Anda di halaman 1dari 22

Clinical Science Session

HIPERTENSI

Disusun Oleh :
Octawyana Moestopo 130112140620
Steven 130112140594
Nalinie Nalammah Nahenthran 130112142527

Preceptor :
Teddy A. Sihite, dr., Sp.PD, Sp.JP
H. Ali Djumhana, dr., Sp.PD-KGEH

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

BANDUNG
2015

Hipertensi

Pendahuluan

Penyakit kardiovaskular secara global menyebabkan kematian 17 juta orang per


tahun. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang menyebabkan kematian
akibat penyakit jantung (45 %) dan stroke ( 51 %). Prevalensi hipertensi paling
tinggi terjadi di area Afrika ( 46 % ) dan paling rendah terjadi di area Amerika ( 35%).
(WHO)

Gambar 1 Prevalensi Hipertensi di Dunia

A. Definisi
Secara umum, pengertian hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah
adalah suatu ukuran dari kekuatan darah yang menekan dinding pembuluh darah. Tekanan
darah yang digunakan sebagai batasan dalam menentukan penyakit hipertensi adalah tekanan
darah arteri. Jadi, hipertensi adalah tingginya tekanan darah yang dilihat dari kekuatan darah
dalam menekan dinding pembuluh darah arteri yang terjadi secara persisten. Hipertensi
2
merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung,
penyakit ginjal, dan penyakit vaskular perifer.
Jika hipertensi disuspek pada individu, haruslah dilakukan pengukuran tekanan darah
sekurang-kurangnya 2 kali di waktu yang berlainan. 2,3,4
Pengukuran tekanan darah arteri yang umumnya menggunakan sphygmomanometer dan
stetoskop akan menghasilkan dua buah angka hasil pencatatan, yaitu tekanan darah sistol dan
tekanan darah diastol. Angka pertama yang lebih besar nilainya, menunjukkan tekanan darah
sistol. Tekanan darah sistol merupakan tekanan darah terhadap dinding arteri ketika jantung
sedang berkontraksi memompa darah. Angka kedua yang lebih kecil nilainya, menunjukkan
tekanan darah diastol. Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah terhadap dinding
arteri ketika jantung sedang berelaksasi di antara dua kontraksi. Tekanan darah diastol juga
menggambarkan keadaan elastisitas dinding arteri. Tekanan darah diastol akan menurun
setelah usia 50an oleh karena elastisitas dinding arteri yang berkurang.1,5
Tekanan darah sistol/diastol sebesar 120/80 ditetapkan sebagai batas tekanan darah yang
normal. Hal ini didapatkan dengan mempertimbangkan bahwa kenaikan risiko penyakit
kardiovaskular pada orang-orang bertekanan darah di bawah 115/75 mmHg tidak terlalu
signifikan dibandingkan dengan orang-orang bertekanan darah di atas nilai tersebut. 5

B. ETIOLOGI
Hipertensi disebabkan adanya peningkatan cardiac output, resistensi perifer ataupun
keduanya. Cardiac output ditingkatkan oleh banyak faktor yang dapat meningkatkan heart
rate dan stroke volume. Sedangkan resistensi perifer ditingkatkan oleh hal-hal yang membuat
viskositas darah meningkat atau penurunan diameter pembuluh darah, khususnya arteri.3

Gambar 2 Regulasi Tekanan Darah Sistemik 3

3
Berdasarkan penyebab hipertensi terbagi menjadi :

1. Essential Hypertension

Hipertensi sebanyak 90% tidak diketahui penyebabnya ( Essential


Hypertension). Hipertensi esensial sering disebut juga dengan hipertensi primer atau
idiopathic. Hipertensi ini terjadi akibat interaksi faktor gen dan lingkungan. Prevalensi
hipertensi esensial meningkat pada pertambahan usia dan pada orang yang memiliki
riwayat hipertensi sejak usia muda. Faktor-faktor yang diketahui memiliki pengaruh
antara lain adalah faktor-faktor lingkungan seperti asupan natrium, obesitas,
pekerjaan, asupan alkohol, besar keluarga dan keramaian penduduk. Faktor-faktor ini
telah diasumsikan sebagai faktor yang berperan penting dalam peningkatan tekanan
darah seiring bertambahnya usia setelah membandingkannya antara kelompok
masyarakat yang lebih banyak terpapar dengan yang lebih sedikit terpapar dengan
faktor-faktor tersebut.2
Faktor genetik atau faktor keturunan juga memiliki pengaruh terhadap
kejadian hipertensi karena sistem-sistem yang mempengaruhi tekanan darah diatur
oleh gen. Hipertensi merupakan salah satu kelainan genetik kompleks yang paling
umum ditemukan dan diturunkan pada rata-rata 30% keturunannya. Namun, faktor
keturunan ini dipengaruhi oleh penyebab-penyebab yang multifaktorial sehingga
setiap kelainan genetik yang berbeda dapat memiliki manifestasi hipertensi sebagai
salah satu ekspresi fenotipnya.2
Berdasarkan hal di atas dan penelitian-penelitian di bidang tersebut, maka
faktor-faktor seperti usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol, kolesterol
serum, intoleransi glukosa dan berat badan dapat mempengaruhi prognosis dari
hipertensi. Semakin muda seseorang mengetahui kelainan hipertensinya, semakin
besar umur harapan hidup orang tersebut.1,2
Aterosklerosis merupakan penyakit yang sering ditemukan bersamaan dengan
hipertensi dan memiliki hubungan timbal balik positif. Tekanan darah yang tinggi
akan memberikan beban terhadap dinding pembuluh darah dan melalui proses yang
kronis, tekanan berlebih ini akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah. Kerusakan dinding arteri ini merupakan pencetus terjadinya proses
aterosklerosis. Aterosklerosis sendiri akan menyebabkan hipertensi jika terjadi secara
menyeluruh di pembuluh darah sistemik. Maka, bukanlah hal yang tidak wajar, jika
faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian aterosklerosis seperti tingginya
kadar kolesterol serum, intoleransi glukosa dan kebiasaan merokok juga
mempengaruhi kejadian hipertensi. 2,6
Korelasi positif antara obesitas dengan hipertensi juga sudah tidak
dipertanyakan lagi. Peningkatan berat badan telah dihubungkan dengan peningkatan
kejadian hipertensi dan penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah
arterinya. Namun, belum diketahui apakah perubahan ini berhubungan dengan
perubahan sensitivitas dari insulin.2

4
Gambar 3 Abnormalitas primer pada hipertensi esensial3

2. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi yang diketahui penyebabnya disebut dengan secondary hypertension.
Tanda pasien yang memiliki hipertensi sekunder dapat dilihat melallui3 :
a. Umur
Jika pasien menderita hipertensi sebelum umur 20 tahun dan lebih dari 50 tahun
lebih cenderung merupakan hipertensi sekunder.
b. Tingkat keparahan
Pada pasien ini tekanan darah meningkat secara drastis dibandingkan pada pasien
dengan hipertensi esensial yang mengalami hipertensi ringan sedang.
c. Onset
Hipertensi sekunder muncul tiba tiba pada pasien yang biasanya memiliki tensi
normal.

d. Gejala dan Tanda


Jika disebabkan oleh penyakit lain akan terlihat tanda dari penyakit tersebut
( adanya renal artery bruit pada renal artery stenosis).
e. Riwayat keluarga
Pada pasien hipertensi esensial biasanya keluarga keturunan pertama sedangkan
pada hipertensi sekunder muncul lebih sporadik.

5
Penyebab-penyebab dari hipertensi sekunder adalah kelainan ginjal, kelainan
endokrin, koartasi aorta dan juga obat-obatan. 2,3

Kelainan Ginjal
Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal dapat berasal dari perubahan
sekresi zat-zat vasoaktif yang menghasilkan perubahan tonus dinding pembuluh darah
atau berasal dari kekacauan dalam fungsi pengaturan cairan dan natrium yang
mengarah pada meningkatnya volume cairan intravaskular. Pembagian lebih lanjut
dari kelainan ginjal yang menyebabkan hipertensi adalah kelainan renovaskular dan
kelainan parenkim ginjal.3
Kelainan renovaskular disebabkan oleh rendahnya perfusi dari jaringan ginjal
oleh karena stenosis yang terjadi pada arteri utama atau cabangnya yang utama. Hal
ini menyebabkan sistem renin-angiotensin teraktivasi. Angiotensin II yang merupakan
produk dari sistem renin-angiotensin, akan secara langsung menyebabkan
vasokonstriksi atau secara tidak langsung melalui aktivasi sistem saraf adrenergik.
Selain itu angiotensin II juga akan merangsang sekresi aldosteron yang
mengakibatkan terjadinya retensi natrium.3
Aktivasi sistem renin-angiotensin juga merupakan penjelasan dari hipertensi
yang diakibatkan kelainan parenkim ginjal. Perbedaannya adalah penurunan perfusi
jaringan ginjal pada kelainan parenkim ginjal disebabkan oleh peradangan dan proses
fibrosis yang mempengaruhi banyak pembuluh darah kecil di dalam ginjal.3
Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan banyak
hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah. Beberapa kelainan endokrin ini
antara lain adalah :
1. Hiperaldosteronism primer
2. Cushing syndrome
3. Pheochromocytoma
4. Akromegali
5. Hiperparatiroid
Koartasi Aorta
Hipertensi yang disebabkan oleh koartasi aorta dapat berasal dari
vasokonstriksi pembuluh darah itu sendiri atau perubahan pada perfusi ginjal.
Perubahan perfusi ginjal ini akan menghasilkan bentuk hipertensi renovaskular yang
tidak umum.3

6
Gambar 4 Penyebab Hipertensi Sekunder2
C. KLASIFIKASI
Joint National Committee (JNC) (sebuah komite yang menyediakan panduan mengenai
pencegahan, deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi), dalam laporannya yang ke-7,
membuat sistem klasifikasi hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa (18 tahun ke atas) 5

Gambar 5 Klasifikasi Hipertensi5


Prehipertensi bukan merupakan kategori penyakit, namun lebih merupakan penanda
yang dipilih untuk mengidentifikasi individu-individu yang berisiko tinggi menjadi
hipertensi. Kategori ini diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan para klinikus dan juga
pasien sehingga tindakan-tindakan pencegahan hipertensi dapat dilakukan secara dini. Pasien
yang berada dalam kategori ini bukan merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi
farmakologis, namun perlu disarankan untuk mengubah pola hidupnya untuk mengurangi
risiko terkena hipertensi.5
JNC VII menyarankan agar semua orang dengan hipertensi (stage 1 dan stage 2)
ditangani dengan pemberian obat. Tujuan pemberian obat pada penderita hipertensi adalah
agar tekanan darahnya <140/90 mmHg. Sedangkan tujuan penanganan pasien yang berada
dalam kategori prehipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga normal dan mencegah
kenaikan tekanan darah yang lebih lanjut dengan cara perubahan pola hidup. 5
7
Klasifikasi tekanan darah terbaru (2003) menurut WHO-ISH1

D. MANIFESTASI KLINIS
Penderita hipertensi umumnya meninggal pada usia yang lebih muda dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki hipertensi. Penyebab kematiannya yang paling
sering adalah akibat penyakit jantung, stroke atau gagal ginjal. Hipertensi juga dapat
menyebabkan kebutaan akibat retinopati.2
Gejala klasik pada hipertensi meliputi pusing, epistaxis, dan sakit kepala. Tanda lain
seperti kemerahan, berkeringat, dan pandangan berkurang juga umum terjadi pada
pasien hipertensi.3
Efek pada Jantung2
Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus bekerja lebih
berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung akan mengalami hipertrofi
ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya ketebalan dinding otot jantung.
Namun, pada akhirnya, kemampuan ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga
ruang ventrikel jantung akan ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan
akan mengakibatkan gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung mulai tampak.
Angina pektoris juga dapat terjadi pada penderita hipertensi yang disebabkan
oleh karena kombinasi dari kelainan pembuluh darah koroner dan peningkatan
kebutuhan oksigen sebagai akibat dari peningkatan massa jantung. Iskemia dan infark
miokard akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit yang dapat
mengakibatkan kematian.3

Efek Neurologis2
Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi menjadi efek pada
sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau perdarahan merupakan penyebab
dari timbulnya efek-efek neurologis ini. Infark serebral merupakan akibat dari proses
8
aterosklerosis (oklusi) yang sering ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan
perdarahan serebral adalah hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga
mengakibatkan terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu dapat
pecah dan menimbulkan perdarahan.3
Retinopati akibat hipertensi dapat disebabkan oleh efek-efek seperti
penyempitan tak teratur dari arteriol retina atau perdarahan pada lapisan serat saraf
dan lapisan pleksiform luar.3
Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus, pingsan
dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang berasal dari efek
neurologis. Efek neurologis paling berbahaya adalah kematian dan kebutaan yang
merupakan dua hal yang paling ditakutkan terjadi pada penderita hipertensi.3

Efek pada Ginjal2


Aterosklerosis yang terjadi pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus merupakan penyebab yang paling umum dari kelainan ginjal oleh karena
hipertensi. Akibatnya adalah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan juga
disfungsi dari tubulus ginjal. Proteinuria dan hematuria mikroskopis terjadi oleh
karena kerusakan glomerulus. Kematian oleh karena hipertensi, 10% di antaranya
diakibatkan oleh gagal ginjal.3

Gambar 6 Patofisiologi dari Gejala Klinis pada Hipertensi3


2,7
E. Diagnosis Hipertensi

Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:


1) Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan
9
pengobatan.
2) Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.
3) Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat
analgesik dan obat bahan lain
c. berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. kebiasaan merokok
e. pola makan
f. kegemukan, intensitas olah raga
g. kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic
attacks, defisit sensoris atau motoris
b. jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
Pemeriksaan fisis selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit
penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pengukuran tekanan darah:

pengukuran rutin di kamar periksa


pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
pengukuran sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien
istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan
peletakan manset (panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan
stetoskop harus benar (gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan
diastolik). Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran
tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi
pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan
kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik)
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut,
10
diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga
pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
Beberapa indikasi penggunaan ABPM antara lain:

hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik


hipertensi office atau white coat
adanya disfungsi saraf otonom
hipertensi sekunder
sebagai pedoman dalam pernilihan jenis obat antihipertensi
tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi

Pengukuran sendiri di rumah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekurangannya


adalah masalah ketepatan pengukuran, sedang kelebihannya antara lain dapat
menyingkirkan efek white coat dan memberikan banyak hasil pengukuran. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi tekanan darah sehari-hari.
Pengukuran tekanan darah di rumah juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dan meningkatkan keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya.
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

test darah rutin


glukosa darah (sebaiknya puasa)
kolesterol total serum
kolesterol LDL dan HDL serum
trigliserida serum (puasa)
asam urat serum
kreatinin serum
kalium serum
hemoglobin dan hematokrit
urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
elektrokardiogram

Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan test lain seperti:

ekokardiogram
USG karotis (dan femoral)
C-reactive protein
mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif)
funduskopi (pada hipertensi berat)

Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit


penyerta sistemik, yaitu:

aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)


diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)
11
fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta
memperkirakan laju filtrasi glomerulus)
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan
bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk
mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:
1. Jantung

pemeriksaan fisis
foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan
sirkulasi pulmoner)
elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta
hipertrofi ventrikel kiri)
ekokardiografi
2. Pembuluh darah

pemeriksaan fisis termasuk perhitungan pulse pressure


ultrasonografi (USG) karotis
fungsi endotel (masih dalam penelitian)
3. Otak

pemeriksaan neurologis
diagnosis strok ditegakkan dengan menggunakan cranial computed
tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien
dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif)
4. Mata

funduskopi
5. Fungsi ginjal

pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/ mikromakroa]


buminnria serra rnsio albumin kreatinin urn
perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat
diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai
dengan anjuran National Kidney Foundation (NKF)
* Glomerulus Filtration Rate/laju filtrasi glomerulus (GFR) dalam ml/menit/1,73m3

F. PENANGANAN HIPERTENSI
Prinsip Penanganan
Prinsip penanganan hipertensi adalah mengusahakan agar tekanan darah
penderita tetap di dalam batas normal dan jika terjadi kenaikan seiring dengan
bertambahnya usia, maka kenaikannya tersebut tidak terlalu tinggi. Hal ini dilakukan
agar risiko morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular dan penyakit

12
ginjal dapat dikurangi. Target tekanan darah yang harus dicapai adalah <140/90
mmHg. Pada penderita diabetes dan penyakit ginjal, targetnya lebih rendah, yaitu
<130/80 mmHg.5
Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa penanganan hipertensi mempunyai
keuntungan seperti :
(1) Mengurangi insidensi kasus stroke rata-rata sebesar 35-40%.
(2) Mengurangi insidensi infark miokard rata-rata sebesar 20-25%.
(3) Mengurangi insidensi gagal jantung rata-rata >50%.
Penanganan hipertensi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memperbaiki
pola hidup dan dengan terapi farmakologis. Perbaikan pola hidup perlu dilakukan,
terutama jika penderita sudah termasuk dalam kategori prehipertensi. Sedangkan pada
penderita yang sudah mencoba perubahan pola hidup tetapi tetap gagal mencapai
target (<140/90 mmHg) , maka terapi farmakologi perlu dimulai.5
Pada kebanyakan penderita hipertensi, terutama yang berusia di atas 50 tahun,
mengurangi tekanan darah sistol lebih sulit daripada mengurangi tekanan darah
diastol. Oleh karena itu, tekanan darah sistol harus menjadi perhatian utama dalam
menangani hipertensi.5
Perbaikan Pola Hidup
Penerapan pola hidup sehat oleh semua orang merupakan hal yang penting
untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam
penanganan penderita hipertensi. Penurunan berat badan sebesar 4,5 kg saja sudah
dapat mengurangi tekanan darah, walaupun yang diutamakan adalah pencapaian berat
badan yang ideal. Tekanan darah juga dapat dikendalikan dengan penerapan pola
makan yang dibuat oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension). Pola
makan yang baik menurut DASH adalah diet kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran
dan produk susu yang rendah lemak(lowfat). Asupan natrium juga harus dibatasi agar
tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gr natrium). Semua orang yang mampu
sebaiknya melakukan aktivitas fisik aerobik yang teratur seperti jalan cepat sekurang-
kurangnya 30 menit setiap hari. Asupan alkohol harus dibatasi agar tidak lebih dari 1
ons (30mL) etanol per hari untuk pria. Sedangkan untuk wanita dan orang yang berat
badannya ringan, dibatasi agar tidak lebih dari 0,5 ons (15ml) etanol per hari.5
Perbaikan pola hidup akan mengurangi tekanan darah, mencegah atau
menghambat kejadian hipertensi, meningkatkan efektivitas obat-obat antihipertensi,
dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.5

Terapi Farmakologis
Ada berbagai macam obat antihipertensi yang tersedia. Tabel 2 memuat daftar
obat-obat yang biasanya digunakan sebagai obat antihipertensi. Dosis dan frekuensi
pemberiannya juga tertera.5
Lebih dari 2/3 penderita hipertensi tidak dapat dikendalikan dengan hanya satu
obat saja dan membutuhkan dua atau lebih kombinasi obat antihipertensi dari kelas
13
yang berbeda. Diuretik merupakan obat yang direkomendasikan sebagai obat yang
pertama kali diberikan, jika penderita hipertensi memerlukan terapi farmakologis,
kecuali jika terdapat efek samping.5
Tabel 2. Obat-obatan Antihipertensi Oral5

14
Semua obat antihipertensi bekerja pada salah satu atau lebih tempat pengaturan tekanan darah
berikut:2,8
1. Resistensi arteriol
2. Kapasitansi venule
3. Pompa jantung
4. Volume darah
Obat-obat antihipertensi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat kerja
utamanya, antara lain:8
1. Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kandungan natrium
tubuh dan volume darah
a. Thiazide diuretic
b. Loop diuretic
c. Potassium sparing diuretic
2. Agen-agen simpatoplegia yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi
resistensi pembuluh darah perifer, menghambat kerja jantung dan meningkatkan
kapasitansi darah dengan memvasodilatasi vena
a. Beta-blocker
b. Alpha-1 blocker
c. Central alpha-2 agonist
3. Vasodilator direk yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos
pembuluh darah, sehingga menurunkan resistensi dan meningkatkan kapasitansi
pembuluh darah.
a. Calcium channel blocker
b. Hydralazine
c. Minoxidil
4. Agen yang menghambat produksi atau kerja dari angiotensin sehingga
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan juga volume darah.
a. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor
b. Angiotensin II antagonist
c. Aldosterone receptor blocker

Kenyataan bahwa obat-obat dari golongan yang berbeda ini bekerja dengan
mekanisme yang berbeda pula, membuat kombinasi obat-obat yang berbeda golongan
tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan juga dalam beberapa kasus menurunkan
toksisitas dari terapi farmakologis.8
Algoritma Penanganan Hipertensi5

15
Gambar 7 Algoritma Penanganan Hipertensi5

Penanganan Hipertensi pada Kasus-kasus Tertentu


Hipertensi dapat terjadi bersamaan dengan kondisi-kondisi lain sehingga
terdapat beberapa indikasi tertentu dalam pemilihan obat-obatan antihipertensi. JNC
VIII memberikan rekomendasi terhadap kasus-kasus tersebut yang dapat dilihat pada
tabel berikut :5

16
Tabel 3. Pedoman untuk kasus-kasus hipertensi tertentu.5

Penanganan Krisis Hipertensi


Krisis hipertensi terdiri dari hipertensi emergensi (emergency hypertension)
dan hipertensi urgensi (urgency hypertension). Hipertensi emergensi dikarakterisasi
oleh peningkatan tekanan darah yang hebat (>180/120mmHg) yang disertai dengan
keadaan-keadaan disfungsi organ target atau keadaan-keadaan yang mengarah pada
disfungsi organ target. Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah yang
segera (tidak perlu menjadi normal) untuk mencegah atau mengurangi kerusakan
organ target. Contohnya adalah ensefalopati hipertensi, perdarahan intraserebral,
infark miokard akut, gagal jantung kiri akut dengan edema pulmonal, unstable angina
pectoris, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsi.5

17
Hipertensi urgensi adalah keadaan-keadaan dengan peningkatan tekanan darah
yang hebat (>180/120mmHg) tanpa disertai keadaan-keadaan disfungsi organ target
atau keadaan-keadaan yang mengarah pada disfungsi organ target. Hipertensi urgensi
biasanya ditandai dengan sakit kepala yang hebat, nafas pendek, epitaksis, atau
kecemasan yang berlebih.5
Pasien-pasien dengan hipertensi emergensi harus dirawat di ICU (intensive
care unit) untuk pemantauan dan pemberian obat-obatan antihipertensi parenteral.
Target terapi awal adalah menurunkan tekanan darah arteri rata-rata, tetapi tidak lebih
dari 25% dalam 1 menit sampai 1 jam. Kemudian, jika tekanan darahnya stabil, target
terapi adalah menurunkan tekanan darahnya sampai 160/100-110 mmHg dalam 2-6
jam berikutnya. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba harus dihindarkan untuk
mencegah terjadinya iskemia renal, serebral dan koronaria. Untuk alasan ini, nifedipin
kerja singkat tidak lagi digunakan pada terapi hipertensi emergensi.5
Jika target tersebut telah tercapai dan keadaan pasien telah stabil, penurunan
tekanan darah berikutnya dapat dilakukan dalam 24-48 jam kemudian. Terdapat
beberapa pengecualian dari penanganan di atas, yaitu:5

pasien dengan stroke iskemik yang mana pemberian terapi antihipertensi


secara segera masih menimbulkan perdebatan.
pasien dengan diseksi aorta yang harus menurunkan tekanan darah
sistolnya di bawah 100 mmHg jika memungkinkan.
pasien yang menerima agen-agen trombolitik.

Tabel 4. Obat-obatan parenteral yang digunakan dalam penanganan hipertensi emergensi.5


18
Evaluasi dan Pemantauan
Setelah terapi farmakologis untuk hipertensi dimulai, penderita hipertensi
harus kontrol secara teratur untuk memantau perkembangannya setidaknya sebulan
sekali sampai tekanan darahnya normal. Kunjungan yang lebih sering diperlukan pada
penderita hipertensi derajat 2 (stage II) atau jika mempunyai komplikasi. Kadar
kalium dan kreatinin serum harus dimonitor setidaknya satu atau dua kali setahun.5
Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, kunjungan dapat dilakukan
dengan interval tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Jika ada penyakit lain seperti
gagal jantung dan diabetes, kunjungan harus lebih sering dilakukan.5

Tabel 4. Rekomendasi pemantauan ulang berdasarkan pemeriksaan tekanan darah awal untuk
pasien tanpa kerusakan organ target.5

19
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HIPERTENSI
Pencegahan dan penanganan hipertensi merupakan tantangan yang perlu
dihadapi oleh ilmu kesehatan masyarakat. Jika kenaikan tekanan darah seiring
bertambahnya usia dapat dicegah, maka akan terdapat banyak penyakit
kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal yang dapat dicegah. Beberapa faktor
penyebab hipertensi telah diidentifikasi, termasuk kelebihan berat badan, kelebihan
asupan natrium, kurangnya aktivitas fisik, kekurangan diet buah-buahan dan sayur-
sayuran, serta tingginya konsumsi minuman beralkohol.5
Oleh karena, risiko kejadian seumur hidup (lifetime risk) hipertensi adalah
sangat tinggi, maka diperlukan suatu strategi di bidang ilmu kesehatan masyarakat
yang mencakup pencegahan dan penanganan hipertensi. Sebagai upaya untuk
mencegah kenaikan tekanan darah dalam suatu populasi, pencegahan utama ditujukan
pada pengurangan faktor-faktor penyebab pada populasi tersebut. Individu-individu
yang termasuk dalam kategori prehipertensi perlu diberi perhatian lebih.5
Walaupun penurunan tekanan darah dari suatu populasi hanya menghasilkan
penurunan yang kecil, namun dampaknya akan sangat besar. Sebagai contoh, telah
diperhitungkan bahwa jika terdapat penurunan tekanan darah sistol sebesar 5 mmHg
pada suatu populasi, maka akan menghasilkan penurunan sebesar 14 % dari mortalitas
karena stroke, 9 % dari kematian akibat penyakit jantung koroner dan 7 % dari
kematian akibat semua penyebab.5
Hambatan dalam pencegahan hipertensi ini adalah kebudayaan masyarakat;
tidak adanya perhatian terhadap kegiatan pendidikan kesehatan oleh para praktisi di
bidang kesehatan; kurangnya dana untuk program-program pendidikan kesehatan;
kurangnya akses terhadap sarana-sarana olahraga; besarnya porsi makanan di tempat-
tempat makan umum; kurangnya ketersediaan makanan sehat di tempat-tempat umum
seperti sekolah, tempat kerja, dan restoran; kurangnya kegiatan olahraga di sekolah;
tingginya kandungan natrium dari produk-produk makanan yang dibuat oleh industri
pangan dan restoran-restoran; mahalnya harga-harga makanan sehat.5

20
Upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut memerlukan
pendekatan menyeluruh yang ditujukan tidak hanya pada populasi dengan risiko
tinggi, tetapi juga pada masyarakat secara umum seperti sekolah, tempat kerja dan
industri makanan. Rekomendasi yang dilakukan oleh American Public Health
Association dan juga National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
Coordinating Committee agar industri pangan termasuk restoran-restoran untuk
mengurangi kandungan natrium pada produk-produknya sebesar 50 % dalam waktu
10 tahun ke depan, adalah tipe pendekatan yang jika diterapkan, akan mengurangi
tekanan darah populasi.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Margaret Chan. A global brief in Hypertension. WHO press.Switzerland. 2013


2. Longo DL, Kasper DL, Fauci AS, Jameson JL. Hypertensive Vascular Disease.
Harrisons Principal Internal Medicine. 18th ed. USA: The McGraw-Hill Companies,
Inc.; 2012.
3. Lee CT, Williams GH, Lily LS. Hypertension. Patophysiology of Heart Disease. 5th
ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Willkins; 2011
4. (Bay Area Medical Information (BAMI). Hypertension. 2006. (cited 2015 April 14).
Available from : URL : http://www.bami.us/HTN.html.)
5. Hypertension Guideline. Report From The Panel Members Appointed to The Eight
Joint National Committe (JNC 9). 2014.
21
6. Chang L. Hypertension : high blood pressure and atherosclerosis. In : WebMD
medical reference. 2005. (cited 2015 April 14). Available from : URL :
http://www.webmd.com/content/article/96/103778.htm.
7. Beevers G, Lip GYH, OBrien E. ABC of hypertension : Blood pressure
measurement. BMJ. 2001;322:1043-7
8. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic &
clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.;
2004.p.160-83.
9. John Hansen. Pickwickian Syndrome. In : Encyclopedia Brittanica. 2014. (cited 2015
April 14). Available from : URL :
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/459493/pickwickian-syndrome
10. Longo DL, Kasper DL, Fauci AS, Jameson JL. Evaluation and Management of
Obesity. Harrisons Principal Internal Medicine. 18th ed. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.; 2012.
11. Mandal Anandya. Metabolic Syndrome. In: News Medical. 2015. (cited 2015 April
14). Available from : URL : http://www.news-medical.net/health/What-is-Metabolic-
Syndrome.aspx

22

Anda mungkin juga menyukai