Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO) batas normal tekanan darah
sistolik 120 - 140 mmHg dan tekanan diastolik 80 - 90 mmHg. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. 1 Hipertensi
termasuk salah satu penyakit kronis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor
risiko terjadinya hipertensi terbagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, kurang berolahraga atau beraktivitas,
merokok, alkoholisme, stress, dan pola makan.2
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer karena banyak penderita
hipertensi tidak merasakan gejala dan tandanya sampai pada tahap lanjut atau sudah
terdapat komplikasi. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan peluang
terjadinya penyakit-penyakit berbahaya seperti penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Berdasarkan data WHO terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia
dan diprediksi akan terjadi peningkatan dalam beberapa dekade hingga 60% pada
tahun 2025. Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi
dibandingkan wanita karena wanita memproduksi hormone estrogen yang menjadi
faktor protektif.3,4
Hipertensi merupakan suatu keadaan kronik dan seiring dengan bertambahnya
usia, risiko untuk mengalami hipertensi akan terus meningkat sehingga penyakit
hipertensi sering kali dijumpai pada pasien lanjut usia (lansia). Di Indonesia,
prevalensi hipertensi berdasarkan kelompok usia adalah 55–64 tahun (45.9%), 65–74
tahun (57.6%) dan diatas 75 tahun (63.8%). 5 Berdasarkan RISKESDAS 2013,
prevalensi hipertensi sebesar 29% pada usia 25-44 tahun, pada usia 45-64 tahun
1
sebesar 51% dan pada usia > 65 tahun sebesar 65%. Dibandingkan usia 55-59 tahun,
pada usia 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertensi sebesar 2,18 kali, usia 65-
69 tahun 2,45 kali dan usia > 70 tahun 2,97 kali.6
Berdasarkan penelitian Hendra tahun 2012 menunjukkan adanya hubungan
antara usia dengan kejadian hipertensi karena adanya peningkatan tekanan arteri
seiring dengan bertambahnya usia, proses degenerasi dan adanya regurgitasi aorta
yang lebih sering pada usia tua.7 Oleh karena itu, Mini Project ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya
dalam upaya meningkatkan kesehatan dan tatalaksana yang lebih komprehensif pada
lansia terutama di masa pandemi ini.

1.2 Perumusan Masalah


Bertambahnya usia merupakan suatu proses degenerasi yang dapat
mempengarungi tubuh manusia. Pasien lanjut usia pada umumnya lebih rentan
terhadap berbagai penyakit, salah satunya hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit
kronis yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia di Indonesia dan seiring dengan
bertambahnya usia risiko untuk mengalami hipertensi juga akan meningkat.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan antara usia dan
kejadian hipertensi di Puskesmas Depok Jaya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian apakah


terdapat Hubungan antara Usia dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya?

1.4 Tujuan Penelitian

2
1.4.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan antara usia dan kejadian hipertensi di
Puskesmas Depok Jaya

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui karakteristik pasien di Puskesmas Depok Jaya
2. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi berdasarkan usia di
Puskesmas Depok Jaya
3. Mengidentifikasi hubungan antara usia dan kejadian hipertensi di
Puskesmas Depok Jaya

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Dinas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


hubungan antara usia dan hipertensi di Puskesmas Depok Jaya dan menjadi
bahan referensi dalam pembuatan program lanjut usia dan upaya pengendalian
hipertensi.

1.5.2 Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada


masyarakat terkait pengaruh usia dan hipertensi sehingga masyarakat lebih
menjaga kesehatan sejak dini.

1.5.3 Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang mendukung


penelitian berikutnya terkait dengan hipertensi dan usia.

BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah


Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan
daya regang (distensibilitas) dinding pembuluh darah. Tekanan maksimal yang
ditimbulkan pada arteri sewaktu darah disemprotkan ke dalam pembuluh darah
selama sistol disebut tekanan sistol dengan rerata 120 mmHg. Tekanan minimal di
dalam pembuluh yang lebih kecil di hilir sewaktu diastol disebut tekanan diastol
dengan rerata 80 mmHg (Gambar 2.1). Secara klinis, tekanan darah arteri
digambarkan sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolic (contoh: 120/80 mmHg).8,9

Gambar 2.1 Tekanan darah arteri8

Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung dan resistensi perifer.
Aliran darah bergantung kepada curah jantung dan volume darah, di mana resistensi
ditentukan oleh kontraktilitas pembuluh darah kecil. Regulasi tekanan darah meliputi
sistem yang kompleks, yang dipengaruhi oleh kontrol neurogenik, sistem renin-

4
angiotensin, atrial natriuretic peptide, eikosanoid, sistem kallikrein-kinin, mekanisme
endotel, steroid adrenal, vasodepresi renomedular, serta ekskresi air dan natrium10,11

2.1.1. Klasifikasi Tekanan Darah

Hubungan antara tekanan darah, kardiovaskular, dan sistem renalis


merupakan proses yang berkesinambungan, sehingga menentukan nilai normal
tekanan darah tidak mudah. Studi yang terus berkembang mencoba
mengklasifikasikan tekanan darah (Tabel 2.1). Hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/ atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.12,13

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah JNC-712

2.1.2. Epidemiologi Hipertensi


Pada tahun 2018, World Health Organization (WHO) menerbitkan laporan
prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di dunia, diantaranya terdapat hipertensi.
Mortalitas akibat PTM yang tertinggi disebabkan oleh penyakit kardiovaskular
(31%), kanker (16%), penyakit saluran pernapasan kronik (7%), dan diabetes (3%).
Berdasarkan peta regional (Gambar 2.2), wilayah Asia Tenggara memiliki proporsi
angka mortalitas akibat PTM sebanyak 50%. Hipertensi merupakan faktor risiko
mayor dari penyakit kardiovaskular.14

5
Gambar 2.2. Diagram proporsi angka kematian usia 30-69 tahun menurut peta regional
WHO, 201614

Secara global pada tahun 2015, 1.13 miliar penduduk menderita hipertensi,
satu dari lima di antaranya adalah perempuan. Angka kejadian hipertensi meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, lebih dari 60% penduduk lanjut usia (>60 tahun)
menderita hipertensi. Seiring dengan pertambahan usia, manusia cenderung memiliki
gaya hidup sedenterary yang meningkatkan risiko hipertensi.12,14

Di Indonesia, prevalensi hipertensi pada penduduk usia ≥ 18 tahun terus


meningkat, dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,1% di tahun 2018. Prevalensi
tertinggi didapatkan pada provinsi Kalimantan Selatan (44,1%) dan terendah di Papua
(22,2%).15

2.1.3. Faktor Risiko Hipertensi

Pada lebih dari 95% kasus, penyebab spesifik dari hipertensi tidak diketahui,
yang kemudian disebut hipertensi esensial. Banyak faktor yang mempengaruhi
tekanan darah, diantaranya disfungsi renal, tahanan perifer, disfungsi endotel, sistem
otonom, resistensi insulin (diabetes melitus) dan faktor-faktor neurohormonal.
Sementara 5% kasus menunjukkan penyebab yang mendasari, yang kemudian
6
menyebabkan disfungsi sistem seperti retensi sodium atau vasokonstriksi perifer,
kondisi ini disebut juga hipertensi sekunder.16,17

Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat diubah
atau dikontrol dan yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah
seperti kebiasaan merokok, diet atau pola makan, alkohol, obesitas, aktivitas fisik,
stres dan efek samping obat-obatan (Gambar 2.3).18

Gambar 2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kenaikan tekanan darah17

Pada populasi lanjut usia (lansia), hipertensi merupakan bagian dari proses
degenerasi. Penyebab hipertensi sekunder yang penting untuk diperhatikan seperti:19

a. Stenosis arteri renalis: kondisi ini dapat ditandai dengan adanya penyempitan
diameter arteri renalis sebanyak >70%.19

7
b. Obstructive Sleep Apnea (OSA): kondisi ini dialami oleh 30% orang dewasa,
dimana setiap pertambahan usia 10 tahun terdapat juga peningkatan risiko OSA
sebesar dua kali lipat.19

c. Aldosteronisme primer: kondisi ini memiliki prevalensi sebanyak 1–11% pada


lansia dan diketahui untuk berkontribusi pada kejadian hipertensi.19

2.1.4. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (CO) dan resistensi
perifer total (TPR), maka kenaikan tekanan darah harus meliputi kenaikan CO,
kenaikan TPR, atau keduanya. Pada kelompok usia muda, umumnya kenaikan
tekanan darah disebabkan oleh kenaikan curah jantung, sementara pada lansia
umumnya disebabkan oleh peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik akibat
elasitisitas yang berkurang. Tonus otot pembuluh darah dapat meningkat akibat
stimulasi a-adrenoceptor atau ekspresi peptida seperti angiotensin dan endotelin.
Mekanisme tersebut menyebabkan peningkatan kalsium pada otot polos yang
menyebabkan vasokonstriksi.10,11

8
Gambar 2.4. Adaptasi kardiovaskular dan elastisitas pembuluh darah akibat
proses degenerasi19

Selain itu, seiring dengan penuaan, elastisitas aorta menurun sehingga tekanan
nadi meningkat. Hal tersebut dapat dinilai dari gelombang awal diastolik dan akhir
sistolik. Kemudian, afterload ventrikel kiri meningkat, menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri, yang mencerminkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
(Gambar 2.4). Peran persyarafan otonom juga penting dalam regulasi tekanan darah.
Pada pasien hipertensi, terdapat peningkatan ekspresi dan sensitivitas terhadap
norepinefrin dan stimulus stres. Di sisi lain, sensitivitas barorefleks dan baroreseptor
menurun. Sistem renin-angiotensin juga berperan pada hiperaldosteronisme primer,
yang menyebabkan ketidakseimbangan regulasi air dan natrium.10,11,20

2.1.5. Diagnosis Hipertensi


9
Gejala klinis dari hipertensi disebabkan oleh peningkatan tekanan darah,
keterlibatan target organ, atau penyakit lainnya yang mendasari hipertensi sekunder.
Meskipun pada umumnya, hipertensi lebih banyak asimtomatik dan terdeteksi
melalui pemeriksaan tekanan darah rutin. Gejala yang dapat timbul akibat hipertensi
antara lain:21,22

 Sakit kepala: terutama dirasakan pada saat pagi hari. Karakteristik seperti
ditusuk-tusuk, di daerah frontal.
 Dizziness: perasaan tidak seimbang.
 Epistaksis: akibat peningkatan tekanan, pembuluh darah kapiler di hidung
pecah.

Gejala Klinis Hipertensi akibat kerusakan target organ, antara lain:18

 Sistem kardiovaskular: dyspnea, angina dan palpitasi


 Sistem renalis: hematuria, nokturia dan polyuria
 Sistem saraf: defisit neurologis, nyeri kepala, muntah, kejang, pingsan,
pusing dan tinnitus
 Retina: pandangan kabur dan penurunan visus secara mendadak

Pemeriksaan fisik dasar untuk menegakkan diagnosis hipertensi yaitu melalui


pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah arteri pada ruangan yang
tenang dengan sfigmomanometer. Ukuran manset harus disesuaikan dengan lingkar
lengan atas. Berikut ini adalah tatacara pengukuran tekanan darah :

 Duduk di kursi >5 menit, kaki menyentuh lantai dan punggung bersandar
 Lengan disanggah setingkat dengan jantung dan tidak ada pakaian yang
melapisi daerah pemasangan manset
 Tidak melakukan olahraga, konsumsi kafein atau merokok setidaknya 30
menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah

10
Langkah-langkah pengukuran tekanan darah, antara lain:20,22

 Lengan bebas dari pakaian yang ketat agar tidak menghalangi manset
 Manset diletakkan melingkari lengan atas dengan bagian tengah berada di atas
arteri brakialis dan batas bawah manset berjarak dua jari di atas lipatan siku
 Letakkan manset sejajar jantung dengan mengganjal lengan
 Palpasi pulsasi radialis saat mengembangkan manset, perhatikan tekanan
dimana pulsasi mulai tidak teraba, kembangkan tekanan lebih dari 30 mmHg
di atasnya
 Turunkan tekanan manset 2–3 mmHg/denyut dan perhatikan dimana pulsasi
radialis teraba kembali
 Turunkan tekanan sepenuhnya, tunggu selama 30 detik dan kembangkan
sekali lagi setidaknya 30 mmHg di atas tekanan pulsasi radialis muncul
kembali
 Auskultasi bagian arteri brakialis di daerah lipatan siku
 Catat tekanan darah sistolik dan diastolik sampai jarak terdekat (2 mmHg).
Untuk mengukur TDS, catat tekanan darah dalam dua denyut berturut-turut
(Korotkoff fase I), meskipun menghilang sejenak (jarak auskulatorik). Untuk
TDD, catat dimana suara auskultasi menghilang (Korotfkoff fase V). Suara
teredam digunakkan (Korotkoff fase IV) bila suara berlanjut sampai 0 mmHg
 Tunggu 30 detik sebelum melakukan pengukuran ulang di lengan yang sama

Pada pertemuan pertama, tekanan darah diukur dari kedua lengan, bila
terdapat variasi >5 mmHg antara kedua lengan, hasil yang digunakan adalah yang
tertinggi. Bila dicurigai adanya hipotensi postural (contoh: pasien lansia dan/ atau
dengan diabetes), pengukuran dilakukan pada posisi duduk dan berdiri. Pengukuran
kemudian diulang kembali setelah pasien berdiri setidaknya 2 menit. Pengukuran
dilakukan tiga kali dan rerata diambil dari dua perhitungan terakhir. Bila perbedaan
hasil lebih dari 10 mmHg sistolik atau 6 mmHg diastolik, anjurkan pasien untuk
11
beristirahat selama 5 menit lalu pengukuran diulang. Diagnosis hipertensi harus
didasari oleh pengukuran berulang yang dilakukan pada waktu yang berbeda-beda.
Setidaknya dua kali, dengan jarak 1-2 minggu, atau kurang, bila hipertensi lebih
parah atau berat.22,23

Selain pengukuran tekanan darah, evaluasi diagnosis hipertensi meliputi


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis termasuk
riwayat hipertensi dan pengobatan, riwayat keluarga, dan gejala-gejala kerusakan
target organ atau kemungkinan penyebab hipertensi sekunder. Pemeriksaan fisik
lengkap diperlukan untuk mendeteksi adanya kerusakan target organ, disertai
pemeriksaan antropometri untuk menilai indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan
penunjang juga dilakukan untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular, kerusakan
target organ, dan kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dapat dilihat pada
(Tabel 2.2)13,23

Tabel 2.2. Pemeriksaan laboratorium dasar dan pilihan untuk hipertensi primer 13

2.1.6. Tatalaksana Hipertensi

Tatalaksana hipertensi terdiri atas tatalaksana non-medikamentosa dan


medikamentosa. Tatalaksana medikamentosa terdiri atas obat-obatan antihipertensi yang

12
bekerja menurunkan curah jantung, resistensi pembuluh darah perifer, atau keduanya. Kelas
obat-obatan yang umum digunakan antara lain diuretic tiazid, b-blocker, ACE-inhibitor
(ACEI), antagonis reseptor angiotensin II, calcium channel blocker, a-adrenoceptor blocker,
kombinasi a- dan b-blocker, vasodilator, dan obat-obat yang bekerja di pusat seperti a 2-
adrenoceptor agonists dan imidazoline I1 receptor agonists.10

Modifikasi gaya hidup adalah langkah pertama dari tatalaksana hipertensi yang
meliputi restriksi sodium, penurunan berat badan pada pasien dengan obesitas, mengurangi
konsumsi alkohol, dan olahraga. Terapi medikamentosa diperlukan apabila modifikasi gaya
hidup tidak mampu mengontrol tekanan darah, atau pada tekanan darah derajat 3 atau lebih. 11

2.2 Usia

Umur manusia dapat dibagi menjadi beberapa rentang atau kelompok dimana
masing-masing kelompok menggambarkan tahap pertumbuhan manusia tersebut. Salah satu
pembagian kelompok umur atau kategori umur dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
(2009) dalam situs resminya depkes.go.id sebagai berikut:
1. Masa balita = 0 – 5 tahun
2. Masa kanak-kanak = 6 – 11 tahun
3. Masa remaja awal = 12 – 16 tahun
4. Masa remaja akhir = 17 – 25 tahun
5. Masa dewasa awal = 26 – 35 tahun
6. Masa dewasa akhir = 36 – 45 tahun
7. Masa lansia awal = 46 – 55 tahun
8. Masa lansia akhir = 56 – 65 tahun
9. Masa manula = 65 – atas

Menurut World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi empat kriteria
berikut:4
 Usia pertengahan (middle age): 45–59 tahun
 Usia lanjut (elderly): 60–74 tahun
 Usia lanjut (old): 75–90 tahun

13
 Usia sangat tua (very old): >90 tahun

Batasan lanjut usia di Indonesia menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13


tahun 1998 adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun keatas. 6

2.3 Hubungan Usia dan Hipertensi

Lanjut usia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan seiring dengan peningkatan
umur seseorang, hal ini ditandai dengan perubahan dan penurunan fungsi tubuh dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit hingga kematian. Perubahan fisiologi
yang terjadi pada lanjut usia meliputi perubahan sel, sistem kardiovaskular, sistem respirasi,
sistem urogenital, sistem pencernaan, sistem imun, sistem saraf, sistem panca indera, sistem
endokrin, sistem muskuloskeletal dan sistem kulit. Perubahan fisiologi tersebut menyebabkan
pasien lanjut usia cenderung mengalami berbagai penyakit di waktu yang sama. 24,25

Hipertensi merupakan penyakit tersering pasien lanjut usia karena terjadi perubahan
morfologi pada sistem kardiovaskular. Tekanan darah pada pasien lanjut usia cenderung
meningkat karena adanya peningkatan tekanan sistolik sementara tekanan diastolik tidak
berubah, berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta adrenergik, namun vasokonstriksi
yang dimediasi alfa adrenergik tidak berubah ditambah adanya gangguan autoregulasi perfusi
ke otak. 24,25

Selain penyakit hipertensi, pasien lanjut usia juga lebih berisiko mengalami penyakit
jantung koroner, aritmia jantung dan kardiomiopati. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
frekuensi jantung, menurunnya curah jantung, berkurangnya waktu relaksasi ventrikel kiri,
terjadi penebalan dan perubahan lapisan subendotel, peningkatan hipertofi atrium kiri dan
peningkatan resistensi vaskular perifer. 24,25

Pasien lanjut usia juga berisiko mengalami gagal ginjal karena perubahan morfologi,
penurunan bersihan kreatinin, menurunya LFG, menurunnya ekskresi natrium dan kalium,
dan meningkatnya pelepasan ADH sebagai respon terhadap dehidrasi. 24,25

Pasien lanjut usia juga berisiko mengalami gangguan kognitif karena adanya penurunan
fungsi sel otak yang mengakibatkan penurunan daya ingat jangka pendek, penurunan dalam

14
memproses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan
melakukan aktivitas bertujuan dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu,
mengurutkan daya abstraksi yang menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Depresi pada pasien lanjut usia terjadi karena terjadi perubahan pada neurotransmitter
dopamine dan serotonin. 24,25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Usia Hipertensi 15

Jenis Kelamin
Gaya hidup
Stress
Penyakit lain

Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel perancu

3.2 Definisi Operasional

Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Hipertensi Hipertensi Pengukuran Hipertensi Nominal
didefinisikan tekanan ≥140/≥90
sebagai tekanan darah Normal
darah sistolik menggunakan ≤140/≤90
(TDS) ≥140 sfigmomanomete
16
mmHg dan/atau r
tekanan darah dan dari data
diastolic (TDD) rekam
≥90 mmHg medis pasien
2. Usia Usia Wawancara Dewasa Nominal
responden ≥ (Kuesioner) 40 - 59 tahun
41 tahun Lansia
dihitung ≥ 60 tahun
berdasarkan
usia
terakhir
saat
penelitian
berlangsung.

3.3 Desain Penelitian


Pada penelitian ini, desain studi yang digunakan adalah studi analitik dengan
metode potong lintang. Pengambilan data akan dilakukan secara primer yaitu
wawancara dengan menggunakan kuesioner.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di Poli Umum Puskesmas Depok Jaya
3.4.2 Waktu
Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan sejak tanggal 1 Mei 2021 – 31 Mei
2021
3.5 Populasi Penelitian
 Populasi target adalah semua pasien laki-laki yang berusia ≥ 40
 Populasi terjangkau adalah semua pasien laki-laki yang berusia ≥ 40
tahun di Poli Umum Puskesmas Depok Jaya pada bulan Mei 2021
3.6 Sampel Penelitian

17
Sampel dalam penelitian ini yaitu pasien laki-laki dengan usia ≥ 40 tahun,
sebanyak 30 responden yang datang ke Poli Umum Puskesmas Depok Jaya pada
bulan Mei 2021 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini akan menggunakan
analitik komparatif kategorik tidak berpasangan untuk memperhitungkan
banyaknya sampel yang dibutuhkan. Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:
P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus = 0.4612
P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol = 0.1712
Zα = Derajat kepercayaan 95% = 1.64
Zβ = Kekuatan uji 80% = 0.84
Perkiraan besar sampel untuk mencari hubungan usia dengan hipertensi pada
pasien di Puskesmas Depok Jaya, didapatkan hasil sebanyak 15 subjek. Karena
n1 = n2 dan terdapat 2 kelompok yang akan dibandingkan, maka
dibutuhkan jumlah sampel minimal 2 x 15 = 30 subjek.
3.7 Cara Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik non-random (purposive) sampling, yaitu
pemilihan subjek sampel yang berasal dari individu-individu yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Jenis kelamin laki-laki
b. Usia ≥ 40 tahun
c. IMT normal
d. Compos mentis
18
e. Mampu berkomunikasi
f. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed
consent

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu :


a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Data pada kuesioner tidak lengkap

3.9 Alur Penelitian

Rumusan Masalah

Identifikasi Variabel

Penentuan Subjek Penelitian

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Pengumpulan Data dan Sampel

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil
3.10 Pengolahan Data dan Analisis Penelitian
Statistik
Pengumpulan data akan dilakukan menggunakan kuesioner yang kemudian
Kesimpulan
akan dikumpulan dalam Microsoft Excel. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variable. Data yang diambil
dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS
23.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan

19
presentase yang kemudian dijelaskan secara naratif sesuai dengan tujuan
penelitian. Analisis bivariate menggunakan uji Chi-Square untuk melihat ada
tidaknya hubungan sebab akibat antara usia dan hipertensi. Penelitian dikatakan
memiliki makna signifikan bila p value α ≤ 0,05 dan tidak bermakna bila p value
α ≥ 0,05 dengan menyertakan nilai confidence interval 95%.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Depok Jaya


Kondisi geografi Puskesmas Depok Jaya terletak di Jl. Melati Raya,
Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok 16452.

20
Puskesmas Depok Jaya memiliki 2 wilayah kerja yaitu Kelurahan Depok Jaya
dan Kelurahan Mampang dengan luas wilayah 165 ha terdiri dari 29 RW. Berikut
ini peta wilayah kerja Puskesmas:

Gambar 4.1 Peta wilayah puskesmas


Batas wilayah kerja Puskesmas Depok Jaya yaitu :
 Utara : Kelurahan Beji
 Barat : Kelurahan Tanah Baru
 Timur : Kelurahan Depok
 Selatan : Kelurahan Pancoran Mas

Berdasarkan data BPS Kota Depok, jumlah penduduk di wilayah kerja


Puskesmas Depok Jaya adalah 56.848 jiwa. Lokasi Puskesmas Depok Jaya yang
berada di tengah-tengah pemukiman penduduk, sarana pendidikan, kantor
kelurahan serta pusat aktifitas masyarakat menjadikan wilayah kerja Puskesmas
Depok Jaya menjadi wilayah yang sangat strategis untuk koordinasi lintas sektor
dalam ranga meningkatkan derajat kesehatan sesuai dengan tujuan puskesmas.

21
4.2 Struktur Organisasi Puskesmas Depok Jaya
Struktur organisasi kerja Puskesmas Depok Jaya mengacu pada SOTK
(Struktur Organisasi dan Tata Kerja) sesuai dengan buku pedoman kerja
Puskesmas dari Departemen Kesehatan (Dep Kes). Struktur organisasi
Puskesmas Depok Jaya yang ada dianggap sudah mampu untuk menjalankan
tugas pokok Puskesmas secara baik. Struktur Organisasi Puskesmas berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas sebagai
berikut :

1. Kepala Puskesmas
2. Pelaksana Tata Usaha
3. Pelaksana Administrasi Keuangan BOP/APBD, Pelaksana Administrasi
Keuangan DAK BOK, Pelaksana Administrasi Keuangan RBA BLUD
dan Pelaksana Administrasi Barang dan Aset.
4. Penanggungjawab Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), terdiri dari :
 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial dan Keperawatan
Kesehatan Masyarakat :
o Pelayanan Promosi Kesehatan
o Pelayanan Kesehatan Lingkungan
o Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
o Pelayanan Gizi
o Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
o Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pengembangan :
o Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) dan Upaya
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
o Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
22
o Upaya Kesehatan Jiwa
o Upaya Kesehatan Olahraga
o Upaya Kesehatan Kerja
o Upaya Kesehatan Indera
o Upaya Kesehatan Lansia
o Upaya Kesehatan Tradisional
 Penanggungjawab Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Kefarmasian terdiri dari :
o Layanan Umum (termasuk MTBS dan Lansia)
o Layanan Gigi dan Mulut
o Layanan KIA/KB
o Layanan Gawat Darurat Sederhana
o Layanan Gizi Klinik
o Layanan Kefarmasian
5. Penanggungjawab Jaringan Pelayanan dan Jejaring Fasilitas Layanan
Kesehatan :
 Puskesmas Keliling
 Jejaring Fasilitas Kesehatan

Tabel 4.1 Ketenagakerjaan Puskesmas Depok Jaya

23
4.3 Analisis Univariat
Penelitian ini melibatkan 30 responden. Pada Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa
karakteristik responden laki-laki berusia 41 – 45 tahun sebanyak 6.7%, 46 – 50
tahun sebanyak 16.7%, 51 – 55 tahun sebanyak 13.3%, 56 – 60 tahun sebanyak
3.3%, 61 – 65 tahun sebanyak 26.7%, dan responden > 65 tahun sebanyak
33.3%, dimana sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori lanjut
usia (elderly) dengan usia rata-rata 69.35 tahun. Berdasarkan tabel 4.2 di
dapatkan bahwa responden yang menderita hipertensi sebanyak 56.7% dengan
usia terbanyak yang menderita hipertensi yaitu usia > 65 tahun.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Puskesmas Depok Jaya di Bulan Mei 2021

24
Tidak
Hipertensi Total
Variabel Hipertensi
n (%) n (%)
n (%)
41 – 45 tahun 0 (0) 2 (6.7) 2 (6.7)
46 – 50 tahun 1 (3.3) 4 (13.3) 5 (16.7)
51 – 55 tahun 1 (3.3) 3 (10) 4 (13.3)
Usia
56 – 60 tahun 0 (0) 1 (3.3) 1 (3.3)
61 – 65 tahun 5 (16.7) 3 (10) 8 (26.7)
> 65 tahun 10 (33.3) 0 (0) 10 (33.3)
Subtotal 17 (56.7) 13 (43.3) 30 (100)

4.4 Analisis Bivariat

Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa 60% responden adalah lansia (≥ 60
tahun) dan 56.7% responden menderita hipertensi dengan usia terbanyak yang
menderita hipertensi yaitu usia ≥ 60 tahun. Sebanyak 50% responden lansia
menderita hipertensi dan 33.3% responden berusia 41-59 tahun tidak menderita
hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan nilai p-value
0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian secara signifikan bermakna yang
berarti ada hubungan antara usia dan kejadian hipertensi. Lansia 0.04 kali lebih
mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59 tahun dengan nilai CI 95%.

Tabel 4.3 Hubungan Usia dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya
Bulan Mei 2021
Tidak
Hipertensi Total
Variabel Hipertensi P value OR
n (%) n (%)
n (%)
41 – 59 th 2 (6.7) 10 (33.3) 12 (40)
Usia 0.0013 0.04
≥ 60 th 15 (50) 3 (10) 18 (60)
Subtotal 17 (56.7) 13 (43.3) 30 (100)

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Karakteristik Responden di Puskesmas Depok Jaya pada Bulan


Mei 2021
25
Dari hasil penelitian yang melibatkan 30 responden masyarakat di
Puskesmas Depok Jaya pada bulan Mei 2021 didapatkan karakteristik responden
laki-laki berusia 41 – 45 tahun sebanyak 6.7%, 46 – 50 tahun sebanyak 16.7%,
51 – 55 tahun sebanyak 13.3%, 56 – 60 tahun sebanyak 3.3%, 61 – 65 tahun
sebanyak 26.7%, dan responden > 65 tahun sebanyak 33.3%, dimana sebagian
besar dari responden termasuk dalam kategori lanjut usia (elderly) dengan usia
rata-rata 69.35 tahun. Berdasarkan tabel 4.2 di dapatkan bahwa responden yang
menderita hipertensi sebanyak 56.7% dengan usia terbanyak yang menderita
hipertensi yaitu usia > 65 tahun.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah systole di atas 140 mmHg
dan tekanan darah diastole di atas 90 mmHg. Berdasarkan Riskesdas 2013,
prevalensi Hipertensi di Provinsi Jawa Barat khususnya Kota Depok yaitu 25,8%
dari hasil pengukuran dan 12,5% terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau sedang
minum obat antihipertensi. Dimana 13,3% masyarakat masih belum sadar bahaya
dari hipertensi pada sistem kardiovaskuler.2,6

5.2 Hubungan antara Usia dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Depok Jaya
pada Bulan Mei 2021
Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa 60% responden adalah lansia (≥ 60
tahun) dan 56.7% responden menderita hipertensi dengan usia terbanyak yang
menderita hipertensi yaitu usia ≥ 60 tahun. Sebanyak 50% responden lansia
menderita hipertensi dan 33.3% responden berusia 41-59 tahun tidak menderita
hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik Chi-square didapatkan nilai p-value
0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian secara signifikan bermakna yang
berarti ada hubungan antara usia dan kejadian hipertensi. Lansia 0.04 kali lebih
mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59 tahun dengan nilai CI 95%.
Masalah hipertensi menjadi masalah yang kompleks karena memiliki
faktor risiko yang luas seperti usia, jenis kelamin dan pendidikan. Selain itu juga
26
terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi namun tidak
dilakukan dalam penelitian kami yaitu kelebihan berat badan yang diikuti dengan
kurangnya berolahraga. Bertambahnya indeks massa tubuh menyebabkan kadar
creatinin clearance meningkat yang mengakibatkan retensi natrium sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah.3,26
Hipertensi merupakan penyakit multifakor yang disebabkan oleh
interaksi berbagai faktor resiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia
menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan
dinding uteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45
tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik
serta kurangnya sensititvitas baroreseptor (pengatur tekanan darah dan peran
ginjal aliran darah dan laju filtrasi glomerulus).3,26
Hal ini sesuai dengan penelitian Benson (2006), hipertensi terjadi pada
usia lebih tua. Pada usia antara 30 dan 65 tahun, tekanan sistolik meningkat rata
– rata sebanyak 20 mmHg dan terus meningkat setelah usia 70 tahun. Hal ini
menjadi salah satu dasar terjadinya hipertensi sistolik terisolasi terkait dengan
peningkatan peripheral vascular resistance arteri.3
Penelitian Hendra (2012) juga menunjukkan adanya hubungan antara
usia dengan kejadian hipertensi dengan p value 0,002 karena terjadi peningkatan
tekanan arterial seiring dengan bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta,
dan adanya proses degeneratif, yang lebih sering pada usia tua. Berdasarkan
penelitian Anggara (2013) penderita hipertensi paling tinggi ditemukan pada
kelompok usia >65 tahun.7,27
Namun penelitian dari Jurnal Thailand Jindarat (2020) menunjukkan
bahwa 1 dari 3 remaja (35,07%) memiliki tekanan darah tinggi, dan 1 dari 4
(26,37%) memiliki hipertensi. Remaja usia 22 tahun memiliki tekanan darah
diastolik tinggi 4 kali lipat (OR 4,06, 95%CI 1,12-14,61, p = 0,032) dan
27
hipertensi (OR 3,81, 95%CI 1,06-13,68, p = 0,040), dibandingkan dengan remaja
berusia 20 tahun. Remaja yang lebih tua, berusia >20 tahun lebih cenderung
memiliki prevalensi tekanan darah sistolik tinggi (OR 3,08, 95%CI 0,90-10,48, p
= 0,072), dan tekanan darah diastolik tinggi (OR 8,73, 95%CI 0,93- 81,87, p =
0,058).28
Oleh karena itu, skrining risiko hipertensi dan promosi gaya hidup sehat
perlu dilakukan sejak dini untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya hipertensi
mengurangi risiko kardiovaskular.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dari penelitian ini yaitu waktu penelitian yang singkat
hanya dalam waktu 1 bulan sehingga jumlah responden penelitian sedikit. Selain
itu juga hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam
faktor risiko selain usia sehingga banyak variable perancu yang bisa
menyebabkan seseorang menderita hipertensi.

BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Penelitian ini melibatkan 30 responden laki-laki dimana sebagian besar dari
responden termasuk dalam kategori lanjut usia (elderly) > 65 tahun sebanyak

28
33.3%, dengan usia rata-rata 69.35 tahun. Sebanyak 56.7% responden menderita
hipertensi dengan usia terbanyak yang menderita hipertensi yaitu usia > 65 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik p-value 0.001 ≤ α = 0.05 sehingga hasil penelitian
bermakna signifikan terdapat hubungan antara usia dan kejadian hipertensi,
dimana lansia 0.04 kali lebih mungkin menderita hipertensi dibanding usia 41-59
tahun dengan nilai CI 95%.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pusekesmas Depok Jaya dan Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan menjadi
bahan referensi dalam pembuatan program lanjut usia sebagai upaya
pengendalian hipertensi. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti deteksi
dini/screening saat POSBINDU atau deteksi dini di kantor/sekolah mengingat
semakin dini onset hipertensi maka angka morbiditas dan mortalitas juga ikut
meningkat. Bagi tenaga kesehatan penting untuk dilakukan pelatihan
pengukuran tekanan darah yang benar agar hasil pengukuran bisa lebih akurat.
Selain itu juga perlu diadakan penyuluhan baik dalam gedung maupun luar
gedung terkait dengan hipertensi dan berbagai faktor risiko yang dapat
memengaruhi kenaikan tekanan darah.

6.2.2 Bagi Masyarakat


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat terkait pengaruh usia dan hipertensi sehingga masyarakat lebih
menjaga kesehatan sejak dini dengan menerapkan pola hidup sehat dan
memeriksa tekanan darah secara teratur minimal satu bulan sekali.

6.2.3 Bagi Penelitian


29
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan pada populasi yang
lebih luas dengan karakteristik responden yang lebih beragam terkait dengan
hipertensi mengingat ilmu perkembangan dan teknologi yang semakin maju.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 2013, Key Facts (Www.Who.Int/Mediacentre/Factsheets/Fs307/En/)


2. Casey Aggie & Benson Herbert, 2006, Menurunkan Tekanan Darah, Pt
Bhuana Ilmu Popular: Jakarta
3. Paul A. et al., 2017. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults. American College of
Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA).
4. World Health Organization (WHO) 2013. A global brief on hypertension:
silent killer, global public health crisis. Geneva: WHO Press.
5. Indonesia KKR. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI. 2013.
6. Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
7. Notoatmodjo Soekidjo, 2012, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta:
Jakarta
8. Sherwood L. Pembuluh Darah dan Tekanan darah. Introduction to Human
Physiology. 8th ed. California: Brooks/Cole Cengage Learning; 2013.
9. Magder S. The Meaning of Blood Pressure. Critical Care 2018; 22: 257.
10. Foex P, Sear JW. Hypertension: Pathophysiology and Treatment. Continuing
education in Anaesthesia, Critical Care and Pain 2004; 4(3): 71-75.
11. Touyz RM. Chapter 14: Blood Pressure Regulation and Pathology. Cellular
and Molecular Pathobiology of Cardiovascular Disease. Glasgow: Elsevier
Inc; 2014
12. European Heart Society of Cardiology. 2018 ESC/ ESH Guidelines for The
Management of Arterial Hypertension. European Heart Journal 2018. 00: 1-
98.
13. Carey, R. and Whelton, P. Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults: Synopsis of the 2017
31
American College of Cardiology/American Heart Association Hypertension
Guideline. Annals of Internal Medicine. 2018:168(5):.351.
14. World Health Organization. Noncommunicable Diseases Country Profiles.
2018. Geneva: World Health Organization; 2018.
15. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Hasil Utama RISKESDAS 2018. 2018: 60-77.
16. Beevers G Lip GYH, O’Brein E. The Pathophysiology of Hypertension. BMJ
2001; 322: 912-916
17. Sarkar T, Singh NP. Epidemiology and Genetics of Hypertension. Journal of
the Association of Physicians of India 2015; 63: 61-68.
18. World Health Organization. High Blood Pressure- Country Experiences and
Effective Interventions Utilized Across the European Region. Copenhagen;
World Health Organization: 2013.
19. American College of Cardiology. ACCF/ AHA 2011 Expert Consensus
Document on Hypertension in the Elderly. JACC 2011; 57(20): 2037-114.
20. Oparil, S., Zaman, A. and Calhoun, D. Pathogenesis of Hypertension. Annals
of Internal Medicine. 2003:139(9)
21. Siyad A. Hypertension. Hygea J D Med 2011; 13(1): 1-16
22. National Heart Foundation of Australia. Guideline for the diagnosis and
management of hypertension in adults – 2016. Melbourne: National Heart
Foundation of Australia, 2016.
23. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, et al.
Institute for Clinical Systems Improvement. Hypertension Diagnosis and
Treatment. 2014; 15: 1-9.
24. Sudoyo d. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
25. Hadi Martono KP. Buku Ajar Geriatri. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. 2011
32
26. Pramana LDY 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Demak II. Semarang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhamadiyah Semarang.
27. Anggara D, Prayitno N 2013. Faktorfaktor yang Berhubungan dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 2013; Vol 5(1).
28. Somjaineuk J, Suwanno J. Relationships between age with elevated blood
pressure and hypertension in the transitional aged of late-adolescent to early
adulthood. He02.tci-thaijo.org. 2021. Available from: https://he02.tci-
thaijo.org/index.php/journalthaicvtnurse/article/view/240470

33
LAMPIRAN

KUISIONER PENELITIAN

34
Nama:
Tanggal Pemeriksaan:

Identitas Responden:
1. Nama :
2. Usia : th
3. Jenis Kelamin :L / P
4. Pekerjaan :
5. Tekanan Darah : mm/Hg
6. Tinggi Badan : cm
7. Berat Badan : kg
8. IMT : kg/m2
9. Status Obesitas : YA / TIDAK

35

Anda mungkin juga menyukai