Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KELOMPOK 4

ASKEP LANSIA DENGAN HIPERTENSI

KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Kelompok :

1. Fenty Fajri Handayani 17031053


2. Salisa Ashanita Rahmatika 17031054
3. Nindy Indah Pratiwi 17031055
4. Lutfiaturrohmah 17031056
5. Muhammad.Anshari Halilintar 17031078

Program Studi Sarjana Keperawatan

STIKes Hang Tuah Pekanbaru

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas. Pada
lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salah satunya
adalah hipertensi (Nugroho, 2008). Hipertensi merupakan masalah besar dan serius di
seluruh dunia karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan
datang. Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di dunia. Jumlah
lansia yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Di Indonesia
sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur (Arora, 2008).
Pada umumnya untuk lansia dalam pola makannya masih salah. Kebanyakan lansia
masih menyukai makanan-makanan yang asin dan gurih, terutama makan-makanan cepat
saji yang banyak mengandung lemak jenuh serta garam dengan kadar tinggi. Mereka
yang senang makan makanan asin dan gurih berpeluang besar terkena hipertensi.
Kandungan Na (Natrium) dalam garam yang berlebihan dapat menahan air retensi
sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus 2 bekerja keras
memompa darah dan tekanan darah menjadi naik. Maka dari itu bisa menyebabkan
hipertensi (Yekti, 2011). Penyebab lain selain pola makan yang sering dialami oleh
penderita hipertensi adalah stres. Dikarenakan stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatetik. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal (Gunawan, 2005).
Penyakit hipertensi pada lansia dikarenakan adanya perubahan pola hidup, kemajuan
teknologi dan peningkatan kesejahteraan yang berdampak secara langsung pada
kesehatan masyarakat. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) (2013) di Indonesia
secara nasional menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi telah mengalami penurunan
yang sangat berarti dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Berdasarkan
kelompok umur prevalensi hipertensi meningkat seiring bertambahnya umur, paling
tinggi pada usia diatas 75 tahun yaitu 27,9%. Masalah hipertensi pada lansia ini perlu
mendapatkan perhatian karena mengingat bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang
memasuki era penduduk berstruktur lansia (aging structured population) karena jumlah
penduduk yang berusia di atas 60 tahun sekitar 7,18% Menurut Suhardi dan Nur (2014),
yang menghambat kesadaran masyarakat untuk mengontrol tekanan darah adalah
rendahnya tingkat pengetahuan, pengaruh budaya dan sedikitnya informasi kesehatan
yang dimiliki masyarakat. Pendekatan melalui edukasi merupakan salah satu cara terbaik
untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya pada masyarakat dan membantu
individu mengembangkan kemampuan membuat keputusan dan memberikan pencitraan
pada masyarakat untuk menggali dan mengembangkan sikap yang semestinya. Hal ini
dapat diatasi dengan promosi kesehatan mengenai pencegahan, deteksi dini, evaluasi dan
penatalaksanaan penyakit hipertensi. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada
kelompok lansia. Sebagai hasil pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan
umur harapan hidup, sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia
tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan
lain pada kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering
dijumpai pada kelompok lansia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah Apakah faktor terjadinya kekambuhan hipertensi pada lansia?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi

Darah tinggi atau hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang interminten atau
terus-menerus diatas 140/90 mmHg karena fluktuasi tekanan darah terjadi antar individu dan
dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan ansietas (Marrelli, 2008). Hipertensi pada usia lanjut
mempunyai beberapa kekhususan, umumnya disertai dengan faktor risiko yang lebih berat,
sering disertai penyakit-penyakit lain yang mempengaruhi penanganan seperti dosis obat,
pemilihan obat, efek samping atau komplikasi karena pengobatan lebih sering terjadi,
terdapat komplikasi organ target, kepatuhan berobat yang kurang sering tidak mencapai
target pengobatan lain-lain

The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC) VII telah mengklarifikasi penyakit tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I, hipertensi derajat II, dan
hipertensi derajat III.
Tabel 1. Klarifikasi tekanan darah menurut The Joint National Committee on Detection,
Evalution and Treatment of High Blood Pressure (JNC) VII

Klasifikasi Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prehipertensi 120-130 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi derajat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi derajat 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg

Hipertensi derajat 3 180 mmHg 110Hg

2. Etiologi

Penyebab yang mendasari hipertensi tidak diketahui pada sebagian besar pasien (lebih
dari 95%) dan disebut hipertensi esensial. Etiologi hipertensi terdiri atas multifaktor. Faktor
yang berkaitan dengan hipertensi meliputi obesitas, diabetes, asupan garam (natrium) tinggi,
alkohol, dan rokok. Faktor genetik juga memegang peranan. Tekanan darah meningkat
seiring usia dan hipertensi juga jarang terjadi pada kelompok usia dibawah 25 tahun, kecuali
mereka mengalami penyakit primer seperti gagal ginjal (Brooker 2009).

Faktor risiko hipertensi menurut Jaya (2009) ada dua, yaitu faktor yang dapat dikontrol
dan faktor yang tidak dapat dikontrol

a. Faktor yang dapat dikontrol diantaranya :


1) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk terjadinya kematian akibat
hipertensi. Penghentian merokok terbukti dapat mengurangi risiko mengalami hipertensi

2) Konsumsi garam berlebih


Reaksi orang terhadap asupan garam yang di dalamnya mengandung natrium, berbeda-beda.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar
tidak keluar, sehingga akan mengakibatkan volume dan tekanan darah

3) Konsumsi kafein secara berlebih


Kafein banyak terdapat pada kopi, teh dan minuman bersoda, kopi dan teh jika dikomsumsi
melebihi batasan normal dalam penyajian akan mengakibatkan hipertensi.

4) Obesitas
Berat badan individu dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan
darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi
prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Individu dengan obesitas memiliki risiko
lima kali lebih besar mengalami hipertensi.

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol diantaranya :

1) Riwayat keluarga
Individu yang keluarga atau orang tua mengalami hipertensi cenderung memiliki
kemungkinan lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan individu yang tidak memiliki
keluarga yang mengalami hipertensi.

2) Jenis kelamin
Saat memasuki menopause, penurunan hormone estrogen yang dialami perempuan akan
meningkatkan risiko hipertensi atau tekanan darah tinggi. Maka perempuan lebih rentan
mengalami hipertensi dibandingkan laki-laki.

3) Usia pasien
Dimana usia 40 tahun hingga 59 tahun dianggap mengalami kecenderungan hipertensi karena
pada usia middle age merupakan usia dimana kondisi tubuh mulai menurun dan rentang
mengalami penyakit kronis.
3. Tanda dan gejala
Gejala yang lazim menurut Rokhaeni (2001) yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun

Manisfestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :

a. Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg


b. Sakit kepala
c. Rasa berat ditengkuk
d. Sukar tidur
e. Lemah dan lelah
f. Nokturia
g. Sesak nafas / sulit bernafas saat beraktivitas

4. Patofisiologi
Berbeda dengan usia yang lebih muda, pasien hipertensi pada usia lanjut sering sudah
mengalami pengurangan elastisitas arteri atau terjadi proses sklerosis terutama pada arteri
yang besar, sehingga mengakibatkan tekanan sistolik lebih tinggi dan tekanan diastolik yang
lebih rendah atau kenaikan dari nadi (pulse pressure). Hal ini menyebabkan suatu keadaan
yang dikenal sebagai hipertensi sistolikterisolasi, yang penanganannya lebih sulit
dibandingkan dengan hipertensi esensial biasa. Selain itu pada usia lanjut juga sering
mengalami disregulasi sistem saraf otonom yang menyebabkan hipotensi ortostatik dan
ortostatik hipertensi. Komplikasi lain seperti kerusakan mikrovaskuar pada ginjal juga
menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik (PGK) yang berakibat berkurangnya
fungsi tubulus dalam mengatur keseimbangan elektrolit Na dan K. fungsi ginjal yang
menurun secara progresif pada usia lanjut dapat terjadi juga oleh proses glomerulosklerosis
dan fibrosis interstisial yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah melalui mekanisme peningkatan natrium dan ekspansi
volume darah.
5. Pathway
6. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-
unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan
kematian. Rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga kebutaan

e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri


Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau yang
sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera
1) Darah rutin (Hematokrit/hemoglobin)
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin
3) Glukosa
4) Kalium serum
5) Kolesterol dan trigliserid serum
6) Pemeriksaan tiroid
7) Kadar aldosteron urin/serum
8) Urinalisa
9) Steroid urin
10) EKG

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama)
1) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor celebral, encelopati
3) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal
4) USG : untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi ada dua pilihan yaitu : pengobatan farmakologis dan
pengobatan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis dilakukan dengan menggunakan
obat-obatan anthihipertensi sedangkan pengobatan nonfarmakologis atau tanpa obat, antara
lain dilakukan dengan menganut gaya hidup sehat, rendam air hangat, terapi musik klasik,
bekam dan senam lansia.
a. Penatalaksanaan farmakologi hipertensi
Tujuan penatalaksanaan farmakologi atau pengobatan tekanan darah adalah untuk
menurunkan tekanan darah dan mengembalikan tekanan darah pada ukuran normal
dengan obat- obatan yang dikonsumsi. Pemberian obat hipertensi yang biasa diberikan
pada orang hipertensi menurut Darmawan (2012) adalah:

1) Diuretik thiazide merupakan obat yang diberikan untuk mengobati hipertensi


2) Pengobatan adrenergic seperti alfa-bloker dan beta-bloker merupakan obat yang
menghambat efek system saraf simpatis.

3) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-INHIBITOR) merupakan obat penurun


tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin II bloker merupakan obat penurun tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
6) Vasodilator langsung menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
7) Kedaruratan hipertensi merupakan penatalaksanaan dengan memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera contoh nya : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, dan labelatol.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologi hipertensi
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Pengurangan konsumsi garam dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr


b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Konsumsi buah dan sayur seperti semangka, mentimun, seledri, tomat, kesemek
2) Penurunan berat badan
3) Penurunan asupan etanol
4) Menghentikan merokok
5) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsip yaitu: macam olahraga
isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas
olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit
berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3x perminggu dan paling baik 5x
perminggu.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi pada Lansia


1. Pengkajian
Fokus pengkajian menurut Wijayaningsih (2013) Asuhan keperawatan pada klien
hipertensi dilaksanakan melalui proses keperawatan yang terdiri dari :

a. Aktivitas atau istirahat


kelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi jantung tinggi, perubahan irama jantung.
b. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit selebravaskular, kenaikan tekanan darah,
takikardi, distritmia, kulit pucat, sianosis, diaphoresis.

c. Integritas ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi atau marah kronik, gelisah, otot muka tegang,
pernafasan maligna, peningkatan pola bicara
d. Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal
e. Makanan / cairan
Makanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual dan muntah,
perubahan berat badan, adanya edema
f. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan, orientasi pola atau isi
bicara efek proses pikir atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan
genggaman tangan), perubahan retina optic.
g. Nyeri atau kenyamanan
Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen

h. Pernapasan
Dispnea, takipnea, dispnea nocturnal paroksimal, riwayat merokok, batuk dengan atau
tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan
kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien hipertensi adalah
sebagai berikut (NANDA, 2015-2017) :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload dan vasokontriksi.
b. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular selebral.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Intervensi
Intervensi atau rencana keperawatan adalah pedoman untuk merumuskan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu meningkatkan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012)
Intervensi asuhan keperawatan yang direncanakan pada pasien dengan hipertensi
berdasarkan diagnosa keperawatan menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut
a. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload dan vasokontriksi Perencanaan :

1) Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal.


Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
keterlibatan / bidang masalah vascular.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati /
terpalpasi.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
Rasional : S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada hipertropi atrium
(peningkatan volume atau tekanan atrium), perkembangan S3 menunjukkan hipertropi
ventrikel atau kerusakan fungsi
4) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan lingkungan
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis.
5) Pemberian obat non farmakologi
Rasional : Membantu untuk menurunkan tekanan darah
b. Diagnosa :Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vascular selebral
Perencanaan :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala (teknik relaksasi)
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler selebral dan yang
memperlambat.
3) Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala (mengejan
saat BAB, batuk, membungkuk)
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala.

4) Kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik


Rasional : Menurunkan atau mengontrol nyeri dan rangsang.

c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Perencanaan

1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas


Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap
stress aktivitas dan bila ada indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat gosok gigi, atau
menyisir rambut)
Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi juga membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
3) Dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap, berikan bantuan
sesuai kebutuhan. Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas
4) Anjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien
melakukan aktivitas semampunya.
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki
tonus otot.
4. Impementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan
dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien
menurut Potter & Perry (2009) dalam jurnal ade cahya lesmana.
a. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
afterload dan vasokontriksi.
1) Memantau tekanan darah untuk evaluasi awal.
2) Mencatat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3) Mengauskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4) Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas / keributan lingkungan.
5) Memberikan obat nonfarmakologi

b. Diagnosa : Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan


peningkatan tekanan vascular selebral
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Memberikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala (teknik
relaksasi).
3) Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala (mengejan
saat BAB, batuk, membungkuk).
4) Berkolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik

c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan fisik


1) Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas.
2) Menginstruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat gosok gigi,
atau menyisir rambut).
3) Memotivasi untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap, berikan bantuan
sesuai kebutuhan.
4) Menganjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
BAB III

KASUS, ASKEP, PEMBAHASAN

3.1 kasus

Seorang pasien lansia Tn. A dengan umur 69 tahun sering mengeluhkan pusing
kepala berdenyut – denyut. pasien terlihat selalu memegang area kepala dan tidak sanggup
berdiri sehinngga aktivitas hanya tempat tidur dikarenakan pandangan yang berkunang-
kunang, Dulunya Tn.A seorang pekerja buruh pabrik, namun sekarang ia tidak lagi bekerja
dan sering stress dan marah – marah kepada istri dan anaknya, sehingga diwaktu malam hari
ia susah untuk tertidur, karena memikirkan biaya kehidupan sehari – hari, ia meyakini
bahwasanya sakit yang dideritanya setiap hari karena letih untuk perjuangan hidup, meskipun
diusianya yang senja ia masih sering mengkonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi,
juga merokok, dan meminum, kopi ia juga mengakui jarang berolahraga setiap harinya,
sesekali anak dan istri mengingatkannya tetapi dia tidak menghiraukan, Pasien tampak lemah
sehingga aktivitas hanya berdiam dirumah dan di atas tempat tidur karena itu ia juga jarang
sekali melakukan ibadah dan bergaul dengan orang sekitar, anaknya mengatakan pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun namun terkontrol, sebelumnya juga 20 tahun lalu
ayah dari Tn.A meninggal dikarenakan Stroke, ketika dilakukan pemeriksaan TTV
didapatkan hasil TD :180/110 mmhg N:80 X / m, T:36,5 ℃ RR: 22 x/m,

3.2 ASKEP

1.Pengkajian

FORMULIR PENGKAJIAN INDIVIDU


NAMA PANTI WERDHA :-
TANGGAL PENGKAJIAN: 07 Desember 2020
ALAMAT : Jl.X
I. IDENTITAS KLIEN

Nama :Tn.A (L/P)

TanggalMasuk :

Umur :69 Tahun

No. Pendaftaran :
Alamat Rumah :

Agama :Islam

Status
Perkawinan : PendidikanTerakhir
Pekerjaan :Tidak bekerja

II.ALASAN KUNJUNGAN KE PANTI/PUSKESMAS

Pasien sering mengeluhkan pusing kepala dan terkadang tidak sanggup berdiri dari
tempat tidur dikarenakan pandangan yang berkunang- kunang

III. RIWAYAT KESEHATAN

Masalah Kesehatan:Hipertensi

A. Yang pernah dialami : Hipertensi

B. Yang dirasakan saat ini : pusing kepala, pandangan berkunang - kunang

IV. KEBIASAAN SEHARI-HARI

A. Biologis:

Tidak Terkaji

1. Pola makan : Sering makan bergaram

2. Pola minum sering minum kopi:

3. Pola tidur : terganggu dan susah tidur dimalam hari

4. Pola eliminasi (BAB/BAK) : Tidak terkaji hanya berdiam di tempat tidur

5. Aktivitas sehari – hari : hanya berdiam di tempat tidur

6. Rekreasi : Tidak Terkaji

B. Psikologis
1. Keadaan Emosi : Pasien sering marah -marah dan stres memikirkan biaya
kehidupan sehari hari

C. Sosial

1. Dukungan Keluarga: Tidak Terkaji

2. Hubungan antar keluarga : Tidak Baik/Harmonis

3. Hubungan dengan orang lain : Tidak bersosialisasi dengan orang sekitar

D. Spiritual

1. Pelaksanaan Ibadah : Jarang melakukan ibadah dirumah

2. Keyakinan tentang kesehatan : ia meyakini bahwasanya sakit yang dideritanya


setiap hari karena letih untuk perjuangan hidup

3. Kegiatan ibadah yang biasa dilakukan: Tidak Terkaji

V. PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda Vital :

a. Keadaan Umum:Pasien tidak sanggup berdiri atau lemah

b. Kesadaran :Compus Mentis

c. Nadi :80 X / m TD: 180/110 mmHg

d. Suhu : T:36,5 ℃ RR: 22 x/m,


2. Kebersihan perorangan :

a. Kepala

A. Rambut : Tidak Terkaji

B. Mata : Tidak Terkaji

C. Hidung :Tidak Terkaji

D. Mulut : Tidak Terkaji

E. Telinga : Tidak Terkaji

b. Leher : Tidak Terkaji

3. Dada / Thorax : Tidak Terkaji

F. Dada : Tidak Terkaji

G. Paru – paru : Tidak Terkaji

H. Jantung : Tidak Terkaji

4. Abdomen : Tidak Terkaji

5. Muskuloskletal : Tidak Terkaji

VI. INFORMASI PENUNJANG

1. Diagnosa medis : Hipertensi

2. Laboratorium : Tidak Terkaji

3. Terapi medis : Tidak Terkaji

Analisa Data
Data Penunjang Masalah Etiologi
Subjektif: meskipun diusianya yang Ketidakefektifan Penurunan Fungsi
senja ia masih sering menajemen kesehatan tubuh
mengkonsumsi makanan dengan |
kadar garam tinggi, juga merokok, Kurang merawat
dan meminum, kopi ia juga keehatan
mengakui jarang berolahraga setiap |
harinya, sesekali anak dan istri Pola prilaku adaptif
mengingatkannya tetapi dia tidak tetntang faktor
menghiraukan makan dan minum
|
Objektif: Pasien tampak lemah Ketidakefektifan
menajemen
TTV didapatkan hasil TD :180/110
kesehatan
mmhg N:80 X / m, T:36,5 ℃ RR: 22
x/m,

Subjektif : mengeluhkan pusing Nyeri Kepala TD meningkat


kepala berdenyut |
Hipertensi
Objektif : pasien terlihat selalu |
memegang area kepala , pasien Gangguan Sirkulasi
tampak lemah |
TD :180/110 mmhg Resisten Pembuluh
darah Otak
|
Nyeri Kepala
Subjektif: sering stress dan marah – Insomnia ggn proses menua
marah kepada istri dan anaknya, |
sehingga diwaktu malam hari ia Penyakit
susah untuk tertidur, karena Hipertensi
memikirkan biaya kehidupan sehari |
– hari, Depresi
|
Objektif: TD :180/110 mmhg N:80 X GGn Tidur pada
/ m, T:36,5 ℃ RR: 22 x/m, Lansia
2. Diagnosa

1. ketidak efektifan manajemen kesehatan b.d ketidakberdayaan


2.Nyeri kepala b.d proses Penyakit
3.Insomnia b.d Stres

Pekanbaru, 11 Desember 2020

Kelompok 4
3.Implementsi

No Diagnosa Noc NIC


1. ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan asuhan Konsling:
manajemen keperawatan selama 3x 12 jam 1.kaji tingkat
kesehatan b.d nyeri dapat berkurang dengan pemahaman pasien
ketidakberdayaan kriteria hasil: 2.berikan dukungan
Mampu memahami mengenai terkait kondisi
upaya pemeliharaan kesehatan 3.Berikan edukasi
Menunjukan prilaku memelihara seputar penyakit dan
kesehatan pemeliharaan kesehatan
Mampu memodifikasi lingkungan 4. anjurkan untu
Mampu melakukan dan mengikuti kepatuhan
menjalankan poengobatan terapi pengobatan
penggunaan lankes 5. penggunaan layanan
kesehatan
2. Nyeri b.d proses Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management
penyakit keperawatan selama 3x 12 jam 1. Lakukan
nyeri dapat berkurang dengan pengkajian nyeri
kriteria hasil : secara
Pain level komprehensif.
1. Nyeri berkurang dari 5 2. Observasi reaksi
menjadi 2 dengan menggun non verbal dari
akan menejemen nyeri. ketidak nyamanan.
2. Pasien merasa nyaman 3. Monitor TTV
setelah nyeri berkurang. 4. Ajarkan tehnik non
TTD dalam batas normal TD farmakologi
sekitar 130/80 mmHg, Nadi: 60- (relaksasi dengan
100x/menit, R:20-24x/menit, tarik nafas dalam
S:36,5-37°C. dan senam
ergonimis)
3. Insomnia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
Stres keperawatan selama 3x12 jam,
2. Lakukan penyuluhan
diharapkan masalah insomnia Ny.
tentang tekhnik
K dapat teratasi dengan kriteria
relaksasi otot
hasil:
progresif kepada
1. Klien tampak bergairah saat
klien
mengikuti kegiatan pagi di
panti 3. Latih klien untuk
melakukan tekhnik
2. Mata klien tidak nampak merah
relaksasi otot
(mengantuk)
progresif
3. Ny.K tidak terbangun pada
4. Evaluasi tekhnik
malam hari
relaksasi otot
Melaporkan secara verbal bahwa progresif yang
insomnia berkurang dilakukan oleh klien

4,Implementasi Keperawatan

Melaakukan tindakan yang sesuai intervensi dengan sembari dievaluasi tidnakan


sebelumnya.

5.Evaluasi

Melakukan evaluuasi mulai dari pengkajian hingga diagnose serta implementasi apakah
sudah sesuai atau bukan
3.3.Pembahasan

Pada diagnose yang diangkat sesuai kasus yang dibahas yaitu ketidakefektifan terkait
menajemen kesehatan, kenapa diangkat ini menjadi diagnosa pertama, karena masalah
lansia yang terkai menyebabkan Tn.A hipertensi merupakan suatu tindakan yang tidak
tanggap terkait kondisnya, apalagi beliau sudah dalam ketidakberdayaan ditambah lagi
diusianya yang senja berprilaku mengkonsumsi makanan tinggi garam, merokok,
hingga jarangan beroalahraga dan masih minum kopi, hal ini tentunya terdapat dalam
tinjauan pustaka kami bahwasanya ada faktor – faktor yang menyebabkan hipertensi
pada lansia, kemudian karena sudah tidak menjaganya mterkait menjaemen kesehatan
tadai, sehingga dengan keaadaan lansianya timbulah masalah fisik lainnya yang
disebabkan karena hipertensi dan tidak menjaga menajamen kesehatan seperti nyeri
pada diagnosa kedua sehingga tidak bisa membuat Tn.A untuk beraktivitas dalm
kesehariannya , tentunya diagnose nyeri yang bdiangkat berkaitan dengan diagnose
hipertensi yang dibuat pada tinjauan pustaka pada diagnose nanda pasien hipertensi, dan
juga insomnia pada diagnosa ketiga karena tn.A susah untuk tidur dimalam hari
berkaitan dengan stressor lansia yang tidak bisa mengendalikan kopingnya sehingga
ibadah Tn.A pun menjadi terganggu dan hubungan social dan keluarga juga menjadi
terganggu.

Untuk intervensi yang dilakukan mungkin hanya satu yang sesuai dengan tinjauan
pustaka yang dikaitkan menurut Wijayaningsih (2013) yaitu terkait nyeri sementara
untuk resiko penurunan curah jantung dan resiko intoleransi aktivitas memeng belum
dibahas, semntara yang dibahas dalam diagnose intervensi sesuai kasu Tn.A yaitu
menajemen kesehatan tidak efektif dan insomnia. Kemudian untuk implementasi lebih
dilakukan edukasi dan konsling baik kepada Tn A maupun keluarga yaitu anak dan istri,
dan untuk evaluasi selalu meninjau kembali sejauh apa perubahan terkait kondisi Tn.A
apakah makin meningkat kearah yang baik atau semakin buruk hal ini tentu terkait
bagaimana menajemn kesehatan keluarganya sendiri terlepas dari apa yang sudah
dilakukan perawat.
BAB IV

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Darah tinggi atau hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang


interminten atau terus-menerus diatas 140/90 mmHg karena fluktuasi tekanan darah
terjadi antar individu dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan ansietas (Marrelli,
2008). Penyebab yang mendasari hipertensi tidak diketahui pada sebagian besar pasien
(lebih dari 95%) dan disebut hipertensi esensial. Etiologi hipertensi terdiri atas
multifaktor. Berbeda dengan usia yang lebih muda, pasien hipertensi pada usia lanjut
sering sudah mengalami pengurangan elastisitas arteri atau terjadi proses sklerosis
terutama pada arteri yang besar, sehingga mengakibatkan tekanan sistolik lebih tinggi
dan tekanan diastolik yang lebih rendah atau kenaikan dari nadi (pulse pressure).
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Martono. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia lanjut dalam
Geriatri. I. Balai Penerbit FKU : Jakarta.

Nugroho, H.W. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Penerbit Buku


Kedokteran, EGC : Jakarta.

Dalyoko, DAP., Kusumawati, Y., dan Ambarwati. (2011). Faktor-faktor yang


Berhubungan Dengan Kontrol Hipertensi Pada Lansia di Pos Pelayanan Terpadu
Wilayah Kerja Puskesmas Mojosongo Boyolali. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621. 4(1): 201-214.

Maryam, S. (2008). Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai