Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi telah mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi
masyarakat di negara maju maupun negara berkembang dan telah menyebabkan
transisi epidemiologi sehingga mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tidak
menular. Transisi epidemiologi sangat dipengaruhi oleh transisi demografi, sebab
dalam salah satu tahap transisi demografi terjadi proses pertumbuhan rendah yang
mengakibatkan mortalitas dan fertilitas relatif stabil, kadang fertilitas lebih rendah dari
mortalitas sehingga pertumbuhan negatif. (Rajab, W 2008)
Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di
masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai
salah satu negara berkembang juga akan mengalami ledakan jumlah penduduk lansia,
kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49 tahun berdasarkan proyeksi 2010-2035
menurun. Sedangkan kelompok umur lansia berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus
meningkat (Buletin Lansia, Kemenkes, 2012).
Penyakit tidak menular yang paling banyak mempengaruhi angka kesakitan
dan angka kematian dunia adalah penyakit jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler). Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
paling umum dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi merupakan masalah
kesehatan utama tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi merupakan
salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal dan
stroke.
Data World Organization (WHO) tahun 2015 menunjukan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi dan
diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan
komplikasinya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Prevalensi
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk usia ≥ 18 tahun
sebesar 34,1%. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-
2

54 tahun (45,3%), umur55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%
diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi atau minum obat antihipertensi
dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak
rutin minum obat.
Di Puskesmas Sungai Durian, Sintang, hipertensi menduduki peringkat ke dua
(18%) dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2018 dengan jumlah kasus 1115.
Puskesmas Sungai Durian memiliki 10 kelurahan/Desa yang terdiri dari kapuas Kanan
Hulu, Tertung, Kapuas Kanan Hilir, Lalang baru, Anggah jaya, Sengkuang, Rawa
mambok, Mengkurai, Kedabang dan Martiguna. Selain itu terdapat 15 posyandu lansia
aktif di setiap Kelurahan/Desa di Puskesmas Sungai Durian. Berdasarkan laporan
bulanan posyandu lansia dalam 2 bulan terkahir, Kedabang adalah salah satu Posyandu
lansia dengan kasus hipertensi terbanyak. Untuk itu peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu lansia
Kedabang wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian Sintang.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia

Kedabang?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia

Kedabang wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karekteristik individu pada penderita hipertensi di

posyandu lansia kedabang

b. Mengetahui gambaran status gizi pada penderita hipertensi di posyandu lansia

kedabang

c. Mengetahui gambaran pola makan penderita hipertensi di posyandu lansia

kedabang
3

d. Mengetahui gambaran aktivitas fisik penderita hipertensi di posyandu lansia

kedabang

e. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada penderita hipertensi di posyandu

lansia kedabang

f. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan penderita hipertensi di posyandu

lansia kedabang

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran faktor

risiko hipertensi di Posyandu Lansia Kedabang yang nantinya dapat menjadi bahan

masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam upaya preventif

untuk mengendalikan faktor risiko demi menurunkan angka kejadian hipertensi

melalui edukasi dan promosi kesehatan.

2. Masyarakat

Bagi masyarakat agar meningkatkan upaya pencegahan terjadinya hipertensi

melalui pencegahan berbagai faktor risiko kejadian hipertensi.

3. Ilmu pengetahuan

Sebagai bahan kepustakaan tentang faktor risiko penyakit hipertensi di Posyandu

Lansia Kedabang wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian.


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tekanan Darah dan Hipertensi


2.1.1 Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah berarti daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh (Guyton dan Hall, 2008). Pengaturan tekanan darah bergantung pada
kontrol dua penentu utamanya, curah jantung dan resistensi perifer total (Sherwood,
2012). Orang dewasa yang sehat umumnya memiliki tekanan darah kurang dari
120/80mmHg. Angka pertama adalah angka dari tekanan sistolik, yang menunjukkan
tekanan darah di saat terjadi kontraksi ventrikel. Angka kedua menunjukkan tekanan
diastolik, yang menunjukkan tekanan darah saat relaksasi ventrikel dan pengisiannya.
(Lily, 2011).
2.1.2 Pengertian Hipertensi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang .
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada
orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I
dan derajat II yang dapat dilihat pada Tabel 2 (US Department of Health and Human
Services, 2004).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

2.2. Klasifikasi
5

Selain berdasarkan grade-nya, hipertensi juga dibedakan berdasarkan penyebab dan


bentuknya.
2.2.1 Hipertensi berdasarkan penyebab
a. Hipertensi primer/hipertensi esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui. Hipertensi jenis ini
cenderung genetik yang kuat dan dipengaruhi oleh faktor kontribusi seperti
obesitas, stres, merokok dan konsumsi garam yang berlebih (Sherwood,2001).
Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Budiyanto (2002) dalam Masriadi
(2016) mengatakan bahwa hipertensi esensial merupakan salah satu faktor risiko
penting untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Hipertensi esensial merupakan
etiologi kesakitan dan kematian yang cukup banyak dalam masyarakat.
b. Hipertensi sekunder/hipertensi non esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
2.2.2 Hipertensi berdasarkan bentuk
Berdasarkan bentuknya hipertensi dibagi menjadi:
 Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
 Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)
 Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
2.3 Faktor risiko
2.3.1 Usia
Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan karena pada usia tua arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi
kaku. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung
bertambah berat yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah.
Tekanan darah sistolik meningkat seiring dengan usia, akan tetapi tekanan
darah diastolik meningkat seiring dengan tekanan darah sistolik sampai sekitar usia
55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses kekakuan arteri
akibat aterosklerosis. Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi,
yang keduanya merupakan akibat dari hipertensi. Menurut World Health
Organitation (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age) ialah 45-49 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun,
6

lanjut usia tua (old) ialah usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas
90 tahun.
2.3.2 Jenis kelamin
Hasil pengamatan Third National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) III memperlihatkan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada
populasi laki-laki dibandingkan populasi perempuan pada kelompok sebelum
menopause. Dengan bertambahnya usia, pada kelompok 65 tahun keatas prevalensi
hipertensi akan lebih tinggi terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
(Kaplan, 2002). Penelitian di Indonesia prevalensi hipertensi yang lebih tinggi
terdapat pada wanita (Depkes RI, 2006). Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).
2.3.3 Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Riwayat keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah meninggi
merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di
masa datang. (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001). Penelitian menunjukkan bahwa
tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila
mereka memiliki hubungan darah (Palmer dkk, 2007). Tekanan darah tinggi
cenderung diwariskan di dalam keluarga. Jika salah seorang dari orangtua
mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar kira-kira
25% untuk mewarisinya. Jika ibu maupun ayah mempunyai tekanan darah tinggi,
maka peluang untuk terkena penyakit ini meningkat menjadi kira-kira 60% (S.G,
Sheldon2005). Androgue dan Madias (2007) telah melakukan penelitian tentang
pathogenesis natrium dan kalium pada hipertensi. Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa faktor keturunan berpengaruh terhadap hipertensi primer melalui beberapa
gen yang terlibat dalam regulasi vaskular dan rearbsorbsi natrium oleh ginjal.
2.3.4 Obesitas
7

Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung


untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut.
Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah
dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih
kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi berat badan
hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular
secara signifikan. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau
Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI ini
menggambarkan jumlah lemak dalam tubuh. BMI memberikan gambaran tentang
risiko kesehatan yang berhubungan dengan berat badan. Body Mass Indeks (BMI)
dapat diketahui dengan membagi berat badan dengan tinggi badan (Marliani, L
dkk, 2007).

2.3.5 Stress psikis


Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara
fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus
kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison
kedalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan
enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,
kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
2.3.6 Pola makan
Makanan merupakan faktor penting yang menentukan tekanan darah.
Menerapkan pola makan yang rendah lemak jenuh, kolesterol, total lemak dan
asupan garam, serta kaya akan buah, sayur, serta produk susu rendah lemak telah
terbukti secara klinis dapa menurunkan tekanan darah (Palmer dkk, 2007). Garam
merupakan faktor yanng sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Pengaruh
asupan garam terhdap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah 9Nurkhalida, 2003). Ion natrium
mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan menyebabkan
8

daya tahan pembuluh meningkat dan juga memperkuat efek vasokonstriksi


noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok  penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada
orang-orang yang memakan hanya sedikit garam.
2.3.7 Rokok 
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini
karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru – paru dan
disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin
untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal
kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang
sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung
untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih tinggi.
2.3.8 Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena dapat menjadi penyebab sekitar
20-50% dari semua kejadian hipertensi (Sheps, 2005). Mekanisme peningkatan
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga peningkatan kadar
kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah. (Depkes RI, 2006).

2.4 Diagnosis
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan dari
evaluasi pasien adalah:
• Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan dengan hipertensi yang
bisa mempengaruhi pilihan terapi
• Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko CVS lainnya/kelainan-kelainan yang
menyertai
• Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa diidentifikasi
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita, meskipun
banyak penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan yang dapat muncul antara
lain hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir di regio
occipital), keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa sesak saat melakukan
aktivitas dan keluhan tidak spesifik seperti mudah lelah..
Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan:
• Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya
9

• Terapi antihipertensi sebelumnya


• Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder
• Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik, kenaikan berat
badan
• Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK
• Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah: kontrasepsi oral, steroid,
NSAID, dekongestan nasal
• Keberadaan faktor resiko CVS
Yang dimaksud dengan faktor resiko sistem kardiovaskular adalah sebagai berikut:
• Hipertensi
• Merokok
• Obesitas (IMT ≥ 30)
• Inaktivitas fisik
• Dislipidemia
• Diabetes mellitus
• Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit
• Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
• Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang prematur (< 55 tahun
untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)
Untuk pemeriksaan fisik, tentunya adalah dengan pemeriksaan tekanan darah.
Persiapan untuk pemeriksaan tekanan darah meliputi persiapan alat, yaitu manometer
merkuri (gold standart) dengan manset yang sesuai (panjang ± 80% lingkar lengan, lebar ±
40% lingkar lengan) dan stetoskop. Manometer aneroid dan elektronik cenderung kurang
akurat. Untuk persiapan pasien, maka pasien harus diistirahatkan ± 5 menit, posisi duduk
di kursi, kaki di atas lantai, pakaian ketat dilepas, lengan disangga sehingga posisinya
setinggi jantung dan hindari percakapan selama pemeriksaan.
10

Gambar 2.4. Pemeriksaan tekanan darah


Langkah-langkah pemeriksaan tekanan darah:
• Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di atas A.brakhialis (sisi
dalam lengan atas) dan sisi bawah manset ± 2,5 cm di atas fossa antecubitii
• Cari A.brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon biceps
• Lakukan pemeriksaan palpatori tekanan darah sistolik: ibu jari atau jari lain diletakkan
di atas A.brakhialis, manset dipompa sampai sekitar 30 mmHg di atas tingkat pulsasi
mulai tidak teraba, kemudian manset dikendurkan pelan-pelan dan akan didapatkan
tekanan darah sistolik saat pulsasi mulai teraba kembali
• Letakkan stetoskop di atas A.brakhialis, manset dipompa hingga 20-30 mmHg diatas
tekanan sistolik palpasi, dikendurkan pelan (2-3 mmHg/detik), tentukan tekanan darah
sistolik (Korotkoff 1-mulai terdengar suara) dan tekanan darah diastolik (Korotkoff 5-
suara mulai hilang)
• Bandingkan kanan kiri (normalnya beda 5-10 mmHg)
JNC 7 merekomendasikan pengulangan pemeriksaan tekanan darah sekitar 5 menit
5
setelah pemeriksaan pertama. Sedangkan menurut American society of hypertension,
diagnosis hipertensi dikonfirmasi setelah kunjungan berikutnya (1-4 minggu setelah
pengukuran pertama), dengan kedua pengukuran tersebut harus tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg untuk menegakkan diagnosis.
11

2.5 Tatalaksana
Tujuan terapi hipertensi adalah mencegah komplikasi, menurunkan kejadian
kardiovaskular, serebrovaskular, dan renovaskular, dengan kata lain menurunkan efek
terkanan darah tinggi terhadap kerusakan end-organ. Secara umum, target tekanan darah
yang harus dicapai adalah 140/90 mmHg, sedangkan untuk pasien diabetes atau dengan
penyakit ginjal kronik (chronic kidney diseases, CKD), target tekanan darah adalah 130/80
mmHg (JNC 7, ESC/ESH).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian
kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian
dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel. Pengobatan hipertensi terdiri dari
terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan
oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi
nonfarmakologis adalah modifikasi gaya hidup. Berikut modifikasi gaya hidup dalam JNC
7 dan bebrapa panduan lain:
- Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi penurunan berat badan meliputi nasihat
mengurangi asupan kalori dan juga mengingkatkan aktivitas fisik.
- Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat
menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan buah,
sayur-sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan
total lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.
- Retriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
- Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. Lakukan
aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari pada 1 minggu
(total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi).
- Pembatasan minum alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4 mmHg.
Maksimum 2 minuman standar/hari: 1 oz atau 30 mL ethanol; misalnya bir 24 oz,
wine 10 oz, atau 80-proof whiskey untuk pria dan 1 minuman standar/hari untuk
wanita
- Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan.
12

Gambar 2.5. Algoritma Tatalaksana Farmakologi Hipertensi (PERKI, 2015)

Saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan
yaitu: ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB, beta-blockers, CCB dan
diuretik. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari
terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang. Pada
tahun 2014, tim panelis yang bertugas menyusun JNC 8, merilis pedoman tatalaksana
2014 berdasarkan evidence base. Berikut ini adalah pedoman tatalaksana hipertensi tahun
2014 menurut tim panelis JNC 8:
13

Gambar 2.6 Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8


14

2.6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi perlu dikendalikan karena bersama berlalunya waktu, kekuatan
berlebihan pada dinding arteri dapat sangat membahayakan banyak organ-organ vital pada
tubuh. Umumnya, semakin tinggi tekanan darah atau semakin tak terkontrol, semakin
parah kerusakan yang terjadi. Menurut studi Farmingham, pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan risiko bermakna untuk penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
arteri perifer, gagal jantung dan gagal ginjal.
1. Jantung
Pada keadaan tekanan darah tinggi, banyak otot jantung yang dipaksa untuk
bekerja lebih keras sehingga jantung akan menjadi besar karena jantung harus
memompa untuk melawan tekanan darah yang tinggi. Meskipun demikian, jantung
tetap mampu bertahan beberapa waktu dalam keadaan tekanan darah tinggi, namun
selama beberapa tahun kondisinya akan semakin melemah (Hayen dkk, 2000).
Istilah “gagal jantung” sering disalahartikan dengan “serangan jantung”, namun
kedua istilah ini memiliki arti yang berbeda. Gagal jantung adalah istilah untuk
suatu keadaan di mana secara progresif jantung tidak dapat memompa darah
keseluruh tubuh secara efisien. Jika fungsinya semakin buruk, maka akan timbul
tekanan darah balik dalam system sirkulasi yang menyebabkan kebocoran cairan
dari kapiler terkecil paru. Hal ini akan menimbulkan sesak napas dan
pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki. Sedangkan serangan jantung
dalam dunia medis disebut infark miokard karena terjadi saat sebagian dari ‘
miokardium’ atau otot jantung mengalami infark atau mati. Penyebabnya mirip
dengan angina, dan tekanan darah tinggi turut berperan penting. Serangan jantung
biasanya dipicu oleh gumpalan darah yang terbentuk di dalam arteri (Palmer dan
Bryan, 2007).
2. Ginjal
Ginjal bertugas menyaring zat sisa dari darah dan menjaga keseimbangan cairan
dan kadar garam dalam tubuh. Gagal ginjal timbul bila kemampuan ginjal dalam
membuang zat sisa dan kelebihan air berkurang. Kondisi ini cenderung bertambah
buruk setiap tahunnya. Penyakit gagal ginjal kronik biasanya berakhir pada
keadaan yang disebut gagal ginjal stadium terminal. Keadaan ini bersifat fatal
kecuali bila penderitanya menjalani dialysis atau transplantasi ginjal. Ginjal secara
instrinsik berperan dalam pengaturan tekanan darah, dan inilah sebabnya mengapa
15

tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit ginjal atau sebaliknya (Palmer
dan Bryan, 2007).
3. Otak
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah
stroke iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu
dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah di arteri coroner saat
serangan jantung atau angina. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi
(Palmer dan Bryan, 2007). Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat
pembuluh darah diotak atau di dekat otak pecah, penyebab utamanya adalah
tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang
di antara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik lebih jarang daripada stroke
iskemik namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius. Sekitar 5 menit sekali
satu orang akan terserang stroke. Gejala stroke meliputi : rasa baal (mati rasa),
lemah atau paralisis pada satu sisi tubuh, bicara tidak jelas atau sulit menemukan
kata-kata atau sulit mengerti pembicaraan, hilangnya pandangan atau sebagian
lapang pandang secara tiba-tiba, pusing, kebingungan, tubuh tidak seimbang, atau
sakit kepala yang berat (Palmer dan Bryan, 2007).
4. Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitive
terhadap cahaya). Keadaan ini disebut sebagai penyakit vascular retina. Penyakit
ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indicator awal penyakit jantung
(Palmer dan Bryan, 2007).
2.7 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius
dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
16

2.8 KERANGKA TEORI

Gambaran hipertensi
Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi

Diagnosis hipertensi

Faktor risiko hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi

Komplikasi hipertensi
Hipertensi

Faktor risko hipertensi


Usia
Jenis kelamin
Obesitas
Riwayat keluarga
Asupan garam berlebih
Merokok
Aktivitas fisik kurang
Konsumsi alkohol
Stres
17

2.9 KERANGKA KONSEP

Karakteristik
Usia

Jenis kelamin

Pendidikan terakhir

Pekerjaan

Status gizi (IMT)

HIPERTENSI
Riwayat keluarga

Pengetahuan
Definisi, faktor risiko dan
komplikasi hipertensi

Gaya hidup
Pola makan
Aktivitas fisik
Kebiasaan merokok
18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan crosssectional

dimana tujuan peneliti untuk melihat gambaran tentang faktor risiko pada penderita

hipertensi di posyandu lansia kedabang.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu lansia Kedabang. Penelitian ini dilakukan dari

bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2019. Pengambilan data dilakukan pada

tanggal 16 Juli 2019.

3.3 Variabel peneltian

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor risiko berdasarkan karakteristik individu

(umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), IMT, riwayat keluarga, gaya hidup

(pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok), Pengetahuan serta melihat data

rekam medik untuk variabel hipertensi.

N Variabel Definisi Cara Hasil ukur Skala


ukur
o operasional pengukuran
1 Usia Usia responden Wawancara 1. <45 Interval
tahun
yang di hitung dengan 2. 45-
54tahun
sejak lahir Kuesioner
3. 60-
sampai
74tahun
4. 75-
dilakukan 90tahun

wawancara
3 Jenis Status gender Kuesioner Laki-laki Nominal

kelamin yang dibawa Perempuan

sejak lahir
4 Status gizi Keadaan status Pengukuran IMT : Interval
Underweight :< 18.5
(IMT) gizi makro Normal : 18,5-22,9
19

overweight : 23-24,9
Obese > 25
5 Riwayat Pewarisan sifat Wawancara Ada Nominal

keluarga responden dengan Tidak

secara turun kuesioner

temurun
6 Pengetahuan Informasi yang Wawancara Dari total skor Ordinal
dimiliki oleh dengan diubah menjadi
seseorang kuisioner Kategori :
mengenai 1. Kurang,
hipertensi, nilai total:
penyebab 0,00–49,99 (%)
hipertensi dan 2. Baik,
faktor risiko nilai total :
hipertensi 50,00-100 (%)

7 Gaya hidup Kebiasaan yang Wawancara Pola makan Nominal


dilakukan
responden dengan Aktivitas fisik

Kuesioner Merokok
8 Pola makan Suatu kebiasaan Wawancara Responden makan Ordinal

makan dengan daging > 3 kali

responden Kuesioner seminggu

Responden makan

makanan berlemak

> 3 kali seminggu

Responden makan

makanan gorengan >

3 kali dalam

seminggu

Responden makan

makanan asin,yang

diasinkan > 3 kali

seminggu
9 Aktivitas Aktivitas fisik Wawancara Melakukan kegiatan Nominal

fisik yang terencana dengan olahraga ≥3 kali


20

dan terstruktur Kuesioner dalam seminggu

yang dilakukan selama ≥30 menit

responden
10 Kebiasaan Perilaku Wawancara Ya Nominal
merokok merokok yang
dilakukan dengan Tidak
responden
Kuesioner
12 Pendidikan Jenjang Wawancara Tidak sekolah Ordinal
terakhir pendidikan SD
formal terakhir dengan SMP
yang telah
SMA
diselesaikan kuisioner
seseorang pada Perguruan Tinggi
sebuah institusi
pendidikan yang
diakui.
13 Pekerjaan Pekerjaan yang Wawancara Tidak bekerja Ordinal
dimiliki dengan Pelajar/Mahasiswa
seseorang kuesioner PNS
Polri/TNI
Pegawai swasta
Wiraswasta
Petani/nelayan/buruh

3.4 Populasi dan sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita hipertensi yang berobat di

posyandu lansia kedabang selama tahun 2019

3.4.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi yang berobat di posyandu

lansia kedabang di bulan Juli tahun 2019 yaitu berjumlah 23 orang.

Teknik sampling yang digunakan yaitu Non Probability Sampling dengan metode

accidental sampling.

3.5 Instrumen penelitian

Instrumen atau alat dalam penelitian ini meliputi :


21

1. Data sekunder : data dari puskesmas tentang prevalensi kejadian hipertensi dan data

rekam medik penderita hipertensi yang berobat di posyandu lansia kedabang

2. Data primer : kuesioner

3.6 Pengolahan Data

1. Editing
Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap data yang telah terkumpul yang
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang telah di jawab oleh responden.
2. Coding
Pada tahap ini diberikan kode berupa nomor untuk mengurutkan data dari
responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kealahan dan memudahkan
pengolahan data.
3. Transfering. Pada tahap ini dilakukan pemindahan data yang diperoleh dan disusun
ke dalam tabel.
4. Tabulasi. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan data sesuai kategori yang telah
dibuat untuk tiap subvariabel agar data dengan mudah disusun dan data untuk disajikan
serta dianalisis.

3.7 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, yaitu untuk

memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dan

karakteristik responden. Data-data yang sudah di olah disajikan dalam tabel.


22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Bab ini akan membahas tentang hasil pelaksanaan penelitian tentang gambaran

faktor risiko pada penderita hipertensi di Posyandu Lansia Kedabang. Penelitian ini

dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada 23 penderita

hipertensi yang berobat di posyandu lansia kedabang.

Tabel 4 Distribusi frekuensi Penyakit Hipertensi

Tekanan darah Frekuensi Persentase(%)


Hipertensi stage I 15 65,2
Hipertensi stage II 8 34,8
Total 23 100
23

4.1 Distribusi Frekuensi berdasarkan karakteristik individu responden


Responden penelitian ini terdiri dari 23 orang. Karakteristik responden dalam penelitian

ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pekerjaan dan pendidikan terakhir

4.1.1 Karakterisik responden berdasarkan Jenis kelamin


Tabel 4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase(%)


Laki-laki 10 43,5
Perempuan 13 56,5
Total 23 100

Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi dua kategori

yaitu laki-laki dan perempuan. Berdasarkan jenis kelamin, persentase perempuan lebih

banyak dari laki-laki yaitu sebesar 56,5% (13 responden).

4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan usia


Usia Frekuensi Persentase(%)
<45 0 0
45-49 10 43,5
60-74 12 52,2
75-90 1 4,3
Total 23 100

Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia pada penelitian ini di kelompokan


menjadi empat kategori yaitu <45 tahun, 45-49 tahun, 60-74 tahun dan 75-90 tahun.
Responden dengan usia 60-74 tahun paling banyak sebesar 52,2% (12 responden)
4.1.3 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Tabel 4.1.3. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase(%)
Tidak bekerja 12 52,2
Pelajar/Mahasiswa 0 0
PNS 0 0
Polri/TNI 0 0
Pegawai swasta 1 4,3
Wiraswasta 4 17,4
Petani/Nelayan/Buruh 6 26,1
Total 23 100
24

Distribusi pekerjaan pada penelitian ini dikelompokan menjadi tujuh kategori yaitu tidak

bekerja, pelajar/mahasiswa, PNS, Polri/TNI, pegawai swasta, wiraswasta dan

petani/nelayan/buruh. Berdasarkan pekerjaan responden tidak bekerja lebih banyak yaitu

12 responden (52,2%) disusul petani/nelayan/buruh.

4.1.4 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir


Tabel 4.1.4 Karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan terakhir Frekuensi Persentase(%)
Tidak sekolah 5 21,7
SD atau sederajat 12 52,2
SMP atau sederajat 3 13,0
SMA atau sederajat 2 8,7
Perguruan tinggi 1 4,3
Total 23 100
Distribusi pendidikan terakhir pada penelitian ini dikelompokan menjadi lima kategori
yaitu tidak sekolah, SD atau sederajat, SMP atau sederajat, SMA atau sederajat dan
Perguruan tinggi. Persentase pendidikan terakhir SD/Sederajat yaitu sebesar 52,2% (12
responden).
4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan Indeks massa tubuh
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi berdasarkan Indeks massa tubuh
Indeks Masa Tubuh Frekuensi Persentase(%)
Underweight 0 0
Normal 11 47,8
Overweight 4 17,4
Obese 8 34,8
Total 23 100

Distribusi frekuensi indeks massa tubuh pada penelitian ini dikelompokan menjadi empat

kategori yaitu kategori underweight, normal, overweight, obese. Pada umumnya

responden memiliki indeks masa tubuh normal dengan persentase sebesar 47,8% (11

responden)

4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keluarga


Tabel 4.3.1 Karakteristik responden berdasarkan riwayat keluarga
Riwayat keluarga Frekuensi Persentase(%)
Ada 12 52,2
Tidak 11 47,8
Total 23 100
25

Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keluarga menunjukan bahwa persentase


responden yang memiliki riwayat keluarga lebih besar yaitu 52,2% (12 responden).

4.4. Distribusi frekuensi berdasarkan gaya hidup


4.4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Pola makan
Tabel 4.4.1 Distribusi frekuensi berdasarkan Pola makan

Pola makan Frekuensi Persentase(%)


Baik 2 8,7
Kurang baik 21 91,3
Total 23 100
Distribusi perilaku berdasarkan pola makan responden pada penelitian ini dikelompokan

menjadi dua kategori yaitu pola makan baik dan kurang baik. Hampir seluruh responden

pola makan kurang baik yaitu sebesar 91,3% (21 responden).

4.4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan merokok


Tabel 4.4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan merokok

Merokok Frekuensi Persentase(%)


Ya 7 30,4
Tidak 16 69,6
Total 23 100

Distribusi kebiasaan merokok responden pada penelitian ini dikelompokan menjadi dua

kategori yaitu ya merokok dan tidak merokok. Responden tidak merokok lebih banyak

yaitu sebesar 69,6% (16 responden).

4.4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan aktivitas fisik


Tabel 4.4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan aktivitas fisik
Aktivitas fisik Frekuensi Persentase(%)
Baik 10 43,5
Kurang baik 13 56,5
Total 23 100
26

Distribusi aktivitas fisik responden pada penelitian ini dikelompokan menjadi dua kategori

yaitu baik dan kurang baik. Responden dengan aktivitas fisik kurang baik lebih banyak

yaitu sebesar 56,5% (13 responden).

4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan


Tabel 4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan
Pengetahuan Frekuensi Persentase(%)
Baik 8 34,8
Kurang baik 15 65,2
Total 23 100

Hampir seluruh responden dengan pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 65,2% (15
responden)

4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa persentasi kejadian hipertensi lebih
banyak pada perempuan (56,52%). Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kaplan
yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, prevalensi hipertensi akan lebih
tinggi terjadi pada perempuan. Serta sejalan juga dengan pernyataan (Depkes RI, 2006)
yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause.
Berdasarkan hasil analisis menurut usia, lebih dominan pada lanjut usia 60-74 tahun
(52,17%). Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa
untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan (Hans, 2005). Tekanan darah sistolik meningkat seiring dengan usia, akan tetapi
tekanan darah diastolik meningkat seiring dengan tekanan darah sistolik sampai sekitar
usia 55 tahun. Hasil analisis berdasarkan karakteristik pekerjaan di dominan oleh penderita
yang tidak bekerja (52,17%) dan menurut pendidikan terakhir didominan oleh
SD/Sederajat (52,17%). Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai penyakit hipertensi, sehingga dengan
27

pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup
sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi jenis pekerjaannya.
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa responden dengan IMT normal lebih
dominan dibandingkan overweight dan obesitas yaitu sejumlah 11 responden (47,83%).
Penelitian ini ada kesenjangan antar teori dengan hasil uji statistik. Dimana menurut teori
obesitas berkaitan erat dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki atau
perempuan. Sedangkan dalam penelitian ini didapatkan bahwa penderita hipertensi dengan
IMT normal, hal ini dimungkinkan karena adanya faktor lain. Proporsi obesitas yang
rendah dimungkinkan karena responden tergolong lansia dimana pola makan lansia sudah
mulai berkurang dan juga kurangnya sampel pada penelitian ini. Berdasarkan hasil
analisis, riwayat keluarga dengan hipertensi lebih dominan yaitu (52,17%).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa faktor keturunan berpengaruh terhadap
hipertensi primer melalui beberapa gen yang terlibat dalam regulasi vaskular dan
rearbsorbsi natrium oleh ginjal. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggriani dkk (2008)
menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi sekitar
8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis pola makan responden, didominasi oleh responden
dengan pola makan kurang baik (91,3%). Hasil penelitian ini di dukung oleh hasil
penelitian fitriyani (2011) menyatakan bahwa responden dengan pola makan kurang baik
cenderung menderita hipertensi. Pola makan yang kurang baik seperti makan makanan
yang mengandung asupan garam yang tinggi mengakibatkan retensi air, sehingga volume
darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat dan juga memperkuat
efek vasokontriksi nor adrenalin. Hasil analisis berdasarkan aktivitas fisik, akivitas fisik
yang kurang baik lebih dominan (56,52%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh American collage of sports medicine (ACSM) tahun 2004 menyatakan hubungan
anatar olahraga dengan hipertensi, individu yang kurang aktif mempunyai risiko menderita
hipertensi 30-50% lebih besar dari pada individu yang aktif bergerak. (Khomsol, 2004).
Berdasarkan hasil analisis responden dengan tidak memiliki kebiasaan merokok lebih
banyak berjumlah 16 responden (69,57%) dan yang merokok sejumlah 7 responden
(30,43%). Dari hasil penelitian ini ada sedikit perbedaan yaitu penderita hipertensi pada
penelitian ini sebagian besar tidak merokok, tetapi merokok adalah salah satu faktor risiko
hipertensi.
28

Berdasarkan analisis tingkat pengetahuan, Hampir seluruh responden dengan

pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 65,22% (15 responden). Pengetahuan yang rendah

merupakan salah satu faktor resiko yang membuat seseorang terkena penyakit. Seseorang

dengan pengetahuan rendah kurang mengetahui apa itu penyakit, faktor risiko, upaya

pencegahan terhadap suatu penyakit sama halnya dengan hipertensi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
Gambaran faktor risiko pada pasien hipertensi di posyandu lansia kedabang adalah lebih
dominan pada jenis kelamin perempuan (56,5%), usia lanjut 60-74 tahun (52,2%), tidak
bekerja (52,2%), pendidikan terakhir SD/Sederajat (52,2%), pada pasien yang memiliki
riwayat keluarga (52,2%), pola makan yang kurang baik (91,3%), aktivitas fisik kurang
(56,5%) dan pengetahuan yang kurang tentang hipertensi (65,2%).

5.2. SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
 Meningkatkan upaya promosi kesehatan dengan memberikan penyuluhan yang
menarik mengenai penyakit hipertensi kepada seluruh lapisan masyarakat.
 Mengadakan prolanis setiap bulan di daerah posyandu lansia.
 Diharapkan posyandu lansia berkolaborasi dengan bagian gizi agar bagian gizi bisa
memberikan informasi dan masukan memengenai pemenuhan kebutuhan kalori per
hari dan pengaturan diet hipertensi dengan menggunakan data food recall 24 jam.
 Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut yang menghubungkan antara faktor risiko
hipertensi dengan kejadian hipertensi.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Agoes, A,2009. Penyakit di Usia Tua. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Andria, K.M., 2013. Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan
dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Gebang
Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya.Volume 1. No. 2, halaman 111–117.
3. Anderson G.H,1999. Efect of Age on Hypertension: Analysis of ovver 4800 Referred
Hypertensive Patients. Saudi Journal of Kidney and Disease Transplantation vol 10.
Issue 3 p:286-297.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI,2007.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2007.Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta
5. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan Kedua.Rineka
Cipta, Jakarta
6. Depkes RI., 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit
Hipertensi.Direktorat Pengendalian PTM, Jakarta
7. Guyton, A.C. dan Hall, J.E,2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC,
917-920.
8. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart 12th Edition.
New York: Mc Graw Hill; 2012.
9. High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American
Heart Association
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J,
Lackland DT et al. 2014.Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committee (JNC 8). JAMA
30

11. Kaplan NM, 2002. Clinical Hipertension, 8thEd. Lippincott : Williams & wilkins.
12. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo
J.Harrison’s.2012.Principles of Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw
Hill.
13. Palmer Anna dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Diterjemahlan oleh:
Elizabeth Yamine. Jakarta :Erlangga
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).2015.Pedoman
Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, Pengurus Pusat PERKI.
15. Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia dari Sistem ke Sel. Jakarta: EGC, 403 406.
16. Sugihantono, Anung. 2014Pedoman Gizi Seimbang. Kementerian Kesehatan RI.
17. Silbernagl S, Lang F. 2000. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag.
18. Tedjasukmana, Pradana. . 2012. Tata Laksana Hipertensi. Jakarta.
19. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM
et al. 2014. Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community: A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension.
20. WHO Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed April 23, 2017
21. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha M, Widodo,
Soewanto. 2007. Hipertensi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya:
Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai