BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi
masyarakat di negara maju maupun negara berkembang dan telah menyebabkan
transisi epidemiologi sehingga mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tidak
menular. Transisi epidemiologi sangat dipengaruhi oleh transisi demografi, sebab
dalam salah satu tahap transisi demografi terjadi proses pertumbuhan rendah yang
mengakibatkan mortalitas dan fertilitas relatif stabil, kadang fertilitas lebih rendah dari
mortalitas sehingga pertumbuhan negatif. (Rajab, W 2008)
Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di
masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang juga akan mengalami ledakan jumlah penduduk lansia,
kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49 tahun berdasarkan proyeksi 2010-2035
menurun. Sedangkan kelompok umur lansia berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus
meningkat (Buletin Lansia, Kemenkes, 2012).
Penyakit tidak menular yang paling banyak mempengaruhi angka kesakitan
dan angka kematian dunia adalah penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler). Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
paling umum dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi merupakan masalah
kesehatan utama tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi merupakan
salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal dan
stroke.
Data World Organization (WHO) tahun 2015 menunjukan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi dan
diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan
komplikasinya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Prevalensi
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk usia ≥ 18 tahun
sebesar 34,1%. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-
2
54 tahun (45,3%), umur55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%
diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi atau minum obat antihipertensi
dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak
rutin minum obat.
Di Puskesmas Sungai Durian, Sintang, hipertensi menduduki peringkat ke dua
(18%) dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2018 dengan jumlah kasus 1115.
Puskesmas Sungai Durian memiliki 10 kelurahan/Desa yang terdiri dari kapuas Kanan
Hulu, Tertung, Kapuas Kanan Hilir, Lalang baru, Anggah jaya, Sengkuang, Rawa
mambok, Mengkurai, Kedabang dan Martiguna. Selain itu terdapat 15 posyandu lansia
aktif di setiap Kelurahan/Desa di Puskesmas Sungai Durian. Berdasarkan laporan
bulanan posyandu lansia dalam 2 bulan terkahir, Kedabang adalah salah satu Posyandu
lansia dengan kasus hipertensi terbanyak. Untuk itu peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu lansia
Kedabang wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian Sintang.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia
Kedabang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karekteristik individu pada penderita hipertensi di
kedabang
kedabang
3
kedabang
lansia kedabang
lansia kedabang
D. Manfaat Penelitian
risiko hipertensi di Posyandu Lansia Kedabang yang nantinya dapat menjadi bahan
2. Masyarakat
3. Ilmu pengetahuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Klasifikasi
5
lanjut usia tua (old) ialah usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas
90 tahun.
2.3.2 Jenis kelamin
Hasil pengamatan Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) III memperlihatkan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada
populasi laki-laki dibandingkan populasi perempuan pada kelompok sebelum
menopause. Dengan bertambahnya usia, pada kelompok 65 tahun keatas prevalensi
hipertensi akan lebih tinggi terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
(Kaplan, 2002). Penelitian di Indonesia prevalensi hipertensi yang lebih tinggi
terdapat pada wanita (Depkes RI, 2006). Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).
2.3.3 Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah meninggi
merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di
masa datang. (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Penelitian menunjukkan bahwa
tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila
mereka memiliki hubungan darah (Palmer dkk, 2007). Tekanan darah tinggi
cenderung diwariskan di dalam keluarga. Jika salah seorang dari orangtua
mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar kira-kira
25% untuk mewarisinya. Jika ibu maupun ayah mempunyai tekanan darah tinggi,
maka peluang untuk terkena penyakit ini meningkat menjadi kira-kira 60% (S.G,
Sheldon2005). Androgue dan Madias (2007) telah melakukan penelitian tentang
pathogenesis natrium dan kalium pada hipertensi. Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa faktor keturunan berpengaruh terhadap hipertensi primer melalui beberapa
gen yang terlibat dalam regulasi vaskular dan rearbsorbsi natrium oleh ginjal.
2.3.4 Obesitas
7
2.4 Diagnosis
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan dari
evaluasi pasien adalah:
• Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan dengan hipertensi yang
bisa mempengaruhi pilihan terapi
• Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko CVS lainnya/kelainan-kelainan yang
menyertai
• Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa diidentifikasi
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita, meskipun
banyak penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan yang dapat muncul antara
lain hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir di regio
occipital), keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa sesak saat melakukan
aktivitas dan keluhan tidak spesifik seperti mudah lelah..
Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan:
• Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya
9
2.5 Tatalaksana
Tujuan terapi hipertensi adalah mencegah komplikasi, menurunkan kejadian
kardiovaskular, serebrovaskular, dan renovaskular, dengan kata lain menurunkan efek
terkanan darah tinggi terhadap kerusakan end-organ. Secara umum, target tekanan darah
yang harus dicapai adalah 140/90 mmHg, sedangkan untuk pasien diabetes atau dengan
penyakit ginjal kronik (chronic kidney diseases, CKD), target tekanan darah adalah 130/80
mmHg (JNC 7, ESC/ESH).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian
kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian
dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel. Pengobatan hipertensi terdiri dari
terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan
oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi
nonfarmakologis adalah modifikasi gaya hidup. Berikut modifikasi gaya hidup dalam JNC
7 dan bebrapa panduan lain:
- Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi penurunan berat badan meliputi nasihat
mengurangi asupan kalori dan juga mengingkatkan aktivitas fisik.
- Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat
menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah,
sayur-sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan
total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.
- Retriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
- Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. Lakukan
aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1 minggu
(total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi).
- Pembatasan minum alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4 mmHg.
Maksimum 2 minuman standar/hari: 1 oz atau 30 mL ethanol; misalnya bir 24 oz,
wine 10 oz, atau 80-proof whiskey untuk pria dan 1 minuman standar/hari untuk
wanita
- Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan.
12
Saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan
yaitu: ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB, beta-blockers, CCB dan
diuretik. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari
terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang. Pada
tahun 2014, tim panelis yang bertugas menyusun JNC 8, merilis pedoman tatalaksana
2014 berdasarkan evidence base. Berikut ini adalah pedoman tatalaksana hipertensi tahun
2014 menurut tim panelis JNC 8:
13
2.6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi perlu dikendalikan karena bersama berlalunya waktu, kekuatan
berlebihan pada dinding arteri dapat sangat membahayakan banyak organ-organ vital pada
tubuh. Umumnya, semakin tinggi tekanan darah atau semakin tak terkontrol, semakin
parah kerusakan yang terjadi. Menurut studi Farmingham, pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan risiko bermakna untuk penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
arteri perifer, gagal jantung dan gagal ginjal.
1. Jantung
Pada keadaan tekanan darah tinggi, banyak otot jantung yang dipaksa untuk
bekerja lebih keras sehingga jantung akan menjadi besar karena jantung harus
memompa untuk melawan tekanan darah yang tinggi. Meskipun demikian, jantung
tetap mampu bertahan beberapa waktu dalam keadaan tekanan darah tinggi, namun
selama beberapa tahun kondisinya akan semakin melemah (Hayen dkk, 2000).
Istilah “gagal jantung” sering disalahartikan dengan “serangan jantung”, namun
kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda. Gagal jantung adalah istilah untuk
suatu keadaan di mana secara progresif jantung tidak dapat memompa darah
keseluruh tubuh secara efisien. Jika fungsinya semakin buruk, maka akan timbul
tekanan darah balik dalam system sirkulasi yang menyebabkan kebocoran cairan
dari kapiler terkecil paru. Hal ini akan menimbulkan sesak napas dan
pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki. Sedangkan serangan jantung
dalam dunia medis disebut infark miokard karena terjadi saat sebagian dari ‘
miokardium’ atau otot jantung mengalami infark atau mati. Penyebabnya mirip
dengan angina, dan tekanan darah tinggi turut berperan penting. Serangan jantung
biasanya dipicu oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri (Palmer dan
Bryan, 2007).
2. Ginjal
Ginjal bertugas menyaring zat sisa dari darah dan menjaga keseimbangan cairan
dan kadar garam dalam tubuh. Gagal ginjal timbul bila kemampuan ginjal dalam
membuang zat sisa dan kelebihan air berkurang. Kondisi ini cenderung bertambah
buruk setiap tahunnya. Penyakit gagal ginjal kronik biasanya berakhir pada
keadaan yang disebut gagal ginjal stadium terminal. Keadaan ini bersifat fatal
kecuali bila penderitanya menjalani dialysis atau transplantasi ginjal. Ginjal secara
instrinsik berperan dalam pengaturan tekanan darah, dan inilah sebabnya mengapa
15
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit ginjal atau sebaliknya (Palmer
dan Bryan, 2007).
3. Otak
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah
stroke iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu
dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah di arteri coroner saat
serangan jantung atau angina. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi
(Palmer dan Bryan, 2007). Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat
pembuluh darah diotak atau di dekat otak pecah, penyebab utamanya adalah
tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang
di antara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik lebih jarang daripada stroke
iskemik namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius. Sekitar 5 menit sekali
satu orang akan terserang stroke. Gejala stroke meliputi : rasa baal (mati rasa),
lemah atau paralisis pada satu sisi tubuh, bicara tidak jelas atau sulit menemukan
kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan, hilangnya pandangan atau sebagian
lapang pandang secara tiba-tiba, pusing, kebingungan, tubuh tidak seimbang, atau
sakit kepala yang berat (Palmer dan Bryan, 2007).
4. Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitive
terhadap cahaya). Keadaan ini disebut sebagai penyakit vascular retina. Penyakit
ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indicator awal penyakit jantung
(Palmer dan Bryan, 2007).
2.7 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius
dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
16
Gambaran hipertensi
Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi
Diagnosis hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi
Komplikasi hipertensi
Hipertensi
Karakteristik
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
HIPERTENSI
Riwayat keluarga
Pengetahuan
Definisi, faktor risiko dan
komplikasi hipertensi
Gaya hidup
Pola makan
Aktivitas fisik
Kebiasaan merokok
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dimana tujuan peneliti untuk melihat gambaran tentang faktor risiko pada penderita
Penelitian ini dilakukan di Posyandu lansia Kedabang. Penelitian ini dilakukan dari
bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2019. Pengambilan data dilakukan pada
Variabel dalam penelitian ini adalah faktor risiko berdasarkan karakteristik individu
(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), IMT, riwayat keluarga, gaya hidup
(pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok), Pengetahuan serta melihat data
wawancara
3 Jenis Status gender Kuesioner Laki-laki Nominal
sejak lahir
4 Status gizi Keadaan status Pengukuran IMT : Interval
Underweight :< 18.5
(IMT) gizi makro Normal : 18,5-22,9
19
overweight : 23-24,9
Obese > 25
5 Riwayat Pewarisan sifat Wawancara Ada Nominal
temurun
6 Pengetahuan Informasi yang Wawancara Dari total skor Ordinal
dimiliki oleh dengan diubah menjadi
seseorang kuisioner Kategori :
mengenai 1. Kurang,
hipertensi, nilai total:
penyebab 0,00–49,99 (%)
hipertensi dan 2. Baik,
faktor risiko nilai total :
hipertensi 50,00-100 (%)
Kuesioner Merokok
8 Pola makan Suatu kebiasaan Wawancara Responden makan Ordinal
Responden makan
makanan berlemak
Responden makan
3 kali dalam
seminggu
Responden makan
makanan asin,yang
seminggu
9 Aktivitas Aktivitas fisik Wawancara Melakukan kegiatan Nominal
responden
10 Kebiasaan Perilaku Wawancara Ya Nominal
merokok merokok yang
dilakukan dengan Tidak
responden
Kuesioner
12 Pendidikan Jenjang Wawancara Tidak sekolah Ordinal
terakhir pendidikan SD
formal terakhir dengan SMP
yang telah
SMA
diselesaikan kuisioner
seseorang pada Perguruan Tinggi
sebuah institusi
pendidikan yang
diakui.
13 Pekerjaan Pekerjaan yang Wawancara Tidak bekerja Ordinal
dimiliki dengan Pelajar/Mahasiswa
seseorang kuesioner PNS
Polri/TNI
Pegawai swasta
Wiraswasta
Petani/nelayan/buruh
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita hipertensi yang berobat di
3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berobat di posyandu
Teknik sampling yang digunakan yaitu Non Probability Sampling dengan metode
accidental sampling.
1. Data sekunder : data dari puskesmas tentang prevalensi kejadian hipertensi dan data
1. Editing
Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap data yang telah terkumpul yang
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang telah di jawab oleh responden.
2. Coding
Pada tahap ini diberikan kode berupa nomor untuk mengurutkan data dari
responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kealahan dan memudahkan
pengolahan data.
3. Transfering. Pada tahap ini dilakukan pemindahan data yang diperoleh dan disusun
ke dalam tabel.
4. Tabulasi. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data sesuai kategori yang telah
dibuat untuk tiap subvariabel agar data dengan mudah disusun dan data untuk disajikan
serta dianalisis.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, yaitu untuk
BAB IV
4.1. Hasil
Bab ini akan membahas tentang hasil pelaksanaan penelitian tentang gambaran
faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia Kedabang. Penelitian ini
ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pekerjaan dan pendidikan terakhir
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi dua kategori
yaitu laki-laki dan perempuan. Berdasarkan jenis kelamin, persentase perempuan lebih
Distribusi pekerjaan pada penelitian ini dikelompokan menjadi tujuh kategori yaitu tidak
Distribusi frekuensi indeks massa tubuh pada penelitian ini dikelompokan menjadi empat
responden memiliki indeks masa tubuh normal dengan persentase sebesar 47,8% (11
responden)
menjadi dua kategori yaitu pola makan baik dan kurang baik. Hampir seluruh responden
Distribusi kebiasaan merokok responden pada penelitian ini dikelompokan menjadi dua
kategori yaitu ya merokok dan tidak merokok. Responden tidak merokok lebih banyak
Distribusi aktivitas fisik responden pada penelitian ini dikelompokan menjadi dua kategori
yaitu baik dan kurang baik. Responden dengan aktivitas fisik kurang baik lebih banyak
Hampir seluruh responden dengan pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 65,2% (15
responden)
4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa persentasi kejadian hipertensi lebih
banyak pada perempuan (56,52%). Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kaplan
yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, prevalensi hipertensi akan lebih
tinggi terjadi pada perempuan. Serta sejalan juga dengan pernyataan (Depkes RI, 2006)
yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.
Berdasarkan hasil analisis menurut usia, lebih dominan pada lanjut usia 60-74 tahun
(52,17%). Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa
untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan (Hans, 2005). Tekanan darah sistolik meningkat seiring dengan usia, akan tetapi
tekanan darah diastolik meningkat seiring dengan tekanan darah sistolik sampai sekitar
usia 55 tahun. Hasil analisis berdasarkan karakteristik pekerjaan di dominan oleh penderita
yang tidak bekerja (52,17%) dan menurut pendidikan terakhir didominan oleh
SD/Sederajat (52,17%). Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai penyakit hipertensi, sehingga dengan
27
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup
sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi jenis pekerjaannya.
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa responden dengan IMT normal lebih
dominan dibandingkan overweight dan obesitas yaitu sejumlah 11 responden (47,83%).
Penelitian ini ada kesenjangan antar teori dengan hasil uji statistik. Dimana menurut teori
obesitas berkaitan erat dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki atau
perempuan. Sedangkan dalam penelitian ini didapatkan bahwa penderita hipertensi dengan
IMT normal, hal ini dimungkinkan karena adanya faktor lain. Proporsi obesitas yang
rendah dimungkinkan karena responden tergolong lansia dimana pola makan lansia sudah
mulai berkurang dan juga kurangnya sampel pada penelitian ini. Berdasarkan hasil
analisis, riwayat keluarga dengan hipertensi lebih dominan yaitu (52,17%).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa faktor keturunan berpengaruh terhadap
hipertensi primer melalui beberapa gen yang terlibat dalam regulasi vaskular dan
rearbsorbsi natrium oleh ginjal. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggriani dkk (2008)
menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi sekitar
8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis pola makan responden, didominasi oleh responden
dengan pola makan kurang baik (91,3%). Hasil penelitian ini di dukung oleh hasil
penelitian fitriyani (2011) menyatakan bahwa responden dengan pola makan kurang baik
cenderung menderita hipertensi. Pola makan yang kurang baik seperti makan makanan
yang mengandung asupan garam yang tinggi mengakibatkan retensi air, sehingga volume
darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat dan juga memperkuat
efek vasokontriksi nor adrenalin. Hasil analisis berdasarkan aktivitas fisik, akivitas fisik
yang kurang baik lebih dominan (56,52%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh American collage of sports medicine (ACSM) tahun 2004 menyatakan hubungan
anatar olahraga dengan hipertensi, individu yang kurang aktif mempunyai risiko menderita
hipertensi 30-50% lebih besar dari pada individu yang aktif bergerak. (Khomsol, 2004).
Berdasarkan hasil analisis responden dengan tidak memiliki kebiasaan merokok lebih
banyak berjumlah 16 responden (69,57%) dan yang merokok sejumlah 7 responden
(30,43%). Dari hasil penelitian ini ada sedikit perbedaan yaitu penderita hipertensi pada
penelitian ini sebagian besar tidak merokok, tetapi merokok adalah salah satu faktor risiko
hipertensi.
28
pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 65,22% (15 responden). Pengetahuan yang rendah
merupakan salah satu faktor resiko yang membuat seseorang terkena penyakit. Seseorang
dengan pengetahuan rendah kurang mengetahui apa itu penyakit, faktor risiko, upaya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
Gambaran faktor risiko pada pasien hipertensi di posyandu lansia kedabang adalah lebih
dominan pada jenis kelamin perempuan (56,5%), usia lanjut 60-74 tahun (52,2%), tidak
bekerja (52,2%), pendidikan terakhir SD/Sederajat (52,2%), pada pasien yang memiliki
riwayat keluarga (52,2%), pola makan yang kurang baik (91,3%), aktivitas fisik kurang
(56,5%) dan pengetahuan yang kurang tentang hipertensi (65,2%).
5.2. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Meningkatkan upaya promosi kesehatan dengan memberikan penyuluhan yang
menarik mengenai penyakit hipertensi kepada seluruh lapisan masyarakat.
Mengadakan prolanis setiap bulan di daerah posyandu lansia.
Diharapkan posyandu lansia berkolaborasi dengan bagian gizi agar bagian gizi bisa
memberikan informasi dan masukan memengenai pemenuhan kebutuhan kalori per
hari dan pengaturan diet hipertensi dengan menggunakan data food recall 24 jam.
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut yang menghubungkan antara faktor risiko
hipertensi dengan kejadian hipertensi.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Agoes, A,2009. Penyakit di Usia Tua. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Andria, K.M., 2013. Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan
dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang
Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.Volume 1. No. 2, halaman 111–117.
3. Anderson G.H,1999. Efect of Age on Hypertension: Analysis of ovver 4800 Referred
Hypertensive Patients. Saudi Journal of Kidney and Disease Transplantation vol 10.
Issue 3 p:286-297.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI,2007.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007.Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta
5. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan Kedua.Rineka
Cipta, Jakarta
6. Depkes RI., 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi.Direktorat Pengendalian PTM, Jakarta
7. Guyton, A.C. dan Hall, J.E,2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC,
917-920.
8. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart 12th Edition.
New York: Mc Graw Hill; 2012.
9. High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American
Heart Association
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J,
Lackland DT et al. 2014.Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA
30
11. Kaplan NM, 2002. Clinical Hipertension, 8thEd. Lippincott : Williams & wilkins.
12. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo
J.Harrison’s.2012.Principles of Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw
Hill.
13. Palmer Anna dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Diterjemahlan oleh:
Elizabeth Yamine. Jakarta :Erlangga
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).2015.Pedoman
Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, Pengurus Pusat PERKI.
15. Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia dari Sistem ke Sel. Jakarta: EGC, 403 406.
16. Sugihantono, Anung. 2014Pedoman Gizi Seimbang. Kementerian Kesehatan RI.
17. Silbernagl S, Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag.
18. Tedjasukmana, Pradana. . 2012. Tata Laksana Hipertensi. Jakarta.
19. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM
et al. 2014. Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community: A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension.
20. WHO Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed April 23, 2017
21. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha M, Widodo,
Soewanto. 2007. Hipertensi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya:
Airlangga University Press.