Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu sindrom
atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain
yang kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi merupakan
peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau
tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, (JNC VII) berpendapat hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner
dan Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik yang persisten diatas 140
mmHg sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila
mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal
jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila
mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan
terjadi retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul
merupakan penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis penderita
karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal ginjal, dan gagal
jantung.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :
1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.8 Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.9
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah
satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot
jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan
yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.
6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.14 Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok
pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median
waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi
terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari.
C. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance. Apabila
terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka
dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan
sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi
cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon
iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot
polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan
antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin
dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka
panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang
melibatkan berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin
ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga
yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen
akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunangkunang.
E. Swedish Massage
Swedish massage adalah bentuk klasik teknik pijat barat dengan metode melakukan
manipulasi jaringan lunak meliputi lima gerakan yaitu effleurage, petrissage, friction,
tapotement dan vibration (Mc Millan ,1921, dalam Tappan & Benjamin, 1998).
Swedish massage merupakan teknik pijatan lembut dan superfisial dari tekanan ringan
hingga kuat berfokus menjaga kesehatan serta relaksasi (Braun & Simonson, 2008).
Sedangkan Field & Breunner (2002, dalam Sajedi, Kashaninia, Hoseinzadeh &
Abedinipoor, 2011) mengartikan Swedish massage sebagai teknik pijat berfokus
relaksasi dan meningkatkan sirkulasi darah dengan melibatkan otot.
F. Gerakan
Dalam melakukan pijatan Swedish massage terdapat teknik dasar meliputi effleurage,
petrissage, friction, tapotement, dan vibration (Tappan & Benjamin, 1998).
1. Effleurage
Effleurage adalah gerakan meluncur secara lembut baik menggunakan tekanan
ringan sampai sedang (Tappan & Benjamin, 1988). Berdasarkan tekanan menurut
Braun & Simonson (2008) terdapat dua jenis gerakan effleurage yaitu superficial
effleurage atau deep effluerage. Superficial effleurage atau effleurage ringan
merupakan gerakan seperti menggosok tubuh secara lembut dan pelan dengan
menggunakan ibu jari, jari-jari, telapak tangan. Sedangkan deep effleurage
merupakan gosokan dalam menggunakan ibu jari, bukubuku jari, pangkal tangan,
dan lengan bagian bawah. Gerakan ini digunakan untuk meratakan pelumas,
memberikan rasa hangat, relaksasi, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe, serta
menurunkan ketegangan otot dan nyeri (Braun & Simonson, 2008). Gerakan
meluncur dilakukan minimal sejauh 10-20 inch. Saat kembali kepada titik awal
gerakan dilakukan seolah-olah tangan terapis tidak meninggalkan pasien dan
terputus, karena merupakan bagian dari menciptakan relaksasi. (Harisson, 1986;
Hofkosh, 1985; Tappan, 1988 dalam Golia, 1991).
Ketika gerakan effleurage dilakukan menuju jantung, hal ini akan memberikan
efek terhadap sirkulasi vena dan pembuluh limfe. Apabila dilakukan dengan
memberikan kompresi akan meningkatkan sirkulasi arteri dan metabolisme sel
termasuk glikolisis. Effleurage dapat pula mencegah terjadinya iskemik serta
menurunkan nyeri akibat kekurangan suplai darah ke sel (Braun & Simonson,
2008).
2. Petrisage
Petrisage merupakan teknik mengangkat dan meremas jaringan lunak, menekan
atau menggulung jaringan guna membuang sampah produk metabolik sel,
meningkatkan sirkulasi setempat, membantu aliran balik vena, serta memberikan
relaksasi pada otot (Tappan & Benjamin, 1998). Braun & Simonson (2008)
memaparkan petrisage merupakan teknik beritme kombinasi antara menekan,
menggenggam, dan mengangkat jaringan lunak dari tulang.Petrisage sering pula
disebut kneading, gerakan dilakukan lebih dalam dan lebih kuat dari pada teknik
effleurage (Harisson, 1986, Hofkosh, 1985, Tappan, 1988, dalam Golia, 1991).
Petrisage memberikan efek fisiologis terhadap peningkatan sirkulasi darah dan
limfe, stimulasi kelenjar sabasea, memberikan kehangatan pada jaringan,
menurunkan ketegangan otot, menurunkan rasa nyeri serta memberikan rasa
relaksasi. Petrisage yang dilakukan lebih dalam dapat meningkatkan sirkulasi dan
metabolisme seluruh sel otot termasuk pembuluh darah, pembuluh limfe, serta sel
saraf. Penelitian menunjukan gerakan ini dapat meningkatkan elastisitas dari otot,
definisi otot lebih jelas, perbaikan sensitifitas impuls saraf untuk berkontraksi atua
kontraktilitas (Braun & Benjamin, 2008).
3. Friction
Friction adalah gerakan berupa gesekan antara kulit dengan jaringan dibawahnya.
Bila gesekan diberikan di bagian superfisial, maka terjadi gesekan antara kulit
dengan tangan terapis. Namun bila gesekan dilakukan secara dalam maka terjadi
gosokan pada jaringan lunak (Braun & Simonson, 2008).
Efek fisiologi dari friction superfisial adalah rasa hangat disebabkan aliran darah
dan limfe dari vasodilatasi kulit, bersifat setempat sehingga terdapat hyperemia
setempat. Friction dalam dapat meningkatkan sirkulasi pada jaringan otot dan
fasia dalam, serta dapat mengakibatkan relaksasi pada jaringan otot dari kontraksi
pasif (Braun & Simonson, 2008).
4. Tapotement
Tapotement adalah teknik perkusi secara bergantian, beritme, ringan dan cepat.
Variasi teknik gerakan tapotement meliputi hacking, rapping, cupping, clapping,
slapping, tapping dan piecement (Tappan & Benjamin, 1998). Tapotement oleh
Braun & Simonson (2008) digambarkan sebagai teknik dimana seperti memukul
drum dengan ritme. Gerakan tapotement apabila diberikan secara ringan akan
menstimulasi sistem saraf simpatis dan vasokontriksi superfisial. Sedangkan
tapotement berat akan menyebabkan vasodilitasi superfisial, menurunkan nyeri
dan relaksasi (Braun & Simonson, 2008).
5. Vibration
Vibration adalah teknik dengan cara menggoyangkan atau menggetarkan tangan
atau jari-jari (Tappan & Benjamin, 1998). Vibration dapat menstimulus saraf, otot,
dan organ, meningkatkan sirkulasi dan tempertatur pada jaringan lokal, penurunan
ketegangan otot, menurunkan nyeri (Braun & Simonson, 2008).
G. Mekanisme Swedish massage terhadap tekanan darah
Massage telah diketahui memberikan efek terhadap tubuh, pikiran dan emosi (Tappan
& Benjamin, 1998). Model teori mekanisme efek massage melibatkan biomekanis,
fisiologis, neurologis, dan psikologis. Biomekanis melibatkan bagaimana mekanisme
tekanan yang diberikan pada jaringan, efek fisiologis akan terlihat pada perubahan
jaringan atau organ, efek neurologis terhadap stimulasi reflek sedangkan efek
psikologis terhadap peningkatan hubungan antara tubuh dan pikiran (Braveman &
Schulman, 1999; Bell, 1964 dalam Weerapong, Hume & Kolt, 2005).
Secara fisiologis, massage mempengaruhi sistem saraf parasimpatis yang dapat
menimbulkan respon relaksasi. Ketika tubuh relaksasi, menandai penurunan hormon
kortisol yang berperan terhadap stres serta berpengaruh terhadap sirkulasi darah
(Braun & Simonson, 2008). Menurut Robbins, Powers & Burgess (1994, dalam
Tappan dan Benjamin, 1998) relaksasi memberikan manfaat mengurangi tingkat
metabolisme dan oksigen berlebihan, menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan
mengurangi irama jantung.
Menurut Wood & Becker (1981, dalam Tappan & Benjamin, 1988) Swedish massage
dapat memberikan efek terhadap sirkulasi darah setempat dan seluruh tubuh. Efek
seluruh tubuh dapat terjadi dari respon relaksasi dan kontrol stres yang dapat
menurunkan tekanan darah sehingga berpengaruh terhadap sistem sirkulasi dan
meningkatkan sirkulasi secara keseluruhan (Tappan & Benjamin, 1998). Efek tersebut
mengakibatkan peningkatan pengiriman oksigen, nutrisi, dan produk metabolik dan
sel sehingga mengurangi kejadian iskemik (Braun & Simonson, 2008). Efek setempat
dikarenakan dilatasi pembuluh darah kapiler dan peningkatan sirkulasi darah pada
area setempat yang dapat terjadi dengan pemberian tekanan ringan (Tappan
&Benjamin, 1998). Efek Swedish massage terhadap sirkulasi dipengaruhi bagaimana
gerakan dan tekanan yang diberikan. Tekanan tersebut mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan memberikan pasokan
oksigen serta nutrisi pada jaringan lokal (Braun & Simonson, 2008). Gerakan
effleurage dalam dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah vena ekstremitas
yang menyebabkan penurunan tekanan vena serta dapat meningkatkan sirkulasi arteri.
Gerakan kneading memberi bantuan dalam aliran balik vena sedangkan kompresi
dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah lokal dan kapiler (Tappan & Benjamin,
1998).
Berbagai penelitian dilakukan untuk menguji efek massage terhadap sirkulasi darah
terutama dalam hal tekanan darah didapatkan perbedaan. Beberapa studi menemukan
bahwa massage dapat menurunkan secara signifikan untuk tekanan darah (Aourell,
Skoog & Carleson, 2005; Cady & Jones, 1997; Delancy, Leong, Watkins 7 Brodie,
2002, dalam Moraska, Pollini, Boulanger, Brooks & Teitbaum, 2010). Namun
penelitian lain menemukan tidak terdapat efek signifikan terhadap tekanan darah
setelah dilakukan massage (Hernandez-reif, Field, Krasnegor, Theakston, Hossain &
Burnam, 2000; Ahles, Tope, Pinkson, Walch S, Hann & Wedon et al, 1999;
Goodfelow, 2003, dalam Moraska, Pollini, Boulanger, Brooks, &Teitbaum, 2010).
Sedangkan terdapat studi yang mengungkapkan dimana massage dapat menurunkan
tekanan darah selama pemberian namum tidak setelahnya (Hayes & Cox, 2000, dalam
Moraska, Pollini, Boulanger, Brooks, & Treitbaum, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN

Peneliti Sampel Metode Hasil


Ms. Hena 60 Perempuan Desain Quasi  Pijat Swedia adalah metode non-
Leni Grace, Experimental- farmakologis sederhana dan hemat
D., Dr. Pre-Test Post- biaya. Ini efektif dalam
Aruna, S. Test Control mengurangi tekanan darah di
and Dr. Group Design. antara pasien hipertensi.
Mangala  Pijat Swedia yang tidak hanya
Gowri hemat biaya dan juga tidak
memiliki efek samping dan mudah
dilakukan di rumah.
Penurunan BP dan HR dapat dijelaskan melalui perasaan nyaman dan relaksasi, serta
peningkatan aktivitas parasimpatis yang disebabkan oleh pijatan seperti yang ditunjukkan
oleh Ouchi et al. (2006). Hal ini didukung oleh Diego dan Field (2009) yang menunjukkan
bahwa pijatan yang diterapkan pada tekanan sedang selama 15 menit menyebabkan
peningkatan komponen frekuensi tinggi variabilitas HR yang mencerminkan peningkatan
aktivitas vagal. Selain itu, terjadi penurunan rasio komponen frekuensi rendah terhadap
komponen frekuensi tinggi variabilitas HR yang mengindikasikan adanya perubahan dari
aktivitas simpatis ke aktivitas parasimpatis.

Kavitha, M. S., Sreelekha, B., & Sujitha, E. (2015). Effectiveness of Swedish Massage
Therapy on Stress and Blood Pressure Among Patients with Hypertension. International
Journal of Science and Research (IJSR), 4(10), 383-386.
https://www.semanticscholar.org/paper/Effectiveness-of-Swedish-Massage-Therapy-on-
Stress-KavithaM./5d9d855ac6d04ad3395aec80b072c6e13aca2470
DAFTAR PUSTAKA

 Kavitha, M. S., Sreelekha, B., & Sujitha, E. (2015). Effectiveness of Swedish


Massage Therapy on Stress and Blood Pressure Among Patients with
Hypertension. International Journal of Science and Research (IJSR), 4(10), 383-386.
https://www.semanticscholar.org/paper/Effectiveness-of-Swedish-Massage-Therapy-
on-Stress-KavithaM./5d9d855ac6d04ad3395aec80b072c6e13aca2470
 Puspita, RTS Ratih. 2013. “Pengaruh swedish massage terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi di puskesmas jati ranggon”. Tesis. Sekolah Pasca
Sarjana, Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai