalam
indikator tersebut dikatakan bahwa komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan, pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis (seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien
untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera/cito). Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan untuk perintah lisan dan
melalui telepon termasuk: menuliskan informasi secara lengkap baik itu instruksi
dokter ataupun hasil pemeriksaan oleh yang menerima informasi; kemudian yang
menerima pesan akan mengulang kembali instruksi atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi ulang terhadap apa yang telah dituliskan dan yang telah dibaca
ulang secara lengkap. Jenis obat-obatan yang termasuk jenis obat NORUM/LASA
harus dieja ulang (Permenkes RI No.11, 2017)
Kemampuan untuk mengembangkan komunikasi efektif pada pelayanan
keperawatan professional sangat penting untuk dimiliki dan dilakukan oleh
perawat saat memberikan asuhan keperawatan secara maksimal, seperti
komunikasi antara perawat dengan profesi (Suarli & Bahtiar, 2010). Empat jenis
1
keterampilan dasar dalam berkomunikasi yaitu menulis dan membaca (bahasa
tulisan) serta mendengar dan berbicara (bahasa lisan). Komunikasi efektif terjadi
bila dalam komunikasi menghasilkan persamaan persepsi sehingga tidak
menimbulkan multi tafsir dan multi interpretasi dari pihak-pihak yang terlibat
dalam komunikasi (Nasir dkk., 2009).
Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komunikasi
SBAR. Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang disediakan
untuk petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien. Metode SBAR
merupakan metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting yang
membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap peningkatan
keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk
meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama
atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. Dengan
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau
tim kesehatan lainnya. Penerapan metode SBAR juga harus diikuti dengan teknik
TBaK agar tidak terjadi kesalahan informasi (Langsa, 2015).
2
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
terstruktur mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II
2. Tujuan Khususa
a. Untuk mengetahui definisi dari komunikasi secara umum.
b. Untuk mengetahui Komunikasi Perawat dengan Perawat.
c. Untuk mengetahui Komunikasi Perawat dengan Dokter.
d. Untuk mengetahui Komunikasi Perawat dengan Ahli Terapi
e. Untuk Mengetahui Komunikasi Perawat dengan Ahli Farmasi
f. Untuk Mengetahui Komunikasi Perawat dengan Ahli Gizi
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.1.4 Tipe Kelompok Layanan Kesehatan
Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam kelompok,
dari dua hingga organisasi profesional yang besar. Sebagai partisipan
kelompok, perawat mungkin diharuskan menjalani peran yang berbeda baik
menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran atau penerima saran sesuai
dengan kapasitasnya. Tipe kelompok layanan kesehatan yang umum meliputi
kelompok kerja, kelompok penyuluhan, kelompok swabantu, kelompok terapi,
dan kelompok pendukung sosial terkait kerja. Kerja profesional dalam
kelompok bergantung pada gaya kepemimpinan, tanggung jawab anggota,
tanggung jawab kepemimpinan, dan identifikasi tugas dalam fase grup berbeda.
5
berdasarkan pengetahuan tunduk. Partisipasi
dan pengalaman yang anggota tidak seimbang,
dimiliki. didominasi oleh beberapa
orang
6
Pemecahan masalah Tinggi: kritik yang Rendah: kritik tidak
mebangun sering membangun, muncul
dilontarkan. Jujur, relatif dalam bentuk serangn
nyaman, dan pribadi yang terang
diorientasikan untuk terangan atau
pemecahan masalah. tersembunyi.
Mendapatkan dukungan
Kreativitas Tidak memperoleh
dukungan
2.2 Delegasi
Delegasi adalah pemindahan tanggungjawab untuk melakukan kegiatan atau
tugas dan memegang akuntabilitas terhadap hasil. Delegasi bermanfaat untuk
memperbaiki efisiensi, meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan staf
lainnya. Sebagai seorang perawat, harus bertanggungjawab terhadap
penyelengaraan perawatan klien dan akan mendelegasikan kegiatan perawat
kepada asisten. Karena langkah dari proses keperawatan memerlukan perawat
untuk pengambilan keputusan, maka tahap ini tidak akan anda deegasikan kepada
asisten atau tenaga kesehatan lain. Untuk mendukung lingkungan profesional yang
baik, setiap anggota tim kerja keperawatan bertanggungjawab untuk melaksanakan
komunikasi profesional yang bersifat terbuka. Jika dilakukan dengan benar,
delegasi dapat memperbaiki efisiensi kerja, produktivitas, dan peningkatan kerja.
Lima syarat dalam pendelegasian antar tim kesehatan : Tugas yang tepat, kondisi
yang tepat, orang yang tepat, komunikasi/petunjuk yang tepat, supervisi yang
tepat.( Potter & Perry, 2009).
7
2.3 Konflik dalam berkomunikasi
Tujuan utama dalam menangani konflik di tempat kerja adalah untuk
menemukan kualitas tinggi dan solusi yang dapat diterima bersama. Dalam banyak
contoh, berbagai jenis hubungan dapat berkembang melalui penggunaan teknik
komunikasi manajemen konflik. Pada situasi klinis sebagai suatu proses kerja sama
untuk mencapai tujuan bersama dengan mengikuti langkah :
Memperoleh data faktual : Mendapatkan semua informasi yang relevan tentang
isu-isu spesifik yang terlibat dan sekitar respon perilaku klien untuk masalah
perawatan kesehatan.
Pertimbangkan sudut pandang lain: Memiliki beberapa ide tentang apa
masalah mungkin relevan dari sudut pandang orang lain, memberikan
informasi penting tentang pendekatan interpersonal yang terbaik untuk
digunakan.
Intervensi awal : Buat forum untuk komunikasi dua arah , sebaiknya bertemu
secara berkala dengan tim kesehatan lain mencakup permasalahan klien.
8
berfokus pada pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok, kolaborasi, konsultasi,
delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajemen. Dibutuhkan banyak
keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam presentasi, persuasi,
pemecahan masalah kelompok, pemberian tinjauan performa, dan penulisan
laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat dan tim kesehatan membutuhkan
interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun kepercayaan dan meperkuat
hubungan. Semua orang memilki kebutuhan interpribadi akan penerimaan,
keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan dan kontrol, serta perhatian. Perawat
membutuhkan persahabatan, dukungan, bimbingan, dan dorongan dari pihak lain
untuk mengatasi tekanan akibat stress pekerjaan dan harus dapat menerapkan
komunikasi yang baik dengan klien, sejawat dan rekan kerja. (Potter & Perry,
2009).
Agar efektif sebagai profesional keperawatan, itu tidak cukup untuk sangat
berkomitmen untuk klien. Pada akhirnya, iklim perusahaan tempat kerja akan
memiliki efek pada hubungan yang terjadi antara perawat dan klien pribadi.
Kegagalan dalam komunikasi antara penyedia layanan kesehatan adalah salah satu
faktor yang paling umum. Komitmen untuk kolaborasi dalam hubungan kerja
dengan para profesional lain membantu mempertahankan kualitas tinggi dari
perawatan klien. Keberhasilan kelompok bergantung pada hubungan baik
diantara tim, terutama pemimpin tim dengan anggota tim yang lain. Untuk
mendorong terjadinya komunikasi, pemimpin tim harus selalu mengamati prinsip
komunikasi menurut WHO, 1999 :
Seluruh anggota tim harus bebas mengemukakan dan menjelaskan pandangan
mereka dan harus didorong untuk bertindak seperti itu.
Sebuah pesan atau komunikasi, baik lisan maupun tertulis harus dinyatakan
dengan jelas dan dalam bahasa atau ungkapan yang dapat dimengerti
Komunikasi mempunyai 2 unsur yaitu mengirim dan menerima, bila pesan
yang dikirim tidak diterima komunikasi tidak berjalan. Dengan demikian
9
pemimpin tim harus selalu meggunakan suatu cara untuk memeriksa apakah
efek yang diharapkan terjadi.
Perselisihan atau pertentangan adalah normal dalam hubungan antar manusia,
hal ini sudah diatur sedemikian sehingga dapat mencapai hasil yang
konstruktif.
10
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini
adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Contohnya perawat di suatu ruangan
membicarakan mengenai kondisi keluarganya di rumah. Mereka saling
mencurahkan isi hati dan bertukar pikiran, secara otomatis hal ini memerlukan yang
namanya proses komunikasi.
11
anak terhadap salah seorang pasien anak, maka perawat wajib mendampingi dan
perawat akan melaporkan segala bentuk kondisi, tindakan dan perkembangan
keaadaan pasien kepada dokter tersebut. Bila dokter belum jelas mengenai laporan
tersebut seperti kondisi tanda vital pasien tersebut maka dokter akan berkomunikasi
dan bertanya dengan perawat mengenai kondisi pasien tersebut.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila
dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas
secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang
tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan
data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter
untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan
lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari
komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.
12
2.7 Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi.
Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat bekerja
dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh
ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat
dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan
tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat
merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh : Perawat
merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk klien
tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-
otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan
nafas.
13
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-
obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara
bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan
apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian
dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat
yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat
berinteraksi merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat
izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat
bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi
perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.
14
2) Rendahnya pemahaman interpersonal (lack of interpersonal understanding)
3) Otonomi yang keras (autonomy struggle)
Bertemu dengan orang sakit setiap hari merupakan tugas yang tidak mudah.
Pekerjaan profesional kesehatan secara konstan menempatkan mereka dalam
kontak dengan pasien yang sedang bergelut dengan kondisi kritis dalam hidupnya
dan mereka sedang mencoba mengatasi emosi atau penyakit yang serius. Sumber
masalah role stress yang dialami para professional kesehatan berhubungan dengan
penyelesaian peran professional itu sendiri. Jenis role stress dibagi dua jenis yaitu
role conflict dan role overload. Kasus role conflict dapat ditunjukan salah satunya
dengan reality shock.
Kramer (1974) dalam teorinya tentang Reality Shock menjelaskan bahwa stress
dapat disebabkan oleh adanya kesenjangan atau perbedaan antara lingkungan
pendidikan dengan pelayanan. Hal itu biasanya dialami oleh lulusan perawat baru.
Perawat Yanti sebagai perawat baru yang bekerja di sebuah Rumah Sakit
merasakan bahwa pendidikan yang ia tempuh selama ini ternyata belum cukup
untuk mempersiapkan dirinya dalam lingkungan kerja. Perawat Yanti akhirnya
mengalami reality shock yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik
antara perawat dan klien. Karena baru pertama masuk dunia kerja, perawat Yanti
juga merasakan kesulitan berkomunikasi dengan tim kesehatan lain, apalagi untuk
berbicara di depan suatu forum tim kesehatan. Hubungan interpersonal antara
perawat dan profesi lain pun harus terpelihara dengan baik. Hubungan tersebut
dapat diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman interpersonal mengenai
peran masing-masing individu atau profesi.
Perawat Yanti harus paham benar tentang perannya sebagai perawat dan
berusaha tidak memasuki batas wilayah peran profesi lainnya sehingga tidak
memicu konflik internal tim kesehatan. Kolaborasi antara perawat Yanti dengan
perawat atau tim kesehatan lain dapat terwujud jika hubungan interpersonal
perawat Yanti berjalan dengan baik. Area-area rentang konflik seperti yang
digambarkan di atas merupakan hal yang perlu diwaspadai, terutama dalam
15
menjalin kolaborasi antar anggota tim kesehatan atau interprofesional. Untuk
mempertahankan hubungan yang harmonis serta mengurangi beban stress di
lingkungan kerja, akhirnya para professional kesehatan membuat jadwal
pertemuan rutin yang digunakan sebagai sarana sharing atau berdiskusi tentang
masalah-masalah yang ada di lingkungan kerja. Pertemuan tersebut antara lain
rapat rutin tim kesehatan dan case conference.
16
Tujuan diadakannya case conference yaitu mengenal kasus dan
permasalahannya, mendiskusikan kasus untuk mencari alternatif penyelesaian
masalah asuhan keperawatan, meningkatkan koordinasi dalam rencana pemberian
asuhan keperawatan, dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam
mengangani kasus.Case conference juga digunakan untuk mengembalikan konflik
dalam kolaborasi (Arnold & Boggs, 2007), yaitu dengan cara mengutarakan
inisiatif untuk mendiskusikan masalah, menggunakan keterampilan mendengar
aktif, menyediakan dokumentasi data yang relevan terhadap isu, mengajukan
resolusi, menciptakan iklim dimana para pertisipan memandang negosiasi sebagai
sebuah usaha kolaborasi, membuat ringkasan yang jelas terhadap hasil feedback,
merekam semua keputusan dalam sebuah catatan. Kegiatan case conference ini
harus melalui tahap persiapan sebelumnya. Perawat Dewi dapat memilih salah satu
topik yang akan disampaikan dalam case conference.
Topik tersebut meliputi kasus pasien baru, kasus pasien yang tidak ada
perkembangan, kasus pasien pulang, kasus pasien yang meninggal, dan kasus
pasien dengan masalah yang jarang ditemukan. Pemilihan topik dapat dilakukan
dengan mengkaji terlebih dahulu data-data pasien yang selama ini dipegang oleh
perawat Yanti. Dengan data-data tersebut, perawat Yanti dapat membuat suatu
analisa permasalahan yang akan disampaikan saat case conference.
Case conference sebagai salah satu kegiatan penting dalam proses kolaborasi
antara tim kesehatan. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan
sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama
untuk merawat pasien. Kolaborasi dalam case conference ini meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh
kolaborator tentang suatu permasalahan dalam asuhan keperawatan. Efektifitas
hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab dapat menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien.
17
2.10.3 Menangani masalah-masalah staf perawat
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah antar kelompok petugas
kesehatan : Mengatur pelaksanaan untuk komunikasi kolaboratif, melakukan
pertemuan untuk menyatukan perspektif kelompok, mengidentifikasi masalah
utama, memiliki tujuan yang jelas dan relevan, saling menghormati dan
menghargai nilai-nilai dan martabat semua pihak, anggota kelompok dapat
bersikap tegas tapi tidak manipulatif, bersikap objektif, mendiskusikan solusi
dengan mengidentifikasi manfaat/kekurangan dari solusi, menghargai alternatif
solusi demi kepentingan klien, menghincari situasi konflik, menghindari emosi,
memutuskan untuk mengimplementasikan solusi terbaik, menentukan orang yang
bertanggung jawab untuk implementasi, membangun garis waktu dan metode
evaluasi.(Armold & Boogs, 2007).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter,
ahli gizi, apoteker dsb. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab
terhadap kesehatan pasien. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka
hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan baik. Selain itu perawat juga
mempunyai tanggung jawab untuk:
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan
dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam
bidang keperawatan.
3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang tak
bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.
Sehingga komunikasi sebagai dasar pembentuk hubungan yang baik harus
ditekankan pada setiap tim kesehatan sebagai upaya yang berfokus pada
peningkatan mutu pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
20