a. Lingkungan
Dalam menjalani proses adaptasi individu sangat dipengaruhi oleh
lingkungan baik internal maupun eksternal. Levine memandang setiap individu
memiliki lingkungannya sendiri baik lingkungan internal maupun eksternal.
Perawat dapat menghubungkan lingkungan internal individu dengan aspek
fisiologis dan patofisiologis, dan lingkungan eksternal sebagai level persepsi,
opersional dan konseptual. Level perseptual melibatkan kemampuan menangkap
dan menginterpretasi dunia dengan organ indera. Level operasional terdiri dari
segala sesuatu yang mempengaruhi individu secara fisiologis meskipun mereka
tidak dapat mempersepsikannya secara langsung, seperti mkroorganisme. Pada
konseptual level, lingkungan dibentuk dari pola budaya, dikarakteristikkan dengan
keberadaan spiritual, dan ditengahi oleh simbol bahasa, pikiran dan pengalaman.
b. Respon organism
Kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan disebut
sebagai respon Organismik. Respon tersebut terdiri dari 4 tingkatan, yaitu :
( Menurut Levine (1973))
1) Fight-flight merupakan respon yang paling primitif dimana ancaman yang
diterima individu baik nyata maupun tidak, merupakan respon terhadap
ketakutan melalui menyerang atau menghindar hal ini bersifat reaksi yang
tiba-tiba. Respon yang disampaikan adalah kewaspadaan untuk mencari
informasi untuk rasa aman dan sejahtera.
2) Respon peradangan atau inflamasi
Merupakan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari
lingkungan yang tidak bersahabat, merupakan cara untuk penyembuhan diri.
Respon individu adalah menggunakan energi sistemik yang ada dalam dirinya
untuk menghapus atau mencegah iritasi patogen yang merugikan. untuk hal
ini sangat dibutuhkan kontrol lingkungan.
3) Respon terhadap stress menghasilkan respon defensif dalam bentuk perubahan
yang tidak spesifik pada manusia, perubahan structural dan kehilangan energi
untuk beradaptasi secara bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi,
dikarakteristikkan dengan pengaruh yang menyebabkan pasien atau individu
berespon terhadap pelayanan keperawatan.
4) Kewaspadaan perceptual, respon sensori menghasilkan kesadaran persepsi,
informasi dan pengalaman dalam hidup hanya bermanfaat ketika diterima
secara utuh oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari individu ke
lingkungan dan sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah
laku. Respon ini sangat tergantung kepada kewaspadaan perceptual individu,
hanya terjadi saat individu menghadapi dunia (lingkungan) baru disekitarnya
dengan cara mencari dan mengumpulkan informasi dimana hal ini bertujuan
untuk mempertahankan keamanan dirinya.
c. Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai alternatif untuk
diagnosa keperawatan. Ini merupakan metode ilmiah untuk menentukan sebuah
penentuan rencana keperawatan.
3. Konsep Konservasi
Konservasi berasal dari bahasa latin conservatio yang berarti “to keep
together”atau menjaga bersama-sama (Levine, 1973). Konservasi menggambarkan
cara system yang kompleks dibutuhkan untuk melanjutkan fungsi bahkan jika terjadi
hambatan yang berat sekalipun (Levine, 1990). Selama konservasi, individu dapat
melawan rintangan, melakukan adaptasi yang sesuai, dan mempertahankan
keunikannya. Tujuan konservasi adalah kesehatan dan kekuatan untuk untuk
menghadapi ketidakmampuan. Fokus utama konservasi adalah menjaga bersama-
sama seluruh aspek dari manusia/individu. Meskipun intervensi keperawatan mungkin
mengacu pada satu bagian prinsip konservasi, perawat juga harus mengkaji pengaruh
prinsip konservasi lainnya (Levine, 1990). Konservasi berfokus pada keseimbangan
antara suplai dan kebutuhan energy dalam realitas biologis yang unik untuk setiap
individu.
Ada 4(empat) prinsip konservasi, yaitu sebagai berikut :
a. Konservasi Energi
Individu membutuhkan keseimbangan energi dan pembaharuan konstan
dari energi untuk mempertahankan aktifitas hidup. Proses seperti penyembuhan
dan penuaan merupakan hambatan bagi energy tersebut. Hukum termodinamika
yang kedua diterapkan pada apapun di dunia, termasuk manusia. Konservasi
energi telah lama dipakai dalam praktik keperawatan meskipun kebanyakan pada
prosedur dasar. Tujuan dari konversi energy ini adalah untuk menghindari
penggunaan energy yang berlebihan atau kelelahan. Karena individu memerlukan
keseimbangan energy dan memperbaharui energy secara konstan untuk
mempertahankan aktivitas hidup. Dalam praktek keperwatan, hal ini terlihat di
ruang rawat pasien.
b. Konservasi Integritas Struktur
Penyembuhan merupakan proses memulihkan integritas structural dan
fungsi selama konservasi dalam mempertahanka keutuhan levine’s 1991).
Ketidakmampuan akan ditunjukkan kepada level baru adaptasi (Levine, 1996).
Perawat dapat membatasi jumlah jaringan yang terlibat dalam penyakit dengan
deteksi dini terhadap perubahan fungsi dan dengan intervensi keperawatan.
Konservasi integritas struktur bertujuan untuk mempertahankan atau memulihkan
struktur tubuh sehingga mencegah terjadinya kerusakan fisik dan meningkatkan
proses penyembuhan. Contoh: Membantu pasien dalam latihan ROM,
Pemeliharaan kebersihan diri pasien.
c. Konservasi Integritas Personal
Harga diri dan kepekaan identitas sangat penting, merupakan hal yang
paling mudah diserang. Hal ini diawali dengan berkurangnya privasi dan
munculnya kecemasan. Perawat dapat menunjukkan respek kepada pasien selama
prosedur, mensupport usaha mereka, dan mengajar mereka. Pada konservasi
integritas personal, perawat diharapkan memberikan pengetahuan dan kekuatan
sehingga individu tidak lagi melanjutkan hidup pribadi dan tidak lagi bergantung,
kebutuhan pasien harus dihormati, dilengkapi dengan privasi, dan dukungan
psikologis. kesucian hidup diwujudkan pada semua orang. Keterbatasan di sini
akan berpusat pada klien yang secara psikologis terganggu. Konservasi integritas
personal bertujuan untuk mengenali individu sebagai manusia yang mendapatkan
pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri, dan dapat menentukan nasibnya sendiri.