HIPERTENSI
Oleh :
ROSA YUNIARTI
113063J120054
A. Definisi Hipertensi
Berdasarkan JNC VII tahun 2003, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan
sistolik nya melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya melebihi 90 mmHg
berdasarkan rerata dua atau tiga kali kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam
satu atau dua kali kunjungan.
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan
perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik,
stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer
sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi
tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan
sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam
jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek
kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan
saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem
pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang
bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan
tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang
menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis
dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan
natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan
arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena
jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang
kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika
berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat
mengakibatkan kebutaan, sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas
setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan
kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di
malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar. Nurhidayat, 2014.
G. Diagnosis Hipertensi
Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat
asimptomatik. Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa seperti
berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang kecurigaan ke arah
hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal,
kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat
atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat
pula digali mengenai faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas
fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju
GFR, dan riwayat keluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua
kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥
140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat ditegakkan.
Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi
manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta teknik yang benar. Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi
seperti pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa
pemeriksaan fungsi jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto
thoraks dan ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat
dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper
atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3),
hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer berupa kadar
aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen, peningkatan kadar serum Na,
penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan alkalosis metabolik. Pada
feokromositoma, dilakukan kadar metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom
cushing, dilakukan kadar kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat
dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler Sonografi.
H. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup namun terapi
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
hipertensi derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi
gaya hidup
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
a) Target tekanan darah <150/90, untuk individu dengan diabetes, gagal
ginjal, dan individu dengan usia > 60 tahun <140/90
b) Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan farmakologis.
Terpai nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit
penyerta lainnya.
Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa
tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2), kontrol diet
berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk
susu rendah lemak jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi
NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah
target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling tidak 3 hari dalam
seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi farmakologi bertujuan untuk
mengontrol tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan
JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras, serta ada
atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien
harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan
darah tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.
Jenis obat antihipertensi:
a) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek pada turunnya tekanan darah.
Contoh obat-obatan ini adalah: Bendroflumethiazide, chlorthizlidone,
hydrochlorothiazide, dan indapamide.
b) ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat
yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul
adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong
jenis ini adalah Catopril, enalapril, dan lisinopril.
c) Calsium channel blocker
Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang
tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.
d) ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-
obatan yang termasuk golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
e) Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat yang
tergolong ke dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta
metoprolol.
I. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis,
suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic Tanda: Berat badan
normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses
piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil : klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan
kegemukan, menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah
raga yang tepat secara individu.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan
menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan
predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit
ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan
intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3) Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk penurunan
berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan
berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil).
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5) Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasukkapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan
sekitar saat makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan
nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol
perubahan).
7) Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
K. Implementasi/Pelaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
L. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan
baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal,
mata,otak, dan jantung. gejala-gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing,
migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala - gejala sebagai berikut:
pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Kemenkes RI,
2015.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah: gangguan
penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral
(otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, dapat terjadi
komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke. Dalam otak pembuluh
darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang
juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka
pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang
memiliki prognosis yang tidak baik. Hidayat, 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Hananta Yuda, I Putu. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan 7 Penyakit Penyebab Mati
Muda. Yogyakarta: Media Pressindo
Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika
Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Bahaya itu Bernama Rokok. Yogyakarta:
Perpustakaan Nasional.
Martiani, Ayu. 2013. Faktor Risiko Hipertensi Ditinjau Dari Kebiasaan Minum Kopi
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran Pada Bulan Januari-
Februari 2012).
http://ejournal.s1.undip.ac.id/index.php/jnc/article/view/678/0 diakses
tanggal 14 Maret 2020 jam 19.00 WIB
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurhidayat, Saiful. 2014. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler Pada Remaja di
Ponorogo. Jurnal Dunia Keperawatan Vol. II No. 2. Kalimantan Selatan:
PSIK FK Unlam
Nurkhalida. 2008. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI
Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Sheps, Sheldon G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: PT Intisari Mediatama