Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dankemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada
dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam
perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama
upaya pemecahan masalah kesehatan.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanankesehatan
kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan
kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yangdimilikinya.Tenaga keperawatan juga
memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya
melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila
hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan darimodel
medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit danpengobatan ke paradgima
sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi
kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit
merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir
semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit maupun di
tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatanganikesepakatan
di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan
MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang
independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik
perawat. Dalam kancah 3 global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan
negara- negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan.

Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undangyang


mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-
undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang
praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut
berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam
jumlah yang besar.
Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu
dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa
pelayanan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di indonesia
apabila tidak ada perundang-undangan yang berlaku dalam praktik keperawata.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2. Mengetahui sejarah perkembangan profesi keperawatan
3. Mengetahui masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5. Mengetahui alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan
6. Mengetahui legislasi keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Penyelenggaraan Praktik Keperawatan


Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial,spiritual
dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan
ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus
keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk
pelayanankeperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14 kebutuhan
dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-Cure and Core
(Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson),
Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya(Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan
Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan
kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai
sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam rangka
pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing dalam rangka
pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara
terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang
saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan
berbeda dengan profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
2.2 Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dariperkembangan
keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman NabiMuhammad S.A.W, walaupun
tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat
pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga
dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan
mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitudiberikan
oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa catatan mengemukakan
sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun 1800-
an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini
Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan kekhususan paramedis
diantaranya pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa,
tenaga perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan mantri
cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan,
termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan
dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan
penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia
Belandasering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4 tahun
yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang
di mulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa
kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai
wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari bahwa pentingnya
organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan periode
kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan
adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di
Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi
pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah
Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan
sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia.
Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatanyang ada
dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana Keperawatan.
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners) didirikan
dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya antara lain UGM (Yogyakarta),
UNDIP(Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang), UNBRAW (Malang), USU
(Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar) serta di beberapa universitas swasta. Pada
periode ini perawat yang telah melalui pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari
bahwa profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus.

2.3 Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan


Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana penyakitdegeneratif
dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (avian flu, HIV/AIDS)muncul bersama-sama. Hal
ini diperberat dengan terjadinya berbagai bencana alam yang mendera Indonesia secara bertubi-
tubi (gempa, Tsunami, banjir,gunung meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yangmenimbulkan
makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi kurang/burukakibat daya beli masyarakat
yang rendah sehingga menurunkan daya tahan tubuhterhadap penyakit dan memperlambat proses
penyembuhan, yang berdampak padapemborosan sumber, termasuk menimbulkan masalah-
masalah dalam penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena adanya keterbatasan
berbagai sumber keperawatan, baik itu sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun
dalam hal ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners.
Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenagakeperawatan
sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada Januari 1983, bahwa
keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system pendidikan tinggi keperawatan merupakan
pendidikan profesi.

2.4 Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan


1. Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah danseluruh
elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada
seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harusdiselenggarakan
secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin,
anak-anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di
pedesaan.
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayahperbatasan
dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang memberi dampak pada
kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait
lainnya.
2. Alasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa
Setiaporang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai Sumber
Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan,
pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.
Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa: Pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.” Pada Pasal 53 ayat
1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
3. Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
a.       Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari
model medical yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan
ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan
bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b.  Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatansebagai profesi dan
struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi
kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c.  Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
d.  Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagaibagian integral dari
pelayanan kesehatan.
e.   Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraanpelayanan
keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan
keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa diskriminatif menurut status
social, budaya, agama, ras, dll.
4. Alasan Tehnik Keperawatan
a. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadapperawat.
b. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalampengambilan
keputusan (kebijakan).
c. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidakmerata.
d. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan
peluang sempit.
g. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h. Kondisi kerja.

2.5 Legislasi Keperawatan


Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang ataupenyempurnaan
perangkat hukum yang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan
(Sand,Robbles1981). Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
1. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
2. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system
keperawatan.
3. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan.
4. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.

Fungsi legislasi keperawatan


1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan.
2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
5. Memotivasi pengembangan profesi.
6. Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi keperawatan mencakup 3 komponen yaitu registrasi, sertifikasi, dan lisensi.

Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi
baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai
sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar,perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik
maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
 
Tujuan registrasi :
a. Menjamin kemamapuan perawat untuk melakukan praktik keperawatan
sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya.
b. Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif terhadap kasus
kelalaian tugas atau ketidak mampuan melaksanakan tugas sesuai dengan
standar kompetensi.
c. Mengidenttifikasi jumlah dan kualifikasi perawat professional dan
vokasional yang akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi masing-masing.

Registrasi meliputi 2 kegiatan berikut :


1. Registrasi administrasi adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukan
setiap tahun, berlaku untulk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi adalah registrasi yang dilkakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan ,mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan ,berlaku bagi perawat professional.
Perawat yang sudah teregistrasi mendapat Surat Izin Perawat(SIP) dan nomer
register.
Perawat yang sudah melakukan registrasi akan memperoleh kewenangan
dan hak berikut :
1. Melakukan pengkajian
2. Melakukan terapi keperawatan.
3. Melakukan observasi.
4. Memberikan pendidikan dan konseling kesehatan.
5. Melakukan intervensi medis yang didelegasikan.
6. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan.
Perawat yang tidak teregistrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan dan hak
tersebut. Registrasi berlaku untuk semua perawat professional yang bermaksud melakukan
praktik keperawatan di wilayah Negara republik Indonesia, termasuk perawat berijasah luar
negeri.
Mekanisme registrasi terdiri dari mekanisme registrasi administrative danmekanisme
registrasi kompetensi yang dilakukan melalui 2 jalur,yaitu :
1. Ujian registrasi nasional, dan
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Registrasi yang dilakukan perawat yang baru lulus disebut regustrasi awal dan registrasi
selanjutnya di sebut registrasi ulang.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap peningkatan pengetahuan,keterampilan, dan
perilaku (kompetensi) seorang perawat dengan memberikan ijasah atau sertifikat.

Tujuan sertifikasi :
a. Menyatakan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku perawat sesuai
dengan pendidikan tambahan yang diikutinya.
b. Menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktik keperawatan sesuai
pendidikan tambahan yang dimilikinya.
b.      Memenuhi persyaratan registrasi sesuai area praktik keperawatan.
Lisensi
Lisensi berupa kewenangan kepada seorang perawat yang sudah di registrasiuntuk
melaksanakan pelayanan praktik keperawatan. Lisensi merupakan suatukehormatan bukan suatu
hak. Semua perawat seharusnya mengamankan hak ini dengan mengetahui standar pelayanan
yang dapat diterapkan dalam suatu tatanan praktik keperawatan.
Tujuan lisensi :
a. Memberi kejelasan batas kewenangan tiap katagori tenaga keperawatan
untuk melakukan praktik keperawatan.
c.       Mengesahkan atau member bukti untuk melekukan praktek keperawatan
professional.

Mekanisme Legislasi
Persyaratan legislasi antara lain berupa kemampuan (kompetensi) yangdiakui, tertuang
dalam ijazah dan sertifikat.
Registasi meliputi dua hal kegiatan berikut.
1. Registrasi administrasi; adalah kegiatan mendaftarkan diri yang dilakukansetiap tahun,
berlaku untuk perawat professional dan vokasional.
2. Registrasi kompetensi; adalah registrasi yang dilakukan setiap 5 tahun
untuk memperoleh pengakuan, mendapatkan kewenangan dalam
melakukan praktik keperawatan, berlaku bagi perawat profesional.
Perawat yang tidak teregristrasi, secara hukum tidak memiliki kewenangan
dan hak tersebut. Regristrasi berlaku untuk semua perawat profesional yang
bermaksud melakukan praktik keperawatan di wilayah Negara Republik
Indonesia, termasuk perawat berijazah luar negeri. Mekanisme regristasi terdiri
dari mekanisme registrasi administratif dan mekanisme registrasi kompetensi
yang dilakukan melalui 2 jalur yaitu :
1. Ujian registrasi nasional
2. Pengumpulan kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Mekanisme Sertifikasi
1. Perawat teregistrasi mengikuti kursus lanjutan di area khusus praktik
keperawatan yang ddiselenggarakan oleh institusi yang memenuhi syarat.
2. Mengajukan aplikasi disertai dengan kelengkapan dokumen untuk
ditentukan kelayakan diberikan sertifikat.
3. Mengikuti proses sertifikasi yang dilakukan oleh konsil keperawatan.
4. Perawat register yang memenuhi persyaratan, diberikan serifikasi oleh
konsil keperawatan untuk melakuakan praktik keperawatan lanjut.

Mekanisme Lisensi
Perawat yang telah memenuhi proses registrasi mengajukan permohonan
kepada pemerintah untuk memperoleh perizinan / lisensi resmi dari pemerintah.
Perawat yang telah teregistrasi dan sudah memiliki lisensi disebut perawat
register, dan dapat bekerja di tatanan pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan
keperawatan.                                     

2.6 Pentingnya Sistem Regulasi /Pengaturan


Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan)adalah kebijakan
atau ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas
profesinya dan terkait dengan kewajiban dan hak.
Tujuan Regulasi
Tujuan umum regulasi keperawatan adalah melindungi masyarakat dan
perawat,sedangkan tujuan khusus regulasi adalah:
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan;
2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan;
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
4. Menapis IPTEK keperawatan
5. Menilai boleh tidaknya praktik;
6. Menilai kesalahan dan kelalaian.
Beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem regulasi
yang ketat adalah terjadinya hal-hal berikut.(Marquis & Huston,1998;Rocchiccioli
& Tilbury,1998)

1. Pelaksanaan tugas keperawatan diluar batas waktu yang ditentukan


2. Kegagalan memenuhi standar pelayanan keperawatan.
3. Mengabaikan bahaya yang mungkin timbul
4. Hubungan langsung antara kegagalan memenuhi standar pelayanan
keperawatan dengan terjadinya bahaya
5. Terjadi kecelakaan/kerusakan yang dialami oleh klien

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk :


1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
3. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait
lainnya untuk memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik
keperawatan komunitas.
4. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan
jaminan pada penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang
profesional.
5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan
efektif.

2.7 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mempercepat Terwujudnya


Legislasi Di Indonesia.
Leglasi keperawatan yang baku dan baik di Indonesia masih mereupakan
harapan di masa mendatang. Namun, ada beberapa upaya berikut ini yang dapat
mendukung teciptanya sistem regulasi keperawatan.
1. Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan pekakuan sebagai
perawat tercatat, agar tenaga yang dituntut bertanggung jawab dan tanggung
gugatnya adalah tenaga keperawatan yang sebetulnya dariaspek pendidikan
mereka telah memahami tentang pelayanan keperawatan profesianal dan telah
memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini tidak memenuhi standar.
2. Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan perundang-
undangan bagi seluruh masyarakat keperawatan. Tujuannya untuk
meningkatkan pemahaman tentang dampak hukum yang dapat terjadi apabila
pelayanan keperawatan yang diberikan tidak memenuhi standar.

3. Mempercepat diwujudkannya praktik keperawatan professional diberbagai


jenjang tatana pelayanan kesehayan. Hal ini sebagai landasan diterapkannya
bentuk pelayanan keperawatan profesional yang bukan hanya memenuhi
persyaratan dan standar profesional, tetapi juga memenuhi persyaratan hukum
keperawatan.

4. Menyoasialisasikan berbagai kegiatan persiapan diterapkannya sistem


legislasi keperawatan. Kegiatan ini beetujuan untuk menghindarkan
ketidakmengertian, kesalahan persepsi/kesalahan interprestasi ataupun
kesalahan komunikasi tentang hukumm keperawatan.

5. Menyepakati perkembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan di


Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh masyarakat
keperawatan di Indonesia ini tidak akan memungkinkan pihak lain untuk
membentuk jenjang keperawatan lain yang dapat mengaburkan nilai-nilai
profesionalisme yang kemungkinan dapat terperangkap dalam sistem ligislasi
yang akan dibakukan.

2.8 Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan
tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang
diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan dari hukum. Dengan demikian hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu
terdapat banyak macam perlindungan hukum. Secara umum perlindungan hukum
diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan
bersinggungan dengan peristiwa hukum. Jika demikian, lalu untuk apa lagi dibuat
istilah perlindungan hukum?
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat
preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),
baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum.
Menurut Hadjon seorang pakar Hukum Administrasi Negara UNAIR, bahwa
perlindungan hukum bagi rakyat atau seseorang meliputi dua hal, yakni:
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana kepada rakyat atau seseorang diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif;
Kedua: Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Berdasartkan dua kategori perlindungan hukum, maka pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep
dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian serta kebahagian.

2.9 Dasar Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Perawat


a. Undang-Undang Dasar Negara RI 1945:
Secara konstitusional dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NKRI 1945 yang
menyebutkan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan
hukum”.
Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
b. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
Pasal 9 ayat 3 berbunyi “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat”
c. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 4
berbunyi “ Setiap orang berhak atas kesehatan”.
Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009
- Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
- Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
-Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
d. Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 13
menyatakan
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib memiliki 
surat ijin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentan peraturan perundang-undangan
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien
Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana yang
di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut
Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga
kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun
dentist ( dokter gigi ).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil
dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila
dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat
pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat
memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai
pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang
diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan
naskah akademis menjadi sangat penting.

3.2 Saran
1. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan
partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran
Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2. Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap
mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan
dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut
berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.

3. Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam


bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber; A. Aziz Alimul Hidayat (2007),Pengantar Konsep Dasar


Keperawatan,Salemba Medika,Jakarta.
Priharjo Robert. Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta
EGC,2008
Kusnanto, Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional, EGC :
Jakarta.
http://pondokmerana.blogspot.com/2013/03/makalah-praktik-keperawatan.html

Anda mungkin juga menyukai